Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Tulang merupakan organ dan lokasi paling umum yang rentan terhadap
metastase kanker dan menyebabkan morbiditas yang cukup serius. Selain itu,
metastase kanker metastatik pada tulang akan membatasi fungsi tulang sehingga
menurunkan kualitas hidup dan bahkan menyebabkan kematian yang sebagian besar
disebabkan oleh komplikasinya, khususnya dari kanker payudara dan kanker prostat
karena prevalensinya yang tinggi.1 sebanyak 70% dari pasien yang telah mengalami
metastatic bone disease terbukti diakibatkan oleh kedua kanker tersebut. Karsinoma
tiroid, ginjal dan bronkus juga sering mengalami metastasis ke tulang, dengan insiden
pada pemeriksaan otopsi 30%-40%. Tumor dari saluran pencernaan jarang (±10%)
mengalami metastase ke tulang.2,3

Sekitar 400.000 pasien di Amerika Serikat yang memiliki kanker berkembang


menjadi metastasis tulang per tahun.4 Diperkirakan 70% dari pasien dengan kanker
payudara dan kanker prostat berkembang menjadi MBD, sedangkan 20% sampai 30%
dari pasien dengan kanker paru-paru dan kanker pencernaan yang berkembang
menjadi MBD. Lebih dari 1,2 juta kasus kanker yang didiagnosis setiap tahun, ada
sekitar 50% dari tumor ini dapat metastasis ke tulang.5 Berdasarkan penelitian terbaru
menggunakan populasi di Denmark, 1-3 tahun kelangsungan hidup kumulatif pada
pasien kanker payudara didiagnosis dengan metastase tulang adalah 59% dan pasien
kanker prostat yang didiagnosis dengan tulang metastasis adalah 47%.6

MBD saat ini menjadi isu pada bidang orthopaedi dan traumatologi seperti
halnya pada center onkologi.3 Berdasarkan pedoman dari British Orthopedic
Association (BOA), diperkirakan setiap tahunnya di Inggris terdapat 20.000 kasus,
dengan ± 9.000 kasus berhubungan dengan kanker payudara.3

1
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Epidemiologi

Kanker merupakan penyakit dengan karakteristik adanya gangguan atau


kegagalan mekanisme multiplikasi pada organisme multiseluler sehingga terjadi
perubahan perilaku sel yang tidak terkontrol. 1 Perubahan tersebut disebabkan adanya
perubahan atau transformasi genetic, terutama pada gen-gen yang mengatur
pertumbuhan, yaitu protoonkogen dan gen penekan tumor. Sel-sel yang mengalami
transformasi terus-menerus berproliferasi dan menekan pertumbuhan sel normal.1

Kanker merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Data
Global Action Against Cancer pada tahun 2005 dari WHO (World Health
Organization) menyatakan bahwa kematian akibat kanker dapat mencapai angka 45%
dari tahun 2007 hingga 2010, yaitu sekitar 7,9 juta jiwa menjadi 11,5 juta jiwa
kematian. Di Indonesia, menurut laporan Riskesdas tahun 2007 prevalensi kanker
mencapai 4,3 per 1000 penduduk dan menjadi penyebab kematian tertinggi setelah
stroke, tuberculosis, hipertensi, trauma, perinatal dan diabetes mellitus.7

Sekitar 1,2 juta pasien menderita kanker setiap tahunnya di Amerika Serikat, dari
jumlah tersebut sekitar 600 ribu orang mengalami metastasis ke tulang. 6 Sebagai
perbandingan, hanya sekitar 2.700 pasien menderita sarcoma tulang setiap tahun.
Kisaran usia pasien dangan sarcoma berbeda dengan pasien yang menderita
metastasis kanker ke tulang. Kebanyakan pasien dengan metastasis ke tulang berusia
diatas 50 tahun, sementara kebanyakan penderita sarcoma merupakan orang dewasa
muda dengan usia dibawah 30 tahun.1

Metastasis ke tulang yang paling sering adalah berasal dari karsinoma payudara,
selanjutnya secara berurutan karsinoma prostat, ginjal, paru-paru, tiroid, buli dan
traktus gastrointestinal. Sekitar 10 persen dari kasus metastasis tersebut tidak
ditemukan adanya tumor primer.4

2
Lokasi yang paling sering terjadinya metastasis tulang adalah pada
vertebra, pelvis, femur proksimal, dan humerus. Penyebaran biasanya melalui
aliran darah, tetapi kadang-kadang, tumor visceral menyebar secara langsung
ke tulang yang berdekatan (misalnya pelvis atau costa). Metastasis biasanya
osteolitik, dan sering terjadi fraktur patologis. Resorbsi tulang terjadi karena
efek langsung dari sel-sel tumor atau dari tumor-derived faktor yang
menstimulasi aktivitas osteoklastik. Lesi osteoblastic jarang terjadi, biasanya
terjadi pada carcinoma prostat.1

Primary Tumor Incidence of bone metastases (%)

Breast 73

Prostate 68

Thyroid 42

Kidney 35

Lung 36

Gastrointestinal tract 5

Tabel. Insidensi Metastase tulang berdasarkan sumbernya

3.2 Tipe – tipe Metastatic bone disease

Berdasarkan gangguan mekanisme remodelling tulang MBD (Metastatic Bone


Disease), dibagi menjadi 3 yaitu; Osteolytic, Osteoblastic, and Mixed.

 Osteolytic, adalah destruksi tulang normal yang biasanya terjadi pada multiple
myeloma (MM), renal cell carcinoma, melanoma, non- small cell lung cancer,
non- Hodgkin lymphoma, kanker titoid, Langerhans-cell histiocytosis, dan
sebagian kanker payu dara akan menyebabkan osteolitik metastase. Pada BMD
Destruksi tulang diperantarai oleh osteoklas daripada sel tumor itu sendiri.
Parathyroid hormone related peptide (PTHrp) memiliki pengaruh dalam proses

3
pembentukan lesi osteolitik. Sampai sekaang belum diketahui penjelasan pasti
bagaimana sel kanker menstimulasi peningkatan PTHrp dalam proses metastasis
ke tulang. Pada kondisi mikro dari tulang, ketika produksi RANKL meningkat
dan produksi osteoprotegerin secara nyata menurun, sehinggan RANKL
memiliki peran besar dalam pembentukan osteoclast.

 Osteoblastic ( atau sclerotic), adalah deposisi dari tulang baru, yang biasa terjadi
pada kanker prostat, kanker paru, Hodgkin lymphoma, atau medulloblastoma.
Mekanis me terjadinya metastasis osteoblasti masih belum diketahui
sepenuhnya. Dari beberapa literature didapatkan pada kanker prostat , prostate
specific antigen (PSA) diketahui dapat memotong PTHrp, sehingga
microenvironment didominasi oleh osteoblast dan menurunkan rearsorpsi tulang.

 Mixed, adalah terjadinya osteolytic, dan osteoblastic secara bersamaan pada


proses metastase kanker ke tulang, biasanya terjadi pada pasien kanker payu
dara, kanker saluran pencernaan, Meskipun kanker payudara lebih dominan
dengan lesi osteolitik, 15 – 20 % perempuan dengan BC mengalami keduanya.

3.3 Mekanisme Bone Metastase

Hampir semua metastasis kanker pada tulang bersifat multiple dan selalu
menyerang axial skeleton, khusunya pada tulang yang aktif dalam proses
hematopoetik. Teori lain didapatkan Paravertebral network memiliki peran besar
dalam proses metastasis, hal ini didukung dengan meningkatnya kejadian metastasis
sel kanker pada tulang tanpa adanya penyebaran melalui paru yang biasanya
diketuhai sebagai an alternative pathway of spread. Selain teori diatas pembetukan sel
kanker di pengaruhi oleh microenvironment yang sesuai.

- Vascular adhesion and extravasation : Aliran darah yang sangat tinggi pada
daerah sumsum tulang, menjadi predileksi terjadinya metastasis pada tempat
tersebut. lebih jauh lagi, sel tumor memproduksi molekul adhesive yang
mengikat secara erat ke sel stromal dari sumsum tulang dan matriks tulang.

4
Interaksi tersebut menyebabkan sel tumor meningkatkan produksi faktor
angiogenesis dan bone-resorpsing yang lebih lanjut lagi akan meningkatkan
pertumbuhannya di tulang. ketika di dalam pembuluh darah sel kanker akan
melakukan ekstravasasi ke dalam endotel dan tinggal di dalam jaringan spesifik.
Chemoatractive dan molekul adhesi memiliki peranan penting dalam penyebaran
sel kanker ke dalam vaskularisasi sumsum tulang. Ketika proses adhesi terjadi
sel kanker akan menggunakan molekul tertentu untuk pelekatannya, seperti
chemokins, integrins, osteopontin, bone sialoprotein, dan kolagen tipe I
merupakan molekul yang sangat penting dalam proses kolonisasi organ oleh sel
kanker. Contohnya BC akan menggunakan RANK untuk melalukan pelekatan
dengan RANKL.

- Micro-environmental support : Tulang juga merupakan tempat bagi beberapa


factor pertumbuhan, termasuk didalamnya transforming growth factor, insulin-
like growth factor I dan II, fibroblast growth factor, platelet-derived growth
factor, bone morphogenetic proteins, dan kalsium. Factor-faktor pertumbuhan
tersebut, yang dilepaskan dan teraktivasi selama proses resorpsi tulang,
menyediakan tempat yang subur (soil) bagi pertumbuhan sel tumor ( seed).
Hipotesis “seed and soil” tersebut pertama kali diungkapkan oleh Stephen Paget
pada tahun 1889.1

- Epithelial – Mesenchymal transition : EMT merupakan proses yang sangat


penting dalam pembentukan jaringan dan organ pada masa embriologi, sel epitel
normal akan kehilangan polaritas dan sel- sel adhesinya dan akan menjadi sel
mesenkim yang memiliki multipotent stroma sel untuk berdiferensiasi menjadi
berbagai tipe sel, dan dapat bermigrasi ke lingkungan baru. Sel kanker juga
memiliki proses yang hamir mirip akantetapi proses ini berubah menjadi invasive
phenotype.

3.4 Gambaran Klinis MBD

5
Terdapat beberapa gejala yang sering dialami pasien MBD, yaitu:

1. Nyeri, gejala utama yang dirasakan pasien dengan MBD, pasien merasakan nyeri
di tulang belakang, pelvis, dan extremitas karena tulang sudah dilemahkan oleh
sel tumor

2. Fraktur, tulang yang lemah akan lebih mudah patah, fraktur dan trauma minor
akan lebih mudah terjadi

3. Anemia, Tulang- tulang yang paling sering menjadi tempat penyebaran sel
kanker adalah Spine, tulang femur, pelvis, iga, tengkorak, dan extremitas atas ,
merupakan area yang bertanggung jawab atas bone marrow dalam memproduksi
sel darah mera, yang bertugas membawa oxygen ke jaringan dalam tubuh.

Pasien biasanya berusia 50-70 tahun, sehingga jika terdapat lesi destruksi pada
tulang pada kelompok usia ini diferensial diagnosis metastasis harus disertakan. Nyeri
tulang belakang merupakan keluhan yang paling sering, bahkan tidak jarang menjadi
satu-satunya keluhan. Nyeri tulang belakang dan nyeri paha pada orang tua (terutama
seseorang yang diketahui telah pernah mendapat pengobatan untuk karsinoma) harus
selalu dicurigai.10

 Hiperkalsemia

Hiperkalsemia paling sering terjadi pada pasien dengan kanker paru sel
squamosa, kanker payudara, dan kanker ginjal, dan pada beberapa keganasan
hematologis khususnya myeloma dan limfoma. 13 Pada kebanyakan kasus,
hiperkalsemia merupakan hasil dari destruksi tulang, dan metastasis yang bersifat
osteolitik terdapat pada 80% kasus. Pada kanker payudara, terdapat hubungan antara
hiperkalsemia dan terdapatnya metastasis ke hepar. Kaitan tersebut mungkin
menggambarkan hubungan anatara keterlibatan hepar dan produksi atau penurunan
metabolisme dari factor-faktor humoral yang berefek ke tulang seperti peptide terkait
hormon paratiroid atau activator dari reseptor nuclear factor-κB ligand. Sekresi dari
factor humoral dan parakrin oleh sel tumor akan menstimulasi aktivitas dan

6
proliferasi osteoklas, dan disana terdapat peningkatan nyata terjadinya turnover
tulang. Beberapa penelitian menetapkan peran dari hormon paratiroid terhadap
kejadian hiperkalsemia. Kadar dari hormone paratiroid meningkat pada dua per tiga
pasien dengan metastasis ke tulang dan pada semua pasien dengan hiperkalsemia
humoral. Ginjal juga memilii peran terhadap terjadinya hiperkalsemia malignan;
sebagai hasil dari penurunan volume dan hormone paratiroid, reabsorbsi kalsium dari
tubulus ginjal meningkat, yang lebih jauh lagi akan meningkatkan kadar kalsium
serum. Tanda dan gejala hiperkalsemia tidak spesifik, dan klinisi seharusnya
memiliki tingkat kecurigaan. Gejala-gejala yang umum termasuk diantaranya lemas,
anoreksia, dan konstipasi. Jika tidak diatasi, peningkatan progresif dari kadar kalsium
serum akan menghasilkan penurunan dari fungsi ginjal dan status mental. Kematian
pada khususnya terjadi sebagai akibat gagal ginjal dan aritmia jantung.13

 Fraktur Patologis

Destruksi dari tulang yang mengalami metastasis akan menurunkan


kemampuan menahan beban dari tulang dan akan menghasilkan mikro fraktur, yang
akan menyebabkan nyeri. Fraktur terjadi paling sering di tulang-tulang costae dan
vertebra. Fraktur yang terjadi pada tulang panjang atau perluasan epidural tumor ke
tulang belakang yang paling sering menyebabkan disabilitas. Kejadian fraktur tulang
panjang memiliki efek yang menentukan terhadap kualitas hidup pasien dengan
kanker stadium lanjut, beberapa usaha sudah dilakukan untuk memprediksikan lokasi
dari fraktur dan untuk mencegah terjadinya fraktur dengan pembedahan profilaksis.
Fraktur paling sering terjadi pada tulang dengan lesi litik yang digunakan untuk
menahan beban. Kerusakan baik pada tulang kortikal maupun tulang trabekular
secaras truktural menjadi penting. Beberapa gambaran radiologis telah diidentifikasi
yang mungkin dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya fraktur, fraktur terjadi
jika lesi yang ada besar dan bersifat litik, dan mengerosi korteks. System scoring
diperkenalkan oleh Mirels berdasarkan lokasi, asal, ukuran dan gejala dari deposit
metastasis. Dengan menggunakan system tersebut, lesi yang memiliki nilai >7 secara

7
umum akan memerlukan intervensi pembedahan, nilai >10 memiliki resiko terjadinya
fraktur sekitar 50%.10

 Kompresi dari saraf spinal atau cauda equine.

Kompresi dari saraf spinal merupakan kegawatan, dan kasus-kasus terduga


memerlukan evaluasi dan penaganan. Nyeri terjadi hamper pada semua pasien,
bersifat local pada area dibawah dari tumor, dan sering mengalami perburukan
dengan aktivitas yang meningkatkan tekanan intradural seperti batuk, bersin,dll.
Nyeri sering menjadi lebih buruk pada malam hari, yang mana menrupakan pola yang
berlawanan dengan nyeri akibat penyakit degenerasi. Mungkin juga akan terdapat
nyeri radikular yang menjalar ke anggota tubuh atau sekitar dada dan perut. Nyeri
local biasanya mendahului nyeri radikular dan mungkin akan mendahului munculnya
tanda neurologis lainnya. Kebanyakan pasien dengan kompresi saraf spinal akan
mengalami kelemahan dan paralisis. Perubahan sensoris seperti kesemutan dan kebas
pada distal dari lesi. Retensi urin, inkontinensia, dan impotensi biasanya merupakan
manifestasi akhir dari kompresi saraf spinal. Akan tetapi, lesi pada tingkat conus
medularis dapat muncul dengan terjadinya disfungsi autonomic dari kandung kemih,
rectum, dan genitalia. 9

 Instabilitas tulang belakang.

Nyeri merupakan gejala paling sering pada pasien dengan kanker stadium lanjut
dan pada 10% kasus terjadi karena instabilitas tulang belakang.1 Nyeri dapat teramat
parah berasal dari proses kerusakan mekanis, dan sering kali pasien merasa nyaman
ketika berbaring. Pembedahan untuk menstabilkan kembali tulang belakang
seringkali diperlukan untuk meredakan nyeri., dan walaupun pembedahan tersebut
sering dikaitkan dengan tingkat morbiditas maupun mortalitas yang tinggi, hasil yang
baik dapat dicapai dengan pemilihan pasien yang tepat.4

8
3.5 Diagnosa

Kejadian metastasis tulang dapat diketahui melalui pencatatan riwayat penyakit


yang akurat, melakukan pemeriksaan fisik secara rinci, dan pemeriksaan radilogis
yang sesuai. Riwayat nyeri harus menyertakan keterangan tentang nyeri yang harus
dinilai oleh dokter, seperti: onsetnya, radiasi, faktor pemicu dan yang meringankan
nyeri, laporan pasien akan intensitas nyerinya. Terdapat beberapa metode untuk
menggambarkan intensitas nyeri, diantaranya: Numerical Rating Scale (yang paling
umum digunakan), Visual Analog Scale , Iowa Pain Termometer Scale dan Face
Pain Scale. Beberapa faktor dapat menjadi petunjuk yaitu11:
1. Nyeri pada MBD onsetnya bertahap, secara progresif menjadi semakin hebat, dan
biasanya nyeri bersifat lokal dan sering muncul di malam hari dan/atau saat
weight-bearing.
2. MBD mayoritas berasal dari kanker payudara, paru-paru, prostat, tiroid dan
ginjal.
3. Lokasi penyebaran pada skeletal yang paling umum diantaranya vertebra, pelvis,
kosta, tengkorak, humerus dan femur.
4. Meskipun sekitar 80% dari metastasis mengenai multilevel vertebral, tetapi
cenderung lebih sering ditemui pada regio torakal, diikuti oleh lumbosacral dan
cervikal.
5. Nyeri yang berlokasi di daerah occipital atau nuchae menjalar ke posterior
tengkorak dan mengalami eksaserbasi saat leher dalam keadaan fleksi, dapat
berhubungan dengan destruksi atlas (C1).
6. Nyeri yang mengarah pada regio interscapular dapat berhubungan dengan
sindrom C7-T1 akibat invasi tumor dari vertebra.
7. Nyeri di crista iliaka atau sacroiliac joint bisa berasal dari level T12 atau L1,
sedangkan rasa nyeri di daerah bokong atau paha belakang yang bertambah
ketika berbaring dan pulih ketika berdiri mungkin merupakan nyeri alih segmen
sakral.

9
8. Rasa nyeri yang meningkat dengan cepat dan menjalar pada band-like fashion di
sekitar dada atau perut bisa menunjukkan kompresi epidural yang merupakan
suatu keadaan emergensi oncologic / neorologis. Kompresi spinal cord biasanya
disertai oleh kehilangan sensorik, reflek abnormal reflek, kelemahan, dan
disfungsi otonom.
9. Nyeri pada pangkal paha atau lutut bisa berasal dari sendi paha .
Karakteristik nyeri pada MBD dapat somatik (muskuloskeletal), neuropatik
(dengan protopathicand atau fitur epicritic, disebabkan oleh iritasi atau kerusakan
saraf akibat serangan tumor) atau nyeri campuran yang lebih sering terjadi. 1 Beberapa
deposit secara klinis tidak memberikan gejala dan ditemukan secara kebetulan pada
saat pemeriksaan x-ray atau bone scanning, atau setelah fraktur patologis. Jika tidak
ada riwayat dan petunjuk klinis yang mengarah pada karsinoma primer, biopsi pada
daerah fraktur sangat penting. Gejala hypercalcaemia dapat terjadi (dan sering luput)
pada pasien dengan skeletal metastasis. Diantaranya anoreksia, mual, haus, polyuria,
nyeri perut, lemah dan depresi. Pada anak-anak umur dibawah 6 tahun,, lesi
metastasis yang paling sering dari adrenal neuroblastoma. 12 Metastatis ke tulang
merupakan penyebab morbiditas yang paling sering pada pasien dengan kanker
stadium lanjut.
 Pemeriksaan Radiologi
- X-rays

Umumnya skeletal deposit berupa osteolytic dan muncul sebagai rarified area di
daerah medula atau moth-eaten appearance pada korteks. Kadang–kadang dapat
menjadi penanda destruksi tulang, dengan atau tanpa fraktur patologis. Deposito
osteoblastik dicurigai sebagai karsinoma prostat; pelvis dapat menunjukkan
peningkatan densitas yang harus dibedakan dengan Paget’s disease atau limfoma.

- Radioscintigraphy

10
99m
Scanning tulang dengan radionukleotida, biasanya yang digunakan Tc-
methylen diphosponate (99mTc-MDP). Distribusi radioaktifitasnya direkam dengan
menggunakan kamera gamma. Radionukleotida diabsorbsi ke dalam kalsium
hidroksiapatit yang dipengaruhi oleh peningkatan aliran darah lokal dan aktiftas
osteoblastik. Merupakan metode yang paling sensitif (95%) untuk mendeteksi
deposit metastasis pada tulang, namun spesifisitasnya kurang. Perubahan
degenerative, infeksi, dan fraktur dapat menjadi positif palsu. Oleh karena itu
diperlukan pencitraan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosa. Pada pemeriksaan
awal dilakukan pemeriksaan foto plain, jika hasilnya terlihat normal namun
kecurigaan terhadap metastasis masih ada, pemeriksaan CT atau MRI dianjurkan.
Pada metastasis yang osteolitik murni dan berkembang secara cepat, bone turnover
labil, atau lokasinya avaskuler (cold spot), mungkin diagnosa terhadap lesi tersebut
tidak dapat ditegakkan dengan radioscintigraphy.

Gambar 1. Bone scintigraphy .Pemeriksaan staging bone scintigraphy pada


pasien kanker prostat, tampak metastasis pada costa 6 posterior kiri, costa 5 dan 6

11
lateral kanan, Thorakal 6, prosesus spinosus lumbal 2, sacrum dan kedua tulang
iliaka, dan superior asetabulum kanan.

- PET Scan

PET / CT scan dapat dilakukan sebelum pengobatan untuk membantu dokter


menentukan pengobatan yang paling tepat , dan setelah pengobatan untuk membantu
menentukan efektivitas pengobatan , gambar respon tumor terhadap terapi dan untuk
mendeteksi kekambuhan pada lesi diobati.13

- Pemeriksaan Khusus

ESR dapat meningkat dan konsentrasi hemoglobin biasanya rendah. Konsentrasi


serum alkali fosfatase sering meningkat, dan pada karsinoma prostat acid fosfatase
juga meningkat. Pasien dengan kanker payudara dapat diskrining dengan
pemeriksaan tumor marker associated antigen.

3.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ditentukan berdasarkan berbagai arameter, contohnya, apakah


penyebaran tumor terjadi secara local atau meluas?, apakah terdapat extrakeletal
metastase?, riwayat tumor sebelumnya, dan riwayat pengobatan sebelumya. Terapi
dapat membantu memperlambat pertumbuhan metastase sel kanker pada tulang , akan
tetapi tidak bersifat kuratif.

Kadang-kadang, pengobatan radikal (kombinasi kemoterapi, radioterapi dan


pembedahan) yang diberikan pada deposit sekunder soliter, juga memberi manfaat
bagi lesi primer dan dianggap sebagai terapi kuratif. 5 Hal ini terutama untuk renal cell
carcinoma soliter, metastasis tumor payudara dan tiroid; Tapi pada sebagian besar
kasus, dan pada kasus sekunder multipel, sepenuhnya diberikan pengobatan
simtomatik. Untuk alasan itu, pencarian tumor primer secara teliti dapat dihindari,

12
meskipun mungkin ada manfaatnya untuk tumor yang memerlukan manipulasi
hormonal.5

Terapi Bisphosponate atau analog dari phyrosponate merupakan terapi yang


berguna untuk menghambat dimeralisasi tulag, Bisphosponate dapat menyebabkan
apoptosis osteoklas sehingga menghambat destruksi tulang, dan beberapa penelitian
menuliskan bisphosphonates memiliki efek apoptotic langsung terhadap sel tumor.
Bisphosphonates merupakan standard terapi pada tumor induced hypercalcemia dan
metastasis pada tulang. 70 -90% kadar kalsium pada pasien akan mejadi nomal
setelah pengunaan iv bisphosphonates dan rehidrasi, beberapa literature mengatakan
bisphosphonate berfungsi sebagai anti tumor dan anti myeloma.

Bisphosponates memiliki 3 generasi, dan zelodrenic generasi ke 3 merupakan


jenis yang sering digunakan untuk multiple myeloma, Paru, Prostat, dan Breast
cancer. Efek sampingd ari obat ini biasanya timbul flu-like symptom ( Demam,
Myalgia, Athralgia, lemah) anemia, muntah, sesak, dan Edema yang berisfat ringan
sampai sedang, sedangkan efek yang paling parah adalah osteonecrosis of the jaw.
Bisphosponates tidak boleh diberikan pada pasien dnegan gangguan fungsi ginjal,
(creatinine > 3), karena proses clearancenya melalui ginjal, maka pada pasien ini
dianjurkan penggunaan denosumab.

Denosumab merupakan antibody monoclonal manusoa yang berfungsi


menghambat RANKL, sehingga mencegah terbentuknya osteoklas, aman pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Obat ini tidak terakumulasi dalam ginjal
seperti bisphosphonates sehingga gejala dapat kembali setelah penggunaan dihentikan
dan kelemahannnya adalah dapat meningkatkan kejadian infeksi. efek samping yang
dimiliki sama seperti Bisphosponates.

13
Tatalaksana berdasarkan situasi

 Radioterapi

External radioterapi merupakan terapi paliatif yang sangat berguna pada nyeri
tulang akibat metastases el kanker. Mekanisme berkurangnya rasa byeri setelah
terapi masih belum diketahui secara penuh. Nyeri biasanya akan hilang dengan
cepat, > 50% pasien merasakan benefit dalam 1 -2 minggu. Inikasi dilakukannya
radioterapi adalah nyeri, risiko terjadinya fraktur patologi, dan neurological
komplikasi yang berasal dari penekanan saraf.

Radioterapi dapat diberikan dalam 3 bentuk

1. Local field Radiation, merupakan terapi yang sering digunakan untuk mengbati
MBD, 50 – 60 % kasus merasakan nyeri menghilang secara penuh, sedang 80 %
merasakan partial relief. Keberhasilan terapi tergantung dari berbagai hal,
termasuk jenis kanker ( contohnya, BC biasanya merespon terhadap terapi
radiasi, sedangkan kanker ginjal tidak), dan lokasi tumor itu sendiri. Nyeri
biasanya akan menghilang dalam 1 -2 minggu setelah rasioterapi, dan maksimal
dalam beberapa bulan.

14
2. Wide- field radiation, dapat mengatasi nyeri 64 – 100 %, terapi bukan hanya
ditargetkan pada tulang yang spesifik, tetapi juga upper body, mid-section, atau
lower body. Kebanyakan metastasis tumor itu bersifat multiple, dan radioterapi
jenis ini berfungsi dalam mengurasi penyebaran penyakit

3. Radionuclide therapy, radioterapi jenis ini menggunakan zat radioactive yang


disuntikkan secara IV. Area metastasis pada tulang akan mengabsorbsi zat
radioactive tersebut lalu membunuh tumor tersebut. Dibandingkan wide- field
radiation radionuclide therapy lebih mudah diberikan.

 Penatalaksanaan

Terapi pembedahan bertujuan untuk memciptakan rekontruksi yang kuat sehingga


pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. Tindakan pra operative anterior
posterior dan lateral radiografi harus dilakukan. Capanna et al merekomendasikan
MRI seluruh bagian femur dan pelvis untuk mendeteksi adanya metastasis yang tidak
terlihat saat pemeriksaan radiografi tetapi cenderung membahayakan hasil jangka
pendek dari pembedahan.

Pengambilan keputusan dalam terapi pembedahan harus dipertimbangkan


berdasarkan kondisi pasien secara keseluruhan, harapan pasien itu sendiri, dan
efektivitas dari terapi adjuvant. Misalnya kombinasi fiksasi internal dengan
autologous bone grafting dapat di terapkan apabila harapan fraktur union masih ada.
Apabila tidak ada kemungkinan union fraktur, fiksasi internal dengan injeksi semen
atau pembedahan prostetik merupakan pilihan terbaik.

 Fraktur Patologis Diafisis tulang panjang

15
Intramedullary nailing adalah metode internal fiksasi pilihan utama. The nail
(paku) harus sesuai dengan diameter dan panjang tulang. Pada femur, fiksasi dengan
skrup pada column femur mencegah terjadinya fraktur setelah nailing (2b), Apabila
metastasis berada didekat tempat masuknya nail, bisa di injeksikan sement ke dalam
kanal tersebut untuk meningkatkan stabilitas bangunan.

16
17
18
 Fiksasi profilaksis

Deposit yang besar dan beresiko mengakibatkan fraktur harus dilakukan fiksasi
internal meskipun tulang masih intak. Jika 50 persen dari korteks tunggal dari tulang
panjang (dalam pemeriksaan radiologis) telah hancur, fraktur patologis harus
dianggap sebagai hal yang tak terhindari. Selain itu, avulsi trochanter minor
merupakan indikasi akan terjadinya fraktur tulang pinggul. Mirels menyusun sistem
penilaian untuk mengevaluasi risiko fraktur dan juga sebagai sebagai arahan apakah
fraktur harus difiksasi atau tidak. Skor ≥ 8 menunjukkan risiko tinggi dan
memerlukan internal fiksasi sebelum radioterapi .15

Prinsip-prinsip dari fiksasi sama dengan penanganan fraktur pada umumnya.


Radionuklida scanning pre operatif menunjukkan apakah terdapat lesi lain pada
tulang tersebut, sehingga memerlukan fiksasi yang lebih ekstensif dan radioterapi
pasca-operasi.5

Tabel 2. Sistem Skoring Mirel’s pada MBD

3.7 Prognosis

19
Bauer (1995) telah membuat kriteria yang berguna untuk menilai prognosis :

Tabel 3. Kriteria positif Bauer’s untuk survival17

Kemampuan survival pada 1 tahun adalah sebagai berikut :

1. Pasien dengan 4 atau 5 kriteria bauer’s, 50 persen masih hidup.

2. Pasien dengan 2 atau 3 kriteria bauer’s, 25 persen masih hidup.

3. Pasien dengan hanya 1 atau tidak ada kriteria, mayoritas bertahan selama kurang
dari 6 bulan dan tidak ada yang hidup setelah 1 tahun.

3.8 D

20
Temuan pada pasien Berdasarkan teori

Data diri pasien Berdasarkan jenis kelamin, penyakit


metastaic bone disease dapat menyerang
Nama : Ny.NJ kedua jenis kelamin karena Breast
cancer dan prostate cancer
Jenis kelamin : Perempuan menyebabkan 70 % kejadian MBD,
sedangkan menurut umur, wanita > 45
Umur : 53 tahun
tahun lebih jarang terkena kanker
Diagnosa : Close Fracture Pathologic tulang yang bermula pada tulang itu
sendiri dan lebih sering hasil metastase
Subtrochanter Femur Sinistra
dari organ lain.

Pasien memiliki riwayat Breast Cancer dan sudah Sebanyak 70 % kasus metastatic bone
dioperasi pada tanggal 2 februari 2019 disease, breast cancer dan prostate cancer
adalah sumber metastase sel kanker pada
penyakit ini. Berdasarkan jurnal
Parathyroid hormone related peptide
(PTHrp) memiliki pengaruh dalam proses
pembentukan lesi osteolitik. Sampai
sekaang belum diketahui penjelasan pasti
bagaimana sel kanker menstimulasi
peningkatan PTHrp dalam proses
metastasis ke tulang. Pada kondisi mikro
dari tulang, ketika produksi RANKL
meningkat dan produksi osteoprotegerin
secara nyata menurun, sehingga RANKL
memiliki peran besar dalam
pembentukan osteoclast yang
menyebabkan destruksi tulang .

Dari riwayat anamnesa ; Karena metastase mungkin memberikan


gejala dalam jangka waktu yang lama
- Nyeri terasa tiba tiba tanpa didahului
karena terjadinya proses intravasasi ,
trauma
extravasasi sel tumor, lalu masuk ke
- Semakin lama nyeri semakin memberat ruang sumsum tulang, tidak hanya disitu
sehingga mengganggu aktivitas sel kanker akan membutuhkan adaptasi
- Pasien merasa kakinya seperti tergelincir terlebih dahulu untuk membentuk
dan terkilir. kolonisasi sampai meinmbulkan gejala.
Umumnya gejala yang muncul adalah
nyeri dan lemah dan sering ditemukan

21
fraktur patologis

Status Lokalis Regio Femur Sinistra Tidak tampak deformitas pada kaki
- Look : Deformitas (-), Swelling pasien karena pasien datang ke rumah
sakit dengan rujukan dari RS Pidie jaya
(-), Vulnus (-)
dan sudah dilakukan skin traksi disana
- Feel : Nyeri Tekan (+), AVN sebelumnya
distal (+)
- Movement : ROM terbatas nyeri (+)

Radiografi : Foto OS Pelvis AP;

- Multiple Fragmen Fraktur femoris


sinistra

Tampak adanya gambaran osteolitik,


yang merupakan ciri khas

Traksi adalah pemasangan gaya tarikan


ke bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot,
untuk mereduksi, menyejajarkan,
mengimobilisasi fraktur, mengurangi
deformitas, dan untuk menambah
ruangan di antara kedua permukaan
patahan tulang. Untuk itu, traksi
diperlukan untuk reposisi dan
imobilisasi pada tulang panjang.

Traksi digunakan untuk menahan


kerangka pada posisi sebenarnya,
penyembuhan, mengurangi nyeri,
mengurangi kelainan bentuk atau

22
perubahan bentuk. Pada pasien ini
penggunaan traksi adalah untuk
manajemen temporer fraktur femur dan
dislokasi serta untuk mengurangi
spasme otot dan nyeri sebelum
pembedahan.

Traksi kulit biasanya digunakan sebagai


terapi sementara (temporary splint)
karena keterbatasan pembebanan atau
daya tarikan (maksimal beban 6 kg) dan
usia traksinya tidak tahan lama
(biasanya traksi kulit harus diganti
maksimal 2 minggu).

Tujuan dari pembedahan adalah untuk


TATALAKSANA PEMBEDAHAN membentuk rekontruksi yang kuat
- Dilakukan Open Reduction Internal sehingga tulang dapat menopang tubuh,
Fixation dan melakukan aktivitas seperti
biasanya. Internal fiksasi dapat
dilakukan apabila ada harapan
terjadinya union fraktur, apabila union
diperkirakan susah untuk terbentuk
makan internal fiksasi dengan injeksi
semen atau prosthetic surgery adalah
pilihan yang lebih tepat. Internal fiksasi
dengan menggunakan screw plate
adalah tatalaksana paliatif , membantu
mengurangi rasa nyeri.

23
D

3.9 D

3.10 D

3.11 D

24
3.12 D

3.13 D

3.14 D

3.15 D

3.16 D

3.17

Gambaran Radiologis MBD

3.18 Penatalaksanaan MBD

Manajemen umum vertebral dan nonvertebral MBD

Manajemen MBD dan interfensi biasanya bersifat individual. Pada algoritma


berikut dijelaskan mengenai manajemen MBD pada vertebral dan non vertebral.
Kebanyakan pasien ditangani secara paliatif, dan tujuan dari penaganan adalah untuk
mengurangi nyeri, meningkatkan fungsi, dan mencegah komplikasi seperti kompresi
spinal cord dan fraktur patologis. Kombinasi pemberian analgetik / manajemen nyeri,
penanganan sistemik, radioterapi, dan penanganan operatif dengan pendekatan
multidisiplin dapat memberikan peluang untuk tercapainya tujuan dari penanganan
pada masing-masing pasien. Terapi medis termasuk penggunaan bisphosponat dan
RANKL inhibitor. Manajemen nyeri dipertimbangkan penggunaannya sesuai
kebutuhan akan analgetik (NSAIDs, opioid, kortikosteroid).14

25
26
Gambar 2. Algoritma penanganan vertebral bone metastasis (A), dan
nonvertebral metastasis (B).

External-beam radiation therapy (EBRT) merupakan terapi paliatif yang


paling sering digunakan dan merupakan pilihan yang tepat untuk pasien dengan
gejala lokal metastasis skeletal. Radioterapi dapat mengurangi nyeri dengan
menghancurkan sel tumor dan membantu proses osifikasi pada lesi litik. Sementara
stereotactic body radiation therapy (SBRT) merupakan alat yang digunakan untuk
penanganan pasien dengan vertebral metastasis dan secara khusus dapat membantu
seting reirradiation. Teknologi ini dapat memberikan dosis radiasi high ablation
melalui penggunaan radiasi pada target yang tepat dengan dosis minimal pada spinal
cord melalui teknik penyesuaian yang tinggi.14

27
Penatalaksanaan

Kadang-kadang, pengobatan radikal (kombinasi kemoterapi, radioterapi dan


pembedahan) yang diberikan pada deposit sekunder soliter, juga memberi manfaat
bagi lesi primer dan dianggap sebagai terapi kuratif. 5 Hal ini terutama untuk renal cell
carcinoma soliter, metastasis tumor payudara dan tiroid; Tapi pada sebagian besar
kasus, dan pada kasus sekunder multipel, sepenuhnya diberikan pengobatan
simtomatik. Untuk alasan itu, pencarian tumor primer secara teliti dapat dihindari,
meskipun mungkin ada manfaatnya untuk tumor yang memerlukan manipulasi
hormonal.5

Terapi Paliatif

Meskipun prognosisnya buruk, pasien tetap harus dilakukan dengan nyaman,


dapat menikmati sisa hidup, dan meninggal dengan tenang dan damai. Penanganan
secara aktif metastasis skeletal mnafaatnya tidak terlalu besar. Selain itu, pasien
memerlukan konselling simpatik dan bantuan praktis dalam aktifitasnya.14

Kontrol nyeri dan aktifitas metastasis

Kebanyakan pasien memerlukan analgesik, tetapi analgetik narkotika yang


kuat perlu diberikan pada nyeri yang hebat. Radioterapi digunakan untuk mengontrol
rasa sakit dan mengurangi perkembangan proses metastasis, kecuali jika ada
kontraindikasi secara khusus. Radioterapi sering dikombinasikan dengan
penanganan lain (misalnya : internal fiksasi). Sekunder deposit dari payudara atau
prostat dapat dikontrol dengan terapi hormon: stilboestrol dan obat-obatan
androgenic untuk sekunder dari prostat atau oestrogens untuk karsinoma payudara.
Penyebaran sekunder dari karsinoma payudara kadang-kadang dilakukan oleh
oophorectomy dikombinasikan dengan adrenalectomy atau ablasi hypophyseal.14

28
Tangga penggunaan analgetik menurut World Helath Organization (WHO)
paling banyak digunakan untuk pengobatan nyeri pada kanker, dimana terdapat
langkah berdasarkan pada tingkat keparahan dari nyeri (gambar 2A). Langkah 1
terdiri dari analgetik nonopioid pada nyeri yang ringan. Anti inflamasi non steroid
(NSAID) dan COX-2 inhibitor, asetaminofen, ajuvan dan senyawa analgesik topikal
termasuk dalam kelompok ini. Banyak kontroversi mengenai pengguanaan NSAID
disarankan penggunaannya harus hati-hati, terutama pada orang tua. Ajuvan biasanya
berupa obat-obatan yang bukan analgetik, tetapi dapat digunakan dalam keadaan
khusus pada penanganan nyeri. Beberapa antiepilepsi dan antidepresan masuk dalam
terapi lini pertama dalam pengelolaan nyeri neuropatik, dimana yang paling sering
digunakan meliputi gabapentin, pregabalin, dan tricyclic antidepresan (misalnya,
amitriptyline, nortriptyline).
Langkah 2 dengan penggunaan opiod lemah seperti hidrokodon, kodein, dan
oxykodon dosis rendah pada nyeri ringan sampai sedang.Obat lainnya agonis μ
reseptor dengan mekanisme aksi ganda seperti tramadol dan tapentadol. Obat ini
mengurangi banyak efek samping dari opioid murni dan telah menambah efek pada
nyeri neuropatik. Propoxyphene (Darvocet Darvon) telah ditarik dari pasaran karena
efek aritmia jantung.5
Langkah 3 terdiri dari opioid kuat seperti morfin, hydromorphone, fentanyl,
oxycodone dosis tinggi, meperidine, dan methadone. Pada pasien dengan nyeri
kanker kronis, kombinasi short-acting dan long-acting opioid dianjurkan. Long-
acting opioid, baik secara farmakologi long-acting (seperti metadon atau
levorphanol) atau sediaan long-acting (sistem slow release seperti morfin,
oxycodone, oxymorphone atau hydromorphone), digunakan untuk terapi dasar nyeri
kanker kronis. Opioid short-acting opioid memerlukan dosis berulang, yang
digunakan untuk penanganan nyeri akut.5

29
Gambar 3 (A) : 3 langkah penggunaan analgetik oleh WHO :1986, (B) proposal
langkah ke 4 oleh Miguel R. Interventonal treatment of cancer pain; the fourth step in
WHO analgesi ladder?:2000.
Tangga analgetik WHO dimulai pada tahun 1982 sebagai program kesehatan
masyarakat untuk menanganai masalah nyeri kanker yang tidak teratasi, terutama
pada tahap akhir kehidupan. Sebelum pedoman ini dirilis pada tahun 1986, terdapat
anyak hambatan yang mencegah efektiftitas pengobatan nyeri pada kanker, dan
deskripsi pasien meninggal dengan nyeri digambarkan sebagai suatu hal yang kejam
dan tidak berperasaan. Sehingga dengan kemajuan dalam pemahaman analgesik
opioid dan dengan adanya bidang khusus yang mespesialisasi yang dampak besar

30
dalam penggunaan tangga analgetik WHO untuk manajemen pasien yang mengalami
nyeri terkait kanker yang ringan sampai parah.
Namun pada faktanya terdapat kegagalan dalam penanganan nyeri pada 10 %-
20% dari pasien. Pada banyak kasus, tangga analgetik digambarkan sebagai sebuah
penyederhanaan dari sebuah masalah yang kompleks. Untuk itu teknik interventional
pada kasus yang tidak berhasil ditangani dengan analgetik sistemik, baik karena nyeri
yang tidak terkendali dan /atau efek samping dari obat, disebut sebagai langkah
keempat dari tangga analgetik (gambar B) Kegagalan penggunaan analgetik sistemik
terkait erat dengan generator nyeri yang spesifik dan terjadi pada kebanyakan
keganasan. Nyeri yang berasal dari neuropatik misalnya, disebut sebagai suatu hal
yang responnya rendah pada penggunaan opiat dan terapi adjuvant konvensional.
Teknik intervensi nyeri dapat digunakan pada kondisi ini, diantaranya prosedur
neuroablatif (radio frequency ablation (RFA), cryoablation, phenol dan alkohol
neurolisis), pengunaan kateter temporer untuk pemberian infus lokal/regional
anestesi, neurostimulasi dan stimulasi spinal cord,infus intra tekal dengan jalur
kateter perkutan penggunaan atau implantable drug delivery systems (IDDS).

 Hyperkalsemia

Dapat mempunyai konsekuensi yang serius, termasuk renal asidosis,


nephrocalcinosis penurunan kesadaran dan koma. Penanganan harus dengan
memastikan hidrasi yang adekuat, mengurangi asupan kalsium dan, jika perlu
diberikan bifosfonat.12

Penanganan pada fraktur

Pada fraktur diafisis harus selalu harus dilakukan internal fiksasi dan (jika
diperlukan) dilapisi dengan semen methylmethacrylate. Jika terdapat multipel fraktur
harus di fiksasi pada waktu yang sama, walaupun harus dipikirkan juga bahwa
dengan multipel intra medullary nailing risiko fat emboli meningkat. Rasa nyeri

31
berkurang dengan cepat, perawatan menjadi lebih mudah dan pasien dapat menjalani
pengobatan lain tanpa rasa tidak nyaman.

Dalam kebanyakan kasus, intramedullary nailing adalah metode yang paling


efektif; pada fraktur dekat sendi (misalnya distal femur atau proksimal tibia). Kadang
memerlukan fiksasi dengan plate atau blade-plate, dan kadang-kadang penggunaan
endoprosthesis. Penanganan fraktur collum femur paling baik dengan replacement
prosthetic : hemiarthroplasty jika pelvis intak, atau total joint replacement jika
acetabulum terlibat. Jika dinding pelvis hancur, dapat direkonstruksi dengan large
bone graft, kandang rekonstruksi dengan prosthesis custom made. Penyinaran pasca
operasi sangat penting untuk mencegah perluasan metastasis yang lebih lanjut.5

II.6 Prognosis

Daftar Pustaka

1. Aston. W, Timothy B, Louis S. Tumours. In : Louis S, Selvadurai N, David


W, editors Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth Edition.
Boca Raton : Taylor and Francis Group, LLC ; 2010. P. 216-218
2. Buga S, dan Sarria JE, The Management of Pain in Metastatic Bone Disease,
Cancer Control, 2012, vol 19, No 2, hal: 156-166.
3. Plunkett TA dan Rubens RD. 2005. Textbook of bone Metastases. Clinical
Features and Prognosis of Bone Metastases. John Wiley and Sons. West
Sussex. Hal:65-75
4. Capanna R dan Campanacci DA. 2005. Textbook of bone Metastases.
Indications for the Surgical treatment of Long Bone Metastases. John Wiley
and Sons. West Sussex. Hal:135-145
5. Coleman RE, Clinical Features of Metastatic Bone Disease and Risk of
Skeletal Morbidity, Clinical Cancer Research, 2006;12:6243s-6249s. 135-146.
6. Cumming D, dkk. Metastatic bone disease: the requirement for improvement
in amultidisciplinary approach,International Orthipaedics (SICOT),
2009:33:493-496.

32
7. Jacofsky DJ, dkk, MetastaticDisease to Bone. Hospital Physician, 2004:21-
28.
8. Lipton A, Patophysiologi of Bone Meastases: How This Konowledge May
Lead to Therapeutic Intervention. Journal of Supportive Oncology,
2004;2:205-220.
9. Rajarubendra N dan Lawrentschuk N. 2010. Bone Cancer progression and
Therapeutic Approaches, Imaging of Bone Metastases. Edisi 1. Elsevier. San
Diego, hal: 269-281.
10. Schirrmeister H dan Arslandemier C. 2010. Bone cancer Progression and
Therapeutic Approach.Edisi 1.Diagnosis of Skeletal Metastases in Malignant
Extraskeletal Cancers. Springer. Leipzig. Hal:283-293.
11. Solomon L. dkk. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures,
Metastatic Bone Disease, Edisi 9. Hodder Arnold. London., hal:216-218
12. Yu HHM, dkk, Overview of Diagnosis and Management Of Metastatic
Disease to Bone, Cancer Control, 2012, vol 19, No2, hal : 84-91.

1. Moryaryawan D. Case Report FEMUR PATHOLOGICAL FRACTURE


CAUSED BY METASTATIC BONE. 2017;(2):1-6.

2. Macedo F, Ladeira K, Pinho F, et al. Bone metastases : an overview. 2017;11.


doi:10.4081/oncol.2017.321

3. Orthopaedic B, Society O. British Orthopaedic Association Metastatic Bone


Disease : A Guide to Good Practice . 2015 Revision. 2015:1-59.

4. Udayana JM, No VOL, Ayu D, et al. PREVALENSI METASTATIC BONE


DISEASE ( MBD ) BERDASARKAN UMUR , LOKASI , DAN TUMOR
PRIMER DI RSUP SANGLAH / FK UNUD PERIODE 2013-2017 Program
Studi Sarjana Kedokteran dan Pendidikan Dokter , Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana SMF Ortopedi dan Traumatologi RSUP Sanglah

33
Denpasar SMF Bedah RSUP Sanglah Denpasar Email :
karuniadewi69@gmail.com ABSTRAK Metastasis merupakan penyebaran
kanker dari bagian tubuh utama saat kanker itu dimulai ke bagian lain dari
Metastasis is the spread of cancer from the main body part when the cancer
starts to other parts of the body . This research was conducted to determine the
prevalence of Metastatic Bone Disease ( MBD ) based on age , location , and
primary tumor in Sanglah Hospital / FK Unud 2013-2017 period . This
research is a descriptive cross sectional study to determine the prevalence and
distribution of age , location , and primary tumor of MBD patients most MBD .
The location of most metastases is in the femur bone which is a long bone .
The origin of most was found that 45-64 most experienced MBD , which was
56 . 81 %. The location of most metastases is in the. 2019;8(8).

5. Lote, K., A. Walløe, A. Bjersand. Bone Metastasis Prognosis, Diagnosis And


Treatment : Acta Radiologica . Oncology ; 2014;25(4) :227-232.

6. American Cancer Society .Bone Metastasis.2014.

7. Penelitian B, Pengantar K. Riset Kesehatan Dasar. 2008.

8. Of M, Metastases B, Breast OF. NIH Public Access. 2010;16(3):703-713.


doi:10.1677/ERC-09-0012.MECHANISMS

9. Cumming D, dkk. Metastatic bone disease: the requirement for improvement


in amultidisciplinary approach,International Orthipaedics (SICOT),
2009:33:493-496.

10. Anract P, Biau D, Boudou-rouquette P. Metastatic fractures of long limb


bones. Orthop Traumatol Surg Res. 2017;103(1):S41-S51.
doi:10.1016/j.otsr.2016.11.001

11. 5. Coleman RE, Clinical Features of Metastatic Bone Disease and Risk of
Skeletal Morbidity, Clinical Cancer Research, 2006;12:6243s-6249s. 135-146.

34
12. 11. Solomon L. dkk. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures,
Metastatic Bone Disease, Edisi 9. Hodder Arnold. London., hal:216-218.

13. Pir MS, Jaloudi J, Mir M, Saqib N, Klamp D. Morbidity and Mortality : A
Case Report of Metastatic Bone Disease Case Presentation. 2018;10(Mm).
doi:10.7759/cureus.3781

14. Willeumier JJ, Sande MAJ Van De, Dijkstra PDS. Instructional Lecture :
Oncology Treatment of pathological fractures of the long bones. 2016;1(may).
doi:10.1302/2058-5241.1.000008

15. Pathologic I. In Brief. 2010:2825-2827. doi:10.1007/s11999-010-1326-4

16. Jehn CF, Diel IJ, Overkamp F, et al. Management of Metastatic Bone Disease
Algorithms for Diagnostics and Treatment. 2016;2638:2631-2637.

17. Hibberd CS, Quan GMY. Accuracy of Preoperative Scoring Systems for the
Prognostication and Treatment of Patients with Spinal Metastases.
2017;2017:10-14. doi:10.1155/2017/1320684

35

Anda mungkin juga menyukai