PENDAHULUAN
Bakteri adalah suatu mikroorganisme yang bersel satu yang beberapa diantaranya
hidup sebagai koloni normal di beberapa jaringan tubuh.Tetapi jika bakteri tersebut
menginvasi jaringan tubuh maka akan terjadi reaksi yang disebut dengan infeksi.Bakteri
sendiri tidak mudah untuk menginvasi namun lebih mudah menginvasi jika keadaan
imunitas tubuh yang rendah seperti penyakit kanker,HIV, atau tindakan yang dapat
mengakibatkan masuknya kuman ke dalam jaringan.1
Namun penggunaanya harus dibatasi secara spesifik dan disesuaikan indikasi untuk
menghindari kelebihan biaya,toksisitas dan resistensi antibiotik. Antibiotik profilaksis dapat
dianggap sebagai pencegahan primer(pencegahan dari awal infeksi),pencegahan
sekunder(pencegahan kekambuhan atau reaktivasi infeksi) atau juga dapat diberikan sebagai
pencegahan infeksi dengan menghilangkan koloni bakteri.2 Pada fasilitas kesehatan Kanada
ditemukan antibiotik yang resisten yaitu methicillin resistan staphylococcus
aureus,vancomycin resistant enterococcus dan extended-spectrum-beta-lactamase-producing-
organism. Pedoman terapi empiris berbeda dengan profilaksis.Terapi propilaksis sering
dijumpai ketidaksesuaian penggunaan antibiotik broadspektrum dan penerusan pemberian
terapi tanpa rekomendasi periode waktu yang ditetapkan. Hal ini menyebabkan meningkatnya
efek yang buruk dan mengakibatkan terjadinya resistensi. Resistensi antibiotik disebabkan
Infeksi pada luka operasi adalah penyebab utama penyakit pasca operasi.Hampir 25%
dari semua infeksi nosokomial yang terjadi di Amerika Serikat terjadi setiap tahun
diakibatkan oleh infeksi pasca operasi.CDC (Center for Disease Control Prevention)
memperkirakan bahwa sekitar 500.000 kasus infeksi luka operasi terjadi setiap tahun di
Amerika. Angka infeksi nosokomial untuk luka operasi di Indonesia dilaporkan sebesar 2,3
% - 18,3 % (Triatmodjo, 1993).Hasil penelitian Nainggolan (1994) di RSU Sleman
didapatkan kasus infeksi nosokomial luka operasi sebesar 3,5 %. Infeksi terjadi karena flora
normal masuk ke daerah steril. Timbulnya infeksi pasca bedah merupakan penyebab utama
peningkatan mortalitas dan morbiditas pasien rawat inap di rumah sakit sehingga terputusnya
kendali infeksi dapat mengakibatkan komplikasi septik yang mungkin dapat meningkatkan
risiko terhadap kesehatan pasien dibandingkan penyakit semula atau pembedahannya. Sekitar
70% dari seluruh infeksi nosokomial dilaporkan terjadi pada pasien yang menjalani
pembedahan, serta hal ini dapat menimbulkan dampak terhadap fungsi sosial rumah sakit.2
Jenis mikroorganisme patogen yang diduga menginfeksi luka pada bedah orthopaedi
adalah S. aureus, E. coli dan Pseudomonas.Berbagai faktor mempengaruhi dari timbulnya
infeksi luka operasi seperti virulensi bakteri,imunologi seseorang,persiapan pre operasi,dan
penatalaksanaan intraoperasi. Infeksi operasi seringkali terjadi pada pasien yang menjalani
operasi besar .Tanda dan gejala infeksi dapat berupa pus yang produktif sampai tanda-tanda
infeksi sistemik yang berat. (antibiotik prophylaksis in surgery)Tujuan dari pemberian
antibiotik profilaksis pre operatif adalah untuk mencegah infeksi post operasi. .Pemberian
antibiotik profilaksis pada prosedur bedah ini bukan tindakan sterilisasi pada jaringan tetapi
untuk menurunkan kolonisasi bakteri dan juga bukan tindakan profilaksis untuk mencegah
kontaminasi postoperatif.Antibiotik profilaksis diberi sesuai dengan farmakodinamik dan
farmakokinetik sehingga dapat efektif pada serum dan jaringan selama tindakan dan beberapa
jam setelah tindakan.Ini penting untuk mengenali perbedaan antara terapi profilaksis dan
empiric.2,3
Terdapat perubahan yang berbeda dari pedoman yang sebelumnya (guideline 1999)
imi mempunyai kerangka waktu yang lebih spesifik dari guideline yang
Fluoroquinolone membutuhkan pemberian lebih dari satu jam bahkan sampai dua
Keterangan termasuk hubungan dengan berat badan yang mendekati dengan dosis
terutama pada pasien yang obesitas dan kemungkinan untuk mengulang dosis
dengan infeksi luka operasi.Farmakokinetik dapat dirubah pada pasien yang obese
jadi dosis yang disesuaikan dengan berat badan diperlukan pada pasien yang
dalam jaringan adekuat jika lamanya operasi melebihi dua setengah kali masa
Tujuan dari pemberian antibiotik pada tindakan endoskopi adalah untuk mengurangi
infeksi akibat kejadian iatrogenik pada tindakan endoskopi. Terjadinya infeksi endocarditis
dihubungkan dengan tindakan endoskopi tetapi American Heart Association (AHA) 2007
tidak menemukan hubungan antara tindakan endoskopi dengan kejadian Infeksi
Endocarditis.Tetapi kejadian Infeksi endocarditis lebih sering ditemukan pada kasus prostetic
pada katup jantung,adanya infeksi endocarditis sebelumnya,pasien kelainan jantung
bawaan.Infeksi selain infeksi endocarditis.Antibiotik profilaksis bermanfaat bagi tindakan
endoskopi untuk mengurangi kejadian infeksi lainnya.8,9
ERCP8
Tindakan drainage pada ERCP adalah pilihan utama untuk penalaksanaan cholangitis
akut. Antibiotik selalu diberikan pada pasien dengan cholangitis akut dan tidak
direkomendasikan pemberian antibiotik profilaksis single dose untuk tindakan ERCP.Efek
dari tindakan ERCP adalah cholangitis dan sepsis.Namun pemberian antibiotik profilaksis
tidak menurunkan kejadian bakterimia pada tindakan ini.Dari beberapa penelitian
menunjukan jika pasien drainage bilirubin yang tidak komplit dijumpai 91% kejadian
sepsis.Keadaan ini dijumpai pada kasus hilar cholangiocarcinoma dan primary sclerosing
cholangitis. Dan ada satu penelitian yang menunjukan kebaikan dari penerusan antibiotik
profilaksis sampai beberapa hari.Pemberian antibiotik menurunkan perburukan pada
tindakan yang memakai kontras pada kasus pancreatic pseudocyst.
10
Kejadian infeksi yang ditemui pada EUS-FNA.Pada suatu penelitaian 672 pasien
dengan lesi solid tetapi tidak mendapat antibiotik propilaksis angka kejadian infeksi hanya
ditemui pada 3 orang.Pemberian antibiotik pada kasus lesi yang solid tidak
direkomendasikan.Pada lesi kistik dijumpai 14% kejadian infeksi berat setelah EUS-
FNA.Kemudian penelitian retrospektif menunjukan pada 603 pasien yang mendapat
pemberian antibiotik profilaksis yaitu fluorokuinolon pada lesi yang kistik dan berikan lagi 3
hari berikutnya hanya ditemukan 1 orang yang mendapat sepsis.Pada lesi kistik dianjurkan
pemberian antibiotik.
Pasien dengan Peg sangat rentan terhadap infeksi yang dipengaruhi umur,pemberian
nutrisi ,keadaan immunosupresi dan pengobatan yang sedang dijalani.Suatu penelitian
menunjukan penurunan insidens dari infeksi daerah stoma dengan pemberian antibiotik
profilaksis seperti cefazolin 1 gr sebelum tindakan PEG yang diberikan 30 menit sebelum
tindakan.
11
12
Pemberian antibiotik untuk jangka pendek sebagai profilaksis infeksi bakteri pada
pasien dengan perdarahan varises menunjukkan hasil yang baik Pada satu studi prospektif
acak membandingkan norfloxacin 400 mg dua kali sehari selama 7 hari (n=60) dengan
kontrol tanpa terapi (n=59), norfloksasin menunjukkan insiden SBP yang lebih rendah (3.3%
vs. 16.9%; p<0.05); walaupun, penurunan mortalitas (6.6% vs. 11.8%) tidak mencapai
kebermaknaan statistik.Karena munculnya kembali infeksi yang disebabkan oleh bakteri
resisten kuinolon, membandingkan pemberian norfloksasin per oral dengan ceftriakson infus
IV sebagai profilaksis infeksi bakteri pada pasien sirosis dengan perdarahan hemoragik.
Pasien diacak untuk menerima norfloksasin 400 mg dua kali sehari (n=57) atau ceftraixone
IV 1 g/hari (n=54) selama 7 hari. Antibiotik dimulai setelah endoskopi darurat dan dalam 12
jam pertama rawat inap. Kemungkinan terjadinya benar‐benar infeksi (26% vs 11%; p<0.03),
dan bakteremia atau peritonitis bakteri spontan (12% vs 2%; p<0,03) lebih tinggi pada pasien
yang menerima norfloksasin dibanding ceftriakson.Tidak ada perbedaan bermakna antar grup
pada angka mortalitas, dalam 10 hari setelah inklusi. Pedoman konsensus AASLD dan ACG
merekomendasikan pemberian 7 hari antibiotik profilaksis untuk mencegah SBP pada pasien
dengan perdarahan varises dengan norfloksasin oral (400 mg BID) atau ciprofloxacin IV (400
mg BID) atau ketika ketika pemberian pe oral tidak dapat dilakukan Ceftriaxone IV (1
g/hari) merupakan salah satu pilihan jika prevalensi organisme resisten kuinolon tinggi. Pada
perdarahan ini sebaiknya mendapat terapi norfloksasin 400 mg per oral sekali sehari (dosis
disesuaikan dengan klirens kreatinin 30 mL/menit), atau ceftriaxone 1g/hari selama 7 hari
untuk mencegah SBP.
13
14
15
Dalam kasus yang jarang terjadi, terinfeksi HIV ibu hamil yang memiliki bukti
serologis infeksi Toxoplasma ke janin dalam kandungan. Perempuan terinfeksi HIV hamil
yang memiliki bukti infeksi toksoplasma primer atau toksoplasmosis aktif, termasuk TE,
harus dievaluasi dan dikelola selama kehamilan dalam konsultasi dengan spesialis yang
sesuai. Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki bukti serologis infeksi dengan HIV dan
16
Tabel 9.Pengobatan profilaksis infeksi opurtunistik pada Infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
17
18
Profilaksis Tuberkulosis 14
Terapi pencegahan TB adalah intervensi yang harus menjadi bagian dari paket
perawatan bagi orang yang hidup dengan HIV / AIDS. Terapi pencegahan TB hanya boleh
ditawarkan jika prasyarat berikut memiliki telah terpenuhi yaitu:
• Konseling sukarela berkualitas tinggi dan pengujian cepat untuk HIV tersedia.
• Pasien diskrining untuk penyakit TB aktif sebelum memulai terapi pencegahan TB.
• Penyedia menindaklanjuti dan memantau pasien setiap bulan untuk mendorong kepatuhan
dan efek samping obat dan tidak terkena penyakit TB sebelumnya.
• Program HIV / AIDS bertanggung jawab untuk melaksanakan terapi pencegahan TB.
• Ada kolaborasi yang kuat antara HIV / AIDS dan program TB
• Data yang dikumpulkan pada
o jumlah orang yang dimulai pada IPT
o Jumlah orang yang menyelesaikan 6 bulan IPT
o Jumlah orang yang menjadi TB aktif saat mendapat IPT
19
20
21
14,17
Terapi Antibiotik pada resiko rendah
Amoxicilin clavulanat 500 mg/125 mg per oral setiap 8 jam ditambah ciprofloxacin
500 mg per oral setiap 12 jam
Moxifloxacin 400 mg per oral per hari
Jika penisilin alergi (amoxillin clavulanat) ,diganti ke clindamycin 300 mg per oral
tiap 6 jam.
18,19,20
Terapi antibiotik pada resiko tinggi
22
Terapi lini kedua . Penggunaan terapi ganda pada pasien berisiko tinggi diindikasikan
untuk kasus-kasus yang rumit ( hipotensi atau pneumonia ) atau dicurigai atau terbukti
resistensi antimikroba . Regimen antibiotik yang tepat dalam pengaturan ini meliputi
berikut ini :
Pilihan aminoglikosida:
23
24
25
26
27
21. Flowers CR, Seidenfeld J, Bow EJ, et al. Antimicrobial prophylaxis and
outpatient management of fever and neutropenia in adults treated for
malignancy: American Society of Clinical Oncology clinical practice
guideline. J Clin Oncol. Feb 20 2013;31(6):794-810
22. Hughes WT, Armstrong D, Bodey GP, Bow EJ, Brown AE, Calandra T, et al.
2002 guidelines for the use of antimicrobial agents in neutropenic patients
with cancer. Clin Infect Dis. Mar 15 2002;34(6):730-51.
23. Mansjoer.Arif,Kedokteran Perioperatif Evaluasi dan Tatalaksana di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam.Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta .hal 60-72 Desember 2007.
28