Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS SARAF

CVD Infark + Afasia Global

Oleh
Alief Abni Bernindra (H1A 010 023)
Kadek Soga Prayaditya (H1A 010 033)

SUPERVISOR :
dr. Wayan S. Sp. S

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
2015
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Suku
Agama
Status
Pekerjaan
No. RM
Tanggal MRS
Tanggal Pemeriksaan

: Ny. S
: 41 Tahun
: Perempuan
: Sekotong, Lombok Barat
: Sasak
: Islam
: Menikah
: Petani
: 569411
: 5 November 2015
: 9 November 2015

B. ANAMNESIS (Heteroanamnesis)
Keluhan Utama : Tidak sadarkan diri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan dari RSUD Gerung dengan diagnosis suspect CVA
hemoragic. Pasien datang ke UGD RSUP NTB dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3
hari yang lalu, (kamis, 5 november 2015) pukul 16.00 WITA. Awalnya pasien sedang
melakukan aktivitas menyabit rumput bersama suaminya di sawah, namun setelah itu pasien
tiba- tiba mengeluhkan nyeri kepala, kemudian mengalami muntah-muntah dan tiba-tiba
pingsan. Setelah itu pasien dibawa ke RSUD Gerung dan langsung dirujuk ke RSUP NTB.
Selain itu, pasien juga dikeluhkan lemas separuh badan. Lemas dirasakan pada sisi sebelah
kiri tiba-tiba sesaat setelah kejadian. Pasien juga tidak dapat mengeluarkan suara, namun
masih paham terhadap perintah. Demam (-), kejang (-), nafsu makan (+), BAK (+) dbn, BAB
(+) dbn.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit dengan keluhan sebelumnya (tidak bisa bicara, lemas separuh

badan) disangkal. Riwayat tekanan darah tinggi (+), namun tidak terkontrol.

penyakit

jantung (-), stroke (-), kencing manis (-), kejang (-), sesak nafas (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit dengan keluhan serupa dalam keluarga disangkal. Riwayat tekanan

darah tinggi (-), penyakit jantung (-), stroke (-), kencing manis (+) ayah pasien, kejang (-),
sesak nafas (-).

Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang petani. Riwayat minum kopi (-). Riwayat merokok

disangkal oleh keluarga pasien.

Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan, obat-obatan, maupun alergi lainnya disangkal oleh keluarga

pasien.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis

Keadaan umum

: Sedang

Kesadaran/GCS

: E3VxM5

Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi radialis : 88x/mnt

Pernapasan

: 20x/mnt

Suhu axila

: 36,9C, suhu Aksiler

Status Gizi
Berat Badan

: 45 kg

Tinggi Badan : 150 cm


IMT

: 20

Status gizi

: cukup

Pemeriksaan kepala dan leher

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pucat
Bentuk dan ukuran
Rambut
Edema
Anemis
Sianosis
Konjungtiva anemis : (-)
Ikterus
Massa

: (-)
: normal
: normal
: (-)
: (-/-)
: (-)
: (-/-)
: (-)

Pemeriksaan thorax
-

Inspeksi : pergerakan dada simetris (+/+), retraksi (-/-)


Palpasi : fokal fremitus (+/+), nyeri tekan (-), krepitasi (-), ictus kordis ICS V
midklavikula line sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Batas jantung kanan ICS II parasternal dekstra
- Batas jantung kiri ICS V midklavikula sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal/ murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesikuler +/+, ronki (-/-), wheezing (-/-)


Abdomen
-

Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

: Distensi (-), masa (-), sikatrik (-), jejas (-)


: Bising usus (+) normal
: Nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
: timpani pada keempat kuadran abdomen

Ekstremitas
-

Akral hangat :

Edema

+
+

+
+

Pemeriksaan Psikiatri
-

Emosi dan Afek: Sde


Proses berpikir : Sde
Kecerdasan : Sde
Penyerapan :Sde
Kemauan :Sde
Psikomotor : Sde
4

Status Neurologis
a. Kepala :
- Posisi
: normal terletak di tengah
- Penonjolan
: (-)
b. Saraf Cranial
N I ( Olfaktorius) : Penghidu
: Sde
- N II Optikus:
a. Ketajaman penglihatan
:Sde
b. Lapang pandang
:Sde
c. Funduskopi
: Tde
- N III, IV, VI
1. Celah kelopak mata
a. Ptosis
: ( -/-)
b. Eksoftalmus
: (-/-)
2. Posisi bola mata: orthoforia
3. Pupil
a. Ukuran atau bentuk
: normal ( 3 mm/ 3 mm)
b. Isokor atau anisokor
: Isokor
c. Refleks cahaya langsung : kanan (+/+) kiri (+/+)
Dan tidak langsung
4. Gerakan bola mata
a. Parese ke arah:
: Sde
b. Nistagmus
: tidak ada
- N V (Trigeminus)
a. Sensibilitas :
- N VI
: Sde
- N V2
: Sde
- N V3
: Sde
b. Motorik : Sde
b. Refleks dagu/ massseter : Sde
c. Refleks kornea: dalam batas normal
-

N VII ( Fasialis )
a. Motorik
Motorik
Istirahat
Gerakan mimik

M frontalis
Normal
sde

M Orbikularis okuli
Normal
Sde

M Orbi Oris
Normal
sde

b. Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : Tde


N VIII ( Auditorius )
a. Pendengaran
: (+/+)
b. Tes rinne/ weber
: rinne: Sde, Weber: Sde
c. Fungsi vestibularis
: Sde
N IX / X ( Glosopharingeus/vagus )
a. Posisi arkus phariks(istirahat/AAH) : Sde
b. Refleks menelan atau muntah
: Sde
5

c. Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : Sde


d. Suara
: tidak bisa berbicara
e. Takikardi/ bradikardi
: Sde
N XI ( Accesorius)
a. Memalingkan kepala dengan atau tanpa tahanan
: Sde
b. Angkat Bahu
: Sde
N XII ( Hipoglosus)
a. Deviasi lidah
: Sde
b. Fasiculasi
: Sde
c. Atropi
: Sde
d. Tremor
: Sde
e. Ataksia
: Sde

