Anda di halaman 1dari 18

JOURNAL READING

EPISTAKSIS
Pembimbing :
dr. Bambang Suprayogi, Sp.THT-KL

Disusun oleh :
Mika Windani
1261050057

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT THT


PERIODE 2018 – 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
PENDAHULUAN

Karsinoma Nasofaring adalah karsinoma


sel skuamosa nonlimfomatosa yang
terjadi pada lapisan epitel nasofaring

Predileksi tersering terdapat pada atap


faring (Fossa Rosenmuller) &
Posteromedial Eustachio di nasofaring

Genetik & Faktor lingkungan


memainkan peran terhadap penyakit
ini

Tabuchi K, Nakayama M, Nishimura B, et al. Early Detection of Nasopharyngeal Carcinoma:A


Review Article. Hindiawi Publishing Corporation International Journal of Otolaryngology, Japan
2011
Predileksi tersering muara tuba eustachius
(Fossa Rosenmuller) & Posteromedial
Eustachio di nasofaring
Epidemiologi

 Endemik pada daerah Cina Selatan, Asia Tenggara,


Jepang, Timur Tengah
 Insiden tertinggi terjadi pada orang-orang Cina yang
bermigrasi ke Asia Tenggara/Amerika Utara
 Kanker ketiga yang paling banyak terjadi pada laki-laki
dengan kejadian 50 kasus per 100.000 penduduk di
provinsi Guangdong Cina Selatan

Tabuchi K, Nakayama M, Nishimura B, et al. Early Detection of Nasopharyngeal Carcinoma:A


Review Article. Hindiawi Publishing Corporation International Journal of Otolaryngology, Japan
2011
ETIOLOGI

 Hampir semua kasus mengaitkan terjadinya kanker ini


dengan ditemukannya keberadaan Epstein-Barr Virus
(EBV)
 Peningkatan titer EBV (khususnya IgA) teridentifikasi pada
hampir semua kasus Karsinoma Nasofaring

Gokdogan O, Ileri F. Epistaxis: A Review of Clinical Practice. Annals of Otolaryngology and


Rhinology, Turkey 2016 : Sci Med Central
Faktor Risiko

 Genetik
 Peningkatan risiko Karsinoma Nasofaring pada individu
dengan alel HLA-A2
 Inaktivasi gen supresor tumor ( SPLUNC1, UBAP1, BRD7,
Nor1,NGX6, LTF)
 Konsumsi makanan berpengawet
 Ikan berpengawet garam tidak diproses efisien sehingga
Nitrosamin menumpuk dan karsinogen pada hewan,
mengandung mutagen bakteri, genotoksin
Patologi

 Klasifikasi histopatologi WHO, 3 kelompok:


1. Keratinisasi sel skuamosa
2. Nonkeratinisasi
3. Tidak terdiferensiasi
 Karsinoma tidak terdiferensiasi memiliki insiden
metastasis yang lebih tinggi dibanding karsinoma
terdiferensiasi
 Beberapa penelitian : Karsinoma sel skuamosa 25% di
Amerika Utara, tidak terdiferensiasi 60%
Gejala & Tanda

 Wei dan Sham membagi 4 kategori :


1. Nasopharyng Sign : Epistaksis, Hidung tersumbat
2. Ear Sign : Gangguan pendengaran, tinitus, nyeri telinga
3. Eye and Nerve Sign : Sakit kepala, diploplia, nyeri wajah, mati rasa
4. Neck Sign : benjolan dileher
Pengobatan Awal

 Radioterapi
 Pengobatan andalan awal
 75%-90% padatumor T1 dan T2, 50-75% pada tumor T3 dan
T4, 90% kasus N0 dan N1, 70% kasus N2 dan N3
 Kemoterapi
 Terapi tambahan (ajuvan)
 Penelitian terbaru menunjukkan pasien dengan radiasi saja
memiliki kelangsungan hidup 3 tahun secara signifikan
lebih rendah dibanding yang kemoradiasi
 56% radiasi saja, 62% kemoradiasi
Deteksi Dini Karsinoma
Nasofaring
 Pemeriksaan Serologi IgA anti EA & IgA anti VCA
 Ji et al menegaskan tingkat antibodi EBV dapat
mendahului onset klinis NPC, namun tes skrining tidak
memuaskan karena sensivitas dan spesifitas rendah
 Endoskopi
 Menemukan lesi awal NPC seperti jar.tipis di fossa
Rosenmuller/tonjolan kecil atau asimetris di bagian atas
 Analisis proteomik menggunakan sampel serum
 Penggunaan panel tiga penanda ( cystatin A, MnSOD,
MMP2, Galectin-1, fibronektin, Mac 2 protein)
Deteksi Dini Karsinoma
Nasofaring
 Pemeriksaan CT Scan
 Melihat tumor primer pada daerah kepala dan leher
 Biopsi
 Diagnosis pasti
 MRI
 Melihat massa leher tumor T1 pada leher bagian atas yang
terlihat sulit dibedakan dengan mukosa normal
Diagnosis Dini Karsinoma
Nasofaring Berulang
 Pemeriksaan fiberscope fleksibel berperan dalam
pemeriksaan tindak lanjut, namun sekresi yang
menutup mukosa nasofaring menghambat deteksi dini
 Narrow-band imaging (NBI)
 Menggunakan filter narrow bandwidth dalam pencahayaan
merah-hijau-biru
 Lesi superficial mukosa yang jarang terdeteksi dengan
endoskopi dapat diamati dengan NBI dengan melihat
angiogenetic, proliferasi mikrovaskuler
 Lesi rekuren awal NPC setelah radioterapi berhasil
terdeteksi oleh NBI digabung dengan endoskopi
 MRI sering dilakukan 2 sampai 3 bulan setelah
penghentian pengobatan awal selama 2 tahun
 FDG-PET dapat mendeteksi lesi berulang NPC
 Berguna membedakan tumor NPC berulang post radiasi
seperti nekrosis, fibrosis dan edema
Kesimpulan

 Deteksi Karsinoma Nasofaring dalam tahap awal sulit


dilakukan karena gejala tidak spesifik
 Tes serologis merupakan tes skrining sehari-hari pada
populasi berisiko tinggi namun hasil sering tidak
memuaskan
 Biomarker molekul merupakan alat baru untuk deteksi
awal Karsinoma Nasofaring
 MRI cocok untuk deteksi dini lesi, namun reaksi mukosa
post radiasi membuat diagnosis tepat sulit
 PET berguna membedakan NPC berulang jika daerah
temuan MRI tidak definitif

Anda mungkin juga menyukai