Anda di halaman 1dari 27

CLUSTER HEADACHE

(Case Report)

Disusun oleh :
dr. Ayu Indah Rachmawati

Dokter Pendamping :
dr. Elisa Agustina Brenda AP

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RS MARDI WALUYO METRO
2021
KATA PENGANTAR

Pertama kami ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat-Nya sehingga kamu dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Cluster Headache” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan
kasus ini adalah sebagai salah satu tugas dalam melaksanakan program internsip
dokter di Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Elisa Agustina Brenda AP
yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing kami dalam menyelesaikan
laporan kasus ini. Kami menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk kami,
tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Metro, Maret 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri kepala merupakan keluhan umum yang sering ditemukan dalam
praktek umum. Prevalensi seumur hidup nyeri kepala lebih besar dari 90%.
Kebanyakan pasien yang datang dengan nyeri kepala memiliki 1 dari 3 ciri-
ciri sindrom nyeri kepala berikut: migraine, nyeri kepala cluster, atau nyeri
kepala tipe tegang. Nyeri kepala harus dibedakan dengan pusing (vertigo)
dan perasaan melayang (dizzines atau light headed-ness).

Nyeri kepala cluster adalah suatu sindrom nyeri kepala, neovaskular yang
khas dan dapat disembuhkan, walaupun insidennya jauh lebih jarang
daripada migrain. Nyeri kepala cluster jauh lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan. Nyeri memiliki karaktertistik konstan, parah , tidak
berdeyut, dan unilateral serta sering terbatas pada mata atau sisi wajah.

Awitan biasanya adalah 2 sampai 3 jam setelah tidur dan tampaknya


berkaitan dengan tidur rapid eye movement (REM). Nyeri kepala cluster
berlangsung dan beberapa menit sampai beberapa jam dengan injeksi
konjungtiva, lakrimasi, hidung tersumbat, dan kadang kadang kemerahan
(flushing) pipi di sisi yang terkena. Alkohol sering disebut sebagai pemicu
apabila minum alkohol dilakukan selama periode rentan nyeri kepala. Faktor
penunjang lainnya adalah setres, perubahan cuaca, dan serangan hay fever.
Arteri oftalmika dan arteri ekstrakranium serta kapiler wajah dan kulit
kepala biasanya berdilatasi, dan arteri karotis interna menyempit.

Patognesis nyeri kepala cluster tidak diketahui. Tidak ada perubahan aliran
darah serebrum yang kosisten yang dibuktikan menyertai serangan nyeri.
Pada salah satu teori patofisiologi dasar diperkirakan adalah sitem vaskular
trigeminus, jalur akhir bersama dengan nyeri dipicu secara siklis oleh suatu
pemacu (pacemaker) sentral yang terganggu. Dengan demikian, baik nyeri
migren maupun cluster mungkin disebabkan oleh kelainan neurotransmisi
serotongik, walaupun dengan lokasi berbeda.

1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui cara menegakkan diagnosis kasus dalam case report ini.
1.2.2 Mengetahui epidemiologi pada kasus dalam case report ini.
1.2.3 Mengetahui penanganan awal pada pasien dalam kasus ini.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. TS
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 48 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Metro
Tanggal masuk : 20 Februari 2021

2.2 Anamnesis (Alloanamnesis)


1. Keluhan Utama
Nyeri kepala hebat

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 20 Februari
2021

Pasien datang ke IGD diantar keluarganya dengan nyeri kepala yang


sudah dirasakan dalam 2 minggu yang lalu dan dirasa semakin
memberat dalam 1 hari terakhir. Nyeri kepala dirasakan lebih berat
pada kepala bagian kanan terutama di atas mata (alis) dan menjalar ke
dahi hingga ke belakang kepala. Nyeri kepala dirasakan hilang timbul
namun seringkali muncul dan memberat pada malam hari hingga
membuat pasien sulit untuk tertidur dan terkadang membangunkan
pasien ketika sedang tidur. Nyeri kepala muncul 2-3 kali dalam sehari
dengan durasi nyeri 1-2 jam. Pasien menyangkal adanya aktivitas yang
memicu kambuhnya nyeri. Tidak ada nyeri saat mengunyah. Pusing
berputar (-), perasaan melayang (-), riwayat trauma kepala disangkal.
Pasien juga mengeluh matanya seringkali berair, gatal (-), pandangan
kabur (-). Selain itu, pasien mengeluhkan mual dan tidak nafsu makan
karena nyeri yang dirasakannya. Muntah (-), diare (-). Riwayat demam
(-), batuk (-), pilek (-), sesak (-). BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien mengaku tidak
merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat penyakit dahulu

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat penyakit serupa dalam keluarga pasien.

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS = 15)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36°C
Frekuensi Nadi : 90 x/menit
Frekuensi Napas : 20 x/menit
SpO2 : 98 %
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 158 cm

b. Status Generalis
Kelainan Mukosa Kulit/ Subkutan Yang Menyeluruh
Pucat :-
Kulit : Sawo matang
Sianosis :-
Ikterus :-
Oedem :-
Turgor : Baik
Pembesaran KGB :-
Kesan : Dalam batas normal

Kepala
Muka : Simetris, normochepal, lesi (-), nyeri tekan (-)
Rambut : Warna hitam, pertumbuhan merata, allopecia (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), hiperemis (+/-),
lakrimasi (+/-), sekret (-/-), sclera ikterik (-/-), nyeri
tekan bola mata (-/-), peningkatan TIO (-/-)
Telinga : Simetris, sekret (-)
Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), lidah bersih.
Kesan : Dalam batas normal

Leher
Trakea : Deviasi trachea (-), faring hiperemis (-)
KGB : Tidak terdapat pembesaran
Kesan : Dalam batas normal

Thorak
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal

Paru
Inspeksi : Gerak napas simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus taktil normal, ekspansi dinding dada
simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-
Kesan : Pemeriksaan paru dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan (+) minimal pada epigastrium
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal

Ekstremitas
Superior : Lengkap, tanpa cacat, tidak sianosis, tidak oedem
Infrerior : Lengkap, tanpa cacat, tidak sianosis, tidak oedem
Kesan : Dalam batas normal

c. Pemeriksaan Neurologis
Saraf Cranialis
a) N. Olfaktorius
Daya Penciuman Hidung : normal
b) N. Opticus
Tajam Penglihatan : normal
Lapang Penglihatan : normal
Tes Warna : tidak dilakukan
Fundus Oculi : tidak dilakukan
c) N. Occulomotorius, N. Troklearis, dan N. Abdusen
Kelopak Mata
 Ptosis :-/-
 Endofthalmus :-/-
 Exopthalmus :-/-
Pupil
 Diameter : 2mm / 2 mm
 Bentuk : bulat / bulat
 Isokor/anisokor : isokor ( + / + )
 Posisi : central ( + / + )
Refleks cahaya langsung :+/+
Refleks cahaya tidak langsung :+/+
Gerakan Bola Mata : dalam batas normal
d) N. Trigeminus
Sensibilitas
 Ramus ofthalmikus :+/+
 Ramus maksilaris :+/+
 Ramus mandibularis :+/+
Motorik
 N. Maseter :+/+
 M. Temporalis :+/+
Refleks
 Refleks kornea : tidak dilakukan
 Refleks bersin : normal
e) N. Facialis
Inspeksi wajah sewaktu
 Diam : simetris
 Tertawa : simetris
 Meringis : simetris
 Menutup mata : simetris
 Mengerutkan dahi : simetris
 Menutup mata kuat-kuat : kuat
 Menggembungkan pipi : simetris kedua sisi
Sensoris
 Pengecapan 2/3 depan lidah : normal
f) N. Vestibulocochlearis
N. Cochlearis
 Ketajaman pendengaran : penurunan pendengaran (-/-)
 Tinitus : (-/-)
N. Vestibularis
 Test vertigo : Tidak dilakukan
g) N. Glossofaringeus dan N. Vagus
Suara bindeng/ nasal : tidak ada
Posisi Uvula : di tengah
Refleks batuk : normal
Refleks muntah : normal
Peristaltik usus : ada, normal
h) N. Accesorious
M. Sternocleidomastoideus :+/+
M. Trapezius :+/+
i) N. Hipoglossus
Artikulasi : normal
Atropi : tidak ada
Fasikulasi : tidak ada
Deviasi : tidak ada

