Disusun oleh :
Ranti Puspa Lestari
20712104
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2021
UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU BEDAH
ISLAM
INDONESIA
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS
Untuk Dokter Muda
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda Ranti Puspa Lestari, S.Ked Tanda Tangan
NIM
Tanggal Ujian
Rumah sakit RSUD Wonosari
Gelombang Periode September-November 2021
A. Identitas
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 69 tahun
Alamat : Nglora, Saptosari
Agama : Islam
Mondok di bangsal : Cempaka
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 23 September 2021
Nomer RM : 683xxx
B. Anamnesis
Diberikan oleh : Pasien dan anak pasien
Tempat/Tanggal/pukul : Bangsal Cempaka , 24 September 2021 jam 08.00
Keluhan Utama : Luka robek pada dahi sebelah kiri
2
dan pusing. Telinga berdenging, bingung atau linglung, gangguan penglihatan, dan kejang
disangkal. Luka mengeluarkan darah kurang lebih 100cc.
Anamnesis Sistem
Sistem Cerebrospinal : Pusing (+) Sakit kepala (+) Kejang (-) Pingsan (-)
Sistem Cardiovaskular : Lemas (-), Dada berdebar (-), Nyeri dada (-)
Resume Anamnesis : Kepala pusing setelah terbentur (+), penurunan kesadaran (-),
mual muntah (+), Luka terbuka (-), Riwayat HT, DM, Penyakit jantung, dan stroke (-)
3
C. Pemeriksaan Fisik
I. Status Generalis
4
Palpasi : Nyeri tekan sekitar luka (+)
E. DIAGNOSIS BANDING
F. DIAGNOSIS KERJA
Primary Survey
Airway : Pastikan jalan nafas tidak terhambat
Breathing : Oksigenasi secara adekuat sesuai kondisi klinis
Circulation : Pasang IV line, pantau vital sign
Disability : Pantau GCS, cek tanda deficit neurologis dan kelemahan anggota gerak
Hecting pada luka robek
Gastroprotektan Inj. Ranitidine 1A/24jam
Analgesik Inj. Ketorolac 30mg/24 jam
Antibiotik Ceftriaxone 1gr/24jam
H. PROGNOSIS
5
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Di negara maju cedera kepala merupakan sebab utama kerusakan otak pada generasi
muda dan usia produktif. Di negara berkembang seperti Indonesia dengan meingkatnya
pembangunan yang diikuti mobilitas masyarakat yang salahsatu segi diwarnai dengan lalu
lintas kendaraan bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas makin sering terjadi
dan korban cedera kepala makin banyak. Di Indonesia pada tahun 1982 tercatat 55.495
penderita kecelakaan lalu lintas danterdapat korban meninggal sebanyak 11.933 orang yang
berarti tiap hari ada 34 orang mati akibat kecelakaan lalu lintas. Dari korban yang meninggal
ini 80% disebabkan cedera kepala.
Dipandang dari sudut waktu dan berat ringannya cedera otak yang terjadi, proses
cedera otak dibagi:
1. Proses primer
Ini adalah kerusakan otak tahap pertama yang diakibatkan oleh benturan/proses mekanik
yang membentur kepala. Derajat kerusakan tergantung pada kuatnya benturan dan
arahnya, kondisi kepala yang bergerak/diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala.
Proses primer mengakibatkan fraktur tengkorak, perdarahan segera dalam rongga
tengkorak/otak, robekan dan regangan serabut saraf dan kematian langsung neuron pada
daerah yang terkena
2. Proses sekunder
Merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan timbul karena kerusakan
primer membuka jalan untuk kerusakan berantai karena berubahnya struktur anatomi
maupun fungsional dari otak misalnya meluasnya perdarahan, edema otak, kerusakan
neuron berlanjut, iskemia fokal/global otak, kejang, hipertermi.
