RADIKULOPATI
Disusun oleh:
12100117149
Preseptor:
Gatot Candra.,dr.,Sp.S
KASUS
Nama : Ny. A
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : IRT
1.2 Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSAU Salamun dengan keluhan baal pada leher bagian kanan
sejak 2 hari SMRS. Baal yang dirasakan menjalar sampai ke tangan bagian kanan.
Keluhan dirasakan pasien secara tiba-tiba saat pasien bangun tidur dan dirasakan terus
menerus.
Keluhan disertai dengan adanya rasa kesemutan dan kadang disertai dengan rasa
Keluhan juga disertai dengan adanya rasa lemas pada pada daerah tangan
belakang, dan adanya bengkat ataupun kemerahan pada tulang. Pasien menyangkal telah
terjatuh atau kecelakaan yang mengenai bagian leher atau pun tangan kanan pasien.
Keluhan merupakan yang pertama kali dirasakan dan belum pernah di obati oleh
dikeluarga memiliki riwayat penyakit yang sama. Pasien memili riwayat darah tinggi.
Keadaan Umum:
Tanda Vital:
Nadi : 86x/m
Pernafasan : 20x/m
Suhu : 36°C
Pemeriksaan Generalis
hidung (-)
Thorax
Paru-paru
1 ICS.
Jantung
Perkusi :
Abdomen:
Pemeriksaan Neurologi
a. Kesadaran
GCS : 15 ( Komposmentis )
Kernig : (-/-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Laseque : (-/-)
Braggard : (-/-)
Siccard : (-/-)
Patrick : (-/-)
d. Saraf Otak
I olfaktorius: Normal
II Optikus
Visus : 6/6
Pupil : normal/normal
V. Trigeminal
- Sensorik : normal/normal
VII. Fasial
VIII Vestibulokohlearis
tidak dilakukan
- Uvula : normal
- Menelan : normal
- Tes kalimat/suara : normal
XI Ascesorius
- Sternocleidomastoid : N
- Trapezius : N
XII Hipoglosus
- Deviasi : (-)
- Fasikulasi : (-)
- Atrofi : (-)
Pemeriksaan Sensorik
4/5
5/5
Keadaan Otot
Tonus : baik
Fasikulasi : (-)
f. Refleks- reflex
Refleks Fisiologis
Refleks Kanan Kiri
Biseps +2 +2
Triseps +2 +2
Radial +2 +2
Patella +2 +2
Achiless +2 +2
Refleks Patologis
Pemeriksaan Respon
Radiologi:
MRI
1.7 Treatment
Non Farmakologi
Tirah baring
Fisioterapi
Farmakologi
NSAID
Ketorolac 20 mg : 2 x 1
Gabapentin
Gabapentin 300mg : 1 x 1
Muscle relaxant
Eperison 500 mg : 3 x 1
1.8 Prognosis
BAB II
RADIKULOPATI
2.1 Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur
radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan
bersifat dermatomal.
2.2 Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya yaitu proses
kompresif, proses inflammatory, proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya
proses.
a. Proses kompresif
b. Proses inflammatory
2.3 Epidemiologi
Radiculopati lumbosakral terjadi pada sekitar 3-5% dari populasi, dimana angka kejadian
antara laki-laki dan perempuan adalah sama, meskipun laki-laki yang paling sering terkena pada
usia 40-an, sedangkan wanita yang paling sering terkena antara usia 50-60. Dari mereka yang
memiliki kondisi ini, 10-25% mengembangkan gejala-gejala yang menetap selama lebih dari 6
minggu.
a. Radikulopati lumbar
Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. Ia juga sering disebut sciatica. Gejala yang
terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk bulges), spinal
stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus. Radikulopati dengan keluhan
nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain)
b. Radikulopati cervical
Radikulopati cervical umunya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf terjepit
merupakan kompresi [ada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher. Gejala pada
radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
c. Radikulopati torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau
cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal.
Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes
zoster.
Diskus pada daerah lumbalis menyebabkan iritasi radiks saraf yang terasa sebagai
nyeri dan parestesia pada segmen yang berkaitan. Kerusakan yang lebih berat dari radiks,
menyebabkan defisit sensorik dan motorik segmental.
2.6 Patofisiologi
Kontruksi punggung yang unik dapat memungkinkan fleksibilitas sementara yang dapat
melindungi sumsum tulang belakang secara maksimal. Lengkungan tulang belakang akan mengalami
guncangan vertikal pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang
belakang. Otot- otot abdominal dan toraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak
pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, dan peregangan
berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada
orang muda, diskus tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lanjut usia akan
menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat
mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang
mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf.
Herniasi diskus intervertebra lumbal, sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1. L5 sering
terkena karena mempunyai diameter radiks paling besar dan foramen intervertebranya lebih sempit
daripada lumbal lainnya. Pada proses penuaan pada diskus intervebralis, maka kadar cairan dan
elastisitas diskus akan menurun. Keadaan ini mengakibatkan ruang diskus intervebralis makin
menyempit, “facet join” makin merapat, kemampuan kerja diskus menjadi makin buruk, annulus
menjadi lebih rapuh.
Akibat proses penuaan ini mengakibatkan seorang individu menjadi rentan mengidap nyeri
punggung bawah. Gaya yang bekerja pada diskus intervebralis akan makin bertambah setiap individu
tersebut melakukan gerakan membungkuk, gerakan yang berulang-ulang setiap hari yang hanya
bekerja pada satu sisi diskus intervebralis, akan menimbulkan robekan kecil pada annulus fibrosus,
tanpa rasa nyeri dan tanpa gejala prodromal.
Jika terdapat penonjolan di lateral diskus radik L4-L5, dapat mempengaruhi daerah nervus L5
saja, tidak daerah L4. Namun jika terjadi di lateral diskus L5-S1, maka akan mengenai nervus daerah
S1 saja.
Dan jika terdapat penonjolan pada bagian tengah diskus L4-L5, maka akan berefek pada L5,
S1, S2, S3, bahkan nervus sacral lainnya, tetapi tidak mengenai L4.
Hernia nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed atau protruded
disc. Keadaan ini diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri tungkai berulang.
Kebanyakan terjadi di antara vertebra L5-S1. Frekuensi yang kurang terdapat di antara vertebra
L4-L5, L3-L4, L2-L3 dan L1-L2. Jarang terdapat pada vertebra torakal, dan sering pada vertebra
C5-C6 dan C6-C7. Penyebab biasanya terjadi trauma fleksi, tapi pada beberapa penderita dapat
berupa tanpa trauma.
Kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus pulposus atau diskus hernia, stenosis kanalis,
spondylolisthesis dapat mengganggu jalan radiks dan saraf spinal, sehingga menimbulkan nyeri.
Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda equine. Tumor
yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim yang terdapat pada
konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya lambat, hanya sebagian kecil berasal
dari konus, sebagian besar berasal dari filum terminale yang kemudian mengenai radiks saraf.
Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil metastase
dari tempat lain seperti buah dada, paru-paru, prostate, tiroid, ginjal, lambung dan uterus. Tumor
ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang menyerang dan merusak
tulang terutama sekali pada orang tua,laki-laki berusia lebih dari 40 tahun. Dapat menyebabkan
kolaps vertebra dengan keluhan pertama yaitu nyeri punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat berupakan osteoblastik
tumor, metastase dari buah dada. Osteolitik tumor dapat berasal dari buah dada, apru-paru,
ginjaldan tiroid, menebabkan destruksi tulang dengan akibat “wedge shape” atau kolaps pada
vertebra yang terkena. Satu atau beberapa radix akan ikut terlibat.
Spondilolisis adalah proses degeneratif pada kolumna vertebra dan berhubungan dengan
jaringan lunak. Ia adalah garis litik yang menyilang pars interartikularis yaitu daerah antara
prosesus artikularis superior dan inferior. Hal ini ditandai dengan defek structural dari spina
meliputi lamina atau neural arch dari vertebra. Bagian yang paling sering dipengaruhi adalah
spina lumbal. Defek ini terjadi pada bagian lamina di antara superior dan inferior articular facets
yang disebut pars interartikularis. Tekanan mekanis dapat menyebabkan vertebra yang
bersangkutan dapat bergeser mengakibatkan forward displacement dari defisiensi vertebra yang
disebut spondylolisthesis.
Faktor keturunan memainkan peranan penting, dan diduga disebabkan fraktur karena stress
berulang. Akibat dari torsional dan rotasional stress, mikrofraktur dapat terjadi pada tempat yang
dipengaruhi dan bahkan menyebabkan disolusi pada pars interartikularis. Yang paling sering
mengalami spondilolisis dan spondilisthesis adalah vertebra L5.
Spondylolithesis dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan persentase terjadinya slip atau
tergelincir. Derajat pergeseran secara klinis dihitung dari hubungan vertebra bagian superior
terhadap vertebra bagian inferior. Pergeseran sampai 25% merupakan derajat I, 25-50% derajat
II, 50-75% derajat III, lebih dari 75% derajat IV. Terdapat lima tipe spondilolithesis, yaitu :
spondilolithesis Grade I
Stenosis spinal
Pada stenosis spinal, canalis spinal mungkin secara congenital sempit atau
menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi faset, atau ligament longitudinal posterior
yang tebal atau mengeras “entrapping” satu nervus yang mengandung beberapa radix.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena congenital,
lamina dan faset yang tebal, kurva scoliosis dan lordotik. Kebanyakan kasus idiopatik
meskipun banyak kondisi yang berhubungan dengan lumbar kanal stenosis dan sering terjadi
pada usia pertengahan dan usia tua.Lumbar kanal stenosis dan sering terjadi pada usia
pertengahan dan usia tua.
Gambar 9 : Stenosis Kanalis
Traumatik dislokasi
Pada traumatic yang menimbulkan dislokasi dari facet joint vertebra akan menimbulkan nyeri
punggung yang hebat. Keadaan ini akan meyebabkan penyempitan foramen intervertebal,
sehingga radix dan jaringna yang berdekatan mengalami iritasi den kompresi di dalam kanalnya
dengan gejal-gejala radikuler.
Kompresif fraktur
Defisit neurology pada kompresif fraktur, bil;a terjadi penekanan pada radix atau penyempitan
pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radix.
Skoliosis
Umumnya pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri punggung. Sering berhubungan
dengan lengkungan lumbal dan lengkungan torakolumbal. Nyeri disebabkan oleh proses
degeneratif pada facet joint lengkungan itu sendir.
1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra hingga ke
arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat
oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang distribusi
dermatom radiks yang bersangkutan.
4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
5. Refles tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau bahkan
menghilang.
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada servikal,
torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks posterior tingkat
servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan. Demikian juga nyeri
radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang
perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang
terjadi karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi
radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan
panggul.
Root L4 L5 S1 C5 C7 C8
affected
2.berkurang dengan istirahat 3. Nyeri meningkat dgn istirahat 2.Nyeri tungkai saat
berjalan
5.gejala neurologis,
berupa:
1.Neoplasia
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah penting untuk melakukan anamnesa terlebih
dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan trauma atau infeksi dan rekurensi.
Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan penjalarannya, adanya paresthesia dan gangguan
subjektif lainnya, adanya gangguan motorik (seperti kelemahan dan atrofi otot). Juga perlu diketahui
gejala lainnya seperti gangguan pencernaan dan berkemih, anestesia rektal/genital.
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah penting. Penting untuk memperhatikan abnormalitas
postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :
Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf perifer
atau segmental.
Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme otot).
Perubahan refleks.
1. Lasegue’s sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : pasien berbaring, secara pasif lakukan fleksi sendi coxae,
sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi. Fleksi pada sendi coxae dengan lutut ekstensi akan
menyebabkan stretching n.iskiadikus. Dengan tes ini, pada radikulopati lumbal, sebelum tungkai
mencapai kecuraman 70°, akan didapatkan nyeri (terkadang juga disertai dengan baal dan
paresthesia) pada sciatic notch disertai nyeri dan hipersensitif sepanjang n.iskiadikus.
Bila kedua prosedur tersebut positif, mengindikasikan terdapat iritasi meningen atau iritasi
radiks lumbosakral.
Bonnet’s phenomenon merupakan modifikasi Lasegue’s test, yang mana nyeri akan lebih
berat atau lebih cepat muncul bila tungkai dalam keadaan adduksi dan endorotasi.
Prosedur lain yang merupakan modifikasi Lasegue’s test adalah Bragard’s sign (Lasegue
disertai dengan dorsofleksi kaki) dan Sicard’s sign (Lasegue disertai dengan dorsofleksi jari-1
kaki). Pada kasus yang ringan, pemeriksaan dengan Lasegue dapat menunjukkan hasil negatif.
Dengan modifikasi ini, stretching n.iskiadikus di daerah tibial meningkat, sehingga memperberat
nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign disebut Spurling’s sign.
Pada beberapa pasien radikulopati lumbal, iskialgia pada tungkai yang sakit dapat
diprovokasi dengan mengangkat tungkai yang sehat dalam posisi lurus.
Test O’Conell : dilakukan Lasegue test pada tungkai yang sehat, nyeri dapat dirasakan pada
sisi yang sehat (Fajersztajn’s sign), namun dengan derajat yang lebih ringan. Selanjutnya
pemeriksaan ini dilakukan pada tungkai yang sakit. Kemudian dilakukan secara bersamaan pada
kedua kaki. Selanjutnya tungkai yang sehat direndahkan mendekati tempat tidur; hal ini akan
menyebabkan eksaserbasi nyeri, kadang juga disertai dengan paresthesia.
Pemeriksaan dilakukan dengan : Lasegue’s test dilakukan hingga penderita merasakan nyeri,
kemudian lutut difleksikan 20°, dilanjutkan dengan fleksi sendi coxae dan penekanan n.tibialis
pada fossa poplitea, hingga penderita mengeluh nyeri. Test ini positif bila terdapat nyeri tajam
pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau sepanjang n.iskiadikus.
4. Test Viets dan Naffziger
Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal dapat menimbulkan nyeri radikular pada
pasien dengan space occupying lession yang menekan radiks saraf. Tekanan dapat meningkat
dengan batuk, bersin, mengedan, dan dengan kompresi vena jugularis. Tekanan harus dilakukan
hingga penderita mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya, dan tes ini tidak boleh dianggap
negatif hingga venous return dihambat selama 2 menit. Kompresi vena jugularis juga dapat
dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit
(Naffziger’s test). Penderita dapat berbaring atau berdiri. Pada pasien ruptur diskus intervertebra,
akan didapatkan nyeri radikular pada radiks yang bersangkutan.
Sensorik
Penting dicatat bila ada gangguan sensorik dengan batas jelas. Namun seringkali
gangguan sensorik tidak sesuai dermatomal atlas anatomik.
Hal ini disebabkan oleh adanya daerah persarafan yang bertumpang tindih satu sama lain.
Pemeriksaan ini juga menunjukkan tingkat subyektivitas yang tinggi.
2.9 Pemeriksaan Penunjang Radikulopati
Radikulopati dapat didiagnosa dari menifestasi klinis yang khas, seperti rasa nyeri, baal, atau
paresthesia yang mengikuti pola dermatomal. Namun demikian gejala-gejala tersebut dapat
disebabkan oleh banyak hal, sehingga untuk menentukan penatalaksanaan radikulopati, diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain :
a. Rontgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan struktural.
Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto roentgen penderita radikulopati juga dapat
ditemukan pada individu lain yang tidak memiliki keluhan apapun.
b. MRI/CT Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan diskus
intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medula spinalis dan radiks saraf, juga
dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degeneratif pada diskus intervertebra.
Dibandingkan dengan CT Scan, MRI memiliki keunggulan, yaitu adanya potongan sagital, dan
dapat memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas; sehingga
MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnosa banding gangguan
struktural pada medula spinalis dan radiks saraf.
CT Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan
memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun demikian
sensitivitas CT Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila
dibandingkan dengan MRI.
c. Myelografi
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama elemen osseus
vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan penetrasi pada ruang
subarachnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai test preoperatif, seringkali dilakukan
bersama dengan CT Scan.
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk menentukan
keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain itu pemeriksaan ini
juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati
sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.
e. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase alkali/asam,
kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
2.10 Penatalaksanaan Radikulopati
Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu : nyeri berat / intractable /
menetap / progresif.
Defisit neurologik memburuk.
Sindroma kauda.
Stenosis kanal : setelah terapi konservatif tidak berhasil.
2.11 Prognosis
Bergantung jenis penyebab radikulopati, dibagian mana, durasi nyeri yang dirasakan, dan
frekuensi kekambuhan
BAB III
KESIMPULAN
Tinjau anatomi dasar dan biomekanik tulang belakang dengan pasien. Diskusikan etiologi
gejala pasien. Juga membahas rencana perawatan, termasuk deskripsi dari studi pencitraan
direkomendasikan, obat-obatan, suntikan, dan latihan terapi. Tinjau postur tubuh yang tepat,
biomekanik tulang belakang dalam kegiatan hidup sehari-hari, dan metode sederhana untuk
mengurangi gejala-gejala pasien. Instruksi-instruksi awal dan sederhana memungkinkan pasien untuk
menjadi peserta aktif dalam pengobatan karena ia berkembang menjadi program rumah lebih
komprehensif latihan.
Pasien harus memahami bahwa mereka membuat komitmen seumur hidup untuk program
latihan mereka perawatan, karena yang paling penting faktor risiko episode masa depan nyeri
punggung adalah episode sebelumnya. Pasien pendidikan harus dianggap sebagai proses yang
berkelanjutan yang harus terus disempurnakan. Pendidikan diarahkan harus terus sampai pasien
mandiri dalam bukunya atau program latihan pemeliharaan nya
DAFTAR PUSTAKA
2. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview
3. De Jong R. The neurologi examination. 4th ed. Hagerstown: Harper & Row,
1979:446-448, 566-568
4. Rowland LP. Merritt’s textbook of neurology. 7th ed. Philadelphia : Lea &Febiger,
1984: 304-309