A. Leher
- Tanda-tanda perangsangan selaput otak:
1. kaku kuduk : (-)
2. Kernig Sign : (-)
- Kelenjar lympe : tidak ada pembesaran (-)
- Artery carotis
a. Palpasi
: normal/ kuat angkat
b. Auskultasi : bruit (-)
- Kelenjar tyroid : dalam batas normal
B. Abdomen
a. Refleks kulit dinding perut : Dalam batas normal
C. Kolumna vertebralis
Inspeksi
: tidak tampak deformitas, kifosis(-), Lordosis (-) Skoliosis(-)
Pergerakan
: kaku(-), krepitasi (-), keterbatasan gerak(-)
Palpasi
: Spasme (-), Massa (-), hematom (-) dan Asimetri(-)
Perkusi
: nyeri (-)
D. Ekstremitas
Motorik
Motorik

Pergerakan

Superior
dekstra
Bergerak

Inferior
Sinistra
dekstra
Tidak bisa Bergerak

Sinistra
Tidak bisa

Kekuatan
Tonus otot
Bentuk otot

aktif
5
Normal
Normal

bergerak
1
Normal
Normal

bergerak
1
Normal
Normal

aktif
5
Normal
Normal

Refleks fisiologis
:
a. Biceps
: +2/+2
b. Triceps
: +2/+2
c. Radius
: tde
d. Ulna
: tde
Klonus
a. Lutut
: (-)
b. Kaki
: (-)
Refleks patologis
6

E.
F.
G.
H.
I.
-

a. Hoffman dan Tromer


: (-/-)
b. Babinsky
: (+/+)
c. Chaddock
: (-/-)
d. Gordon
: (-/-)
e. Scaefer
: (-/-)
f. Oppenhelm
: (-/-)
Tropik
: (-)
Sensibilitas
: sde
a. Ekteroseptik
1. Nyeri
: dbn ( + /+)
2. Suhu
: tde
3. Raba Halus
: sde
b. Propioseptik
1. Rasa sikap
: tde
2. Rasa nyeri dalam : tde
c. Fungsi kortikal
1. Rasa diskriminasi : tde
2. Stereomosis
: tde
Pergerakan abnormal yang spontan
: khorea(-), parkinson (-),
Gangguan koordinasi
Tes jari hidung
: sde
Tes pronasi dan supinasi
: sde
Tes tumit
: sde
Tes pegang jari
: sde
Gangguan keseimbangan
: tes romberg : sulit dievaluasi
Gait
: (-) sde
Pemeriksaan funsi luhur
Reaksi emosi
: Sde
Intelegensia
: Sde
Fungsi bicara
: Afasia motorik
Fungsi Psikomotorik
: Sde
Fungsi Psikosensorik
: Sde

Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (5 November 2015)

Kesan : Stroke Hemoragic pada hemisfer dekstra


2. Darah Lengkap (5 November 2015)
Parameter

Hasil Lab

Nilai Normal

HGB

12,5

11,5 16,5 g/dL

RBC

3,92

4,0 5,0 [10^6/L]

HCT

33,0

37-45 [%]

MCV

84,0

82-92 fL

MCH

31,8

27-31 pg

MCHC

37,8

32-37 g/dL

WBC

13,99

4,0 11,0 [10^3/ L]

PLT

242

150-400 [10^3/ L]

`
3. Kimia Klinik (5 November 2015)

Parameter

Hasil Lab

Nilai Normal

Kolesterol total

<200 mg %

Trigeliserida

<200 mg %

HDL/ kolesterol

38 mg%

LDL/ Kolesterol

172 mg %

GDS

164

<160

Kreatinin

1,22

L 0,9-1,3 P 0,6-1,1

SGOT

< 40

SGPT

<41

Resume
Perempuan usia, 60 tahun, datang dengan keluhan afasia sejak pagi sebelum masuk
rumah sakit. Afasia didahului oleh keluhan bicara pelo sejak 2 hari yang lalu. Selain itu psien
jug dikeluhkan pusing sejak 7 hari yang lalu, dirasakan terus-menerus dan semakin
memberat. Selain itu pasien juga dikeluhkan mengalami hemiparesis dextra sejak 5 hari yang
lalu. Keluhan muntah, kejang, pingsan, sakit kepala disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, GCS : E4VxM6, TD :
110/80 mmHg, Nadi : 88 x/m, RR : 20 X menit, Tax : 36,9 C, status gizi cukup. Pemeriksaan
nervus cranialis : sde, refleks fisiologis (+), refleks patologis (-), status motorik 1 pada
ekstremitas superior dan inferior sinistra, maningeal sign (-). Pada pemeriksaan penunjang
CT-scan kepala didapatkan stroke hemoragic pada hemisfer dekstra.
Berdasarkan SKOR Stroke Siriraj
(2,5 x derajat kesadaran) + ( 2 x Muntah ) + ( 2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik)
(3 x penanda ateroma) 12
(2,5 x 1 ) + (2 x 0) + (2 x 0)+ (0,1 x 80 )- (3 x 0) - 12 = -2
Skor < 1 interpretasi : Stroke infark
Berdasarkan SKOR Gadjah Mada
Penurunan kesadaran : (-)
Nyeri kepala

: (-)

Babinski

: (-)
9

Interpretasi

: Stroke Infark

Diagnosis
1. Diagnosis Klinis

: Penurunan kesadaran, hemiparesis dextra kontralateral, afasia

global
2. Diagnosis Topis
3. Diagnosis Etiologi

: Temporal sinistra
: Emboli

Terapi
Medikamentosa umum
-

Infus RL 20 tpm/menit

Medikamentosa khusus
-

Injeksi piracetam 3gr/8 jam


Injeksi citicoline 250 mg/8 jam
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg

Non medikamentosa
-

Rehabilitasi medik post stroke


Tujuan program
1. Untuk mencegah komplikasi stroke dan imobilisasi. Pencegahan utama dapat

dilakukan dengan menghindari faktor resiko dan mengobati penyakit dasar.