Insult sekunder pada otak berakhir dengan kerusakan otak iskemik yang dapat melalui
beberapa proses:
a. Kerusakan otak berlanjut (progressive injury)
6
Terjadi kerusakan berlanjut yang progresif terlihat pada daerah otak yang rusak dan
sekitarnya serta terdiri dari 3 proses:
o Proses kerusakan biokimia yang menghancurkan sel-sel
dansistokeletonnya. Kerusakan ini dapat berakibat:
7
b. Insult otak sekunder berlanjut (delayed secondary barin injury)
Penyebab dari proses inibisa intrakranial atau sistemik:
o Intrakranial
Karena peninggian tekanan intrakranial (TIK) yang meningkat secara
berangsur-angsur dimana suatu saat mencapai titik toleransi maksimal dari
otak sehingga perfusi otak tidak cukup lagi untuk mempertahankan integritas
neuron disusul oleh hipoksia/hipoksemia otak dengan kematian akibat
herniasi, kenaikan TIK ini dapat juga akibat hematom berlanjut misalnya
pada hematoma epidural. Sebab TIK lainnya adalah kejang yang dapat
menyebabkan asidosis dan vasospasme/vasoparalisis karena oksigen tidak
mencukupi
o Sistemik
Perubahan sistemik akansangat mempengaruhi TIK. Hipotensi dapat
menyebabkan penurunan tekanan perfusi otak berlanjut dengan iskemia
global. Penyebab gangguan sistemik ini disebut oleh Dearden (1995) sebagai
nine deadly Hs yaitu hipotensi , hipokapnia, hiperglikemia, hiperkapnia,
hiperpireksia, hipoksemia, hipoglikemia, hiponatremia dan hipoproteinemia.
Trauma yang mengenai kepala, dapat diredam oleh rambut dan kulit kepala.
Selanjutnya bagian yang terberat dari benturan diteruskan ke tengkorak, yang cukup
mempunyai elastisitas hingga dapat mendatar, bila kepala terbentur pada objek yang
tumpul atau datar. Bila pendataran tengkorak melebihi toleransi elastisitas, tulang
akan patah/retak. Hal ini dapat menyebabkan fraktur linear yang sederhana, meluas
dari pusat pukulan sampai ke basis.
Benturan yang lebih hebat dapat menyebabkan fraktur stellata dan bila lebih hebat
lagi dapat menyebabkan depresi fraktur.
Tipe-tipe dari fraktur tidak hanya tergantung dari kecepatan pukulannya, tetapi yang
lebih penting ditentukan oleh besar permukaan objek yang mengenai tengkorak.
Objek yang runcing dapat menyebabkan perforasi pada tengkorak sedangkan objek
yang lebih besar dgnkecepatan yang sama menyebabkn depresi fraktur.
8
Jarang fraktur terjadi pada lawan dari tempat benturan. Tengkorak bergerak lebih cepat
dari otak bila terkena benturan. Meskipun otak mengalami contusio pada tempat bawah
benturan, tetapi kerusakan lebih berat terjadi pada permukaan tengkorak yang kasar, pada
tonjolan-tonjolan tulang, crista galli, pada sayap sphenoid mayor dan ospetrosus, seperti
sering terlihat pada contusio pada fossa anterior (frontal basal) dan fossa media (temporal
basal). Pada benturan didaerah frontal, otak bergerak dari anterior ke posterior, sedangkan
benturan pada daerah ocipital menyebabkan otak bergerak sepanjang sumbu axis,
sedangkan lateral impact menyebabkan otak bergerak dari satu sisi ke sisi lain.
Gambar-1: Tanda panah menunjukkan tempat dan arah pukulan. (dikutip dari Adams)
9
Menurut Gurjian, ciri khas biomekanik dari coup contra coup dan contusio adalah sebagai
berikut:
1. Coup contusio disebabkan oleh efek langsung dari tulang yang membentur
2. Contra coup contusio disebabkan oleh gerakan otak terhadap permukaan tulang yang
tidak rata
3. Bila kepala relatif diam, benturan langsung menyebabkan coup lesi tanpa contra coup
efek
4. Bila kepala bebas bergerak, benturan pada kepala menyebabkan lesi contra coup
tanpa lesi coup.
1
1
o Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder.
Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor
ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat
dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik.
Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung
danmengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah
b. Pemeriksaan fisik
Setalh ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil, defisit
fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat
sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu komponen
diatas bis adiartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan
menanggulangi penyebabnya.
c. Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dada danabdomen dibuat
atas indikasi. CT scan kepala dilakukan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila
secara klinis diduga ada hematom intrakranial
d. Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)
Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau
hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK.
TIK yang normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus
diturunkan dengan urutan sebagai berikut:
1. Hiperventilasi
Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol,
dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi
yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2
sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas
dgnmengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi
selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas
darah dan lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom
1
2
2. Drainase
Tindakan ini dilakukan bil ahiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek
dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang
ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus
3. Terapi diuretik
o Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal
melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila
tidak terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan.
Cara pemberiannya :
Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5
gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak
melebihi 310 mOSm
o Loop diuretik (Furosemid)
Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat
pembentukan cairan cerebrospinal dan menarik cairan interstitial pada
edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek sinergik
dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol. Dosis 40
mg/hari/iv
4. Terapi barbiturat (Fenobarbital)
Terapi ini diberikan pada kasus-ksus yang tidak responsif terhadap semua jenis
terapi yang tersebut diatas.