Tanda Perangsangan Selaput Otak


 Kaku Kuduk :-
 Kernig Test :-/-
 Brudzinsky I :-/-
 Brudzinsky II :-/-
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap
Tanggal 20 Februari 2021 2020 di RS Mardi Waluyo Metro
Hematologi (20/02/2021)
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 14,4 13,5 – 17,5 g/dL
Leukosit 6.470 4.400 – 11.300 /µL
Eritrosit 4,9 4,3 – 5,9 juta/µL
Hematokrit 44 40 – 52 %
Trombosit 166.000 150.000 – 450.000 /μL
MCV 75 75 - 87 fL
MCH 28 26 – 34 pg
MCHC 36 31 – 37 g/dL
GDS 119 70 – 180 mg/dL
Kesan : Dalam batas normal

2.5 Diagnosis Kerja


Cephalgia ec. suspek cluster headache + dyspepsia

2.6 Penatalaksanaan
Farmakologi
- O2 3-4 lpm via nasal kanul
- IVFD RL 500 cc/12 jam
- Ranitidin 1 amp/12 jam
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Ericaf tab 2x1 mg
- Eperison tab 2x50 mg
- Antasida syr 3x1 C

Farmakologi
-Tirah baring, menjaga pola tidur
-Melakukan terapi pernapasan dalam atau deep breathing exercise
-Mengonsumsi makanan tinggi magnesium, seperti kacang dan alpukat
-Mengonsumsi makanan kaya vitamin B2, seperti bayam, jamur, dan
yogurt
-Tidak merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Sakit kepala didefinisikan sebagai sakit yang berlokasi di kepala atau leher
bagian belakang. Secara garis besar, sakit kepala dapat dibagi menjadi sakit
kepala primer dan sekunder. Sakit kepala primer adalah sakit kepala yang
tidak berhubungan dengan penyebab atau penyakit lain. Sakit kepala
sekunder adalah sakit kepala yang berhubungan dengan penyakit lain.
Berdasarkan klasifikasi Internasional Sakit Kepala Edisi 2 dari IHS
(International Headache Society) yang terbaru tahun 2004, sakit kepala
primer terdiri atas migraine, tension type headache, cluster headache dan
trigeminal-autonomic cephalgias dari primary headaches.

Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan
yang jelas dan berulang dari suatu sakit periorbital unilateral yang mendadak
dan parah.6 Cluster headache juga dikenal sebagai sakit kepala histamine,
yaitu suatu bentuk sakit kepala neurovascular. Serangan biasanya parah,
unilateral dan terletak di daerah periorbital. Rasa sakit ini terkait dengan
lakrimasi ipsilateal, hidung tersumbat, injeksi konjungtiva, miosis, ptosis
dan edema kelopak mata. Sakit kepala berlangsung singkat dan berlangsung
beberapa saat sampai 2 jam. Cluster mengacu pada pengelompokan sakit
kepala, biasanya selama beberapa minggu. Untuk memenuhi kriteria
diagnosis, pasien harus memiliki minimal 5 serangan yang terjadi dari 1
setiap hari untuk 8 per hari dan tidak ada penyebab lain untuk sakit kepala.
3.2 Epidemiologi
Pada sebuah penelitian, ditemukan untuk prevalensi cluster headache masih
kontroversial tetapi salah satu survei menghitung prevalensi sekitar 0,24%
pada populasi umum. Tingkat intensitas nyeri pasien dengan cluster
headache pada umumnya, sebagai salah satu cluster headache terburuk dan
mungkin yang paling parah dari gangguan sakit kepala primer. Paling
sering, cluster headache terjadi sekali setiap 24 jam selama 6 sampai 12
minggu pada suatu waktu dengan periode remisi biasanya berlangsung 12
bulan. Khas usia onset untuk pria dan wanita adalah 27 hingga 31 tahun.
Namun sakit kepala cluster merupakan salah satu sindrom sakit kepala yang
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Penelitian
menunjukkan rasio laki-laki dan wanita berkisar dari 5.0:1 sampai 6.7:1,
tetapi ada bukti lain bahwa kesenjangan mungkin telah berkurang pada
tahun 1990 an. Dua studi terbaru menemukan rasio jenis kelamin yang
masih menunjukkan frekuensi lebih besar pada pria, tetapi hanya 3.5:1 dan
2:1. Beberapa fitur membedakan adanya tanda serangan. Paling penting
adalah adanya gejala otonom sementara.
Data epidemiologi pada cluster headache hanya sedikit. Dalam sebuah
penelitian bahwa laki-laki berusia 18 tahun, pada tahun 1976 di Swedia
ditemukan prevalensi seumur hidup dari 90 per 100.000 penduduk. Pada
tahun 1984 dan 1999, seluruh penduduk Republik San Marino dilakuan
penelitian dalam dua studi yang menggunakan pendekatan metodologi yang
sama. Dalam survey pertama, ditemukan tingkat prevalensi 69 per 100.000
(128 per 100.000 pada laki-laki dan 9 per 100.000 pada wanita), pada survei
kedua, 3 angka prevalensi diperkirakan adalah 56 per 100.000 (115,3 per
100.000 pada laki-laki). Dalam penelitian epidemiologi ekstensif yang
dilakukan pada populasi daerah kecil di Norwegia (studi Vaga), tingkat
prevalensi diperkirakan adalah 326 per 100.000 (558 per 100.000 pada laki-
laki dan 106 per 100.000 pada wanita) sangat tinggi dibandingkan populasi
di San Marino.

3.3 Etiologi
Beberapa pemicu cluster headache meliputi:
1. Injeksi subkutan histamine memprovokasi serangan pada 69% pasien.
2. Serangan yang dipicu pada beberapa pasien karena stres, alergi,
perubahan musiman, atau nitrogliserin.
3. Perokok berat.
4. Gangguan dalam pola tidur normal.
5. Keabnormalan kadar hormon tertentu.
6. Alkohol menginduksi serangan selama cluster tetapi tidak selama
remisi. Pasien dengan cluster headache, 80% adalah perokok berat dan
50% memiliki riwayat penggunaan etanol berat.
7. Faktor resiko
 Laki-laki.
 Usia lebih dari 30 tahun
 Vasodilator dengan jumlah kecil (misalnya, alcohol).

Trauma kepala sebelumnya atau operasi (kadang-kadang).


3.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari cluster headache tidak diketahui dengan jelas. Ada
beberapa mekanisme yang mungkin dapat menjelaskannya.
1. Hemodinamik
Dilatasi vaskular mungkin memiliki peranan, tetapi studi tentang peredaran
darah masih belum pasti. Aliran darah ekstrakranial (hipertermia dan
peningkatan aliran darah arteri temporal) meningkat tetapi tidak
menimbulkan rasa sakit. Perubahan vaskular merupakan perubahan
sekunder untuk neuronal discharge yang primer.
2. Saraf trigeminal
Saraf trigeminal mungkin bertanggung jawab terhadap neuronal discharge
yang bisa menyebabkan cluster headache. Substansi P neuron membawa
impuls sensori dan motorik dalam divisi saraf maksillaris dan opthalamic.
Semua ini berhubungan dengan ganglion sphenopalatina dan pleksus
sympathetic carotid perivaskular interior. Somatostatin menghambat
substansi P dan mengurangi durasi dan intensitas cluster headache.
3. Sistem saraf autonomik
Efek simpatis (misalnya, Horner syndrome, keringat di dahi) dan
parasimpatis (misalnya, lakrimasi, rinore, nasal congestion).
4. Ritme sirkadian
Cluster headache sering kambuh dalam waktu yang sama setiap hari,
menunjukkan hipothalamus, yang mengontrol ritme sirkadian, dimana
lokasi yang menjadi penyebabnya.
5. Serotonin
Tidak khas seperti pada migrain, tetapi kadang-kadang terdapat perubahan.
6. Histamin
Meskipun penyebabnya kurang mendukung, cluster headache mungkin
dipicu oleh sedikit perubahan histamin. Antihistamin tidak menghilangkan
cluster headache.
7. Mast sel
Peningkatan jumlah mast sel dapat ditemukan pada area kulit yang sakit
pada beberapa penderita, tetapi hal ini tidak dapat menjadi penjelasan.
3.5 Klasifikasi
Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, International
Headache Society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua
tipe :
1. Episodik
Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama satu
minggu sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum
berkembangnya periode cluster selanjutnya.
2. Kronik
Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari
satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri
berlangsung kurang dari dua minggu.

Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai tipe


kronik. Cluster headache kronik dapat berkembang setelah suatu periode
serangan episodik atau dapat berkembang secara spontan tanpa di dahului
oleh riwayat sakit kepala sebelumnya. Beberapa orang mengalami fase
episodik dan kronik secara bergantian.

Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk menjelaskan


karakter utama dari cluster headache. Mungkin terdapat riwayat keluarga
dengan cluster headache pada penderita, yang berarti ada kemungkinan
faktor genetik yang terlibat. Beberapa faktor dapat bersama-sama
menyebabkan cluster headache.

3.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang dapat ditemukan pada cluster headache adalah Tidak ada
aura muncul seperti pada migraine. Periodisitas adalah karakteristik yang
paling mencolok. Biasanya, pasien mengalami 1-2 kali periode cluster per
tahun, yang masing-masing berlangsung 2-3 bulan.
1. Sakit (digambarkan sebagai sakit pedih dan berat )
• Onset mendadak ( Puncaknya dalam 10-15 menit)
• Unilateral wajah ( masih pada sisi yang sama selama periode
cluster)
• Durasi (10 menit sampai 3 jam per episode)
• Karakter (membosankan dan sakit pedih, seolah-olah mata
didorong keluar)
• Distribusi (divisi pertama dan kedua dari saraf trigeminal, sekitar
18-20% pasien mengeluh sakit di daerah ekstratrigeminal,
misalnya, belakang leher, di sepanjang arteri carotid)
• Periodesitas (keteraturan sirkadian di 47%)
• Remisi (panjang interval bebas gejala terjadi pada beberapa pasien.
Rata-rata selama 2 tahun tetapi berkisar antara 2 bulan sampai 20
tahun)
2. Lakrimasi (84-91%) atau injeksi konjungtiva.
3. Hidung tersumbat (48-75%) atau rinore.
4. Edema kelopak mata ipsilateral.
5. Miosis atau ptosis ipsilateral.
6. Keringat pada dahi dan wajah ipsilateral (26%).
7. Letih/ lemas (90%).

3.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding herpes zoster oftalmika antara lain bell’s palsy, luka
bakar, impetigo atau blefaritis ulseratif, episkliritis, erosi kornea persisten
pada herpes simpleks.

3.8 Penegakan Diagnosis


Cluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. Suatu
diagnosis tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi
dan keparahan sakit kepala, dan gejala-gejala lainnya yang terkait.
Frekuensi dan lama waktu terjadinya sakit kepala merupakan faktor yang
penting.
Keterlibatan fenomena otonom yang jelas sangat penting pada cluster
headache. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung
tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada
wajah, edema pada palpebra dan sindrom Horner parsial atau komplit,
takikardia juga sering ditemukan.

Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dari


cluster headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh
bahkan diantara serangan.

Diadaptasi IHS Criteria for the General Diagnosis of Cluster Headache*


Headache Description (All 4) Autonomic Symptoms (Any 2)
 Severe headache  Rhinorrhea

 Unilateral  Lacrimation
 Duration of 15–180 min  Facial sweating
 Orbital periorbital or temporal  Miosis
location  Eyelid edema
 Conjunctival injection
Ptosis

* Tidak ada bukti dari gangguan sakit kepala sekunder. Sakit kepala cluster
episodik terjadi untuk <1 tahun dan sakit kepala kronis terjadi selama> 1 tahun.