2. Memaksimalkan kemandirian fungsional
3. Fasilitasi adaptasi psikologis dan sosial
4. Mencegah terjadinya stroke berulang
Monitoring

Keluhan, tanda vital, GCS( glasgow coma Scale)


Prognosis
Dubia ad Bonam

10

11

J. Follow Up
Tanggal

7 Agustus Pasien masih mengeluh - KU : Sedang


Kesadaran : CM
2015
tidak bisa bicara dan - GCS : E4VafasiaM6
lemas pada ke-2 tungkai, - TD : 130/80
Nadi : 86 x/menit
BAB & BAK normal, - Temp : 36,4
mual (-), muntah (-).
- CT Scan kepala :

CVD infark

IVFD RL 20 tpm
Injeksi piracetam 3gr/8 jam
Injeksi citicoline 250 mg/8 jam
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg

CVD infark

IVFD RL 20 tpm
Injeksi piracetam 3gr/8 jam
Injeksi citicoline 250 mg/8 jam
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg

CVD Infark

IVFD RL 20 tpm
Injeksi piracetam 3gr/8 jam

infark serebri
hemisfer sinistra
8 Agustus Pasien masih mengeluh - KU : Sedang
Kesadaran : CM
2015
tidak bisa bicara dan - GCS : E4VafasiaM6
lemas pada ke-2 tungkai, - TD : 130/80
Nadi : 86 x/menit
BAB & BAK normal, - Temp : 36,4
mual (-), muntah (-)
- CT Scan kepala :
infark serebri
hemisfer sinistra
9 Agustus Pasien masih mengeluh - KU : Sedang
Kesadaran : CM
2015
tidak bisa bicara dan -

12

lemas pada ke-2 tungkai, - GCS : E4VafasiaM6


TD : 130/80
BAB & BAK normal, - Nadi : 86 x/menit
mual (-), muntah (-)
- Temp : 36,4
- CT Scan kepala :

Injeksi citicoline 250 mg/8 jam


Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg

infark serebri
hemisfer sinistra

13

TINJAUAN PUSTAKA
STROKE
Definisi
Kehilangan fungsi neurologis secara tiba-tiba karena menurunnya/terputusnya aliran darah ke
otak, yg menimbulkan gejala defisit neurologis yg bertahan lebih dari 24 jam.
Faktor resiko
1. HT
2. Peny-Jantung
3. DM
4. Rokok
5. Dislipidemia
6. Kelainan Darah
7. Kelainan Pembuluh Darah
8. Stress
9. Lansia
Klasifikasi

Infark
1. TIA
2. Stroke In Evolution
3. Completed Stroke
4. Lakunar Stroke

Hemoragik
1. SAH (PSA) Perdarahan Sub-Araknoid
2. ICH (PIS) Perdarahan Intra-Serebr

Gejala Klinis (Penjelasan Kerusakan pada Tiap Arteri )


1. Arteri Serebral Media kehilangan fungsi kontralateral wajah dan tangan ;
kehilangan sensoris kontralateral pada wajah dan tangan; dysphasia; dyslexia;
dysgraphia; dyscalculia.
2. Arteri Serebral Anterior kehilangan motor dan sensor tungkai kontralateral
3. Arteri Serebral Posterior hemianopia homonim kontralateral
4. Arteri Karotis Interna ada keterlibatan wajah, tangan, dan tungkai, atau tanpa
hemianopia homonim
14

5. Arteri Ophthalmic (cabang dari arteri carotisinterna) kehilangan visual monokular


6. Arteri Vertebrobasilar :

Double vision(nervus III, IV, VI);

Kebas pada wajah (nervus V);

Kelemahan otot wajah (nervus VII);

Dysphagia (nervus IX, X);

Dysarthria (nervus XII);

Ataxia (cerebellum);

Kehilangan sensoris lengan dan kaki

7. Arteri Kecil / Arteriol Penetrating:

Pure Loss of motorik kontralateral tungkai;

Pure Loss of sensorik kontralateral tungkai

Stroke Iskemik
Reduksi atau penurunan darah ke bagian manapun pada otak dapat menyebabkan iskemia,
kehilangan fungsi yang reversible, dan kemudian apabila reduksi aliran darah ini berat dan
lama, akan terjadi infark dengan kematian sel irreversible.
Etiologi
Thrombosis arteri atau vena pada SSP dapat disebabkan 1 trias Virchow :
a. Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degenerative, dapat juga
karena inflamasi (vaskulitis), atau trauma (diseksi).
b. Abnormalitas darah, misalnya polisitemia.
c. Gangguan aliran darah.
Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degenerative arteri SSP, atau dapat
juga berasal dari jantung :
a. Penyakit katup jantung
b. Fibrilasi atrium
c. Infark miokard yang baru terjadi
Dua mekanisme patogenetik yang menyebabkan stroke iskemik :
1. Thrombosis dengan cara mengoklusi large cerebral arteries (terutama arteri
carotis interna, cereblar medial, atau basilar), arteri arteri kecil (lacunar stroke),
vena-vena cereblar, atau sinus venosus. Gejala khasnya berkembang dari menit
hingga berjam-jam, dan seringkali didahului oleh TIA.
15

2. Embolisme menyebabkan stroke saat arteri cereblar teroklusi oleh embolus, bisa
berasal dari jantung, arkus aorta, atau large cerebral arteries. Karakteristik gejalanya
adalah menyebabkan defisit neurologis yang onsetnya maksimal.
Penyebab tersering stroke adalah penyakit degenerative arterial, baik arterosklerosis pada
pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun penyakit pembuluh darah kecil
(lipohialinosis).Kemungkinan berkembangnya penyakit degenerative arteri yang signifikan
meningkat pada beberapa factor resiko vascular.
Faktor Resiko Vaskular
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Usia
Riwayat penyakit vascular/atheroma dalam keluarga
Hipertensi
Diabetes mellitus
Merokok
Hiperkolesterolemia
Alcohol
Kontrasepsi oral
Fibrinogen plasma

Patofisiologi
a.

