Disusun Oleh:
Pembimbing
drg. Elli Yane B., M.Kes
DEWAN PENGUJI
Penguji I : drg. Elli Yane Bangkele, M.Kes ………………
Mengetahui,
Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
iv
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa.
yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan berkah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif Terhadap Kejadian ISPA Pada
Balita Usia 6 – 59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Biromaru Tahun 2019
”.
Penelitian dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka
memenuhi persyaratan akademis dalam menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Program Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Tadulako Palu.
Penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada kedua orang tua penulis dan pembimbing penulis drg. Elli
Yane Bangkele, M.Kes, yang dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan ketelitian
telah membimbing serta memberi masukan sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah
ini dapat terselesaikan. Dengan penuh hormat, penulis juga mengucapkan terima
kasih banyak kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H Mahfudz MP, selaku Rektor Universitas Tadulako.
2. Bapak Dr. dr. M. Sabir, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Tadulako.
3. Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat drg. Elli Yane Bangkele, M.Kes.
4. Kepala Puskesmas Biromaru, dr. Nurul Eksan.
5. Pembimbing lapangan di puskesmas Biromaruo dr. Nurul Eksan.
6. Kepada seluruh pegawai dan staf Puskesmas Biromaru.
7. Bapak/Ibu dosen pada Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako yang telah
membantu penulis sejak awal kuliah hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
8. Kepada Staf Bakordik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako.
v
Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun juga masih sangat diharapkan demi kesempurnaan Karya Tulis
Ilmiah ini. Semoga segala bentuk dukungan, ketulusan dan doa yang diberikan
bersama penulis mendapat limpahan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.
Sakinah. Tandjumbulu
Dewi Kurnia Saraswati
vi
DAFTAR ISI
vii
C. Hipotesis ..................................................................................... 14
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
DAFTAR SINGKATAN
IgA Immunoglobulin A
Km Kilometer
xii
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN
ISPA PADA BALITA USIA 6-59 BULAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BIROMARU TAHUN 2019
Sakinah Tandjumbulu *, Dewi Kurnia Saraswati*, Elli Yane Bangkele **
*Mahasiswa Profesi Dokter, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat - Kedokteran
Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
**Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat - Kedokteran Komunitas, Fakultas
Kedokteran Universitas Tadulako
ABSTRAK
Latar Belakang : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit
saluran pernapasan atas atau bawah dan menimbulkan berbagai spektrum
penyakit. Di Indonesia ISPA merupakan salah satu penyebab kunjungan pasien ke
sarana kesehatan, yaitu ke puskesmas dan ke RS. Salah satu faktor resiko kejadian
ISPA adalah tidak mendapatkan ASI eksklusif.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif
terhadap kejadian ISPA pada balita umur 6-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Biromaru.
Metode : Penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional.
Dengan populasi balita usia 6-59 bulan yang datang ke Puskesmas Biromaru.
Jumlah sampel 96 balita, diperoleh dengan cara purposive sampling. Diagnosis
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai pedoman puskesmas. Status
ASI eksklusif didapatkan dari Kartu Menuju Sehat (KMS). Analisis data
menggunakan uji statistik Chi Square .
Hasil : Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa balita yang tidak diberikan ASI
eksklusif lebih beresiko mengalami ISPA dibandingkan dengan balita yang
diberikan ASI eksklusif. Ini didukung dengan uji Chi-Square dimana nilai p=
0,000 yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian ISPA.
xiii
EXCLUSIVE BREASTFEEDING BETWEEN WITH THE NUMBER OF
ARI EXPERIENCING TO 6-59 MONTHS INFANTS IN THE WORK
AREA COMMUNITY HEALTH CENTERS BIROMARU 2019
Sakinah Tandjumbulu*, Dewi Kurnia Saraswati*, Elli Yane Bangkele**
*Medical Doctor Professional Student, Community Health Sciences - Community
Medicine, Faculty of Medicine, Tadulako University
** Division of Public Health Sciences - Community Medicine, Faculty of
Medicine, University of Tadulako
ABSTRACT
Background : Acute Respiratory Infections (ARI) is a respiratory disease upper
or lower and cause a spectrum of illnesses. In Indonesia, ARI is one of the causes
of patient visits to health facilities, such as the clinic and the hospital. One of the
factor risk of the incidence of ARI is not getting exclusive breastfeeding.
Purpose : To find out the relationship between exclusive breastfeeding and the
incidence of ARI in infants aged 6-59 months in the working area of Biromaru
Health Center.
Method : Analytic observational research with cross sectional approach. With a
population of children aged 6-59 months who come to the health center of
Biromaru. Number of samples is 96 infants, obtained by purposive sampling.
Diagnosis is based on history and physical examination according to the
guidelines of the clinic. Status of exclusive breastfeeding was obtained from Kartu
Menuju Sehat (KMS). Analysis of data is using statistical test Chi Square.
Result The result showed that infants who are not getting exclusive breastfeeding
have a greater risk for causing ARI compared to infants who are given exclusive
breastfeeding.
This is supported by Chi-Square where the value of p = 0.000 meaning there is a
significant relationship between exclusive breastfeeding with the incidence of
ARI.
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi saluran pernapasan mulai dari infeksi respiratori atas dan
adneksanya hingga parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang
berlangsung hingga 14 hari. Infeksi respiratori atas adalah infeksi primer
respiratori di atas laring, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut infeksi
respiratori bawah (IDAI, 2013).
Berdasarkan Data Kementrian Kesehatan (2012), insidens menurut
kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara
berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Ini menunjukkan
bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode
(96,7%) terjadi di negara berkembang.
Di Indonesia, ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan
pasien ke sarana kesehatan, yaitu 40-60% dari seluruh kunjungan ke puskesmas
dan 15-30% dari seluruh kunjungan rawat jalan dan rawat inap RS. Jumlah
episode ISPA di Indonesia diperkirakan 3-6 kali pertahun, tetapi berbeda antar
daerah (IDAI, 2013).
ISPA termasuk penyakit paling banyak ditemukan di pelayanan kesehatan
termasuk di Sulawesi Tengah. ISPA tersebar di seluruh Provinsi Sulawesi Tengah
dengan rentang prevalensi yang sangat bervariasi (18,8 – 42,7%). Angka
prevalensi ISPA dalam sebulan terakhir di Provinsi Sulawesi Tengah adalah
28,4% (Dinkes, 2015).
Faktor resiko yang selalu ada mempengaruhi kejadian ISPA contohnya
pneumonia meliputi gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak ada/tidak
memberikan Air Susu Ibu (ASI), polusi udara dalam ruang, dan pemukiman
padat (Kemenkes RI,2010). Umumnya, semua anak di bawah usia 5
tahunmengalami peningkatan risiko terkena ISPA. Anak yang diberikan ASI
selama 6 bulan memiliki risiko yang rendah terjangkit penyakit (Nira dkk,2013).
ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan
lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim.
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya
selama 6 bulan, pemberian ASI yang tidak memadai merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kejadian ISPA seperti Pneumonia pada balita. (Sugihartono
& Nurjazuli, 2012).
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI Ekslusif sampai
bayi berumur 6 bulan. Setelah itu anak harus diberi makanan padat dan semi padat
sebagai makanan tambahan selain ASI. ASI ekslusif dianjurkan pada beberapa
bulan pertama kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan mengandung
banyak gizi yang dibutuhkan anak pada umur tersebut (Kemenkes, 2014).
Program ASI eksklusif yang manfaatnya sangat penting bagi pertumbuhan
dan perkembangan bayi ternyata masih kurang mendapat respon yang baik dari
masyarakat di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan angka cakupan ASI
eksklusif yang masih dibawah target nasional sebesar 80%. Susenas tahun 2009
menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif pada bayi umur 0-6 bulan sebesar
61,33% (Susenas,2010). Pada tahun 2010, cakupan ASI eksklusif berdasarkan
kategori 3 sesuai kriteria WHO, persentase menyusui eksklusif pada bayi umur 0
bulan sebesar 39,8% (Rikesdas, 2010). Pada tahun 2011, cakupan pemberian ASI
eksklusif sebesar 61,5%, sedangkan pada tahun 2012 menurut SDKI (2012), bayi
umur 4-5 bulan yang mendapat ASI eksklusif hanya sebesar 27,1%.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan pemberian ASI ekslusif terhadap kejadian
ISPA pada balita 6-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Biromaru.
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dan
tidak eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita 6-59 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Biromaru.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat kejadian ISPA pada balita usia 6-59
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Biromaru.
2. Untuk mengetahui distribusi pemberian ASI Eksklusif pada
balita usia 6-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Biromaru.
