BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2
1. IDENTITAS
Nama : Barata Anugra
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 8 bulan
Agama : Islam
Alamat : DSN IX Jl. Suka Setia Labuhan Deli
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
No RM : 325397
2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Bibir sumbing sejak lahir
Telaah :
Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan bibir sumbing
sejak lahir. Ibu pasien mengatakan bahwa kelainan pada bibir pasien tidak
mengganggu asupan ASI yang diberikan. Makan minum lancar. Keluhan demam
(-), batuk (-), sesak napas (-), susah makan (-), BAB (+) konsistensi kenyal, warna
kekuningan, darah (-), 3-4 kali per hari. BAK (+), konsistensi cair, berwarna
kekuningan, 5-6 kali per hari.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum : Compos mentis
Tinggi Badan : 73 cm
Berat Badan : 7 kg
Keadaan Gizi
BB: 73 cm
TB: 7 kg
Bb/u diantara -2 SD sampai +2 SD : Baik
3
B1 (Breath)
Airway : Clear
RR : 21 x/menit
SP : Vesikuler ka=ki
ST : Ronchi (-), Wheezing (-/-)
B2 (Blood)
Akral : Hangat
TD : 100/80 mmHg
6
HR : 116x/menit
B3 (Brain)
Sensorium : Compos Mentis, GCS= 15
Pupil : Isokor, ka=ki 3mm/3mm
RC : (+)/(+)
B4 (Bladder)
Urine Output :-
Kateter : Tidak Terpasang
B5 (Bowel)
Abdomen : Soepel
Peristaltik : 7x/i
Mual/Muntah : (-)/(-)
Puasa (+)
B6 (Bone)
Oedem : (-)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Darah Rutin
Hb : 11,0 g/dl (11,7 – 15,5 g/dl)
HT : 31,0 % (35 – 47 %)
Eritrosit 6
: 4,2 x 10 /µL (3,8 – 5,2 x 106/µL)
Leukosit : 9,370 / µL (4000 – 11.000 / µL)
Trombosit : 402,000 / µL (150.000 – 450.000 / µL)
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil : 1% (1-3 %)
Basofil : 1% (0-1 %)
N. Stab : 0% (2-6 %)
N. Seg : 26% (53-75 %)
Limfosit : 61% (20-45 %)
Monosit : 11% (4-8 %)
Fungsi ginjal
Ureum :
Kreatinin :
Glukosa Darah
glukosa darah sewaktu :
Fungsi Hati
SGOT :
SGPT :
7
Diagnosis : Labioschizi
5. RENCANA TINDAKAN
Tindakan : Labio plasty
Anesthesi : GA-ETT
PS-ASA : II(pasien dengan penyakit sistemik ringan-sedang
seperti hipertensi terkontrol)
Posisi : Supinasi
Pernapasan : Kontrol dengan ventilator
Maintenance
Sefoflurance : 1%
RL : 500 cc
Sebelum tindakan ekstubasi
Neostagmin + Sulfas Atropine (3:3)
Pernapasan
O2 : 4 L/menit
N2O :
Sefoflurane : Pemberian awal 1% sampai akhir
Jumlah Cairan
PO : RL 200 cc
DO : RL 400 cc
Produksi Urin :-
Perdarahan
Kassa Basah :-
Kassa 1/2 basah :-
Suction : 10 cc
Jumlah : 10 cc
EBV : 7 x 65 = 455 cc
EBL 10 % = 45,5 cc
8
20 % = 91 cc
30 % = 136,5 cc
Durasi Operatif
Lama Anestesi = 11.10 – 13.00 WIB
Lama Operasi = 11.15 – Selesai
7. POST OPERASI
Operasi berakhir pukul : 13.00 WIB
Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan
darah, nadi dan pernapasan dipantau selama 2 jam, yaitu setiap 15 menit
pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada 1 jam berikutnya.
Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette score > 9
o Pergerakan :2
o Pernapasan :2
o Warna kulit :2
o Tekanan darah :2
o Kesadaran :2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
langit-langit mulut (platum), ataupun kelainan pada keduanya. Celah pada bibir
disebut labiochisis sedangkan celah paa langit langit mulut disebut palatochisis.
Penanganan celah adalah dengan cara pembedahan.
B. Etiologi
Faktor genetik
Faktor non genetik
a. Defisiensi nutrisi
b. Zat kimia
c. Virus rubella
d. Trauma
C. Klasifikasi
D. Patofisiologi
Celah pada bibir atas (cheiloschisis superior) mungkin hanya terbatas pada
bibir atau dapat juga terjadi pada palatum molle. Cleft lip unilateral terjadi akibat
kegagalan fusi dari prominens nasal medial dan prominens maxilla pada satu sisi.
Sedangkan cleft lip bilateral merupakan hasil dari kegagalan fusi pada prominens
nasal medial dengan prominens maxilla pada sisi yang lain. Celah bibir inferior
sangat jarang terjadi, dan biasanya terletak tepat di tengah dan disebabkan oleh
ketidaksempurnaan penyatuan prominensia mandibularis.
E. Diagnosa Postnatal
Biasanya celah (cleft) pada bibir dan palatum segera pada saat kelahiran
.Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir
hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada
otot palatum molle ( soft palate ( submucous cleft),yang terletak pada bagian
belakang mulut dan tertutupi oleh month’s lining. Karena letaknya yang
tersembunyi ,tipe celah ini tidak dapat didiagnosa hingga bebrapa waktu.
F. Penatalaksanaan
Operasi celah bibir satu sisi (Cheiloraphy unilateral)
Operasi celah bibir dua sisi ( Cheiloraphy Bilateral)
Operasi celah langit-langit ( Palatoraphy)
G. Komplikasi
Gangguan bicara dan pendengaran
Terjadinya otitis media
Aspirasi
12
Distress pernapasan
Resiko infeksi saluran napas
Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media rekureris
sekunder akibat disfungsi tuba eustachius
Masalah gigi
H. Prognosis
2.2 ANESTESI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Kata anestesi
diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian
obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
pasien. Anestesi yang sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi), yaitu:
a. Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam
pembuluh darah vena.
b. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap dengan obat-obat pilihan yaitu N2O,
Halotan, Enfluran, Isofluran, Sevofluran, Desfluran dengan kategori
menggunakan sungkup muka, Endotrakeal Tube nafas spontan, Endotrakeal tube
nafas terkontrol.
c. Anestesi berimbang merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan
kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi
atau kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional untuk mencapai
trias anestesi secara optimal dan berimbang.
2.2.3 Pre-operasi
A. Persiapan Pasien
1. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu
14
B. Persiapan Obat
15
1. Emergency
Epinefrin
Efedrin
Sulfas atrofin
Aminophlin
Deksamethason
2. Premedikasi
1. Analgetik :
2. Sedatif :
Midazolam 0,05-0,1 mg/kgbb, intravena keunggulan benzodiazepine dari
barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang
16
rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di
hati
3. Induksi
Induksi anestesi adalah suatu rangkaian proses transisi dari sadar penuh
sampai hilangnya kesadaran sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi
dan pembedahan. Induksi anestesi terdiri dari pemberian obat anestesi hipnosis
secara cepat melalui intravena. Obat induksi yang biasa digunakan :
4. Relaxant
C. Persiapan Alat
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih
bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup
terang
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
tahun dengan balon (cuffed)
A = Airway
17
a. Pipa endotrakea
Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya
dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea
dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda,
penampang melintang trakea bayi dan anak kecil di bawah usia 5 tahun hampir
bulat sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi dan anak kecil
digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dan dewasa dengan cuff supaya tidak
bocor. Pipa endotrakea dapat dimasukkan melalui mulut atau melalui hidung.
Pipa endotrakheal terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu
misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang
mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan
nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung
distalnya.Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian
tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa
dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit adalah trachea.
b. Laringoskop
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah
alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua
macam laringoskop :
1. Induksi Anestesi
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.
2. Intubasi Endotrakeal
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang
cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat
Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut
Penilaian Mallampati
Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring tidak
terlihat
Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
Grade IV : Pilar faring, uvula dan palatum mole tidak terlihat.
I. Gas Anestesi
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :
1. N2O
21
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai oksigen minimal 25%. Gas
ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Untuk menghindari terjadinya
hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit.
2. Halotan
Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol % dan pada napas
kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan klinis pasien.
3. Isofluran
5. Sevofluran
Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen
dapat dicapai dalam 1-3 menit. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang
jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dieliminasi dari tubuh.
II. Relaxant
Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau
kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan dengan ion low molecular
weight (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid juga
mengandung zat-zat high molecular weight seperti protein atau glukosa polimer
besar. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid plasma dan untuk sebagian
besar intravaskular, sedangkan cairan kristaloid cepat menyeimbangkan dengan
dan mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraseluler.
IV. Monitoring
2.2.5 Postoperatif
Recovery dari anestesi terjadi ketika efek obat-obatan anestesi hilang dan
fungsi tubuh mulai kembali. Perlu beberapa waktu sebelum efek anestesi benar-
benar hilang. Setelah anestesi, sejumlah kecil obat masih terdapat dalam tubuh
pasien, tetapi efeknya minimal.
Waktu recovery dari anestesi bergantung pada jenis anestesi, usia pasien,
jenis operasi, durasi operasi, pre-existing disease, dan sensitivitas individu
terhadap obat-obatan. Perkiraan waktu recovery yang tepat dapat ditentukan jika
semua spesifikasi pembedahan, riwayat pasien dan jenis anestesi diketahui.
a. Pulse oximeter
b. Non-invasive blood pressure monitor
c. Elektokardiograf
d. Nerve stimulator
e. Pengukur suhu.
24
BAB IV
KESIMPULAN
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan
kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas
keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat
minimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru Sudoyo dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi IV.
Jakarta: IPD Press
2. Efiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar THT Edisi 6. Jakarta: UI Press
3. Theopilus B. dkk. 2008. Buku Ajar Anatomi Umum. Makassar: Bagian
Anatomi FK Unhas
4. Wan Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: UI Press
5. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2009.
6. Omuigui . The Anaesthesia Drugs Handbook, 2nd ed, Mosby year Book Inc,
1995.
7. Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi
dan Terapi FK UI. Jakarta
8. Laszlo I. Radiologi Daerah Kepala dan Leher. Dalam: Penyakit Telinga,
Hidung,Tenggorok, Kepal & Leher Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1997. 2-9
9. Chyuan HS. Baloon Sinuplasty. 2008. Http://www.entsurgery.com.sg
10. Wanni, 2014. “Anestesi umum pada pasien Ca mamae sinistra dengan
Hipertensi”. Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Soeselo.
11. Dobson, Michael B. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta : EGC
27
12. Boulton T., Blogg C. 1994. Komplikasi dan Bahaya Anestesi: Anestesiologi.
EGC. Jakarta. pp:229-231
13. Hikayati. 2014. “PENGARUH PENGEMBANGAN CUFF ETT
MENGGUNAKAN SPUIT DAN CUFFINFLATOR TERHADAP DENYUT
NADI DAN TEKANAN DARAH PASIEN INTUBASI” (The Soedirman
Journal), Volume 9, No.1, Maret 2014.