Anda di halaman 1dari 28

PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROPILAKSIS SECARA UMUM

Tambar Kembaren, Herlina Maria Sitorus

Divisi Penyakit Tropikal Infeksi

Dep.Ilmu Penyakit Dalam FK USU RSUP.H.Adam Malik

PENDAHULUAN

Bakteri adalah suatu mikroorganisme yang bersel satu yang beberapa diantaranya
hidup sebagai koloni normal di beberapa jaringan tubuh.Tetapi jika bakteri tersebut
menginvasi jaringan tubuh maka akan terjadi reaksi yang disebut dengan infeksi.Bakteri
sendiri tidak mudah untuk menginvasi namun lebih mudah menginvasi jika keadaan
imunitas tubuh yang rendah seperti penyakit kanker,HIV, atau tindakan yang dapat
mengakibatkan masuknya kuman ke dalam jaringan.1

Salah satu upaya pencegahan terjadinya infeksi diberikan antibiotik


profilaksis.Diberikan pada pasien setelah adanya paparan terhadap penyebab infeksi dan atau
pada pasien dengan faktor resiko tertentu.Faktor resiko mengandung pengertian bahwa
kondisi tertentu yang menyebabkan kemungkinan terjadinya infeksi menjadi sedemikian
besar atau dampak yang ditimbulkan infeksi tersebut akan merugikan terhadap pasien
(meningkatkan morbiditas dan mortalitas).Faktor resiko tersebut mencakup faktor penjamu
yang rentan(imunokompromais) atau akibat tindakan tertentu misalnya pembedahan atau
dampak infeksi yang memberatkan karena komplikasi penyakitnya.23

Namun penggunaanya harus dibatasi secara spesifik dan disesuaikan indikasi untuk
menghindari kelebihan biaya,toksisitas dan resistensi antibiotik. Antibiotik profilaksis dapat
dianggap sebagai pencegahan primer(pencegahan dari awal infeksi),pencegahan
sekunder(pencegahan kekambuhan atau reaktivasi infeksi) atau juga dapat diberikan sebagai
pencegahan infeksi dengan menghilangkan koloni bakteri.2 Pada fasilitas kesehatan Kanada
ditemukan antibiotik yang resisten yaitu methicillin resistan staphylococcus
aureus,vancomycin resistant enterococcus dan extended-spectrum-beta-lactamase-producing-
organism. Pedoman terapi empiris berbeda dengan profilaksis.Terapi propilaksis sering
dijumpai ketidaksesuaian penggunaan antibiotik broadspektrum dan penerusan pemberian
terapi tanpa rekomendasi periode waktu yang ditetapkan. Hal ini menyebabkan meningkatnya
efek yang buruk dan mengakibatkan terjadinya resistensi. Resistensi antibiotik disebabkan

Universitas Sumatera Utara


ketidaksesuain pemberian antibiotik dan keterbatasan pilihan terapi menyebabkan tingginya
angka morbiditas dan mortalitas.

ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA TINDAKAN BEDAH

Infeksi pada luka operasi adalah penyebab utama penyakit pasca operasi.Hampir 25%
dari semua infeksi nosokomial yang terjadi di Amerika Serikat terjadi setiap tahun
diakibatkan oleh infeksi pasca operasi.CDC (Center for Disease Control Prevention)
memperkirakan bahwa sekitar 500.000 kasus infeksi luka operasi terjadi setiap tahun di
Amerika. Angka infeksi nosokomial untuk luka operasi di Indonesia dilaporkan sebesar 2,3
% - 18,3 % (Triatmodjo, 1993).Hasil penelitian Nainggolan (1994) di RSU Sleman
didapatkan kasus infeksi nosokomial luka operasi sebesar 3,5 %. Infeksi terjadi karena flora
normal masuk ke daerah steril. Timbulnya infeksi pasca bedah merupakan penyebab utama
peningkatan mortalitas dan morbiditas pasien rawat inap di rumah sakit sehingga terputusnya
kendali infeksi dapat mengakibatkan komplikasi septik yang mungkin dapat meningkatkan
risiko terhadap kesehatan pasien dibandingkan penyakit semula atau pembedahannya. Sekitar
70% dari seluruh infeksi nosokomial dilaporkan terjadi pada pasien yang menjalani
pembedahan, serta hal ini dapat menimbulkan dampak terhadap fungsi sosial rumah sakit.2

Jenis mikroorganisme patogen yang diduga menginfeksi luka pada bedah orthopaedi
adalah S. aureus, E. coli dan Pseudomonas.Berbagai faktor mempengaruhi dari timbulnya
infeksi luka operasi seperti virulensi bakteri,imunologi seseorang,persiapan pre operasi,dan
penatalaksanaan intraoperasi. Infeksi operasi seringkali terjadi pada pasien yang menjalani
operasi besar .Tanda dan gejala infeksi dapat berupa pus yang produktif sampai tanda-tanda
infeksi sistemik yang berat. (antibiotik prophylaksis in surgery)Tujuan dari pemberian
antibiotik profilaksis pre operatif adalah untuk mencegah infeksi post operasi. .Pemberian
antibiotik profilaksis pada prosedur bedah ini bukan tindakan sterilisasi pada jaringan tetapi
untuk menurunkan kolonisasi bakteri dan juga bukan tindakan profilaksis untuk mencegah
kontaminasi postoperatif.Antibiotik profilaksis diberi sesuai dengan farmakodinamik dan
farmakokinetik sehingga dapat efektif pada serum dan jaringan selama tindakan dan beberapa
jam setelah tindakan.Ini penting untuk mengenali perbedaan antara terapi profilaksis dan
empiric.2,3

Terapi profilaksis diindikasikan untuk prosedur yang berhubungan dengan


kemungkinan terjadinya infeksi pemberian antibiotik harus mencakup mikroorganisme yang

Universitas Sumatera Utara


berpotensi mengkontaminasi jaringan pada saat dilakukan suatu tindakan
pembedahan.Konsentrasi antibiotik harus dipertahankan selama proses operasi.Pemberian
antibiotik empiris digunakan setelah proses pembedahan jika dijumpai permasalahan infeksi
setelah operasi. 3,4,5

Terdapat perubahan yang berbeda dari pedoman yang sebelumnya (guideline 1999)

yang akan diuraikan dibawah ini.3

1. Pemberian waktu yang tepat sebelum tindakan pre operasi

Pemberian antibiotik profilaksis 60 menit sebelum tindakan insisi operasi.Kondisi

imi mempunyai kerangka waktu yang lebih spesifik dari guideline yang

sebelumnya dimana pemberian antibiotik profilaksis diberikan sewaktu tindakan

induksi oleh anestesi.Beberapa agent seperti Vancomisin dan golongan

Fluoroquinolone membutuhkan pemberian lebih dari satu jam bahkan sampai dua

jam sebelum tindakan incisi.

