Oleh
Alief Abni Bernindra (H1A 010 023)
Kadek Soga Prayaditya (H1A 010 033)
SUPERVISOR :
dr. Wayan S. Sp. S
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Suku
Agama
Status
Pekerjaan
No. RM
Tanggal MRS
Tanggal Pemeriksaan
: Ny. S
: 41 Tahun
: Perempuan
: Sekotong, Lombok Barat
: Sasak
: Islam
: Menikah
: Petani
: 569411
: 5 November 2015
: 9 November 2015
B. ANAMNESIS (Heteroanamnesis)
Keluhan Utama : Tidak sadarkan diri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Gerung dengan diagnosis suspect CVA
hemoragic. Pasien datang ke UGD RSUP NTB dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3
hari yang lalu, (kamis, 5 november 2015) pukul 16.00 WITA. Awalnya pasien sedang
melakukan aktivitas menyabit rumput bersama suaminya di sawah, namun setelah itu pasien
tiba- tiba mengeluhkan nyeri kepala, kemudian mengalami muntah-muntah dan tiba-tiba
pingsan. Setelah itu pasien dibawa ke RSUD Gerung dan langsung dirujuk ke RSUP NTB.
Selain itu, pasien juga dikeluhkan lemas separuh badan. Lemas dirasakan pada sisi sebelah
kiri tiba-tiba sesaat setelah kejadian. Pasien juga tidak dapat mengeluarkan suara, namun
masih paham terhadap perintah. Demam (-), kejang (-), nafsu makan (+), BAK (+) dbn, BAB
(+) dbn.
badan) disangkal. Riwayat tekanan darah tinggi (+), namun tidak terkontrol.
penyakit
jantung (-), stroke (-), kencing manis (-), kejang (-), sesak nafas (-).
darah tinggi (-), penyakit jantung (-), stroke (-), kencing manis (+) ayah pasien, kejang (-),
sesak nafas (-).
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang petani. Riwayat minum kopi (-). Riwayat merokok
Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan, obat-obatan, maupun alergi lainnya disangkal oleh keluarga
pasien.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum
: Sedang
Kesadaran/GCS
: E3VxM5
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi radialis : 88x/mnt
Pernapasan
: 20x/mnt
Suhu axila
Status Gizi
Berat Badan
: 45 kg
: 20
Status gizi
: cukup
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pucat
Bentuk dan ukuran
Rambut
Edema
Anemis
Sianosis
Konjungtiva anemis : (-)
Ikterus
Massa
: (-)
: normal
: normal
: (-)
: (-/-)
: (-)
: (-/-)
: (-)
Pemeriksaan thorax
-
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
-
Akral hangat :
Edema
+
+
+
+
Pemeriksaan Psikiatri
-
Status Neurologis
a. Kepala :
- Posisi
: normal terletak di tengah
- Penonjolan
: (-)
b. Saraf Cranial
N I ( Olfaktorius) : Penghidu
: Sde
- N II Optikus:
a. Ketajaman penglihatan
:Sde
b. Lapang pandang
:Sde
c. Funduskopi
: Tde
- N III, IV, VI
1. Celah kelopak mata
a. Ptosis
: ( -/-)
b. Eksoftalmus
: (-/-)
2. Posisi bola mata: orthoforia
3. Pupil
a. Ukuran atau bentuk
: normal ( 3 mm/ 3 mm)
b. Isokor atau anisokor