3.9 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari
pengobatan adalah membantu menurunkan keparahan nyeri dan
memperpendek jangka waktu serangan. Obat-obat yang digunakan untuk
cluster headache dapat dibagi menjadi obat-obat simptomatik dan
profilaksis. Obat-obat simptomatik bertujuan untuk menghentikan atau
mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan cluster headache, sedangkan
obat-obat profilaksis digunakan untuk mengurangi frekuensi dan intensitas
eksaserbasi sakit kepala.
Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat, pengobatan
simptomatik harus mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat
diberikan segera, biasanya menggunakan injeksi atau inhaler daripada tablet
per oral.
• Pengobatan simptomatik
1. Oksigen
Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 7
liter/menit memberikan kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 %
orang-orang yang menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih
besar dapat lebih efektif. Efek dari penggunaannya relatif aman, tidak
mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar 15 menit. Kerugian
utama dari penggunaan oksigen adalah pasien harus membawa-bawa
tabung oksigen dan pengaturnya, membuat pengobatan dengan cara
ini menjadi tidak nyaman dan tidak dapat di akses setiap waktu.
Terkadang oksigen mungkin hanya menunda daripada menghentikan
serangan dan rasa sakit tersebut akan kembali.
2. Sumatriptan
Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati
migraine, juga efektif digunakan pada cluster headache. Beberapa
orang diuntungkan dengan penggunaan sumatriptan dalam bentuk
nasal spray namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk
menentukan keefektifannya.
3. Ergotamin
Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos di
pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler,
penggunaan intra vena bekerja lebih cepat daripada inhaler dosis harus
dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping terutama mual, serta
hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.
4. Obat-obat anestesi lokal
Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf menjadi
kurang permeabilitasnya terhadap ion-ion. Hal ini mencegah
pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga menyebabkan
efek anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat digunakan secara efektif
pada serangan cluster headache. Namun harus berhati-hati jika
digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan,
atau bradikardi.

• Obat-obat profilaksis :
1. Anti konvulsan
Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster headache
telah dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme
kerja obat-obat ini untuk mencegah cluster headache masih belum
jelas, mungkin bekerja dengan mengatur sensitisasi di pusat nyeri.
2. Kortikosteroid
Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus cluster
headache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi
diberikan selama beberapa hari selanjutnya diturunkan perlahan.
Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster headache masih belum
diketahui.

• Pembedahan
Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster
headache kronik yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan
atau pada pasien yang memiliki kontraindikasi pada obat-obatan yang
digunakan. Tindakan pembedahan hanya pada pasien yang mengalami
serangan pada satu sisi kepala saja karena operasi ini hanya bisa dilakukan
satu kali. Sedangkan yang mengalami serangan berpindah-pindah dari satu
sisi ke sisi yang lain mempunyai resiko kegagalan operasi.

Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati


cluster headache. Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur saraf yang
bertanggungjawab terhadap nyeri.
Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif (contohnya
radio frekuensi pericutaneus, ganglionhizolisis trigeminal, rhizotomi) telah
terbukti berhasil mengobati cluster headache. Namun demikian terjadi efek
samping berupa diastesia pada wajah, kehilangan sensoris pada kornea dan
anestesia dolorosa.

Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih sering


digunakan karena kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah
penanaman elektroda perangsang dengan menggunakan penunjuk jalan
stereostatik di bagian inferior hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa
perangsangan hipotalamus pada pasien dengan cluster headache yang
parah memberikan kesembuhan yang komplit dan tidak ada efek samping
yang signifikan.

3.10 Komplikasi
1. Cedera selama serangan.
2. Efek samping obat, termasuk unmasking penyakit arteri koroner.
3. Potensi untuk panyalahgunaan obat.