2.Pemilihan jenis dan dosis antibiotik

Keterangan termasuk hubungan dengan berat badan yang mendekati dengan dosis

terutama pada pasien yang obesitas dan kemungkinan untuk mengulang dosis

pada tindakan operasi yang berlangsung lebih lama.Obesitas sangat berhubungan

dengan infeksi luka operasi.Farmakokinetik dapat dirubah pada pasien yang obese

jadi dosis yang disesuaikan dengan berat badan diperlukan pada pasien yang

obesitas.Perhitungan dosis dan pemberian terapi lanjutan diperlukan untuk semua

pasien selama intraoperasi untuk memastikan serum dan konsentrasi antibiotik

dalam jaringan adekuat jika lamanya operasi melebihi dua setengah kali masa

antibiotik atau terjadi perdarahan yang banyak sewaktu operasi.

Rekomendasi untuk pemilihan antibiotik.(Table 1)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1. Bakteri penyebab infeksi luka operasi

Universitas Sumatera Utara


Table 2 Jenis antibiotik pada tindakan bedah

Universitas Sumatera Utara


3.Lamanya pemberian antibiotik

Rekomendasi terbaru menyatakan untuk mempersingkat waktu pemberian


antibiotik termasuk kepada pemberian antibiotik single dose atau meneruskan
kurang dari 24 jam.Pedoman ini ditujukan untuk pasien dengan usia diatas 18
tahun.Pada guideline ini tidak begitu menghiraukan pada pasien dengan gangguan
fungsi hati atau ginjal,sehingga pemberian antibiotik tidak perlu disesuaikan untuk

Universitas Sumatera Utara


pasien ketika antibiotik profilaksis ini diberikan sebagai dosis tunggal pra operasi
sebelum insisi bedah.
Sebelumnya telah disampaikan keberhasilan profilaksis antibiotik tergantung
pada waktu yang tepat sebelum kontaminasi.Hal ini untuk memberikan
konsentrasi serum dan pada jaringan yang melebihi hambat minimum konsentrasi
antibiotik terhadap organisme yang terkait dengan prosedur.
Faktor lain sebagai perhatian pengendalian infeksi seperti
teknik,durasi,prosedur,rumah sakit dan lingkungan operasi,persiapan pra operasi
( misalnya scrub-bedah,anti sepsis kulit) suhu dan kontrol glikemik.
Idealnya antibiotik profilaksis pada tindakan bedah harus
1. Mencegah Infeksi post operasi
2. Mencegah morbiditas dan mortalitas akibat infeksi post operasi
3. Mengurangi lama dan biaya perawatan
4. Mencegah efek buruk
5. Tidak mempunyai efek buruk terhadap flora normal terhadap pasien atau
mikroorganisme yang ada di rumah sakit
Untuk mendapatkan kondisi ini antibiotik yang diberikan
1. Membunuh secara aktif kuman pathogen yang mengkontaminasi
lingkungan operasi.
2. Memberikan dosis dan waktu yang sesuai untuk memastikan konsentrasi
yang adekuat pada jaringan dan serum.
3. Aman
4. Pemberian antibiotik dengan waktu yang efektif untuk meminimalkan efek
yang buruk,resistensi dan biaya.

Mikroorganisme penyebab umum infeksi luka operasi1,3,4

Mikroorganisme penyebab umum infeksi luka operasi adalah mikroorganisme


nornal kulit seperti S.aureus.Pada tindakan operasi seperti operasi
digestif,operasi jantung,transplantasi ginjal dan hati mikroorganisma yang
dominan adalah gram negatif dan juga enteroccoci .

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3. Jenis tindakan, mikrorganisma,antibiotik yang dianjurkan ,pilihan jika alergi
penisilin dan dosis pemberian

ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA TINDAKAN OBSTETRI 6,7

Komplikasi tindakan obstetri mengakibatkan infeksi yang mempunyai angka


mortalitas dan mortalitas yang tinggi.Keadaan ini akan menyebabkan lamanya perawatan
dan kondisi ini sering diakibatkan infeksi dari saluran kemih,endometrisis,infeksi
luka,infeksi perineum. Luka infeksi seperti selulitis,abses diakibatkan oleh tindakan
laparatomi.Infeksi pelvis seperti abses dan hematom adalah akibat tindakan bedah pada
kavum abdomen Luka selulitis adalah resiko dari tindakan histerektomi. Endometritis
diakibatkan tindakan sectio caesaria dan tindakan aborsi. Infeksi saluran kemih diakibatkan
tindakan pemasangan kateter urin.Banyak penelitian dilakukan dalam menilai efektititas
antibiotik dari jenis antibiotik,dosis,cara pemberian untuk menilai manfaat pemberian
antibiotik profilaksis dalam menurunkan kejadian infeksi. Pemberian antibiotik propfilaksis
pada tindakan elektif sectio caesaria masih kontraversi.Dari 4 penelitian meta-analisis
dijumpai antibiotik profilaksis menurunkan infeksi postoperatif dan kejadian
endometritis.Sehingga para ahli mengambil kesimpulan untuk memberi antibiotik profilaksis
sebelum tindakan sectio caesaria. Cefazolin adalah generasi pertama dari sefalosporin dan

Universitas Sumatera Utara


obat kategori B pada ibu hamil yang diindikasikan pada tindakan sectio caesaria.Diberikan
secara intravena mempunyai waktu paruh 1,8 jam berefek secara baik pada bakteri gram
positif dan mempunyai efek sedang terhadap bakteri gram negatif. Dianjurkan pemberian 1-2
gram secara intravena tidak lebih dari 30 menit sebelum dilakukan incisi. Dan penambahan
obat dapat dipertimbangkan jika terjadi perdarahan lebih 1500ml atau lamannya tindakan
lebih dari 4 jam.