D. Manfaat Penelitian
3
E. Keaslian Penelitian
1. Rustam M, 2010. Hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian
ISPA pada bayi usia 6-12 bulan di Kabupaten Kampar, Provinsi.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang ingin membuktikan
adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA
pada bayi usia 6-12 bulan di Kabupaten Kampar adalah diperoleh bahwa
bayi yang diberi ASI tidak eksklusif berisiko 1,69 kali untuk terjadi ISPA
dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif.
2. Wirdarini N.P, 2010. meneliti tentang “Hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi”. Kesimpulan terdapat
hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada
bayi di Puskesmas Mengwi II, bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
mempunyai risiko 4,79 kali lebih besar terkena ISPA.
3. Nani Rusdawati Hasan, 2012 meneliti tentang “Faktor- faktor yang
berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita diwilayah kerja UPTD
kesehatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2012” kesimpulan yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara
balita yang memiliki riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian
ISPA pada balita.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
5
adneksanya hingga parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang
berlangsung hingga 14 hari. Infeksi respiratori atas adalah infeksi primer
respiratori di atas laring, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut infeksi
respiratori bawah (IDAI, 2013).
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit
batuk pilek pada balita di Indonesi diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-
rata 4 kali per tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan
serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun. Dari hasil pengamatan
epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan dikota cenderung
lebih besar daripada didesa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat
kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan dikota lebih tinggi
daripada didesa (Widoyono, 2011).
c. Etiologi ISPA
Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai agen, termasuk virus,
bakteri, dan jamur. Penyakit pernapasan menular dapat dibagi menjadi
organ-organ yang mempengaruhi saluran pernapasan atas dan organ-organ
yang mempengaruhi saluran pernapasan bawah, dengan divisi ini terjadi
pada anatomi tingkat laring. Dengan demikian, dapat dipertimbangkan di
sini, infeksi saluran pernapasan atas termasuk pilek, faringitis, sinusitis,
dan tonsilitis, sedangkan infeksi saluran pernapasan bawah termasuk
laringitis, tracheitis, dan setiap kondisi bronkus dan paru-paru. Namun,
perbedaan ini cukup rumit karena faktanya bahwa penyakit jaringan atas
dapat menyebar ke jaringan yang lebih rendah atau jaringan yang berada
dibawahnya (Rogers, 2011).
Contoh patogen yang menyebabkan ISPA yang dimasukkan dalam
pedoman ini adalah rhinovirus, respiratory syncytial virus,
paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory syndromeassociated
coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza (WHO, 2007).
6
d. Klasifikasi ISPA
a) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagian atas
Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur
saluran nafas disebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran
napas mengenai bagian atas dan bawah secara bersamaan atau
berurutan. Tetapi beberapa diantaranya melibatkan bagian-bagian
spesifik saluran napas secara nyata.
Yang tergolong Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA) bagian atas
diantaranya adalah nasofaringitis akut (selesma), faringitis akut
(termasuk tonsillitis dan Faringolisitis) dan Rhinitis.
b) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagian bawah
Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur
saluran pernapasan bagian bawah mulai dari laring sampai dengan
alveoli.
Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) bagian bawah: Laringitis, Asma Bronchial, Bronchitis akut
maupun kronis, Broncho Pneumonia atau Pneumonia (suatu
peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bronkioli)
(Anwar, 2009).
e. Faktor Risiko ISPA
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor.
Penyebaran dan dampak penyakit berkaitan dengan :
1) kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota
keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur);
2) ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin,
akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi);
3) faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu
menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya
atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi
kesehatan umum; dan
7
4) karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor
virulensi (misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis
mikroba
(WHO, 2007).
2. ASI
a. Tinjauan Umum Tentang ASI Pada Bayi
1) Pengertian ASI
Kelenjar mammae ibu mensekresi Air Susu Ibu (ASI) yang
merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dari
garam-garam anorganik, yang berguna sebagai makanan bagi bayi
(Depkes, 2011).
Pemberian ASI secara ekslusif yaitu bayi hanya diberi ASI saja,
tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh,
air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya,
bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim.
Pemberian ASI secara ekslusif ini dianjurkan untuk jangka waktu
setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah
bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan
padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau
bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2009).
2) Komposisi ASI
Komposisi ASI akan bervariasi tergantung usia bayi, sehingga ada
yang disebut kolostrum, ASI peralihan, dan ASI matur. Komposisi
ASI juga bervariasi dari awal hingga akhir menyusui. Foremilk (ASI
awal) adalah ASI yang bening yang diproduksi pada awal penyusuan.
Foremilk banyak mengandung laktosa dan protein. Hindmilk (ASI
akhir) adalah ASI yang lebih putih pekat, diproduksi pada akhir
penyusuan. Hindmilk banyak mengandung lemak yang sangat
diperlukan sebagai sumber tenaga dan pembentukan otak (Damayanti
dkk, 2014).
8
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Didalam usus halus
laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim
lactase. Produk Enzim lactase pada usus halus bayi kadang-kadang
belum mencukupi, untungnya lactase terdapat dalam ASI. Sebagian
laktosa akan masuk ke usus besar, dimana laktosa ini akan
difermentasi oleh flora usus (bakteri baik pada usus) yaitu laktobasili.
Bakteri ini akan menciptakan keadaan asam dalam usus yang
menekan pertumbuhan kuman pathogen (kuman yang menyebabkan
penyakit) pada usus dan meningkatkan absorbsi (penyerapan) kalsium
dan fosfor (Damayanti dkk, 2014).
3) Manfaat ASI
a. Sebagai nutrisi terbaik dan sumber kekebalan tubuh. ASI
merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang
seimbang karena disesuaikan dengan kebutuhan bayi pada masa
pertumbuhannya. ASI adalah makanan yang paling sempurna, baik
kualitas maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan tata laksan
menyusui yang tepat dan benar, produksi ASI seorang ibu akan
cukup sebagai makanan tunggal bagi bayi normal sampai dengan
usia 6 bulan. Secara alamiah, bayi yang baru lahir mendapat zat
kekebalan atau daya tahan tubuh dari ibunya melalui plasenta.
Akan tetapi, kadar zat tersebut akan cepat menurun setelah
kelahirannya. Adapun kemampuan bayi membantu daya tahan
tubuhnya sendiri menjadi lambat, maka selanjutnya akan terjadi
kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan tersebut dapat diatasi
apabila bayi diberi ASI sebab ASI adalah cairan yang mengandung
zat kekebalan tubuh. (Rustam, 2010).
b. Melindungi bayi dari infeksi. ASI mengandung berbagai antibodi
terhadap penyakit yang disebabkan bakteri, virus, jamur dan
parasit yang menyerang manusia. (Rustam, 2010).
9
c. Menghindarkan bayi dari alergi. Bayi yang diberi susu sapi terlalu
dini dapat menderita lebih banyak masalah, misalnya asma dan
alergi. (Rustam, 2010).
b. Cara menyusui dan frekuensi pemberian ASI
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan.
Setelah bayi 6 bulan, pemberian ASI harus diteruskan sampai bayi berusia
24 bulan, sambil ditambah dengan makanan lain. Pemberian ASI secara
penuh pada bayi yang baru lahir mempunyai daya lincung 4 kali lebih
besar daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Hal ini
dikarenakan ASI mempunyai khasiat preventif secara immunologic
dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya. Pada bayi
yang baru lahir, ASI juga turut memberikan perlindungan terhadap diare
(Depkes, 2011).
10
B. Kerangka Teori
Komposisi ASI
Sistem Imun
ISPA
11
C. Kerangka Konsep
Variabel Terikat
D. Landasan Teori
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjer susu
oleh karena aktivitas menyusui ibu kepada bayi, melalui mekanisme hormonal
dan reflex (endokrinoneurologik) berupa refleks prolaktin (pembentukan ASI)
dan Oksitosin (pengaliran ASI) (Rustam, 2010).
ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja tanpa minuman
tambahan seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tambahan
makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim
kepada bayi sejak lahir sampai berusia enam bulan, kecuali obat dan vitamin
(Depkes, 2014).
Yang dimaksud infeksi saluran pernapasan adalah mulai dari infeksi
respiratori atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Pengertian akut adalah
infeksi yang berlangsung hingga 14 hari. Infeksi respiratori atas adalah infeksi
primer respiratori di atas laring, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut
infeksi respiratori bawah (IDAI, 2013).
Infeksi saluran pernapasan atas terdiri dari rhinitis, faringitis, tonsiliti,
rinosinusitis, dan otitis media. dan otiti media. Sedangkan infeksi respiratori
bawah terdiri atas epiglotitis, croup (laringotrakeobronkitis), bronchitis,
12
bronkiolitis, dan pneumonia. Sebagian besar ISPA biasanya terbatas pada ISPA
atas saja, tapi sekitar 5%-nya melibatkan laring dan respiratori bawah
berikutnya, sehingga berpotensi menjadi serius (IDAI, 2013).
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor.
Penyebaran dan dampak penyakit berkaitan dengan :
1) kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota
keluarga), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur);
2) ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi);
3) faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu
menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau
infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan
umum; dan
4) karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi
(misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba.
(WHO, 2007).
Pemberian ASI eksklusif memberikan protektif melalui antibodi IgA yang
dapat melindungi bayi dari penyakit ISPA salah satunya yang disebabkan oleh
kuman Haemophilus Influenza yang terdapat pada mulut dan hidung (Rustam,
2010)
E. Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
ISPA pada balita usia 6-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Biromaru.
H1 : Terdapat hhubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian
ISPA pada balita usia 6-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Biromaru.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasi kuantitatif
analitik dengan rancangan cross sectional untuk mengetahui hubungan
pemberian ASI eksklusif terhadap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
pada pasien balita di Wilayah Kerja Puskesmas Biromaru
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1) Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan pada Wilayah Kerja
Puskesmas Biromaru
2) Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei tahun 2019
1) Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Balita usia 6-59 bulan di
Puskesmas Biromaru dengan jumlah populasi sebanyak 543.
2) Sampel
Penentuan besar sampel menggunakan rumus slovin, sebagai berikut :
N
n=
1+ N ¿ ¿
2475
n=
1+¿ ¿
2475
n=
25,75
n=96,11
Dimana:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Tingkat kesalahan/ketepatan yang digunakan 0.10 (10%)
Jumlah besar sampel minimal yang akan digunakan adalah 96
14
D. Tekhnik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini, tehnik pengambilan sampel yang digunakan
adalah non random sampling dengan cara accidental sampling, yaitu orang
tua yang memiliki anak balita usia 6 – 59 bulan dan kebetulan bertemu
dengan peneliti di Puskesmas Biromaru dijadikan sebagai responden:
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (independent variable)
Adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (variabel terikat). Dalam
penelitian ini variabel bebas adalah ASI eksklusif.
2 Variabel Terikat (dependent variable)
F. Definisi Operasional
a. ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain,
termasuk air putih, selain menyusui (kecual obat-obatan dan vitamin atau
mineral tetes, ASI perah juga diperbolehkan). Keputusan menteri kesehatan
menetapkan ASI eksklusif dikategorikan di Indonesia selama 6 bulan.
Pada penelitian ini ASI eksklusif dikategorikan sebagai bayi yang
mendapat ASI dari usia 0 bulan sampai usia bayi saat ini atau sampai minimal
6 bulan, maksimal 30 menit setelah lahir, tanpa menambahkan minuman atau
makanan prelaktal maupun makanan atau minuman pendamping, yang cara
pemberiannya tidak di batasi waktu dan frekuensinya (pagi,siang dan malam
hari).
15
b. ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari
saluran napas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus,
rongga telinga tengah, pleura).
Pada penelitian ini ISPA ditegakkan dengan adanya dua atau lebih
gejala batuk, pilek , bersin lebih dari 5 kali dalam sekali bersin, kemerahan
pada tenggorokan, kesulitan bernapas/sesak napas, tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam, suara serak saat menangis, pernapasan terdengar bunyi
dengkuran, timbul bercak kemerahan pada permukaan kulit seluruh tubuh
menyerupai campak, keluarnya cairan melalui telinga.
G. Instrumen Penelitian
16
1) ASI
a) Ya =1
b) Tidak =2
2) ISPA
a) Ya =1
b) Tidak =2
3. Tabulating : Penyusunan/perhitungan data berdasarkan variabel yang
di teliti
4. Entry : Memasukkan data ke program komputer untuk keperluan
analisis
5. Cleaning : Membersihkan data dan melihat variabel yang digunakan
apakah datanya sudah benar atau belum
6. Describing : Menggambar/menerangkan data
I. Analisa Data
Analisa data akan dilakukan secara bertahap, yaitu analisis univariat dan
bivariat dengan komputererisasi, rinciannya adalah sebagai berikut :
a Analisis Univariat
Digunakan untuk memperoleh jumlah bayi yang mendapat ASI
eksklusif dan tidak mendapat ASI eksklusif pada bayi usia 6-59 bulan,
jumlah kejadian ISPA pada bayi usia 6-59 bulan, jumlah kejadian ISPA
pada bayi usia 6 -59 bulan berdasarkan jenis kelamin, dan jumlah kejadian
ISPA pada bayi usia 6-59 bulan berdasarkan usia.
b Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan pemberian ASI
eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi usia 6-59 bulan dengan
menggunakan uji korelatif spearman melalui program komputer. Untuk
melihat hasil kemaknaan perhitungan digunakan batas kemaknaan 0,005
sehingga bila nilai p ≤ 0,05, berarti hasil perhitungan statistik bermakna
(signifikan) (Ho ditolak) dan nilai > 0,05, berarti hasil perhitungan statistik
tidak bermakna (signifikan) (Ho diterima).
17
J. Etiks Penelitian
18
BAB IV
HASIL PENILITIAN
19
b. Distribusi sampel berdasarkan kejadian ISPA
Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan kejadian ISPA
ISPA N Persentase (%)
Ya 45 46,9
Tidak 51 53,1
Total 96 100
Sumber : Data Sekunder (Rekam Medik, 2019)
Berdasarkan data tabel 4.2 diatas sebanyak 45 orang (46,9%)
mengalami ISPA dan 51 orang (53,1%) tidak mengalami ISPA.
c. Distribusi sampel berdasarkan status pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan status pemberian ASI
Eksklusif
ASI Eksklusif N Persentase (%)
Ya 51 53,1
Tidak 45 46,9
Sumber : Data Sekunder (KMS,2019)
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA
Tabel 4.4 Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA
ISPA P
ASI Eksklusif Total
Ya Tidak Value
41 4 45
Tidak
91,1% 8,9% 100 %
4 47 51 0,000
Ya
7,8% 92,2% 100 %
Total 45 51 96
Sumber : Data Sekunder (Rekam Medik & KMS,2019)
Pada tabel di atas terlihat bahwa balita ISPA yang mendapatkan
ASI Eksklusif adalah sebanyak 4 orang (7,8%), sedangkan yang
mengalami ISPA dan tidak mendapat ASI Eksklusif sebanyak 41 orang
(91,1%). Pasien balita yang tidak mengalami ISPA serta mendapatkan ASI
Eksklusif sebanyak 47 orang (92,2%), sedangkan balita yang tidak
mengalami ISPA dan tidak mendapatkan ASI Eksklusif sebanyak 4 orang
(8,9%). Dari data tersebut terlihat bahwa balita yang tidak diberikan ASI
Eksklusif lebih beresiko mengalami ISPA.
20
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada balita yang terdiagnosis ISPA di Puskesmas
Biromaru. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan pemberian
ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita usia 6-59 bulan. Sampel dalam
penelitian yang diambil adalah sebesar 96 balita kemudian dilanjutkan dengan
melihat Kartu Menuju Sehat (KMS) pada setiap posyandu di wilayah kerja
Puskesmas Biromaru. Dari setiap sampel tersebut dimasukkan ke dalam program
SPSS untuk diolah lebih lanjut.
Hasil penelitian berdasarkan hasil univariat tabel 4.1 distribusi sampel
berdasarkan usia didapatkan jumlah pasien terbanyak usia 13-24 bulan yaitu 39
balita (40,6%). Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan serangan ISPA
terutama meningkat pada 5 tahun pertama kehidupan, terutama pada 2 tahun
pertama kehidupan. Hal ini disebabkan oleh belum matangnya sistem IgA pada
anak berusia ≤ 2 tahun (Scott, dkk. 2008).
Berdasarkan hasil analisis bivariat tabel 4.4 sebagian besar balita yang
mengalami ISPA tidak diberikan ASI eksklusif. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA adalah
ASI Eksklusif (Kemenkes, 2010).
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa Air Susu Ibu merupakan
makanan terbaik dan utama bagi bayi karena di dalam ASI terkandung antibodi
yang diperlukan bayi untuk melawan penyakit-penyakit yang menyerangnya.
Pada dasarnya ASI adalah imunisasi pertama karena ASI mengandung berbagai
zat kekebalan tubuh antara lain immunoglobulin. (Umboh dkk,2013).
Uji statistik yang dipilih untuk mengetahui hubungan antara ASI
Eksklusif dengan kejadian ISPA adalah uji Chi-Square. Berdasarkan hasil
perhitungan uji tersebut, diperoleh bahwa nilai p < 0,05 yaitu 0,000 yang artinya
dimana terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian ISPA. Oleh karena itu, hipotesis kerja (H1) pada penelitian ini dapat
diterima. Penelitian yang peneliti lakukan dengan hasil yang menyatakan adanya
21
hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA sama halnya
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wirdarini (2010) yang menyatakan
terdapat hubungan yang bermakna antar pemberian ASI Eksklusif terhadap
kejadian ISPA dengan p value = 0,03 < 0,05 yang berarti tingkat kejadian ISPA
4,7 kali lebih beresiko pada balita yang tidak diberikan ASI eksklusif
dibandingkan dengan balita yang diberikan ASI eksklusif. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rustam (2010) dan Nani Rusdawaty
(2012) yang menyatakan terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan angka kejadian ISPA pada balita.
ASI mengandung zat kekebalan tubuh terhadap infeksi diantaranya protein
komplemen, laktoferin, immunoglubulin, dan antibodi terhadap bakteri, virus, dan
jamur. Komplemen terdiri dari sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan
memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi.
Komplemen dapat meningkatkan fagositosis dan destruksi/lisis dari bakteri dan
parasit. (Mataram,2011).
Secara teori, telah diketahui bahwa ASI mengandung komponen -
komponen yang memiliki efek perlindungan seperti sel limfosit B dalam ASI juga
dapat masuk ke dalam kelenjar limfe mesenterika, berproliferasi dan masuk ke
dalam pembuluh darah. Dari pembuluh darah, sel limfosit B akan bermigrasi ke
mukosa tempat lain seperti mukosa traktus respiratorius. Pada tempat ini sel
limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang akan memproduksi IgA,
IgA yang dihasilkan akan berikatan dengan komponen sekretori sel epitel mukosa
menjadi sIgA . Antibodi sIgA berfungsi utama sebagai inhibitor penempelan
bakteri atau virus ke epitel (Matondang dkk,2008).
ASI memacu perkembangan yang memadai dari sistem imunologi bayi
sendiri. ASI memberikan zat kekebalan yang belum dapat dibuat oleh bayi
sendiri. Selain itu ASI juga mengandung berbagai komponen antiinflamasi
sehingga bayi jarang mengalami sakit terutama pada awal kehidupan.
(Soetjiningsih,2012).
Menurut Kemenkes (2010) berbagai faktor resiko yang meningkatkan
kejadian, beratnya penyakit, dan kematian karena ISPA yaitu status gizi (gizi
22
kurang dan gizi buruk memperbesar resiko), pemberian ASI (ASI eksklusif
mengurangi resiko), suplementasi vitamin A (mengurangi resiko), suplementasi
Zinc (mengurangi resiko), bayi dengan berat badan lahir rendah (meningkatkan
resiko), vaksinasi (mengurangi resiko), dan polusi udara dalam kamar terutama
asap rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan resiko). Namun dalam
penelitian ini peneliti hanya meneliti pengaruh pemberian ASI Eksklusif melalui
data sekunder pada rekam medis dan KMS, sehingga hasilnya kurang maksimal
karena masih banyak orang yang belum memahami betul pengertian yang
sebenarnya dari ASI Eksklusif.
23
BAB VI
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 96 sampel balita maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya yakni :
1. Kejadian ISPA pada balita usia 6-59 bulan di Puskesmas Biromaru
sebanyak 45 balita (46,9%) dan sebanyak 51 balita (53,1%) tidak
mengalami ISPA.
2. Status pemberian ASI Eksklusif pada balita usia 6-59 bulan di Puskesmas
Biromaru sebagian besar mendapatkan ASI Eksklusif yaitu sebanyak 51
balita (53,1%) dan sebanyak 45 (46,9%) tidak mendapatkan ASI Eksklusif
.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif
terhadap kejadian ISPA pada balita usia 6-59 bulan di Puskesmas
Biromaru Tahun 2019 dengan nilai p adalah 0,000
B. Saran
1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya agar melanjutkan penelitian
dengan mencari faktor resiko lain penyebab ISPA.
2. Diharapkan dapat memberikan motivasi kepada petugas kesehatan untuk
berperan dalam meningkatkan pemberian ASI secara eksklusif, dengan
tidak memberikan makanan dan cairan lainnya sebelum usia 6 bulan.
3. Diharapkan untuk Orang tua balita agar memberikan ASI eksklusif pada
balita sehingga dapat mencegah penyakit ISPA.
30
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Wakhid. 2009. Studi Korelasi Lubang Asap Dapur Rumah Dengan
Penderita Infeksi Saluran Napas Akut Di Desa Beji Kecamatan Pandaarum
kabupaten Banjarnegara Tahun 2008. Jurnal Ekologi Kesehatan
Damayanti Rusli Sjarif. 2014. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Jilid I Revisi. Ikatatan Dokter Indonesia. Jakarta.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2013. Cakupan Imunisasi Dasar Anak Usia
1-5 tahun. Sari Pediatri.Vol. 14, Pp. 283-286. Banda Aceh. Diakses 22 juli
2016. Dari http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/14-5-3.pdf
Kementerian Kesehatan RI, 2014. Situasi dan Analisis ASI Ekslusif. Pusat Data
dan Informasi. Jakarta
Mataram, I.K. 2011. ‘Aspek Imunologi Air Susu Ibu’. Jurnal Ilmu Gizi, Vol.2,
No.1. Diakses pada 25 Desember 2016. Dari <http://poltekkes-
denpasar.ac.id>
Matondang, C.S. 2008. Respon Imun. In : Akib A.A.P., Munasir Z., Kurniati N.
Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Badan Penerbit IDAI : Jakarta
31
Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2012, Diakses 22 Mei 2019. Dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20320028.pdf
Nira, N.K., Pramono, D., Naning, R, 2013, Risk Factors of Pneumonia Among
Under Five Children in Purbalingga District, Central Java Province.
Tropical Medicine Journal. Vol. 3, No. 2, pp. 131. Diakses pada 20 Agustus
2016. Dari http://jurnal.ugm.ac.id/tropmed/article/download/5864/4750
Rogers Kara. 2011. The Respiratory System. Britannica Publishing. New York
32
Umboh, E., Wilar, R., Mantik, M.F. 2013. ‘Pengetahuan Ibu Mengenai Manfaat
ASI terhadap Bayi’. Jurnal e-Biomedik, Vol.1,No.1. Diakses pada 21
Desember 2016, Dari <http://ejournal.unsrat.ac.id>
Widarini, N.P, et al. 2010. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
ISPA pada Bayi. Vol.1 No. 1 Hal.28-41. Diakses 27 Agustus 2016. Dari
<http://poltekkes-denpasar.ac.id/files/JIG/V1N1/widarini.pdf>
Lampiran 1
Nomor Responden :
Tanggal Pengambilan Data :
33
2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang
dianggap benar dengan memberikan tanda (√).
3. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner mohon dilakukan
dengan memberikan jawaban yang sejujurnya.
4. Mohon diteliti ulang, agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan untuk
dijawab.
5. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai dengan apa yang diketahui tanpa ada unsur
paksaan maupun rekayasa, demi tercapainya hasil yang diharapkan.
6. Data yang dikumpulkan semata-mata untuk keperluan ilmiah yang kami jamin
kerahasiaannya.
A. Data Ibu
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Agama :
Pendidikan terakhir:
Alamat :
Nomor HP :
B. Data Bayi
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
C. KuesionerPenelitian
34
a. Pemberian ASI Eksklusif
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
Apakah ibu memberikan ASI pada bayi sampai berusia 6
1. bulan?
3.
b. Mengapa diberikan makanan/susu formula?
b. Kejadian ISPA
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah bayi ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?
Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada bayi ibu
2
disertai demam?
Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung
3
lebih dari 14 hari?
Apakah bayi ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek
4
lebih dari 2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?
35
Lampiran 2
Frequencies Table
Usia Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
96 100.0 100.0
Kejadian ISPA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
36
Pemberian ASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Crosstabs
Hubungan ASI Eksklusif dengan ISPA
37
Case Processing Summary
Cases
P
e
r
c
e
n
N Percent N Percent N t
Count
Pemberian ASI
Total 45 51 96
38
Chi-Square Tests
Ex
act
Sig
.
(1-
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- sid
Value df sided) sided) ed)
N of Valid Casesb 96
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,09.
39
Lampiran 3
40