Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN KASUS MARET 2021

P3 A0 PARTUS ATERM
DENGAN
RETENSIO PLASENTA

Disusun oleh ;
DEWI KURNIA SARASWATI
N 111 17 118

Pembimbing ;
dr. JOHN ABAS KAPUT, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Dewi Kurnia Saraswati

NIM : N 111 17 118

Judul : P3 A0 Partus Aterm dengan RetensioPlasenta

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.

Palu, Maret 2021

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr.John Abas Kaput, Sp. OG Dewi Kurnia Saraswati


BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. J Nama Suami : Tn. F
Umur : 37 tahun Umur : 40 tahun
Alamat : Dusun Malonas, Donggala Alamat : Dusun Malonas
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Petani
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP

Tanggal Pemeriksaan : 12 Maret 2021


Ruangan :IGD Kebidanan
RSUD Undata Palu

B. ANAMNESIS
P3 A0 Usia Kehamilan : -
HPHT :- Menarche : 14 tahun
TP :- Perkawinan : 18 tahun
1. Keluhan Utama
Nyeri perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Masuk Rumah Sakit, dengan rujukan dari PKM Sabang dengan
keluhan nyeri perut, nyeri perut dirasakan sejak pukul 24.00 malam. Keluhan
disertai dengan keluar darah dari jalan lahir yang dialami setelah melakukan
persalinan pukul 04.00 Wita sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan pusing (+), demam (-), sesak (-), mual(+), muntah (-), BAB (+),
BAK (+) lancar.
Berdasakan keterangan dari bidan puskesmas yang merujuk, pasien awalnya
pukul 01.00 Wita masuk puskesmas dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan
tembus belakang, setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan obstetric di dapatkan

1
hasil, pasien didiagnosis G3P2A0 gravid aterm dengan letak lintang. Kemudian
pasien di rujuk pukul 02.00 Wita ke rumah sakit, yang selanjutnya, pukul 04.00
Wita, pasien melakukan persalinan ditengah mobil dalam perjalanan. Bayi lahir
spontan dengan letak bokong dan langsung menangis spontan. Selanjutnya,
dilakukan manajemen kala III , dengan memberikan suktikan Oxytocin 10 IU
secara intramuskular. Kemudian dilakukan penegangan tali pusat terkendali,
setelah 15 menit setelah bayi lahir, plasenta belum lahir dengan kontraksi
uterus yang kurang adekuat. Tidak dilakukan pemberian Oxytocin 10 IU
kembali, karena oxytocin yang tersedia hanya 10 IU pada saat merujuk. Pasien
tetap dilanjutkan untuk dirujuk dengan diagnosis P3A0 dengan retensio
plasenta.
3. Riwayat pemeriksaan kehamilan
Pasien rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, Pasien
memeriksakan kehamilan di pustu malonas sebanyak 5 kali.
4. Riwayat menstruasi
Haid pertama kali pada umur 14 tahun, lama 5 hari, siklus haid 28 hari,
teratur, banyaknya 2-3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang
hebat selama haid.
5. Riwayat menikah
Pasien mengaku menikah satu kali dan usia pernikahan 18 tahun.
6. Riwayat kehamilan dan persalinan: P3A0
Hamil pertama : Anak laki-laki, 17 tahun, aterm, spontan LBK, lahir normal

ditolong dukun di rumah, tahun 2002.

Hamil kedua : Anak perempuan, 16 tahun, aterm, spontan LBK, lahir

normal ditolong dukun di rumah, tahun 2003.

Hamil ketiga : Anak perempuan, 0 hari, aterm, spontan letak bokong, lahir

normal di tolong bidan di mobil, tanggal 12 Maret

2021

2
7. Riwayat KB
Tidak menggunakan KB
8. Riwayat penyakit dahulu
Tekanan darah tinggi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-), HIV (-).
9. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keturunan dalam keluarga.
10. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok. Tidak minum alkohol dan penggunaan obat-obatan.
11. Riwayat Psikososial
Kehamilan pasien ini merupakan kehamilan yang tidak direncanakan
dengan suami pertama.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
- Tekanan darah: 110/80 mmHg
- Frekuensi nadi: 87 x/menit, reguler
- Pernapasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,6 0C

 Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-),
pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).

Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, Simetris bilateral.
P : Vokal fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
DBN

3
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni regular, mur-mur (-).

Ekstremitas :
o Superior : akral dingin (+/+), edema (-/-), Tremor (-/-)
o Inferior : akral dingin (+/+), edema (-/-), Tremor (-/-)

D. STATUS OBSTETRI
Abdomen :
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi : TFU seringgi pusat
Perkusi : tympani (+)
 Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) :
Vulva : Tidak ada kelainan
Vagina : teraba tali pusat depan portio
Portio : Tebal, lunak
Pembukaan : 4 cm
Pelepasan : Darah (+), Stosel (+),

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil Laboratorium
HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
6 3
Eritrosit 3,4 3,8-5,8 10 /mm
Hemoglobin 9,7 12-16 g/dl
Hematokrit 29 40-45 %
3
Leukosit 22.870 4000-11000 mm
3
Trombosit 491.000 150 rb- 400 rb mm
HbsAg Non-Reaktif Non-Reaktif
Anti-HIV Reaktif Non-Reaktif

4
E. RESUME
Pasien perempuan P3A0 Masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri abdomen
sejak 6 jam SMRS, nyeri abdomen, disertai dengan pendarahan pervaginam pasca
partus dengan plasenta belum lahir 2 jam SMRS. Pusing (+), mual (+),BAK(+)
biasa, BAB (+) lancar.
Pada pemeriksaan fisik, TD:110 /80 mmHg, N:88 x/menit, RR:22 x/m, S:
0
36,7,0 C.Pada pemeriksaan obstetrik: pada Palpasi, TFU teraba setinggi pusat.
Pada vaginal toucher didapatkan teraba tali pusat di depan portio, portio tebal
lunak, pembukaan 4 cm, Pelepasan darah (+), stosel (+). Pada pemeriksaan
6
laboratorium didapatkan RBC : 3,4 x 10 , Hb 9.7 g/dl, HCT 29 %, PLT 491 x
3 3 3 3
10 /mm , Wbc 22,87 x 10 /mm . Uji Rapid HIV (-) Non reaktif, HbsAg (-) Non
reaktif.

F. DIAGNOSIS
P3A0 partus aterm dengan retensio plasenta

G. PENATALAKSANAAN
1. Pemasangan O2 4 liter/menit
2. IVFD Ringer Laktat 28 tpm 2 line
3. Masase Uterus
4. Transfuse WBC 2 labu
5. Rencana manual plasenta

H. KRONOLOGI PASIEN
Waktu Keadaan /tindakan
Mengeluhkan sakit perut tembus belakang, kemudian pergi ke
24.00
puskesmas Sabang
Pasien di rujuk dengan diagnosis G3P2A0 Gravid Aterm dengan
02.00
posisi lintang, terpasang IVFD RL 20 tpm
04.00 Pasien melahirkan di mobil dalam perjalanan, dengan spontan

5
letak bokong, selanjutnya dilakukan manajemen aktif kala III
Perdarahan post partus dengan plasenta belum lahir, selanjutnya
04.15 tetap dilanjutkan dirujuk ke RS dengan diagnosis P3A0 partus
Aterm dengan retensio plasenta
06. 15 Tiba di IGD Ponek Madani, selanjutnya dilakukan pemeriksaan
Melapor pasien kepada dokter penanggung jawab, dengan
06.30 advice masase uterus, transfuse WBC 2 labu, dan rencana
manual plasenta
Pasien mengeluhkan perasaan tidak nyaman, pada pemeriksaan
ekstremitas akral dingin, TD : 70/palpasi, N : 115 kali/menit
07. 30
(lemah), pernafasan : 25 kali/menit
Selanjutnya diberi tindakan, guyur IVFD RL 2 line
07.35 Pasang kateter tetap, urin sisa 300 ml
Dilakukan pemeriksaan TD : 110/70 mmHg, N : 100 kali/menit,
08.00
pernafasan 22 kali/menit
Dilakukan pemeriksaan TD : 130/80 mmHg, N : 100 kali/menit,
08.30 R: 22 kali/menit
IVFD RL 28 tpm
Dilakukan manual plasenta (tidak berhasil)
09.15
Rencana Kuretase Cito
09.30 Dilakukan kuretase
Pasien post kuretase atas indikasi retensio plasenta dengan
0
keadaan TD : 130/90 mmHg, N : 90 kali/menit, S: 37 C, R: 22
kali permenit
IVFD RL 28 tpm
10.00 Tranfusi WBC 2 Labu (dilanjutkan)
Amoxicillin 3 x 500 mg
Metronidazole 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Cek darah rutin post kuretase

6
HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
6 3
Eritrosit 2,8 3,8-5,8 10 /mm
Hemoglobin 8,0 12-16 g/dl
Hematokrit 24 40-45 %
3
Leukosit 25.930 4000-11000 mm
3
Trombosit 449.000 150.000- 400.000 mm

FOLLOW UP :
Hari/ Tanggal Follow Up
13-03–2021 S : Nyeri perut (+)sedikit,nyeri ulu hati (-) pusing
(+) sakit kepala (-) demam (-), mual (-), muntah (-),
Flatus (+), PPV (+) sedikit, BAK (+), BAB (-).
O : Keadaan Umum : Sakit Sedang
TD 100/60 mmHg S:36,6C
N 84x/menit P : 20 x/menit
ASI : -/-
TFU : 2 Jari dibawah pusat
Kontraksi : (+)
PPV : (+)
A : P3A0 partus aterm post kuretase a/i retensio
plasenta H1
P:
1. Amoxicillin 3 x 500 mg
2. Asam mefenamat 3 x 500 mg
3. Aff infus
4. Aff kateter

7
14–03- 2021 S : Nyeri perut (-),nyeri ulu hati (-) pusing (-) sakit
kepala (-) demam (-), mual (-), muntah (-), Flatus
(+), PPV (+) sedikit, BAK (+), BAB (+).
O : Keadaan Umum : Sakit Sedang
TD 110/80 mmHg S : 36,6C
N 80x/menit P : 20 x/menit
ASI : +/+
TFU : 2 Jari dibawah pusat
Kontraksi : (+)
PPV : (+)
A : P3A0 partus aterm post kuretase a/i retensio
plasenta H2
P:
1. Amoxicillin 3 x 500 mg
2. Asam mefenamat 3 x 500 mg
3. Boleh rawat jalan

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan
abdominal. Retensio plasenta merupakan salah satu penyebab resiko perdarahan
1
yang terjadi segera setelah terjadinya persalinan.
Perlengketan plasenta (retensio placenta) adalah terlambatnya kelahiran
plasenta melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir, tanpa perdarahan yang
berlebihan. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya
2
perdarahan dan infeksi.
B. EPIDEMIOLOGI
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan sebanyak 99%
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara
berkembang. Data menyebutkan bahwa setiap hari diperkirakan 800 wanita
meninggal diakibatkan oleh preventable causes terkait kehamilan dan melahirkan.
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki angka
kematian ibu dan anak cukup tinggi dibandingkan dengan negara lainnya di
1,2
kawasan tersebut.
Penyebab kematian ibu cukup kompleks, dapat digolongkan atas faktor-
faktor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan dan sosio-ekonomi.
Penyebab komplikasi obstetrik langsung telah banyak diketahui dan dapat
ditangani, meskipun pencegahannya terbukti sulit. Menurut Departemen
Kesehatan RI, penyebab obstetrik langsung sebesar 90%, sebagian besar
perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tak langsung
kematian ibu berupa kondisi kesehatan yang dideritanya misalnya Kurang Energi
Kronis (KEK) 37%, anemia (Hb <11%). 16-17% disebabkan oleh retensio
plasenta. Dari angka tersebut di peroleh gambaran retensio plasenta menduduki
peringkat ketiga (16-17%) setelah urutan pertama atonia uteri (50-60%) dan yang
1,2,3
kedua sisa plasenta (23-24%).
9
C. ETIOLOGI
Retensio plasenta disebabkan oleh multifaktor, yaitu faktor maternal, faktor
3,4
fungsional dan faktor patologi anatomi.
1. Faktor maternal
a. Usia
usia ibu > 35 tahun meningkatkan risiko 7 kali untuk mengalami kejadian
retensio plasenta.
b. Paritas
ibu bersalin dengan paritas multipara mempunyai risiko 11 kali mengalami
kejadian retensio plasenta
c. Anemia
faktor anemia pada ibu bersalin beresiko 5 kali mengalami kejadian retensio
plasenta
2. Fungsional :
a. His kurang kuat (penyebab terpenting)
Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran
konstriksi pada bagian bawah rahim (ostium uteri) akibat kesalahan
penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta
inkarserata)
b. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya
(plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang
sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut
plasenta adhesiva. Plasenta adhesiva ialah jika terjadi implantasi yang kuat
dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
perpisahan fisiologis.
3. Patologi-anatomi :
a. Plasenta akreta
Keadaan dimana plasenta menginvasi lapisan superfisial dari myometrium
dan merupakaan kelainan perlengketan terbanyak yaitu sebanyak 75-78%.

10
b. Plasenta inkreta
Merupakan perlengketan plasenta hingga lapisan myometrium yang lebih
dalam, terjadi pada 17% kasus perlekatan yang bersifat patologi.
c. Plasenta perkreta
Implantasi plasenta menembus myometrium hingga lapisan serosa dari
uterus. Plasenta juga dapat melekat pada struktur yang berdekatan, seperti
usus dan kandung kemih, terjadi 5-7% kasus.

Gambar 1. Derajat perlekatan plasenta

4. Faktor uterus
a. Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
b. Bekas pembedahan uterus
c. Anomali uterus
d. Tidak efektif kontraksi uterus
e. Pembentukan contraction ring
f. Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
g. Bekas pengeluaran plasenta secara manual
h. Bekas ondometritis

D. Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal

11
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
5,6,7
plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi
jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat
di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
4,5,7
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala
5,6,7
tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu: :
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang
aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat
melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah
terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama
pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada
persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan
menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu
5,6,7
satu menit dari tempat implantasinya.

12
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang
mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus
meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke
3,6,7
vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang
diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian
bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi
ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam
posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan.
Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala
tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi
5,6,7
uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
8,9
Jika plasenta tidak lahir spontan, maka teknik Brandt-Andrews dilakukan.
1. Setelah bayi lahir, klem tali pusat mendekati vulva. Palpasi uterus dengan hati-
hati tanpa di masase untuk menilai kontraksi uterus.
2. Setelah muncul tanda pelepasan plasenta, pegang klem dekat vulva dengan satu
tangan, dan jari tangan lainnya pada abdomen, dan tekan antara fundus dan
simfisis untuk mengangkat uterus. Jika plasenta telah terlepas, tali pusat akan
meluncur ke arah vagina.

Gambar 2. Teknik Brandt-Andrews

13
Manuver ini diulangi beberapa kali sampai plasenta mencapai introitus. Saat
plasenta melewati introitus, penekanan pada uterus dihentikan. Plasenta kemudian
secara perlahan dikeluarkan dari introitus. Tindakan hati-hati diperlukan untuk
mencegah membran supaya tidak terputus dan tertinggal. Jika membran mulai
robek, pegang robekan dengan klem dan tarik perlahan. Permukaan maternal
plasenta harus diperiksa secara hati-hati untuk memastikan bahwa tidak ada
8,9
fragmen plasenta tertinggal di uterus.
Pada kondisi retensio plasenta,lepasnya plasenta tidak terjadi secra
bersamaan dengan janin, karena melekat pada tempat implantasinya,
menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian
5,7,9
pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan pendarahan.
Patofisiologi retensio plasenta ini juga bisa berarti plasenta telah terpisah
akan tetapi masih tertinggal akibat ketegangan tali plasenta atau leher rahim yang
tertutup. Faktor ini dapat muncul akibat kesalahan penanganan kala III persalinan
dan manipulasi yang berlebihan. Pemijatan dan penekanan secara terus-menerus
terhadap uterus yang sudah berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis
pelepasan plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan pengeluaran
8,10,11
darah meningkat.

E. Diagnosis
1. Gejala klinis
Dari anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta
riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang
dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah
6
bayi dilahirkan.

14
Tabel 1. Tanda dan gejala pendarahan post partum

15
2. Pemeriksaan pervaginam
Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam
kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
Pada pemeriksaan plasenta yang lahir menunjukkan bahwa ada bagian tidak
ada atau tertinggal, dan pada eksplorasi secara manual terdapat kesulitan dalam
6,9,12
pelepasan plasenta atau ditemukan sisa plasenta.
3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah untuk menilai peningkatan alfa fetoprotein. Peningkatan


13
alfa fetoprotein berhubungan dengan plasenta akreta.
b. USG
Diagnosis plasenta akreta melalui pemeriksaan USG menjadi lebih
mudah bila implantasi plasenta berada di SBU bagian depan. Lapisan
miometrium dibagian basal plasenta terlihat menipis atau menghilang. Pada
plasenta perkreta vena-vena subplasenta terlihat berada di bagian dinding
14
kandung kemih.
c. MRI
Yang lebih baru adalah pemakaian magnetic resonance imaging
(MRI) untuk mendiagnosis plasenta akreta. Diagnosis lebih mudah
ditegakkan jika tidak ada pendataran antara plasenta atau bagian sisa
8,12
plasenta dengan miometrium pada perdarahan postpartum.

F. Penatalaksanaan
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan
menimbulkan perdarahan. Bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan-
persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka tak boleh menunggu,

16
sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan dengan tangan. Juga kalau perdarahan
sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbekken, sebaiknya plasenta langsung
dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus tonika, meskipun kala III belum
lewat setengah jam. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih
6,14
atau rektum penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan.
Tindakan yang dapat dilakukan pada retensio plasenta :
1. Perasat Crede
Perasat Crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas
dengan ekspresi. Syaratnya yaitu uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria
6,14,15
kosong. Pelaksanaan :
a. Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari
terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan
permukaan belakang. Bila ibu gemuk hal ini tidak dapat dilaksanakan dan
sebaiknya langsung dikeluarkan secara manual. Setelah uterus dengan
rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir.
Gerakan jari-jari seperti memeras jeruk. Perasat Crede’ tidak boleh dilakukan
pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversio uteri.
b. Perasat Crede’ dapat dicoba 1-2 kali sebelum meningkat pada pelepasan
plasenta manual.
2. Manual Plasenta
Manual plasenta adalah tindakan invasif dan, kadang memerlukan anestesia.
Manula plasenta harus dilakukan sesuai indikasi dan oleh operator berpengalaman.
Indikasi manual plasenta meliputi: retensio plasenta dan perdarahan banyak pada
kala III yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, suspek ruptur
9,15,16
uterus, dan retensi sisa plasenta. Pelaksanaan : a. Sebaiknya pelepasan
plasenta secara manual dilakukan dalam narkosis,
karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya. Sebaiknya juga
dipasang infus garam fisiologik sebelum tindakan dilakukan. Setelah
memakai sarung tangan dan disinfeksi tangan dan vulva, termasuk daerah
sekitarnya, maka labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan
kanan dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina.

17
b. Tangan kiri sekarang menahan fundus untuk mencegah kolpaporeksis.
Tangan kanan dengan gerakan memutar-mutar menuju ostium uteri dan
terus ke lokasi plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak
terjadi false route.
c. Supaya tali pusat mudah teraba, dapat diregangkan oleh asisten. Setelah
tangan dalam sampai ke plasenta maka tangan tersebut ke pinggir plasenta
dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang
pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking
plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas
dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.
Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan perlahan-
lahan ditarik ke luar.
d. Periksa cavum uterus untuk memastikan bahwa seluruh plasenta telah
dikeluarkan.
e. Lakukan masase untuk memastikan kontraksi tonik uterus.
f. Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap,
sementara kontraksi uterus belum baik segera dilakukan kompresi bimanual
uterus dan disuntikkan ergometrin 0,2 mg IM atau IV sampai kontraksi
uterus baik. Pada retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu
harus segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum.
Apabila kontraksi uterus tetap buruk setelah 15 detik, dilanjutkan dengan
tindakan sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri.
g. Kesulitan yang mungkin dijumpai pada manual plasenta ialah adanya
lingkaran konstriksi, yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan
dalam secara perlahan-lahan dan dalam narkosis yang dalam. Lokasi
plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan
daripada lokasi pada dinding belakang.
3. Kuretase
Seringkali pelepasan sebagian plasenta dapat dilakukan dengan manual
plasenta dan kuretase digunakan untuk mengeluarkan sebanyak mungkin

18
jaringan yang tersisa. Kuretase mungkin diperlukan jika perdarahan berlanjut
7,15
atau pengeluaran manual tidak lengkap.
4. Pembedahan
Jika faktor risiko dan gambaran prenatal sangat mendukung diagnosis
perlengketan plasenta, Cesarean hysterectomy umumnya di rencanakan, terutama
pada pasien yang tidak berharap untuk mempertahankan kehamilan Jika plasenta
akreta ditemukan setelah melahirkan bayi, plasenta sesegera mungkin dikeluarkan
untuk mengosongkan cavum uteri. Walaupun dalam banyak kasus pengeluaran
plasenta akan menimbulkan perdarahan massif yang akan berakhir dengan
histerktomi. Pada kasus plasenta akreta kompleta, tindakan terbaik ialah
histerektomi. Jika perlengketan tidak terdiagnosis sebelum melahirkan dan
perdarahan postpartum terjadi saat manual plasenta, beberapa tindakan dapat
menjadi pilihan, tergantung keinginan pasien dan keadaan cerviks. Jika tidak ada
kemungkinan untuk meneruskan persalinan atau hemodinamik tidak stabil,
histerektomi harus dilakukan. Disisi lain, beberapa usaha dapat dilakukan untuk
mempertahankan uterus dengan tindakan bedah (ligasi arteri hipogastrika) atau
secara radiologik (teknik embolisasi dari arteri

uterina).15,13,17,18

Dalam kasus plasenta perkreta, darah akan terus mengalir melalui daerah
invasi ketika sebagian plasenta dilepaskan karena tidak adanya ligasi fisiologis
miometrium yang biasanya akan membendung aliran darah. Jika kasus ini
ditemukan saat operasi caesar maka hemostasis dapat dicapai melalui jahitan

