Pembimbing :
dr. Djohan Mahdy, Sp.OT, M.Kes
Penyusun :
Daisy Deriena 20200420048
Judul responsi “Closed Dislokasi Hip Joint” ini telah diperiksa dan disetujui
sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Bedah – Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas responsi dengan judul “Closed Dislokasi Hip
Joint” ini sebagai tugas kepaniteraan klinik di bagian bedah orthopedi.
Keberhasilan dalam menyelesaikan responsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih terutama kepada dr.
Djohan Mahdy, Sp.OT selaku dokter pembimbing atas arahannya sehingga tugas ini
dapat selesai.dengan baik serta terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan responsi ini masih jauh dari sempurna,
namun penulis berharap agar journal reading ini dapat memberi manfaat dan pengetahuan
bagi setiap pembacanya. Terima kasih.
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
B. Keluhan Tambahan
Tidak ada.
E. Riwayat Keluarga
Tidak ada.
F. Riwayat Alergi
Tidak ada.
Ekstremitas
ROM terbatas pada kaki kanan dan kiri, terdapat jejas pada regio
pelvis, femoris, dan genu.
7. Status Lokalis
Look: Jejas (+), pemendekan pada tungkai dekstra (+)
Feel: Nyeri tekan (+)
Move: ROM terbatas karena nyeri
1.6. Assessment
Diagnosis: Dislokasi femur dextra dd. suspect internal bleeding
1.7. Resume
Pasien datang ke IGD setelah mengalami kecelakaan lalu lintas
yang terjadi antara motor dengan truk saat akan berangkat kerja.
Terdapat nyeri pada pinggul serta paha kanan dan kiri. Pasien sadar
kejadian.
Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah pasien rendah (99/60
mmHg), konjungtiva anemis, ROM terbatas pada kaki kanan dan
kiri, serta didapatkan jejas pada regio pelvis, femoris, dan genu.
Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan:
Look : Jejas (+), pemendekan pada tungkai dekstra (+)
Feel : Nyeri tekan (+)
Move : ROM terbatas karena nyeri
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:
- Pemeriksaan darah lengkap:
HGB, RBC, HCT, MCV, dan MCH lebih rendah dari normal
dan nilainya terus menurun setelah tiga kali pemeriksaan.
- Pemeriksaan radiologi
B regio pelvis AP tampak ada dislokasi posterior pada caput
femur dextra.
1.8. Planning
1. Terapi
Medikamentosa
Infus RL loading 1000cc, lanjut 20 tetes/menit
Injeksi Ketorolac
Injeksi Ranitidin
Injeksi Ondansentron
Non Medikamentosa / Operatif
Cito reposisi femur
Skin traksi
2. Monitoring
Observasi tanda vital.
Observasi pre-operasi di rawat inap.
3. Edukasi
Menjelaskan kondisi pasien.
Menjelaskan rekomendasi dari DPJP.
Menjelaskan hasil pemeriksaan penunjang.
Rencana tindakan reposisi di ruang operasi.
1.9. Prognosis
Dubia et bonam.
Kesimpulan :
Tn. D, 21 tahun, dengan foto regio pelvis AP. Alignment baik, hip joint
kanan dan kiri normal, tak tampak tanda fraktur/dislokasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ligamen
Ligamen utama yang menstabilkan sendi termasuk ligamen
iliofemorale yang terletak di anterior dan ligamen ischiofemorale yang
terletak di posterior.
Ligamentum iliofemorale terletak di anterior terhadap sendi coxae
dan berbentuk segitiga. Apexnya melekat pada ilium di antara SIAI
dan tepi acetabulum dan basisnya melekat di sepanjang linea
intertrochanterica ossis femoris. Bagian-bagian ligamen yang
melekat di atas dan di bawah linea intertrochanterica lebih tebal
dari pada yang melekat pada bagian tengah linea intertrochanterica.
Hasilnya ligamentum iliofemorale memiliki bentuk seperti huruf
Y.
Ligamentum ischiofemorale memperkuat aspectus posterior
membrana fibrosum. Ligamentum ischiofemorale ke arah medial
melekat pada ischium, tepat di posteroinferior dari acetabulum dan
ke arah lateral pada trochanter major di sebelah dalam dari
ligamentum iliofemorale.
2.2.5 Klasifikasi
Dislokasi hip joint terbagi menjadi tiga jenis:
Posterior
Dislokasi posterior merupakan kasus paling umum yang
mencakup hampir 90% dari semua kasus. Hal ini diakibatkan
karena setengah dari posterolateral collum femur terletak di
luar kapsul, sehingga melemahkan support posterior panggul.
Dislokasi posterior dihasilkan dari gaya yang ditransmisikan
sepanjang batang femur dengan posisi tungkai adduksi.
Mekanisme paling umum adalah ketika terjadi tabrakan
kendaraan bermotor dan lutut menabrak dashboard. Caput
femoris akan didorong ke posterior, ke arah coronal plane dari
acetabulum. Presentasi dislokasi posterior menunjukkan pasien
dengan nyeri hebat. Seluruh tungkai akan terotasi internal dan
ditandai dengan adanya fleksi lutut dan adduksi paha. Caput
femoris jarang terlihat, tapi bias teraba di gluteus (Hogan,
2004).
Klasifikasi dislokasi hip joint posterior penting untuk
pengobatan. Berdasarkan Thompson-Epstein, dibagi menjadi
klasifikasi berikut:
Tabel 1. Thompson-Epstein classification of posterior hip
dislocation (Sanders et al, 2010).
2.2.7 Tatalaksana
Tatalaksana dislokasi panggul ditujukan untuk reduksi dini dan
menghindari komplikasi. Reduksi caput femur segera dilakukan di hampir
semua kasus. Apabila ditunda, telah terbukti akan meningkatkan insidensi
osteonekrosis. Close reduction dengan sedasi atau anestesi harus
dilakukan di unit gawat darurat, kecuali jika ditemukan adanya fraktur
tulang panggul atau femur. Kasus seperti ini mungkin memerlukan close
reduction di ruang operasi dengan general anestesi atau open reduction
(Sanders et al, 2010).
Prioritaskan ABC pasien terlebih dahulu agar pasien dapat
distabilkan dengan tepat. Cedera terkait yang mengancam jiwa serta
kondisi komorbid harus ditangani secara memadai. Radiografi yang sesuai
harus diperoleh agar pola anatomi dapat diketahui dan dapat dipakai
sebagai panduan reposisi yang sesuai. Pasien harus dianestesi untuk
mengoptimalkan relaksasi otot dan mengontrol nyeri (Hogan, 2004).
b. Bigelow Manuver
Pasien dalam posisi supinasi ketika operator
menggenggam tungkai dengan satu tangan dan menempatkan
tangan yang bebas di belakang lutut. Asisten akan melakukan
countertraction dengan mengaplikasikan tekanan ke bawah
pada anterosuperior spina iliaca. Operator akan
mengaplikasikan inline longitudinal traction dan memfleksikan
lutut pasien hingga 900. Ketika tungkai tereduksi, operator
akan melakukan ekstensi, abduksi, dan rotasi eksternal agar
caput femur bergerak ke acetabulum. Operator sebaiknya
berdiri di samping tempat tidur pasien pada saat melakukan
teknik ini (Dawson-Amoah et al., 2018).
2.2.8 Komplikasi
a. Komplikasi dini
Kerusakan nervus skiatik
Kerusakan nervus ini biasanya dapat pulih. Apabila lesi terjadi
sesudah reposisi, maka perlu dilakukan eksplorasi saraf.
Kerusakan pada caput femur
Dislokasi sering menyebabkan caput femur menabrak acetabulum
hingga pecah.
Kerusakan pada pembuluh darah
Pembuluh darah yang sering terlibat adalah a. gluteal posterior.
Jika curiga terjadi robekan pembuluh darah, maka perlu dilakukan
arteriogram.
Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur seringkali didapatkan pada dislokasi
panggul. Apabila pada fraktur tersebut, femur proksimal ditemukan
dalam keadaan adduksi, perlu dicurigai adanya dislokasi panggul.
Sebaliknya dilakukan pemeriksaan radiologi pada sendi atas dan
bawah area fraktur (Rasjad, 2015).
b. Komplikasi lanjutan
Nekrosis vascular
10% dari dislokasi panggul akan menyebabkan kerusakan
pembuluh darah. Apabila reposisi ditunda sampai beberapa jam,
insiden akan meningkat 40%. Kelainan ini biasanya dideteksi
setelah 6 bulan hingga 2 tahun dan dengan pemeriksaan radiologi
akan ditemukan fragmentasi, sklerosis, dan pembentukan kista.
Miositis osifikans
Dislokasi yang tidak dapat direduksi
Hal ini bisa terjadi jika reduksi ditunda beberapa hari dan reposisi
sulit untuk dilakukan.
Osteoarthritis
Osteoarthritis terjadi akibat adanya kerusakan tulang rawan,
terdapat fragmen fraktur dalam ruang sendi atau adanya nekrosis
iskemik caput femur (Rasjad, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Blom, A., David, W., Whitehouse, M.R., 2018. Apley & Solomon’s System of
Orthopaedics and Trauma Tenth Edition. Taylor Fr. Group, LLC.
Drake, R.L., Vogl, A.W., Mitchell, A.W.., 2018. Gray’s Basic Anatomy 2nd
Edition 2018, Elsevier.
Mandell, J.C., Marshall, R.A., Weaver, M.J., Harris, M.B., Sodickson, A.D.,
Khurana, B., 2017. Traumatic hip dislocation: What the orthopedic surgeon
wants to know. Radiographics 37, 2181–2201.
https://doi.org/10.1148/rg.2017170012
Waddell, B.S., Mohamed, S., Glomset, J.T., Meyer, M.S., 2016. A detailed review
of hip reduction maneuvers: A focus on physician safety and introduction of
the Waddell technique. Orthop. Rev. (Pavia). 8, 10–15.
https://doi.org/10.4081/or.2016.6253
Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit
Buku Kedoktern EGC. Jakarta