Cochrane 2004 melakukan penelitian pemberian antibiotik profilaksis pada


tindakan forceps dan vacum.Dijumpai pada 393 wanita hanya 2 yang mengalami endometritis
dan panjangnya hari rawatan.Tidak dijumpai perbedaan pada yang memperoleh antibiotik
profilaksis dan pada yang tidak mendapat antibiotik profilaksis. Pada laserasi perineum
dianjurkan pemberian antibiotik single dose intravena Cefotetan,Cefoxitin yang bermakna
pada sebagai antibiotik profilaksis.Rekomendasi pemberian antibiotik pada tindakan
kebidanan dapat dilihat di tabel berikut

Tabel 4 .Rekomendasi Antibiotik pada tindakan Kebidanan

ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA GASTROENTEROHEPATOLOGI

Antibiotik profilaksis pada Endoscopi

Tindakan dari endoscopi dapat menimbulkan trauma yang mengakibatkan masuknya


kuman dari jaringan mucosa atau dapat berasal dari alat endoskopi yang terkontaminasi atau
injeksi zat kontras. Setelah tindakan endoskopi dapat terjadi bakterimia oleh karena itu
diperlukan pemberian antibiotik propilaksis untuk tindakan endoskopi.Prosedur endoskopi
yang beresiko tinggi seperti dilatasi esofagus dan skleroterapi.Pada 3`penelitian prospektif

Universitas Sumatera Utara


dijumpai infeksi 12-22% yang diakibatkan oleh bouginage esofagus dan hasil kultur
mikroorganisma yang dijumpai adalah bakteri komensal .Pada suatu penelitian kuman yang
dijumpai adalah Streptococcus viridans (79%).Prosedur dilatasi untuk struktur malignansi
lebih sering dijumpai keadaan bakterimia dibandingkan dengan benign striktur.Pada tindakan
skleroterapi dijumpai 0-52% keadaan bakterimia dan pada ligasi varises dijumpai 1-25%
,tindakan ERCP dengan non obstruksi saluran empedu dijumpai 6,4% dan 18% pada
keadaan obstruksi saluran empedu.Gastroskopi dengan atau biopsi kejadian bakteremia 0-8%
dan tindakan kolonoskopi dijumpai 0-25% kejadian bakterimia.8

Tujuan dari pemberian antibiotik pada tindakan endoskopi adalah untuk mengurangi
infeksi akibat kejadian iatrogenik pada tindakan endoskopi. Terjadinya infeksi endocarditis
dihubungkan dengan tindakan endoskopi tetapi American Heart Association (AHA) 2007
tidak menemukan hubungan antara tindakan endoskopi dengan kejadian Infeksi
Endocarditis.Tetapi kejadian Infeksi endocarditis lebih sering ditemukan pada kasus prostetic
pada katup jantung,adanya infeksi endocarditis sebelumnya,pasien kelainan jantung
bawaan.Infeksi selain infeksi endocarditis.Antibiotik profilaksis bermanfaat bagi tindakan
endoskopi untuk mengurangi kejadian infeksi lainnya.8,9

ERCP8

Tindakan drainage pada ERCP adalah pilihan utama untuk penalaksanaan cholangitis
akut. Antibiotik selalu diberikan pada pasien dengan cholangitis akut dan tidak
direkomendasikan pemberian antibiotik profilaksis single dose untuk tindakan ERCP.Efek
dari tindakan ERCP adalah cholangitis dan sepsis.Namun pemberian antibiotik profilaksis
tidak menurunkan kejadian bakterimia pada tindakan ini.Dari beberapa penelitian
menunjukan jika pasien drainage bilirubin yang tidak komplit dijumpai 91% kejadian
sepsis.Keadaan ini dijumpai pada kasus hilar cholangiocarcinoma dan primary sclerosing
cholangitis. Dan ada satu penelitian yang menunjukan kebaikan dari penerusan antibiotik
profilaksis sampai beberapa hari.Pemberian antibiotik menurunkan perburukan pada
tindakan yang memakai kontras pada kasus pancreatic pseudocyst.

10

Universitas Sumatera Utara


Endoscopic Ultrasound-Fine Needle Aspiration (EUS-FNA)8

Kejadian infeksi yang ditemui pada EUS-FNA.Pada suatu penelitaian 672 pasien
dengan lesi solid tetapi tidak mendapat antibiotik propilaksis angka kejadian infeksi hanya
ditemui pada 3 orang.Pemberian antibiotik pada kasus lesi yang solid tidak
direkomendasikan.Pada lesi kistik dijumpai 14% kejadian infeksi berat setelah EUS-
FNA.Kemudian penelitian retrospektif menunjukan pada 603 pasien yang mendapat
pemberian antibiotik profilaksis yaitu fluorokuinolon pada lesi yang kistik dan berikan lagi 3
hari berikutnya hanya ditemukan 1 orang yang mendapat sepsis.Pada lesi kistik dianjurkan
pemberian antibiotik.

Percutaneus endoscopic gastrostomy (PEG) 8

Pasien dengan Peg sangat rentan terhadap infeksi yang dipengaruhi umur,pemberian
nutrisi ,keadaan immunosupresi dan pengobatan yang sedang dijalani.Suatu penelitian
menunjukan penurunan insidens dari infeksi daerah stoma dengan pemberian antibiotik
profilaksis seperti cefazolin 1 gr sebelum tindakan PEG yang diberikan 30 menit sebelum
tindakan.

Pedoman pemberian antibiotik dapat dilihat pada tabel berikut ini 10

11

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5 .Rekomendasi pemberian Antibiotik profilaksis pada endoskopi

Tabel 6.Pemberian antibiotik profilaksis pada tindakan ERCP

Tabel 7.Pemberian antibiotik profilaksis pada pasien beresiko endokarditis

12

Universitas Sumatera Utara


Tabel 8.Pemberian antibiotik profilaksis pada keadaan immunosupresif sebelum tindakan endoskopi

Pendarahan Saluran Cerna Bagian Atas Pada Sirosis Hepatis 11

Pemberian antibiotik untuk jangka pendek sebagai profilaksis infeksi bakteri pada
pasien dengan perdarahan varises menunjukkan hasil yang baik Pada satu studi prospektif
acak membandingkan norfloxacin 400 mg dua kali sehari selama 7 hari (n=60) dengan
kontrol tanpa terapi (n=59), norfloksasin menunjukkan insiden SBP yang lebih rendah (3.3%
vs. 16.9%; p<0.05); walaupun, penurunan mortalitas (6.6% vs. 11.8%) tidak mencapai
kebermaknaan statistik.Karena munculnya kembali infeksi yang disebabkan oleh bakteri
resisten kuinolon, membandingkan pemberian norfloksasin per oral dengan ceftriakson infus
IV sebagai profilaksis infeksi bakteri pada pasien sirosis dengan perdarahan hemoragik.
Pasien diacak untuk menerima norfloksasin 400 mg dua kali sehari (n=57) atau ceftraixone
IV 1 g/hari (n=54) selama 7 hari. Antibiotik dimulai setelah endoskopi darurat dan dalam 12
jam pertama rawat inap. Kemungkinan terjadinya benar‐benar infeksi (26% vs 11%; p<0.03),
dan bakteremia atau peritonitis bakteri spontan (12% vs 2%; p<0,03) lebih tinggi pada pasien
yang menerima norfloksasin dibanding ceftriakson.Tidak ada perbedaan bermakna antar grup
pada angka mortalitas, dalam 10 hari setelah inklusi. Pedoman konsensus AASLD dan ACG
merekomendasikan pemberian 7 hari antibiotik profilaksis untuk mencegah SBP pada pasien
dengan perdarahan varises dengan norfloksasin oral (400 mg BID) atau ciprofloxacin IV (400
mg BID) atau ketika ketika pemberian pe oral tidak dapat dilakukan Ceftriaxone IV (1
g/hari) merupakan salah satu pilihan jika prevalensi organisme resisten kuinolon tinggi. Pada
perdarahan ini sebaiknya mendapat terapi norfloksasin 400 mg per oral sekali sehari (dosis
disesuaikan dengan klirens kreatinin 30 mL/menit), atau ceftriaxone 1g/hari selama 7 hari
untuk mencegah SBP.

13

Universitas Sumatera Utara


Ensefalopati Hepatic 11
Neomisin
Penyebab utama yang memicu ensefalopati hepatik adalah terjadi perdarahan saluran
cerna secara mendadak..Degradasi bakteri pada darah di saluran cerna mengakibatkan absorsi
amonia dalam jumlah besar.Neomisin dosis 500mg-1gr empat kali sehari,atau sebagai larutan
1% (125)ml) yang diberikan sebagai enema(dipertahankan sampai 30-60 menit) efektif
mengurangi kadar amonia plasma(mungkin dengan cara menurunkan bakteri yang
memetabolisme di dalam saluran cerna).Sekitar 1-3% dosis neomisisn diabsorbsi.Penggunaan
kronis pada pasien dengan insufiensi ginjal yang parah dapat menyebabkan toksisitas atau
nefrotoksis.Pemamtauan rutin kreatinin serum,adanya protein dalam urin dan perkiraan
bersihan kreatinin dianjurkan untuk dilakukan pada pasien yang mendapat dosis lebih dari
dua minggu.Terapi neomisin juga dapat mengakibatkan sindrom malabsorsi reversible yang
tidak hanya menekan absorpsi lemak,nitrogen,karoten,besi,vitamin B12,xilose dan
glucose,namun juga menurunkan beberapa obat,termasuk digoksin,penisilin dan vitamin K.
Rifaximin
Rifaximin adalah antibiotik sintetis yang secara struktur berkaitan dengan rifampisin
(rifamycin).Aktivitas antibakterinya termasuk spektrum luas terhadap bakteri gram positif
dan negatif, baik aerobik maupun anaerobik, dan kecepatan absorpsi sistemiknya sangat
lambat. Rifaximin telah digunakanpada banyak kondisi bakteri enterik lebih dari satu dekade
di berbagai negara di luar US, dan barudiperkenalkan di US sebagai terapi diare ‐ perjalanan.
(Miglio dkk) melakukan studi double‐blind,terkontrol, acak untuk mengevaluasi efektivitas
dan toleransi rifaximin (400 mg 3 kali sehari)dibandingkan dengan neomisin (1 g 3 kali
sehari) selama 14 hari setiap bulannya selama 6 bulan (n=49). Selama studi ini, kadar amonia
darah pada kedua grup terapi menurun dengan jumlah yang sama. Untuk terapi ensefalopati
hepatik, dibanding neomisin, rifaximin lebih dapat ditoleransi oleh pasien yanginsufisiensi
ginjal.

ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA KEAADAAN IMUNOCOMPROMISED 12


Pasien Immunocompromised seperti pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV),
pasien keganasan dengan solid malignancy yang mendapat kemoterapi dan pasien non solid
malignancy memiliki resiko terinfeksi yang tinggi.Infeksi ini dapat menyebabkan kematian
pada pasien-pasien tersebut contoh invasive aspergillosis yang berhubungan dengan
neutropenia,Pneumocystis jeroveci peneumonia (PCP) yang berhubungan dengan daya

14

Universitas Sumatera Utara


imunitas yang rendah pada pasien AIDS.Sehingga diperlukan antibiotik profilaxis seperti
trimethoprim-sulfamethazole untuk mencegah PCP tersebut.
Antibiotik profilaksis pada pasien AIDS( Aquired Imunodeficiency Syndrome) 13
Pada periode ini dijumpai kemajuan luarbiasa dalam meningkatkan kulitas hidup dan
masa hidup orang-orang yang terinfeksi dengan virus HIV.Hal ini dikarenakan terjadi
pengembangan antiviral dan penanganan pencegahan dan pengobatan Infeksi Oppurtunistik
PCP (Pneumoncystis jeroveci Pneumonia)
Pasien HIV yang mepunyai nilai CD4 <200µ/l dan atau dijumpai oral candidiasis
harus mendapat terapi profilaksis terhadap PCP,Trimetrophim-sulfamethazole.Dosis sekali
sehari (960mg) mempunyai efektifitas yang baik terhadadap profilaksis PCP,Toxoplasmosis
dan beberapa infeksi saluran pernafasan.Pada pasien mendapat reaksi allergi obat,obat ini
dilakukan desentisisasi terapi,jika tetap terjadi reaksi obat dapat diganti dengan regimern
terapi yang lain sebagai alternatif yaitu dapson ditambah pirimetamin dan leucovorin dan
pentamidin aerosol.
Wanita Hamil. Kemoprofilaksis untuk PCP harus diberikan kepada wanita hamil
seperti yang dilakukan untuk orang dewasa dan remaja lainnya . TMP - SMZ adalah agen
profilaksis direkomendasikan ; dapson merupakan alternatif . Karena sedikitnya teori
mengenai kemungkinan teratogenik yang berhubungan dengan paparan obat selama trimester
pertama , penyedia layanan kesehatan mungkin memilih untuk tidak memberi profilaksis
selama trimester pertama . Dalam kasus tersebut , pentamidin aerosol dapat dianggap karena
kurangnya penyerapan sistemik dan kurangnya resultan pada paparan embrio yang
berkembang .
Penghentian Profilaksis sekunder (Terapi Pemeliharaan kronis). Profilaksis
sekunder harus dihentikan untuk pasien dewasa jika CD4 + T limfosit sel count telah
meningkat dari <200 sel / uL ke> 200 sel / uL untuk> 3 bulan dan memproleh Anti Retroviral
(ART). Laporan dari studi observasional dan dari uji coba secara acak , serta analisis
gabungan dari delapan kohort Eropa yang diikuti secara prospektif , mendukung rekomendasi
ini. Dalam studi ini, pasien telah mendapat ART dengan peningkatan CD4 + T jumlah
limfosit untuk> 200 sel / uL untuk> 3 bulan. Median jumlah limfosit CD4 + T pada saat
profilaksis dihentikan adalah> 300 sel / uL. Penatalaksanaan Pasien HIV untuk profilaksis
PCP dapat dilihat pada tabel berikut
Profilaksis Toxoplasmic Enchepalitis
Jika pasien dicurigai menderita Toxoplasmic Enchepalitis maka dilakukan
pemeriksaan immuoglobulin G (IgG) antibodi Toxoplasma untuk mendeteksi infeksi latent

15

Universitas Sumatera Utara


toxoplasma.Semua pasien HIV walaupun tidak memilik antibodi IgG toxoplasma harus
dilakukan konseling mengenai sumber infeksi toxoplasma dan disarankan memakan makanan
yang masak.Harus mencuci tangan setelah berkebun dan kontak dengan tanah,mencuci buah
sebelum dimakan dan jika memliki binatang peliharaan seperti kucing harus diberi makan
yang masak tidak boleh mentah.
Pasien Toxoplasma - seropositif yang memiliki jumlah limfosit CD4 + T <100 / uL
harus diberikan profilaksis terhadap ensefalitis toksoplasma ( TE ).Pemberian harian TMP -
SMZ dosis ganda direkomendasikan sebagai rejimen pilihan untuk profilaksis PCP efektif
terhadap TE juga .Jika pasien tidak dapat mentoleransi TMP - SMZ , alternatif yang
disarankan adalah dapson - pirimetamin , yang juga efektif terhadap PCP . Atovaquone
dengan atau tanpa pirimetamin juga dapat dianggap . Monoterapi profilaksis dengan dapson ,
pirimetamin , azitromisin , atau clarithromycin tidak dapat direkomendasikan berdasarkan
data yang tersedia . Pentamidin aerosol tidak melindungi terhadap TE dan tidak
direkomendasikan.
Toxoplasma - seronegatif pada orang yang tidak memakai rejimen profilaksis PCP
dapat terkena TE maka harus diuji ulang untuk IgG antibodi terhadap toksoplasma saat
jumlah limfosit CD4 + T mereka menurun < 100 / uL untuk menentukan apakah mereka telah
menjadi terinfeksi dan karena itu beresiko TE . Pasien yang beresiko harus diberikan
profilaksis untuk TE seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Wanita Hamil. TMP-SMZ dapat diberikan untuk profilaksis terhadap TE seperti
yang dijelaskan untuk PCP. Namun, karena insiden rendah TE selama kehamilan dan
kemungkinan risiko yang terkait dengan pengobatan pirimetamin, kemoprofilaksis dengan
rejimen pirimetamin dapat ditunda sampai setelah kehamilan . Untuk profilaksis terhadap
berulang TE, penyedia layanan kesehatan dan dokter harus memberi informasi tentang
manfaat terapi ARV seumur hidup dan kekhawatiran yang terkait dengan teratogenisitas
pirimetamin. Pedoman diberikan sebelumnya harus digunakan ketika membuat keputusan
mengenai profilaksis sekunder untuk TE selama kehamilan.