Cara pemberiannya:
Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3
jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis sekitar 1
mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg selama 24-48 jam, dosis
diturunkan bertahap selama 3 hari.
5. Streroid
Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi
menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak
digunakan lagi pada kasus cedera kepala
6. Posisi Tidur
Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan
bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan
1
3
posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit
sehingga drainase vena otak menjadi lancar.
e. Keseimbangan cairan elektrolit
Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema
serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya
dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang
mengandung glukosa oleh karena terjadi keadaan hiperglikemia menambah edema
serebri. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal, yang akan
takikardia kembali normal dan volume urin normal >30 ml/jam. Setelah 3-4 hari
dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan tertentu
dimana terjadi gangguan keseimbangan cairan eletrolit, pemasukan cairan harus
disesuaikan, misalnya pada pemberian obat diuretik, diabetes insipidus, syndrome of
inappropriate anti diuretic hormon (SIADH). Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar
eletrolit, gula darah, ureum, kreatinin dan osmolalitas darah.
f. Nutrisi
Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal dan
akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena
meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah danakan bertambah bila
ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan perenterai pemberian cairan nutrisi
peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari
g. Epilepsi/kejang
Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsi dan
yang terjadi setelah minggu pertama disebut late epilepsy. Early epilelpsi lebih sering
timbul pada anak-anak dari pada orang dewasa, kecuali jika ada fraktur impresi,
hematom atau pasien dengan amnesia post traumatik yang panjang.
1
4
Pengobatan:
o Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari
o Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cendrung
berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan <40 mg/jam. Setiap 6
jam dibuat larutan baru oleh karena tidak stabil. Bila setelah 400 mg tidak
berhasil, ganti obat lain misalnya Fenitoin.
Cara pemberian Fenitoin, bolus 18 mg/KgB/iv pelan-pelan paling cepat 50
mg/menit. Dilanjutkan dengan 200-500 mg/hari/iv atau oral Profilaksis: diberikan
pada pasien cedera kepala berat dengan resiko kejang tinggi, seperti pada fraktur
impresi, hematom intrakranial dan penderita dengan amnesia post traumatik
panjang
h. Komplikasi sistematik
o Infeksi: profilaksis antibiotik diberikan bila ada resiko tinggi infeksi seperti: pada
fraktur tulang terbuka, luka luar dan fraktur basis kranii
1
5
Target utama dan cara dari neuroproteksi
Tujuan utama dari pengobatan pada cedera kepala adalah menghilangkan atau
meninimalkan kelainan sekunder, karena itu pengendalian klinis dan penanggulannya sangat
penting. Adanya jarak walaupun singkat antara proses primer dansekunder harus digunakan
sebaik mungkin, waktu tersebut dinamakan jendela terapi.
1
6
DAFTAR PUSTAKA
Adams RD. Principles of neurology. 6th ed vol.2 New York: McGraw Hill, 1997: 874-901
Andradi S. Simposium cedera kranio serebral, 199
Cohadon F. The concept of secondary damage inbrain trauma, in ischemia in head injury.
Proceedings of 10th Europe Congress of Neurosurgery, 1995:1-7
Graham DI. Neuropathology of brain injury in neurology and trauma.
Philadelphia : WB Sounders, 1996: 53-90
Jenneth B. management of head ijnury. Philadelphia; FA Davis, 1981
Judson JA. Management of severe and multiple trauma, in TE Oh(ed). Sydney : Butterworth, 1990:
422-426
Kelly DF. General principles of head injury management. New York: McGraw Hill, 1996
Marshall SB. Neuroscience and critical care, pathophysiology and management.
Philadelphia: WB Sounders, 1990: 169-213
Martin NA et al. Characterization of cerebral hemodynamic phase following sever head trauma:
hypoperfusion, hyperemia and vasospasm. J. neurosurgey, 1997(87): 9-19
Reilly P. Pathophysiology and management of severe close injury. London: Chapman & Hall
Medical, 1997
Robertson et al. Oxygen utilization and cardiovasculer function in head patients.
Neurosurgery 1996 (15):307-314
Teasdale G. Pathological and clinical evidence of ischemic brain damage in brain trauma. London :
Chapman & Hall Medical, 1995:21-29
Thomson WA. Severe head injury, in TEOH (ed) Sydney: Butterworth, 1990: 427-431
1
7