3.11 Prognosis
1. 80 % pasien dengan cluster headache berulang cenderung untuk
mengalami serangan berulang.
2. Cluster headache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada
4 sampai13 % penderita.
3. Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita,
terutama pada cluster headache tipe episodik.
4. Umumnya cluster headache menetap seumur hidup.
5. Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat cluster
headache tipe episodik mempunyai prognosa lebih buruk.
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Pasien mengalami beberapa gejala seperti: nyeri kepala, mata berair dan mual.
nyeri kepala yang sudah dirasakan dalam 2 minggu yang lalu dan dirasa semakin
memberat dalam 1 hari terakhir. Nyeri kepala dirasakan lebih berat pada kepala
bagian kanan terutama di atas mata (alis) dan menjalar ke dahi hingga ke belakang
kepala. Nyeri kepala dirasakan hilang timbul namun seringkali muncul dan
memberat pada malam hari hingga membuat pasien sulit untuk tertidur dan
terkadang membangunkan pasien ketika sedang tidur. Nyeri kepala muncul 2-3
kali dalam sehari. Pasien juga mengeluh matanya seringkali berair serta mual dan
tidak nafsu makan.

Pasien tersebut di diagosis sebagai Sakit Kepala Primer : Cluster Headache. Hal
ini disimpulkan berdasarkan kepustakaan yang menyebutkan gejala klinis dari
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala tipe Cluster berdasarkan International Headache
Society
1. Nyeri hebat atau sangat hebat unilateral pada area orbital, dan atau temporal
yang berlangsung 15 – 180 menit apabila tidak ditangani.
2. Nyeri kepala disertai dengan setidaknya satu dari tandaberikut:
 Ipsilateral injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi
 Ipsilateral kongesti nasal dan/atau rhinorrhea.
 Ipsilateral edema palpebra
 Ipsilateral perspirasi pada dahi dan wajah
 Ipsilateral miosis dan/atau ptosis.
 Perasaan gelisah dan tidak dapat beristirahat
3. Serangan dapat berlangsung sekali hingga delapan kali dalam sehari
4. Tidak memiliki hubungan dengan penyakit lain (2)
Nyeri kepala tipe cluster dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama:
 Tipe episodic, dimana terdapat setidaknya dua fase cluster yang
berlangsung selama 7 hari hingga 1 tahun, yang diantarai oleh periode
bebas nyeri selama 1 bulan atau lebih lama
 Tipe kronis, dimana fase cluster terjadi lebih dari sekali dalam setahun,
tanpa disertai remisi, atau dengan priode bebas nyeri yang kurang dari 1
bulan.

Nyeri pada cluster headache diperkirakan dihasilkan pada tingkat


kompleks perikarotid/sinus kavernosus. Daerah ini menerma impuls simpatis dari
parasimpatis batang otak, mungkin meperantarai terjadinya fenomena otonom
pada saat serangan.
Nyeri yang sangat pada cluster headache berpusat di belakang atau di
sekitar mata, di suatu daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus, suatu jalur
nyeri utama. Rangsangan pada saraf ini menghasilkan reaksi abnormal dari arteri
yang menyuplai darah ke kepala. Pembuluh darah itu akan berdilatasi dan
menyebabkan nyeri.
Beberapa gejala dari cluster headache seperti mata berair, hidung
tersumbat dan atau berair, serta kelopak mata yang sulit diangkat melibatkan
sistem saraf otonom. Sarafyang merupakan bagian dari sistem ini membentuk
suatu jalur pada dasar otak. Ketika saraf trigeminus di aktivasi, menyebabkan
nyeri pada mata, sistem saraf otonom juga di aktivasi dengan apa yang disebut
refleks trigeminal otonom.
Dilatasi vaskuler mungkin memiliki peranan penting dalam pathogenesis
nyeri kepala tipe cluster, meskipun hasil penelitian terhadap aliran darah masih
menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Aliran darah ekstra kranial mengalami
peningkatan (hipertermi dan peningkatan aliran darah arteri temporalis), namun
hanya setelah onset nyeri.
Sekalipun bukti-bukti terkait peranan histamine masih inkosisten, namun
nyeri kepala tipe cluster dapat dipresipitasi dengan sejumlah kecil histamine.
Terdapat peningkatan jumalh sel mast pada kulit area yang terasa nyeri pada beberapa
pasien, namun temuan ini tidaklah konsisten.
Penegakan diagnosis nyeri kepala tipe cluster berdasarkan anamnesis dan
temuan klinis. Riwayat serangan yang berlangsung dengan adanya periodisitas
dan ritmik merupakan kunci diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium tidak memiliki makna penting dalam diagnosis
kasus ini. Pemeriksaan radiologis, sekalipun tidak memiliki makna diagnostik,
namun dapat menyingkirkan beberapa kemungkinan penyebab lain pada beberapa
pasien. Pencitraan neurologis dengan penilaian vaskuler intracranial dan servikal
serta area selar dan paranasal, direkomendasikan pada semua pasien dengan gejala
klinis yang tidak khas pada nyeri kepala otonom trigeminus.
Agen-agen abortif diberikan untuk menghentikan atau mengurangi nyeri
serangan akut, sementara agen-agen profilaksis digunakan untuk mengurangi
frekuensi dan intensitas eksaserbasi nyeri kepala. Mengingat tipe serangan dari
nyeri kepala tipe cluster, maka terapi profilaksis yang efektif harus
dipertimbangkan sebagai penatalaksanaan utama. Regimen profilaksis harus
dimulai saat onset siklus nyeri kepala tipe cluster dan dapat diturunkan perlahan
untuk mengurangi rekurensi.
Pada pasien ini di berikan :
- O2 3-4 lpm via nasal kanul
- IVFD RL 500 cc/12 jam
- Ranitidin 1 amp/12 jam
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Ericaf tab 2x1
- Eperison tab 2x50 mg
- Antasida syr 3x1 C

Secara umum nyeri kepala tipe cluster akan berlangsung seumur hidup.
Beberapa prognosis meliputi serangan rekuren, remisi yang memanjang, dan
kemungkinan transformasi tipe episodic menjadi tipe kronis dan begitupula
sebaliknya.
Sebanyak 80% pasien-pasien dengan nyeri kepala tipe cluster tipe episodic
tetap berada dalam periode episodiknya. Pada 4-13% kasus, tipe episodic berubah
menjadi tipe kronis. Remisi spontan terjadi pada 12% dari pasien, khususnya
mereka dengan tipe episodic. Tipe kronis menetap pada 55% dari kasus.
Meskipun jarang, nyeri kepala tipe cluster tipe kronis dapat berubah menjadi tipe
episodic.
Tidak terdapat laporan mortalitas yang berhubungan langung dengan nyeri kepala
tipe cluster. Namun demikian, pasien-pasien dengan nyeri kepala tipe cluster
memiliki resiko menciderai diri sendiri, melakukan upaya bunuh diri, konsumsi
alcohol, merokok, dan ulkus peptic. Upaya bunuh diri telah dilaporkan pada
kasus-kasus dengan serangan yang hebat dan frekuen. Intensitas serangan pada
nyeri kepala tipe cluster sering kali menyebabkan pasien terganggu dalam
menjalankan aktifitasnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tandaju Y. Gambaran nyeri kepala primer pada mahasiswa angkatan 2013 Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. 2016;4:4–7.
2. Ashkenazi A, Schwedt T. Review Article Cluster Headache — Acute and
Prophylactic Therapy. 2011;(2):272–86.
3. Leroux E, Ducros A. Cluster headache. 2008;11:1–11.
4. Price, SA. Lorraine, MW. Patofisiologi : Konsep Klinis Prose-proses Penyakit. Vol 2.
Edisi 6. Jakarta. ECG. 2006
5. Blande M. Cluster headache. In: MedScape reference. Updated: April, 26 2017.
http://emedicine.medscape.com/article/1142459-overview#a0104
6. Kusumoputro, S., dkk, Nyeri Kepala Menahun. Universitas Indonesia Press. Jakarta
7. Martin V Elkind A. 2004. Diagnosis and classification of primary hadache disorders.
In: Standards of care for headache diagnosis and treatment. National Headache
Foundation. Chicago (IL). P. 4-18

Anda mungkin juga menyukai