19
pada miometrium, atau melalui ligasi arteri uterina maupun arteri iliaka
15
interna. Namun, histerektomi pun biasanya diperlukan.
5. Terapi Konservatif
Terapi konservatif diberikan tergantung pada penemuan plasenta akreta,
19
terdapat 2 tipe terapi konservatif :
a. Ketika terdiagnosis selama kala III persalinan, pengeluaran plasenta tidak
disarankan; terapi konservatif ialah dengan meninggalkan plasenta, sebagian
atau keseluruhan, dalam uterus ketika hemodinamik pasien dianggap stabil
dan tidak ada risiko septik.
b. Ketika plasenta akreta disuspek sebelum melahirkan (berdasarkan riwayat
dan USG dan atau MRI). Pada kasus ini tindakan meliputi beberapa tahap.
Letak plasenta dipastikan dengan USG. Seksio sesarean di rencanakan,
dengan insisi abdominal pada midline infraumbilikus, dan insisi vertikal
pada uterus sepanjang insersi plasenta. Setelah pengeluaran janin, plasenta
dilahirkan secara hati-hati, dengan injeksi 5 IU oksitosin dan traksi tali
pusat. Jika gagal, plasenta dipertimbangkan sebagai “akreta”. Tali pusat
dipotong pada insersinya dan plasenta dibiarkan dalam cavum uteri; insisi
uterus di tutup. Terapi antibiotik profilaksis (amoksisilin dan asam
clavulanik) diberikan selama 10 hari.
Jika diagnosis dari plasenta perkreta dapat ditegakkan sebelum plasenta
dikeluarkan (dapat dilakukan dengan USG antenatal) maka pasien dapat
diterapi konservatif. Bayi dilahirkan secara normal lalu plasenta dibiarkan in
situ jika tidak ada perdarahan. Kadar β-HCG diperiksa dan manual plasenta
serta kuterase dilakukan ketika tidak terdeteksi. Metotreksat dapat digunakan
pada situasi ini. Dalam penelitian lain mengemukakan bahwa penggunaan
19
metotreksat menyebabkan pengeluaran spontan plasenta setelah 4 minggu.
G. Komplikasi
Plasenta yang terlalu melekat, walaupun jarang dijumpai, memiliki makna
klinis yang cukup penting karena morbiditas dan, kadang - kadang mortalitas
8
yang timbulkannya. Komplikasinya meliputi :
1. Perforasi uterus

20
2. Infeksi
3. Inversio uteri
4. Syok (hipovolemik)
5. Perdarahan postpartum
6. Subinvolution
7. Histerektomi
H. Pencegahan
Pencegahan resiko retensio plasenta adalah dengan cara mempercepat
proses melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi
lahir ( untuk mencegah retensio plasenta dapat disuntikkan 0,2 mg methergin i.v.
atau 10 IU pitosin i.m. waktu bahu bayi lahir ), dan melakukan penegangan tali
pusat terkendali. Usaha ini disebut juga penatalaksanaan aktif kala III.
6,15
Manajemen aktif kala III yaitu :
1. Menyuntikkan oksitosin
a. Pastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) di dalam uterus.
b. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
c. Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10
unit IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis). Jika
oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu
atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera.
d. Jangan memberikan ergometrin karena menyebabkan kontraksi tonik uterus
yang dapat menghambat ekspulsi plasenta.
2. Melakukan peregangan tali pusat terkendali;
a. Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva.
b. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas
simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus pada saat
melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat,
tegangkan tali pusat dengan satu tangan yang lain menekan uterus ke arah
dorso-kranial. Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio
uteri.

21
c. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar 2
atau 3 menit berselang) untuk mengulangi penegangan tali pusat terkendali.
d. Saat mulai kontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan
dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke
atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
e. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta
terdorong keluar melalui intyroitus vagina.
f. Saat terlihat di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat
ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam
wadah secara lembut, lalu lahirkan selaput ketuban secara perlahan.
g. Jika plasenta belum lahir dalam 15 menit, berikan 10 IU oksitosin IM dosis
kedua.
h. Kosongkan kandung kemih jika teraba penuh.
3. Masase fundus uteri segera setelah lahir
a. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri, anjurkan ibu untuk menarik
napas dalam dan perlahan serta rileks.
b. Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada
fundus uteri supaya uterus berkontraksi.
I. Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan
sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat
6
sangat penting.

22
BAB III
PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosis masuk rumah sakit dengan P 3A0 partus Aterm
dengan retensio plasenta berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Dari hasil anamnesis didapatkan
bahwa pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut sejak 6 jam SMRS,
nyeri abdomen, disertai dengan pendarahan pervaginam pasca partus dengan plasenta
belum lahir 2 jam SMRS. Pusing (+), mual (+),BAK(+) biasa, BAB (+) lancar.
Pada pemeriksaan fisik, TD:110 /80 mmHg, N:87 x/menit, RR:22 x/m, S: 36,6
0
C.Pada pemeriksaan obstetrik: pada Palpasi, TFU teraba setinggi pusat. Pada vaginal
toucher didapatkan teraba tali pusat di depan portio, portio tebal lunak, pembukaan 4
cm, Pelepasan darah (+), stosel (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
6 3 3
RBC : 3,4 x 10 , Hb 9.7 g/dl, HCT 29 %, PLT 491 x 10 /mm , Wbc 22,87 x
3 3
10 /mm . Uji Rapid HIV (-) Non reaktif, HbsAg (-) Non reaktif.
Perlengketan plasenta (retensio placenta) adalah terlambatnya kelahiran plasenta
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir, tanpa perdarahan yang berlebihan. Plasenta
harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan dan infeksi.
Retensio plasenta disebabkan oleh multifaktor, yaitu faktor maternal (usia,
paritas, anemia), faktor fungsional (his kurang kuat dan plasenta adhesiva) dan faktor
patologi anatomi (plasenta akreta, inkreta, perkreta). Pada pasien ini, penyebab
terjadinya retensio plansta diakibatkan karena usia pasien >35 tahun, anemia dengan
kadar hemoglobin 9,7 mg/dl serta his yang kurang kuat. Penyebab secara patologi
anatomi tidak bisa ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan penunjang USG
ataupun MRI.
Diagnosis plasenta akreta melalui pemeriksaan USG menjadi lebih. Lapisan
miometrium dibagian basal plasenta terlihat menipis atau menghilang. Pada plasenta
perkreta vena-vena subplasenta terlihat berada di bagian dinding kandung kemih.
Pemeriksaan MRI untuk mendiagnosis plasenta akreta. Diagnosis lebih mudah
ditegakkan jika tidak ada pendataran antara plasenta atau bagian sisa plasenta dengan
miometrium pada perdarahan postpartum.

23
Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya
dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya
plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya
sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul
di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan
plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan
normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan
ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari
tempat implantasinya.

Pencegahan resiko retensio plasenta adalah dengan cara mempercepat proses


melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir ( untuk
mencegah retensio plasenta dapat disuntikkan 0,2 mg methergin i.v. atau 10 IU
pitosin i.m. waktu bahu bayi lahir ), dan melakukan penegangan tali pusat terkendali.
Jika plasenta belum lahir dalam 15 menit, berikan 10 IU oksitosin IM dosis kedua.
Kosongkan kandung kemih jika teraba penuh. Manajemen aktif kalla III pada pasien
ini, diberikan oxytocin 10 IU hanya 1 kali pemberian setelah bayi lahir dikarenakan
oxytocin yang tersedia hanya 10 IU. Mengakibatkan kontraksi uterus yang kurang,
sehingga pelepasan plasenta tidak bisa terjadi dan menyebabkan pendarahan yang
banyak. Seharusnya persiapan merujuk pasien harus dipersiapkan dengan baik,
termasuk obat-obatan yang dibutukan pasien selama perjalanan.

24
Pada kondisi retensio plasenta,lepasnya plasenta tidak terjadi secra bersamaan
dengan janin, karena melekat pada tempat implantasinya, menyebabkan terganggunya
retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta
menimbulkan pendarahan. Patofisiologi retensio plasenta ini juga bisa berarti plasenta
telah terpisah akan tetapi masih tertinggal akibat ketegangan tali plasenta atau leher
rahim yang tertutup. Faktor ini dapat muncul akibat kesalahan penanganan kala
III persalinan dan manipulasi yang berlebihan. Pemijatan dan penekanan secara terus-
menerus terhadap uterus yang sudah berkontraksi dapat mengganggu mekanisme
fisiologis pelepasan plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan
pengeluaran darah meningkat. Pada pasien ini, retensio plasenta yang dialami pasien,
disertai banyak pendarahan akibat dari kontraksi uterus yang terganggu sehingga
sebagian pembuluh darah masih terbuka.

Pada retensio plasenta, bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada
persalinan-persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka tak boleh
menunggu, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan dengan tangan. Juga kalau
perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbekken, sebaiknya plasenta langsung
dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus tonika, meskipun kala III belum
lewat setengah jam. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau
rektum penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk penanganan retensio plasenta,


yaitu Perasat Crede, manual plasenta, kuretase, pembedahan, dan pilihan terakhir
yaitu terapi konservatif. Pada pasien ini, tidak dilakukan tindakan perasat Crede,
karena kontraksi uterus yang kurang baik.

Manual plasenta adalah tindakan invasif dan, kadang memerlukan anestesia.


Manula plasenta harus dilakukan sesuai indikasi dan oleh operator berpengalaman.
Indikasi manual plasenta meliputi: retensio plasenta dan perdarahan banyak pada kala
III yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, suspek ruptur uterus, dan
retensi sisa plasenta. Pada pasien ini, manual plasenta dilakukan tidak memberikan hasil
yang baik, yang kemudian dilakukan kuretase. Namun tindakan manual plasenta

25
pada pasien ini dilakukan setelah 5 jam dari bayi lahir, dengan kondisi pasien
mengalami perdarahan. Sehingga pasien mengalami syok hipovelemik akibat
tatalaksana yang kurang cepat dan tepat. Akibat dari keadaan pasien yang syok,
diberikan tindakan pemasangan IVFD RL 2 line guyur, masase uterus, serta observasi
tanda-tanda vital sampai keadaan pasien membaik.

Kuretase dilakukan pada pasien ini diakibtakn karena penanganan manual


plasenta tidak berhasil, dan keadaan pasien yang sudah mengalami perdarahan yang
banyak. kuretase digunakan untuk mengeluarkan sebanyak mungkin jaringan yang
tersisa. Kuretase mungkin diperlukan jika perdarahan berlanjut atau pengeluaran
manual tidak lengkap.

Prognosis pada pasien ini dudia ad bonam, penanganan yang diberikan untuk
mengatasi perdarahan yang banyak yaitu pemberian cairan, dan pemberian tranfusi
WBC 2 labu untuk menggantikan jumlah perdarahan. Prognosis tergantung dari
lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi.
Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat penting.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiman. Pendarahan post partum dini e.c Retensio Plasenta. J Medula Unia.
2017; 7(3).
2. Permatasari, F. A. dkk. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Perlengketan Plasenta (Retensio Plasenta) di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih. Arkesmas. 2017; 2(1).
3. Riyanto. Faktor Risiko Kejadian Retensio Plasenta Pada Ibu Hamil Bersalin di
RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda. 2015;7(1).
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LG, Hauth JC, Wenstrom
KD. Obstetri Williams Volume 1 Edisi 21. Jakarta: EGC; 2005.
5. Anonim. Perdarahan Post Partum Akibat Plasenta Rest. 2013
6. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Jakarta: EGC; 2008
7. Weeks AD. The Retained Placenta. USA: National Center for Biotechnology
Information, U.S. National Library of Medicine from African Health Sciences
Makerere Medical School; 2010
8. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LG, Hauth JC, Wenstrom
KD. Obstetri Williams Volume 1 Edisi 21. Jakarta: EGC; 2010
9. Pernoll ML. Benson & Pernonoll’s Handbook of Obstetrics & Gynecology
Tenth Edition. New York: McGraw-Hill; 2011
10. Jevuska. Patofisiologi Retensio Plasenta. 2013.
11. Memon SR, Talpur NN, Korejo RK. Rawal Medical Journal Volume 36 Number
4 : Outcome of Patients Presenting With Retained Placenta. Pakistan:
Departemen of Obstetrics and Ginecology; 2014
12. DeCherney AH, Nathan L. Curren. Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment, Ninth Edition: Postpartum Hemorrhage & Abnormal Puerperium:
Retained Placenta Tissue. California: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2013.
13. Mayo Clinic. Placenta Accreta. Mayo Foundation for Medical Education and
Research (MFMER); 2012.
14. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Ketiga. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo; 2016

27
15. Hanifa W. Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Pertama Cetakan Ketujuh. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo; 2007
16. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar: Retensio Plasenta.
17. Mayo Clinic. Pregnancy week by week ; Placenta: How it works, what's normal.
Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER); 2012.
18. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetri Patologi Ilmu
Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2014.

28
RETENSIO PLASENTA

P3A0 PARTUS ATERM


DENGAN RETENSIO PLASENTA
OLEH ;
Dewi Kurnia Saraswati
PEMBIMBING ;
dr. John Abas Kaput, Sp. OG
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
RETENSIO PLASENTA

Nama : Ny. W
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Dsn. Malonas, Kec. Dampelas, Donggala
Tanggal Masuk RS : 12 Maret 2021
Tempat : RSUD Undata Palu
RETENSIO PLASENTA
RETENSIO PLASENTA

Nyeri Perut

Pasien Masuk Rumah Sakit, dengan rujukan dari PKM Sabang dengan
keluhan nyeri perut. Nyeri perut dirasakan tembus belakang sejak pukul
24.00 malam. Keluhan disertai dengan keluar darah dari jalan lahir yang
dialami setelah melakukan persalinan pukul 04.00 Wita sebelum masuk
rumah sakit. Darah yang keluar berwarna merah segar, mengalir banyak.
Pasien juga mengeluhkan pusing (+), demam (-), sesak (-), mual(+), muntah
(-), BAB (+), BAK (+) lancar.
RETENSIO PLASENTA

Pasien awalnya pukul 01.00 Wita masuk puskesmas dengan keluhan nyeri
perut yang dirasakan tembus belakang, setelah dilakukan pemeriksaan fisik
dan obstetric di dapatkan hasil, pasien didiagnosis G3P2A0 gravid aterm
dengan letak lintang. Kemudian pasien di rujuk pukul 02.00 Wita ke rumah
sakit, yang selanjutnya, pukul 04.00 Wita, pasien melakukan persalinan dalam
mobil ditengah perjalanan. Bayi lahir spontan dengan letak bokong dan
langsung menangis spontan. Selanjutnya, dilakukan manajemen kala III ,
dengan memberikan suktikan Oxytocin 10 IU secara intramuskular. Kemudian
dilakukan penegangan tali pusat terkendali, setelah 15 menit setelah bayi lahir,
plasenta belum lahir dengan kontraksi uterus yang kurang adekuat. Tidak
dilakukan pemberian Oxytocin 10 IU kembali, karena oxytocin yang tersedia
hanya 10 IU pada saat merujuk. Pasien tetap dilanjutkan untuk dirujuk dengan
diagnosis P3A0 dengan retensio plasenta
RETENSIO PLASENTA

Pasien rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, Pasien


memeriksakan kehamilan di pustu malonas sebanyak 5 kali.

Menarche umur 14 tahun, lama 5 hari, siklus haid 28 hari, teratur,


banyaknya 2-3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang hebat
selama haid.

Menikah satu kali dan usia pernikahan 18 tahun


RETENSIO PLASENTA

Hamil : Anak laki-laki, 17 tahun, aterm, spontan LBK, lahir


normal ditolong dukun di rumah, tahun 2002.
pertamaHam
: Anak perempuan, 16 tahun, aterm, spontan LBK, lahir
il kedua
normal ditolong dukun di rumah, tahun 2003.
Hamil ketiga : Anak perempuan, 0 hari, aterm, spontan letak bokong,
lahir normal di tolong bidan di mobil, tanggal 12 maret
2021

Tidak menggunakan KB
RETENSIO PLASENTA

Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-)

Tidak ada riwayat penyakit keturunan

Pasien tidak merokok. Tidak minum alkohol dan penggunaan obat-obatan.


RETENSIO PLASENTA

PEMERIKSAAN FISIK
RETENSIO PLASENTA

 Keadaan umum : Lemah


Kesadaran : Composmentis
 Status Gizi : Baik
 Tanda tanda Vital :

Tekanan Darah : 110/80 mmHg


Nadi : 87 kali/ menit
Pernafasan : 22 kali / menit
Suhu : 36,6 °C
RETENSIO PLASENTA

Wajah : Simetris (+)


Mulut : Bibir Sianosis (-)
Bentuk : Normochepal,
Lidah : Lidah kotor (-)
Hidung : Rhinorea (-/-) Tonsil : Hiperemis (-/-)
Telinga : Otorrhea (-/-)

KGB : Pembesaran (-/-)


Konjunctiva : Anemis (+/+), edema (-/-)
Tiroid : Pembesaran (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-), Vasa rekta (-/-)
JVP : Peningkatan (-)
Pupil : Ishokor (+), Refleks (+/+)
Massa Lain : Massa abnormal (-/-)
RETENSIO PLASENTA

Inspeksi : Simetris (+), Retraksi SIC (-)


Palpasi : Simetris (+), VF ka = ki
Perkusi : Sonor (+) Lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+),Rh (-/-). Wh (-/-)

Inspeksi : Simetris (+). Distensi (-), Tampak Datar.

Inspeksi : Ictus Cordis terlihat (-) Auskultasi : Peristaltis (+) Kesan Normal
Palpasi : Ictus Cordis Teraba (+) Perkusi : Nyeri ketuk (-)
Perkusi : Batas normal
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 (+) Murni regular, Palpasi : Nyeri tekan (-), Fundus Uteri setinggi Pusat
Mur-mur (-)
RETENSIO PLASENTA

Ekstremitas Atas
Akral Hangat (+/+)
Edema (-/-)

Ekstremitas Bawah
Akral Hangat (+/+)
Edema (-/-)
RETENSIO PLASENTA

Pemeriksaan Dalam (VT) :


Vulva : Tidak ada kelainan
Vagina : teraba tali pusat depan portio
Portio : Tebal, lunak
Pembukaan : 4 cm
Pelepasan : Darah (+), Stosel (+),
RETENSIO PLASENTA

HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

6 3
Eritrosit 3,4 3,8-5,8 10 /mm
Hemoglobin 9,7 12-16 g/dl

Hematokrit 29 40-45 %

3
Leukosit 22.870 4000-11000 mm

3
Trombosit 491.000 150 rb- 400 rb mm

HbsAg Non-Reaktif Non-Reaktif

Anti-HIV Reaktif Non-Reaktif


RETENSIO PLASENTA

Pasien perempuan P3A0 Masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri abdomen sejak 6 jam SMRS,
nyeri abdomen, disertai dengan pendarahan pervaginam pasca partus dengan plasenta belum lahir 2
jam SMRS. Pusing (+), mual (+),BAK(+) biasa, BAB (+) lancar.

Pada pemeriksaan fisik, TD:110 /80 mmHg, N:87 x/menit, RR:22 x/m, S: 36,6,0 0C.Pada
pemeriksaan obstetrik: pada Palpasi, TFU teraba setinggi pusat. Pada vaginal toucher didapatkan
teraba tali pusat di depan portio, portio tebal lunak, pembukaan 4 cm, Pelepasan darah(+), stosel (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan RBC : 3,4 x 106, Hb 9.7 g/dl, HCT 29 %, PLT 491 x 103/mm3,
Wbc 22,87 x 103/mm3. Uji Rapid HIV (-) Non reaktif, HbsAg (-) Non reaktif.
RETENSIO PLASENTA

P3A2 partus aterm dengan retensio plasenta

1. Pemasangan O2 4 liter/menit 1. Kuretase


2. IVFD Ringer Laktat 28 tpm 2 line Terapi Post Kuretase
3. Masase Uterus - Amoxicilin 3 x 500 mg
4. Transfuse WBC 2 labu - Metronidazole 3 x 500 mg
5. Rencana manual plasenta - Asam Mefenamat 3 x 500 mg
RETENSIO PLASENTA

PEMBAHASAN
RETENSIO PLASENTA

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah
bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal

Perlengketan plasenta (retensio placenta) adalah terlambatnya kelahiran


plasenta melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir
RETENSIO PLASENTA

WHO, 90 % kematian ibu akibat


masalah persalinan atau kelahiran

Indonesia, peringkat ketiga (16-


17%)
RETENSIO PLASENTA

Faktor Maternal Faktor Patologi Anatomi


Usia  Plasenta Akreta
Paritas  Plasenta Inkreta
Anemia  Plasenta Perkreta

 Faktor Fungsional
 His
 Plasenta adhesiva
RETENSIO PLASENTA

 Gejala Klinis
RETENSIO PLASENTA

Plasenta tidak ditemukan di dalam


kanalis servikalis tetapi secara parsial
atau lengkap menempel di dalam uterus.
RETENSIO PLASENTA

Pemeriksaan
Laboratorium

USG
RETENSIO PLASENTA

Manual Plasenta
RETENSIO PLASENTA

Kuretase
RETENSIO PLASENTA

Pembedahan
RETENSIO PLASENTA

Konservatif

Amoxicilin 10 hari
Untuk plasenta perkreta
RETENSIO PLASENTA

Inversio uteri

Pendarahan Post partum


RETENSIO PLASENTA

Infeksi
Syok
RETENSIO PLASENTA
RETENSIO PLASENTA

0,2 mg methergin i.v. atau 10 IU Oxytocin i.m.


 Ulangi pemberian 10 IU Oxytocin apabilan belum 15 menit
 Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
RETENSIO PLASENTA

Tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya


sertaefektifitas terapi
RETENSIO PLASENTA
RETENSIO PLASENTA

 TFU teraba setinggi pusat.


 teraba tali pusat di depan portio, portio tebal
lunak, pembukaan 4 cm, Pelepasan darah(+),
stosel (+).
RETENSIO PLASENTA

FaktorMaternal
Usia Faktor Fungsional
Pasien >35 tahun His
Paritas Tidak adekuat
Anemia Plasenta adhesiva
HB 9,7 mg/dl
RETENSIO PLASENTA

Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu: Fase laten,
ditandai oleh menebalnya diding uterus yang bebas tempat
plasenta,
 Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
 Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas.
 Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta
bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil
darah terkumpul di dalam rongga rahim.
RETENSIO PLASENTA

0,2mg methergin i.v. atau 10 IU Oxytocin i.m.


 Ulangi pemberian 10 IU Oxytocin apabilan belum 15 menit
 Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
 Masase uterus
RETENSIO PLASENTA

Manual Plasenta
RETENSIO PLASENTA

Kuretase
RETENSIO PLASENTA

Terapi cairan

Masase uterus
RETENSIO PLASENTA
Bonam

Anda mungkin juga menyukai