: Isokor
c. Refleks cahaya langsung : kanan (+/+) kiri (+/+)
Dan tidak langsung
4. Gerakan bola mata
a. Parese ke arah:
: Sde
b. Nistagmus
: tidak ada
- N V (Trigeminus)
a. Sensibilitas :
- N VI
: Sde
- N V2
: Sde
- N V3
: Sde
b. Motorik : Sde
b. Refleks dagu/ massseter : Sde
c. Refleks kornea: dalam batas normal
-
N VII ( Fasialis )
a. Motorik
Motorik
Istirahat
Gerakan mimik
M frontalis
Normal
sde
M Orbikularis okuli
Normal
Sde
M Orbi Oris
Normal
sde
A. Leher
- Tanda-tanda perangsangan selaput otak:
1. kaku kuduk : (-)
2. Kernig Sign : (-)
- Kelenjar lympe : tidak ada pembesaran (-)
- Artery carotis
a. Palpasi
: normal/ kuat angkat
b. Auskultasi : bruit (-)
- Kelenjar tyroid : dalam batas normal
B. Abdomen
a. Refleks kulit dinding perut : Dalam batas normal
C. Kolumna vertebralis
Inspeksi
: tidak tampak deformitas, kifosis(-), Lordosis (-) Skoliosis(-)
Pergerakan
: kaku(-), krepitasi (-), keterbatasan gerak(-)
Palpasi
: Spasme (-), Massa (-), hematom (-) dan Asimetri(-)
Perkusi
: nyeri (-)
D. Ekstremitas
Motorik
Motorik
Pergerakan
Superior
dekstra
Bergerak
Inferior
Sinistra
dekstra
Tidak bisa Bergerak
Sinistra
Tidak bisa
Kekuatan
Tonus otot
Bentuk otot
aktif
5
Normal
Normal
bergerak
1
Normal
Normal
bergerak
1
Normal
Normal
aktif
5
Normal
Normal
Refleks fisiologis
:
a. Biceps
: +2/+2
b. Triceps
: +2/+2
c. Radius
: tde
d. Ulna
: tde
Klonus
a. Lutut
: (-)
b. Kaki
: (-)
Refleks patologis
6
E.
F.
G.
H.
I.
-
Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (5 November 2015)
Hasil Lab
Nilai Normal
HGB
12,5
RBC
3,92
HCT
33,0
37-45 [%]
MCV
84,0
82-92 fL
MCH
31,8
27-31 pg
MCHC
37,8
32-37 g/dL
WBC
13,99
PLT
242
150-400 [10^3/ L]
`
3. Kimia Klinik (5 November 2015)
Parameter
Hasil Lab
Nilai Normal
Kolesterol total
<200 mg %
Trigeliserida
<200 mg %
HDL/ kolesterol
38 mg%
LDL/ Kolesterol
172 mg %
GDS
164
<160
Kreatinin
1,22
L 0,9-1,3 P 0,6-1,1
SGOT
< 40
SGPT
<41
Resume
Perempuan usia, 60 tahun, datang dengan keluhan afasia sejak pagi sebelum masuk
rumah sakit. Afasia didahului oleh keluhan bicara pelo sejak 2 hari yang lalu. Selain itu psien
jug dikeluhkan pusing sejak 7 hari yang lalu, dirasakan terus-menerus dan semakin
memberat. Selain itu pasien juga dikeluhkan mengalami hemiparesis dextra sejak 5 hari yang
lalu. Keluhan muntah, kejang, pingsan, sakit kepala disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, GCS : E4VxM6, TD :
110/80 mmHg, Nadi : 88 x/m, RR : 20 X menit, Tax : 36,9 C, status gizi cukup. Pemeriksaan
nervus cranialis : sde, refleks fisiologis (+), refleks patologis (-), status motorik 1 pada
ekstremitas superior dan inferior sinistra, maningeal sign (-). Pada pemeriksaan penunjang
CT-scan kepala didapatkan stroke hemoragic pada hemisfer dekstra.
