Anda di halaman 1dari 36

CASE REPORT SESSION (CRS)

RADIKULOPATI

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)

SMF Ilmu Penyakit Syaraf

Disusun oleh:

Aldi Yuseli Hidayat

12100117149

Preseptor:

Gatot Candra.,dr.,Sp.S

Ilmu Penyakit Syaraf


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSAU Dr Salamun BANDUNG
2017
BAB I

KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Wanita

Umur : 45 tahun

Pekerjaan : IRT

Status Marital : menikah

Tanggal Pemeriksaan : 28 Agustus 2018

1.2 Anamnesis

1.2.1 Keluhan Utama

Baal pada leher bagian kanan

1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSAU Salamun dengan keluhan baal pada leher bagian kanan

sejak 2 hari SMRS. Baal yang dirasakan menjalar sampai ke tangan bagian kanan.

Keluhan dirasakan pasien secara tiba-tiba saat pasien bangun tidur dan dirasakan terus

menerus.

Keluhan disertai dengan adanya rasa kesemutan dan kadang disertai dengan rasa

nyeri. Nyeri dikeluhkan terutama saat pasien menggerakan bagian lehernya.

Keluhan juga disertai dengan adanya rasa lemas pada pada daerah tangan

dan leher bagian kanan.


Pasien menyangkal mengalami demam, nyeri pada sendi, nyeri pada daerah tulang

belakang, dan adanya bengkat ataupun kemerahan pada tulang. Pasien menyangkal telah

terjatuh atau kecelakaan yang mengenai bagian leher atau pun tangan kanan pasien.

1.2.3 Riayat Penyakit Dahulu dan Keluarga

Keluhan merupakan yang pertama kali dirasakan dan belum pernah di obati oleh

pasien sebelumnya. Pasien menyangkal memiliki penyakit DM, pasien menyangkal

dikeluarga memiliki riwayat penyakit yang sama. Pasien memili riwayat darah tinggi.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum:

GCS (Compos Mentis) E4 M6 V5

 Tanda Vital:

 Tekanan Darah : 160/100 mmHg

 Nadi : 86x/m

 Pernafasan : 20x/m

 Suhu : 36°C

Pemeriksaan Generalis

 Kepala : normocephal, rambut tidak mudah rontok

 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

 Hidung : septum nasi di tengah, sekret (-/-),pernapasan cuping

hidung (-)

 Mulut : mukosa bibir basah, lidah pucat

 Leher : trakea di tengah, KGB tidak mengalami pembesaran,


kelenjar tiroid tidak

 Thorax

Paru-paru

Inspeksi : pergerakan simetris

Palpasi : gerakan pernapasan simetris,

vocal fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor di kedua lapang paru, BPH pada ICS V, peranjakan

1 ICS.

Auskultasi : VBS (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

 Jantung

Inspeksi : PMI pada midclavicula ICS 5

Palpasi : PMI pada midclavicula ICS 5

Perkusi :

batas atas : ICS 2 parasternal dextra

batas kanan : ICS V linea parasternal dextra

batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler,

murmur (-), gallop (-)

 Abdomen:

• Inspeksi : datar, lesi kulit (-)

• Palpasi : lembut, NT (-), NL (-), hepar dan lien tidak teraba

• Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

nyeri ketok CVA (-)


• Auskultasi : bising usus (+)

• Ekstrimitas : Simetris, akral hangat, CRT < 2

detik, edema pada tungkai (-/-), lengan (-/-)

Pemeriksaan Neurologi

a. Kesadaran

GCS : 15 ( Komposmentis )

b. Tanda-Tanda Rangsangan Selaput Otak

 Kaku kuduk : (-/-)

 Kernig : (-/-)

 Brudzinsky I : (-)

 Brudzinsky II : (-)

 Brudzinsky III : (-)

c. Tes Iritasi Radiks

 Laseque : (-/-)

 Braggard : (-/-)

 Siccard : (-/-)

 Patrick : (-/-)

 Kontra Patrick : (-/-)

d. Saraf Otak
 I olfaktorius: Normal

 II Optikus

 Visus : 6/6

 Tajam pandangan: normal/normal

 III,IV,VI okulomotorius, trochlearis, abducens:

 Kelopak mata : normal/normal

 Pupil : normal/normal

 Posisi mata : normal/normal

 Gerakan bola mata: normal/normal

 V. Trigeminal

- Motorik Menggigit, buka mulut : normal/normal

- Sensorik : normal/normal

- Refleks kornea : normal/normal

- jaw jerk refleks : tidak dilakukan

 VII. Fasial

- Motorik : upper: N / lower: N

- Sensorik : 2/3 ant. Lidah : N

 VIII Vestibulokohlearis

tidak dilakukan

 IX, X Glosofaringeal, Vagus

- Uvula : normal

- Refleks muntah : normal

- Menelan : normal
- Tes kalimat/suara : normal

 XI Ascesorius

- Sternocleidomastoid : N

- Trapezius : N

 XII Hipoglosus

- Deviasi : (-)

- Fasikulasi : (-)

- Atrofi : (-)

e. Sistem Motorik an Sensorik

 Pemeriksaan Sensorik

 Ekstremitas atas bagian kiri lebih terasa dari pada kanan

 Ekstremitas bawah Normal

 Kekuatan Motorik (Skala 0-5)

4/5

5/5

 Keadaan Otot

 Tonus : baik

 Nyeri tekan : (-)

 Fasikulasi : (-)

 Gerakan Involunter : (-)

f. Refleks- reflex

Refleks Fisiologis
Refleks Kanan Kiri

Biseps +2 +2

Triseps +2 +2

Radial +2 +2

Patella +2 +2

Achiless +2 +2

Refleks Patologis

Pemeriksaan Respon

refleks babinski -/-

refleks chaddock -/-

refleks Oppenheim -/-

refleks Gordon -/-

refleks schafaer -/-

1.4 Diagnosis Banding


- Radikulopathy Cervical radiks C6-C8 radiks e.c HNP

- Radikulopathy Cervical radiks C6-C8 e.c Proses degenerative

1.5 Usulan Pemeriksaan

Lab : Darah Rutin, GDS

Radiologi:

X-ray: Cervical AP, Lateral, Oblique

MRI

1.6 Diagnosis Kerja

Radikulopathy Cervical radiks C6-C8 e.c HNP

1.7 Treatment

 Non Farmakologi

 Tirah baring

 Fisioterapi

 Farmakologi

 NSAID

 Ketorolac 20 mg : 2 x 1

 Gabapentin

 Gabapentin 300mg : 1 x 1

 Muscle relaxant

 Eperison 500 mg : 3 x 1
1.8 Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II
RADIKULOPATI

2.1 Definisi

Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur
radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan
bersifat dermatomal.

2.2 Etiologi

Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya yaitu proses
kompresif, proses inflammatory, proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya
proses.

a. Proses kompresif

Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati


adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus, tumor medulla spinalis,
neoplasma tulang, spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi,
kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical spondilosis

b. Proses inflammatory

Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti : Gullain-


Barre Syndrome dan Herpes Zoster
b. Proses degenerative

Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati


adalah seperti Diabetes Mellitus

2.3 Epidemiologi

Radiculopati lumbosakral terjadi pada sekitar 3-5% dari populasi, dimana angka kejadian
antara laki-laki dan perempuan adalah sama, meskipun laki-laki yang paling sering terkena pada
usia 40-an, sedangkan wanita yang paling sering terkena antara usia 50-60. Dari mereka yang
memiliki kondisi ini, 10-25% mengembangkan gejala-gejala yang menetap selama lebih dari 6
minggu.

2.5 Tipe-tipe radikulopati

a. Radikulopati lumbar

Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. Ia juga sering disebut sciatica. Gejala yang
terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk bulges), spinal
stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus. Radikulopati dengan keluhan
nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain)
b. Radikulopati cervical

Radikulopati cervical umunya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf terjepit
merupakan kompresi [ada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher. Gejala pada
radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.

c. Radikulopati torakal

Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau
cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal.
Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes
zoster.

Pengetahuan anatomi, pemeriksaan fisik diagnostik dan pengetahuan berbagai


penyebab untuk radikulopati sangat diperlukan sehingga diagnosa dapat ditegakkan secara
dini dan dapat diberikan terapi yang sesuai.

Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen


intervertebral yang disebut saraf spinal. Baik iritasi pada serabut – serabut saraf sensorik di
bagian radiks posterior maupun dibagian saraf spinal itu membangkitkan nyeri radikular yaitu
nyeri yang terasa berpangkal pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang
kawasan dermatomal radiks posterior yang bersangkutan

Diskus pada daerah lumbalis menyebabkan iritasi radiks saraf yang terasa sebagai
nyeri dan parestesia pada segmen yang berkaitan. Kerusakan yang lebih berat dari radiks,
menyebabkan defisit sensorik dan motorik segmental.

Sindrom lesi yang terbatas pada masing – masing radiks lumbalis :


o L3 : nyeri, kemungkinan parestesia pada dermatom L3; paresis otot kuadriseps femoris;
fefleks patela menurun atau menghilang
o L4 : nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L4; paresis otot
kuadriseps dan tibialis anterior; refleks patela berkurang
o L5 : nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L5; paresis dan
kemungkinan atrofi otot ekstensor halusis longus, seperti juga otot ekstensor digitorum
brevis; tidak ada refleks tibialis posterior
o S1 : nyeri, kemungkinan parestesis atau hipalgesia pada dermatom S1; paresis otot peronealis
dan triseps surae; hilangnya refleks tendon Achilles

2.6 Patofisiologi
Kontruksi punggung yang unik dapat memungkinkan fleksibilitas sementara yang dapat
melindungi sumsum tulang belakang secara maksimal. Lengkungan tulang belakang akan mengalami
guncangan vertikal pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang
belakang. Otot- otot abdominal dan toraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak
pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, dan peregangan
berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung.

Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada
orang muda, diskus tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lanjut usia akan
menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat
mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang
mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf.
Herniasi diskus intervertebra lumbal, sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1. L5 sering
terkena karena mempunyai diameter radiks paling besar dan foramen intervertebranya lebih sempit
daripada lumbal lainnya. Pada proses penuaan pada diskus intervebralis, maka kadar cairan dan
elastisitas diskus akan menurun. Keadaan ini mengakibatkan ruang diskus intervebralis makin
menyempit, “facet join” makin merapat, kemampuan kerja diskus menjadi makin buruk, annulus
menjadi lebih rapuh.

Akibat proses penuaan ini mengakibatkan seorang individu menjadi rentan mengidap nyeri
punggung bawah. Gaya yang bekerja pada diskus intervebralis akan makin bertambah setiap individu
tersebut melakukan gerakan membungkuk, gerakan yang berulang-ulang setiap hari yang hanya
bekerja pada satu sisi diskus intervebralis, akan menimbulkan robekan kecil pada annulus fibrosus,
tanpa rasa nyeri dan tanpa gejala prodromal.
Jika terdapat penonjolan di lateral diskus radik L4-L5, dapat mempengaruhi daerah nervus L5
saja, tidak daerah L4. Namun jika terjadi di lateral diskus L5-S1, maka akan mengenai nervus daerah
S1 saja.

Dan jika terdapat penonjolan pada bagian tengah diskus L4-L5, maka akan berefek pada L5,
S1, S2, S3, bahkan nervus sacral lainnya, tetapi tidak mengenai L4.

Hernia Nucleus Pulposus

Hernia nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed atau protruded
disc. Keadaan ini diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri tungkai berulang.
Kebanyakan terjadi di antara vertebra L5-S1. Frekuensi yang kurang terdapat di antara vertebra
L4-L5, L3-L4, L2-L3 dan L1-L2. Jarang terdapat pada vertebra torakal, dan sering pada vertebra
C5-C6 dan C6-C7. Penyebab biasanya terjadi trauma fleksi, tapi pada beberapa penderita dapat
berupa tanpa trauma.

Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi discus intervertebral bertambah, sesuai


dengan meningkatnya umur, dapat mengenai daerah cervikal dan lumbal pada penderita yang
sama. Herniasi nucleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu waktu mengalami perubahan
menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi.
Kebanyakan kasus berumur antara 20-64 tahun dan tersering pada umur 30-39 tahun. Setelah
umur 40 tahun frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki dua kali lipat kemungkinan untuk
menderita HNP berbanding wanita. Nukleus pulposus yang menonjol melalui annulus fibrosus
yang robek biasanya pada sis dorsolateral satu sisi atau sisi lainnya (kadang-kadang pada bagian
dorsomedial) menyebabkan penekanan pada radiks atau radiks-radiks.

Gambar 6. Diskus Herniasi

Kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus pulposus atau diskus hernia, stenosis kanalis,
spondylolisthesis dapat mengganggu jalan radiks dan saraf spinal, sehingga menimbulkan nyeri.

Tipe – tipe nyeri pinggang :

1. Nyeri pinggang yang berasal dari stuktur lumbosakral


Nyeri yang berasal dari stuktur ini menetap dan kurang jelas terlokalisir, tapi sering
dirasakan sekitar daerah yang terkena. Bila berat akan disertai spasme otot sekitarnya
dan ini akan menambah nyeri. Pasien mengenal posisi mana yang enak dan yang
menimbulkan nyeri. Tekanan dan ketokan pada daerah lesi menimbulkan nyeri.
2. Nyeri yang berasal dari spasme otot, sifatnya seperti menekan dan otot terasa kram
dan nyeri, kadang – kadang dapat diraba benjolan dan kontraksi otot lokal.
3. Nyeri rujukan dapat berupa nyeri tulang belakang dirujuk ke struktur extravertebral,
misalnya daerah pantat dan otot fleksor tungkai bawah atau nyeri dari organ
abdominal dan pelvis ( ovarium, uterus, prostat, colon ) dirujuk ke pinggang. Sifat
nyeri ini biasanya difus, kadang – kadang lebih ke permukaan atau seperti di bakar.
Intensitas nyeri sesuai dengan beratnya lesi primernya.
4. Nyeri yang berasal dari radiks atau saraf spinal, biasanya lebih hebat dari nyeri
rujukan dan mempunyai sifat menjalar baik dari proksimal ke distal atau sebaliknya.
Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau nyeri. Ini
dapat terjadi atas latar belakang nyeri yang samar – samar sebelumnya.

Tumor medulla spinalis

Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda equine. Tumor
yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim yang terdapat pada
konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya lambat, hanya sebagian kecil berasal
dari konus, sebagian besar berasal dari filum terminale yang kemudian mengenai radiks saraf.

Schwannoma; merupakan tumor primer intraspinal yang sering ditemukan. Merupakan


ekstrameduler intradural tumor yang terdiri dari sel-sel schwann, dan dapat muncul dari saraf
spinal pada setiap level. Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri
radikuler. Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosa diketahui dengan benar.

Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil metastase
dari tempat lain seperti buah dada, paru-paru, prostate, tiroid, ginjal, lambung dan uterus. Tumor
ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang menyerang dan merusak
tulang terutama sekali pada orang tua,laki-laki berusia lebih dari 40 tahun. Dapat menyebabkan
kolaps vertebra dengan keluhan pertama yaitu nyeri punggung.

Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat berupakan osteoblastik
tumor, metastase dari buah dada. Osteolitik tumor dapat berasal dari buah dada, apru-paru,
ginjaldan tiroid, menebabkan destruksi tulang dengan akibat “wedge shape” atau kolaps pada
vertebra yang terkena. Satu atau beberapa radix akan ikut terlibat.

Spondilolisis dan Spondilolitesis

Spondilolisis adalah proses degeneratif pada kolumna vertebra dan berhubungan dengan
jaringan lunak. Ia adalah garis litik yang menyilang pars interartikularis yaitu daerah antara
prosesus artikularis superior dan inferior. Hal ini ditandai dengan defek structural dari spina
meliputi lamina atau neural arch dari vertebra. Bagian yang paling sering dipengaruhi adalah
spina lumbal. Defek ini terjadi pada bagian lamina di antara superior dan inferior articular facets
yang disebut pars interartikularis. Tekanan mekanis dapat menyebabkan vertebra yang
bersangkutan dapat bergeser mengakibatkan forward displacement dari defisiensi vertebra yang
disebut spondylolisthesis.

Faktor keturunan memainkan peranan penting, dan diduga disebabkan fraktur karena stress
berulang. Akibat dari torsional dan rotasional stress, mikrofraktur dapat terjadi pada tempat yang
dipengaruhi dan bahkan menyebabkan disolusi pada pars interartikularis. Yang paling sering
mengalami spondilolisis dan spondilisthesis adalah vertebra L5.
Spondylolithesis dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan persentase terjadinya slip atau
tergelincir. Derajat pergeseran secara klinis dihitung dari hubungan vertebra bagian superior
terhadap vertebra bagian inferior. Pergeseran sampai 25% merupakan derajat I, 25-50% derajat
II, 50-75% derajat III, lebih dari 75% derajat IV. Terdapat lima tipe spondilolithesis, yaitu :

 Tipe I : Kongenital spondilolithesis


 Tipe II : Isthmik spondilolithesis
 Tipe III : Degeneratif spondilolithesis
 Tipe IV : Traumatik spondilolithesis
 Tipe V : Patologik spondilolithesis

Kongenital spondilolithesis atau displastik spondilolisthesis merupakan proses sekunder dari


defek kongental pada sacral superior atau inferior faset L5 atau keduanya dengan pergeseran yang
bertahap pada vertebra L5. Pada tipe isthmik spondilolithesis lesi terdapat pada isthmus atau pars
interartikularis. Degeneratif spondilolisthesis timbul karena proses degenerasi pada sendi faset
lumbal, sering pada usia tua. Traumatik spondilolithesis berhubungan dengan fraktur elemen
posterior (pedikel, lamina atau faset). Patologik spondilolithesis timbul karena kelemahan
struktur tulang, sekunder dari proses penyakit tumor atau penyakit tulang lain.
Gambar 7. Pergeseran pada Gambar 8. Spondilolithesis

spondilolithesis Grade I

Stenosis spinal

Pada stenosis spinal, canalis spinal mungkin secara congenital sempit atau
menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi faset, atau ligament longitudinal posterior
yang tebal atau mengeras “entrapping” satu nervus yang mengandung beberapa radix.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena congenital,
lamina dan faset yang tebal, kurva scoliosis dan lordotik. Kebanyakan kasus idiopatik
meskipun banyak kondisi yang berhubungan dengan lumbar kanal stenosis dan sering terjadi
pada usia pertengahan dan usia tua.Lumbar kanal stenosis dan sering terjadi pada usia
pertengahan dan usia tua.
Gambar 9 : Stenosis Kanalis

Gambar 10 : Spinal stenosis

Traumatik dislokasi

Pada traumatic yang menimbulkan dislokasi dari facet joint vertebra akan menimbulkan nyeri
punggung yang hebat. Keadaan ini akan meyebabkan penyempitan foramen intervertebal,
sehingga radix dan jaringna yang berdekatan mengalami iritasi den kompresi di dalam kanalnya
dengan gejal-gejala radikuler.

Kompresif fraktur

Defisit neurology pada kompresif fraktur, bil;a terjadi penekanan pada radix atau penyempitan
pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radix.
Skoliosis

Umumnya pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri punggung. Sering berhubungan
dengan lengkungan lumbal dan lengkungan torakolumbal. Nyeri disebabkan oleh proses
degeneratif pada facet joint lengkungan itu sendir.

2.7 Manifestasi Klinis Radikulopati

Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :

1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra hingga ke
arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat
oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang distribusi
dermatom radiks yang bersangkutan.
4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
5. Refles tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau bahkan
menghilang.

Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada servikal,
torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks posterior tingkat
servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan. Demikian juga nyeri
radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang
perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang
terjadi karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi
radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan
panggul.

Manifestasi klinis radikulopati pada daerah lumbal antara lain :


 Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, hingga ke betis, dan kaki.
Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk, bersin, atau mengedan
saat defekasi).
 Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang duduk
atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya dalam keadaan fleksi dan
menumpukan berat badannya pada bokong yang berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita
menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan satu tangan di punggung, menekuk
tungkai yang terkena (Minor’s sign).
Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan
berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu disangga dengan bantal
untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau
bahkan memburuk ketika berbaring.

 Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan


berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot punggung.
Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai
kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang sakit, dan panggul akan
miring, sehingga sendi coxae akan terangkat. Bisa saja tubuh penderita akan bungkuk ke
depan dan ke arah yang sakit untuk menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan.
Jika iskialgia sangat berat, penderita akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan
dengan bertumpu pada jari kaki (karena dorsifleksi kaki menyebabkan stretching pada
saraf, sehingga memperburuk nyeri). Penderita bungkuk ke depan, berjalan dengan
langkah kecil dan semifleksi sendi lutut disebut Neri’s sign.
 Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan tampak lipatan
kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan bukti keterlibatan radiks
S1.
 Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang n.iskiadikus.
 Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi, paresthesia,
kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi.
 Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan
gejala yang unilateral. Namun bila letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan
gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar.

Gambar 13. Penjalaran nyeri pada radikulopati lumbal

Tabel 1. Common Root Syndromes of Intervertebral Disc Disease

Disc L3-4 L4-5 L5-S1 C4-5 C6-7 C7-T1


space

Root L4 L5 S1 C5 C7 C8
affected

Muscles Quadriceps Peroneals, Gluteus Deltoid, Triceps, Intrinsic


affected anterior maximus, biceps wrist hand
tibial, gastrocnemi exrensors muscles
extensor us, plantar
hallucis flexor of
longus toes

Area of Anterior Great toe, Lateral foot, Shoulder, Thumb, Index,


pain and thigh, dorsum of small toe anterior middle fourth
sensory medial shin foot arm, radial fingers fifth
loss forearm finger
Reflex Knee jerk Posterior Ankle jerk Biceps Triceps Triceps
affected tibial

Straight Many not Aggravates Aggravates - - -


leg increase root pain root pain
raising pain

2.8 Anamnesis dan pemeriksaan fisis


Pasien datang dengan nyeri pinggang

Penyebab mekanis Penyebab sistemik(peradangan) Sindrom kauda


ekuina

Gejala klinis: 1.kaku dominan (Penekanan kauda ekuina)

1.Onset mendadak 2.Onset bertahap→progresif 1.Persisten +progresif

2.berkurang dengan istirahat 3. Nyeri meningkat dgn istirahat 2.Nyeri tungkai saat
berjalan

3.Gejala unilateral 4.Tulang belakang kaku 3.denyut nadi tungkai N

4.meningkat bila batuk,bersin 5.Restriksi simetris(nyeri sendi- 4.Nyeri berkurang bila

5.riwayat nyeri punggung bawah -sakroiliaka) membungkuk ke depan

5.gejala neurologis,
berupa:

< 55 th, ada riwayat Onset baru - Gangguan BAK/BAB


>55 th/<20th Pemeriksaan penunjang: - Parapresis

-Lab darah (LED, CRP)

Berikan percobaan terapi - Leukosit, Hb

-Foto polos, MRI, CT scan MRI vertebra L/S

Tinjau setelah 3bulan

90% baik 10% simtomatik Diagnosis: Intervensi bedah

1.Neoplasia

? tanda baru cari penyebab 2.Paget desease

Mencurigakan lain 3.Abses epidural

Pemeriksaan penunjang

Dan terapi yg sesuai

Pemeriksaan Fisik

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah penting untuk melakukan anamnesa terlebih
dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan trauma atau infeksi dan rekurensi.
Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan penjalarannya, adanya paresthesia dan gangguan
subjektif lainnya, adanya gangguan motorik (seperti kelemahan dan atrofi otot). Juga perlu diketahui
gejala lainnya seperti gangguan pencernaan dan berkemih, anestesia rektal/genital.
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah penting. Penting untuk memperhatikan abnormalitas
postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :

 Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf perifer
atau segmental.
 Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme otot).
 Perubahan refleks.

Prosedur diagnosa khusus untuk pemeriksaan radikulopati lumbal antara lain :

1. Lasegue’s sign

Pemeriksaan dilakukan dengan : pasien berbaring, secara pasif lakukan fleksi sendi coxae,
sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi. Fleksi pada sendi coxae dengan lutut ekstensi akan
menyebabkan stretching n.iskiadikus. Dengan tes ini, pada radikulopati lumbal, sebelum tungkai
mencapai kecuraman 70°, akan didapatkan nyeri (terkadang juga disertai dengan baal dan
paresthesia) pada sciatic notch disertai nyeri dan hipersensitif sepanjang n.iskiadikus.

Straight-leg-raising-test : dilakukan dengan metode seperti Kernig’s sign.

Bila kedua prosedur tersebut positif, mengindikasikan terdapat iritasi meningen atau iritasi
radiks lumbosakral.

Bonnet’s phenomenon merupakan modifikasi Lasegue’s test, yang mana nyeri akan lebih
berat atau lebih cepat muncul bila tungkai dalam keadaan adduksi dan endorotasi.
Prosedur lain yang merupakan modifikasi Lasegue’s test adalah Bragard’s sign (Lasegue
disertai dengan dorsofleksi kaki) dan Sicard’s sign (Lasegue disertai dengan dorsofleksi jari-1
kaki). Pada kasus yang ringan, pemeriksaan dengan Lasegue dapat menunjukkan hasil negatif.
Dengan modifikasi ini, stretching n.iskiadikus di daerah tibial meningkat, sehingga memperberat
nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign disebut Spurling’s sign.

Gambar 16 . Test Lasegue

Gambar 17. Spurling’s sign


2. Test Lasegue silang

Pada beberapa pasien radikulopati lumbal, iskialgia pada tungkai yang sakit dapat
diprovokasi dengan mengangkat tungkai yang sehat dalam posisi lurus.

Test O’Conell : dilakukan Lasegue test pada tungkai yang sehat, nyeri dapat dirasakan pada
sisi yang sehat (Fajersztajn’s sign), namun dengan derajat yang lebih ringan. Selanjutnya
pemeriksaan ini dilakukan pada tungkai yang sakit. Kemudian dilakukan secara bersamaan pada
kedua kaki. Selanjutnya tungkai yang sehat direndahkan mendekati tempat tidur; hal ini akan
menyebabkan eksaserbasi nyeri, kadang juga disertai dengan paresthesia.

Beberapa ahli menyatakan pemeriksaan ini patognomonik untuk herniasi diskus


intervertebra.

3. Nerve pressure sign

Pemeriksaan dilakukan dengan : Lasegue’s test dilakukan hingga penderita merasakan nyeri,
kemudian lutut difleksikan 20°, dilanjutkan dengan fleksi sendi coxae dan penekanan n.tibialis
pada fossa poplitea, hingga penderita mengeluh nyeri. Test ini positif bila terdapat nyeri tajam
pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau sepanjang n.iskiadikus.
4. Test Viets dan Naffziger

Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal dapat menimbulkan nyeri radikular pada
pasien dengan space occupying lession yang menekan radiks saraf. Tekanan dapat meningkat
dengan batuk, bersin, mengedan, dan dengan kompresi vena jugularis. Tekanan harus dilakukan
hingga penderita mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya, dan tes ini tidak boleh dianggap
negatif hingga venous return dihambat selama 2 menit. Kompresi vena jugularis juga dapat
dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit
(Naffziger’s test). Penderita dapat berbaring atau berdiri. Pada pasien ruptur diskus intervertebra,
akan didapatkan nyeri radikular pada radiks yang bersangkutan.

Sensorik

Penting dicatat bila ada gangguan sensorik dengan batas jelas. Namun seringkali
gangguan sensorik tidak sesuai dermatomal atlas anatomik.
Hal ini disebabkan oleh adanya daerah persarafan yang bertumpang tindih satu sama lain.
Pemeriksaan ini juga menunjukkan tingkat subyektivitas yang tinggi.
2.9 Pemeriksaan Penunjang Radikulopati

Radikulopati dapat didiagnosa dari menifestasi klinis yang khas, seperti rasa nyeri, baal, atau
paresthesia yang mengikuti pola dermatomal. Namun demikian gejala-gejala tersebut dapat
disebabkan oleh banyak hal, sehingga untuk menentukan penatalaksanaan radikulopati, diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain :

a. Rontgen

Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan struktural.
Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto roentgen penderita radikulopati juga dapat
ditemukan pada individu lain yang tidak memiliki keluhan apapun.

b. MRI/CT Scan

MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan diskus
intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medula spinalis dan radiks saraf, juga
dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degeneratif pada diskus intervertebra.
Dibandingkan dengan CT Scan, MRI memiliki keunggulan, yaitu adanya potongan sagital, dan
dapat memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas; sehingga
MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnosa banding gangguan
struktural pada medula spinalis dan radiks saraf.

CT Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan
memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun demikian
sensitivitas CT Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila
dibandingkan dengan MRI.
c. Myelografi

Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama elemen osseus
vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan penetrasi pada ruang
subarachnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai test preoperatif, seringkali dilakukan
bersama dengan CT Scan.

d. Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography (EMG)

NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk menentukan
keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain itu pemeriksaan ini
juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati
sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.

e. Laboratorium
 Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase alkali/asam,
kalsium.
 Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
2.10 Penatalaksanaan Radikulopati

1. Informasi dan edukasi


2. Farmakoterapi
a. Akut : asetaminofen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat), injeksi epidural.
b. Kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin), opioid (kalau sangat diperlukan).
3. Terapi nonfarmakologik
a. Akut : imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan, posisi tubuh dan
aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin), masase, traksi (tergantung kasus), alat
bantu (antara lain korset, tongkat).
b. Kronik : terapi psikologik, modulasi nyeri (akupunktur, modalitas termal), latihan kondisi
otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh dan aktivitas.
4. Invasif nonbedah
 Blok saraf dengan anestetik lokal.
 Injeksi steroid (metilprednisolon) pada epidural untuk mengurangi pembengkakan
edematous sehingga menurunkan kompresi pada radiks saraf.
5. Bedah
Indikasi operasi pada HNP :

 Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu : nyeri berat / intractable /
menetap / progresif.
 Defisit neurologik memburuk.
 Sindroma kauda.
Stenosis kanal : setelah terapi konservatif tidak berhasil.

 Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan radiologik.

2.11 Prognosis
Bergantung jenis penyebab radikulopati, dibagian mana, durasi nyeri yang dirasakan, dan
frekuensi kekambuhan
BAB III
KESIMPULAN

Individu dengan radiculopati lumbal perlu memiliki pemahaman tentang etiologi


kemungkinan rasa sakit mereka. Temuan Pemeriksaan pasien dengan akut LBP sering bisa sugestif,
meskipun tidak ada temuan klinis atau sejarah telah ditemukan secara signifikan berkorelasi dengan
generator nyeri dikonfirmasi.

Tinjau anatomi dasar dan biomekanik tulang belakang dengan pasien. Diskusikan etiologi
gejala pasien. Juga membahas rencana perawatan, termasuk deskripsi dari studi pencitraan
direkomendasikan, obat-obatan, suntikan, dan latihan terapi. Tinjau postur tubuh yang tepat,
biomekanik tulang belakang dalam kegiatan hidup sehari-hari, dan metode sederhana untuk
mengurangi gejala-gejala pasien. Instruksi-instruksi awal dan sederhana memungkinkan pasien untuk
menjadi peserta aktif dalam pengobatan karena ia berkembang menjadi program rumah lebih
komprehensif latihan.

Pasien harus memahami bahwa mereka membuat komitmen seumur hidup untuk program
latihan mereka perawatan, karena yang paling penting faktor risiko episode masa depan nyeri
punggung adalah episode sebelumnya. Pasien pendidikan harus dianggap sebagai proses yang
berkelanjutan yang harus terus disempurnakan. Pendidikan diarahkan harus terus sampai pasien
mandiri dalam bukunya atau program latihan pemeliharaan nya
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322.

2. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview

3. De Jong R. The neurologi examination. 4th ed. Hagerstown: Harper & Row,

1979:446-448, 566-568

4. Rowland LP. Merritt’s textbook of neurology. 7th ed. Philadelphia : Lea &Febiger,

1984: 304-309

5. Snell, Richard S. Neuroanatomi Klinik. EGC.Jakarta : 2006.

Anda mungkin juga menyukai