Anda di halaman 1dari 38

REFLEKSI KASUS

PASIEN TB PARU TCM (+) KASUS BARU

Oleh:

Yolanda Satriani Putri

H1A013039

Pembimbing:

dr. Rina Lestari Sp.P

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN INTERNA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2017

1
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. Y
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Rate, Bima
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Mbojo
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Aparatur Desa
RM : 59-30-99
MRS tanggal : 7 Juni 2017
Tanggal Pemeriksaan : 8 Juni 2017

1.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Batuk kronis
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUDP NTB dengan keluhan batuk yang tak
kunjung membaik sejak 2 bulan yang lalu. Batuk bersifat tidak berdahak
dan dirasakan setiap hari dan mengganggu aktivitas dan tidur pasien. Pasien
juga mengeluhkan nyeri dada di bagian kanan depan dan belakang, rasanya
seperti ditusuk-tusuk dan biasanya memberat saat pasien sedang batuk
keras. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sering berkeringat pada malam
hari. Pasien mengaku sejak keluhan batuk muncul, pasien pernah
mengalami demam yang hilang timbul, tetapi tidak disertai dengan
menggigil, badan terasa lemah dan tidak bertenaga, nafsu makan menurun,
dan berat badan pasien menurun. Keluhan lain seperti sesak napas, mual dan
muntah disangkal oleh pasien.

2
Awalnya, pasien datang berobat ke Praktek dokter umum di Bima
untuk mengobati keluhannya ini dan diberikan obat batuk dan obat DM.
Pasien menyangkal telah melakukan tes dahak. Pasien kemudian berobat ke
RS Sentra Medika RISA dan menjalani pemeriksaan rontgen dada.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, pasien dicurigai mengidap TB paru
sehingga pasien dirujuk ke RSUP NTB.

Buang air kecil dengan frekuensi 4-5 kali/hari, berwarna kuning,


dengan jumlah 1 gelas setiap kali BAK, riwayat BAK berwarna merah
disangkal pasien. Buang air besar dengan frekuensi 3 hari sekali, konsistensi
lunak, warna kuning-kecoklatan, riwayat BAB hitam atau berdarah
disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien memiliki riwayat kencing manis. riwayat tekanan darah
tinggi, sesak napas, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan riwayat minum
obat selama 6 bulan disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluhan serupa, kencing manis, tekanan darah tinggi, sesak napas,


penyakit jantung, penyakit ginjal, batuk lama dan riwayat minum obat
selama 6 bulan disangkal.

Riwayat Pengobatan :
Sebelum berobat ke ke poli paru RSUP NTB, pasien mendapatkan
pengobatan dari dokter umum dan RS Sentra Medika RISA, yaitu obat-
obatan untuk mengurangi keluhan batuknya, tetapi pasien tidak mengingat
nama obat yang dikonsumsi.

Riwayat Pribadi dan Sosial :


Pasien adalah seorang aparatur desa, tinggal di perkampungan yang
cukup padat. Pasien memiliki riwayat merokok sejak muda dan dapat
menghabiskan 1-3 bungkus rokok per hari. Riwayat alergi obat ampisilin

3
dan riwayat alergi makanan serta kebiasaan minum alkohol disangkal oleh
pasien.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK (8 Juni 2017)


Status Generalis
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. GCS : E4V5M6
4. Tanda Vital
- Tekanan Darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 106 x/menit, reguler, kuat angkat
- Frekuensi Nafas : 20 x/menit, reguler
- Suhu : 36.8 oC
5. Status Gizi
- Berat badan : 49 kg
- Tinggi badan : 165 cm
- BMI : 18,0 (normal)

Status Lokalis :
1. Kepala :
- Ekspresi wajah : normal
- Bentuk dan ukuran : normal
- Rambut : berwarna hitam
- Edema : (-)
- Malar rash : (-)
- Parese N VII : (-)
- Hiperpigmentasi : (-)
- Nyeri tekan kepala : (-)
2. Mata :
- Simetris
- Alis normal

