Anda di halaman 1dari 16

Nama : Ilham Saepul Akbar

Nim : 020319651

A. Rangkuman
Adaptasi Sel
Adaptasi Selular
Sel mampu mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya sebagai respon
terhadap berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut dengan adaptasi selular.
Terdapat 4 tipe adaptasi selular, yaitu:
a) Hipertrofi
Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pada organ.
Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel.
Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur
dalam sel.
Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel
permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat patologis contohnya adalah
jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil dan kerja jantung jadi lebih berat.
b) Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype lainnya. Metaplasia biasanya terjadi
sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan.
Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yang lebih mampu bertahan terhadap iritasi dan peradangan kronik
akan menggantikan jaringan semula.
Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari sel epitel
kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap merokok jangka
panjang.Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus kanker serviks. Pada perubahan sel kolumnar
endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologis pada setiap wanita yang disebut
sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen,
proses metaplasia ini dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat patologis. Displasia
merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi ganas.
Jadi, intinya metaplasia bisa terjadi dalam bentuk fisiologis namun hanya sesaat saja karena pasti
akan ada factor yang menyebabkan metaplasia ini berubah sifat menjadi patologis.
contoh kasus peradangan kronis pada jaringan
Salah satu contoh peradangan kronis misalnya pada penyakit gastritis. Gastritis adalah suatu
peradanganpada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster. Salah satu etiologi terjadinya
gastritis adalah Helycobacter pylory ( pada gastritis kronis ).
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan
gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronispada gaster yaitu:
destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan
mengganti sel mukosa gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat. Karena sel squamosa lebih
kuat maka elastisitasnya juga berkurang. pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan
peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya
akan menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan
lambung, sehingga akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan
pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan.
Gastritis akut
gastritis akut yang bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang bersifat iritasi
lokal, gejala biasanya ringan seperti : rasa tidak enak di daerah epigastrik, kram di perut / tegang juga
dapat menimbulkan terjadinya perdarahan, di samping itu pada gastritis dapat terjadi peningkatan yang
dapat dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini
ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa gaster.
c) Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau
mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim dalam organ
tubuh (Syhrin, 2008).
Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Sebelum
membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar
pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi
patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat
mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan, dan jika alat tubuh
tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu, malah akan dianggap
sebagai patologik ( Saleh, 1973). Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process)
dimana glandula mammae mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus,
kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi
ini bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat
menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf,
berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut terjadi karena
peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi
yang terjadi di luar proses normal/alami.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi
local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi
local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
1. Atrofi senilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk dalam
atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi patologis karena proses
aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses aging merupakan atropi fisiologis.
Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy
terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada
orang yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang memang
tidak mendapat makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang
menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada
penderita stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan yang cukup, namun
makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena makanan akan di semprotkan keluar
kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi,
inanisi, dan badan menjadi kurus kering.
2. Atrofi Lokal
Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu.
3. Atropi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot mengakibatkan
otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi kelumpuhan otot akibat
hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.
Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya impuls
trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus berbaring lamaocclusion)
pada saluran keluar pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik. Namun, pulau-pulau
Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan ke dalam darah tidak mengalami atrofi.
mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-tulang menjadi berlubang-lubang karena kehilangan
kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan baik. Sel-sel kelenjar akan rusak apabila
saluran keluarnya tersumbat untuk waktu yang lama. Ini misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi
sumbatan (
4. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang lama dan
yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi akibat desakan
gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atroi desakan patologik misalnya
terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal biasanya terjadi akibat
sifilis. Karena desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat desakan
terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang biasanya terjadi akibat
obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat terjadi pada suatu alat tubuh kerena
menerima desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin membesar ( Saleh, 1973).
5. Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu. Atrofi
akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang atau terhenti sama
sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif
sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.
Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut.
1. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/seseorang
2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf
3. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin
4. Kekurangan nutrisi
5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka akan mengakibatkan pengecilan organ
tersebut).
Mekanisme atropi secara singkat adalah sebagai berikut.
Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan perubahan ke arah
atropi) memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses kemunduran ukuran sel menjadi lebih
kecil. Namun, sel tersebut masih memungkinkan untuk tetap bertahan hidup. Walupun sel yang atropi
mengalami kemunduran fungsi, sel tersebut tidak mati.
Atropi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang mengalami atropi
hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula dengan komponen yang lain seperti
miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi ada peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat
memakan/merusak sel itu sendiri.
d) Hiperplasia
Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat tubuh/organ tubuh karena pembentukan
atau tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi, terdapat dua jenis hyperplasia,
yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering kita temukan pada kasus hyperplasia
fisiologis yaitu bertambah besarnya payudara wanita ketika memasuki masa pubertas. Sedangkan
hyperplasia patologis sering kita temukan pada serviks uterus yang dapat mengakibatkan kanker serviks.
Sel-sel pada serviks tersebut mengalami penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh
sekresi hormonal yang berlebihan atau faktor pemicu pertumbuhan yang besar.
`Artrofi
(e) Definisi : Mengecilnya ukuran sel atau berkurangnya sel parenkim dalam organ tubuh
(Syhrin, 2008). Etiologi : Disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut.
Atrofi fisiologis : beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama
masa perkembangan atau pertumbuhan ( Saleh, 1973).
Artrofi patologis : jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah
mencapai usia tertentu ( Saleh, 1973).
Contoh : Salah satu contoh penyebab atrofi adalah kurangnya nutrisi dalam tubuh.
Mekanisme : kekurangan nutrisi yang sebagian besar (nutrisi tersebut) berasal dari protein saat
proses sintesis protein pada ribosom. Saat terjadi kekurangan nutrisi maka akan mengakibatkan
terganggunya proses sintesis protein yang terjadi di ribosom dalam sel tubuh. Terganggunya proses
sintesis protein mengakibatkan ribosom tidak berfungsi pula, saat dirobosom tidak berfungsi maka lama-
kelamaan ribosom akan semakin sedikit dan jumlah volume sel semakin sedikit atau bahkan hilang.
Ketika seseorang mengalami kekurangan nutrisi dalam tubuhnya maka berisiko mengalami
komplikasi dari penyakit seperti campak, pneumonia, dan diare lebih tinggi. Lalu dapat terjadi depresi,
berisiko hipotermia, imunitas menurun sehingga meningkatkan risiko terjadi infeksi, penyembuhan
penyakit dan luka lebih lama serta masalah terhadap kesuburan. Untuk mengetahui seseorang kekurangan
gizi dapat diperiksa dengan menghitung indeks massa tubuh, yaitu dengan menghitung berat badan
(dalam kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). Nilai normal pada wanita adalah 19-
24, dan pria adalah 20-25. Di bawah nilai tersebut dikatakan kekurangan gizi dan diatas nilai tersebut
dikatakan kelebihan gizi.
f) Atrofi pada Testis
Testis mengalami atrofi karena berbagai hal. Kebanyakan, atrofi testis diawali dengan orkitis
yaitu peradangan pada testis yang disebabkan oleh infeksi. Biasanya, infeksi tersebut ditandai dengan
gejala pembengkakan testis. Pada orkitis dapat terjadi kerusakan pembuluh darah pada korda spermatic
(saluran yang berisi pembuluh darah, persarafan, kelenjar getah bening, dan saluran sperma) yang dapat
menyebabkan atrofi testis. Akibatnya, testis tersebut mengalami kegagalan fungsi untuk memproduksi
sperma. Sehingga akan terjadi gangguan dalam menghasilkan keturunan.
- Atrofi pada Otak, Penderita Alzheimer
Alzheimer termasuk salah satu kepikunan berbahaya yang dapat menurunkan daya pikir dan
kecerdasan seseorang. Fenomena alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran fungsi intelektual dan
emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari (Quartilosia,
2010). Secara anatomi, serebrum mengalami atrofi, yaitu girus serebrum menjadi lebih kecil/menciut
sedangkan sulkusnya melebar.
Penderita Alzheimer biasanya akan sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang.
Orang-orang di sekitar penderita, biasanya akan mengalami kekhawatiran terhadap penderita alzheimer.
Ini merupakan akibat atrofi otak yang sangat mematikan, karena sel-sel saraf pada otaknya mati.
Atrofi pada Otot Bisep
Telihat dengan jelas bahwa lengan atasnya mengalami pengecilan. Pada umumnya, kondisi ini
disebabkan oleh inaktivitas/disuse otot lengan tersebut. Lengan tersebut jarang digunakan untuk
mengankat beban, atau jarang digunakan untuk bekerja sehingga mengalami penyusutan. Atrofi ini
disebut atrofi inaktivitas patologik.
Seseorang yang mengalami atrofi otot akan mengalami penurunan kekuatan bahkan yang lebih
fatal yaitu dapat mengakibatkan kelumpuhan. Namun, ada cara-cara mengatasinya diantaranya yaitu,
dilakukannya program olah raga rutin dengan pengontrolan terapis, perawat, atau dokter; latihan dalam
air untuk mengurangi beban kerja otot; dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang (obat-penyakit.com,
2010).
Penyebab terjadinya atrofi
Sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahasannya lebih spesifik.
Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat
mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan. Contohnya yaitu
proses penuaan yaitu penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput,
tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi.
Penyebabnya macam-macam, misal berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat
menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh, berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan
darah, dan akibat sklerosis arteri.
Kalau atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Lalu seperti yang disebutkan Saudari Hutami, ada beberapa jenis atrofi yang nantinya bisa kita
identifikasi menurut jenisnya.
Hiperplasia dan Hipertrofi
Perbedaan
Hiperplasi : jumlah sel bertambah sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya payudara pada wanita saat memasuki masa pubertas,
Patologis Hipertensi.
Hipertrofi : bertambahnya isi/volume suatu jaringan sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya uterus Ibu hamil, Patologis : Membesarnya kelenjar prostat.
h. Pada kondisi apakah yang menyebabkan kelainan diatas?
kondisi diatas merupakan hipertropi patologis jantung. pada gambar tersebut terjadi peningkatan
ukuran sel atau pebengkakan jantung yang ditandai dengan ventrikel kiri , hal ini disebabkan beban kerja
jantung meningkat.
Kardiomiopati hipertrofik bisa terjadi sebagai suatu kelainan bawaan. Penyakit ini dapat terjadi
pada orang dewasa dengan akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan di dalam darah) atau penderita
hemokromositoma (suatu tumor yang menghasilkan adrenalin).
i. Pahami bahwa hipertrofi yang terjadi pada otot skelet binaragawan dan hipertrofi yang terjadi
pada sel organ vital seperti jantung memberi dampak yang sangat berbeda bagi klien. Menurut anda
apakah dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita?
Dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita yaitu jantung menebal dan lebih kaku dari
normal dan lebih tahan terisi oleh darah dari paru-paru. Sebagai akibatnya terjadi tekanan balik ke dalam
vena-vena paru, yang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di dalam paru-paru, sehingga penderita
mengalami sesak nafas yang sifatnya menahun. Penebalan dinding ventrikel juga bisa menyebabkan
terhalangnya aliran darah, sehingga mencegah pengisian jantung yang sempurna.
Sel Sehat:
- Jumlah & komposisi cairan sekitar yg sesuai
- Seluruh sistem tubuh berkontribusi dlm mempertahankan homeostasis.
- Terancam oleh perubahan atau rangsangan yang menyebabkan gangguan homeostatis
Sumber Stress ada tiga yaitu :
-Cedera mekanik : yaitu cedera oleh suatu kekuatan atau
penekanan yang menyebabkab fraktur,abrasi, kontusio dan
laserasi
-Cedera oleh agen fisik : yaitu cedera oleh suatu lingkungan
abnormal seperti fluktuasi panas-dingin, tekanan yang berlebih,
sengatan listrik dan radiasi.
-Cedera oleh agen kimia : alkohol, obat-obatan dan racun.
-Defisit neurologi : yang ditimbulkan oleh insufisiensi suplai
zat zat esensial seperti oksigen, nutsien.
-Infeksi yaitu invasi mikroorganisme patogen yang
kehidupannya bergantung pada host, berkembang biak didalam
host dan menimbulkan tanda dan gejala.
Respon Sel Terhadap Stress ada
Respon non-adaptive,
Respon Adaptive
1. Respon Non-Adaptive
Stress Sel tak mampu mengatasi respon sel non-fungsional degenerasi. Pola dan
Karakteristik Respon non fungsional
a. Akumulasi cairan didalam sel (Edema Sel)
b. Akumulasi lemak netral didalam sel
Karakteristik jaringan nekrosis :
a. Secara mikroskopis :
1) Perubahan Struktur Sel tergantung dari factor penyebab
Nekrosis koagulativa
Nekrosis liquefactiva
Nekrosis kaseosa
2) Perubahan intisel
Pada awal nekrosis intisel menjadi padat dan berkabut.
b. Analisis kimiawi
Saat nekrosis membran sel dan organel sel menjadi
Permiabel, enzim intrasel ke ekstrasel , enzim intrasel didalam plasma.

2. Respon Adaptive
a. Perubahan karakteristik struktur sel
b. Respons inflamasi dan resolusi
c. Respon immun.
A.) Perubahan Karakteristik Struktur Sel
1) Atrophy
2) Hypertrophy
3) Hyperplasia
4) Metaplasia
5) Displasia

B.) Respon Inflamasi dan Resolusi


1.) Respon Inflamasi
-Respon Seluler yang tidak melibatkan antibodi, tetapi melibatkan komponen seluler
seperti aktivasi makrofag, sel NK, sel T sitotoksik yang mengikat antigen tertentu, dan
sekresi berbagai sitokin sebagai respon terhadap antigen. Sistem imun terbagi menjadi
dua cabang: imunitas humoral, yang merupakan fungsi protektif imunisasi dapat
ditemukan pada humor dan imunitas diperantarai sel, yang fungsi protektifnya berkaitan
dengan sel. (cellular respons)
-Respon local
respon vascular
area cedera konstriksi sementara diikuti dengan vasodilatasi arteriole dan venule pada
pembuluh darah yang memperdarahi area cedera terjadi kongesti (hiperemi)
kemerahan (rubor). dan panas (calor). · permiabilitas membran kapiler cairan dan
molekul protein shift ke interstitial pembentukan eksudat area cedera edema (tumor).
Eksudat campuran serum, sel, atau sel yang rusak yang keluar dari pembuluh darah ke
dalam jaringan, biasanya akibat radang yang dibentuk dari:
Eksudat serous · Eksudat yang terutama terbentuk dari cairan dan protein plasma,
berwarna jernih dan encer, sama dengan cairan yang keluar dari luka lepuh yang pecah. ·
Terjadi pada peningkatan permiabilitas kapiler yang ringan dan sering terjadi
akumulasinya pada rongga pleura atau peritonealpada saat selular stress
Eksudat fibrinous; · Komposisi eksudat sama dengan eksudat serous tetapi mempunyai
konsentrasi protein fibrinogen dan fibrin strand yang tinggi. · Sering dijumpai pada
permukaan organ radang yang lembab seperti jantung, paru Organ ditutupi oleh struktur
yang kental restriksi.
Eksudat supuratif/purulent ·
* berisi neutrofil dengan konsentrasi yang tinggi seringkali menyertai infeksi bakteri.
* Saat neutrofil terakumulasi dan mati , akan mengeluarkan enzim yang mencerna
jaringan yang berdekatan.
* Kombinasi dari cairan, neutrofil hidup dan yang sudah mati, jaringan yang sudah
mencair, dan juga sering ditambah dengan bakteri pus. Eksudat hemorrhagic
Mengandung banyak sel darah merah, biasanya menyertai kerusakan vaskuler yang hebat
dan menggambarkan kebocoran pembuluh darah.
-Respon sistemik
respon tubuh ketika peradangan muncul. Singkatnya, SIRS hanya sebatas tanda dan
gejala yang muncul setelah tubuh terserang suatu penyakit.
A.) Inflamasi Kronis
· Inflamasi yang terus menerus dan berakhir dalam beberapa
minggu/bulan/tahun
· Berkembang dari inflamasi akut yang progresif atau recurrent,
atau oleh karena respon yang terus menerus tetapi gagal untuk
menimbulkan respon akut
· Karakteristik : infiltrasi sel mononuclear (limfosit, makrofag, sel
plasma), dan proliferasi fibroblast  resiko pembentukan
jaringan parut dan deformitas.
silica, asbes, dan beberapa material jahitan
pembedahan, beberapa virus, bakteri, jamur, dan sebagian
besar parasit yang mempunyai tingkat virulensi rendah - sedang,
misalnya basil tuberkulosa, treponema syphilli· agent yang tidak mampu menembus
jaringan atau menyebar secara cepat. ( talk, s, danactinomyces)
B.) Pola inflamasi kronis
1. Inflamasi kronis non-spesifik terjadi akumulasi makrofag
dan limfosit yang difus pada area cedera.. - Makrofag ini berasal dari recruitment monosit yang
berlanjut sebagai respon terhadap chemotaxis - proliferasi makrofag lokal setelah keluar dari
sirkulasi ,
immobilisasi dan hidup lebih panjang, proliferasi fibroblast,
pembentukan jaringan parut
2. Inflamasi granulomatous dibentuk lesi granulomatous
terdiri dari makrofag yang dikelilingi oleh limfosit yang
menyerupai sel epithel. disebut epithelioid cell
C.) Resolusi Inflamasi
· Tujuan inflamasi : memperbaiki agar sel kembali
equilibrium.
· Proses perbaikan jaringan tidak selamanya dapat
mengembalikan sel
atau jaringan ke keadaan semula
· Terdapat 2 cara : Regenerasi dan Pembentukan jaringan parut.

1. Inflamasi Non-Adaptif
Dijumpai pada :
-Target respon inflamasi yang tidak tepat
Keberhasilan inflamasi tergantung :
· fagositosis, pencernaan secara enzimatik
secara tak normal menyerang jaringan sehat sehingga
inflamasi menjadi sesuatu yang patologis. Contoh :Gout, silicosis, demam rheumatik,
gromerullunephritis akut post streptococcal, dan beberapa
jenis arthritis.
· Perubahan vaskuler
cairan intravasculer berpindah ke interstitial yang
dalam keadaan ekstrim syok anafilaktik (anaphylactic shock)
2. Inflamasi yang menyebabkan disfungsi
Respon inflamasi gangguan terhadap fungsi organ yang bersangkutan. Contoh : akumulasi
eksudat inflamasi yang mengganggu aktifitas fungsional mis. pada alveoli, cavum pleura,
cavum pericardial
3. Respon Kekebalan (imun) . Respon non spesifik
4. Mekanisme pertahanan tersebut adalah :
a. Kulit yang utuh (intact) :
b. Mukus :
c. Gerakan mekanik :
d. Bakterisidal dari sekresi cairan tubuh
e. Bakteri flora normal : .
· pada vagina :: asam laktat dari bakteri komensal
· pada usus : bakteri komensal colicin (golongan bakterisidal)
f. Mekanisme fagositosis

Supresi Respon Inflamasi


A.) Supresi Alami : fungsi fisiologis yang akan menghambat beberapa aspek dari reaksi
inflamasi. T terjadi akibat :
- suplai darah (arterioskerosis, obstruksi pembuluh darah oleh emboli atau thrombus.)
- Migrasi sel fagosit yang tidak adekuat : (diabetes mellitus,
malnutrisi, dan alkoholism akut.), jumlah sel fagosit
kemampuan sel fagosit (hipersekresi hormon steroid yang akan
menghambat pengeluaran enzim dari lisosom)
B.) Supresi yang terinduksi fungsi fisiologis respon inflamasi akiba obat-obat
(aspirin dan streroid)

Kekebalan spesifik
Limfosit adalah salah satu dari beberapa jenis leukosit yang berukuran kecil dan memiliki
fungsi terkait reaksi imunitas. Jumlah limfosit adalah 20-25% dari keseluruhan leukosit (sel
darah putih). Sel-sel limfosit dibentuk di sumsum tulang.
Sel-sel limfosit berperan dalam kekebalan tubuh dengan cara tertentu. Selain itu, limfosit juga
bekerja sama dengan sel-sel fagosit di dalam melawan mikroorganisme atau zat asing
(antigen) yang masuk ke dalam tubuh.
Ciri-ciri limfosit
Ada lima bagian dari leukosit, yaitu basofil, eosinofil, neutrofil, monosit, dan limfosit.
Kelimanya memiliki ciri-ciri tertentu yang menjadi pembeda. Limfosit memiliki beberapa ciri
yang dapat membedakannya dari bagian leukosit yang lain.

Berikut ini adalah beberapa ciri limfosit:


Ukuran kecil
Bentuk oval atau bulat
Memiliki pergerakan terbatas
Berinti satu sel dengan warna ungu
Sitoplasma sedikit dan berwarna biru muda
Tidak memiliki granula

Jenis-jenis limfosit
Limfosit terdiri dari dua jenis. Kedua jenis limfosit adalah
limfosit T (sel T)
limfosit B (sel B).
Sebagian besar limfosit adalah limfosit T, yakni dengan persentase lebih dari 70%. Limfosit
T dibentuk di sumsum tulang tetapi mengalami proses pematangan di kelenjar timus yang ada
di bagian sekitar dada.
Sel T atau limfosit T yang sudah matang akan keluar ke aliran darah dan ke beberapa lokasi
pertahanan sistemik seperti kelenjar getah bening. Hanya limfosit matang saja yang bisa
melawan infeksi antigen.
Berbeda dengan limfosit T, limfosit B dibentuk dan matang di dalam sumsum tulang.
Limfosit B juga beredar ke dalam aliran darah. Persentase limfosit B dari keseluruhan
limfosit adalah 10%.
Fungsi limfosit
Setiap bagian sel darah putih (leukosit) memiliki fungsi tertentu. Limfosit pun juga memiliki
fungsi tertentu. Secara umum, fungsi limfosit adalah mempertahankan tubuh dari serangan
antigen berupa kuman, bakteri, virus, ataupun zat kimia.
Ini beberapa fungsi limfosit:
Melindungi tubuh agar tidak sakit
Menjaga imunitas tubuh
Mengenali adanya antigen yang masuk ke tubuh
Mencari sel-sel tubuh yang terinfeksi antigen
Menghancurkan antigen dengan bahan kimia beracun
Menghasilkan antibodi
Membentuk sel memori sebagai reaksi imun sekunder
Melawan infeksi, peradangan, dan kanker
Limfosit berperan dalam kekebalan tubuh dengan cara apa?

Apakah Anda penasaran bagaimana cara limfosit bekerja sehingga bisa mempertahankan
tubuh dari serangan bakteri, virus, atau antigen lainnya? Tidak seperti fagosit yang
bekerja dengan cara memakan, limfosit berperan dalam kekebalan tubuh dengan cara
lain.
Saat antigen masuk ke dalam tubuh, maka sel T (limfosit T) akan mengenali adanya
molekul asing di dalam tubuh. Setelah itu, bagian limfosit T yaitu killer T Cell akan
mencari sel-sel tubuh yang terinfeksi antigen.
Sel-sel tubuh yang berhasil dideteksi terinfeksi antigen akan dihancurkan. Killer T
cell akan melekat pada sel tubuh tersebut dan mengeluarkan bahan kimia beracun
yaitu sitokin. Sitokin yang dihasilkan oleh killer T cell akan menghancurkan antigen
pada sel tubuh tersebut dan sel tubuh yang telah terinfeksi antigen tersebut.
Selanjutnya, helper T Cell juga akan memproduksi bahan kimia. Bahan kimia
tersebut merangsang reaksi imun pada limfosit B (sel B). Sel B pun akan menyebar
dan membentuk sel plasma dan sel memori.
Sel plasma dari limfosit B akan menghasilkan antibodi. Antibodi tersebut akan
bekerja melawan mikroorganisme atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh.
Antibodi tersebut akan berperang melawan antigen dalam beberapa hari hingga
beberapa minggu.
Tubuh akan terus memproduksi antibodi untuk mengalahkan antigen penyebab
penyakit melalui sel plasma. Akan tetapi, sel plasma hanya bisa bertahan hingga satu
minggu. Apabila antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma tidak mampu mengalahkan
antigen tersebut maka tubuh akan jatuh sakit sehingga memerlukan tindakan
pengobatan.
Jika antibodi berhasil mengalahkan antigen, maka kesehatan tubuh akan segera pulih.
Sel memori yang terbentuk melalui limfosit B akan bertahan di dalam tubuh lebih
lama. Fungsi dari sel memori tersebut adalah sebagai reaksi imun sekunder yang bisa
kembali melawan jenis antigen yang sama.
Sebagai contoh kasus, jika Anda terkena penyakit infeksi A, maka tubuh Anda akan
memproduksi sel memori untuk antigen A. Suatu hari bila antigen A yang sama
masuk ke dalam tubuh maka sel memori akan memproduksi sel plasma dan sel
plasma akan menghasilkan antibodi yang dapat melawan antigen A tersebut.
Sel memori lah yang membuat tubuh lebih cepat memberikan respon imunitas. Inilah
alasan mengapa seseorang yang telah terkena penyakit dengan sebab yang sama
cenderung lebih tahan dan tidak tertular. Ini karena sel memori yang telah ada di
dalam tubuh.
Nilai normal limfosit
Tubuh sehat memerlukan limfosit yang tetap dalam kadar normal. Nilai normal
limfosit adalah 20-40% dari seluruh jumlah leukosit. Jika kadar limfosit kurang dari
20% dari total leukosit maka tubuh akan mengalami limfositopenia atau limfosit
rendah.
Ada juga kasus di mana tubuh memiliki kadar limfosit lebih dari 40% dari semua
jumlah leukosit. Kondisi tersebut disebut limfositosis atau limfosit tinggi. Keduanya
sama-sama tidak baik dan bisa merugikan kesehatan.
Perubahan kadar limfosit dipengaruhi oleh beberapa seperti penyakit, infeksi,
tindakan medis, dan aktivitas fisik. Hal-hal tersebut bisa memengaruhi kadar limfosit
meningkat atau menurun.

Daftar Pustaka
https://jagokata.com/arti-kata/eksudat.html
https://www.kompasiana.com/
evaprasetyamaulinafikui2011/550e976a813311c32cbc6495/
adaptasi-jejas-dan-kematian-sel
https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/perbedaan-sirs-
dan-sepsis-adalah/
https://doktersehat.com/limfosit/.

Anda mungkin juga menyukai