Berdasarkan SKOR Stroke Siriraj
(2,5 x derajat kesadaran) + ( 2 x Muntah ) + ( 2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik)
(3 x penanda ateroma) 12
(2,5 x 1 ) + (2 x 0) + (2 x 0)+ (0,1 x 80 )- (3 x 0) - 12 = -2
Skor < 1 interpretasi : Stroke infark
Berdasarkan SKOR Gadjah Mada
Penurunan kesadaran : (-)
Nyeri kepala
: (-)
Babinski
: (-)
9
Interpretasi
: Stroke Infark
Diagnosis
1. Diagnosis Klinis
global
2. Diagnosis Topis
3. Diagnosis Etiologi
: Temporal sinistra
: Emboli
Terapi
Medikamentosa umum
-
Infus RL 20 tpm/menit
Medikamentosa khusus
-
Non medikamentosa
-
10
11
J. Follow Up
Tanggal
CVD infark
IVFD RL 20 tpm
Injeksi piracetam 3gr/8 jam
Injeksi citicoline 250 mg/8 jam
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
CVD infark
IVFD RL 20 tpm
Injeksi piracetam 3gr/8 jam
Injeksi citicoline 250 mg/8 jam
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
CVD Infark
IVFD RL 20 tpm
Injeksi piracetam 3gr/8 jam
infark serebri
hemisfer sinistra
8 Agustus Pasien masih mengeluh - KU : Sedang
Kesadaran : CM
2015
tidak bisa bicara dan - GCS : E4VafasiaM6
lemas pada ke-2 tungkai, - TD : 130/80
Nadi : 86 x/menit
BAB & BAK normal, - Temp : 36,4
mual (-), muntah (-)
- CT Scan kepala :
infark serebri
hemisfer sinistra
9 Agustus Pasien masih mengeluh - KU : Sedang
Kesadaran : CM
2015
tidak bisa bicara dan -
12
infark serebri
hemisfer sinistra
13
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE
Definisi
Kehilangan fungsi neurologis secara tiba-tiba karena menurunnya/terputusnya aliran darah ke
otak, yg menimbulkan gejala defisit neurologis yg bertahan lebih dari 24 jam.
Faktor resiko
1. HT
2. Peny-Jantung
3. DM
4. Rokok
5. Dislipidemia
6. Kelainan Darah
7. Kelainan Pembuluh Darah
8. Stress
9. Lansia
Klasifikasi
Infark
1. TIA
2. Stroke In Evolution
3. Completed Stroke
4. Lakunar Stroke
Hemoragik
1. SAH (PSA) Perdarahan Sub-Araknoid
2. ICH (PIS) Perdarahan Intra-Serebr
Ataxia (cerebellum);
Stroke Iskemik
Reduksi atau penurunan darah ke bagian manapun pada otak dapat menyebabkan iskemia,
kehilangan fungsi yang reversible, dan kemudian apabila reduksi aliran darah ini berat dan
lama, akan terjadi infark dengan kematian sel irreversible.
Etiologi
Thrombosis arteri atau vena pada SSP dapat disebabkan 1 trias Virchow :
a. Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degenerative, dapat juga
karena inflamasi (vaskulitis), atau trauma (diseksi).
b. Abnormalitas darah, misalnya polisitemia.
c. Gangguan aliran darah.
Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degenerative arteri SSP, atau dapat
juga berasal dari jantung :
a. Penyakit katup jantung
b. Fibrilasi atrium
c. Infark miokard yang baru terjadi
Dua mekanisme patogenetik yang menyebabkan stroke iskemik :
1. Thrombosis dengan cara mengoklusi large cerebral arteries (terutama arteri
carotis interna, cereblar medial, atau basilar), arteri arteri kecil (lacunar stroke),
vena-vena cereblar, atau sinus venosus. Gejala khasnya berkembang dari menit
hingga berjam-jam, dan seringkali didahului oleh TIA.
15
2. Embolisme menyebabkan stroke saat arteri cereblar teroklusi oleh embolus, bisa
berasal dari jantung, arkus aorta, atau large cerebral arteries. Karakteristik gejalanya
adalah menyebabkan defisit neurologis yang onsetnya maksimal.
Penyebab tersering stroke adalah penyakit degenerative arterial, baik arterosklerosis pada
pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun penyakit pembuluh darah kecil
(lipohialinosis).Kemungkinan berkembangnya penyakit degenerative arteri yang signifikan
meningkat pada beberapa factor resiko vascular.
Faktor Resiko Vaskular
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Usia
Riwayat penyakit vascular/atheroma dalam keluarga
Hipertensi
Diabetes mellitus
Merokok
Hiperkolesterolemia
Alcohol
Kontrasepsi oral
Fibrinogen plasma
Patofisiologi
a.
Insufisiensi hemodinamik
16
Ischemic Penumbra, ialah area jaringan yang mengelilingi zona infark dimana CBF berada di
antara threshold iskemi dan infark.Area ini beresiko, namun berpotensial kembali
sembuh.Semakin lama terjadi iskemi, maka semakin besar kemungkinan terjadinya infark.