4
- Exopthalmus : (-/-)
- Retraksi kelopak mata : (-/-)
- Lid Lag : (-/-)
- Ptosis : (-/-)
- Nystagmus : (-/-)
- Strabismus : (-/-)
- Edema palpebra : (-/-)
- Konjungtiva : anemis (+/+), hiperemia (-/-)
- Sclera : ikterus (-/-), hiperemia (-/-),
- Pupil : Rp +/+, isokor 3mm/ 3mm, bentuk dbn
- Kornea : normal
- Lensa : keruh (-/-)
- Pergerakan bola mata : normal ke segala arah

3. Telinga :
- Bentuk : normal, simetris
- Lubang telinga : normal, sekret (-/-)
- Nyeri tekan tragus : (-/-)
- Pendengaran : kesan normal

4. Hidung :
- Simetris
- Deviasi septum : (-/-)
- Perdarahan : (-/-)
- Sekret : (-/-)
5. Mulut :
- Simetris
- Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
- Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)
- Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), lidah kotor (-).

5
- Gigi : caries (-), gigi tanggal (-)
- Mukosa pucat (-)

6. Leher :
- Kaku kuduk (-)
- Scrofuloderma (-), pembesaran KGB (-)
- Trakea : ditengah
- Peningkatan JVP (-)
- Otot sternocleidomastoideus aktif (-), hipertrofi (-)
- Pembesaran nodul thyroid (-)

7. Thorax :
Inspeksi :
1) Bentuk dan ukuran dada: normal
2) Pergerakan dinding dada: simetris
3) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus
cordis tampak pada ICS V midklavikula sinistra.
4) Penggunaan otot bantu napas: SCM aktif (-), hipertrofi SCM (-),
otot bantu napas abdomen aktif (-).
5) Tulang iga dan sela iga: simetris, pelebaran sela iga kanan dan kiri
(-)
6) Fossa supraklavikula dan infraklavikula: simetris; Fossa jugularis:
trakea ditengah
7) Tipe pernapasan torakoabdominal dengan frekuensi napas 20
kali/menit, reguler.

Palpasi:
1) Posisi mediastinum: trakea ditengah, ictus cordis teraba di ICS V di
midklavikula sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-).
3) Pergerakan dinding dada: simetris

6
4) Vocal fremitus
Depan :
N N
N N
N N
Belakang :
N N
N N
N N

Perkusi:
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

1) Batas paru-jantung :
Dextra ICS II parasternalis line dekstra
Sinistra ICS V mid clavicula sinistra
2) Batas paru-hepar :
- Inspirasi ICS VI
- Ekspirasi ICS V

Auskultasi:
1) Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
2) Pulmo :
- Suara napas :
Depan
V V
V V
V V

Belakang

7
V V
V V
V V

- Rhonki basah :
Depan
- -
- -
- -

Belakang
- -
- -
- -

- Rhonki kering :
Depan
- -
- -
- -

Belakang
- -
- -
- -

8. Abdomen :
Inspeksi :
- Kulit : sikatriks (-), striae (-), vena yang berdilatasi (-), ruam (-), luka
bekas operasi (-), hematome (-)
- Umbilikus : inflamasi (-), hernia (-)

8
- Kontur Abdomen : distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-),
massa (-)
- Peristalsis (-), pulsasi aorta (-)

Auskultasi :
- Bising usus (+) 16 kali/menit, metalic sound (-), borborigmy (-)

Perkusi :
- Timpani di semua regio abdomen, organomegali (-)

Palpasi :
- Massa (-), nyeri tekan (-), murphy's sign (-), Hepar dan lien tidak
teraba. Defans muscular (-)

9. Ekstremitas :
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Akral hangat : +/+ Akral hangat : +/+
Deformitas : -/- Deformitas : -/-
Edema : -/- Edema : -/-
Sianosis : -/- Sianosis : -/-
Petekie : -/- Petekie : -/-
Clubbing finger : -/- Koilonikia : -/-
Koilonikia : -/- Sendi : dbn
Sendi : dbn Ulkus : -/-
CRT : < 2 detik Atrophy disuse : -/-

9
Foto pasien

1.4 RESUME

Pasien laki-laki 43 tahun datang ke IGD RSUP NTB dengan keluhan batuk
tidak berdahak sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada di
bagian kanan depan dan belakang, rasanya seperti ditusuk-tusuk, sering hilang
timbul, dan biasanya memberat saat pasien sedang batuk keras. Pasien juga
mengeluhkan sering berkeringat pada malam hari. Pasien mengalami demam yang

10
hilang timbul, tetapi tidak disertai dengan menggigil, badan terasa lemah, nafsu
makan menurun, dan berat badan pasien menurun.

Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum pasien baik, tekanan darah


100/70 mmHg, nadi 106 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, suhu 36.8 oC. Dari
pemeriksaan fisik thoraks didapatkan gerakan pernapasan simetris, perkusi sonor
pada seluruh lapang paru, suara nafas vesikuler seluruh lapang paru, tidak
didapatkan rhonki basah ataupun kering. Suara jantung dalam batas normal.

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah Lengkap dan Kimia Klinik

Parameter 05/06/2017 Normal

HGB 9,9 13.0-18.0 g/dL

HCT 28,9 40-50[%]

WBC 9,69 4,0 11,0 [10^3/ L]

MCV 64,8 82,0 92,0 [fL]

MCH 22,2 27,0-31,0 [pg]

MCHC 34,3 32,0-37,0 [g/dL]

PLT 275 150-400 [10^3/ L]

GDS 155 <160

Kreatinin 0,7 0,9-1,3

Ureum 16 10-50

SGOT 32 <40

SGPT 31 <41

LED 115 0-15

URIC ACID 2,2 <7,0

11
2. Pemeriksaan Sputum BTA S-P-S (08/06/2017)

18/02/2017

BTA BTA I : Tidak ada keterangan

BTA II : Tidak ada keterangan

BTA III : Tidak ada keterangan

3. Pemeriksaan Gene Xpert (08/02/2017)

Hasil : MTB detected, Rif Resistence not detected

4. Rontgen Thoraks (05/06/2017)

Interpretasi:

Identitas :
Nama : Tn. Y
Usia : 43 tahun
Tanggal foto : 05/06/2017
Proyeksi : PA, posisi erect
Inspirasi : cukup
Soft tissue : normal, tidak ditemukan masa
Tulang : intak, fraktur (-), pelebaran sela iga (-)

12
Trakea : tidak tampak deviasi trakea
Hilus : tampak pembesaran hilus pulmo dextra
Sudut costofrenikus : lancip
Cor : CTR dalam batas normal
Hemidiafragma : kanan dome shape dan kiri dome shape
Pulmo : tampak gambaran berawan dan kavitas pada apek
paru kanan
Kesan : TB paru

1.6 DIAGNOSIS
TB PARU TCM (+) kasus baru
1.7 PLANNING
TERAPI
IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
OAT Kategori 1 : 4FDC 3 tab

MONITORING
Keluhan ( batuk, jumlah dan warna dahak, nyeri dada, demam)
Efek samping AOT
Tanda vital (TD, RR, nadi, suhu)

1.8 PROGNOSIS
Dubia ad bonam

13
FOLLOW UP PASIEN

Tgl Subyektif Obyektif Assessment Planning


08/06 Batuk tidak berdahak dan TD : 110/70 TB Paru klinis Dx :
/2017 nyeri punggung kanan Nadi : 88 x/m - GeneXpert (TCM)
depan dan belakang, RR : 20 x/m - Sputum BTA
demam hilang timbul Tax : 36,5 oC Tx :
SN : - IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
V V - Injeksi cefoperazone 1 gr/12 jam
V V - Ambroxol 3 x 30 mg
V V - Paracetamol 3 x 500 mg
Monitoring :
Rhonki : Keluhan, vital sign,
- -
- -
- -
09/06 Batuk tidak berdahak dan TD : 100/70 TB Paru klinis Dx : -
/2017 nyeri punggung kanan Nadi : 84 x/m Tx :
depan dan belakang, RR : 19 x/m - IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
Tax : 36,7 oC - Injeksi cefoperazone 1 gr/12 jam
SN : - Paracetamol 3 x 500 mg
V V - AOT Kategori 1 : 4FDC 1 x 3 tab
Monitoring :

14
V V Keluhan, vital sign, efek samping oat
V V

Rhonki :
- -
- -
- -
10/06 Batuk tidak berdahak dan TD : 100/70 TB Paru klinis Dx : -
/2017 nyeri punggung kanan Nadi : 88 x/m Tx :
depan dan belakang, RR : 19 x/m - IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
mual Tax : 36,3 oC - Injeksi cefoperazone 1 gr/12 jam
SN : - Paracetamol 3 x 500 mg
V V - AOT Kategori 1 : 4FDC 1 x 3 tab
V V - Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam
V V Monitoring :
Keluhan, vital sign, efek samping oat
Rhonki :
- -
- -
- -
11/06 Batuk tidak berdahak dan TD : 100/70 TB Paru klinis Dx : -
/2017 nyeri punggung kanan Nadi : 84 x/m Tx :

