BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara mendiagnosis pasien dengan gigitan ular
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien dengan gigitan ular
3. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan
gigitan ular
4. Untuk mengetahui prognosis pasien dengan gigitan ular
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan
pembaca tentang identifikasi gigitan ular berbisa, gejala yang ditimbulkan
dan penanganannya.
2. Manfaat Praktis
Penulisan ini dapat menjadi bahan rujukan bagi dokter klinisi dalam
menangani pasien dengan gigitan saat praktik.
5
BAB II
STATUS PASIEN
2.2. Anamnesis
1. Keluhan Utama:
Nyeri pada kaki kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan pada hari Senin tanggal dua
Desember 2019 pukul 18.00WIB dengan keluhan nyeri pada kaki kiri.
Pasien mengaku digigit ular pada daerah telapak kaki sekitar pukul
16.00WIB disawah ketika akan pergi les. Pasien tidak mengetahui ular
yang menggigitnya, namun dari keterangan tetangga ular yang
menggigit pasien adalah ular kobra. Pasien mengatakan ular berwarna
kehitaman dengan ukuran panjang kurang lebih 30cm namun pasien
tidak memperhatikan dengan detail bentuk kepala dan ekor ular. Setelah
tergigit ular, kaki kiri pasien terasa nyeri dan bengkak hingga
pergelangan kaki. Nyeri dirasakan pasien menjalar hingga tungkai
bawah kiri dan terdapat bekas gigitan ular yang tidak mengeluarkan
darah ataupun cairan. Kemudian tetangga pasien membebat tungkai
6
kaki kiri pasien menggunakan kain dengan kencang pada lokasi kaki
yag terkena gigitan. Pasien tidak merasakan adanya mati rasa, atau
kesemutan pada tungkai kiri maupun kaki kirinya. Pasien juga tidak
mengeluhkan pusing, mual, muntah, berdebar-debar atau demam.
Pasien belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Pasien
menyatakan bahwa BAK dan BAB masih sama seperti sebelumnya dan
tidak ada keluhan. Nafsu makan pasien baik sama seperti biasanya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat penyakit paru : disangkal
e. Riwayat Hipertensi : disangkal
f. Riwayat alergi obat : disangkal
g. Riwayat alergi makanan : disangkal
h. Riwayat penyakit lain : disangkal
4. Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak memberikan pengobatan apapun, hanya membebat kaki
kiri menggunakan kain dengan kencang sesaat setelah tergigit ular.
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluhan serupa
6. Riwayat Alergi : Tidak ada
7. Riwayat Kebiasaan :
Pasien makan 3x/sehari (kualitas & kuantitas cukup)
Merokok (-)
Alkhohol (-)
Konsumsi kopi (-)
2.5. Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan pada hari Senin dua
Desember 2019 pukul 18.00WIB dengan keluhan nyeri pada kaki kiri. Pasien
mengaku digigit ular sekitar pukul 16.00WIB (dua jam yang lalu) di sawah
ketika akan pergi les. Pasien mengatakan tidak tahu jenis ular yang menggigit,
tetapi menurut keterangan tetangga ular yang menggigit pasien adalah ular
kobra. Pasien mengatakan ukuran ular kurang lebih 30cm. setelah tergigit ular
kaki kiri pasien terasa nyeri, bengkak hingga pergelangan kaki dan terdapat
luka bekas gigitan ular yang tidak mengeluarkan darah ataupun cairan.
Kondisi pasien compos mentis GCS 456. Saat ini pasien tidak mengeluhkan
pusing, mual, muntah, berdebar-debar atau demam. Pada pemeriksaan fisik
lokalis didapatkan edema pada pergelangan kaki, terdapat nyeri tekan, terdapat
luka bekas gigitan ular. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan
limfosit dan monosit serta penurunan neutrofil dan INR.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak spesies yang tidak berbisa atau hanya spesies berbisa sepele yang
bertanggung jawab atas gigitan, terutama yang agresif, mudah tersinggung atau
cenderung menyerang manusia yang mendekati atau yang umumnya menghuni
taman dan daerah perkotaan atau pedesaan. Ular jenis ini diantaranya flying
snakes (Chrysopelea species), striped keelbacks (Amphiesma species), kukri
snakes (Oligodon species), checkered keelbacks or Asian water snake
(Xenochrophis species), wolf snakes (Lycodon or Dinodon species), bridle snakes
(Dryocalamus) and rat snakes (Ptyas, Elaphe, Coelognathus, Goniosoma.)
15
Gambar 3.4 (a) flying snake, (b) Striped keelbacks (Amphiesma stolatum, (c)
Kukri snakes (Oligodon cyclurus)
3. Derajat II (Moderate)
- Bekas gigitan 2 taring
- Nyeri hebat, Bengkak dan kemerahan dengan diameter 6 – 12 inchi dalam 12
jam
- Petechie, echimosis, perdarah pada bekas gigitan
- Ada tanda-tanda sistemik (mual, muntah, demam, Pembesaran KGB)
4. Derajat III (Severe)
- Bekas gigitan 2 taring
- nyeri sangat hebat , Bengkak dan kemerahan lebih dari 12 inchi
- Tanda-tanda derajat I dan II muncul dengan sangat cepat
- Ditemukan tanda-tanda sistemik (gangguan koagulasi, mual, muntah,
takikardi, hipotermia, ekimosis, petekia menyeluruh).
- Syok dan distres nafas
5. Derajat IV (Extremely severe)
- Sangat cepat memburuk
- Bengkak dan kemerahan di seluruh ekstremitas yang terkena gigitan, muncul
ekimosis, nekrosis dan bulla
- Meningkatnya tekanan intrakompartemen yang dapat menghambat aliran
darah vena atau arteri
- Kegagalan multiorgan (ginjal, jantung) bisa sampai koma bahkan meninggal
Anamnesis yang tepat seputar gigitan ular serta progresifitas gejala dan tanda baik
lokal dan sistemik merupakan hal yang sangat penting.
Empat pertanyaan awal yang bermanfaat :
1. Pada bagian tubuh mana anda terkena gigitan ular?
Dokter dapat melihat secara cepat bukti bahwa pasien telah digigit ular
(misalnya, adanya bekas taring) serta asal dan perluasan tanda envenomasi
lokal.
2. Kapan dan pada saat apa anda terkena gigitan ular?
Perkiraan tingkat keparahan envenomasi bergantung pada berapa lama waktu
berlalu sejak pasien terkena gigitan ular. Apabila pasien tiba di rumah sakit
segera setelah terkena gigitan ular,bisa didapatkan sebagian kecil tanda dan
gejala walaupun sejumlah besar bisa ular telah diinjeksikan. Bila pasien digigit
ular saat sedang tidur, kemungkinan ular yang menggigit adalah Kraits (ular
berbisa), bila di daerah persawahan, kemungkinan oleh ular kobra atau russel
viper (ular berbisa), bila terjadi saat memetik buah, pit viper hijau (ular
berbisa), bila terjadi saat berenang atau saat menyebrang sungai, kobra (air
tawar), ular laut (laut atau air payau).
3. Perlakuan terhadap ular yang telah menggigit anda?
Ular yang telah menggigit pasien seringkali langsung dibunuh dan dijauhkan
dari pasien. Apabila ular yang telah menggigit berhasil ditemukan, sebaiknya
ular tersebut dibawa bersama pasien saat datang ke rumah sakit, untuk
memudahkan identifikasi apakah ular tersebut berbisa atau tidak. Apabila
spesies terbukti tidak berbahaya (atau bukan ular samasekali) pasien dapat
segera ditenangkan dan dipulangkan dari rumah sakit.
4. Apa yang anda rasakan saat ini?
Pertanyaan ini dapat membawa dokter pada analisis sistem tubuh yang terlibat.
Gejala gigitan ular yang biasa terjadi di awal adalah muntah. Pasien yang
mengalami trombositopenia atau mengalami gangguan pembekuan darah akan
mengalami perdarahan dari luka yang telah terjadi lama. Pasien sebaiknya
ditanyakan produksi urin serta warna urin sejak terkena gigitan ular. Pasien
yang mengeluhkan kantuk, kelopak mata yang serasa terjatuh, pandangan
kabur atau ganda, kemungkinan menandakan telah beredarnya neurotoksin.
22
B. Pemeriksaan Fisik
1. Cek tanda-tanda vital (jalan napas, napas, sirkulasi / ABC)
2. Cek tanda bekas gigitan ular berbentuk 2 titik bekas taring ular
3. Status generalis :
1) Lemas, mual, muntah, nyeri perut
2) Hipotensi
3) Penglihatan terganggu, edema konjungtiva (chemosis)
4) Pengeluaran keringat dan hipersalivasi
5) Aritmia, edema paru, shock
6) Tanda perdarahan spontan (petekie, epistaksis, hemoptoe)
7) Parestesia
Status lokalis :
1) Terdapat sepasang lubangan (pungsi) bekas gigitan sebagai tanda luka.
2) Bengkak sekitar gigitan dan berwarna kemerahan (tanda-tanda inflamasi) yang
muncul dalam 5 menit sampai 12 jam setelah kejadian.
3) Daerah sekitar gigitan nyeri,muncul bula.
4) Mati rasa atau kebas ( numbness ) atau kesemutan rasa berdenyut-denyut
(tingling) di sekitar wajah atau tungkai dan lengan.
5) Khusus untuk jenis kobra yang dapat menyemburkan racunya, pada umumnya
mengenai mata atau yang disebut Cobra-spit ophthalmia. Manifestasi klinisnya
adalah : nyeri hebat segera setelah terkena bisa ular, mata berair dengan adanya
discharge, serta disertai adanya pembekakan mata (kelopak mata).
Tanda taring
Nyeri local
Pendarahan lokal
Memar
23
Lymphangitis
Nekrosis
Kardiovaskular (Viperidae)
Kerusakan otot rangka (ular laut, beberapa spesies krait – Bungarus) Nyeri
seluruh tubuh, kekakuan dan nyeri otot, nyeri pada peregangan pasif, trismus,
mioglobinuria, hiperkalemia, henti jantung, cedera ginjal akut.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan Darah lengkap meliputi
leukosit,trombosit, Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis leukosit. Faal
Hemostasis (Prothrombin time, Activated Partial Thromboplastin time,
International Normalized Ratio), Serum elektrolit, Faal ginjal (BUN,
Kreatinin), Urinalisis untuk melihat myoglobinuria, dan Anlisis Gas darah
untuk pasien dengan gejala sistemik.
2. Pencitraan Foto rontgen thorax untuk melihat apakah ada edema paru
3. Lain-lain untuk mencari tanda-tanda sindrom kompartemen. Tekanan
kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersial tersedia alat yang steril,
sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya (seperti Styker
pressure monitor). Indikasi pengukuran tekanan kompartemen adalah bila
terdapat pembengkakan yang signifikan, nyeri yang sangat hebat yang
menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi muncul pada ekstremitas yang
tergigit
Serum Anti Bisa Ular (SABU) yang ada di Indonesia umumnya adalah
golongan polivalen, yang dimurnikan dan dipekatkan, berasal dari plasma kuda
yang dikebalkan terhadap bisa ular yang mempunyai efek neurotoksik dan
hematotoksik.
Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam,
jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
Anti bisa ular harus diberikan segera setelah memenuhi indikasi. Anti bisa ular
dapat melawan envenomasi (keracunan) sistemik walaupun gejala telah menetap
selama beberapa hari, atau pada kasus kelainan haemostasis, yang dapat
belangsung dua minggu atau lebih. Untuk itu, pemberian anti bisa tepat diberikan
selama terdapat bukti terjadi koagulopati persisten. Apakah antibisa ular dapat
mencegah nekrosis lokal masih menjadi kontroversi, namun beberapa bukti klinis
menunjukkan bahwa agar antibisa efektif pada keadaan ini, anti bisa ular harus
diberikan pada satu jam pertama setelah gigitan.
31
Tindak Lanjut
Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan) dari ular viper, observasi di
Instalasi gawat Darurat selama 8-10 jam; namun, hal ini sering tidak mungkin
dilaksanakan. Pasien dengan tanda envenomasi (keracunan) yang berat
membutuhkan perawatan khusus di ICU untuk pemberian produk-produk darah,
menyediakan monitoring yang invasif, dan memastikan proteksi jalan nafas.
Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama 24 jam. Buat evaluasi serial
untuk penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan sindroma kompartemen.
Tergantung pada skenario klinik, ukur tekanan kompartemen setiap 30-120 menit.
Fasciotomi diindikasikan untuk tekanan yang lebih dari 30-40 mmHg. Tergantung
dari derajat keparahan gigitan, pemeriksaan darah lebih lanjut mungkin
dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah,
jumlah trombosit, dan level fibrinogen.
c. Koagulasi darah : biasanya terhenti dalam 3-9 jam. Perdarahan dari luka yang
menyembuh sebagian terhenti lebih cepat
d. Pada pasien syok : tekanan darah dapat meningkat antara 30-60 menit pertama
dan aritmia seperti sinus bradikardi dapat teratasi
e. Pada pasien dengan neurotoksisitas tipe post sinaps (gigitan ular kobra) akan
membaik
dalam 30 menit setelah pemberian antibisa, namun biasanya membutuhkan
waktu bebeerapa jam. Pada keracunan tipe pre sinaps (Kraits dan ular laut)
tidak tampak respon.
f. Hemolisis aktif dan rhabdomyolisis menurun dalam beberapa jam dan warna
urin akan kembali ke warna normal.
Perawatan Konservatif
1. Bed rest
2. Perawatan luka dengan iodine, hibitane
3. Akses intravena (cairan dan obat-obatan)
4. Pemberian obat-obatan sedatif (Diazepam, Promethazine)
5. Pemberian obat-obatan analgesik (ASA, Paracetamol, Ibuprofen, Indomethacin,
Petidine)
6. Pemerian Antibiotika profilaksis (PPF, Amoxicillin, Ampicillin, Gentamicin)
7. Pemberian toxoid Tetanus
8. Pemberian Steroid (Hidrocortison, Dexamethasone)
34
Gambar 3.9 Diagram Penanganan Kasus Gigitan Ular Menurut WHO 2005
Kerterangan Diagram :
35
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
yang telah dilakukan pada pasien, didapatkan hasil diagnosa berupa Snake
sistemik dan keluhan pasien minimal 3x24 jam. Prognosa pada pasien ini
adalah dubia ad bonam karena pada hari kedua keluhan nyeri dan bengkak
sudah berkurang dan tidak ditemukan tanda sistemik sehingga pada hari