Disusun oleh:
G1A219016
PEMBIMBING
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) dalam bentuk laporan kasus bayangan yang berjudul
“General Anestesi pada Reseksi Spina Bifida” sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesi di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Isrun Masari, Sp.An yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesi di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah
laporan kasus ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : By. Ny. A
Umur : 11 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 2.9 kg
Diagnosis : Spina Bifida
Tindakan : Reseksi Spina Bifida
3. Thoraks
Pulmo
o Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), deformitas (-)
o Palpasi : nyeri (-), krepitasi (-)
o Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
o Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
o Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus kordis tidak teraba
o Perkusi : batas jantung dalam batas normal
o Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-) gallop (-)
4. Abdomen
Inspeksi : cembung (+)
Auskultasi : bising usus (+) dbn
Palpasi : massa (-), NT (-), nyeri lepas (-), supel, hepar dan lien
tidak teraba, turgor kulit kesan normal.
Perkusi : timpani
5. Punggung
Inspeksi : tampak massa (+) region lumbal, membulat di midline,
warna eritem
Palpasi : nyeri tekan (+), saat dipegang anak tampak rewel
6. Ekstremitas
Akral : hangat
Sianosis : (-)
Edema : (-)
7. Genitalia : Jenis kelamin perempuan, anomaly (-)
8. Anus : (+)
3.1.3 Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dilakukan,
dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan, dan ketika pasien bangun dari
anestesi.1
Tujuan Premedikasi sangat beragam, diantaranya : 2,4
- Mengurangi kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi dan anesthesia
- Mengurangi sekresi ludah dan bronkus
- Meminimalkan jumlah obat anesthetic
- Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi reflek yang membahayakan
Kesulitan Intubasi :
- Leher pendek berotot
- Mandibula Menonjol
- Maksila menonjol
- Uvula tidak terlihat (malampati 3 atau 4)
- Gerakan sendi temporo mandibula terbatas
- Gerakan vertebra cervical terbatas
Komplikasi Intubasi2
Selama Intubasi :
- Trauma gigi geligi
- Laserasi bibir, gusi dan laring
- Merangsang simpatis
- Aspirasi
- Spasme bonchus
Selama Extubasi :2
- Spasme laring
- Aspirasi Gangguan fonasii
- Edema glottis-subglotis
- Infeksi laring, faring, trakea.
Tabel 1. Kriteria Malampati :3
Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Mole
1 + + +
2 - + +
3 - - +
4 - - -
3.1.8 Ekstubasi 2
Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika :
- Intubasi kembali akan menemukan kesulitan
- Adanya resiko Aspirasi
Ekstubasi umumnya dikerjakan pada keadaan anestesi sudah ringan, dengan
catatan tidak akan terjadi spasme laring. Sebelum tindakan hendaknya rongga
mulut, laring, faring dibersihkan dari sekret dan cairan.
3.2.2 Etiologi
3.2.3 Klasifikasi
Sinus dermal
Sinus dermal merupakan lubang terowongan (traktus) di bawah
kulit mulai dari epidermis menuju lapisan dalam, menembus duramater
dan sampai ke rongga subarakhnoid. Tampilan luarnya berupa lesung atau
dimpel kulit yang kadang mengandung sejumput rambut di permukaannya
dan kebanyakan di daerah lumbal. Biasanya kelainan ini asimptomatik,
namun bila menembus duramater, sering menimbulkan meningitis
rekuren.9
Lipomielomeningokel
Lipomielomeningokel sering kali terdeteksi sebagai suatu
gumpalan lemak pada bagian belakang tubuh terutama di daerah lumbo-
sakral. Kelainan ini kerap dikaitkan sebagai deformitas kosmetik, namun
sebenarnya ia merupakan suatu kompleks anomali kongenital yang bukan
hanya terdiri dari infiltrasi perlemakan jaringan saraf saja, tetapi juga
mengandung meningokel atau meningomielokel yang besar.9
Gambar 6. Lipomielomeningokel
Gambar 7. Lipomielomeningokel
Diastematomielia
Ada tulang rawan yang menonjol dari korpus vertebra dan membelah
kedua hemikord diatas.
Gambar 8. Diastematomielia
b. Mielomeningokel
Mielomeningokel adalah keadaan di mana terjadi herniasi korda
spinalis dan akar saraf membentuk kantung yang juga berisi menings.
Kantung ini berprotrusi melalui vertebra dan defek muskulokutaneus.
Korda spinalis sering berakhir pada kantung ini dan terbuka keluar disertai
ekspose dari kanalis sentralis. Pembukaan dari struktur saraf tersebut
disebut neural placode. NTD tipe ini adalah bentuk yang paling sering
terjadi. Gangguan neurologis seperti hidrosefalus dan malformasi Chiari II
seringkali menyertai mielomeningokel. Sebagai tambahan,
mielomeningokel memiliki insidens yang tinggi sehubungan dengan
malformasi intestinal, jantung, dan esofagus, dan juga anomali ginjal dan
urogenital. Bayi yang lahir dengan mielomeningokel memiliki orthopedic
anomalies pada extremitas bawah dan anomali pada urogenital melalui
keterlibatan akar saraf pada regio sakral.
Tampak benjolan digaris tengah sepanjang tulang belakang.
Kebanyakan mielomenigokel berbentuk oval dengan sumbu panjangnya
berorientasi vertikal. Lokasi terbanyak adalah di daerah torakolumbal dan
frekuensi makin berkurang kearah distal. Kadang mielomeningokel
disertai defek kulit atau permukaan yang hanya dilapisi oleh selaput tipis.
Kelainan neorologik bergantung pada tingkat, letak, luas dan isi kelainan
tersebut, karena itu dapat berupa paraplegia, paraparesis, monoparesis,
inkotinensia urin dan alvi, gangguan sensorik serta gangguan refleks. 7,9
3.2.4 DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Penanganan Awal
Hidrosefalus
Merupakan prioritas selanjutnya. Dilakukan setelah beberapa hari.
Dilaksanakan ventriculo caval shunt.
Deformitas
Harus tetap dikontrol. Operasi ortopedi biasanya tidak dilakukan sampai
minggu ke-3, selanjutnya pada masa pertumbuhan anak.6
3.2.6 PROGNOSIS
Intubasi
Intubasi pasien berjalan lancar dengan menggunakan ETT non-cuffed
ukuran 2.5. Selama anak di intubasi, anak dibaringkan pada posisi supine dengan
bantalan di punggungnya.
Pasien harus diposisikan dengan kantung meningokel atau ensefalokel
oksipital dalam cincin kepala 'donat', di mana sisa bayi ditopang di atas handuk
terlipat memberikan posisi terlentang netral untuk intubasi tanpa merusak kantung
dural yang tipis.1
Gambar 14. Posisi induksi anesthesia pada anak dengan spina bifida
Jalan napas bayi dan neonatus berbeda dengan remaja atau orang dewasa.
Kepala neonatal secara proporsional lebih besar dari kepala orang dewasa, dengan
leher lebih pendek dan rahang bawah yang lebih kecil. Lidah pada neonatus relatif
lebih besar ukurannya dibandingkan dengan orofaring. Ini dapat menyebabkan
kesulitan teknis selama laringoskopi. Laring terletak di anterior dan lebih tinggi di
leher (C3 pada neonatus, C3-4 pada bayi, C5-6 pada dewasa). Ketika bilah lurus
digunakan, saluran masuk laring mungkin lebih mudah dilihat dengan menaikkan
epiglotis. Berlawanan dengan orang dewasa, pipa endotrakeal pada neonatus
biasanya melewati pita suara dengan mudah, tetapi salurannya mungkin tersumbat
di tulang rawan krikoid di mana jalan napas adalah yang tersempit.1
Intubasi trakea pada neonatus terlentang dengan mielomeningokel
memerlukan penggunaan bantalan, yang akan mencegah kontak mielomeningokel
dengan meja operasi. Tabung endotrakeal pediatrik harus un-cuffed sampai
setidaknya berusia enam tahun. Penempatan tabung trakea harus menghindari
intubasi endobronkial yang mengakibatkan overinflasi paru, ruptur alveolar dan
emfisema interstisial dan / atau hipoventilasi dengan atelektasis. Panjang trakea
pada neonatus dan bayi pendek, meninggalkan sedikit kesalahan. Oleh karena itu,
penting untuk diingat bahwa selama ekstensi kepala-leher dan / atau pra-
pemosisian, selang trakea mungkin berada di daerah subglotis atau pasien
mungkin secara tidak sengaja diekstubasi.1
Induksi Anestesi
Induksi pasien berjalan lancar dengan menggunaan fentanyl dan pelemas
otot berupa artracurium.
Induksi anestesi biasanya dilakukan dengan sungkup muka. Fase induksi
adalah periode paling berbahaya karena sangat mudah untuk salah menilai
kedalaman anestesi dan menyebabkan depresi jantung. Neonatus dan bayi
prematur memiliki kebutuhan anestesi yang lebih rendah daripada bayi yang lebih
tua dan anak-anak. Konsentrasi alveolar minimal (MAC) dari agen volatil lebih
rendah pada neonatus dan lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan dengan nilai
dewasa. Neonatus memiliki sistem saraf pusat yang belum matang dengan respons
yang lemah terhadap rangsangan kulit nosiseptif.1
Pilihan relaksan otot non-depolarisasi tergantung pada efek samping dan
durasi relaksasi otot yang diperlukan. Secara klinis, neonatus dan bayi tampaknya
lebih sensitif terhadap relaksan otot non depolarisasi dan respon mereka bervariasi
pada tingkat yang lebih tinggi.1
Anestesi Inhalasi
Selama operasi berlangsung, anestesi dipertahankan dengan menggunakan
agen volatile berupa campuran O2 + NO2 + Sevoflurane 1.5%.
Sevoflurane memiliki banyak fitur agen inhalasi yang ideal; kelarutan gas
darahnya yang rendah dan baunya yang tidak menyengat menunjukkan induksi
yang halus, tidak rumit dan cepat dan munculnya anestesi. Sevoflurane dikaitkan
dengan munculnya delirium pada periode pemulihan awal. Sevoflurane lebih
stabil secara hemodinamik daripada halotan, tetapi bradikardia dan apnea
keduanya telah dilaporkan pada konsentrasi tinggi. Desflurane dan isoflurane
lebih tajam daripada halotan atau sevoflorane dan berhubungan dengan lebih
banyak batuk, menahan napas, dan spasme laring selama induksi inhalasi.
Mengingat fakta bahwa anestesi inhalasi menyebabkan penurunan denyut jantung
dan tekanan darah sistolik, atropin 0,02 mg / kg IV harus disertakan saat induksi.1
Bangun
Ekstubasi pasien berjalan lancar tidak ada kendala, selanjutnya pasien
dibawa ke ruang pemulihan 15 menit setelah anestesi berakhir. Pasien kemudian
dihantarkan ke NICU untuk perawatan lebih lanjut.
Di akhir pembedahan, neonatus harus hangat, jenuh baik, normokarbik,
dan bebas nyeri. Seorang neonatus asidosis dingin tidak akan bernapas setelah
operasi. Kriteria ekstubasi antara lain batuk utuh dan muntah, gaya inspirasi
negatif 15-30 cmH2O, daya nafas kapasitas vital melebihi 10 mL / kg, kebocoran
udara di sekitar tabung dengan tekanan inflasi kurang dari 25 cmH2O serta
pemeliharaan oksigenasi dan ventilasi yang dapat diterima dengan dukungan
ventilasi minimal. Pembalikan blokade neuromuskuler yang adekuat ditunjukkan
dengan mengangkat lengan atau mengangkat kaki secara berkelanjutan. Ekstubasi
dilakukan hanya saat anak terjaga dan bernapas dengan baik.1
Apnea adalah masalah pasca operasi yang umum pada neonatus premature.
Ini penting jika episode melebihi 15 detik atau jika terjadi sianosis atau
bradikardia. Neonatus anemia (hemoglobin <10 g / dL) sangat berisiko yang
diberikan secara intravena (10 mg / kg) telah direkomendasikan.Semua bayi di
bawah 46 minggu harus dipantau dengan alarm apnea.
BAB V
KESIMPULAN
Malformasi tabung saraf yang melibatkan sumsum tulang belakang dan
arkus vertebralis disebut sebagai spina bifida dan hadir sebagai spektrum
malformasi dengan penonjolan sumsum tulang belakang dan / atau meninges
melalui cacat pada lengkungan vertebral di ujung yang paling parah. Telah
dilaporkan sebuah kasus anak dengan spina bifida yang direncanakan operasi
reseksi dan repair spine bifida setinggi lumbal dengan general anestesi. Operasi
berjalan lancar dan anestesi dapat dilakukan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA