Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIK KLINIK KMB

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA KANKER NASOFARING

DI BANGSAL SOKA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAYU ASIH

DISUSUN OLEH:
PERI MATARAM

NIM. 020319634

PRODI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS


ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN

2023

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Nasofaring

DI Bangsal Soka Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih.

Disusun Oleh:

Peri Mataram

NIM. 020319634

Disahkan pada tanggal:

_________________________________

Preseptor/CI, Pembimbing Akademik

(_________________________) (Ns. Lalu Rodi Sanjaya, S.Kep.,M.Kep)

NIP................................... NIK. 523031


Definisi
Carsinoma Nasofaring adalah Tumor Ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan prediksi
difosa Rosenmuller dan atap nasofaring. Letaknya kadang tersembunyi dan berhubungan dengan
banyak daerah vital sehingga diagnosa dini sulit untuk ditegakkan (Peraturan Penatalaksanaan
Kanker Nasofaring dari Kementrian Kesehatan RI).

Etiologi
Daktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya KNF (Arlini, Muklis. 2020) yaitu:

1) Virus Epstein-Barr Di daerah-daerah yang endemik, EBV kerapkali berkaitan dengan kejadian

karsinoma. Virus ini merupakan family dari Herpes virus dan merupakan penyebab dari beberapa

penyakit keganasan seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, Hodgkin disease, Karsinoma

Nasofaring (KNF) serta karsinoma mammae dan karsinoma gaster.5 Transmisi utama virus ini

melalui air liur (saliva), kemudian EBV memasuki sel-sel epitel orofaring dan melakukan replikasi

yang sifatnya menetap (persisten), tersembunyi (laten), dan sepanjang masa (long life).

2) Genetik merupakan salah satu faktor resiko dari KNF. Bila seseorang memiliki riwayat anggota

keluarga yang terkena KNF, maka akan meningkatkan risiko terkena KNF lebih besar pada

keturunan anggota keluarga setelahnya. Faktor yang berperan terhadap hal ini yaitu HLA (Human

Leukocyt Antigen). Pada literatur lainnya disebutkan bahwa kelainan genetik metabolisme enzim

seperti kelainan enzim sitokrom P450 2E1 (CYP2E1), sitokrom P450 2A6 (CYP2A6) dan tidak

adanya enzim glutathione S-transferase M1 (GSTM1) serta GSTT1 berkontribusi untuk terjadinya

KNF. Adanya reseptor immunoglobulin PIGR (Polymeric Immunoglobulin Receptor ) pada sel

epitel nasofaring dapat meningkatkan kejadian karsinoma nasofaring. PIGR merupakan reseptor

permukaan pada sel epitel nasofaring yang berfungsi menghantarkan Epstein Barr Virus kedalam

epitel nasofaring sehingga dapat meningkatkan kejadian karsinoma nasofaring. 3.) 3) Lingkungan

Faktor lingkungan seperti kebiasaan merokok, asap pada kayu bakar, infeksi saluran pernafasan
atas yang berulang, serta konsum

3) Lingkungan Faktor lingkungan seperti kebiasaan merokok, asap pada kayu bakar, infeksi saluran

pernafasan atas yang berulang, serta konsumsi makanan yang diawetkan seperti ikan asin, ikan/

daging asap, serta makanan berkaleng berhubungan dengan kejadian karsinoma nasofaring

(KNF).7,14 Pada penelitian yang dilakukan oleh Amstrong dkk didapatkan hasil bahwa konsumsi

ikan asin dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya\

Karsinoma Nasofaring sebesar 2 kali dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi ikan asin

(OR: 2.52; CI: 95%; p value 0,001).15 Konsumsi ikan asin dilaporkan berkaitan dengan substansi

zat karsinogenik yang terdapat di dalamnya yaitu Nitrosamin. Nitrosamin merupakan suatu

molekul yang terdiri atas nitrogen dan oksigen. Nitrosamin dapat ditemukan dalam dua bentuk,

yaitu endogen yang berasal dari sintesis di dalam lambung dari prekursor yang berasal dari

makanan yang dicerna, sedangkan nitrosamin eksogen berasal dari makanan, rokok, emisi industry

dan bahan kosmetik yang mengandung nitrosamin itu sendiri. Proses keganasan dapat terjadi akibat

metabolisme nitrosamin yang diaktivasi oleh mekanisme oksidasi sehingga terjadi mutasi DNA.

Faktor risiko KNF lainnya adalah rokok yang di dalamnya terkandung lebih dari 4000 bahan

karsinogenik, termasuk nitrosamin.8

Klasifikasi TNM
Menurut AJCC edisi 7 2010, Panduan Penatalaksanaan Kanker Nasofaring, pembagian TNM adalah

sebagai berikut:

T1 = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring.

T2 = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.

T3 = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.


T4 = Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai syaraf otak.

Nl = Metastatis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama, mobil, soliter dan berukuran
kurang/sama dengan 3 cm.

N2 = Metastatis pada satu kelenjar pada sisi yang sama dengan ukuran lebih dari 3 cm tetapi kurang
dari 6 cm, atau multiple dengan ukuran besar kurang dari 6 cm, atau bilateral/kontralateral dengan
ukuran terbesar kurang dari 6 cm.

N3 = Metastatis ke kelenjar getah bening ukuran lebih besar dari 6 cm.

MO = Tidak ada metastatis jauh.

Ml = Didapatkan metastasis jauh.

Manifestasi klinis

Penyebab Kanker Nasofaring

Penyebab pasti kanker nasofaring (karsinoma nasofaring) masih belum diketahui. Namun, kondisi ini
diduga terkait dengan infeksi virus Epstein-Barr (EBV). EBV umumnya terdapat di dalam air liur.
Penularannya dapat terjadi melalui kontak langsung dengan orang lain atau melalui benda yang
terkontaminasi.

Kanker nasofaring diduga muncul karena adanya infeksi EBV di dalam sel nasofaring penderitanya.
Akibatnya, sel yang telah terinfeksi virus ini mengalami pertumbuhan sel yang tidak normal.EBV
merupakan penyebab beberapa penyakit, seperti mononukleosis. Namun, pada kebanyakan kasus, EBV
tidak menyebabkan infeksi yang berkepanjangan. Hingga saat ini, kaitan EBV dengan kanker nasofaring
masih terus diteliti.Selain EBV, ada beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang
terkena kanker nasofaring, yaitu:

Berjenis kelamin laki-laki


Berusia 30–50 tahun

Sering mengonsumsi makanan yang diawetkan dengan garam

Memiliki keluarga dengan riwayat kanker nasofaring

Memiliki riwayat gangguan telinga, hidung, dan tenggorokan (THT), seperti rhinitis, otitis media, dan
polip hidung

Merokok dan mengonsumsi alkohol

Sering terpapar bubuk kayu atau bahan kimia formaldehida

Tinjauan anatomi fisiologi

Anatomi dan Fisiologi Nasofaring Nasofaring adalah bagian atas tenggorokan (faring) yang

terletak di belakangan hidung. Nasofaring berbentuk seperti sebuah kotak berongga. Terletak di

bagian lunak atap mulut (soft palate) dan terletak di belakang hidung.

Gambar Anatomi rongga hidung


(Mayo, 2018)

Nasofaring berfungsi untuk melewatkan udara dari hidung menuju ke tenggorokan yang akhirnya ke paru
paru.Bagian atas nasofaring dibentuk oleh korpus sfenoid dan prosesus basilaros oksipital. Sebelah
anterior oleh koana dan pallatum mole, dan sebelah posterior dibentuk oleh vertebra vertikalis, sebelah
inferior nasofaring dilanjutkan oleh orofaring. Orificium tuba eustachius terletak pada dinding lateral dari
nasofaring, dibelakang ujung konka inferior. Pada bagian atas dan belakang dari orifisium tuba eustachius
terdapat penonjolan yang dibentuk oleh kartilago eustachius. Dibawah dari ujung posterior penonjolan
tersebut terdapat suatu lipatan yang kuat yaitu membran salpingofaringeal. Lipatan membran mukosa
yang tidak terlalu menonjol yaitu membran salpingopalatina, meluas ke bagian bawah di depan orifisium
eustachius. Kantung disudut faring diantara tepi posterior kartilago eustachius dan dinding posterior
dikenal sebagai fosa rosenmuller. Jaringan adenoid juga sering kali ditemukan disekitar orifisium tuba.
Atap serta dinding posterior nasofaring merupakan tempat kedudukan jaringan limfoid. Nasofaring
sendiri diliputi oleh epitel torak bersilia berlapis semu (ACS, 2013)

Patofisiologi

Patofisiologi karsinoma nasofaring diduga berhubungan erat dengan infeksi Epstein-Barr Virus (EBV).
Meskipun demikian, mekanisme pasti terjadinya masih belum diketahui secara pasti.

Infeksi EBV primer biasanya terjadi pada masa anak-anak awal yang bersifat asimptomatik dan dapat
menyebabkan virus persisten dalam jangka waktu lama. EBV memiliki ikatan kuat dengan limfosit
manusia dan pada epitelium saluran pernapasan atas. EBV pada awalnya akan menginfeksi limfosit B
yang tidak aktif dan menyebabkan infeksi laten. EBV kemudian berproliferasi dan bertumbuh pada sel B
tersebut. Secara in vitro, EBV akan tinggal di limfosit B dan melakukan transformasi sehingga
membentuk sel limfoblastoid, suatu proses terjadinya transformasi ke arah kanker.

Pathway
Komplikasi Kanker Nasofaring

Komplikasi yang mungkin terjadi akibat kanker nasofaring dapat berbeda-beda pada setiap pasien. Jika

ukurannya makin besar, kanker nasofaring dapat menekan organ lain di dekatnya, seperti saraf,

tenggorokan, hingga otak.

Apabila kanker atau kelenjar getah bening yang terkena kanker menekan saraf, pasien dapat merasakan

nyeri menjalar yang sangat mengganggu. Kanker nasofaring juga bisa memicu penggumpalan darah di

otak, yang dapat menyebabkan stroke-like syndrome (SLS).

Kanker nasofaring umumnya menyebar ke kelenjar getah bening di sekitar leher. Namun tidak menutup

kemungkinan, kanker nasofaring menyebar ke organ yang lebih jauh, seperti tulang, paru-paru, dan hati.

Radioterapi yang digunakan sebagai metode pengobatan kanker nasofaring juga dapat menimbulkan

beberapa komplikasi, di antaranya:

Hipotiroidisme
Mulut kering

Jaringan parut pada leher

Kelainan gigi, seperti osteonecrosis

Hipoplasia pada jaringan otot dan tulang

Hipoparatiroidisme

Gangguan pertumbuhan

Kehilangan kemampuan pendengaran

Pemeriksaan penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium

Penegakkan diagnosis kanker nasofaring adalah biopsi nasofaring dengan bantuan nasoendoskopi sebagai

gold standar bukan operasi pada benjolan leher. Pemeriksaan penunjang seperti rontgen thoraks, USG

abdomen dan Bone Survey juga diperlukan untuk menentukan stadium kanker nasofaring.

B. Pemeriksaan radiologi

Jenis kanker ini diduga muncul karena kontaminasi virus bernama EBV dalam sel nasofaring. Alhasil, sel

yang sudah terkontaminasi menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal. Virus ini sendiri

sebenarnya jarang menyebabkan infeksi berkepanjangan, dan umumnya hanya menyebabkan penyakit,

seperti mononukleosis. Kaitan antara infeksi virus ini dengan kanker nasofaring masih diteliti.

Selain infeksi virus, ada beberapa kondisi yang disebut bisa meningkatkan risiko penyakit ini. Karsinoma

nasofaring disebut lebih rentan terjadi pada orang yang sudah berusia lanjut (lansia) di atas 50 tahun,

memiliki riwayat penyakit kanker nasofaring dalam keluarga, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol,

serta sering mengonsumsi makanan berpengawet. Ada beberapa gejala yang sering muncul sebagai tanda

penyakit ini, tetapi gejala yang khas adalah munculnya benjolan pada tenggorokan.
C. Pemeriksaan CT Scan

MRI atau CT Scan daerah kepala dan leher sampai dengan klavikula diperlukan untuk menilai ekstensi

tumor, basis erosi tulang, dan limfadenopati servikal.

CT Scan thoraks mungkin diperlukan apabila terdapat kecurigaan metastasis. Bone scan dapat dilakukan

untuk melihat adanya metastasis ke daerah tulang.

Asuhan keperawatan

istiadat dan perilaku masyarakat yang menghambat terciptanya

pola hidup sehat dimasyarakat.

2. Faktor langsung

Pola konsumsi

Pola konsumsi yang tidak teratur dan tercukupi gizi pada pasien

kanker nasofaring dapat menyebabkan defisiensi zat besi dan zat-zat

gizi lainnya.

Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan terhadap masalah kebutuhan nutrisi dapat

meliputi pengkajian khusus masalah nutrisi dan pengkajian fisik

sekankerra umum yang berhubungan dengan kebutuhan nutrisi :

a. Identitas

Melakukan pengkajian yang meliputi nama pasien, jenis kelamin,

umur, status perkawinan, pekerjaan, alamat, pendidikan terakhir,

tanggal masuk, nomer register, diagnosa medis, dan lain-lain


b. Riwayat Kesehatan

Riwayat makanan meliputi informasi atau keterangan tentang pola

makanan, tipe makanan yang dihindari ataupun diabaikan, makanan

yang lebih disukai, yang dapat digunakan untuk membantu

merenkankernakan jenis makanan untuk sekarang dan renkankerna

makanan untuk masa selanjutnya

c. Keluhan Utama

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat dilakukan

pengkajian

d. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien bercerita tentang riwayat penyakit, perjalanan dari rumah ke

rumah sakit

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Data yang diperoleh dari pasien, apakah pasien mempunyai penyakit di masa lalu maupun sekarang

f. Riwayat penyakit Keluarga

Data yang diperoleh dari pasien maupun keluarga pasien, apakah keluarga ada yang memiliki Riwayat

penyakit menurun maupun menular

Analisis Data

g. Tingkat Aktifitas Sehari-hari

1) Pola istrirahat/tidur

- Waktu tidur: Waktu tidur yang dialami pasien pada saat

sebelum sakit dan dilakukan di rumah, waktu tidur yang


diperlukan oleh pasien untuk dapat tidur selama di rumah

sakit.

- Waktu bangun: Waktu yang diperlukan untuk menkankerpai

dari suatu proses NREM ke posisi yang rileks, waktu bangun

dapat dikaji pada saat pasien sebelum sakit dan pada saat

pasien sudah di rumah sakit. Masalah tidur: Apa saja

Pengkajian keperawatan

masalah-masalah tidur yang dialami oleh pasien pada saat

sebelum sakit dan pada saat sudah masuk di rumah sakit.

- Hal-hal yang mempermudah tidur: Hal-hal yang dapat

membuat pasien mudah untuk dapat tidur sekankerra

nyenyak.

- Hal-hal yang mempermudah pasien terbangun: Hal-hal yang

menyangkut masalah tidur yang menyebabkan pasien

sekankerra mudah terbangun (Nursalam. 2011)

2) Pola eliminasi

- Buang Air Kecil: Berapa kali dalam sehari, adakah kelainan,

berapa banyak, dibantu atau sekankerra mandiri

- Buang Air Besar: Kerutinan dalam eliminasi alvi setiap

harinya, bagaimanakah bentuk dari BAB pasien (encer, keras,

atau lunak) Kesulitan BAK / BAB: Kesulitan-kesulitan yang

biasanya terjadi pada pasien yang kebutuhan nutrisinya


kurang, diet nutrisi yang tidak adekuat

- Upaya mengatasi BAK / BAB: Usaha pasien untuk mengatasi

masalah yang terjadi pada pola eliminasi

3) Pola makan dan minum

- Jumlah dan jenis makanan: Seberapa besar pasien

mengkonsumsi makanan dan apa saja makanan yang di

konsumsi

- Waktu pemberian makanan: Rentang waktu yang diperlukapasien untuk dapat mengkonsumsi makanan

yang di berikan

- Jumlah dan jenis kankeriran: Berapakah jumlah dan apa

sajakah kankeriran yang bisa dikonsumsi oleh pasien yang

setiap harinya di rumah maupun dirumah sakit

- Waktu pemberian kankeriran: Waktu yang di butuhkan pasien

untuk mendapatkan asupan kankeriran

- Masalah makan dan minum: Masalah-masalah yang dialami

pasien saat akan ataupun setelah mengkonsumsi makanan

maupun minuman

4) Kebersihan diri/personal hygiene

- Pemeliharaan badan: Kebiasaan pasien dalam pemeliharaan

badan setiap harinya mulai dari mandi, keramas,

membersihkan kuku dan lain-lain

- Pemeliharaan gigi dan mulut: Rutinitas membersihkan gigi,


berapa kali pasien menggosok gigi dalam sehari

- Pola kegiatan lain: Kegiatan yang biasa dilakukan oleh pasien

dalam pemeliharaan badan

5) Data Psikososial

- Pola komunikasi: Pola komunikasi pasien dengan keluarga

atau orang lain, orang yang paling dekat dengan pasien

- Dampak di rawat di Rumah Sakit: Dampak yang ditimbulkan

dari perawatan di Rumah Sakit

Diagnose Keperawatan

Deficit nutrisi (D.0019) sehubungan dengan ketidak mampuan menelan

Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme.

1. Gejala dan Tanda Mayor

1) Subjektif (Tidak tersedia)

2) Objektif

Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

2. Gejala dan Tanda Minor

1) Subjektif

a) Cepat kenyang setelah makan

b) Kram/nyeri abdomen

c) Nafsu makan menurun

2) Objektif
a) Bising usus hiperaktif

b) Otot mengunyah lemah

c) Otot menelan lemah

d) Membrane mukosa pukankert

e) Sariawan

f) Serum albumin turun

g) Rambut rontok berlebihan

h) Diare

3) Kriteria hasil (L.03030)

Setelah dilakukan kunjungan sebanyak tiga kali selama 45-60

menit diharapkan keluarga mampu merawat klien agar status

nutrisi dapat membaik

Luaran Utama :

- Status Nutrisi membaik

- Porsi makanan dari yang tidak habis menjadi habis

- Kekuatan otot mengunyah meningkat

- Nafsu makan meningkat

4) Intervensi

Menejemen nutrisi (I.03119)

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi

2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan


3. Identifikasi makanan yang disukai

4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric

6. Monitor asupan makanan

7. Monitor berat badan

8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida

makanan)

3. Sajikan makanan sekankerra menarik dan suhu yang

sesuai

4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

6. Berikan suplemen makanan, jika perlu

7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik

jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

Rencana keperawatan

1. Ajarkan posisi duduk, jika mampu

2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis:

Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu


DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, B S., Afiati., Hasan A A., & Hernowo B S. 2015. Imunoekspresi Bcl-2 sebagai Prediktor
Respons Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring yang Tidak Berdiferensiasi. Journal of Medicine
and Health Vol 1 (1): Hal 1-11

Hasibuan, S. 2011. Komplikasi Oral Pada Klien yang Menjalani Radioterapi Kanker Nasofaring Di RSUP H.
Adam Malik Medan. USU Institutional Repository

Cloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman, Cheryl M. Wagner. 2013. Nursing
Interventions Classification. Edisi Keenam, CV. Mecomedia.

FKUI. 2016 Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Dan Leher. Edisi Ketuju.

Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi Dan Klasifikasi 2015-2016. Edisi Kesepuluh.
Jakarta : EGC

Imam Subekti, Ngesti W. Utami, Sugianto Hadi. 2017. Sistem Dokumen Proses Keperawatan. Penerbit
Universitas Muhammadiyah Malang.

R.I., Kemenkes 2016 Paduan Penatalaksanaan Kanker Nasofaring. Komite Penanggulangan Kanker
Nasional

Sue Moorhead, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2013 Nursing Outcomes
Classification. Edisi Kelima, CV. Mecomedia.

Suzanne C. Smeltzer Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi Kedelapan,
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai