Anda di halaman 1dari 21

Presentasi Kasus Bedah Anak

SEORANG BAYI LAKI-LAKI USIA 1 TAHUN DENGAN


MEGACOLON KONGENITAL POST TCS

Oleh:
Irma Dewayanti G99172092

Periode:15 April – 17 April 2019

Pembimbing:
Suwardi, dr., Sp.B, Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik


Ilmu Bedah Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/
RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

1
Presentasi kasus dengan judul :

SEORANG BAYI LAKI-LAKI USIA 1 TAHUN DENGAN


MEGACOLON KONGENITAL POST TCS

Hari, tanggal : Selasa, 16 April 2019.

Disusun oleh :
Irma Dewayanti
G99172092

Mengetahui dan Menyetujui,

Pembimbing Chief Residen

dr. Suwardi, Sp.B, Sp.BA dr. Riskie

2
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
I. Identitas pasien
Nama : An. MAH
Umur : 1 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
No. RM : 01433xxx
Alamat : Sraten, Surakarta
Agama : Islam
Berat Badan : 7,7 Kg
Tinggi Badan : 73 cm
MRS : 12 April 2019
Tanggal Periksa : 15 April 2019

II. Keluhan Utama


Perut yang membesar

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli bedah anak RSUD Dr. Moewardi pada


tanggal 12 April 2019 dengan megacolon congenital rencana tutup stoma
(produk lancar). Orangtua pasien mengeluhkan bahwa perut anaknya
terlihat membesar sejak usia 7 bulan. Mual (-), muntah (-), demam (-).
BAB (+) 1-2 kali seminggu, warna kuning kecoklatan, lunak dan BAK
tidak ada keluhan.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa : (+) Pasien sulit BAB, perut membesar, dan
muntah berwarna hijau sejak usia 7 bulan.
Riwayat trauma : disangkal

3
Riwayat operasi : (+) Pasien memiliki riwayat operasi
laparotomy colonostomy pada Oktober 2018
di RSUD Dr. Moewardi
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat mondok : (+) di RSUD Dr. Moewardi 6 bulan yang
lalu

V. Status Ibu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat jantung : disangkal

VI. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

VII. Riwayat Kelahiran


Pasien lahir pada tanggal 13 Maret 2018 dari ibu berusia 27 tahun
G3P3A0, lahir dengan persalinan normal dengan umur kehamilan 37
minggu. Bayi menangis kuat (+), nafas spontan (+), ketuban keruh, tidak
berbau, berat badan lahir 3200 gram. Tidak ada penyulit persalinan. Saat
ditanya apakah waktu lahir terdapat feses atau mekoneum ibu mengaku
lupa.

VIII. Riwayat Kehamilan dan ANC


Riwayat sakit saat hamil : disangkal
Riwayat perdarahan : disangkal
Riwayat konsumsi jamu : disangkal
Riwayat alkohol, merokok : disangkal
Riwayat ANC : pasien rutin kontrol kehamilan di bidan

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum

4
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, BB: 7,7 Kg, TB: 73 cm
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital sign :
N : 103 x/menit, regular
RR : 34 x/menit
T : 36.6oC
SiO2 : 98%

B. General Survey
a. Kulit : warna kuning cerah, kering (-), hiperpigmentasi (-)
b. Kepala : mesocephal, old man face (-), ubun-ubun cekung (-)
c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+), cekung (-/-), air mata (+/+)
d. Telinga : sekret (-/-)
e. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung,(-),sekret (-/-), darah
(-/-)
f. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
g. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-).
h. Thorak : normochest, simetris, retraksi (-)
i. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

j. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-)
k. Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi daripada dinding dada, terdapat
stoma, produk (+)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), massa (-), defans muscular (-),
undulasi (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
l. Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis (+/+)

5
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -

m. Rectal toucher : Tonus Muskulus Sfingter Ani (+), ampula longgar,


mukosa licin, tidak terdapat massa, feces (+) sarung
tangan lendir darah (-)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah (12 April 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 10.7 g/Dl 10.5-12.9
Hematokrit 33 % 33-41
Leukosit 9.2 ribu/µl 5.5-17.0
Trombosit 280 ribu/µl 150 - 450
Eritrosit 4.20 juta/µl 4.10-5.30
HOMEOSTASIS
PT 13.4 Detik 10.0 – 15.0
APTT 33.1 detik 20.0 - 40.0
INR 1.060 -
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah 99 mg/dl 60-100
Sewaktu
Albumin 4.6 g/dl 3.8-5.4
Creatinin 0.2 mg/dl 0.3-0.7
Ureum 15 Mg/dl <48
ELEKTROLIT
Natrium darah 137 mmol/L 132-145
Kalium darah 4.6 mmol/L 3.1-5.1
Chlorida darah 112 mmol/L 98 – 106

