PENDAHULUAN
Tulang merupakan organ dan lokasi paling umum yang rentan terhadap
metastase kanker dan menyebabkan morbiditas yang cukup serius. Selain itu,
metastase kanker metastatik pada tulang akan membatasi fungsi tulang sehingga
menurunkan kualitas hidup dan bahkan menyebabkan kematian yang sebagian besar
disebabkan oleh komplikasinya, khususnya dari kanker payudara dan kanker prostat
karena prevalensinya yang tinggi.1 sebanyak 70% dari pasien yang telah mengalami
metastatic bone disease terbukti diakibatkan oleh kedua kanker tersebut. Karsinoma
tiroid, ginjal dan bronkus juga sering mengalami metastasis ke tulang, dengan insiden
pada pemeriksaan otopsi 30%-40%. Tumor dari saluran pencernaan jarang (±10%)
mengalami metastase ke tulang.2,3
MBD saat ini menjadi isu pada bidang orthopaedi dan traumatologi seperti
halnya pada center onkologi.3 Berdasarkan pedoman dari British Orthopedic
Association (BOA), diperkirakan setiap tahunnya di Inggris terdapat 20.000 kasus,
dengan ± 9.000 kasus berhubungan dengan kanker payudara.3
1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Epidemiologi
Kanker merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Data
Global Action Against Cancer pada tahun 2005 dari WHO (World Health
Organization) menyatakan bahwa kematian akibat kanker dapat mencapai angka 45%
dari tahun 2007 hingga 2010, yaitu sekitar 7,9 juta jiwa menjadi 11,5 juta jiwa
kematian. Di Indonesia, menurut laporan Riskesdas tahun 2007 prevalensi kanker
mencapai 4,3 per 1000 penduduk dan menjadi penyebab kematian tertinggi setelah
stroke, tuberculosis, hipertensi, trauma, perinatal dan diabetes mellitus.7
Sekitar 1,2 juta pasien menderita kanker setiap tahunnya di Amerika Serikat, dari
jumlah tersebut sekitar 600 ribu orang mengalami metastasis ke tulang. 6 Sebagai
perbandingan, hanya sekitar 2.700 pasien menderita sarcoma tulang setiap tahun.
Kisaran usia pasien dangan sarcoma berbeda dengan pasien yang menderita
metastasis kanker ke tulang. Kebanyakan pasien dengan metastasis ke tulang berusia
diatas 50 tahun, sementara kebanyakan penderita sarcoma merupakan orang dewasa
muda dengan usia dibawah 30 tahun.1
Metastasis ke tulang yang paling sering adalah berasal dari karsinoma payudara,
selanjutnya secara berurutan karsinoma prostat, ginjal, paru-paru, tiroid, buli dan
traktus gastrointestinal. Sekitar 10 persen dari kasus metastasis tersebut tidak
ditemukan adanya tumor primer.4
2
Lokasi yang paling sering terjadinya metastasis tulang adalah pada
vertebra, pelvis, femur proksimal, dan humerus. Penyebaran biasanya melalui
aliran darah, tetapi kadang-kadang, tumor visceral menyebar secara langsung
ke tulang yang berdekatan (misalnya pelvis atau costa). Metastasis biasanya
osteolitik, dan sering terjadi fraktur patologis. Resorbsi tulang terjadi karena
efek langsung dari sel-sel tumor atau dari tumor-derived faktor yang
menstimulasi aktivitas osteoklastik. Lesi osteoblastic jarang terjadi, biasanya
terjadi pada carcinoma prostat.1
Breast 73
Prostate 68
Thyroid 42
Kidney 35
Lung 36
Gastrointestinal tract 5
Osteolytic, adalah destruksi tulang normal yang biasanya terjadi pada multiple
myeloma (MM), renal cell carcinoma, melanoma, non- small cell lung cancer,
non- Hodgkin lymphoma, kanker titoid, Langerhans-cell histiocytosis, dan
sebagian kanker payu dara akan menyebabkan osteolitik metastase. Pada BMD
Destruksi tulang diperantarai oleh osteoklas daripada sel tumor itu sendiri.
Parathyroid hormone related peptide (PTHrp) memiliki pengaruh dalam proses
3
pembentukan lesi osteolitik. Sampai sekaang belum diketahui penjelasan pasti
bagaimana sel kanker menstimulasi peningkatan PTHrp dalam proses metastasis
ke tulang. Pada kondisi mikro dari tulang, ketika produksi RANKL meningkat
dan produksi osteoprotegerin secara nyata menurun, sehinggan RANKL
memiliki peran besar dalam pembentukan osteoclast.
Osteoblastic ( atau sclerotic), adalah deposisi dari tulang baru, yang biasa terjadi
pada kanker prostat, kanker paru, Hodgkin lymphoma, atau medulloblastoma.
Mekanis me terjadinya metastasis osteoblasti masih belum diketahui
sepenuhnya. Dari beberapa literature didapatkan pada kanker prostat , prostate
specific antigen (PSA) diketahui dapat memotong PTHrp, sehingga
microenvironment didominasi oleh osteoblast dan menurunkan rearsorpsi tulang.
Hampir semua metastasis kanker pada tulang bersifat multiple dan selalu
menyerang axial skeleton, khusunya pada tulang yang aktif dalam proses
hematopoetik. Teori lain didapatkan Paravertebral network memiliki peran besar
dalam proses metastasis, hal ini didukung dengan meningkatnya kejadian metastasis
sel kanker pada tulang tanpa adanya penyebaran melalui paru yang biasanya
diketuhai sebagai an alternative pathway of spread. Selain teori diatas pembetukan sel
kanker di pengaruhi oleh microenvironment yang sesuai.
- Vascular adhesion and extravasation : Aliran darah yang sangat tinggi pada
daerah sumsum tulang, menjadi predileksi terjadinya metastasis pada tempat
tersebut. lebih jauh lagi, sel tumor memproduksi molekul adhesive yang
mengikat secara erat ke sel stromal dari sumsum tulang dan matriks tulang.
4
Interaksi tersebut menyebabkan sel tumor meningkatkan produksi faktor
angiogenesis dan bone-resorpsing yang lebih lanjut lagi akan meningkatkan
pertumbuhannya di tulang. ketika di dalam pembuluh darah sel kanker akan
melakukan ekstravasasi ke dalam endotel dan tinggal di dalam jaringan spesifik.
Chemoatractive dan molekul adhesi memiliki peranan penting dalam penyebaran
sel kanker ke dalam vaskularisasi sumsum tulang. Ketika proses adhesi terjadi
sel kanker akan menggunakan molekul tertentu untuk pelekatannya, seperti
chemokins, integrins, osteopontin, bone sialoprotein, dan kolagen tipe I
merupakan molekul yang sangat penting dalam proses kolonisasi organ oleh sel
kanker. Contohnya BC akan menggunakan RANK untuk melalukan pelekatan
dengan RANKL.
5
Terdapat beberapa gejala yang sering dialami pasien MBD, yaitu:
1. Nyeri, gejala utama yang dirasakan pasien dengan MBD, pasien merasakan nyeri
di tulang belakang, pelvis, dan extremitas karena tulang sudah dilemahkan oleh
sel tumor
2. Fraktur, tulang yang lemah akan lebih mudah patah, fraktur dan trauma minor
akan lebih mudah terjadi
3. Anemia, Tulang- tulang yang paling sering menjadi tempat penyebaran sel
kanker adalah Spine, tulang femur, pelvis, iga, tengkorak, dan extremitas atas ,
merupakan area yang bertanggung jawab atas bone marrow dalam memproduksi
sel darah mera, yang bertugas membawa oxygen ke jaringan dalam tubuh.
Pasien biasanya berusia 50-70 tahun, sehingga jika terdapat lesi destruksi pada
tulang pada kelompok usia ini diferensial diagnosis metastasis harus disertakan. Nyeri
tulang belakang merupakan keluhan yang paling sering, bahkan tidak jarang menjadi
satu-satunya keluhan. Nyeri tulang belakang dan nyeri paha pada orang tua (terutama
seseorang yang diketahui telah pernah mendapat pengobatan untuk karsinoma) harus
selalu dicurigai.10
Hiperkalsemia
Hiperkalsemia paling sering terjadi pada pasien dengan kanker paru sel
squamosa, kanker payudara, dan kanker ginjal, dan pada beberapa keganasan
hematologis khususnya myeloma dan limfoma. 13 Pada kebanyakan kasus,
hiperkalsemia merupakan hasil dari destruksi tulang, dan metastasis yang bersifat
osteolitik terdapat pada 80% kasus. Pada kanker payudara, terdapat hubungan antara
hiperkalsemia dan terdapatnya metastasis ke hepar. Kaitan tersebut mungkin
menggambarkan hubungan anatara keterlibatan hepar dan produksi atau penurunan
metabolisme dari factor-faktor humoral yang berefek ke tulang seperti peptide terkait
hormon paratiroid atau activator dari reseptor nuclear factor-κB ligand. Sekresi dari
factor humoral dan parakrin oleh sel tumor akan menstimulasi aktivitas dan
6
proliferasi osteoklas, dan disana terdapat peningkatan nyata terjadinya turnover
tulang. Beberapa penelitian menetapkan peran dari hormon paratiroid terhadap
kejadian hiperkalsemia. Kadar dari hormone paratiroid meningkat pada dua per tiga
pasien dengan metastasis ke tulang dan pada semua pasien dengan hiperkalsemia
humoral. Ginjal juga memilii peran terhadap terjadinya hiperkalsemia malignan;
sebagai hasil dari penurunan volume dan hormone paratiroid, reabsorbsi kalsium dari
tubulus ginjal meningkat, yang lebih jauh lagi akan meningkatkan kadar kalsium
serum. Tanda dan gejala hiperkalsemia tidak spesifik, dan klinisi seharusnya
memiliki tingkat kecurigaan. Gejala-gejala yang umum termasuk diantaranya lemas,
anoreksia, dan konstipasi. Jika tidak diatasi, peningkatan progresif dari kadar kalsium
serum akan menghasilkan penurunan dari fungsi ginjal dan status mental. Kematian
pada khususnya terjadi sebagai akibat gagal ginjal dan aritmia jantung.13
Fraktur Patologis
7
umum akan memerlukan intervensi pembedahan, nilai >10 memiliki resiko terjadinya
fraktur sekitar 50%.10
Nyeri merupakan gejala paling sering pada pasien dengan kanker stadium lanjut
dan pada 10% kasus terjadi karena instabilitas tulang belakang.1 Nyeri dapat teramat
parah berasal dari proses kerusakan mekanis, dan sering kali pasien merasa nyaman
ketika berbaring. Pembedahan untuk menstabilkan kembali tulang belakang
seringkali diperlukan untuk meredakan nyeri., dan walaupun pembedahan tersebut
sering dikaitkan dengan tingkat morbiditas maupun mortalitas yang tinggi, hasil yang
baik dapat dicapai dengan pemilihan pasien yang tepat.4
8
3.5 Diagnosa
9
8. Rasa nyeri yang meningkat dengan cepat dan menjalar pada band-like fashion di
sekitar dada atau perut bisa menunjukkan kompresi epidural yang merupakan
suatu keadaan emergensi oncologic / neorologis. Kompresi spinal cord biasanya
disertai oleh kehilangan sensorik, reflek abnormal reflek, kelemahan, dan
disfungsi otonom.
9. Nyeri pada pangkal paha atau lutut bisa berasal dari sendi paha .
Karakteristik nyeri pada MBD dapat somatik (muskuloskeletal), neuropatik
(dengan protopathicand atau fitur epicritic, disebabkan oleh iritasi atau kerusakan
saraf akibat serangan tumor) atau nyeri campuran yang lebih sering terjadi. 1 Beberapa
deposit secara klinis tidak memberikan gejala dan ditemukan secara kebetulan pada
saat pemeriksaan x-ray atau bone scanning, atau setelah fraktur patologis. Jika tidak
ada riwayat dan petunjuk klinis yang mengarah pada karsinoma primer, biopsi pada
daerah fraktur sangat penting. Gejala hypercalcaemia dapat terjadi (dan sering luput)
pada pasien dengan skeletal metastasis. Diantaranya anoreksia, mual, haus, polyuria,
nyeri perut, lemah dan depresi. Pada anak-anak umur dibawah 6 tahun,, lesi
metastasis yang paling sering dari adrenal neuroblastoma. 12 Metastatis ke tulang
merupakan penyebab morbiditas yang paling sering pada pasien dengan kanker
stadium lanjut.
Pemeriksaan Radiologi
- X-rays
Umumnya skeletal deposit berupa osteolytic dan muncul sebagai rarified area di
daerah medula atau moth-eaten appearance pada korteks. Kadang–kadang dapat
menjadi penanda destruksi tulang, dengan atau tanpa fraktur patologis. Deposito
osteoblastik dicurigai sebagai karsinoma prostat; pelvis dapat menunjukkan
peningkatan densitas yang harus dibedakan dengan Paget’s disease atau limfoma.
- Radioscintigraphy
10
99m
Scanning tulang dengan radionukleotida, biasanya yang digunakan Tc-
methylen diphosponate (99mTc-MDP). Distribusi radioaktifitasnya direkam dengan
menggunakan kamera gamma. Radionukleotida diabsorbsi ke dalam kalsium
hidroksiapatit yang dipengaruhi oleh peningkatan aliran darah lokal dan aktiftas
osteoblastik. Merupakan metode yang paling sensitif (95%) untuk mendeteksi
deposit metastasis pada tulang, namun spesifisitasnya kurang. Perubahan
degenerative, infeksi, dan fraktur dapat menjadi positif palsu. Oleh karena itu
diperlukan pencitraan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosa. Pada pemeriksaan
awal dilakukan pemeriksaan foto plain, jika hasilnya terlihat normal namun
kecurigaan terhadap metastasis masih ada, pemeriksaan CT atau MRI dianjurkan.
Pada metastasis yang osteolitik murni dan berkembang secara cepat, bone turnover
labil, atau lokasinya avaskuler (cold spot), mungkin diagnosa terhadap lesi tersebut
tidak dapat ditegakkan dengan radioscintigraphy.
11
lateral kanan, Thorakal 6, prosesus spinosus lumbal 2, sacrum dan kedua tulang
iliaka, dan superior asetabulum kanan.
- PET Scan
- Pemeriksaan Khusus
3.6 Penatalaksanaan
12
meskipun mungkin ada manfaatnya untuk tumor yang memerlukan manipulasi
hormonal.5
13
Tatalaksana berdasarkan situasi
Radioterapi
External radioterapi merupakan terapi paliatif yang sangat berguna pada nyeri
tulang akibat metastases el kanker. Mekanisme berkurangnya rasa byeri setelah
terapi masih belum diketahui secara penuh. Nyeri biasanya akan hilang dengan
cepat, > 50% pasien merasakan benefit dalam 1 -2 minggu. Inikasi dilakukannya
radioterapi adalah nyeri, risiko terjadinya fraktur patologi, dan neurological
komplikasi yang berasal dari penekanan saraf.
1. Local field Radiation, merupakan terapi yang sering digunakan untuk mengbati
MBD, 50 – 60 % kasus merasakan nyeri menghilang secara penuh, sedang 80 %
merasakan partial relief. Keberhasilan terapi tergantung dari berbagai hal,
termasuk jenis kanker ( contohnya, BC biasanya merespon terhadap terapi
radiasi, sedangkan kanker ginjal tidak), dan lokasi tumor itu sendiri. Nyeri
biasanya akan menghilang dalam 1 -2 minggu setelah rasioterapi, dan maksimal
dalam beberapa bulan.
14
2. Wide- field radiation, dapat mengatasi nyeri 64 – 100 %, terapi bukan hanya
ditargetkan pada tulang yang spesifik, tetapi juga upper body, mid-section, atau
lower body. Kebanyakan metastasis tumor itu bersifat multiple, dan radioterapi
jenis ini berfungsi dalam mengurasi penyebaran penyakit
Penatalaksanaan
15
Intramedullary nailing adalah metode internal fiksasi pilihan utama. The nail
(paku) harus sesuai dengan diameter dan panjang tulang. Pada femur, fiksasi dengan
skrup pada column femur mencegah terjadinya fraktur setelah nailing (2b), Apabila
metastasis berada didekat tempat masuknya nail, bisa di injeksikan sement ke dalam
kanal tersebut untuk meningkatkan stabilitas bangunan.
16
17
18
Fiksasi profilaksis
Deposit yang besar dan beresiko mengakibatkan fraktur harus dilakukan fiksasi
internal meskipun tulang masih intak. Jika 50 persen dari korteks tunggal dari tulang
panjang (dalam pemeriksaan radiologis) telah hancur, fraktur patologis harus
dianggap sebagai hal yang tak terhindari. Selain itu, avulsi trochanter minor
merupakan indikasi akan terjadinya fraktur tulang pinggul. Mirels menyusun sistem
penilaian untuk mengevaluasi risiko fraktur dan juga sebagai sebagai arahan apakah
fraktur harus difiksasi atau tidak. Skor ≥ 8 menunjukkan risiko tinggi dan
memerlukan internal fiksasi sebelum radioterapi .15
3.7 Prognosis
19
Bauer (1995) telah membuat kriteria yang berguna untuk menilai prognosis :
3. Pasien dengan hanya 1 atau tidak ada kriteria, mayoritas bertahan selama kurang
dari 6 bulan dan tidak ada yang hidup setelah 1 tahun.
3.8 D
20
Temuan pada pasien Berdasarkan teori
Pasien memiliki riwayat Breast Cancer dan sudah Sebanyak 70 % kasus metastatic bone
dioperasi pada tanggal 2 februari 2019 disease, breast cancer dan prostate cancer
adalah sumber metastase sel kanker pada
penyakit ini. Berdasarkan jurnal
Parathyroid hormone related peptide
(PTHrp) memiliki pengaruh dalam proses
pembentukan lesi osteolitik. Sampai
sekaang belum diketahui penjelasan pasti
bagaimana sel kanker menstimulasi
peningkatan PTHrp dalam proses
metastasis ke tulang. Pada kondisi mikro
dari tulang, ketika produksi RANKL
meningkat dan produksi osteoprotegerin
secara nyata menurun, sehingga RANKL
memiliki peran besar dalam
pembentukan osteoclast yang
menyebabkan destruksi tulang .
21
fraktur patologis
Status Lokalis Regio Femur Sinistra Tidak tampak deformitas pada kaki
- Look : Deformitas (-), Swelling pasien karena pasien datang ke rumah
sakit dengan rujukan dari RS Pidie jaya
(-), Vulnus (-)
dan sudah dilakukan skin traksi disana
- Feel : Nyeri Tekan (+), AVN sebelumnya
distal (+)
- Movement : ROM terbatas nyeri (+)
22
perubahan bentuk. Pada pasien ini
penggunaan traksi adalah untuk
manajemen temporer fraktur femur dan
dislokasi serta untuk mengurangi
spasme otot dan nyeri sebelum
pembedahan.
23
D
3.9 D
3.10 D
3.11 D
24
3.12 D
3.13 D
3.14 D
3.15 D
3.16 D
3.17
25
26
Gambar 2. Algoritma penanganan vertebral bone metastasis (A), dan
nonvertebral metastasis (B).
27
Penatalaksanaan
Terapi Paliatif
28
Tangga penggunaan analgetik menurut World Helath Organization (WHO)
paling banyak digunakan untuk pengobatan nyeri pada kanker, dimana terdapat
langkah berdasarkan pada tingkat keparahan dari nyeri (gambar 2A). Langkah 1
terdiri dari analgetik nonopioid pada nyeri yang ringan. Anti inflamasi non steroid
(NSAID) dan COX-2 inhibitor, asetaminofen, ajuvan dan senyawa analgesik topikal
termasuk dalam kelompok ini. Banyak kontroversi mengenai pengguanaan NSAID
disarankan penggunaannya harus hati-hati, terutama pada orang tua. Ajuvan biasanya
berupa obat-obatan yang bukan analgetik, tetapi dapat digunakan dalam keadaan
khusus pada penanganan nyeri. Beberapa antiepilepsi dan antidepresan masuk dalam
terapi lini pertama dalam pengelolaan nyeri neuropatik, dimana yang paling sering
digunakan meliputi gabapentin, pregabalin, dan tricyclic antidepresan (misalnya,
amitriptyline, nortriptyline).
Langkah 2 dengan penggunaan opiod lemah seperti hidrokodon, kodein, dan
oxykodon dosis rendah pada nyeri ringan sampai sedang.Obat lainnya agonis μ
reseptor dengan mekanisme aksi ganda seperti tramadol dan tapentadol. Obat ini
mengurangi banyak efek samping dari opioid murni dan telah menambah efek pada
nyeri neuropatik. Propoxyphene (Darvocet Darvon) telah ditarik dari pasaran karena
efek aritmia jantung.5
Langkah 3 terdiri dari opioid kuat seperti morfin, hydromorphone, fentanyl,
oxycodone dosis tinggi, meperidine, dan methadone. Pada pasien dengan nyeri
kanker kronis, kombinasi short-acting dan long-acting opioid dianjurkan. Long-
acting opioid, baik secara farmakologi long-acting (seperti metadon atau
levorphanol) atau sediaan long-acting (sistem slow release seperti morfin,
oxycodone, oxymorphone atau hydromorphone), digunakan untuk terapi dasar nyeri
kanker kronis. Opioid short-acting opioid memerlukan dosis berulang, yang
digunakan untuk penanganan nyeri akut.5
29
Gambar 3 (A) : 3 langkah penggunaan analgetik oleh WHO :1986, (B) proposal
langkah ke 4 oleh Miguel R. Interventonal treatment of cancer pain; the fourth step in
WHO analgesi ladder?:2000.
Tangga analgetik WHO dimulai pada tahun 1982 sebagai program kesehatan
masyarakat untuk menanganai masalah nyeri kanker yang tidak teratasi, terutama
pada tahap akhir kehidupan. Sebelum pedoman ini dirilis pada tahun 1986, terdapat
anyak hambatan yang mencegah efektiftitas pengobatan nyeri pada kanker, dan
deskripsi pasien meninggal dengan nyeri digambarkan sebagai suatu hal yang kejam
dan tidak berperasaan. Sehingga dengan kemajuan dalam pemahaman analgesik
opioid dan dengan adanya bidang khusus yang mespesialisasi yang dampak besar
30
dalam penggunaan tangga analgetik WHO untuk manajemen pasien yang mengalami
nyeri terkait kanker yang ringan sampai parah.
Namun pada faktanya terdapat kegagalan dalam penanganan nyeri pada 10 %-
20% dari pasien. Pada banyak kasus, tangga analgetik digambarkan sebagai sebuah
penyederhanaan dari sebuah masalah yang kompleks. Untuk itu teknik interventional
pada kasus yang tidak berhasil ditangani dengan analgetik sistemik, baik karena nyeri
yang tidak terkendali dan /atau efek samping dari obat, disebut sebagai langkah
keempat dari tangga analgetik (gambar B) Kegagalan penggunaan analgetik sistemik
terkait erat dengan generator nyeri yang spesifik dan terjadi pada kebanyakan
keganasan. Nyeri yang berasal dari neuropatik misalnya, disebut sebagai suatu hal
yang responnya rendah pada penggunaan opiat dan terapi adjuvant konvensional.
Teknik intervensi nyeri dapat digunakan pada kondisi ini, diantaranya prosedur
neuroablatif (radio frequency ablation (RFA), cryoablation, phenol dan alkohol
neurolisis), pengunaan kateter temporer untuk pemberian infus lokal/regional
anestesi, neurostimulasi dan stimulasi spinal cord,infus intra tekal dengan jalur
kateter perkutan penggunaan atau implantable drug delivery systems (IDDS).
Hyperkalsemia
Pada fraktur diafisis harus selalu harus dilakukan internal fiksasi dan (jika
diperlukan) dilapisi dengan semen methylmethacrylate. Jika terdapat multipel fraktur
harus di fiksasi pada waktu yang sama, walaupun harus dipikirkan juga bahwa
dengan multipel intra medullary nailing risiko fat emboli meningkat. Rasa nyeri
31
berkurang dengan cepat, perawatan menjadi lebih mudah dan pasien dapat menjalani
pengobatan lain tanpa rasa tidak nyaman.
II.6 Prognosis
Daftar Pustaka
32
7. Jacofsky DJ, dkk, MetastaticDisease to Bone. Hospital Physician, 2004:21-
28.
8. Lipton A, Patophysiologi of Bone Meastases: How This Konowledge May
Lead to Therapeutic Intervention. Journal of Supportive Oncology,
2004;2:205-220.
9. Rajarubendra N dan Lawrentschuk N. 2010. Bone Cancer progression and
Therapeutic Approaches, Imaging of Bone Metastases. Edisi 1. Elsevier. San
Diego, hal: 269-281.
10. Schirrmeister H dan Arslandemier C. 2010. Bone cancer Progression and
Therapeutic Approach.Edisi 1.Diagnosis of Skeletal Metastases in Malignant
Extraskeletal Cancers. Springer. Leipzig. Hal:283-293.
11. Solomon L. dkk. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures,
Metastatic Bone Disease, Edisi 9. Hodder Arnold. London., hal:216-218
12. Yu HHM, dkk, Overview of Diagnosis and Management Of Metastatic
Disease to Bone, Cancer Control, 2012, vol 19, No2, hal : 84-91.
33
Denpasar SMF Bedah RSUP Sanglah Denpasar Email :
karuniadewi69@gmail.com ABSTRAK Metastasis merupakan penyebaran
kanker dari bagian tubuh utama saat kanker itu dimulai ke bagian lain dari
Metastasis is the spread of cancer from the main body part when the cancer
starts to other parts of the body . This research was conducted to determine the
prevalence of Metastatic Bone Disease ( MBD ) based on age , location , and
primary tumor in Sanglah Hospital / FK Unud 2013-2017 period . This
research is a descriptive cross sectional study to determine the prevalence and
distribution of age , location , and primary tumor of MBD patients most MBD .
The location of most metastases is in the femur bone which is a long bone .
The origin of most was found that 45-64 most experienced MBD , which was
56 . 81 %. The location of most metastases is in the. 2019;8(8).
11. 5. Coleman RE, Clinical Features of Metastatic Bone Disease and Risk of
Skeletal Morbidity, Clinical Cancer Research, 2006;12:6243s-6249s. 135-146.
34
12. 11. Solomon L. dkk. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures,
Metastatic Bone Disease, Edisi 9. Hodder Arnold. London., hal:216-218.
13. Pir MS, Jaloudi J, Mir M, Saqib N, Klamp D. Morbidity and Mortality : A
Case Report of Metastatic Bone Disease Case Presentation. 2018;10(Mm).
doi:10.7759/cureus.3781
14. Willeumier JJ, Sande MAJ Van De, Dijkstra PDS. Instructional Lecture :
Oncology Treatment of pathological fractures of the long bones. 2016;1(may).
doi:10.1302/2058-5241.1.000008
16. Jehn CF, Diel IJ, Overkamp F, et al. Management of Metastatic Bone Disease
Algorithms for Diagnostics and Treatment. 2016;2638:2631-2637.
17. Hibberd CS, Quan GMY. Accuracy of Preoperative Scoring Systems for the
Prognostication and Treatment of Patients with Spinal Metastases.
2017;2017:10-14. doi:10.1155/2017/1320684
35