Insufisiensi hemodinamik

Autoregulasi cerebrovaskular secara normal mampu mempertahankan aliran darah cerebral


(CBF) konstan sebesar 50-69 ml/100 g jaringan otak/ menit sepanjang tekanan arteri rata-rata
(mean arterial pressure - MAP) tetap berada dalam kisaran 50-150 mmHg.Apabila MAP
turun hingga di bawah 50 mmHg, dan pada tingkat patologis tertentu (mis. Iskemia), maka
autoregulasi akan jatuh dan CBF menurun. Stenosis vascular atau oklusi akan menginduksi
terjadinya kompensasi berupa vasodilatasi downstream, yang meningkatkan volume darah
cereblar dan CBF. Deficit neurologis mayor terjadi hanya jika CBF jatuh di bawah threshold
iskemi kritis (20ml/100g/menit).
b. Hipoperfusi
Jika CBF yang adekuat tidak dikembalikan, terjadi disfungsi neurologis. Apabila terjadi lebih
lama, depresi berat CBF hingga di bawah threshold infark (8-10ml/100g/menit)
menyebabkan hilangnya proses metabolic selular yang progresif dan ireversibel, diikuti oleh
kerusakan structural/nekrosis.

16

Ischemic Penumbra, ialah area jaringan yang mengelilingi zona infark dimana CBF berada di
antara threshold iskemi dan infark.Area ini beresiko, namun berpotensial kembali
sembuh.Semakin lama terjadi iskemi, maka semakin besar kemungkinan terjadinya infark.
Manifestasi Klinis
Kehilangan fungsi yang terjadi tergantung dari area jaringan otak yang terlibat dalam proses
iskemik.
1. Menunjukkan iskemia pada arteri cerebral medial :
- Kehilangan fungsi pada kontralateral wajah dan lengan
- Kehilangan rasa pada kontralateral wajah dan lengan
- Dysphasia
- Dyslexia, dysgraphia, dyscalculia
2. Menunjukkan iskemia pada arteri cerebral anterior :
- Kehilangan fungsi dan/atau rasa pada kontralateral tungkai
3. Menunjukkan iskemia pada arteri cereblar posterior :
- Contralateral homonymous hemianopia
4. Menunjukkan oklusi pada arteri carotis interna :
- Keterlibatan wajah, lengan, dan tungkai dengan atau tanpa homonymous
hemianopia
5. Menunjukkan iskemia pada arteri ophthalmicus :
- Monocular loss of vision
6. Menunjukkan iskemia pada arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior):
- Double vision (nervus cranialis III, IV, dan VI dan koneksinya)
- Kelumpuhan facial (nervus cranialis V)
- Kelemahan facial (nervus cranialis VII)
- Vertigo (nervus cranialis VIII)
- Dysphagia (nervus cranialis IX, dan X)
- Dysarthria
- Ataxia
- Kehilangan fungsi atau rasa pada kedua lengan dan tungkai
- Tanda-tanda lesi batang otak (vertigo, diplopia, perubahan kesadaran).
7. Menunjukkan iskemia pada pembuluh darah kecil (stroke lacunar) :
- Stroke murni/ kehilangan murni fungsi dari kontralateral lengan dan tungkai
- Stroke murni/ kehilangan murni rasa dari kontralateral lengan dan tungkai
- Infark lakunar multiple dapat menyebabkan deficit neurologis multiple termasuk
gangguan kognitif (demensia multi infark) dan gangguan pola berjalan yang
karakteristiknya seperti langkah-langkah kecil dan kesulitan untuk mulai berjalan.
Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis
Stroke merupakan diagnosis klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk :
a. Mencari penyebab
b. Mencegah rekurensi dan, pada pasien yang berat, mengidentifikasi factor-faktor yang
dapat menyebabkan perburukan fungsi SSP.
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien stroke :
17

a.
b.
c.
d.

Darah lengkap dan LED


Ureum, elektrolit, glukosa, dan lipid
Rontgen dada dan EKG
CT scan kepala terutama dilakukan apabila diagnosis klinis sudah jelas, tetapi
pemeriksaan ini berguna untuk membedakan infark serebri atau perdarahan, yang
berguna dalam menentukan tatalaksana awal. Pemeriksaan ini juga menyingkirkan
diagnosis banding yang penting seperti tumor intracranial atau hematoma subdural.

Komplikasi dan Prognosis


Pasien yang mengalami gejala berat seperti imobilisasi dengan hemiplegia berat, rentan
terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian lebih awal, yaitu :
-

Pneumonia, septikrmia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih)


Deep vein thrombosis dan emboli paru.
Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung.
Ketidakseimbangan cairan.

Sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal pada 30 hari pertama. Hingga 50%
pasien yang bertahan akan membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Factor-faktor yang berkontribusi pada disabilitas (ketidakmampuan) jangka panjang a.l :
-

Ulkus dekubitus
Epilepsy
Jatuh berulang dan fraktur
Spastisitas, dengan nyeri kontraktur dan kekakuan sendi bahu.
Depresi

Terapi
Hingga saat ini belum ada terapi medikamentosa yang pasti efektif untuk memulihkan stroke.

Medical support
- Untuk mengoptimalkan perfusi serebral
- Menurunkan tekanan darah jika terdapat hipertensi maligna atau iskemi miokard
yang bersamaan atau jika TD > 185/110 mmHg dan jika diantisipasi untuk
-

pemberian trombolitik 1 adrenergik blocker.


Glukosa serum harus di monitor dan dijaga < 6,1 mmol/L (110 mg/dL)

menggunakan infus insulin.


Pencegahan terjadinya komplikasi

Terapi trombolitik, misalnya dengan activator plasminogen jaringan (tissue plasminogen


activator tPA) telah terbukti memperbaiki outcome jika diberikan dalam 3 jam onset gejala.
Dapat diberikan secara intra vena.

18

Administration of Intravenous Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rtPA) for


Acute Ischemic Stroke
Indication

Contraindication

Clinical diagnosis of stroke

Sustained BP >185/110 despite treatment

Onset of symptoms to time of drug Platelets <100,000; HCT <25%; glucose <50 or
administration 3 h

>400 mg/dL

CT scan showing no hemorrhage or edema Use of heparin within 48 h and prolonged PTT,
of > of the MCA territory

or elevated INR

Age 18 years

Rapidly improving symptoms

Consent by patient or surrogate

Prior stroke or head injury within 3 months;


prior intracranial hemorrhage
Major surgery in preceding 14 days
Minor stroke symptoms
Gastrointestinal bleeding in preceding 21 days
Recent myocardial infarction
Coma or stupor

Administration of rtPA
Intravenous access with two peripheral IV lines (avoid arterial or central line placement)
Review eligibility for rtPA
Administer 0.9 mg/kg intravenously (maximum 90 mg) IV as 10% of total dose by bolus,
followed by remainder of total dose over 1 h
Frequent cuff blood pressure monitoring
No other antithrombotic treatment for 24 h
For decline in neurologic status or uncontrolled blood pressure, stop infusion, give
cryoprecipitate, and reimage brain emergently
Avoid urethral catheterization for 2 h

Antitrombosis
- Inhibisi Platelet aspirin, satu-satunya agen yang telah terbukti efektif untuk
terapi akut stroke iskemik. Aspirin diberikan 300mg per hari.

19

Penggunaan heparin serta antikoagulan lainnya tidak direkomendasikan karena


resiko perdarahan intracranial dan ekstrakranial dan pengobatan ini tidak
menunjukkan manfaat yang signifikan terhadap stroke iskemik.

20

ALUR PENANGANAN STROKE

PECEGAHAN

21

Mengurangi makanan berlemak sehingga mengurang resiko tertumpuknya lemak dalam


pembuluh darah.

Berolahraga teratur sesuai dengan kondisi kesehatan.

Bila memiliki hipertensi harus terkontrol baik dengan obat-obatan maupun pemeriksaan
berkala.

Berhenti merokok dan diusahakan berat badan tetap ideal.


AFASIA

Definisi
Afasia adalah gangguan atau ketidakmampuan dalam berbahasa yang disebabkan oleh
gangguan pada otak, dimana gangguan tersebut bukan merupakan penyakit yang herediter,
tidak disebabkan oleh gangguan pendengaran, gangguan pengleihatan, atau kelemahan
motorik. Afasia tidak meliputi kelainan perkembangan berbahasa atau disfasia, gangguan
motorik berbahasa seperti gagap, apraksia berbahasa, atau disartria, dan bukan gangguan
berbahasa yang diakibatkan oleh gangguan berpikir seperti pada pasien skizofrenia
Klasifikasi
Ada dua klasifikasi pada afasia. Pertama afasia diklasifikasikan berdasarkan manifestasi
klinik, dan yang kedua berdasarkan distribusi anatomi dari lesi.
Berdasarkan manifestasi klinis nya, afasia dibedakan menjadi :

Afasia Wernicke
Pemahaman terganggu terutama pada bahasa yang didengar dan dilihat, baik untuk 1
kata maupun pada 1 kalimat utuh. Bahasa dapat diucapkan dengan lancar namun
sangat parafasik dan sirkumlokusius. Kecenderungan kesalahan parafasik sangat
tinggi hingga terkadang disebut neologisme, yang disebut juga jargon afasia.
Pembicaraan biasanya mengandung banyak kata sifat namun sedikit mengandung kata
benda atau kata kerja. Pembicaraan banyak, namun tanpa arti.
Penggunaan bahasa tubuh tidak banyak membantu komunikasi. Pasien tampak
mengerti bahwa pembicaraannya tidak dapat dimengerti oleh orang lain sehingga
pasien tampak marah dan tidak sabar ketika pemeriksa tidak dapat mengerti maksud
dari pembicaraannya. Pada pasien dengan afasia wernicke dapat disertai dengan
agitasi motorik dan perilaku paranoid. Pasien dengan afasia wernicke tidak dapat
mengekspresikan pemikiran mereka melalui kata-kata yang sesuai dan tidak dapat
22

memahami arti dari setiap kata yang masuk. Lesi ini terletak di area wernicke.
Etiologi paling sering dari afasia wernicke adalah emboli dari arteri serebri media.
Etiologi lain bisa berasal dari perdarahan intraserebral, trauma kepala berat, dan
tumor. Adanya hemianopia kanan atau quadrantanopia superior dan pendataran sudut
nasolabial kanan dapat mempertegas adanya lesi di area wernicke

Afasia Broca
Pembicaraan tidak lancar, memerlukan usaha, dan banyak diinterupsi oleh jeda yang
dibuat pasien dalam rangka mencari kata-kata, serta seringkali pasien juga menderita
disartria. Pengeluaran kata-kata sangat terbatas sehingga terkadang pasien hanya mau
menjawab dengan kata ya atau tidak. Penamaan benda dan kemampuan merepetisi
terganggu. Meski begitu, pemahaman bahasa masih intak kecuali untuk kalimat yang
sulit yang diucapkan dengan suara yng pelan atau tanpa intonasi. Kemampuan
membaca juga dipertahankan namun seskali pasien kesulitan membaca kata imbuhan
atau tatabahasa yang rumit. Terkadang, sekalipun pasien menderita disartria, pasien
dapat bernyanyi dengan baik. Hal inilah yang sedang diuji coba dalam terapi afasia
broca. Defisit neurologis yang sering menyertai meliputi kelemahan pada wajah
bagian kanan, hemiparesis atau hemiplegia, dan buccofasial apraksia. Penyebab paling
sering ialah infark yang disebabkan oleh sumbatan pada arteri serebri media.

Afasia global
Pengeluaran kata tidak lancar dan pemahaman juga terganggu. Penamaan, repetisi,
membaca, dan menulis juga terganggu. Sindrom ini menyatakan adanya disfungsi dari
broca dan wernicke. Sindrom ini juga dapat menjadi gejala awal dari afasia wernicke
yang kemudian berkembang menjadi afasia wernicke yang klasik.

Afasia Konduktif
Pengeluaran kata-kata lancar namun parafasik, pemahaman bahasa masih baik, namun
repetisi sangat terganggu. Penamaan dan pemulisan juga sangat terganggu. Jika pasien
diminta untuk membaca dengan suara keras, pasien akan mengalami kesulitan, namun
pasien dapat mengerti apa yang dibacanya.

Afasia transkortikal motorik


Ciri-ciri yang nampak pada afasia transkortikal motorik menyerupai afasia broca
namun repetisi masih baik dan pasien cenderung menghindari penggunaan tata
23

bahasa. Pemeriksaan neurologis lain biasanya normal. Lesi pada afasia transkortikal
motorik biasanya melibatkan area perbatasan antara arteri serebri anterior dan media.

Afasia transkortikal sensori


Afasia transkortikal sensori dicirikan dengan gejala yang menyerupai afasia wernicke
namun repetisi masih dapat dilakukan dengan baik. Pada afasia ini lesi memutuskan
area bahasa dari area asosiasi temporoparietal selain area khusus bahasa.

Afasia terisolasi
Sindrom yang langka ini melibatkan dua transkortikal afasia. Pemahaman pasien
sangat terganggu dan tidak ada arti dalam setiap kata yang diucapkan oleh pasien.
Pasien dapat menjadi ekolalia, mengindikasikan adanya mekanisme repetisi yang
masih intak. Lesi biasanya mengenai area sekitar frontal, parietal, dan temporal
namun tidak mengenai area broca maupun wernicke.

Afasia anomik
Pada afasia jenis ini, fungsi yang terganggu yakni penamaan. Artikulasi, pemahaman,
dan repetisi masih baik namun pasien tidak dapat menyebutkan nama dari bendabenda dan pasien kesulitan dalam mengeja kata-kata. Seringkali output bahasa pasien
parafasik, sirkumlokusius, dan tidak bermakna. Kelancaran bahasa terganggu ketika
pasien berusahan menyebutkan nama benda-benda. Afasia anomik banyak ditemui
pada kasus trauma kepala, ensefalopati metabolik, dan penyakit alzheimer.

Sindrom Gerstmann's
Sindrom gerstmann meliputi kombinasi dari akalkulia, disgrafia, anomia jari, dan
ketidakmampuan membedakan kiri dan kanan. Untuk itu, pada pembuatan diagnosis
sindrom gertmann, penting untuk melihat apakah pasien dapat membedakan posisi
kiri dan kanan. Sindrom gertmann biasanya diakibatkan kerusakan pada lobus
parietalis inferior hemisfer serebri sinistra.

Pada klasifikasi afasia berdasarkan distribusi anatomi dari lesi, afasia dibedakan atas :

Sindrom afasia perisylvii : Meliputi Afasia broca, afasia wernicke, dan afasia
konduksi

Sindrom afasia daerah perbatasan : Meliputi afasia transkortikal motorik, afasia


transkortikal sensorik, dan transkortikal campuran
24

Sindrom afasia subkortikal : Meliputi afasia talamik dan afasia striatal

Sindrom afasia non-lokalisata : Meliputi afasia gnomik dan afasia global.

Diagnosis

Anamnesis
Afasia muncul secara mendadak pada pasien dengan stroke atau cedera kepala. Pasien
dengan penyakit neurodegeneratif atau lesi tumor dapat menderita afasia secara
perlahan. Tanda-tanda awal yang mencirikan lesi atau defisit yang berasal dari area
korteks atau jaras yang berdekatan dengan posisi area berbahasa harus diwaspadai.
Tanda-tanda tersebut meliputi hemianopia, defisit dari fungsi motorik maupun sensori,
atau defisit neurobehavioral seperti alexia, agrafia, akalkulia, atau apraksia. Pada
pasien harus ditanyakan riwayat kejang atau episode afasia sebelumnya. Terkadang,
sekalipun insidensinya rendah, afasia dapat diakibatkan oleh ensefalitis herpes
simpleks. Ciri dari penyakit ini meliputi riwayat demam, kejang, nyeri kepala, dan
perubahan perilaku.
Riwayat nyeri kepala baik akut maupun kronik dapat menjadi petunjuk penting untuk
mendiagnosa kondisi tertentu seperti tumor otak maupun malformasi arteri vena. Pada
pasien harus ditanyakan tentang riwayat gangguan pada memori atau riwayat
gangguan dalam melakukan kegiatan sehari-hari karena gangguan berbahasa bisa
hanya merupakan satu bagian dari kondisi neurodegeneratif yang menyeluruh seperti
demensia. Perlu ditanyakan juga apakah pasien kidal atau tidak, riwayat hipertensi,
perdarahan otak sebelumnya, penyakit jantung, penyakit vaskular otak, atau amiloid
angiopati.

Pemeriksaan berbicara spontan


Langkah pertama dalam menilai berbahasa adalah mendengarkan bagaimana pasien
berbicara spontan atau bercerita. Pasien dapat diminta untuk menceritakan hal-hal
yang terjadi dalam waktu dekat, misalnya bagaimana ia sampai dirawat di rumah
sakit. Yang dinilai ialah apakah bicaranya pelo, cadel, tertegun, diprosodik (irama,
ritme, intonasi terganggu) dan apakah ada afasia, kesalahan sintaks, salah
menggunakan kata, dan perseverasi.
Parafasia ialah kegiatan mensubstitusi kata. Ada dua jenis parafasia. Parafasia
semantik atau verbal berarti mensubstitusi satu kata dengan kata yang lainnya.
25

Parafasia fonemik berarti mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi lain yang biasanya
berbunyi cukup mirip.

Pemeriksaan kelancaran berbicara


Seseorang disebut lancar berbicara bila bicara spontannya lancar, tanpa terbata-bata.
Kelancaran berbcara verbal ini merupakan refleksi dari efisiensi menemukan kata.
Bila kemampuan ini diperiksa secara khusus dapat dideteksi masalah berbahasa yang
ringan pada lesi otak yang ringan atau demensia dini. Defek yang ringan dapat
dideteksi melalui tes kelancaran, menemukan kata yaitu jumlah kata tertentu yang
dapat diproduksi selama jangka waktu yang terbatas. Sebagai contoh pasien diminta
untuk menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan atau menyebutkan katakata yang dimulai dengan huruf tertentu selama jangka waktu satu menit. Tidak lupa
pula kesalahan yang timbul dicatat untuk melihat adanya parafasia atau tidak.
Usia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh secara bermakna dalam
pemeriksaan ini. Orang normal di bawah usia 69 tahun mampu menyebutkan kira-kira
20 nama hewan dengan baik. Kemampuan ini menurun pada orang berusia sekitar 70
tahun (17 nama) dan terus menurun seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia 85
tahun, skor 10 mungkin merupakan batas normal bawah.
Orang normal umumnya dapat menyebutkan 36-60 kata yang berawalan dengan huruf
tertentu, tergantung dari tingkat intelegensi, usia, dan tingkat pendidikan. Kemampuan
yang hanya sampai 12 kata atau kurang untuk setiap huruf merupakan petunjuk
adanya penurunan kelancaran berbicara verbal namun perlu diperhatikan pada pasien
dengan tingkat pendidikan yang tidak lebih dari sekolah menengah pertama.

Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan


Pemeriksaan pemahaman bahasa lisan seringkali sulit dinilai. Pemeriksaan klinis pada
pasien rawat inap yang biasa dilakukan di samping tempat tidur pasien dapat
memberikan hasil yang menyesatkan. Langkah yang digunakan untuk mengevaluasi
pemahaman secara klinis meliputi cara konversasi, suruhan, pertanyaan tertutup (ya
atau tidak), dan menunjuk.
o Konversasi : Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai
kemampuannya dalam memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan olh
pemeriksa
26

o Suruhan : Serentetan suruhan, mulai dari yang sederhana (satu langkah)


sampai pada yang sulit dapat digunakan untuk menilai kemampuan pasien
dalam memahami perintah. Mula-mula pasien dapat disuruh bertepuk tangan,
kemudian tingkat kesulitan dinaikkan misalnya mengambil benda dan
meletakkan benda tersebut pada lokasi yang lain. Perlu diperhatikan bahwa
perintah tipe ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan kelemahan motorik
dan apraksia. Pasien juga dapat diminta untuk menunjuk ke beberapa benda,
mula-mula satu benda dan ditingkatkan menjadi sebuah perintah berantai
untuk menunjuk ke beberapa benda secara berurutan. Pasien dengan afasia
mungkin hanya mampu menunjuk sampai 1-2 objek saja.
o Ya atau Tidak : Kepada pasien dapat juga diberikan pertanyaan tertutup
dengan bentuk jawaban ya atau tidak. Mengingat kemungkinan salah
adalah 50%, jumlah pertanyaan yang diberikan minimal 6 pertanyaan
misalnya Apakah anda bernama Budi?, Apakah AC di ruangan ini mati?,
Apakah ini Rumah Sakit?, Apakah di luar sedang hujan?, Apakah saat
ini malam hari?.
o Menunjuk : Pasien diminta untuk menunjuk mulai dari benda yang mudah
dipahami kemudian berlanjut ke benda yang lebih sulit. Contohnya :
tunjukkan lampu kemudian tunjukkan gelas yang ada di samping televisi.
Pemeriksaan sederhana ini dapat dilakukan di samping tempat tidur pasien.
Sekalipun kurang mampu menilai kemampuan pemahaman dengan baik
sekali, pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran kasar mengenai
gangguan serta beratnya.

Pemeriksaan repetisi
Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang mula-mula kata
yang sederhana (satu patah kata) kemudian ditingkatkan menjadi banyak (satu
kalimat). Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini didapatkan
parafasia, salah tatabahasa, kelupaan, atau penambahan. Orang normal umumnya
dapat mengulang kalimat yang mengandung 19 suku kata. Banyak pasien afasia
mengalami kesulitan dalam mengulang, namun ada juga yang menunjukkan
kemampuan yang baik dalam mengulang, bahkan lebih baik daripada berbicara
spontan. Bila kemampuan mengulang terpelihara, maka kelainan patologis sangat
27

mungkin tidak berada di area perisylvii. Umumnya daerah ekstrasylvian yang terlibat
dalam kasus afasia tanpa defek repetisi terletak di daerah perbatasan vaskuler
(watershed area)

Pemeriksaan menamai dan menemukan kata


Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi berbahasa. Hal ini
sedikit-banyak terganggu pada semua penderita afasia. Dengan demikian, semua tes
yang dilakukan untuk menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini.
Kesulitan menemukan kata erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama
(menamai) atau disebut anomia.
Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari
objek, bagian tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometrik, simbol matematik, atau
nama dari suatu tindakan. Dalam hal ini, perlu digunakan benda-benda yang sering
digunakan sampai ke benda-benda yang jarang ditemui atau digunakan. Banyak
penderita afasia yang masih mampu menamai objek yang sering ditemui atau
digunakan dengan cepat dan tepat, namun lamban dan tertegun dengan melukiskan
kegunaannya atau parafasia pada objek yang jarang dijumpainya. Bila pasien tidak
mampu atau sulit menamai, dapat dibantu dengan memberikan suku kata pemula atau
dengan menggunakan kalimat penuntun. Yang penting ialah sampainya pasien kepada
kata yang dibutuhkan, yakni kita nilai kemampuan pasien dalam menamai objek. Ada
pula pasien yang mengenal objek dan mampu melukiskan kegunaannya namun tidak
dapat menamainya.
Pertama-tama terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan nama
beberapa objek juga warna dan bagian dari objek tersebut. Kita dapat menilai dengan
memperlihatkan misalnya arloji, bolpoin, kaca mata, kemudian bagian dari arloji,
lensa kaca mata. Objek atau gambar yang dapat digunakan misalnya meja, kursi,
lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh misalnya mata, hidung, gigi, ibu jari, lutut.
Warna misalnya merah, biru, hijau, kuning, kelabu. Bagian dari objek contohnya
jarum jam, sol sepatu, kepala ikat pinggang, bingkai kaca mata.
Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek dengan cepat atau
lamban, atau tertegun, atau menggunakan sirkumlokusi, parafasia, neologisme, dan
apakah ada perseverasi. Di samping menggunakan objek, dapat pula digunakan
gambar objek.
28

Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, perlu diperhatikan apakah pasien
dapat memilih nama objek tersebut dari beberapa pilihan nama objek. Pada
pemeriksaan ini perlu digunakan kurang lebih 20 nama objek sebelum menentukan
bahwa tidak didapatkan gangguan.

Pemeriksaan sistem bahasa


Evaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu diperhatikan
bagaimana pasien berbicara spontan, komprehensi, repetisi, maupun menamai. Selain
itu kemampuan membaca dan menulis harus dinilai pula. Tidak lupa evaluasi
dilakukan untuk memeriksa sisi otak mana yang dominan dengan melihat penggunaan
tangan.
Dengan melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat
dapat diidentifikasi adanya afasia serta jenisnya. Pasien yang afasia selalu agrafia dan
sering aleksia, untuk itu pemeriksaan membaca dan menulis dapat dipersingkat.
Namun pada pasien yang tidak afasia, pemeriksaan membaca dan menulis harus
dilakukan sepenuhnya karena aleksia, agrafia, atau keduanya dapat terjadi secara
terpisah.

Pemeriksaan penggunaan tangan


Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat. Sebelum
menilai bahasa perlu ditanyakan pada pasien apakah ia kidal atau menggunakan
tangan kanan. Banyak orang kidal telah diajarkan untuk menulis dengan tangan
kanan, oleh karena itu observasi cara menulis saja tidak cukup untuk mennetukan
apakah ia seorang yang kidal atau kandal. Pasien dapat juga diminta memperagakan
gerakan tangan yang digunakan untuk memegang pisau, melempar bola, dan
sebagainya.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien afasia bergantung pada penyebab dari sindrom afasia itu
sendiri. Penanganan terhadap stroke akut seperti pemberian rTPA pada pasien stroke
iskemik, terapi intervensi intra-arterial, stenting dan endarterectomy karotid, atau kontrol
dari tekanan darah dapat meringankan defisit yang dialami. Pembedahan pada subdural
hematoma atau tumor serebri juga memberikan hasil yang cukup memuaskan. Pada

29

afasia yang disebabkan oleh infeksi seperti herpes simpleks dapat diberikan terapi
antivirus.
Terapi berbicara dan berbahasa merupakan terapi utama dalam afasia. Waktu dan teknik
pelaksanaan intervensi pada pasien afasia bervariasi luas karena penelitian yang
dilakukan sangat minim. Namun dalam beberapa penelitian telah terbukti bahwa teapi
berbicara dan berbahasa dapat meningkatkan prognosis pasien afasia. Kesulitan yang
dialami pasien dalam menjalani terapi ini sangat beragam karena berbeda dari individu
ke individu.
Beberapa hal yang hasur diperhatikan saat melakukan terapi pada pasien afasia :

Banyak pasien afasia menderita depresi oleh karena itu pasien afasia memerlukan
dukungan psikologis. Ketepatan diagnosis, terapi, dan dukungan emosional dapat
sangat berguna bagi pasien.

Terdapat beberapa teknik terapi khusus untuk pasien dengan masalah artikulasi,
masalah kosa kata, minimnya ilmu kalimat, dan kurangnya intonasi. Dalam kata lain,
terapi pada pasien afasia dapat divariasi agar sesuai dengan kebutuhan pasien

Terapi farmaka pada afasia masih bersifat eksperimental. Penggunaan dopaminerjik,


cholinerjik, dan obat-obatan stimulan belum memberikan hasil yang jelas. Namun
penggunaan terapi farmaka sebagai pendamping dari terapi berbicara telah
menunjukkan hasil yang baik.

Teknologi baru yang dinamakan stimulasi magnetik transkranial sedang diuji coba pada
pasien afasia dan sejauh ini menunjukkan hasil yang baik

30

PEMBAHASAN
Pembahasan kasus dan Clinical Reasioning
1. Afasia Global
Disebabkan oleh lesi yang terletak di daerah temporal sinistra yang mengakibatkan
kerusakan pada daerah broca dan wernicks.
2. Hemiparesis Dextra
Diakibatkan oleh gangguan jaras traktus piramidalis atau kortiko-spinal. Dimana jaras
ini akan mengalami penyilangan di decusscatio piramidalis yang terletak dimedula
oblongata sehingga lesi pada daerah hemisfer kiri akan menyebabkan manifestasi
klinis pada bagian tubuh kanan.

DAFTAR PUSTAKA
31

Fauci, Longo. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine 17 th edition. United states of
America : The McGraw-Hill Companies, Inc.
Mardjono, Mahar. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta
Mumenthaler M, Mattle H, Taub E. 2006. Fundamentals of neurology. Stuttgart: Georg
Thieme Verlag
Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Rohkamm R. 2004. Color Atlas of Neurology. 2nd ed. Stuttgart: Georg Thieme Verlag
Ropper AH, Brown RH. 2005. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th ed. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Wilkinson I, Lennox G. 2005. Essential Neurology. 4th ed. Oxford: Blacwell Publishing Ltd.

32

Anda mungkin juga menyukai