Manifestasi Klinis
Kehilangan fungsi yang terjadi tergantung dari area jaringan otak yang terlibat dalam proses
iskemik.
1. Menunjukkan iskemia pada arteri cerebral medial :
- Kehilangan fungsi pada kontralateral wajah dan lengan
- Kehilangan rasa pada kontralateral wajah dan lengan
- Dysphasia
- Dyslexia, dysgraphia, dyscalculia
2. Menunjukkan iskemia pada arteri cerebral anterior :
- Kehilangan fungsi dan/atau rasa pada kontralateral tungkai
3. Menunjukkan iskemia pada arteri cereblar posterior :
- Contralateral homonymous hemianopia
4. Menunjukkan oklusi pada arteri carotis interna :
- Keterlibatan wajah, lengan, dan tungkai dengan atau tanpa homonymous
hemianopia
5. Menunjukkan iskemia pada arteri ophthalmicus :
- Monocular loss of vision
6. Menunjukkan iskemia pada arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior):
- Double vision (nervus cranialis III, IV, dan VI dan koneksinya)
- Kelumpuhan facial (nervus cranialis V)
- Kelemahan facial (nervus cranialis VII)
- Vertigo (nervus cranialis VIII)
- Dysphagia (nervus cranialis IX, dan X)
- Dysarthria
- Ataxia
- Kehilangan fungsi atau rasa pada kedua lengan dan tungkai
- Tanda-tanda lesi batang otak (vertigo, diplopia, perubahan kesadaran).
7. Menunjukkan iskemia pada pembuluh darah kecil (stroke lacunar) :
- Stroke murni/ kehilangan murni fungsi dari kontralateral lengan dan tungkai
- Stroke murni/ kehilangan murni rasa dari kontralateral lengan dan tungkai
- Infark lakunar multiple dapat menyebabkan deficit neurologis multiple termasuk
gangguan kognitif (demensia multi infark) dan gangguan pola berjalan yang
karakteristiknya seperti langkah-langkah kecil dan kesulitan untuk mulai berjalan.
Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis
Stroke merupakan diagnosis klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk :
a. Mencari penyebab
b. Mencegah rekurensi dan, pada pasien yang berat, mengidentifikasi factor-faktor yang
dapat menyebabkan perburukan fungsi SSP.
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien stroke :
17
a.
b.
c.
d.
Sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal pada 30 hari pertama. Hingga 50%
pasien yang bertahan akan membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Factor-faktor yang berkontribusi pada disabilitas (ketidakmampuan) jangka panjang a.l :
-
Ulkus dekubitus
Epilepsy
Jatuh berulang dan fraktur
Spastisitas, dengan nyeri kontraktur dan kekakuan sendi bahu.
Depresi
Terapi
Hingga saat ini belum ada terapi medikamentosa yang pasti efektif untuk memulihkan stroke.
Medical support
- Untuk mengoptimalkan perfusi serebral
- Menurunkan tekanan darah jika terdapat hipertensi maligna atau iskemi miokard
yang bersamaan atau jika TD > 185/110 mmHg dan jika diantisipasi untuk
-
18
Contraindication
Onset of symptoms to time of drug Platelets <100,000; HCT <25%; glucose <50 or
administration 3 h
>400 mg/dL
CT scan showing no hemorrhage or edema Use of heparin within 48 h and prolonged PTT,
of > of the MCA territory
or elevated INR
Age 18 years
Administration of rtPA
Intravenous access with two peripheral IV lines (avoid arterial or central line placement)
Review eligibility for rtPA
Administer 0.9 mg/kg intravenously (maximum 90 mg) IV as 10% of total dose by bolus,
followed by remainder of total dose over 1 h
Frequent cuff blood pressure monitoring
No other antithrombotic treatment for 24 h
For decline in neurologic status or uncontrolled blood pressure, stop infusion, give
cryoprecipitate, and reimage brain emergently
Avoid urethral catheterization for 2 h
Antitrombosis
- Inhibisi Platelet aspirin, satu-satunya agen yang telah terbukti efektif untuk
terapi akut stroke iskemik. Aspirin diberikan 300mg per hari.