Dalam kasus yang jarang terjadi, terinfeksi HIV ibu hamil yang memiliki bukti
serologis infeksi Toxoplasma ke janin dalam kandungan. Perempuan terinfeksi HIV hamil
yang memiliki bukti infeksi toksoplasma primer atau toksoplasmosis aktif, termasuk TE,
harus dievaluasi dan dikelola selama kehamilan dalam konsultasi dengan spesialis yang
sesuai. Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki bukti serologis infeksi dengan HIV dan

16

Universitas Sumatera Utara


Toxoplasma harus dievaluasi untuk toksoplasmosis kongenital. Profilaksis TE pada pasien
HIV dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 9.Pengobatan profilaksis infeksi opurtunistik pada Infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV)

17

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan tabel 9

Tabel berikut pencegahan kekambuhan penyakit Infeksi Oppurtunistic

Tabel 10.Pencegahan kekambuhan penyakit Infeksi Oppurtunistic

18

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan tabel 10

Profilaksis Tuberkulosis 14

Terapi pencegahan TB adalah intervensi yang harus menjadi bagian dari paket
perawatan bagi orang yang hidup dengan HIV / AIDS. Terapi pencegahan TB hanya boleh
ditawarkan jika prasyarat berikut memiliki telah terpenuhi yaitu:
• Konseling sukarela berkualitas tinggi dan pengujian cepat untuk HIV tersedia.
• Pasien diskrining untuk penyakit TB aktif sebelum memulai terapi pencegahan TB.
• Penyedia menindaklanjuti dan memantau pasien setiap bulan untuk mendorong kepatuhan
dan efek samping obat dan tidak terkena penyakit TB sebelumnya.
• Program HIV / AIDS bertanggung jawab untuk melaksanakan terapi pencegahan TB.
• Ada kolaborasi yang kuat antara HIV / AIDS dan program TB
• Data yang dikumpulkan pada
o jumlah orang yang dimulai pada IPT
o Jumlah orang yang menyelesaikan 6 bulan IPT
o Jumlah orang yang menjadi TB aktif saat mendapat IPT

19

Universitas Sumatera Utara


Dalam rangka untuk memberikan perawatan yang komprehensif untuk pasien HIV / AIDS,
terapi pencegahan TB harus diinformasikan untuk semua layanan kesehatan masyarakat.
 Pengecualian dari Tuberkulosis aktif
Hal ini penting untuk mengecualikan TB aktif pada setiap pasien sebelum memulai terapi
pencegahan. Hal ini penting untuk menghindari pemberian obat profilaksis antituberkulosis
pada pasien yang ternyata penyakit TBC yang membutuhkan rejimen pengobatan penuh.
Sebelum memulai terapi pencegahan TB, pasien harus diskrining untuk tanda-tanda dan
gejala
Penyakit TB aktif:
• batuk Saat (24 jam atau lebih)
• Demam
• Kehilangan berat badan
• keringat malam
Semua pasien dengan 1 atau lebih tanda atau gejala yang dianggap tersangka TB dan harus
lanjut diselidiki untuk penyakit TB aktif sesuai pedoman TB nasional. Mereka tidak
memenuhi syarat untuk TB terapi pencegahan sampai penyakit TB aktif telah dikeluarkan
atas dasar BTA mikroskop dan mikobakteri
Peran dada x-ray di termasuk TB aktif sebelum memulai terapi pencegahan TB tetap
jelas . Meskipun dada x-ray tidak dianjurkan untuk termasuk penyakit TB aktif sebelum
memulai terapi pencegahan TB, masih memiliki peran dalam bekerja mencari tersangka TB
dengan BTA negatif sesuai pedoman TB nasional. Untuk menghindari adanya
TB aktif sebelum memulai terapi pencegahan TB, penekanan harus pada pengumpulan
dahak sampel untuk mikroskopi dan mikobakteri.
Regimen terapi untuk profilaksis
 Isoniazid (INH) 5mg/kgBB/hari maximun 300mg sekali sehari
 Vitamin B6 25mg per hari
 Lamanya pemberian selama 6 bulan atau dapat selama 9 bulan
Dibawah ini alogaritma pemberian Profilaksis Tuberkulosis

20

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1.Alogaritma pemberian Profilaksis Tuberkulosis

ANTIBIOTIK PADA FEBRILE NEUTROPENIA


Suatu keadaan neutropenia didefinisikan sebagai jumlah neutrofil absolut ( ANC )
kurang dari 500 / mL atau kurang dari 1000 / uL dengan penurunan diantisipasi kurang dari
500 / mL pada periode 48 - jam berikutnya . Demam neutropenia adalah suhu 38,3 º C ( 101
º F ) atau suhu lebih besar dari 38,0 º C ( 100,4 º F ) bertahan selama lebih dari 1 jam pada
pasien dengan neutropenia .Setelah evaluasi awal , setiap pasien harus dinilai untuk risiko
komplikasi dari infeksi yang parah . Penilaian risiko yang tepat dapat menentukan jenis terapi
empirik (oral vs IV ) , durasi terapi antibiotik , dan penentuan rawat inap terhadap
manajemen rawat jalan . Pasien diklasifikasikan ke dalam kelompok tinggi dan berisiko
rendah .Klasifikasi resiko berdasarkan Multinational Association for Supportive Care
(MASCC) bila nilai > 21 resiko ,dan bila nilai <15 resiko tinggi.14,15,16

21

Universitas Sumatera Utara


Tabel 11. Nilai dari MASCC

Gambar 2.Alogaritma penilaian Multinational Association for Supportive Care (MASCC)

14,17
Terapi Antibiotik pada resiko rendah

 Amoxicilin clavulanat 500 mg/125 mg per oral setiap 8 jam ditambah ciprofloxacin
500 mg per oral setiap 12 jam
 Moxifloxacin 400 mg per oral per hari
 Jika penisilin alergi (amoxillin clavulanat) ,diganti ke clindamycin 300 mg per oral
tiap 6 jam.
18,19,20
Terapi antibiotik pada resiko tinggi

22

Universitas Sumatera Utara


Terapi lini pertama termasuk terapi antipseudomonas.Kuinolon dan aminoglikosida
tidak dapat diberikan sebagai monoterapi.Terapi dibawah ini yang dapat diberi
sebagai terapi tunggal

1.Piperacillin-tazobactam 4,5 g/IV setiap 6 jam atau

2.Cefepime 2 gr/IV setiap 8 jam atau

3. Meropenem 1 gr/IV setiap 8 jam atau

4.Imipenem-cilastatin 500mg IV setiap 6 jam

Terapi lini kedua . Penggunaan terapi ganda pada pasien berisiko tinggi diindikasikan
untuk kasus-kasus yang rumit ( hipotensi atau pneumonia ) atau dicurigai atau terbukti
resistensi antimikroba . Regimen antibiotik yang tepat dalam pengaturan ini meliputi
berikut ini :

1.Piperacillin-tazobactam 4,5 g/IV setiap 6 jam ditambah dengan


aminoglikosida(dosis lihat dibawah) atau

2.Cefepime 2 gr/IV setiap 8 jam ditambah dengan aminoglikosida(dosis lihat


dibawah) atau

3. Meropenem 1 gr/IV setiap 8 jam ditambah dengan aminoglikosida(dosis


lihat dibawah) atau

4.Imipenem-cilastatin 500mg IV setiap 6 jam ditambah dengan


aminoglikosida(dosis lihat dibawah)

Pilihan aminoglikosida:

1.Gentamisin 2 mg/kgBB/IV setiap 8 jam atau 5mg/kgBB dalam 24jam atau

2.Amikasin 15mg/kgBB/hari atau

3.Tobramycin 2mg/kgBB setiap 8 jam.

Indikasi untuk penambahan antibiotik empiris vankomisin ( 15 mg / kg IV q12h ) ke


rejimen obat yang tercantum di atas adalah :

23

Universitas Sumatera Utara


 Secara klinis dicurigai infeksi yang berhubungan dengan kateter yang serius (
misalnya , bakteremia , selulitis )
 Ditemukan kolonisasi dengan penisilin dan sefalosporin tahan pneumokokus
atau methicillin - resistant Staphylococcus aureus ( MRSA )
 Kultur darah positif untuk bakteri gram positif
 Hipotensi
 Dijumpai mucositis parah ,dan telah diberikan profilaksis kuinolon

Jika dijumpai penurunnan demam dalam 3-5 hari

Mikroorganismenya dapat diidentifikasi maka


 Antibiotik disesuaikan dengan mikrkoba dan lokasi infeksi
 Terapi diteruskan paling sedikit 7 hari sampai kultur negatif dan dengan
catatan dijumpai perbaikan klinis
Jika mikroorganisme tidakdapat diidentifikasi dan nilai ANC lebih dari
500/µL selama 2 hari berturut-turut maka:
 Terapi diganti menjadi amoxicillin-clavulanat 500mg/125mg per oral
setiap 8 jam ditambah ciprofloxacin 500-750mg setiap 12 jam per oral
 Terapi antibiotik dihentikan setelah 5-7 hari jika pasien tidak demam
dalam 2 hari berturut-turut
Jika tidak ada mikroorganisme yang teridentifikasi dan ANC kurang dari 500/µL
 Terapi diteruskan selam 7 hari
 Jika pasien awalnya dengan resiko rendah dan keadaan klinik stabil
selama 7 hari antibiotik dapat diteruskan
 Jika pasien awalnya dengan resiko tinggi terapi antibiotik diteruskan
selama 2 minggu atau sampai terjadi perbaikan neutropenia
 Dapat dipertimbangkan pergantian terapi profilaksis

Jika demam menetap setelah 3-5 hari


Nilai ANC lebih besar dari 500 / uL maka:
• Lanjutkan rejimen antibiotik empiris saat ini .
• Berhenti rejimen 4-5 hari setelah ANC telah mencapai > 500 / uL .
• Menilai kembali untuk infeksi jamur yang tidak terdiagnosis .

24

Universitas Sumatera Utara


Nilai ANC kurang dari 500 / uL maka :
• Jika pasien tidak pernah mendapat vankomisin ,diberikan vankomisin jika
kriteria terpenuhi .
• Jika pasien sudah pernah mendapat vankomisin ,dipertimbangkan penghentian
jika kultur negatif untuk MRSA .
• Pertimbangkan untuk menambahkan terapi antijamur empiris ( lihat di bawah )
Antijamur dapat diberi pada keadaan berisiko tinggi pasien neutropenia yang
mengalami demam .Dengan kriteria pasien-pasien ini termasuk orang-orang yang
tetap demam setelah 4-7 hari pemberian antibiotik spektrum luas , tetapi secara
klinis stabil dan tanda-tanda klinis atau radiografi infeksi jamur . Pada pasien
berisiko rendah , risiko infeksi jamur rendah . Oleh karena itu , antijamur empiris
tidak boleh digunakan secara rutin .

Empirik terapi antijamur :


• Amfoterisin B liposomal kompleks 3 mg / kg q24h atau
• Vorikonazol 6 mg / kg q12h X 2 dosis , kemudian 4 mg / kg Q12 h atau
• Posaconazole 200 mg PO setiap 6 jam untuk 7d , kemudian 400 mg PO q12h atau
• Itrakonazol 200 mg IV q12h untuk 2d , kemudian 200 mg IV atau PO q24h untuk
7 hari , kemudian 400 mg PO q24h setelahnya atau
• caspofungin 70 mg IV selama 1 dosis , kemudian 50 mg IV q24h atau
• Micafungin 100-150 mg IV q24h atau
• Anidulafungin 200 mg IV selama 1 dosis , kemudian 100 mg IV q24h
• Pasien yang sudah di profilaksis antijamur harus beralih ke kelas yang berbeda
jika demam terus berlanjut .
• Lanjutkan terapi selama 2 minggu jika pasien telah stabil dan tidak ada infeksi
diidentifikasi .

25

Universitas Sumatera Utara


KESIMPULAN

Profilaksis antimikroba umumnya digunakan untuk pencegahan infeksi pada


tindakan bedah,kebidanan,kasus-kasus perdarahan saluran cerna,peritonitis bakteri
spontan dengan sirosis pada pasien dengan kondisi imunocompromised (HIV dan
malignansi). Resiko dan kebaikan dari pemberian antibiotik harus didiskusikan
terhadap pasien. Resiko alergi yang mungkin berat dan mengancam jiwa dapat terjadi
pada pasien dan juga peradangan usus akibat pemberian bakteri mugkin juga dapat
terjadi.Dipertimbangkan juga tentang keadaan fungsi ginjal dan hati dari pasien
tersebut.

Penggunaan antibiotik profilaksis memberikan manfaat dalam mengurangi


morbiditas dan mortalitas .Penggunaan antibiotik selalu berdasarkan kebutuhan
mengingat antibiotik profilaksis hanya untuk pencegahan bukan untuk terapi.
Pemakaian antibiotik yang cukup tinggi berhubungan erat dengan peningkatan
masalah resistensi antibiotik.Oleh sebab itu, penggunaan antibiotik harus berdasarkan
justifikasi yang tepat sehingga menurunkan resistensi antibiotik yang beberapa tahun
terakhir menjadi sorotan penting didunia.

26

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Enzler Mark.J,Berbani E,Osman Douglas.R, Antimicrobal Prophylaxis


inAdults,Symposium on Antimicrobal Therapy,mayo Clinic pro.2011;86(7):
686-761.
2. Zweigne J,Magloralos.A.P,Sytematic Review and Evidence Base Guidance an
Perioperative Antibiotic Prophylaxis,European Center for Disease Prevention
and Control.2013
3. Anandita Widya,Pola Resistensi Bakteri yang Diisolasi dari Ruang Intesive
Care Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta2006-2008.2009
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Bratzler.W Dale,DellingerP,Oslen Keith.M,Clinical Guideline for
Antimicrobal Prophylaxis in Surgery, AM.J.Health Syst Pharm feb 2013;70
5. File.M Thomas,New Guideline for Antimicrobal Prophylaxis
inSurgery,Infectious Disease in Clinical. 2013;21(3)
6. Departement of Surgical Education,Antibiotic Prophylaxis in Surgery,revised
2012;13
7. Schalkwyk.Van Julie,Eyk.van nacy<antibioticProphyalxis in Obstetric
Procedures,Axecutive and Council of Society of Obstericion and
Gynaecologist of Canada 2010,September;247
8. The Royal Australian and New Zealand Colloge of Obstericion and
Gynaecologist,March 2013
9. The American Society Gastrointestinal Endocologist,Antibiotic Prophylaxis
forI Endoscopy,2014
10. Bernad Brigite,Granee Dimer J,Antibiotic Prophylaxis for Prevention of
Bacterial Infection in Cirrhotic Patients with gastrointestinal Bleeding:A
Meta-Analysis Hepato-Gastroenterlogist,1999,June;29(6):1657-1661
11. Nottingham Antibiotic Guidelines Comiite, Clinical Guideline for Antibiotic
Prophylaxis in Adult gastrointestinal Endoscopy.2011
12. Tasnif Yassar,O Herbet,F.Marry,Komplikasi Penyakit Hati Stadium
Akhir,terjemahan D.Lyrawati.2011
13. Deresinski Stan,Principle of Antibiotic Therapy in Severe Infections
Optimizing The Theurapeutic Approach by Use of Laboratory and Clinical
Data,Clinical Infection Disease 2007(45);177-183

27

Universitas Sumatera Utara


14. Kaplan E.Jonathan,masur henry,Holmes.K King,Guidelines for Preventing
Oppurtunistic Infection Aming HIV-Infected Patient 2002;Division of
HIV/AIDS Prevention-Survaillance and Epidemiology national Center fie
HIV,STD and Prevention.2002:(51);1-46
15. Departement of Health republic of South Africa,Guidelines for Tuberculosis
Preventive Therapy Among HIV Infected Individuals in South Africa,2010
16. Nauras .J de,Bsso Noritzky,management of Febrle Neutropenia ESMO
Clinical Practice Guidelines,Oxford niversity.2010:21(5) 166-169
17. Freifeld Alison,Bou Eric,Clinical Practice Guideline for the use of
Antimicrobal Agent in Neutropenic Patients with Cancer Up Date by teh
Infection disease Society America,Clinical Infections Disease :2010
18. Simmons Timothy,Neuropenic Sepsis:Prevention Management of Neutropenic
Sepsis in Cancer Patients:The National Institute for health Clinical Exclelnce
(NICE) 2012
19. Freifeld AG, Bow EJ, Sepkowitz KA, Boeckh MJ, Ito JI, Mullen CA, et al.
Clinical practice guideline for the use of antimicrobial agents in neutropenic
patients with cancer: 2010 Update by the Infectious Diseases Society of
America. Clin Infect Dis. Feb 15 2011;52(4):427-31
20. Kern WV, Marchetti O, Drgona L, et al. Oral antibiotics for fever in low-risk
neutropenic patients with cancer: a double-blind, randomized, multicenter trial
comparing single daily moxifloxacin with twice daily ciprofloxacin plus
amoxicillin/clavulanic acid combination therapy--EORTC infectious diseases
group trial XV. J Clin Oncol. Mar 20 2013;31(9):1149-56.

21. Flowers CR, Seidenfeld J, Bow EJ, et al. Antimicrobial prophylaxis and
outpatient management of fever and neutropenia in adults treated for
malignancy: American Society of Clinical Oncology clinical practice
guideline. J Clin Oncol. Feb 20 2013;31(6):794-810
22. Hughes WT, Armstrong D, Bodey GP, Bow EJ, Brown AE, Calandra T, et al.
2002 guidelines for the use of antimicrobial agents in neutropenic patients
with cancer. Clin Infect Dis. Mar 15 2002;34(6):730-51.
23. Mansjoer.Arif,Kedokteran Perioperatif Evaluasi dan Tatalaksana di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam.Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta .hal 60-72 Desember 2007.

28

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai