Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. RW
TTL : Tangerang,
Umur : 3 tahun, 5 bulan , 7 hati
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : Belum Sekolah
Agama : Islam
Alamat : Desa Tamiang, Kec.Gunung Kaler, Kab. Tanggerang
Tgl Masuk RS : 28 Mei 2022
No. RM : 00250492
Pembayaran : JKN-NON PBI
Diagnosa masuk : Asma Bronchial

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis didapatkan dari auto dan alloanamnesis. Alloanamnesis dilakukan
terhadap ibu pasien pada tanggal 28 Mei 2022 pukul 04.00
.
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS)

Keluhan Tambahan
Batuk berdahak

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang anak perempuan dibawa orangtuanya ke RS dengan keluhan sesak
napas sejak 1 minggu SMRSdan memberat 2 hari belakangan. Sesak disertai
dengan suara mengi dan diperberat dengan aktifitas fisik seperti habis berlari. Ibu
OS mengakui bahwa sesak dialami sering pada malam dan pagi hari. Keluhan
sesak ini baru dialami anak dan sesak tidak disertai dengan bibir dan tangan
berwarna biru.
Selain itu ibu mengeluhkan anaknya batuk, berdahak berwarna putih kental,
tidak bercampur darah, dan sulit untuk dikeluarkan, sehingga saat tidur anak tidak
terlihat nyenyak. Batuk ini muncul tiba-tiba, setelah aktivitas/berlari, batuk
dirasakan lebih sering pada malam hari, hingga menyebabkan nyeri seperti
kram.ibu pasien mengaku setiap udara dingin terutama pada pagi hari sering
bersin dan pilek dan gejala ini terjadi sekitar 1 tahun terakhir. Keluhana demam,
mual dan muntah disangkal oleh ibu pasien, BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


- TB paru (-)
- Asma(-)
- Dermatitis atopik (-)
- Rhinitis (+)
- Konjungtivitis (-)

Riwayat Pengobatan
- Belum pernah dirawat inap di RS Sebelumnya
- Belum pernah pengobatan jangka panjang

Riwayat Penyakit Keluarga


- Ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa pada nenek pasien

Riwayat Kehamilan
Pemeliharaan prenatal
- Periksa di : Praktek bidan
- Penyakit kehammilan :-
- Obat-obatan yang diminum : Vitamin

Riwayat kelahiran
- Lahir di : Rumah Sakit Bersalin
- Di tolong oleh : Bidan
- Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
- Jenis Partus : Spontan
- Pemeliharaan post natal : Bidan

Riwayat Alergi
- Alergi obat (-), alergi cuaca (+), alergi seafood (-), alergi coklat, kacang, susu sapi
(-), alergi debu (-), alergi bulu (-)
Riwayat Psikososial
- Ayah perokok (+)

Pertumbuhan dan perkembangan anak


- Berat badan lahir : 2800 gram
- Panjang badan lahir : 46 cm
- Miring : Ibu lupa
- Tengkurap : Ibu Lupa
- Duduk : Ibu lupa
- Merangkak : Ibu lupa
- Berdiri : 1 tahum
- Berjalan : 1 tahun
- Berbicara dua suku kata : 1,5 tahun

Riwayat Makan Minum Anak


- ASI : 0 hari
- Susu formula : 1,5 tahun
- Bubur saring : 6 bulan
- Makanan padat dan lauknya : Ibu lupa

Riwayat Imunisasi
- BCG : 1 Bulan (lengkap)
- Polio : 1,2,3,4 Bulan (lengkap)
- Campak : 9 Bulan (lengkap)
- DPT : 2,3,4 bulan (lengkap)
- Hepatitis B : 2,3,4 Bulan (lengkap)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
- Kesadaran : Composmentis, GCS E4V5M6
- Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tanda Vital
- Nadi : 104x/m
- Frekuensi Napas : 56x/menit
- Suhu : 36,5
Status Generalis
KEPALA
- Bentuk : Normocephal
- Rambut ; Hitam dan tidakrontok
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), skelra ikterik (-/-)
- Hidung : Konka hiperemis (-/-), keluar sekret (-/-), nafas
cuping hidung (+/+)
- Telinga : Keluar sekret (-/-)
- Mulut : Pharynk hiperemis (-), bibiranemis (-/-), bibir
sianosis (-/-)
Leher
- Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)
- Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
THORAX
Pulmo
- Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi sela iga (+)
- Palpasi : Vocal fremitus kiri dan kanansama
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru,
- Auskultasi : Bunyi napas, wheezing (+/+), ronkhi (+/+)
Jantung
-Inspeksi : Ictus cordis terlihat
-Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midsternal sinistra
intercostal 5midclavicularis sinistra
-Perkusi : Jantung dalam batas normal
-Aukultasi : Bunyi jantung 1&2 murni, tunggal, reguler,
murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
-Inspeksi : Dinding perut simetris, distensi (-), massa (-),
bekas operasi (-),
-Auskultasi : Bising usus (+)
-Palpasi : Epigastrium : Nyeri tekan (-)
-Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
Extremitas :
-Superior : Akral hangat, RCT<2 detik, edema (-), sianosis
(-),
-Inferior : Akral hangat, RCT<2 detik, edema (-), sianosis
(-),

Pemeriksaan Hasil Rujukan


Hemoglobin 11,4 13,0-16,0
Leukosit 16,89 5,00-10,00
Eritrosit 5,35 4,5-5,5
Trombosit 326 150-450
Hematokrit 37 37-43
HITUNG JENIS
Eosinofil 1 1-4
Batang 1 0-6
Segmen 68 29-65
Limfosir 25% 29-65
Monosit 5% 2-11
GDS 88 70-180

Foto Thorax PA
- Trakea di tengah
- Tak tampang pelebaran mediastinum
- Cor: CTR -> tidak dinilai, bentuk dan letak dalam batas normal
- Pulmo : Corakan bronkovaskular tampak kasar, diafragma dan sinus
kostofrenikus kanan-kiri
- kesan : Cor tak membesar, gambaran hiperinflamasi

1.3 DAFTAR MASALAH


- Sesak nafas
- Terdengar suara mengi
- Memiliki riwayat asma dan alergi
- Wheezing (+/+), Rhonki (+/+)
- Dikeluarga ada yang memiliki riwayat asma ibu dan nenek
1.4 DIAGNOSIS
1. Asma Bronkial
2. Bronkitis
1.5 PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
- Edukasi kepada pasien dan orang tua pasien tentang penyakit yang diderita
Medikamentosa :
- O2 NK 3 lpm
- IVFD kaen1b 45 ml/jam
- Inhalasi Ventolin 1 resp + NaCl 2 cc, observasi 20 menit
- Dexametason 3x1.5 mg iv

Tanggal Periksa Terapi


28 Mei 2022 S : Sesak (+) - O2 NK 3 lpm
O : KU sakit sedang - IVFD kaen1b 45 ml/jam
GCS : E4M6V5 - Inhalasi Ventolin 1 resp +
HR : 120x/m NaCl 2 cc, observasi 20
RR : 26x/m menit
Suhu : 36,8 - Dexametason 3x1.5 mg
SpO2 : 98% iv
Mata: CA -/-, SI -/-
Hidung: Cuping hidung (-)
Thoraks: retraksi (+)
Cor: S1-2 reg, M (-), G (-)
Pulmo: Ves +/+, rh +/+,
wh +/+
Abd: BU (+), supel, NT (-)
Eks: Akral hangat, CRT <
2"
Tanggal Periksa Terapi
29 Mei 2022 S : Sesak Berkurang -O2 nk 3 lpm
O : KU sakit sedang -IVFD kaen1b 45 ml/jam
GCS : E4M6V5 -Dexametason 3x1.5 mg iv
HR : 120x/m -Ampisilin Sulbaktam
RR : 26x/m 4x400 mg iv
Suhu : 36,8 -Inhalasi combivent 1 resp
SpO2 : 98% + nacl 0.9 tiap 4 jam
Mata: CA -/-, SI -/-
Hidung: Cuping hidung (-)
Thoraks: retraksi (+)
Cor: S1-2 reg, M (-), G (-)
Pulmo: Ves +/+, rh +/+,
wh +/+
Abd: BU (+), supel, NT (-)
Eks: Akral hangat, CRT <
2"
Tanggal Periksa Terapi
30 Mei 2022 S : Sesak Hilang -Pulang
O : KU sakit sedang - Cefixime Syrup 100mg
GCS : E4M6V5 2x1cth
HR : 120x/m
RR : 26x/m
Suhu : 36,8
SpO2 : 98%
Mata: CA -/-, SI -/-
Hidung: Cuping hidung (-)
Thoraks: retraksi (-)
Cor: S1-2 reg, M (-), G (-)
Pulmo: Ves +/+, rh +/+,
wh -/-
Abd: BU (+), supel, NT (-)
Eks: Akral hangat, CRT <
2"

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan(Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia, 2004).Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan)
kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa
mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau
dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan(Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
1023/menkes/sk/xi/2008).
Asma adalah inflamasikronis saluran nafas yg berhubungan
dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan menyebabkan
episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya
pada malam atau dini hari yg berhubungan dengan penyempitan jalan napas
yang luas yg sebagian bersifat reversible (Global Initiative for Asthma
(GINA), 2005).
Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama
beberapa menit hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami
kesembuhan klinik yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien
mengalami obstruksi jalan napas dengan derajat tertentu setiap harinya. Fase
ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai episode yang berat atau yang
lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama berhari-
hariatau berminggu-minggu. Keadaan semacam ini dikenal sebagai status
asmatikus.Pada beberapa keadaan yang jarang ditemui, serangan asma yang akut
dapat berakhir dengan kematian. .

ETIOLOGI
Dari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa.
Klasifikasi asma dibuat berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau
rangsangan yang berkaitan dengan episode akut. Berdasarkan stimuli yang
menyebabkan asma, dua kategori timbal balik dapat dipisahkan :
1.Asma ekstrinsik imunologikDitemukan kurang dari 10% dari semua kasus.
Biasanya terlihat pada anak-anak, umumnya tidak berat dan lebih mudah
ditangani daripada bentuk intrinsik. Kebanyakan penderita adalah atopik dan
mempunyai riwayat keluarga yang jelas dari semua bentuk alergi dan
mungkin asma bronkial. Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi.
2.Asma intrinsik imunologikDitandai dengan adanya reaksi non alergi yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti
aspirin dan obat-obat sejenisnya, latihan jasmani, emosi, cuaca/ udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.
Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.Dapat terjadi pada segala usia
dan ada kecenderungan untuk lebih sering kambuh dan berat. Lebih sering
berkembang ke status asmatikus.
Banyak penderita mempunyai kedua bentuk asma diatas. Penting
untuk ditekankan bahwa perbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan
saja dan jawaban terhadap subklasifikasi yang diberikan biasanya dapat
dibangkitkan oleh lebih dari satu jenis rangsangan. Dengan mengingat hal
ini, dapat diperoleh dua kelompok besar, yaitu alergi dan idiosinkrasi.
Asma alergik seringkali disertai dengan riwayat pribadi dan atau
keluarga mengenai penyakit alergi, seperti rinitis, urtikaria dan ekzema. Reaksi
kulit wheal and flare yang positif terhadap penyuntikan intradermal ekstrak
antigen yang terbawa udara,peningkatan kadar IgE dalam serum dan respons
positif terhadap tes provokasi yang meliputi inhalasi antigen spesifik.
Idiosinkrasi disebut sebagai bagian dari populasi pasien asma yang akan
memperlihatkan riwayat alergi pribadi atau keluarga negative, uji kulit negatif,
dan kadar IgE serum normal. Oleh sebab itu tidak dapat diklasifikasikan
berdasarkan mekanisme imunologik yang sudah jelas. Banyak pasien kelompok
ini akan menderita kompleks gejala yang khusus berdasarkan gangguan saluran
napas bagian atas. Gejala awal mungkin hanya berupa gejala flu biasa,
tetapi setelah beberapa hari pasien mulai mengalami mengi paroksismal dan
dispnea yang dapat berlangsung selama berhari-hari samapai berbulan-bulan.

FAKTOR RISIKO
Secara umumfaktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok
faktor genetik dan faktor lingkungan.
1.Faktor genetik
- Hipereaktivitas
-Atopi/alergi bronkus
-Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
-Jenis kelamin
-Ras/etnik

2.Faktor lingkungan
-Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)
-Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
-Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan
laut, susu sapi, telur)
-Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker dll)
-Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)
-Ekpresi emosi berlebih
-Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
-Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
-Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukanaktifitas tertentu
-Perubahan cuaca

Risiko berkembangnyaasma merupakan interaksi antara faktor pejamu


dan faktorlingkungan. Interaksi faktor genetik atau pejamu dengan lingkungan
dipikirkan melalui kemungkinan :
- Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan
genetik asma
- Baik faktor lingkungan maupun faktor pejamu atau genetik masing-
masing meningkatkan risiko asma
Disini faktor pejamu termasuk predisposisi yang mempengaruhi
untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik(atopik),
hiperreaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Fenotip yang berkaitan
dengan asma dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif
(hiperreaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya.
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau
predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya
eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk
dalam faktor lingkungan yaitu allergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok,
polusiudara, infeksi pernapasan (virus), diet, status ekonomi dan besarnya
keluarga. Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan
sebagai penyebab utama asma dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada
awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap
aktif dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan
dan diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh
penyakit ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai
pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-
kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian menjadi
sama pada usia 30 tahun.Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan
kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. SKRT 1986
menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992,
asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di
Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di Indonesia
sekitar 13 per 1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis kronik 11 per
1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000 penduduk.
Woolcockdan Konthenpada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi
asma pada anak dengan hiperreaktivitas bronkus 2,4% dan hiperreaktivitas
bronkus serta gangguan faal paru adalah 0,7%. Studi pada anak usia SLTP
di Semarang dengan menggunakan kuisioner International Study of Asthma
and Allergies in Childhood(ISAAC), didapatkan hasil dari 402 kuisioner
yang kembali dengan rata-rata umur 13,8 ± 0,8 tahun didapatkan prevalensi
asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma), 6,2% dari 64% diantaranya
mempunyai gejala klasik. Bagian anak FKUI-RSCM melakukan studi
prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta pusat pada 1995–1996 dengan
mengunakan kuisioner modifikasi dari ATS, ISAAC dan Robertson, serta
melakukan uji provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1.296 siswa dengan
usia 11 tahun 5 bulan –18 tahun4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat
asma dan 5,8% dengan recent asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan
studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2.234
anak usia 13–14 tahun melalui kuisioner ISAAC, pemeriksaan spirometri
dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang dipilih secara acak.
Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma) 8,9% dan
prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%.
Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo Surabaya melakukan
penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan
kuisioner modifikasi ATS, yaitu proyek pneumobile Indonesia dan
Respiratory Sympton questioner of Institute of Respiratory Medicine, New
South Walesdan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat
peak flow meterdan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13 –70
tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7 % dengan
rincian laki-laki 9,2 % dan perempuan 6,6 %. Di Indonesiaprevalensi asma
pada anak sekitar 10 % pada usia sekolah dasar, dan sekitar 6,5 % pada usia
sekolah menengah pertama.

KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit
dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit
penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang,
semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan
yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah
gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma
pada penderita dalam pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan
itu sendiri.

PATOFISIOLOGI
Tanda patofisiologik asma adalah penurunan diameter jalan napas
yang disebabkan oleh kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema
dinding bronkus dan sekret kental yang lengket. Hasil akhir adalah
peningkatan resistensi jalan napas, penurunan ekspirasi paksa (forced
expiratory volume) dan kecepatan aliran udara, hiperinflasi paru dan toraks,
peningkatan kerja bernapas, perubahan fungsi otot-otot pernapasan,
perubahan rekoil elastik (elastic recoil), penyebaran abnormal aliran darah
ventilasi dan pulmonal dengan rasio yang tidak sesuai dan perubahan gas
darah arteri. Pada dasarnya asma diperkirakan sebagai penyakit saluran napas,
sesungguhnya semua aspek fungsi paru mengalami kerusakan selama serangan
akut. Pada pasien yang sangat simtomatik seringkali ditemukan hipertrofi
ventrikel kanan dan hipertensi paru pada elektrokardiografi. Seorang pasien
yang dirawat, kapasitas vital paksa (forced vital capasity)cenderung kurang
dari atau sama dengan 50% dari nilai normal.Volume ekspirasi 1 detik rata-
rata 30% atau kurang dari yang diperkirakan, sementara rata-rata aliran mid
ekspiratori maksimum dan minimum berkurang sampai 20% atau kurang
dari yang diharapkan. Untuk mengimbangi perubahan mekanik, udara yang
terperangkap (air trapping) ditemukan dalam jumlah besar.

GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinis asma klasik adal ah serangan episodik batuk,
mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti
rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin.
Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan
selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih
kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya
hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant
ashtma. Bila hal yangterkahir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan
spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan
metakolin.
Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen
dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga
memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok,
asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya
memburuk pada awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada
pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin
akan membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti
sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji
provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin
diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

DIAGNOSIS
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis
di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang
tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang
bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu berobat ke dokter.
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan
diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru
terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.
-Riwayat penyakit atau gejala :
1.Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2.Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.
3.Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.
4.Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.
5.Responsif terhadap pemberian bronkodilator.
-Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit
1.Riwayat keluarga (atopi)
2.Riwayat alergi/atopi.
3.Penyakit lain yang memberatkan.
4.Perkembangan penyakit dan pengobatan.
Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada
malam hari atau bila ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun
demikian cukup banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi
pada malam hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan
sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat
dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya sifat-
sifat asma.
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil
diobati dengan obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah
mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma.
Pemeriksaan fisik
-Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang
tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan.
-Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat
retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada
asma kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar,
diameter anteroposterior toraks bertambah.
-Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah
posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
-Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara
napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat
lemah. Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila
sekresi bronkus banyak.
-Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat
disertai gejala sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan obat bantu napas.
-Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya
dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan
penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan
pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu
diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan, karena akibat
pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.

Uji faal paru


Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya.
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai :
1.Derajat obstruksi bronkus
2.Menilai hasil provokasi bronkus
3.Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR,
FEV1, PVC, FEV1/FVC. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya
pada tiap kunjungan. “peak flow meter” adalah yang paling sederhana,
sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih lengkap. Volume
kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC
berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa
biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit.
Inflasi yang berlebihan biasanya terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan
meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi residu.
Di luar serangan faal paru tersebut umumnya akan normal kecuali pada asma
yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masih diragukan.
Tujuannya untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi
bronkus dapat dilakukan dengan :
1.Histamin
2.Metakolin
3.Beban lari
4.Udara dingin
5.Uap air
6.Alergen
Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3.
Hiperreaktivitas positif bila PEFR, FEV1 turun >15% dari nilai sebelum uji
provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila
PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15% yang
berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.
-Foto rontgen toraks
Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering
ditemukan. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik.
Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol.

- Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin


Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat
menunjang diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-
Leyden dan spiral Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis
polimormonuklear.
- Uji kulit alergi dan imunologi
1.Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit
atau pengukuran IgE spesifik serum.
2.Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi,
umumnya dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah
alergen yang banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara
yang tepat untuk diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu
maupun negative palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang
relevan dan hubungannya dengan gejala klinik harus selalu dilakukan. Untuk
menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji
provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji kulit alergi
dapat ditekan dengan pemberian antihistamin
3.Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan
penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit
tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit
pada lengan tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak
mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/atopi.

DIAGNOSIS BANDING
-Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik.
-Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis
bronkus.
-Tuberkulosis paru ditandai dengan batuk berdahak selama kurang lebih 2
minggu disertai dengan keringat malam, demam dan penurunan BB.
-Bronkitiskronik. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang
mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun.
Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus
disingkarkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan
pada pasien berumur > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan
batuk pagi hari, lama-kelamaan disertai mengi dan menurunnya
kemampuan kegiatan jasmani.pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan
tanda-tanda kor pulmonal.Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi
dan tidak herediter.
-Asma kardial. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan biasanya
didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempetahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukanaktivitas sehari-hari. Tujuan
penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah
gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang
menimbulkan hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat
episodik. Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai
pendekatan yang dapat dilaksanakan, mempunyai manfaat, aman dan terjangkau.
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan
dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).

Tujuan :
-Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
-Mencegah eksaserbasi akut;
-Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin; -
Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
-Menghindari efek samping obat;
-Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel; -
Mencegah kematian karena asma.
-Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak
sesuaipotensi genetiknya.

Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara


dokter dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta
apabila adanya komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan
keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci keberhasilan
pengobatan. Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam
penatalaksanaan asma, yaitu:
-KIE dan hubungan dokter-pasien
-Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko;
-Penilaian, pengobatan dan monitor asma;
-Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan
-Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1)
Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka
panjang.
1.Penatalaksanaan asma akut (saat serangan) Serangan akut adalah episodik
perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma
sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumahdan apabila tidak ada perbaikan
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan
disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan
berdasarkan riwayat serangan ermasuk gejala, pemeriksaan fisik dan
sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan
yang tepat dan cepat.Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :
-Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
-Kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat
yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat
diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan
teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat
serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat
diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari. Pada serangan sedang diberikan β2
agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan
ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau 14drip). Pada anak belum
diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat
diberikan oksigen dan pemberian cairan IV Pada serangan berat pasien dirawat
dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis kerja cepat ipratropium bromida
inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis
kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada
serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian
obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan
nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).

Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega
diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid
inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan
kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah
terkontrol. Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :
-Inhalasi kortikosteroid
-β2 agonis kerja panjang
-antileukotrien
-teofilin lepas lambat
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan napas, terdiri dari pengontrol dan pelega.
a.Pengontrol (controller)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk
mengontrol asma, diberikas setiap hari untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol
sering disebut pencegah. Yang termasuk obat pengotrol :
-Kortikostero idinhalasi
-Kortikosteroid sistemik
-Sodium kromoglikat
-Nedokromil sodium
-Metilsantin
-Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
-Agonis beta-2 kerja lama, oral
-Leukotrien modifier
-Antihistamin generasi ke dua (antagonis-H1)
b.Pelega (reliever)
Prinsipnya adalah untuk mendilatasi jalan napas melalui
relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi
yang berkaitan dengan gejala akut, seperti mengi, rasa berat di dada dan
batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas. Termasuk pelega adalah :
-Agonis beta-2 kerja singkat
-Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega
bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum
tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
-Antikolinergik
-Aminofilin
-Adrenalin
Medikasiasma dapat diberikan melalui berbagai cara, yaitu
inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular dan intravena).
Kelebihan pemberian medikasi langsung ke jalan napas adalah :
1.Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas
2.Efek sistemik minimal atau dihindarkan
3.Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak
terabsorbsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja
bronkodilator adalah cepat bila diberikansecara inhalasi daripada oral

Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama,
maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu
toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat
diafragma letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan
bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan
tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat
sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila
atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada
infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus danbeberapa
hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus.
Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan,
gagak jantung, bahkan kematian.
Prognosis dan perjalanan klinis
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling
akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi
berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung
meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa
prognosis baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya
ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita
asma 7–10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai
rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderitapenyakit yang berat relatif
berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80%asma anak bila diikuti
sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.

Daftar pustaka

1.Danusaputro H. Ilmu Penyakit Paru, 2000 ; 197 –209.


2.Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.
3.Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol I: Jakarta. Penerbit
EGC. 1996:775.
4.Ramailah S. Asma Mengetahui Penyebab, Gejala dan CaraPenanggulangannya,
Bhuana Ilmu Populer, Gramedia. Jakarta. 2006.
5.PDPI. ASMA pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. 2003.
6.Rahajoe N, Supriyanto B, Setyanto DB,. Buku Ajar Respirologi Anak. IDAI:
Jakarta. 2012

Anda mungkin juga menyukai