Disusun Oleh:
Aja
20
Pembimbing:
dr. Syariful Anwar , Sp.B
PENDAHULUAN
Prostat terletak antara tulang kemaluan dan dubur, mengelilingi saluran uretra
pada pintu saluran yang masuk ke kandung kemih. Ketika urin keluar dari kandung
kemih, akan melewati saluran di dalam kelenjar prostat, yang disebut uretra prostat.
Benign Prostatic hyperplasia (BPH) merupakan penyakit yang sangat sering
mengakibatkan masalah pada pria. Selain dapat meningkatkan morbiditas, juga
mengganggu kualitas hidup pria.1,2
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak sebelah
inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran,
organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya
aliranurine keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa 20 gram.3
1
2
Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri
tiap-tiap pertanyaan. Kemudian dihitung total skor dengan interpretasi skor 0-7:
bergejala ringan, skor 8- 19: bergejala sedang, skor 20-35: bergejala berat.3,4
Pada studi ini dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki berusia 69 tahun
dengan Benign Prostatic Hyperplasia dengan retensio urine.
BAB II
STATUS PASIEN
Umur : 69 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Sabang
I. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh secara alloanamnesis pada:
3
4
BAK namun saat BAK hanya menetes dan merasa kurang puas. BAK tidak keluar
batu, tidak berdarah, demam tidak ada, nyeri pinggang tidak ada, buang air besar
biasa.
- Riwayat perawatan
Pasien telah dipasangkan katater di puskesmas sabang seejak 1 minggu sebelum
di rujuk ke RS
- Riwayat pembedahan ( disangkal)
- Riwayat pengobatan ( disangkal)
- Riwayat alergi
Pasien sudah berhenti merokok sejak lama , konsumsi alkohol ataupun NAPZA
lainnya disangkal.
Jantung
6
Abdomen
Perkusi : Timpani
C. Status Neurologis
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M6 V5
D. Status Lokalis
Regio CVA dextra-sinistra
Penis
Inspeksi : Sirkumsisi (+), oedem (-), kemerahan dan tanda tanda radang
(-), sekret (-), OUE tidak hiperemis
Skrotum
Inspeksi : Simetris, massa (-), oedem(-), jejas (-), tidak ada tanda-tanda
radang dan oedem
Regio anal
Karsinoma buli-buli
Prostatitis akut
V. TATALAKSANA
Non farmakologi
1. Istirahat
2. Minum air yang cukup
3. Menjaga higienitas sekitar
Farmakologi
Candesartan 1x 8 mg
Amlodipin 1x5 mg
Alprazolam 1x0,5 mg
VI. PLANNING
Darah rutin
KGDS
Ur/Cr
Rapid Antigen SARS-Cov-2
Urinalisa
Konsul dokter spesialis penyakit dalam
Darah rutin :
Leukosit : 13 (N: 4,0 – 10,0)
Eritrosit : 4,73 x106 (N: 4,4-5,9x106)
9
VIII. FOLLOW UP
Tabel 2.2 Hasil Follow up pasien
VAS Nyeri : 5
Transamin 500 mg/8 jam
A:
TINJAUAN PUSTAKA
BPH adalah tumor jinak yang sebagian besar terjadi pada pria, dan timbulnya
berkaitan dengan usia. Prevelensi histologi BPH pada studi bedah meningkat dari
20% pada pria usia 41-50 tahun, 50% pada pria usia 51-60 tahun dan lebih dari 90%
pada pria usia lebih dari 80 tahun.6 Meskipun upaya penelitian intensif di 5 dasawarsa
terakhir untuk menjelaskan etiologi yang mendasari pertumbuhan prostat pada pria,
sebab dan akibatnya belum dapat ditetapkan.7
3.2 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihydrotestosterone (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat.3
12
13
Pada pria dengan usia yang semakin tua, kadar tetosteron makin menurun,
sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen dan
testosterone relative meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang menurun merangsang
terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat yang telah 9 ada memiliki usia
yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.3
c. Interaksi stroma-epitel
Risiko BPH pada laki-laki dengan riwayat keluarga yang pernah menderita
BPH sebesar 5,28 (95% CI : 1,78-15,69) kali lebih besar dibandingkan dengan yang
tidak mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita BPH. Hasil penelitian ini
sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya, hal ini menunjukkan adanya asosiasi
kausal dari aspek konsistensi. Seseorang akan memiliki risiko terkena BPH lebih
besar bila pada anggota keluarganya ada yang menderita BPH atau kanker Prostat.
Dimana dalam riwayat keluarga ini terdapat mutasi dalam gen yang menyebabkan
fungsi gen sebagai gen penekan tumor mengalami gangguan sehingga sel akan 11
berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya batas kendali. Hal ini memenuhi
aspek biologic plausibility dari asosiasi kausal.9
3.4 Patofisiologi
Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang, benjolan
di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).3
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis
atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat berkemih sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.3
3.6 Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba
massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensio urine. 3 Pemeriksaan colok
dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang
penting pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran
prostat dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras.3
Pemeriksaan Laboratorium
Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin,
yang merupakan tanda retensio urine. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan adanya;
penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel, atau sakulasi
buli-buli
3.7 Penatalaksanaan
yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.3,12,13
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan
miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu
urin setelah miksi, dan (6) mencegah progesifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai
dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang
invasif.3
a. Watchfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai
suatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan
konsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan
atau minuman yang mengiritasi buli-buli, (3) batasi penggunaan obatobat influenza
yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, serta (5)
jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodik pasien diminta untuk datang
kontrol dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik, disamping itu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflowmetri.3
b. Medikamentosa
c. Operasi
- Pembedahan terbuka
- TURP
- Elektrovaporisasi prostat
Cara elektrovaporisasi prostat adalah sama dengan TURP, hanya saja teknik
ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat,
sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak
banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa rawat di rumah sakit
lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak terlalu
besar ( < 50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.3
3.8 Komplikasi3,5
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urine terus berlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine yang akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urine, sehingga dapat terbentuk batu
saluran kemih dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu
tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat
mengakibatkan pielonefritis5 .
BAB IV
PEMBAHASAN
23
24
urgency (2), weak stream (2), straining (2), nocturia (2), dan kualitas hidup (6). Dari
pemeriksaan penunjang, darah lengkap didapatkan leukosit meningkat (13rb/uL).
Dari USG urologi didapatkan kesan adanya symple cyst ren dextra, vesicolithiasis,
pembesaran prostat (volume 42,3 ml) dengan kalsifikasi dan protusi ke VU, serta tak
tampak kelainan pada ren sinistra. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang di atas pasien diagnosa Benign Prostatic Hyperplasia dengan
retensio urine dan vesicolithiasis. Pembesaran prostat jinak atau lebih dikenal sebagai
BPH (benign prostatic hyperplasia) merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.1 BPH merupakan salah
satu keadaan yang menyebabkan gangguan miksi yaitu retensio urin yang
mengakibatkan supersaturasi urin, sehingga rentan untuk terbentuknya batu buli.
Diagnosis banding dari kasus ini adalah karsinoma prostat, karsinoma buli-buli
dan prostatitis akut. Karsinoma prostat dijadikan diagnosis banding berdasarkan pada
anamnesa bahwa pasien mengalami susah buang air kecil. Pasien juga merasakan
kesulitan untuk memulai BAK dan terkadang harus mengedan untuk buang air kecil,
pancaran semakin melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti
dan lancar kembali. Diagnosis karsinoma prostat disingkirkan karena pada
pemeriksaan rectal toucher konsistensi prostat kenyal, berbeda dengan karsinoma
prostat yang konsistensi prostatnya keras serta dapat teraba nodul. Prostatitis akut
dijadikan diagnosis banding karena berdasarkan anamnesa pasien mengeluh dirinya
sering berkali-kali ke kamar mandi dikarenakan hasrat ingin BAK tetapi saat BAK
hanya menetes dan BAK tidak lampias. Prostatitis akut disingkirkan karena pada
pasien ini tidak mengalami demam, sakit di punggung bawah dan bagian kelamin. 3,5,15
Batu buli-buli atau vesicolithiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan
miksi. Gangguan miksi salah satunya dapat terjadi pada pasien hiperplasia prostat.
Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama juga seringkali menjadi
inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Hal lain yang dapat menyebabkan
terbentuknya batu buli ialah adanya benda asing yang tidak sengaja dimasukkan ke
dalam buli-buli atau batu ureter yang turun ke buli-buli. 3 Penatalaksanaan pada kasus
25
ini yaitu dengan TURP (transuretrhral resection of the prostate) dengan prognosis
dubia ad bonam. Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan
medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri
tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja.
Namun, di antara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa
atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.3,13 Tujuan terapi
pada pasien hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu
urin setelah miksi, dan (6) mencegah progesifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai
dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang
invasif.3 a. Watchfull waiting Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH
dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai suatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1)
jangan konsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi
makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli, (3) batasi penggunaan obatobat
influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin,
serta (5) jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodik pasien diminta untuk
datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik, disamping itu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflowmetri. 3 b.
Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi
resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan dengan penghambat adrenergik alfa dan (2)
mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar
hormon testosteron/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
Selain kedua cara tersebut, banyak terapi dengan menggunakan fitofarmaka yang
mekanisme kerjanya masih belum jelas.5,14
26
Terapi pembedahan yang dilakukan pada pasien adalah TURP, yaitu Reseksi
kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan
(pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar
tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan
harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades). Pada hiperplasi prostat yang tidak
begitu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius, dan pada pasien yang umurnya
masih muda hanya diperlukan insisi kelenjar prostat atau TUIP (Transurethral
incision of the prostate) atau insisi leher buli-buli atau BNI (Bladder Neck Incision).
Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma
prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan ultrasonografi
transrektal, dan pengukuran kadar PSA.3,5
3. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar urologi Edisi kedua. CV. Sagung Seto. Jakarta :
2007.
6. Joseph C. Presti, Jr, MD, Christopher J. Kane, MD, Katsuto Shinohara, MD, &
Peter R. Carroll M. Smith’s General Urology. Neoplasms of the Prostate
Gland. 17th ed.; 2008.
8. Zucchetto A, Dkk. History of weight and obesity through life and risk of
benign prostatic hyperplasia. Int J Obes. 2005;29:798-803.
10. Platz E, Dkk. Alcohol Consumption, Cigarette Smoking, and Risk of Benign
27
28
11. Fadlol, Mochtar. Prediksi Volume Prostat pada Penderita Pembesaran Prostat
Jinak. Indones J Surg. 2005;XXXIII-4:139-145.
12. Reksoprodjo S. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Staf Pengajar Bagian
Ilmu Bedah FK UI. 2010.
13. Chung ASJ, Woo HH. Update on minimally invasive surgery and benign
prostatic hyperplasia. J AsUro. 2018;5:22-27.
14. Katzung BG, Trevor AJ, Masters SB. Benign prostatic hyperplasia. In:
Katzung and Trevor’s Pharmacology. Sixth edition. USA: McGraw-Hill. 2012.
p.483-86.