B. Colon In Loop (September 2018)

6
Kesimpulan: Menyokong gambaran megacolon kongenital

C. Foto Abdomen (22 Oktober 2018)

Kesimpulan :
1. Dilatasi gaster
2. Peningkatan gas usus halus dengan gambaran gas usus besar
minimal suspek partial adhesi
3. Terpasang stoma yang terproyeksi setinggi VTh12-VL2

III. ASSESSMENT
Megacolon kongenital post TCS

7
IV. PLANNING
1. Masuk rumah sakit rawat bangsal
2. Cek lab pre-op
3. Washout 20cc/kg / 8 jam
4. Pro tutup stoma

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon
kongenital adalah salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus
neonatal (bayi berumur 0-28 hari). Penyakit Hirschsprung merupakan
penyakit dari usus besar (kolon) berupa gangguan perkembangan dari
sistem saraf enterik. Pergerakan dalam usus besar didorong oleh otot. Otot
ini dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus yang disebut sel ganglion. Pada
bayi yang lahir dengan penyakit Hirschsprung tidak ditemui adanya sel
ganglion yang berfungsi mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot polos
dalam usus distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot
di bagian usus besar tidak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak
mendorong keluar feses). Beberapa literatur menamakan penyakit ini
sebagai ultrashort-segment Hirschsprung, Kongenital aganglionosis,
aganglionic Megakolon, dilatasi kolon Kongenital, aganglionic
Megakolon dan pelvirectal achalasia.

Gambar 1. Perbedaan normal kolon dan enlarged kolon pada megakolon


kongenital

9
B. Epidemiologi
Megakolon kongenital mempunyai prevalensi kejadian 1,65 dari
10.000 kelahiran hidup dan perbandingan laki-laki dengan perempuan
adalah 2:1.Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan
risiko terjadinya megakolon kongenital. Penyakit ini lebih sering terjadi
diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Risiko tertinggi
terjadinya megakolon kongenital biasanya pada pasien yang mempunyai
riwayat keluarga yang sama dan pada penderita down syndrome.
C. Etiologi
Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran
gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut
vagal yang telah ada ke kaudal. Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi
sel neuroblas terhenti di suatu tempat dan tidak mencapai rektum. Sel-sel
neuroblas tersebut gagal bermigrasi ke dalam dinding usus dan
berkembang ke arah kraniokaudal di dalam dinding usus.
Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit
Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan
neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang
berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial
yang diturunkan dari faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin
-3.

Gambar 2. Dilatasi kolon akibat tidak ditemukannya sel saraf pada bagian
akhir usus Pleksus Myenterik (Auerbach) dan Pleksus
Submukosal (Meissner)

D. Patofisiologi

10
Penyakit Hirschsprung timbul karena adanya aganglioner Kongenital
pada saluran pencernaan bagian bawah. Aganglioner diawali dari anus,
yang merupakan bagian yang selalu terlibat, dan berlanjut ke arah
proximal dengan jarak yang bervariasi. Plexus myenterik (Auerbach) dan
submucosal (Meissner) yang tidak terbentuk mengakibatkan berkurangnya
fungsi dan kemampuan usus untuk melakukan gerakan peristaltik. Hingga
saat ini, mekanisme pasti tentang perkembangan penyakit Hirschsprung
masih belum diketahui.
Embriologi sel-sel ganglion enteric berasal dari neural crest, yang
apabila berkembang normal, akan ditemukan neuroblast di usus pada
minggu ke 7 kehamilan dan mencapai usus besar pada minggu ke 12
kehamilan. Salah satu etiologi penyakit Hirschsprung ini adalah adanya
gangguan migrasi dari neuroblast yang menuju ke distal usus. Adapun
etiologi lain mengatakan bahwa migrasi tersebut berjalan normal, namun
ada kegagalan dari neuroblast untuk bertahan, berproliferasi atau
berdifferensiasi di bagian distal aganglionik segmen. Distribusi abnormal
menyebabkan usus dan komponen-komponennya membutuhkan
pertumbuhan dan perkembangan secara neuronal, seperti fibronectin,
laminin, neural cell adhesion molecule (NCAM), dan faktor-faktor
neurotropik.
Tiga plexus neuronal yang menginervasi usus: plexus submucosal
(Meissner), plexus intermuscular (Auerbach) dan plexus mucosal yang
lebih kecil. Ketiga plexus ini akhirnya tergabung dan berpengaruh pada
segala aspek dari fungsi bowel, termasuk absorpsi, sekresi, motilitas dan
aliran darah.
Gerakan usus yang normal, secara primer dikendalikan oleh neuron
intrinsic. Fungsi bowel tetap adequate, meskipun innervasi ekstrinsik
hilang. Ganglia ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos,
dengan dominasi relaksasi. Pengendalian ekstrinsik utamanya melalui
serat-serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik menimbulkan
kontraksi, dan serat adrenergik utamanya menimbulkan inhibisi.

11
Pada pasien penyakit Hirschsprung, sel-sel ganglion tidak terbentuk,
sehingga terjadi peningkatan innervasi usus ekstrinsik. Kedua innervasi,
baik kolinergik maupun adrenergik berjalan 2-3 kali normal. Sistem
adrenergik (excitator) diduga lebih mendominasi dari pada sistem
kolinergik (inhibitor) sehingga terjadi peningkatan kerja otot polos.
Dengan hilangnya nerves inhibitory enteric intrinsic, kerja otot polos yang
meningkat tidak tertanggulangi dan menyebabkan ketidakseimbangan
kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi dan obstruksi
fungsional.
E. Klasifikasi
Menurut letak segmen aganglionik megakolon kongenital dibagi
menjadi:
1. Megakolon kongenital segmen pendek : apabila segmen aganglionik
meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%).
2. Megakolon kongenital segmen panjang : apabila segmen aganglionik
lebih tinggi dari sigmoid (20%).
3. Kolon aganglionik total : apabila segmen aganglionik mengenai
seluruh kolon (5-11%).
4. Kolon aganglionik universal : apabila segmen aganglionik meliputi
seluruh usus sampai pylorus (5%)

12
Gambar 3. Tipe megacolon. A: Normal bowel. B: Typical sigmoid
involvement. C: Long-segment disease. D: Total colonic
aganglionosis. E: Short-segment disease.
F. Manifestasi Klinis
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.
Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama)
merupakan tanda klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka
94% dari pengamatan terhadap 501 kasus sedangkan Kartono mencatat
angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah
lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang ketika
mekonium dapat dikeluarkan segera.
Distensi abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus dan dapat
disebabkan oleh kelainan lain seperti atresia ileum. Muntah yang berwarna

13
hijau disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada
kelainan lain dengan gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum,
enterokolitis netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine.
Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita
penyakit Hirschsprung yang dapat menyerang pada usia berapa saja namun
yang paling tinggi saat usia dua-empat minggu, meskipun sudah dapat
dijumpai pada usia satu minggu. Gejalanya berupa diare, distensi
abdomen, feses berbau busuk, dan disertai demam.
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
a. Pada neonatus :
- Mekonium keluar terlambat, lebih dari 24 jam
- Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah
lahir
- Terdapat distensi abdomen
- Muntah
b. Pada anak :
- Konstipasi kronis
- Mungkin terdapat distensi abdomen
- Berat badan tidak bertambah
- Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi abdomen terlihat distensi abdomen, didapatkan
perut lunak hingga tegang pada palpasi, bising usus melemah atau
jarang. Pada pemeriksaan colok dubur terasa ujung jari terjepit lumen
rektum yang sempit dan sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan
menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian
kembung pada perut menghilang untuk sementara.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi

14
Pemeriksaan radiologi pada foto polos abdomen dapat
dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi
sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan
yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa megakolon
kongenital adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda
khas:
 Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal
yang panjangnya bervariasi;
 Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah
penyempitan ke arah daerah dilatasi;
 Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah
transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda
khas megakolon kongenital, maka dapat dilanjutkan dengan foto
retensi barium setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur
dengan feses. Gambaran khasnya adalah terlihat barium yang
membaur dengan feses kearah proksimal kolon. Sedangkan pada
penderita yang bukan megakolon namun disertai dengan
obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah
rektum dan sigmoid.
b. Pemeriksaan patologi anatomi
Diagnosa histopatologi megakolon kongenital didasarkan
atas absennya sel ganglion pada pleksus mienterik auerbach dan
pleksus submukosa meissner. Selain itu, akan terlihat penebalan
serabut saraf parasimpatis. Akurasi pemeriksaan akan semakin
tinggi jika menggunakan pengecatan immunohistokimia
asetilkolinesterase dibandingkan dengan pengecatan
konvensional dengan haematoxylin eosin. Hanya saja pengecatan
immunohistokimia memerlukan ahli patologi anatomi yang
berpengalaman, sebab beberapa keadaan dapat memberikan
interpretasi yang berbeda seperti dengan adanya perdarahan.
Biasanya biopsi hisap dilakukan pada 3 tempat: 2, 3, dan 5 cm

15
proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan,
barulah dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai
pleksus auerbach.
c. Manometri anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu
pemeriksaan objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada
penyakit yang melibatkan sfingter anorektal. Dalam prakteknya,
manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan
klinis, radiologis, dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat
ini memiliki 2 komponen dasar: transduser yang sensitif terhadap
tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem
pencatat seperti poligraph atau komputer.
Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan
dan pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi
umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih
besar dibandingkan pada neonatus. Beberapa hasil manometri
anorektal yang spesifik untuk megakolon kongenital:
 Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
 Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada
segmen usus aganglionik;
 Sampling refleks tidak berkembang;
 Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi
rektum akibat desakan feses dan tidak dijumpai relaksasi
spontan.

H. Penatalaksanaan
1. Non Bedah
Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mengobati
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki
keadaan umum penderita sampai pada saat operasi definitif dapat
dikerjakan. Pengobatan non bedah diarahkan pada stabilisasi cairan,
elektrolit, asam basa, dan mencegah terjadinya overdistensi sehingga

16
akan menghindari terjadinya perforasi usus serta mencegah terjadinya
sepsis. Tindakan-tindakan nonbedah yang dapat dikerjakan adalah
pemasangan infus, pemasangan pipa nasogastrik, pemasangan pipa
rektum, pemberian antibiotik, lavase kolon dengan irigasi cairan,
koreksi elektrolit serta penjagaan nutrisi.
2. Tindakan Bedah
Tindakan bedah pada penyakit megakolon kongenital terdiri
atas tindakan bedah sementara dan tindakan bedah definitif. Tindakan
bedah sementara dimaksudkan untuk dekompresi abdomen dengan
cara membuat kolostomi pada kolon yang mempunyai ganglion
normal bagian distal. Tindakan ini dapat mencegah terjadinya
enterokolitis yang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya
kematian pada penderita megakolon kongenital.
Tindakan bedah definitif yang dilakukan pada megakolon
kongenital antara lain prosedur Swenson, prosedur Duhamel, prosedur
Soave, prosedur Rehbein, prosedur transanal dan bedah laparoskopik.
Saat ini prosedur transanal satu tahap telah berkembang dan
dikerjakan pada saat penderita masih neonatus.
a. Metode Swenson
Dibuang bagian yang aganglioner, bagian sisa di rektum
dibalikkan keluar, bagian yang sehat ditarik dan ditembuskan
keluar anus, dilakukan anastomosis di luar. Setelah selesai
kembali didorong ke dalam. Cara ini disebut juga metode pull
through SwensonOperasi ini memerlukan waktu lama dan baru
dilakukan setelah anak berusia 2-3 tahun dengan berat badan
12-13 kg. Banyak anak laki-laki yang impoten karena operasi ini
merusak saraf-saraf yang menuju genital, terutama yang
melekat pada prostat.
b. Metode Rehbein / State
Anastomosis tetap dilakukan dengan rektum sisa berada di
dalam, ini berarti bagian yang ditinggalkan harus lebih panjang

17
untuk memungkinkan penjahitan, ada bagian aganglioner yang
ditinggalkan.Cara ini cukup memadai karena anak dapat defekasi
2-3 hari sekali dan tidak timbul impotensi, akan tetapi cara ini
mudah terjadi residif.
c. Metode Duhamel
Bagian aganglioner tidak dibuang, namun bagian
proksimalnya dijahit. Bagian yang hipertrofi dibuang hingga ke
bagian berdiameter normal, kemudian ditarik ke arah anal,
disambungkan tepat di atas muskulus sfingter ani eksternus
pada sisi belakang rektum. Jadi dilakukan colorectostomy end
to side, dengan ini sfingter ani eksternus tetap dipakai, sedangkan
bagian yang aganglioner tidak dipakai. Saraf-saraf yang melekat
pada prostat tidak terganggu, trauma operasi kecil, sehingga dapat
dilakukan pada bayi- bayi usia 8-9 bulan, bahkan 4 bulan.
d. Metode Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan
Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi
anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966
diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.
Tujuan utama prosedur Soave ini adalah membuang mukosa
rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon
proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang
telah dikupas.

18
Gambar 4. Macam-macam eknik pembedahan pada operasi megacolon

I. Komplikasi
Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat
digolongkan atas kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan
gangguan fungsi sfingter.Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus
pada penderita penyakit Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena
iskemia mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi. Perubahan-
perubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin, kenaikan
aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium difficile atau rotavirus
dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan yang
sangat berat enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik yang
ditandai dengan demam, muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen,
dehidrasi dan syok. Terjadinya ulserasi nekrosis akibat iskemia mukosa
diatas segmen aganglionik akan menyebakan terjadinya sepsis, pnematosis
dan perforasi usus.
Infeksi pada penyakit Hirschsprung bersumber pada kondisi
obstruksi usus letak rendah. Distensi usus mengakibatkan hambatan
sirkulasi darah pada dinding usus, sehingga dinding usus mengalami
iskemia dan anoksia. Jaringan iskemik mudah terinfeksi oleh kuman, dan
kuman menjadi lebih virulen. Terjadi invasi kuman dari lumen usus, ke
mukosa, sub mukosa, lapisan muscular, dan akhirnya ke rongga peritoneal

19
atau terjadi sepsis. Keadaan iskemia dinding usus dapat berlanjut yang
akhirnya menyebabkan nekrosis dan perforasi. Proses kerusakan dinding
usus mulai dari mukosa, dan dapat menyebabkan enterokilitis.
Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia
kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah
dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diare, distensi
abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam.
J. Prognosis
Angka kejadian penyakit Hirschprung di Amerika Serikat adalah 1
kasus diantara 5400-7200 bayi lahir hidup. Angka kematian bayi dengan
penyakit Hirschprung yang tidak dirawat sebesar 80%, sedangkan jika
menjalani operasi mortalitasnya sangat rendah. 30% kematian penyakit
Hirschprung disebabkan oleh enterocolitis. Angka kematian akibat
komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%. Angka
mortalitas operasi yang didapatkan setelah beberapa prosedur operasi
antara lain prosedur Swenson 2,5%, prosedur Soave 4,5% dan prosedur
Duhamel 6,2%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kartono D. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan


Duhamel modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI.1993.

20
2. Fonkalsrud. Hirschsprung’s disease. In:Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis H,
editors. Maingot’s Abdominal Operation. 10th ed. New York: Prentice-Hall
intl.inc.;1997.p.2097-105.
3. Feldmen M, Friedman LS, Sleisenger MH. Hirschsprung’s disease:
congenital megacolon. In: Sleisenger & Fordtran’s Gastrointestinal and Liver
Disease: Pathophysiology, Diagnosis, Management. 7th ed. Philadelphia, Pa.:
Saunders, 2002:2131-5.
4. Best KE, Glinianaia SV, Bythell M, et al; Hirschsprung's disease in the North
ofEngland: prevalence,associatedanomalies, and survival. Birth Defects Res
AClin Mol Teratol. 201 2 Jun;94(6):477-80.
5. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND
SABISTON TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders.
Philadelphia. Page 2113-2114.
6. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung
Disease In: Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page
617-640.
7. Farid Nur Mantu. Catatan Kuliah Ilmu Bedah Anak. Jakarta: EGC, 1993.
8. Swenson O, Raffensperger JG. Hirschsprung’s disease. In: Raffensperger
JG,editor. Swenson’s pediatric surgery. 5th ed. Connecticut:Appleton &
Lange; 1990: 555-77.
9. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies
of The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10th
edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153.
10. Lee, Steven L, (2005), Hirschprung disease,
http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview.

21

Anda mungkin juga menyukai