19
20
PECEGAHAN
21
Bila memiliki hipertensi harus terkontrol baik dengan obat-obatan maupun pemeriksaan
berkala.
Definisi
Afasia adalah gangguan atau ketidakmampuan dalam berbahasa yang disebabkan oleh
gangguan pada otak, dimana gangguan tersebut bukan merupakan penyakit yang herediter,
tidak disebabkan oleh gangguan pendengaran, gangguan pengleihatan, atau kelemahan
motorik. Afasia tidak meliputi kelainan perkembangan berbahasa atau disfasia, gangguan
motorik berbahasa seperti gagap, apraksia berbahasa, atau disartria, dan bukan gangguan
berbahasa yang diakibatkan oleh gangguan berpikir seperti pada pasien skizofrenia
Klasifikasi
Ada dua klasifikasi pada afasia. Pertama afasia diklasifikasikan berdasarkan manifestasi
klinik, dan yang kedua berdasarkan distribusi anatomi dari lesi.
Berdasarkan manifestasi klinis nya, afasia dibedakan menjadi :
Afasia Wernicke
Pemahaman terganggu terutama pada bahasa yang didengar dan dilihat, baik untuk 1
kata maupun pada 1 kalimat utuh. Bahasa dapat diucapkan dengan lancar namun
sangat parafasik dan sirkumlokusius. Kecenderungan kesalahan parafasik sangat
tinggi hingga terkadang disebut neologisme, yang disebut juga jargon afasia.
Pembicaraan biasanya mengandung banyak kata sifat namun sedikit mengandung kata
benda atau kata kerja. Pembicaraan banyak, namun tanpa arti.
Penggunaan bahasa tubuh tidak banyak membantu komunikasi. Pasien tampak
mengerti bahwa pembicaraannya tidak dapat dimengerti oleh orang lain sehingga
pasien tampak marah dan tidak sabar ketika pemeriksa tidak dapat mengerti maksud
dari pembicaraannya. Pada pasien dengan afasia wernicke dapat disertai dengan
agitasi motorik dan perilaku paranoid. Pasien dengan afasia wernicke tidak dapat
mengekspresikan pemikiran mereka melalui kata-kata yang sesuai dan tidak dapat
22
memahami arti dari setiap kata yang masuk. Lesi ini terletak di area wernicke.
Etiologi paling sering dari afasia wernicke adalah emboli dari arteri serebri media.
Etiologi lain bisa berasal dari perdarahan intraserebral, trauma kepala berat, dan
tumor. Adanya hemianopia kanan atau quadrantanopia superior dan pendataran sudut
nasolabial kanan dapat mempertegas adanya lesi di area wernicke
Afasia Broca
Pembicaraan tidak lancar, memerlukan usaha, dan banyak diinterupsi oleh jeda yang
dibuat pasien dalam rangka mencari kata-kata, serta seringkali pasien juga menderita
disartria. Pengeluaran kata-kata sangat terbatas sehingga terkadang pasien hanya mau
menjawab dengan kata ya atau tidak. Penamaan benda dan kemampuan merepetisi
terganggu. Meski begitu, pemahaman bahasa masih intak kecuali untuk kalimat yang
sulit yang diucapkan dengan suara yng pelan atau tanpa intonasi. Kemampuan
membaca juga dipertahankan namun seskali pasien kesulitan membaca kata imbuhan
atau tatabahasa yang rumit. Terkadang, sekalipun pasien menderita disartria, pasien
dapat bernyanyi dengan baik. Hal inilah yang sedang diuji coba dalam terapi afasia
broca. Defisit neurologis yang sering menyertai meliputi kelemahan pada wajah
bagian kanan, hemiparesis atau hemiplegia, dan buccofasial apraksia. Penyebab paling
sering ialah infark yang disebabkan oleh sumbatan pada arteri serebri media.
Afasia global
Pengeluaran kata tidak lancar dan pemahaman juga terganggu. Penamaan, repetisi,
membaca, dan menulis juga terganggu. Sindrom ini menyatakan adanya disfungsi dari
broca dan wernicke. Sindrom ini juga dapat menjadi gejala awal dari afasia wernicke
yang kemudian berkembang menjadi afasia wernicke yang klasik.
Afasia Konduktif
Pengeluaran kata-kata lancar namun parafasik, pemahaman bahasa masih baik, namun
repetisi sangat terganggu. Penamaan dan pemulisan juga sangat terganggu. Jika pasien
diminta untuk membaca dengan suara keras, pasien akan mengalami kesulitan, namun
pasien dapat mengerti apa yang dibacanya.
bahasa. Pemeriksaan neurologis lain biasanya normal. Lesi pada afasia transkortikal
motorik biasanya melibatkan area perbatasan antara arteri serebri anterior dan media.
Afasia terisolasi
Sindrom yang langka ini melibatkan dua transkortikal afasia. Pemahaman pasien
sangat terganggu dan tidak ada arti dalam setiap kata yang diucapkan oleh pasien.
Pasien dapat menjadi ekolalia, mengindikasikan adanya mekanisme repetisi yang
masih intak. Lesi biasanya mengenai area sekitar frontal, parietal, dan temporal
namun tidak mengenai area broca maupun wernicke.
Afasia anomik
Pada afasia jenis ini, fungsi yang terganggu yakni penamaan. Artikulasi, pemahaman,
dan repetisi masih baik namun pasien tidak dapat menyebutkan nama dari bendabenda dan pasien kesulitan dalam mengeja kata-kata. Seringkali output bahasa pasien
parafasik, sirkumlokusius, dan tidak bermakna. Kelancaran bahasa terganggu ketika
pasien berusahan menyebutkan nama benda-benda. Afasia anomik banyak ditemui
pada kasus trauma kepala, ensefalopati metabolik, dan penyakit alzheimer.
Sindrom Gerstmann's
Sindrom gerstmann meliputi kombinasi dari akalkulia, disgrafia, anomia jari, dan
ketidakmampuan membedakan kiri dan kanan. Untuk itu, pada pembuatan diagnosis
sindrom gertmann, penting untuk melihat apakah pasien dapat membedakan posisi
kiri dan kanan. Sindrom gertmann biasanya diakibatkan kerusakan pada lobus
parietalis inferior hemisfer serebri sinistra.
Pada klasifikasi afasia berdasarkan distribusi anatomi dari lesi, afasia dibedakan atas :
Sindrom afasia perisylvii : Meliputi Afasia broca, afasia wernicke, dan afasia
konduksi
Diagnosis
Anamnesis
Afasia muncul secara mendadak pada pasien dengan stroke atau cedera kepala. Pasien
dengan penyakit neurodegeneratif atau lesi tumor dapat menderita afasia secara
perlahan. Tanda-tanda awal yang mencirikan lesi atau defisit yang berasal dari area
korteks atau jaras yang berdekatan dengan posisi area berbahasa harus diwaspadai.
Tanda-tanda tersebut meliputi hemianopia, defisit dari fungsi motorik maupun sensori,
atau defisit neurobehavioral seperti alexia, agrafia, akalkulia, atau apraksia. Pada
pasien harus ditanyakan riwayat kejang atau episode afasia sebelumnya. Terkadang,
sekalipun insidensinya rendah, afasia dapat diakibatkan oleh ensefalitis herpes
simpleks. Ciri dari penyakit ini meliputi riwayat demam, kejang, nyeri kepala, dan
perubahan perilaku.
Riwayat nyeri kepala baik akut maupun kronik dapat menjadi petunjuk penting untuk
mendiagnosa kondisi tertentu seperti tumor otak maupun malformasi arteri vena. Pada
pasien harus ditanyakan tentang riwayat gangguan pada memori atau riwayat
gangguan dalam melakukan kegiatan sehari-hari karena gangguan berbahasa bisa
hanya merupakan satu bagian dari kondisi neurodegeneratif yang menyeluruh seperti
demensia. Perlu ditanyakan juga apakah pasien kidal atau tidak, riwayat hipertensi,
perdarahan otak sebelumnya, penyakit jantung, penyakit vaskular otak, atau amiloid
angiopati.
Parafasia fonemik berarti mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi lain yang biasanya
berbunyi cukup mirip.
Pemeriksaan repetisi
Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang mula-mula kata
yang sederhana (satu patah kata) kemudian ditingkatkan menjadi banyak (satu
kalimat). Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini didapatkan
parafasia, salah tatabahasa, kelupaan, atau penambahan. Orang normal umumnya
dapat mengulang kalimat yang mengandung 19 suku kata. Banyak pasien afasia
mengalami kesulitan dalam mengulang, namun ada juga yang menunjukkan
kemampuan yang baik dalam mengulang, bahkan lebih baik daripada berbicara
spontan. Bila kemampuan mengulang terpelihara, maka kelainan patologis sangat
27
mungkin tidak berada di area perisylvii. Umumnya daerah ekstrasylvian yang terlibat
dalam kasus afasia tanpa defek repetisi terletak di daerah perbatasan vaskuler
(watershed area)
Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, perlu diperhatikan apakah pasien
dapat memilih nama objek tersebut dari beberapa pilihan nama objek. Pada
pemeriksaan ini perlu digunakan kurang lebih 20 nama objek sebelum menentukan
bahwa tidak didapatkan gangguan.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien afasia bergantung pada penyebab dari sindrom afasia itu
sendiri. Penanganan terhadap stroke akut seperti pemberian rTPA pada pasien stroke
iskemik, terapi intervensi intra-arterial, stenting dan endarterectomy karotid, atau kontrol
dari tekanan darah dapat meringankan defisit yang dialami. Pembedahan pada subdural
hematoma atau tumor serebri juga memberikan hasil yang cukup memuaskan. Pada
29
afasia yang disebabkan oleh infeksi seperti herpes simpleks dapat diberikan terapi
antivirus.
Terapi berbicara dan berbahasa merupakan terapi utama dalam afasia. Waktu dan teknik
pelaksanaan intervensi pada pasien afasia bervariasi luas karena penelitian yang
dilakukan sangat minim. Namun dalam beberapa penelitian telah terbukti bahwa teapi
berbicara dan berbahasa dapat meningkatkan prognosis pasien afasia. Kesulitan yang
dialami pasien dalam menjalani terapi ini sangat beragam karena berbeda dari individu
ke individu.
Beberapa hal yang hasur diperhatikan saat melakukan terapi pada pasien afasia :
Banyak pasien afasia menderita depresi oleh karena itu pasien afasia memerlukan
dukungan psikologis. Ketepatan diagnosis, terapi, dan dukungan emosional dapat
sangat berguna bagi pasien.
Terdapat beberapa teknik terapi khusus untuk pasien dengan masalah artikulasi,
masalah kosa kata, minimnya ilmu kalimat, dan kurangnya intonasi. Dalam kata lain,
terapi pada pasien afasia dapat divariasi agar sesuai dengan kebutuhan pasien
Teknologi baru yang dinamakan stimulasi magnetik transkranial sedang diuji coba pada
pasien afasia dan sejauh ini menunjukkan hasil yang baik
30
PEMBAHASAN
Pembahasan kasus dan Clinical Reasioning
1. Afasia Global
Disebabkan oleh lesi yang terletak di daerah temporal sinistra yang mengakibatkan
kerusakan pada daerah broca dan wernicks.
2. Hemiparesis Dextra
Diakibatkan oleh gangguan jaras traktus piramidalis atau kortiko-spinal. Dimana jaras
ini akan mengalami penyilangan di decusscatio piramidalis yang terletak dimedula
oblongata sehingga lesi pada daerah hemisfer kiri akan menyebabkan manifestasi
klinis pada bagian tubuh kanan.
DAFTAR PUSTAKA
31
Fauci, Longo. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine 17 th edition. United states of
America : The McGraw-Hill Companies, Inc.
Mardjono, Mahar. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta
Mumenthaler M, Mattle H, Taub E. 2006. Fundamentals of neurology. Stuttgart: Georg
Thieme Verlag
Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Rohkamm R. 2004. Color Atlas of Neurology. 2nd ed. Stuttgart: Georg Thieme Verlag
Ropper AH, Brown RH. 2005. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th ed. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Wilkinson I, Lennox G. 2005. Essential Neurology. 4th ed. Oxford: Blacwell Publishing Ltd.
32