Oleh :
Aldo Victoria
G1A219082
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Widuri Astuti, Sp. An yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Anestesi di Rumah Sakit
Umum Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari pihak lain sangat diharapkan guna
kesempurnaan laporan Case Report Session ini, sehingga dapat bermanfaat bagi
penulis dan para pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
General anestesi atau anestesi umum yaitu meniadakan nyeri secara sentral
dan menghilangkan kesadaran secara reversible. Perhatian utama pada anestesi
umum adalah keamanan dan keselamatan pasien yang salah satunya ditentukan oleh
kestabilan pernapasan dan hemodinamik. Keuntungan teknik anestesi ini adalah
pasien tertidur selama pembedahan dan terbangun setelah di ruang pemulihan
sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan dengan optimal.
4
otak yang berlebihan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum (untuk diserap) ke
dalam perut.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Adkayra Salsabila
Tanggal Lahir : 10 September 2020
Umur : 7 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
TB/BB : 74 cm/ 9 kg
Gol. Darah : O+
Alamat : Muara Jambi
No. RM : 966357
Ruangan : Bedah
Diagnosa : Hidrocephalus
Tindakan : Pro VP Shunt
Keluhan kepala semakin lama semakin membesar. Awalnya orang tua os tidak
menyadari perubahan yang dialami os, namun, setelah itu orang tua os mengatakan
bahwa kepala os semakin lama semakin membesar dan mata os menjadi lebih
cekung. Dokter mendiagnosa os dengan hydrocephalus dan menganjurkan untuk
dilakukannya operasi vp shunt.
Untuk keluhan demam (-), kejang (-), sianosis (-), sesak nafas (-), muntah proyektil
(-), BAK dan BAB (+) normal.
6
Riwayat penyakit dahulu:
a. Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah :-
Nadi : 100 x/I, regular, adekuat
RR : 29 x/i
Suhu : 36,7o C
b. Kepala : Makrocephal, Lingkar kepala 54,5 cm (PR Normal 32-35
cm)
c. Mata : Nistagmus (+), SI -/-, CA -/-, RC +/+, isokor +/+
d. Telinga : Normal, serumen (-), otore (-)
e. Hidung : Simetris (+), nafas cuping hidung (-),deformitas septum(-),
Rinore (-), epistaksis (-)
f. Mulut : bibir kering (-), mukosa lembab (+), labioscisis (-),
palatoscisis (-), Mallampati (Sulit dinilai)
g. Leher : Simetris, pembesaran KGB (-).
h. Thoraks
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Fremitus vokal (+/+), krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi
- Cor : BJ I/II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
7
- Pulmo : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
i. Abdomen
- Inspeksi : Perut rata, tidak ada kelainan warna kulit, tidak tampak
pelebaran pembuluh darah, tidak terdapat jaringan sikatrik, tidak tampak
massa.
- Auskultasi : Bising usus (+) normal pada lapang abdomen
- Perkusi : Timpani pada lapang abdomen
- Palpasi : Teraba supel, nyeri tekan (-)
j. Genital : dalam batas normal
k. Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
Hasil pemeriksaan post operasi
Elektrolit (21-04-2021)
Natrium : 138,3 mg/dl
9
Hasil CT – scan : CT-Scan Kepala Tanpa Kontras kesan Hidrocephalus
C. LAPORAN ANESTESI
10
Gol. Darah : O+
Alamat : Muara Jambi
No. RM : 966357
Ruangan : Bedah
Diagnosa : Hidrochepalus
Tindakan : Pro VP Shunt
Operator : dr. Rhonaz, Sp.BS
Ahli Anestesi : dr. Sulistyowati, Sp. An
Gigi :-
Berat Badan : 9 kg
b. Laboratorium
Darah Rutin ( 07-04-2021)
WBC : 14,1 x 103/L
RBC : 4,68 x 1012/L
HGB : 12,0 gr/dL
HCT : 37,2 %
11
PLT : 443 x 109/L
Masa Pendarahan (BT) : 1 menit
Masa Pembekuan (CT) : 3,5 menit
GDS : 102 mg/dl
Faal Hati ( 07-04-2021)
SGOT : 45 u/l
SGPT :40 u/l
Albumin : 4.2 g/dl
Globulin : 4,1 g/dl
2. Tindakan Anestesi
1. Diagnosa pra bedah : Hidrochepalus
2. Tindakan bedah : Pro VP Shunt
3. Status fisik ASA : ASA II
4. Malampati : Sulit Dinilai
5. Jenis anestesi : Anestesi umum ( General Anestesi)
Pramedikasi :
Jam : 09.15 WIB
Midazolam 0,05 mg/kgbb (IV)
Ondansetron 4 mg (IV)
Asam Tranexamat 20 mg/kgbb = 180 mg (IV)
6. Persiapan alat :
STATICS
Scope : Stetoskop dan Laringoskop
Tube : ETT Single Lumen no 5
Airway : Goodle
12
Tape : Plaster Panjang 2 buah dan pendek 2 buah
Intorducer : Mandrin
Connector : Penyambung Pipa
Suction : Suction
Anestesi umum :
Induksi intravena dengan Fentanil 5 µg dan induksi inhalasi
dengan Sevofluran 2%
Intubasi dengan ETT no.5 dengan laringoskop blade
lengkung
Maintenance dengan Sevofluran + O2
13
3. Keadaan Selama Operasi
a. Letak Penderita : Supine
b. Intubasi : Oral, No. Tube : 5,0
c. Penyulit Intubasi : Tidak ada
d. Lama Anestesi : ± 1 jam 30 menit
e. Jumlah Cairan
Input :
RL 500 ml : 500 cc
Output :
Urine : ± 50 cc
Perdarahan : ± 50 cc
Cairan pus :-
14
= 6 jam x 36 cc/jam
= 216 cc
SO
= 4 cc/KgBB/jam (operasi sedang)
= 4 cc x 9 kg/jam
= 36 cc/jam
EBV = 9 kg x 85ml/kgbb
EBV = 765 ml
= 58,84 cc
Jam I: ½ PP + M + SO = cc
½ ( 216 cc) + 36 cc + 36 cc = 108 + 36 + 36 =180 cc
Jam II : ¼ PP + M + SO = cc
¼ (216 cc) + 36 cc + 36 cc = 54 + 36 + 36 = 126 cc
TOTAL : 306 cc
4. Monitoring
TD awal = - , Nadi =130 x/menit, RR = 29 x/menit
Jam TD Nadi RR SpO2 Keterangan
Pasien masuk ke kamar operasi, dan dipindahkan ke meja
operasi
09 : 00 - 130 26 100% Pemasangan alat monitoring, saturasi, nadi, oksigen 2L
Diberikan cairan RL dan obat premedikasi (Midazolam 10 mg,
ondansentron 4 mg, Asam tranexamat)
Pasien dipersiapkan untuk induksi
09 : 20 - 120 26 100%
15
Pasien di berikan analgesik fentanil 20 mcg, induksi dengan
Profofol 30 mg, cek refleks bulu mata. Kemudian pasien
dipasangkan sungkup dan mulai di bagging, lalu diberikan
relaksan yaitu atracurium 0,25 mg/kgbb IV.
Setelah di bagging selama 5 menit pasien di intubasi dengan
ETT no. 5
Dilakukan auskultasi di kedua lapang paru untuk mengetahui
09 : 30 - 120 26 100% apakah ETT terpasang dengan benar.
ETT di hubungkan dengan ventilator.
ETT difiksasi dengan plester.
Diberikan maintenance yaitu sevoflurans 2% dan N 2O 2L
Kondisi terkontrol
09 : 45 - 125 26 100%
Kondisi terkontrol
10 : 00 - 120 26 100%
Kondisi terkontrol
10 : 15 - 115 26 100%
Kondisi terkontrol
10 : 30 - 120 26 100%
Kondisi terkontrol
10 : 45 - 120 26 100%
5. Ruang Pemulihan
Masuk Jam : 10.55 WIB
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15
Tanda vital
TD :-
Nadi : 120 x/menit
16
RR : 25 x/menit
SpO2 : 99%
Pernafasan : Baik
Scoring steward:
pergerakan :2
Pernafasan :2
Kesadaran :2
Jumlah :6
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 HYDROCEPHALUS
A. Definisi
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air,
dan cephalus yang berarti kepala.5 Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan
sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan
serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf
pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan
serebrospinal.1
B. Epidemiologi
Kasus hidrocephalus merupakan salah satu masalah dalam bedah saraf yang
paling sering ditemui. Data menyebutkan bahwa hidrosefalus kongenital terjadi
pada 3 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan ditemukan lebih banyak di
negara berkembang seperti Brazil yaitu sebanyak 3,16 dari 1000 kelahiran.3,8
Sedangkan di Indonesia ditemukan sebanyak 40% hingga 50% dari kunjungan
berobat atau tindakan operasi bedah saraf.2
C. Etiologi
Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua, yaitu penyebab prenatal dan postnatal. Penyebab prenatal Sebagian besar anak
dengan hidrosefalus telah mengalami hal ini sejak lahir atau segera setelah lahir.
Beberapa penyebabnya terutama adalah stenosis akuaduktus sylvii, malfromasi
Dandy Walker, Holopresencephaly, Myelomeningokel, dan Malformasi Arnold
Chiari. Selain itu, terdapat juga jenis malformasi lain yang jarang terjadi. Penyebab
lain dapat berupa infeksi in-utero, lesi destruktif dan factor genetik.1,2,10-12 Stenosis
Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10% kasus pada bayi baru lahir. Insidensinya
berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Malformasi Dandy Walker terjadi pada
2-4% bayi yang baru lahir dengan hidrosefalus. Malformasi ini mengakibatkan
18
hubungan antara ruang subarakhnoid dan dilatasi ventrikel 4 menjadi tidak adekuat,
sehingga terjadilah hidrosefalus. Penyebab yang sering terjadi lainnya adalah
Malformasi Arnold Chiari (tipe II), kondisi ini menyebabkan herniasi vermis
serebelum, batang otak, dan ventrikel 4 disertai dengan anomaly inrtakranial
lainnya. Hampir dijumpai di semua kasus myelomeningokel meskipun tidak
semuanya berkembang menjadi hidrosefalus (80% kasus).1,11,12 Penyebab postnatal
Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista arakhnoid dan kista
neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang mengganggu aliran likuor.
Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena juga merupakan penyabab yang
cukup sering terjadi.1,10 Dari penjelasan di atas, hidrosefalus dapat diklasifikasikan
menjadi hidrosefalus obstruktif dan hidrosefalus komunikans seperti yang dapat
dilihat pada tabel 1.1,2,7
Tabel 1. Klasifikasi Hydrocephalus
Hidrosefalus obstruktif Hidrosefalus komunikans
Kongenital Kongenital
Stenosis akuaduktus Malformasi Arnold Chiari (tipe II, jarang
Kista Dandy Walker pada type I)
Benign intracranial cysts (seperti kista Ensefalokel
arachnoid) Deformitas basis kranii
Malformasi vaskular (seperti aneurisma
vena Galen) Didapat
Infeksi (intrauterin misalnya CMV,
Didapat toxoplasma, postbacterial meningitis)
Tumor (seperti ventrikel 3, regio pineal, Perdarahan (IVH pada infan, sub-
fossa arachnoid
posterior) haemorrhage)
Lessi massa lainnya (seperti giant Hipertensi vena (seperti trombosis sinus
aneurysms, venosa,
abses) arterio±venous shunts)
Ventricular scarring Meningeal carcinomatosis
Sekresi berlebihan CSF (papiloma pleksus
koroidalis)
19
D. Gejala Klinis
Hidrosefalus pada bayi
Kejadian hidrosefalus pada bayi adalah sekitar 3-4 per 1000 kelahiran dan
sebagian besar kasus disebabkan oleh kelainan kongenital. Insiden hidrosefalus
terjadi akibat kelainan kongenital adalah 1-1,5 per 1000 kelahiran.
Penyebab kongenital yang paling umum adalah stenosis aqueduct Sylvius.
Atresia kongenital dari foramen Luschka dan Magendie (kista Dandy-Walker)
adalah penyebab yang jarang. Bentuk hidrosefalus yang didapat paling sering
terjadi setelah perdarahan intrakranial, terutama pada bayi prematur, meningitis dan
karena tumor. Peningkatan kelangsungan hidup bayi prematur dengan berat lahir
sangat rendah mengakibatkan peningkatan pada bayi dengan hidrosefalus yang
dihasilkan dari perdarahan intrakranial perinatal.
Hidrosefalus dapat timbul sebagai tekanan intrakranial akut yang meningkat
tetapi karena ketidakteraturan tengkorak bayi presentasi dapat lebih halus.
Gambaran klinis utama pada bayi adalah:
• gagal untuk berkembang
• peningkatan lingkar kepala (dibandingkan dengan kurva pertumbuhan normal)
• fontanel anterior tegang
• suara `cracked pot 'pada perkusi tengkorak
• transiluminasi rongga tengkorak dengan cahaya yang kuat
• pada keadaan yang berat, terjadi gangguan kesadaran dan muntah
• tampak 'setting sun' karena retraksi kelopak mata dan gangguan pandangan ke
atas akibat tekanan ventrikel ke-3 pada tektum otak tengah
• scalp tipis dengan dilatasi vena
20
menyebabkan perpindahan kea rah atas dari tentorium dan torcula.
Kebanyakan pasien akan mengalami hidrosefalus saat didiagnosis dengan
DWM. DWM adalah malformasi fossa posterior tersering, dan secara
tipikal terjadi sporadic.17
Banyak pasien tidak memiliki gejala selama beberapa tahun,
sedangkan yang lainnya dapat muncul dengan beberapa komorbid.
Tatalaksana secara umum berfokus pada penurunan gejala hidrosefalus dan
cystoperitoneal shunting. DWM didiagnosis ketika ada 3 tanda utama
muncul pada pasien yaitu agenesis atau hipoplasia dari serebelar vermis,
dilatasi kistik dari ventrikel ke empat dan pembesaran fossa posterior.
Sebuah bagian dari DWM beberapa kali dilaporkan dan disebut dengan
terminology DW varian. DW varian secara umum merupakan bagian lebih
ringan dari DWM, tetapi pada DW varian pembesaran fossa posterior tidak
terlihat. DWM juga dapat diklasifikasikan ke dalam spectrum yang disebut
sebagai DW kompleks, yang meliputi DW varian dan Mega Cisterna
Magna. 17
3.2.2 Epidemiologi
Ada total 734 kasus dengan 562 kasus (76.6%) didiagnosis dengan
DWM dan 172 (23.4%) sebagai DW varian. Prevalensi dari DWM adalah
6.79 per 100.000 kelahiran. Dalam dua periode waktu dari tahun 2002-
2008 dan 2009-2015, prevalensi meningkat, dengan prevalensi DW varian
adalah 2.08 per 100.000 kelahiran.17
21
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McClelland S et al
pada tahun 2015, dari 14,559 pasien dengan DWS memiliki insidensi 1.36
per 1,000 kelahiran dengan mortalitas 3.77%. hingga saat ini, belum
banyak studi yang meneliti tentang epidemiologi dari DWM pada pasien
di Amerika Serikat maupun di seluruh dunia.
3.2.3 Klasifikasi18
Pada Dandy Walker tipe A, dimana vermis tidak terlihat oleh karena
hypoplasia dan atau rotasi yang terdiri atas DWM, dan DW varian dimana
ventrikel ke empat terbentuk lebih baik, dilatasi yang tidak terlalu besar dan
biasanya berhubungan dengan spasi arachnoid perivermis, dengan vermis lebih
sedikit mengalami disgenetik dan fossa posterior tidak terlalu mengalami
22
pembesaran. Tetapi sebenarnya, tidak ada diferensiasi yang jelas antara DWM
dengan DW varian.
3.2.4 Etiologi
23
3.2.5 Manifestasi Klinis17,18
Presentasi klinis pada DWM tidak spesifik, terdiri atas factor multiple
termasuk hidrosefalus, peningkatan TIK dan komorbid yang lainnya.
Kebanyakan pasien akan bergejala dalam tahun pertama kehidupan, dengan
tanda dan gejala peningkatan TIK. Manifestasi tersering adalah makrosefali,
mengenai 90%-100% pasien pada bulan pertama kehidupan. Bentuk sindromik
DWM juga dapat menyebabkan malformasi pada jantung, wajah, anggota
gerak, dan anomaly system gastrointestinal dan genitourinaria.
Secara umum, presentasi klinis pada DWM spesifik pada umur. Anak
usia dibawah 1 tahun lebih sering tidak memiliki gejala spesifik dan tanda
hidrosefalus dan peningkatan TIK. Makrokrania sampai saat ini masih menjadi
gejala tersering yang muncul. Ini merupakan konsekuensi dari hidrosefalus
tetapi dapat juga merupakan adanya fossa posterior yang membesar. Pada
beberapa kasus, sutura lambdoid dapat melebar, dicirikan sebagai bentuk
kepala anak-anak dengan DWM.
24
Pada anak diatas 1 tahun, DWM biasanya memiliki keluhan
keterlambatan perkembangan motoric, secara spesifik seperti berjalan dan
koordinasi. Paraparesis spastik adalah deficit motoric tersering. Sebenarnya,
retardasi psikomotorik juga merupakan keluhan yang frekuen pada berbagai
usia. Insidensi deficit neurologis fokal, seperti nystagmus, palsy nervus
kranialis, ataxia trunkalis, dan dismetria, mengindikasikan adanya disfungsi
serebelum atau batang otak, relative jarang terjadi.
Pada anak yang lebih tua dan dewasa, gambaran klasik sulit dinilai dari
umor fossa posterior, dengan nyeri kepala pada posterior, ataksia, muntah,
palsy nervus kranialis, tanda-tanda traktus piramidalis, perubahan mental
status dan peningkatan TIK. Keluhan berlangsung dalam waktu mingguan
hingga tahunan.
25
Komponen dalam Anestesi Umum
Tidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani di bawah
anestisia umum. Semua teknik anastesia harus dapat sewaktu-waktu dikonversikan
menjadi anestesia umum.
26
Jenis Jenis Anestesi Umum
Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi
terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa
nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi
dan secara intravena.
1. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi merupakan suatu anestesi yang menggunakan inhalan berupa
gas. Obat anestesi inhalasi yang sering digunakan saat ini adalah N 2O, halotan,
enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran. Agen ini dapat diberikan dan diserap
secara terkontrol dan cepat, karena diserap serta dikeluarkan melalui paru-paru
(alveoli). Mekanisme kerja obat inhalasi ditentukan oleh ambilan paru, difusi gas
dari paru ke darah dan distribusi ke organ. Sedangkan konsentrasi uap obat anestetik
dalam alveoli ditentukan oleh konsentrasi inspirasi, ventilasi alveolar, koefisien gas
darah, curah jantung, dan perfusi.4
1. Dinitrogenoksida (N2O)
N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak
iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak,
dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai
sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan
cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat
merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu
tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi
yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi
karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh.
Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai
perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi
umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% :
40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.
27
2. Halotan
Pada nafas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol % dan pada nafas
kendali sekitar 0,5 – 1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis
pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran
darah otak yang sulit dikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi,
sehingga tidak disukai untuk bedah otak. Kebalikan dari N2O, halotan
analgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga kombinasi keduanya ideal
sepanjang tidak ada kontraindikasi.
3. Enfluran
Induksi dan pulih anestesi lebih cepat dibandingkan halotan.Efek
depresi nafas lebih kuat, depresi terhadap sirkulasi lebih kuat, dan lebih
iritatif dibandingkan halotan, tetapi jarang menimbulkan aritmia. Efek
relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibandingkan halotan.
4. Isofluran
Dapat menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi
meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial, namun hal ini dapat
dikurangi dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga banyak
digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah
jantung minimal, sehingga digemari untuk anesthesia teknik hipotensi dan
banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.
5. Sevofluran
Merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak
merangsang jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi
di samping halotan. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat sama seperti
isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian
28
dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Belum ada laporan
yang membahayakan terhadap tubuh manusia.
2. Anestesi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah
terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya
dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi
bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesia,
pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan
oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
1. Barbiturate: Contohnya pentothal atau sodium thiopenthon ialah obat
anestesi intravena yang bekerja cepat (short acting). Bekerja
menghilangkan kesadaran dengan blockade sistem sirkulasi (perangsangan)
di formasio retikularis. Barbiturate menghambat pusat pernafasan di medula
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat
oleh barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen
badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturate tidak
menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
2. Propofol
Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat dalam air
dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan
2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan 2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa
premedikasi. Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan
barbiturat intravena lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien
dapat diambulasi lebih cepat setelah anestesi umum. Selain itu, secara
subjektif, pasien merasa lebih baik setelah postoperasi karena propofol
mengurangi mual dan muntah postoperasi. Propofol digunakan baik sebagai
induksi maupun mempertahankan anestesi dan merupakan agen pilihan
untuk operasi bagi pasien rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam
menghasilkan sedasi berkepanjangan pada pasien dalam keadaan kritis.
Penggunaan propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat (kritis)
29
dapat memicu timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat infeksi
pernapasan dan kemungkinan adanya skuele neurologik.
Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi secara
cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang
disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus
propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik
inhalasi lain.
Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup
berarti selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer
dan venodilatasi. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira
80% tetapi efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada
penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan
intubasi trakea.
Propofol dapat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan kemampuan
dalam memetabolisme obat-obat anestesi sedati yang lainnya. Propofol
tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak
dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena
bekerja lebih cepat dari tiopental dan konvulsi pasca operasi yang minimal.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini
didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai
akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler
sistemik. Propofol tidak mempunyai efek analgesik. Dibandingkan dengan
tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan jarang terdapat mual dan
muntah. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek antiemetik.
Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi
pernafasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem
kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi.
Pada susunan syaraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia,
kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga saat
pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg).
30
3. Ketamin
Derivat fensiklidin yang menghasilkan anestesi disosiatif yang
menyerupai keadaan kataleptik dimana mata pasien tetap terbuka dengan
nistagmus lambat. Pada saat yang sama pasien tidak dapat berkomunikasi,
terjadi amnesia dan analgesia yang sangat baik. Ketamin meningkatkan
tekanan darah sistolik 23% dari baseline, denyut jantung meningkat,
kadang-kadang timbul aritmia, serta menimbulkan hipersekresi. Mula kerja
30 detik pada IV, 2-4 menit pada IM. Lama kerja pada IV 10-20 menit,
tetapi memerlukan waktu 60-90 menit untuk berorientasi penuh. Waktu
paruh 7-11 menit. Kadar plasma tertinggi pada IV 1 menit, pada IM 5 menit.
Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuscular 3-10 mg. Efek analgesik dicapai dengan dosis sub anestetik
0,2-0,5 mg/kg IV. Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1
ml= 10mg), 5% (1 ml = 50 mg) dan 10% (1 ml = 100 mg).
4. Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan
dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia
opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg dilanjutkan dengan
dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
5. Benzodiazepin
yang digunakan sebagai anestetik ialah diazepam, lorazepam, dan
midazolam. Benzodiazepine juga digunakan untuk medikasi pra-anestetik
(sebagai neurolepanalgesia) dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan
oleh anestetik lokal dalam anestetik regional. Digunakan untuk induksi
anesthesia, kelompok obat ini menyebabkan tidur, mengurangi, cemas, dan
menimbulkan amnesia anterograd (setelah pemberian midazolam IM, IV),
tetapi tidak berefek analgesic. Efek pada SSP ini dapat diatasi dengan
antagonisnya, flumazenil.
31
a) Midazolam
Obat induksi jangka pendek atau premedikasi, pemeliharaan
anestesi, bekerja cepat dan karena transformasi metaboliknya cepat
dan lama kerjanya singkat, bekerja kuat menimbulkan sedasi dan
induksi tidur. Kemasan suntik 1 mg/ml, 5 mg/ml. Mula kerja 30
detik-1 menit IV, 15 menit IM. Efek puncak pada IV 3-5 menit, IM
15-30 menit. Lama kerja 15-80 menit IV/IM. Konsentrasi plasma
maksimum dicapai dalam 30 menit. Midazolam menyebabkan
tekanan darah menurun, lebih rendah dari diazepam, penurunan
sistolik maksimal 15%, yang disebabkan oleh vasodilatasi
perifer.Efek depresi pernafasan minimal.Juga menurunkan
metabolisme O2 di otak dan aliran darah ke otak. Dosis pre medikasi
0,03-0,04 mg/kg IV, sedasi 0,5-5 mg/kg IV, induksi 0,1-0,4
mg/kgbb IV.
b) Diazepam
obat yang berkhasiat ansiolitik, sedatif, relaksasi otot,
antikonvulsi dan amnesia..Waktu paruh 20-50 jam, tergantung
fungsi liver. Dibandingkan dengan barbiturate, efek anestesi
diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan
masa pemulihannya lama. Diazepam digunakan untuk berbagai
macam intervensi (menimbulkan sedasi basal sebelum dilakukan
pengobatan utama), meringankan kecemasan, anxietas atau stress
akut, dan prosedur seperti berkurangnya ingatan, juga untuk induksi
anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovaskular.
Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk
mengatasi konvulsi. Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran
yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek
analgesik. Dosis premedikasi 10-20 mg IM, induksi 0,3-0,6
mg/kgBB IV. Anak-anak 0,1-0,2 mg/kgBB 1 jam sebelum induksi.
Dewasa dan remaja 2-20 mg/kg IM/IV tergantung indikasi dan
beratnya gejala. Kemasan suntik 5 mg/ml. Injeksi dilakukan secara
32
lambat ± 0,5-1 ml/menit, karena pemberian terlalu cepat dapat
menimbulkan apnoe.
33
Gambar 1. Anatomi jalan napas pada pasien anak
Gambar; Bagian sagital dari orang dewasa (A) dan bayi (B) saluran
napas. (Direproduksi dengan izin dari Snell RS, Katz J. Anatomi Klinik
untuk Anesthesiologists. New York, NY: Appleton & Lange; 1988.)
Selain pada jalan napas terdapat beberapa perbedaan lain pada anak-anak
yakni bagian kepala oksiput yang lebih besar akan menyulitkan untuk
menempatkan pasien pada posisi sniffing untuk mengatasi hal tersebut dapat
dibetikan ganjalan bahu.3
34
3.3.1.2 Sistem Respirasi
Perbedaan utama yang paling mendasar pada sistem pernapasan anak-anak
adalah kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen yang lebih tinggi yaitu 6 ml/kg
, 3 kali lipat lebih banyak dari orang dewasa, namun karena volume tidal pada anak-
anak relatif sama dengan orang dewasa (6-8 ml/kg). bila dibandingkan dengan berat
badan maka hal tersebut dikompensasi melalui laju ventilasi yang lebih cepat (anak
<1 tahun : 30-60x per menit, 1-3 tahun: 24-40x per menit , 3-6 tahun : 22-34x per
menit , 6-12 tahun : 18-30x per menit , 12-18 tahun : 12-16x per menit).
Perbedaan lainnya adalah closing volume yang didefinisikan seabagi
volume udara yang terdapat pada paru-paru pada saat bronkioles respiratorius
kolaps bila ditemukan pada anak-anak nilainya lebih tinggi daripada kapasitas
residu fungsional sehingga rentan terjadi penutupan jalan napas pada akhir respirasi
dimana kapasitas residu fungsional akan berkurang bila terjadi apnea dan pada
anestesi, hal ini menuntut adanya pemberian ventilasi tekanan positif pada saat
anestesi pasien anak-anak.
Resistensi jalan napas dapat dihitung berdasarkan hukum poiseuille dimana
resistensi = 8 Ln/r4 . Radius memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan
resistensi, dimana pada anak-anak diameter saluran napas masih kecil mulai dari
lubang hidung sampai bronkioles respiratorius sehingga resistensi pada anak-anak
cenderung lebih tinggi daripada orang dewasa, hal ini dapat diatasi dalam
pemberian beberapa obat anestesi yang memiliki efek untuk mendilatasi bronkus
dan mengurangi resisten, namun bila terjadi edema sebanyak 1 ml saja dapat
mengurangi jalan napas sebanyak 60% , hal ini menimbulkan pendapat bahwa
sebaiknya terdapat sebuah bocoran disekitar ETT untuk mencegah trauma yang
dapat menyebabkan edema subglottis.
Dinding dada anak kecil banyak mengandung jaringan tulang rawan
sehingga lebih elastis dan menyebabkan compliance paru lebih tinggi, hal tersebut
memudahkan paru kolaps ketika ada peningkatan kerja ventilasi yang menuntut
35
tekanan intra-thoracic yang lebih negatif. Otot pernapasan bayi yang dominan
adalah diafragma, dimana otot diafragma bayi pada usia di bawah 2 tahun
didominasi oleh serat otot type 2 yang memiliki ketahanan terhadap beban berulang
yang rendah dibandingkan serat otot type 1, hal ini menyebabkan diafragma bayi
lebih mudah letih bila terdapat peningkatan laju ventilasi sedangkan laju ventilasi
anak-anak sendiri sudah lebih tinggi dari dewasa sehingga kemampuan untuk
meningkatkan usaha ventilasi secara efektif akan terbatasi.
Kadar volume dead space pada anak kecil dan dewasa cenderung sama yaitu
sekitar 33% bila dibandingkan dengan volume tidal namun penggunaan alat-alat
anestesi dapat meningkatkan volume dead space dan menggangu ventilasi secara
efektif sehingga penggunaan alat-alat anestesi harus diperhatikan dengan benar.
Semua faktor tersebut akan memudahkan terjadinya gangguan pernapasan dan
desaturasi pada anak kecil sehingga pengawasan kadar oksigen harus dilakukan
secara ketat.
3. Indikasi Pemasangan Endotracheal Tube
c. Perdarahan faring
d. Tindakan profilaksis
3. Ventilasi Mekanik
36
b. Penyakit jantung atau edema pulmoner
Bayi dan anak-anak memiliki tingkat ventilasi alveolar yang lebih tinggi
serta koefisien distribusi gas-darah yang lebih rendah dari orang dewasa sehingga
menyebabkan penyerapan obat inhalasi lebih cepat. Nilai MAC (Mean Alveolar
Concentration) untuk pasien anak sedikit lebih tinggi dari dewasa namun neonatus
membutuhkan MAC yang lebih rendah dari pasien dewasa, hal ini disebabkan
karena immaturitas otak, level progesterone residual dari ibu, dan kadar endorphin
ditambahkan kepada gas anestesi lain, maka kadar MAC yang dibutuhkan akan
berkurang karena efek second gas exchange dengan nilai sebagai berikut ; MAC
desflurane 25%.
Selain pengambilan, eliminasi obat anestesi pada pasien pediatrik juga lebih
cepat dibandingkan dengan orang dewasa , hal ini disebabkan karena tingginya laju
napas dan cardiac output serta distribusi yang besar kepada organ dengan
37
vaskularisasi banyak, di sisi lain hal ini menyebabkan mudahnya terjadi overdosis
obat anestesi pada pasien pediatrik. Fungsi hati bayi belum sepenuhnya terbentuk
sehingga hanya sedikit obat yang dimetabolisme di sana sehingga hepatitis yang
Neonatus memiliki proporsi cardiac output yang mencapai otak yang lebih
besar dibandingkan pasien anak sehingga dosis untuk induksi lebih kecil. Salah satu
obat yang paling sering digunakan untuk anestesi intravena adalah propofol walau
penggunaan dibawah umur 3 tahun belum direkomendasikan. Dalam pemberian
obat anestesi intravena perlu diketahui karena fungsi ginjal dan hati belum
sempurna maka interval dosis pemberian obat perlu diperpanjang agar tidak terjadi
toksisitas.
Dosis untuk anestesi intravena pada anak-anak harus disesuaikan karena
massa otot dan lemaknya berbeda dari orang dewasa. Efek samping dari propofol
yang dapat muncul adalah bradikardi dan hipotensi dimana insidensi bradikardia
pada anak-anak 10-20% lebih tinggi daripada orang dewasa, hal ini penting
dipertimbangkan karena pada pasien anak fungsi baroreceptor belum sempurna
sehingga pengaturan cardiac output didominasi oleh peningkatan laju nadi. Selain
propofol terdapat beberapa kombinasi obat yang dapat digunakan untuk anestesi
intravena.
38
Tabel 4. Dosis Obat Anestesi Intravena untuk Pasien Anak
39
Gambar 4. Dosis penggunaan muscle relaxan pada anak
B. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah, Laju nadi dan napas, Suhu
40
3) Data antropometrik : Tinggi dan berat badan
4) Adanya gigi yang lepas atau goyang
5) Sistem respirasi
6) Sistem Kardiovaskuler
7) Sistem Neurologi
C. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan penunjang disarankan bagi beberapa pasien anak dengan
kondisi khusus. Pemeriksaan kadar Hb dilakukan apabila diperkirakan akan ada
banyak pendarahan pada saat operasi, bayi prematur, penyakit sistemik dan
penyakit jantung kongenital. Pemeriksaan kadar elektrolit dapat dilakukan bila
terdapat penyakit ginjal ataupun metabolik lainnya dan pada kondisi dehidrasi.
Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan bila terdapat penyakit paru-paru, skoliosis
ataupun penyakit jantung. Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan sesuai
penyakit
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.
41
3.4.5 Puasa Pre-operatif
3.4.6 Premedikasi
42
3.4.7 Persiapan anestesia
A. STATICS :
Scope : Laringoskop apakah lampunya cukup terang atau tidak, serta
Stethoscope.
Tubes : ETT dipersiapkan dengan ukuran sesuai dan satu ukuran dibawah
dan diatasnya.
Airway : alat untuk menahan lidah agar tidak jatuh yakni pipa orofaringeal
Guedel atau pipa nasofaringeal.
Tapes : Plester untuk fiksasi ETT
Introducer : kawat untuk dimasukan ke dalam ETT]
Connector : penghubung antara ETT dengan sirkuit nafas
Suction : mesin pengisap untk membersihkan jalan napas.
B. Peralatan Elektronik :
Lampu ruangan
Mesin anestesia
Mesin penghangat tempat tidur
Infusion pump
Syringe pump
Defibrilator
3.4.8 Induksi
Induksi dapat dilakukan baik dengan metode inhalasi maupun metode
intravena. Metode inhalasi dapat digunakan apabila pasien takut terhadap jarum,
tidak kooperatif atau sulit mencari akses vena, namun metode inhalasi merupakan
teknik yang memerlukan 2 orang, orang pertama harus mempertahankan jalan
napas dan orang kedua mencari akses vena dan memasukan obat-obatan intravena
sesuai indikasi. Obat-obatan inhalasi anestesi yang paling sering diberikan adalah
43
halothane dan sevoflurane. Halothane memiliki bau yang manis sehingga mudah
dihirup dan bila ditambah dengan N2O dapat mempercepat induksi serta durasi obat
yang lebih lama namun dapat menimbulkan arritmia sehingga penggunaanya sudah
mulai ditinggalkan. Sevoflurane tidak bersifat irritatif dan memiliki onset yang
lebih cepat dan durasi yang lebih pendek namun dapat menyebabkan delirium pada
saat pasien sadar. Pilihan obat untuk induksi intravena adalah propofol, thiopental
dan ketamine.
3.4.9 Intubasi
Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi disarankan
menggunakan blade lurus, namun blade bengkok dapat digunakan bila pasien
memiliki berat 6-10 kg. Penggunaan ETT lebih disarankan jenis tanpa cuff pada
pasien berusia dibawah 8 tahun, serta usahakan terdapat sedikit bocoran pada ETT.
Ukuran ETT pada anak-anak dapat menggunakan rumus Modified Cole formula
dan Khine Formula: [(Usia/4) + (4, bila tanpa cuff jadinya ditambah 3)]. Kedalaman
ETT dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus : [(Usia/2) + (12) bila pada
anak berusia >2 tahun, bila usia anak <2 menggunakan rumus: (Ukuran ETT X 3).
Kedalaman ETT dapat diperhitungkan dengan rumus namun tetap harus
disesuaikan secara klinis dengan mendengarkan suara napas kedua paru pasien.
Penggunaan LMA disesuaikan dengan berat badan pasien.
44
45
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan kepala yang membesar dan mata yang
semakin cekung. Kepala membesar pada pasien dirasakan orang tua pasien sejak
pasien lahir
46
bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks
yang membahayakan.
Tindakan anestesia pada kasus ini adalah dengan menggunakan general
anestesi menggunakan teknik anestesia secara induksi intravena dan rumatan
inhalasi. Induksi pada pasien ini dengan injeksi Fentanil 20 mcg dan propofol 30
mg, serta pemasangan ETT no 5 dengan dosis pemeliharaan menggunakan anestesi
inhalasi: sevoflurans + N2O: O2.
Berdasarkan teori, induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat
pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya
anestesi. Pada pasien ini diberikan fentanil 20 mcg, dimana berdasarkan teori
golongan opioid (morfin, petidin, fentanyl dan sufentanil) untuk induksi diberikan
dalam dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestsia opioid
digunakan fentanyl dosis induksi 2-20 mcg/kgbb. Dosis pada pasien ini sudah tepat.
Pada pasien ini diberikan maintenance O2 + N2O + sevoflurans. Oksigen
diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O
harus disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapi
analgetiknya kuat. Sevoflurane merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih
anestesi lebih cepat dibandingkan isoflurane. Efek terhadap kardiovaskular cukup
stabil, jarang menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihentikan, sevoflurane
cepat dikeluarkan oleh tubuh.
Kebutuhan total cairan pada pasien ini, yaitu 306 cc selama operasi, terdiri
dari jumlah cairan pengganti puasa 108 cc, maintenance 36 cc, stress operasi 36 cc.
pada jam I dibutuhkan 180 cc, pada jam II dibutuhkan 126 cc dengan jumlah cairan
pengganti 54 cc, maintenance 36 cc, stress operasi 36 cc. Cairan yang telah masuk
RL sebanyak 500 cc. Kebutuhan cairan pada pasien ini belum terpenuhi.
Dalam kasus ini pasien termasuk dalam kategori sulit ventilasi dan sulit
intubasi, dimana sulit ventilasi dikarenakan pasien adalah pediatrik dan kurangnya
kooperatif pasien terhadap tenaga medis, mallampati yang sulit dinilai dan ukuran
kepala yang cukup besar, dan termasuk sulit intubasi dikarenakan besarnya bagian
oksipital pasien (yang umumnya sudah besar pada anak-anak) karena adanya
47
hidrosefalus dan besar lidah pasien yang cukup besar dibandingkan dengan mulut
pasien menjadikan jalur intubasi cukup sulit.
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Pada saat di
RR, dilakukan monitoring seperti di ruang operasi, yaitu meliputi tekanan darah,
saturasi oksigen, EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil. Bila pasien gelisah harus
diteliti apakah karena kesakitan atau karena hipoksia (TD turun, nadi cepat,
misalnya karena hipovolemik). Bila kesakitan harus diberikan analgetik, namun
jika gelisah karena hipoksia harus diobati sebabnya, misalnya dengan menambah
cairan elektrolit (RL), koloid, darah.
Oksigen selalu diberikan sebelum pasien sadar penuh. Pasien hendaknya
jangan dikirim keruangan sebelum sadar, tenang, reflek jalan nafas sudah aktif,
tekanan darah, nadi dalam batas normal.
48
BAB V
KESIMPULAN
Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang
dewasa, karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Seperti pada
anestesia untuk orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus
diketahui betul sebelum dapat melahirkan anestesia karena itu anestesia pediatri
seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah
berpengalaman.
Secara anatomis lokasi larynx, glotis dan kartilago krikoid pada pasien anak
terletak lebih tinggi sehingga akan lebih mudah untuk melakukan intubasi dengan
blade lurus, serta karena jalan napas yang sempit maka keterampilan dan kehati-
hatian dokter anestesi sangat diutamakan.
Pada laporan kasus ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada
operasi vp shunt dengan indikasi hydrochepalus pada pasien anak perempuan, umur
5 tahun 10 bulan, status fisik ASA II dengan menggunakan teknik anestesi umum
dengan ET no.3,5. Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya
permasalahan yang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan
timbulnya komplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.
Pada kasus ini tatalaksana airway dilakukan External Laryngeal Maneuver
dalam mempermudah ventilasi maupun intubasinya, dan diletakkan juga bantal
yang kecil dibelakang bahu pasien agar meminimalisir kesulitan intubasi yang
disebabkan oleh oksipital pasien yang besar.
49
DAFTAR PUSTAKA
51