15
depan dan belakang, RR : 20 x/m - IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
mual Tax : 36,7 oC - Injeksi cefoperazone 1 gr/12 jam
SN : - Paracetamol 3 x 500 mg
V V - AOT Kategori 1 : 4FDC 1 x 3 tab
V V - Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam
V V
Monitoring :
Rhonki : Keluhan, vital sign, efek samping oat
- -
- -
- -
12/06 Batuk, mual dan nyeri TD : 110/70 TB Paru kasus baru Dx : -
/2017 dada berkurang Nadi : 88 x/m TCM (+) Tx : rawat jalan
RR : 18 x/m - AOT Kategori 1 : 4FDC 1 x 3 tab
Tax : 36,5 oC - Ranitidine 3 x 150 mg
SN :
V V
V V
V V

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS PARU

DEFINISI

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia
yang disebaban oleh M. tuberculosis. Tuberkulosis paru mencangkup 80% dari keseluruhan
kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis
ekstrapulmonar. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman
M.tuberculosis.1,2,3

EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TB telah dilaksanakan di banyak negara
sejak tahun 1995.4
Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta kasus TB baru
dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan 1,5 juta kematian karena TB
dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari kasus TB tersebut ditemukan 1,1 juta (12%) HIV
positif dengan kematian 320.000 orang (140.000 orang adalah perempuan) dan 480.000 TB
Resistan Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000 orang. Dari 9,6 juta kasus TB baru,
diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun) dan 140.000 kematian/tahun.4
Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015, diperkirakan ada 1
juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun (41
per 100.000 penduduk). Diperkirakan 63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000
penduduk). Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/CNR) dari semua kasus, dilaporkan
sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus, diantaranya 314.965
adalah kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi HIV diantara pasien TB diperkirakan
sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO diperkirakan sebanyak 6700 kasus yang berasal dari 1,9%
kasus TB-RO dari kasus baru TB dan ada 12% kasus TB-RO dari TB dengan pengobatan ulang.4

17
Penyebab utama yang mempengaruhi meningkatnya beban TB antara lain:4
1. Belum optimalnya pelaksanaan program TB selama ini diakibatkan karena masih
kurangnya komitmen pelaksana pelayanan, pengambil kebijakan, dan pendanaan untuk
operasional, bahan serta sarana prasarana.

2. Belum memadainya tata laksana TB terutama di fasyankes yang belum menerapkan


layanan TB sesuai dengan standar pedoman nasional dan ISTC seperti penemuan
kasus/diagnosis yang tidak baku, paduan obat yang tidak baku, tidak dilakukan
pemantauan pengobatan, tidak dilakukan pencatatan dan pelaporan yang baku.

3. Masih kurangnya keterlibatan lintas program dan lintas sektor dalam penanggulangan TB
baik kegiatan maupun pendanaan.

4. Belum semua masyarakat dapat mengakses layanan TB khususnya di Daerah Terpencil,


Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), serta daerah risiko tinggi seperti daerah kumuh di
perkotaan, pelabuhan, industri, lokasi permukiman padat seperti pondok pesantren,
asrama, barak dan lapas/rutan.

5. Belum memadainya tatalaksana TB sesuai dengan standar baik dalam penemuan


kasus/diagnosis, paduan obat, pemantauan pengobatan, pencatatan dan pelaporan.

6. Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa berpengaruh terhadap risiko terjadinya TB
secara signifikan seperti HIV, gizi buruk, diabetes mellitus, merokok, serta keadaan lain
yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.

7. Meningkatnya jumlah kasus TB Resistant Obat (TB-RO) yang akan meningkatkan


pembiayaan program TB.

8. Faktor sosial seperti besarnya angka pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan dan
pendapatan per kapita, kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang tidak memadai
yang berakibat pada tingginya risiko masyarakat terjangkit TB.

Menurut laporan WHO tahun 2015, Indonesia sudah berhasil menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat TB di tahun 2015 jika dibandingkan dengan tahun 1990. Angka
prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar > 900 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015
menjadi 647 per 100.000 penduduk. Dari semua indikator MDGs untuk TB di Indonesia saat ini
baru target penurunan angka insidens yang sudah tercapai. Untuk itu perlu upaya yang lebih

18
besar dan terintegrasi supaya Indonesia bisa mencapai target SDGs pada tahun 2030 yang akan
datang.4

ETIOLOGI

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:
M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa
menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than
Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB.4,5
Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain adalah sebagai berikut:4,5
Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 0,6 mikron.

Bersifat tahan asam dalam perwanraan dengan metode Ziehl Neelsen, berbentuk batang
berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah mikroskop.

Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen, Ogawa.

Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama
pada suhu antara 4C sampai minus 70C.

Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet. Paparan
langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan mati dalam waktu
beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37C akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.

Kuman dapat bersifat dormant (tidur/tidak berkembang)

PATOGENESIS

A. Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan

19
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening
di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib
sebagai berikut : 2,3
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis,
yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya
atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia
dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada
anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

20
B. Tuberkulosis Post Primer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis


primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama
yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi
masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis
postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus
superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni
kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 2,3
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan
mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).

21
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura. 4,5
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 1 dari 2 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif 4
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 2 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 2 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
(5)
tuberculosis
2. Berdasarkan tipe pasien4
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu: (5)
a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis

22
c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan
dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai. (5)
d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
(5)
e. Kasus Bekas TB:
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran
yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan
OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

C. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-
lain. 4,5
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi.
Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti
klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.4,5

DIAGNOSA

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan


fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. 4,5

A. Gejala klinik

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat) 4,5

23
1. Gejala respiratorik 1-5
Batuk > 2 minggu
Batuk darah dapat terjadi akibat banyak hal yaitu: tuberculosis, brokkiektasis, abses paru,
Ca paru, dan bronchitis kronik. Namun diantara banyak penyebab, yang paling sering
adalah tuberculosis. Adanya infeksi pada paru dapat menyebabkan nekrosis pada
parenkim paru yang akan menimbulkan proses perkejuan. Apabila dibatukkan, bahan cair
dari perkejuan tersebut akan keluar dan meninggalkan lubang yang disebut kavitas.
Kavitas ini lama-lama akan menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah
besar dan terjadilah sklerotik. Jika terjadi peradangan arteri di dinding kavarne akan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Jika pembuluh darah pecah maka darah akan
dibatukkan keluar dan terjadilah hemoptisis. 2,3
Sesak napas
Nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.
Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
untuk membuang dahak ke luar. 2,3

2. Gejala sistemik
Demam merupakan salah satu tanda inflamasi. Demam pada penyakit tuberculosis
biasanya hilang timbul, biasanya muncul pada sore hari. Mekanisme demam sendiri yaitu
mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan atau darah akan difagositosis oleh
leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah memfagositosis, sel ini akan
mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh disebut sebagai pirogen endogen. IL-1
menginduksi pembentukan prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai pusat
termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh dan terjadi demam atau panas. 2,3
gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun2,3

24
o Keringat malam ini kemungkinan disebabkan oleh karena kuman yang
menginfeksi penderita, misalnya kuman Mycobacterium Tuberculosis,
mengadakan metabolisme seperti pembelahan didalam tubuh penderita sehingga
terjadilah manifestasi keringat. Sebenarnya, keringat yang disebut disini tidak
hanya terjadi pada malam hari saja tetapi juga terjadi setiap saat. Namun, pada
pagi dan siang hari umumnya penderita melakukan aktivitas fisik jadi keringat
akibat metabolisme kuman tersebut menjadi samar.2,3

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu


Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan. 2,3

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks
dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Bila adanya infiltrat yang meluas maka didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi yang suara nafas yang bronkial, dan juga suara nafas
tambahan ronki basah kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat disertai dengan penebalan dinding
pleura maka akan terdengar suara nafas yang melemah. Bila terjadi kavitas yang cukup besar,
pada perkusi akan didapatkan hipersonor. 1,2,3

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan
di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

25
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess. 1,2,3

C. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Bakteriologi
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung dapat dilakukan dengan pewarnaan
Ziehl-Nielsen. Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
juga menentukan potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan
2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP)
S (Sewaktu) : dahak yang ditampung di fasyankes
P (Pagi) : dahak yang timpung pada pagi segera setelah bangun tidur.
Dapat dilakukan di rumah atau di bangsal rawat inap bilamana pasien
menjalani rawat inap.4,5

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD


(rekomendasi WHO).1
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif


o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

b. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB


Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF, TCM
merupakan sarana tercepat untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat
dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan. 4,5

26
c. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-Jensen)
dan media cair (Mycobaterium Growth Indicator Tube) untuk mengidentifikasi
M.tb. pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu, misal:
Pasien TB ekstra paru
Pasien TB anak
Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA
negatif.
Pemeriksaan ini dilakukan di sarana laboratorium yang terpantau mutunya.
Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut. 4,5

D. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). 2,3

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:

o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah.
o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier.
o Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:

o Fibrotik
o Kalsifikasi
o Schwarte atau penebalan pleura

27
Luluh Paru (destroyed Lung ) :

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,
ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit
hanya perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan proses penyakit.2,3

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :

o Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari
iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
o Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

28
Gambar 1. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa(7,8)

29
PENGOBATAN TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 5 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.4,5

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai: 4,5

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:


INH
Rifampisin
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) 4
Grup A : Golongan Florokuinolon (Levofloksasin, Moksifloksasin, Gatifloksasin)
Grup B : OAT Suntik lini kedua (Kanamisin, Amikasin, Kapreomisin, Streptomisin)
Grup C : OAT oral lini kedua (Thioamides (ethionamide dan prothionamide,
sikloserin, clofazimin, linezolid)
Grup D
o D1 : OAT lini pertama (Pirazinamid, Etambutol, Isoniazid dosis tinggi)
o D2 : OAT baru (Bedaquline, Delamanid, Pretonamid)
o D3 : OAT tambahan (asam paraaminosalisilat, imipenem salisilat, meropenem,
amoksisilin clavulanat, Thioasetazon

30
B. PANDUAN DAN DOSIS OBAT

Paduan yang digunakan adalah ; 4


1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).

2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.


3) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.

4) Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin,
Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin,
Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu
pirazinamid and etambutol.

Tabel 1. Dosis OAT4,5

JENIS OAT SIFAT DOSIS (MG/KG) DOSIS (MG/KG)


HARIAN 3 X SEMINGGU

Isoniazid (H) Bakterisid 5 10


(4-6) (8-12)
Max : 300 Max : 900
Rifampisin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Max : 600 Max : 600
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)

Steptomycin (S) Bakterisid 15 -


(12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30


(15-20) (20-35)

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO.
31
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan
untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB
primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti
terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain: 5

a. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal


b. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan
yang tidak disengaja
c. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar
d. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
e. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan
monoterapi

Tabel 2. Dosis obat anti-tuberkulosis kombinasi dosis tetap kategori 14,5

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).

FASE INTENSIF FASE LANJUTAN


2 BULAN 4 BULAN
BB HARIAN HARIAN HARIAN 3X/MINGGU
RHZE RHZ RH RH

150/75/400/275 150/75/400 150/75 150/150


30-37 2 2 2 2

38-54 3 3 3 3

55-70 4 4 4 4

>71 5 5 5 5

32
Tabel 3. Dosis obat anti-tuberkulosis kombinasi dosis tetap kategori 24,5

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)


TAHAP INTENSIF FASE LANJUTAN

3 BULAN 5 BULAN

HARIAN HARIAN HARIAN 3x SEMINGGU


BB
(Selama 2 bulan pertama) (1 bulan selanjutnya)

HRZE + HRZE HRE HR + E


Streptomisin
(150/75/275) (150/150) + 400

30-27 2 + 500mg S 2 2 2 + 2 tab E

38-54 3 + 750 mg S 3 3 3 + 3 tab E

44-70 4 + 1000 mg S 4 4 4 + 4 tab E

>70 5 + 1000 mg S 5 5 5 + 5 tab E

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis
terapi dan non toksik.Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila
mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang
mampu menanganinya. 4,5

Tabel 4. Efek samping OAT4,5

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan Rifampisin Semua OAT diminum


malam sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin

33
Kesemutan INH Beri vitamin B6
(piridoxin) 100 mg per
hari

Warna kemerahan pada Rifampisin Tidak perlu diberikan apa-


urine apa, tapi berikan
penjelasan pada pasien

Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT Ikuti petunjuk


kulit penatalaksanaan

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan


ganti dengan etambutol

Ikterus tanpa penyebab Hampir semua OAT Hentikan semua OAT


lain sampai ikterus menghilang

Mual dan muntah Hampir semua OAT Hentikan semua OAT,


segera lakukan tes fungsi
hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan rifampisin


(syok)

34
KOMPLIKASI

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Komplikasi dibagi atas
komplikasi dini dan komplikasi lanjut1,2,3

Komplikasi dini : pleuritis , efusi pleura, empiema, laringitis,


Komplikasi lanjut :
Obstruksi jalan napas/ SOPT (Sindrom Obstruktif Pasca Tuberculosis)
Kerusakan parenkim berat (fibrosis paru, kor pulmonal. Amioloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal nafas (ARDS), TB milier dan kavitas TB

35
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini didapatkan seorang pasien yang didiagnosa TB paru kasus baru. Pasien
adalah laki-laki 43 tahun dengan keluhan batuk sejak 2 bulan yang lalu. Diagnosis TB paru
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding yang lain dengan gejala yang hampir sama.
Dari keluhan, pasien memiliki riwayat batuk tidak,Selain itu, keluhan lain seperti nyeri dada di
bagian kanan, dan memberat saat batuk keras, demam hilang timbul, lemah, nafsu makan
menurun, dan berat badan menurun juga dialami pasien. Dari pemeriksaan fisik thoraks
didapatkan gerakan pernapasan simetris, vocal fremitus simetris, perkusi sonor pada seluruh
lapang paru, dan suara vesikuler terdengar seluruh lapang paru.

Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan penurunan jumlah Hb pada pemeriksaan darah lengkap
dan pada pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan tampak gambaran berawan disertai dengan
adanya kavitas di apex paru dextra, kesan TB paru di apex paru dextra. Pada pasien juga
dilakukan pemeriksaan Tes Cepat Molekuler / GeneXpret yang bertujuan sebagai tindakan
diagnostik untuk melakukan konfirmasi secara bakteriologi M.tb dan resistensi pasien terhadap
rifampisin. Pada pemeriksaan TCM didapatkan hasil bahwa M.tb positif dan sensitif terhadap
rifampisin. Maka dari itu, pasien telah terkonfirmasi secara bakteriologi maka diagnosis pasien
menjadi TB paru dengan TCM + Pasien baru. Oleh karena itu pengobatan yang diberikan pada
pasien adalah pemberian OAT kategori 1.

Tujuan utama pengobatan pasien TB paru adalah menyembuhkan pasien dan


memperbaiki produktivitas, mencegah kematian akibat TB paru, mencegah kekambuhan,
menutunkan penularan dan mencegah terjadinya resistensi obat. Terapi yang diberikan berupa
OAT yang merupakan komponen terpenting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemberian OAT
harus sesuai dengan panduan yang telah tersedia yaitu meliputi tahap intensif dan tahap lanjutan.
Pada tahap intensif jika diberikan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan
sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu. Pada tahap lanjutan merupakan
tahap yang penting untuk meneradikasi sisa-sisa kuma yang masih ada dalam tubuh sehingga
pasien dapat sembuh dan mencegah kekambuhan.

36
BAB IV
KESIMPULAN

TB merupakan kasus yang sangat banyak di Indonesia, terutama TB paru. Diagnosis TB


paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk menyingkirikan diagnosis banding yang lain dengan gejala yang hampir sama.
Terapi utama untuk pasien TB adalah OAT. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah
sesuai rekomendasi WHO yang mana terbagi dalam kategori 1, kategori 2, kategori anak, dan
terapi lini kedua. Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien TB Adalah pleuriritis,
empiema, laringitis, obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru bahkan kematian.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff H. Mukty HA, Infeksi tuberculosis paru dalam: Dasar-dasar ilmu penyakit paru,
Surabaya: Airlangga University Press, 2006: 73-109.
2. Price SA. Standridge MP, Tuberkulosis Paru dalam: Patofisiologi Edisi VI, Jakarta : EGC,
2006: 852-62.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Tuberkulosis
5. Kementrian Kesehatan RI, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Jakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai