Anda di halaman 1dari 80

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

Faktor Faktor Distress yang Mempengaruhi Lansia Penderita Diabetes


Melitus Tipe 2

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar Sarjana


Keperawatan (S.Kep)

NAMA: LOLA LOUVITA


NIM: 20160303049

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2020
UNIVERSITAS ESA UNGGUL

Faktor Faktor Distress yang Mempengaruhi Lansia Penderita Diabetes


Melitus Tipe 2

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S.Kep

NAMA: LOLA LOUVITA


NIM: 20160303049

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2020
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Lola Louvita


NIM 20160303049
Tanda Tangan :

Tanggal : 11 Agustus 2020

|i
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh


Nama : Lola Louvita
NIM 20160303049
Program Studi : Keperawatan
Judul Skripsi : Faktor Faktor Distress yang Mempengaruhi Lansia
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan pada Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan, Universitas Esa Unggul.

Menyetujui,

(Aprilita Rina Yanti Eff, M. Biomed, Apt.)


DEKAN FAKULTAS ILMU-ILU KESEHATAN

TIM PENGUJI

Pembimbing : Ns. Abdurrasyid, S.Kep, M.Kep., Sp. Kep. Kom ( )

Penguji : Dr. Mira Asmirajanti, S.Kp., M.Kep ( )

Penguji : Yuliati, S.Kp., M.Kep ( )

Ditetapkan di : Universitas Esa Unggul

Ketua Program Studi : Ety Nurhayati, S.Kep., M.Kep., Ns. Sp. Kep. Mat ( )

Tanggal : 21 Agustus 2020

| ii
UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan dihadapan penguji skripsi program studi
Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan untuk memenuhi persyaratan dalam mendapat
Gelar sarjana Keperawatan

Jakarta, Agustus 2020

Pembimbing

Ns. Abdurrasyid, S.Kep, M.Kep., Sp. Kep. Kom

Ketua Program Studi

Ety Nurhati, S.Kp., M.Kep.Ns., Sp.Mat

| iii
UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini merupakan salah satu anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang
diberikan-Nya kepada penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan puji dan syukur
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Faktor-Faktor Distress Pada Lansia Diabetes Melitus Tipe II” dengan baik
dan lancar. Penulisan ini diajukan untuk memenuhi persyaratan mengikuti sidang
kesarjanaan di Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Esa Unggul, Jakarta. Penulisan skripsi ini tentunya jauh dari sempurna,
hal ini disadari karena keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki penulis. Pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang turut membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini kepada, antara lain:

1. Yang terhormat Dr. Ir. Arief Kusuma Among Praja, MBA, selaku Rektor
Universitas Esa Unggul.
2. Yang terhormat Dr. Aprilita Rina Yanti Eff, M. Biomed, Apt, selaku Dekan
Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.
3. Yang terhormat Antia, S.Kp., M.Kep, selaku ketua Prodi Ilmu Keperawatan
Universitas Esa Unggul.
4. Yang terhormat Ns. Abdurrasyid, S.Kep, M.Kep., Sp. Kep. Kom selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, tenaga, pikiran dan telah
menyediakan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, serta tidak henti-hentinya memberikan semangat kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Kepada selaku dosen-dosen Prodi Keperawatan Universitas Esa Unggul yang
telah mengajar dan membagi ilmu-ilmunya kepada penulis selama berkuliah di
Universitas Esa Unggul.
6. Kepada Orangtua-ku tercinta yang selalu memberikan dukungan, motivasi
serta doa yang diberikan tanpa henti kepada penulis dan memberi dukungan
dalam berbagai aspek.
7. Kepada Afifuddin S.T yang selalu memberikan dukungan, motivasi, bantuan,
waktu serta doa yang diberikan tanpa henti kepada penulis dalam setiap waktu.

| iv
8. Rekan-rekan kerja yang membantu dalam melakukan penelitian yang saya
lakukan.
9. Terima kasih juga kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

Terakhir penulis ingin mengucapkan bahwa urutan ucapan terima kasih di kata
pengantar ini bukanlah penentu tingkat dukungan, tetapi benar-benar tulus hanya
sebuah urutan formalitas angka saja. Semoga Allah memberikan kebaikan kepada
kalian semua. Penulis pun mengharapkan kritik dan saran yang mengarah pada
perbaikan skripsi ini agar berguna bagi pembaca. Atas perhatian pembaca, penulis
ucapkan terima kasih.

Jakarta, 21 Agustus 2020

Lola Louvita

|v
HALAMAN PERNYATAAN PERSUTUJAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Esa Unggul, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:

Nama : Lola Louvita

NIM 20160303049

Program Studi : Keperawatan

Fakultas : Ilmu-Ilmu Kesehatan

Jenis Karya Ilmiah : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan semi, menyetujui untuk


memberikan kepada Universitas Esa Unggul Hak Bebas Royalti, Noneksklusif atas
karya ilmiah saya yang berjudul:

Faktor Faktor Distress yang Mempengaruhi Lansia Penderita Diabetes


Melitus Tipe 2
Beserta perangkat yang ada (apabila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini, Universitas Esa Unggul berhak menympan, mengalihmediakan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan mempublikasikan tugas
akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal :

Yang menyatakan

Lola Louvita

| vi
ABSTRAK

Judul : Faktor Faktor Distress yang Mempengaruhi Lansia Penderita


Diabetes Melitus Tipe 2
Nama : Lola Louvita
Program Studi : Keperawatan

Distress seharusnya dapat dikendalikan dengan baik agar kadar gula darah dalam
tubuh berada dalam batas normal. Distess merupakan gangguan tubuh dan pikiran
yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Besar atau kecilnya
masalah yang terjadi adalah relatif dan tergantung bagaimana sudut pandang
masing-masing orang untuk memahami dan menghadapinya. Jika tidak mengetahui
faktor yang mempengaruhi distress dan tidak segera ditangani, maka akan
menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Rumusan masalah yang akan
dilakukan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
distress pada lansia penderita Diabetes melitus tipe2. Tujuan penelitian ini adalah
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi distress pada lansia diabetes melitus
tipe 2, dan mengetahui dampaknya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan menggunakam metode literature review. Hasil Dari Penelitian ini adalah
untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi distress pada lansia
penderita Diabetes melitus tipe2.

Kata Kunci: Diabetes Mellitus Tipe 2, Distress, Faktor Distress, Lansia

ABSTRACT

Distress should be well controlled so that blood sugar levels in the body are within
normal limits. Distess is a disorder of body and mind caused by changes and
demands of life. Big or small the problem that occurs is relative and depends on
how the point of view of each person to understand and deal with it. If you do not
know the factors that affect distress and are not treated immediately, it will have a
bad impact on health. The formulation of the problem that will be carried out in
this study are the factors that can affect distress in the elderly with type 2 diabetes
mellitus. The purpose of this study was to determine the factors that influence
distress in the elderly with type 2 diabetes mellitus, and to determine its impact.
This study is a qualitative study using the literature review method. The results of
this study were to determine the factors that can affect distress in elderly people
with type 2 diabetes mellitus.

Keyword: Diabetes Mellitus Type 2, Distress, Distress Factors, Elderly

| vii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN.......................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSUTUJAN PUBLIKASI .............................v

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

BAB I .......................................................................................................................1

PENDAHULUAN ..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................................3

1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .........................................................................................4

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan keperawatan .................................................. 4

1.4.2 Bagi Pelayanan ....................................................................................... 4

1.4.3 Bagi Peneliti ........................................................................................... 4

BAB II .....................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................5

2.1 Lansia 5

| viii
2.1.1 Definisi Lansia ....................................................................................... 5

2.1.2 Batasan Usia Lansia ............................................................................... 6

2.1.3 Perubahan sitem tubuh lansia ................................................................. 7

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Perubahan Tipe Usia Lanjut........... 10

2.1.5 Karakteristik lansia............................................................................... 11

2.2 Penyakit Diabetes Melitus ...........................................................................11

2.3 Konsep Distress ...........................................................................................17

2.3.1 Pengertian Distress ............................................................................... 17

2.3.2 Macam-macam Distress ....................................................................... 18

2.3.3 Mekanisme Distress ............................................................................. 19

2.3.4 Etiologi ................................................................................................. 20

2.3.5 Tanda dan Gejala Berdasarkan Tahapan Distress ................................ 21

2.3.6 Respon Fisiologis ................................................................................. 22

2.3.7 Cara Mengendalikan Stres ................................................................... 24

2.4 Distress Diabetes Melitus ............................................................................25

2.5 Kerangka Teori ............................................................................................ 26

BAB III ..................................................................................................................27

METODOLOGI PENELITIAN .........................................................................27

3.1 Desain Penelitian .........................................................................................27

3.2 Sumber Data.................................................................................................27

3.3 Kriteria Seleksi Penelitian ............................................................................27

3.3.1 Kriteria Inklusi ..................................................................................... 28

3.3.2 Kriteria Ekslusi..................................................................................... 28

3.4 Kata Kunci dan Strategi Pencarian Data ......................................................28

| ix
3.5 Sintesis Hasil Penelitian ...............................................................................29

3.5.1 Sintesis Data ......................................................................................... 29

3.6 Etika Penelitian ............................................................................................29

BAB IV ..................................................................................................................30

REVIEW ARTIKEL ...........................................................................................30

4.1 Hasil Literatur ..............................................................................................30

4.2 Ekstraksi Data ..............................................................................................45

BAB V ...................................................................................................................51

PEMBAHASAN ...................................................................................................51

5.1 Pengertian Distress .......................................................................................51

5.2 Faktor Distress yang Terjadi Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
........................................................................................................................... 53

5.2.1 Faktor Lama Penderita ......................................................................... 54

5.2.2 Faktor Pendidikan ................................................................................ 55

5.2.3 Faktor Usia dan Jenis Kelamin ............................................................ 56

5.2.4 Faktor Asuransi Kesehatan .................................................................. 57

5.2.5 Faktor Psikologis .................................................................................. 57

5.2.6 Faktor Psikososial ................................................................................ 58

5.2.7 Faktor HbA1c ....................................................................................... 59

5.2.8 Tanda-Tanda Distress........................................................................... 60

BAB VI ..................................................................................................................61

PENUTUP .............................................................................................................61

6.1 Kesimpulan ..................................................................................................61

|x
6.2 Saran 61

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................62

| xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sumber Data .......................................................................................... 27

Tabel 3.2 Strategi Pencarian ................................................................................. 28

Tabel 3.3 Tabel PICO ........................................................................................... 29

Tabel 3.4 Hasil Literasi ......................................................................................... 30

| xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian..................................................................26

| xii
BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini akan menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang semakin


banyak dan sulit untuk diturunkan jumlah penderitanya. Diabetes melitus
menduduki peringkat ke-lima sebagai penyebab kematian di dunia setelah
kardovaskular atau penyakit jantung, kanker, stroke, dan infeksi pernafasan
(Wahdah, 2011). Diabetes melitus merupakan salah satu jenis penyakit
degeneratif yang mengalami peningkatan setiap tahun 49 juta di negara-negara
seluruh dunia, dan akan terus meningkat (WHO, 2015).

Global status report on NCD World Health Organization (WHO) tahun


2010 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia adalah
karena PTM.Diabetes melitus menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab
kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4 persen
meninggal sebelum usia 70 tahun. Pada Tahun 2030 menurut World Health
Organization (WHO) diperkirakan Diabetes melitus menempati urutan ke-7
penyebab kematian dunia 21,3 juta orang. (Deasti Nurmaguphita,2018).

International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari 371


juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun memiliki diabetes sedangkan
Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi diabetestertinggi,
di bawah China, India, USA, Brazil, dan Mexico (Kemenkes RI, 2017).

Di Indonesia, data Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan


prevalensi Diabetes di Indonesia dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% atau
sekitar sekitar 9,1 juta pada tahun 2013 . Sekitar 83,3% penyandang diabetes
melitus tipe 2 yang dirawat di unit rawat inap RSUD Pasar Rebo mengalami
komplikasi, dan pada lansia 60 tahun komplikasi tersebut sekitar 94,6%. Pada
usia lanjut, risiko diabetes melitus akan meningkat sehingga termasuk
kelompok yang rentan terhadap kondisi ini. (Amrina Rosyada.2013).

|1
Data Sample Registration Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa
Diabetes merupakan penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan
persentase sebesar 6,7%, setelah Stroke (21,1%), dan penyakit Jantung
Koroner (12,9%). Diabetes melitus pada lansia dapat memberi dampak
terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial, dan spiritual, dan mengancam
keseimbagan fisiologis. (Amrina Rosyada.2013).

Jika sebelumnya (tahun 2013) angka diabetes berdasarkan pemeriksaan


darah pada penduduk berusia di atas 15 tahun mencapai 6,9%, maka di tahun
2018 angka itu melonjak menjadi 8,5%. Riskesdas terbaru juga menyebutkan
bahwa Kota Jakarta kini menempati peringkat pertama sebagai kota dengan
angka prevalensi diabetes melitus tertinggi di Indonesia. (Putu Wira Kusuma
Putra.2018)

Penderita diabetes mellitus memiliki kondisi kesehatan secara fisik, seperti


komplikasi yang dapat terjadi dan diabetes mellitus yang harus dilakukan
secara konstan dapat menyebabkan perubahan yang terjadi pada penderita
diabetes melitus seperti mudah cemas, depresi, putus asa dan penderita diabetes
lebih sering mengeluh tentang permasalahan kesehatannya. Berbagai
perubahan kesehatan tersebut dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun
psikologis bagi penderita.

Distress seharusnya dapat dikendalikan dengan baik agar kadar gula darah
dalam tubuh berada dalam batas normal. Distess merupakan gangguan tubuh
dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Besar
atau kecilnya masalah yang terjadi adalah relatif dan tergantung bagaimana
sudut pandang masing-masing orang untuk memahami dan menghadapinya
(Suliswati,et,all, 2014).

Pasien Diabetes melitus yang mengalami penyakit dan infeksi akibat


komplikasi memiliki kadar glukosa darah yang tidak stabil. Oleh karena itu,
sangatlah penting bagi penderita Diabetes melitus untuk mengendalikan kadar
gula darah karena salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengendalian
gula darah adalah penyakit dan infeksi (Deasti Nurmaguphita,2018).

|2
Keadaan sakit dan infeksi dapat memberikan respon berupa Distress fisik
atau emosional. Apabila Distress ini menetap maka akan terjadi peningkatan
kadar hormon yaitu, glukagon, epinefrin, norepinefrin, kortisol dan hormon
pertumbuhan. Hormon hormon ini akan meningkatkan, yaitu glukagon,
epinefrin, growth hormone dan glukokortikoroid yang akan menimbulkan
respon tubuh berupa pengaktivasi sistem syaraf simpatis dan peningkatan
kortisol. Kortisol akan meningkatkan konversi asam amino, laktat, dan piruvat
di hati menjadi glukosa, akibatnya Distress akan meningkatkan kadar glukosa
darah (Smeltzer & Bare, 2010).

Distress seharus nya dapat dikendalikan dengan baik agar kadar gula darah
dalam tubuh berada dalam batas normal. Distress merupakan gangguan tubuh
dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Besar
atau kecilnya masalah yang terjadi adalah relatif dan tergantung bagaimana
sudut pandang masing-masing orang untuk memahami dan menghadapinya
(Suliswati,et,all, 2010). Banyak orang yang tidak menyadari bahwa
menghindari Distress dengan melakukan hal yang salah akan dapat
mengakibatkan kesehatan menjadi buruk, misalnya pasien yang tidak
mengikuti program diet dengan benar (Rasmun, 2011).

1.2 Perumusan Masalah

Dalam sub-bab ini membahas tentang rumusan masalah yang akan


dilakukan dalam penelitian ini berikut, seperti apa saja faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi Distress pada lansia pemderita Diabetes melitus tipe2?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam sub-bab ini akan membahas tentang apa saja tujuan dan manfaat
dari penelitian ini, berikut adalah penjelasannya:

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi distress pada lansia
diabetes melitus tipe 2.

|3
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:
a. Teridentifikasinya faktor-faktor distress yang berpengaruh
dengan kondisi pada lansia diabetes mellitus tipe 2

1.4 Manfaat Penelitian

Berikut adalah manfaat dari penelitian ini yang dibagi menjadi dua jenis,
yaitu manfaat bagi akademis dan maanfaat bagi peneliti.

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan keperawatan

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan data dijadikan


sebagai bahan pertimbangan dalam pembelajaran dalam
mengembangkan pengetahuan mahasiswa terkait dengan faktor distress
pada lansia dengan diabetes melitus tipe2.

1.4.2 Bagi Pelayanan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dan


bahan pertimbangan untuk memberikan informasi maupun penyuluhan
kesehatan agar dapat meningkatkan status kesehatan lansia.

1.4.3 Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai proses


untuk mengembangkan dalam meningkatkan pengetahuan dan
pembelajaran terkait dengan penelitian faktor yang mempengaruhi
distress pada lansia dengan diabetes melitus tipe2. Diharapkan dilakukan
penelitian ini untuk menambah ilmu pengetahuan, pengalaman, dan
pemahaman dari sebuah informasi atau fakta yang terjadi.

|4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan membahas landasan teori-teori yang digunakan dalam
penelitian ini, hipotesis penelitian, dan teori teori yang menujang.

2.1 Lansia

2.1.1 Definisi Lansia

Menua adalah proses natural yang di alami oleh seluruh kehidupan


mahluk hidup. Konsep menua paling sering di definisikan secara
kronologis,usia kronologis merujuk pada jumlah dalam tahun seseorang
hidup. Pengertian lansia dijelaskan dalam undang undang nomer 13
tahun 1998 tentang ke sejatraan lansia adalah seseorang yang telah
mencapai 60 tahun ke atas.
Dampak meningkatnya jumlah lansia menimbulkan masalah
terutama dari segi kesehatan dan kesejatran pada lansia lainnya. Masalah
tersebut bila tidak segera ditangani akan berkembang menjadi masalah
yang kompleks dari segi fisik, mental dan sosial yang berkaitan dengan
kesehatan dan kesejahteraan lansia (Sutikno, 2011).
Lansia cenderung mengalami penurunan-penurunan fungsi
fisiologis dan fungsi kognitif sehingga membuat lansia khawatir,
ketakutan dan Distress akan keadaan mereka. Dalam hal ini kecemasan
dapat diatasi salah satunya dengan keyakinan beragama, agama dapat
memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada usia lanjut
dalam hal menghadapi kematian menemukan dan mempertahankan
perasaan berharga dan 2 pentingnya dalam kehidupan dan menerima
kekurangan dimasa tua, untuk meningkatkan nilai keagamaan salah satu
caranya adalah dengan meningkatkan praktek ibadah. Salah satu cara
yang dapat meningkatkan praktek ibadahnya itu dengan berbagai
bimbingan spiritual (Safrilsyah 2011, dalam Ikbal 2015). Lanjut usia
(lansia) merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu
proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu.

|5
2.1.2 Batasan Usia Lansia

Batasan-batasan usia lansia menurut pendapat para ahli:


1. Kelompok usia lansia dimulai dari usia 50 tahun, selain itu dalam
Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menetapkan bahwa
Dikatakan lansia bila sudah berusia 60 tahun ke atas (Kemenkes RI,
2013).
2. Sedangkan menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lansia
dikategorikan sebagai:
a. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly): 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old): berada di atas 90 tahun.
(Kushariyadi, 2010).
3. Dalam buku Maryam et al (2010) batasan usia lanjut meliputi:
A. Pra usia lanjut (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara
45-59 tahun.
B. Usia lanjut merupakan sesorang yang sudah berusia 60 tahun
atau lebih yang mana usia lanjut adalah tahap masa tua dalam
perkembangan seorang individu sedangkan lanjut usia adalah
sesorang yang sudah berumur atau sudah tua.
C. Usia lanjut resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun
atau lebih, bisa juga seseorang yang berusia 60 tahun lebih
dengan berbagai masalah kesehatan.
D. Usia lanjut potensial merupakan usia lanjut yang masih mampu
melakukan
E. Pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau
jasa.
F. Usia lanjut tidak potensial adalah usia lanjut yang tidak berdaya
dalam mencari nafkah sehingga hidupmya tergantung pada
bantuan orang lain.

|6
2.1.3 Perubahan sitem tubuh lansia

a. Perubahan Biologis
Perubahan sistem integumen
Seiring bertambahnya usia kulit akan kehilangan elastisitas sehingga
akan mengendur dan keriput, terdapat flek-flek hitam dan penebalan
keratin/keratosis.
 Perubahan bagian kepala dan leher
Pada mata akan terjadi penurunan fungsi penglihatan dan rentan
terhadap penyakit katarak, terjadi penurunan fungsi pendengaran dan
penciuman, telinga dan hidung tampak lebih besar, penurunan indera
pengecap sehingga lansia rentan terhadap penyakit diabetes

 Perubahan sistem respirasi/pernapasan


Pada lansia terjadi penurunan masa atau kekuatan otot pernapasan.

 Perubahan gastrointestinal dan abdomen


Lansia akan kehilangan gigi sehingga intoleransi terhadap
makanan, lebih sering BAB, mual dan muntah dan lebih sering cepat
kenyang.

 Perubahan sistem perkemihan


Pada pria akan terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi retensi
urin dan ketidakmampuan dalam mengontrol pengeluaran urin,
sedangkan pada wanita terjadi penurunan kekuatan otot sehingga terjadi
ketidakmampuan dalam mengontrol pengeluaran urin.

 Perubahan pada otak dan sistem saraf


Semakin bertambah usia terjadi penurunan ukuran saraf,
Parkinson/tremor, penurunan reflex tubuh dan perubahan kualitas tidur.
Pada lansia dapat terjadi kerusakan sel pada otak dan saraf sehingga
dapat menimbulkan suatu kondisi yang dikenal dengan demensia.

|7
b. Perubahan Psikologis
Gejala psikologis pada lansia dapat berupa rasa takut, cemas, tegang,
Distress, depresi, mudah sedih, cepat merasa marah, mudah tersinggung,
gugup dan keadaan mental yang tidak stabil. Adapun perubahan yang
terjadi terhadap mental/psikologis lansia:
- Perubahan yang terjadi pada bidang mental atau psikis lansia berupa
sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga dan bertambah pelit atau
tamak bila memiliki sesuatu.
- Ingin mempertahankan hak dan hartanya serta ingin tetap berwibawa.
- Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat.

 Sistem Penurunan Suhu Tubuh


Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis 35 drajat, hal
ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks
menggigil, dan tidak dapat memperoduksi panas yang banyak sehingga
terjadi rendah nya aktivitas otot.

c. Sistem Pengelihatan
Timbul sklerosisis pada sfingter pupil dan hilangnya respons terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lansia lebih suram
(keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan
sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lambat dan sulit untuk
melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna
biru dengan warna hijau pada skala pemeriksaan.

d. Sistem Pendengaran
Gangguan pada pendengaran (presbiakusis) membera timpani
mengalami atrofi, terjadi pengumpulam dan pengerasan serumen, karena
peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa atau Distress.

|8
e. Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi,indra pengecapan mengalami penurunan esofagus
melebar,sensitivitas akan rasa lapar menurun,produksi asam lambung dan
waktu pengosongan lambung menurun,peristaltik lemah dan biasanya
timbul konstipasi,fungsi absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil
dan menurunnya tempat penyimpanan ,serta berkurangnya suplai aliran
darah.

f. Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,permukaan
kulit kasar dan bersisik, menurunnya respons terhadap trauma,mekanisme
proteknis kulit menurun,kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna
kelabu,rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas
akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi ,pertumbuhan kuku lebih
lambat, kuku jari keras dan rapuh,kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan
seperti tanduk,kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku
menjadi pudar dan kurang berbahaya.

g. Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatanya (density) dan semakin rapuh, kifosis,
persediaan dan membesar dan menjadi kaku tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atrosis, atorofi sarabut otot-otot kram dan menjadi
tremor.

h. Kesehatan Spiritual
Kesehatan spiritual adalah komponen penting dari seorang individu
yang dimiliki dan sebuah aspek integral dari filosofi kesehatan holistik.
 Termasuk mendengarkan hal-hal positif dan pesan-pesan penuh kasih
serta memenuhi ke wajiban keagamaan yang dianut.
 Mengamati keindahan dan keajaiban dunia ini dapat memberikan
nutrisi spiritual

|9
i. Perubahan psikososial
Proses penuaan yang terjadi pada lansia akan mengalami suatu
perubahan psikososial, lansia akan merasa malu dan tidak berdaya ketika
akan melakukan sosialisasi terhadap lingan disekitarnya dibandingakan
dengan yang dulu yang terjadi masih muda.

j. Perubahan ekonomi
Bekerjanya para lansia dihari tua disebabkan oleh dua alasan.
Pertama, adanya kebutuhan ekonomi yang mendesak. Kedua, adanya
faktor psikologis akibat kebutuhan akan aktualisasi diri. Bila dilihat dari
faktor ekonomi, tingginya partisipasi lansia dalam aktivitas ekonomi
(mencari penghasilan) sangat terkait dengan besarnya tanggung jawab
mereka dalam menunjang kehidupan rumah tangga. Tanggung jawab
tersebut berhubungan erat dengan status lansia sebagai kepala rumah
tangga dan struktur rumah tangga (Farida Hanum, 2008).

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Perubahan Tipe Usia Lanjut

Tipe usia lanjut tergantung pada pengalaman hidup, karakter, kondisi


fisik, mental, social dan lingkungan dari kehidupan lansia itu sendiri. Menurut
Nugroho (2000), banyak ditemukan bermacam-macam tipe lansia. Beberapa
yang menonjol diantaranya:

a. Tipe arif bijaksana

Lansia dengan tipe arif bijaksana biasanya kaya akan hikmah,


pengalaman, bersikap ramah, sederhana, rendah hati, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, dermawan dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri

Tipe mandiri biasanya lansia mengganti kegiatan yang hilang dengan


kegiatan yang baru dalam mencari pekerjaan.

c. Tipe tidak puas

| 10
Lansia yang tipe tidak puas mengalami konflik lahir batin karena
menentang proses penuaan sehingga menyebab kan lansia menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani dan banyak
menuntut.

d. Tipe pasrah

Lansia dengan tipe pasrah selalu menerima dan menggu datangnya


nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan pekerjaan apa saja di lakukan.

e. Tipe bingung

Lansia dengan tipe ini sering marasa kaget, mengasingkan diri,


menyesal, kehilangan kepribadian, minder, pasif dan acuh tak acuh
(Maryam et al, 2010).

2.1.5 Karakteristik lansia

Lansia memiliki tiga karakteristik sebagai berikut

1. Berusia lebih dari 60 tahun.


2. Kebutuhan dan masalah yang ber variasi dari benteng sehat sampai
sakit, dari kebutuhan Biopsikososial Hingga spriritual, serta dari
kondisi adptis hingga kondisi maladaptif
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.2 Penyakit Diabetes Melitus

1. Definisi

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Diabetes melitus Tipe2 dikarakteristikan oleh adanya masalah utama yang
berhubungan dengan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
(Smeltzer & Bare, 2013).
2. Etiologi

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan


gangguan sekresi insulin pada Diabetes melitus tipe2 masih belum diketahui.
Faktor genetik diperkirakan megambarkan peranan dalam proses terjadinya

| 11
resistensi insulin. Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi
peningkatan kadar glukosa darah dan terjadinya Diabetes melitus tipe2,
diantarnya: (Smeltzer & Bare, 2013)
1. Usia

Umur sangat erat kaitanya dengan kenaikan kadar glukosa darah,


sehingga semakin meningkat usia maka prevelensi diabetes dan gangguan
toleransi glukosa semakin tinggi. Diabetes melitus tipe2 biasanya terjadi
setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun serta
akan terus meningkat pada usia lanjut. Sekitar 6% individu berusia 45-64
tahun dan 11% individu berusia di atas 65 tahun. Usia lanjut yang
mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92% (Medicastore,
2007; Rochman dalam Sudoyo, 2013).

Proses menua yang berlangsung setelah umur 30 tahun


mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel berlanjut ke tingkat jaringan dan akhirnya pada
tingkat organ yang mempengaruhi fungsi homeostatis. Komponen tubuh
yang mengalami perubahan adalah sel β pankreas pengahasil insulin, sel-sel
jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem syaraf, dan hormon lain
yang mempengaruhi kadar glukosa darah. WHO menyebutkan bahwa
setelah usia 30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun
pada saat puasa dan naik 5,6-13 mg/dl/tahun pada 2 jam setelah makan
(Rochman dalam Sudoyo, 2013).
2. Penyakit Penyerta

Separuh dari keseluruhan pasien Diabates yang berusia 50 tahun ke


atas dirawat di rumah sakit setiap tahunnya, dan komplikasi DIABETES
menyebabkan peningkatan angka rawat inap bagi pasien Diabetes melitus
tipe2. (Smeltzer & Bare, 2001) Pasien diabetes mempunyai resiko untuk
terjadinya jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih
besar, 5 kali lebih mudah menderita ulkus/gangren, 7 kali lebih mudah
mengidap gagal ginjal terminal, dan 25 kali lebih mudah mengalami
kebutaan akibat kerusakan retina dari pada pasien non Diabetes. Kalau

| 12
sudah terjadi penyulit, usaha untuk menyembuhkan melalui pengontrolan
kadar glukosa darah dan pengobatan penyakit tersebut ke arah normal
sangat sulit, kerusakan yang sudah terjadi umumnya akan menetap
(Waspadji, 2011).
3. Lama Menderita DM

DIABETES merupakan penyakit metabolik yang tidak dapat


disembuhkan, oleh karena itu kontrol terhadap kadar glukosa darah sangat
diperlukan untuk mencegah komplikasi baik akut maupun kronis. Lamanya
pasien menderita DIABETES dikaitkan dengan komplikasi kronik yang
menyertainya. Hal ini di dasarkan pada hipotesis metabolik, yaitu terjadinya
komplikasi kronik DIABETES adalah sebagai akibat kelainan metabolik
yang ditemui pada pasien DM. Semakin lama pasien menderita DIABETES
dengan kondisi hiperglikemia, maka semakin tinggi kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi kronik (Waspadji, 2011).

Gejala klinis dapat ringan sampai berat dan tidak jarang ditemukan
Ketoasidosis Diabetik (KAD). Beberapa anak dengan gejala klasik seperti
penurunan berat bada, sedangkan yang lain dapat tanpa gejala dan
ditemukan glikosuria atau hiperglikemia pada saat skrining kesehatan (Jose
RL Batu Bara, 2010).

3. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinik DIABETES berhubungan dengan defisiensi relatif


insulin. Akibat defisiensi insulin ini pasien tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa darah normal. Apabila hiperglikemia melebihi ambang ginjal
(±180 mg/dl), maka timbul tanda dan gejala glukosuria yang akan
menyebabkan diuresis osmotik. Akibat diuresis osmotik akan meningkatkan
pengeluaran urin (poliuri), timbul rasa haus yang menyebabkan banyak
minum (polidipsi). Pasien juga banyak makan (polifagia) akibat katabolisme
yang dicetuskan oleh defisiensi insulin dan pemecahan protein serta lemak
karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan

| 13
kalori negatif, akibatnya berat badan menurun. Pasien juga mengalami gejala
lain seperti kelemahan, keletihan, tiba-tiba terjadi perubahan pandangan,
kebas pada tangan atau kaki, kulit kering, luka yang sulit sembuh, dan sering
muncul infeksi (Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare, 2008; Soegondo,
2009).
4. Patofisiologi

Pada Diabetes melitus tipe2 terdapat dua masalah utama yang


berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khususnya pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada Diabetes melitus tipe2 di sertai dengan penurunan
reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa


dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatanan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes melitus tipe2 (Smeltzer & Bare,
2013).
5. Diagnosis

Adanya kadar glukosa darah meningkat secara abnormal merupakan


kriteria yang melandasi penegakan diagnosis DM. Kadar gula darah plasma
pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah
sewaktu yang di atas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih
merupakan kriteria diagnostik penyakit diabetes. Jika kadar gula darah
puasanya normal atau mendekati normal, penegakan diagnosis garus
berdasarkan tes toleransi glukosa (Smeltzer & Bare, 2013).

| 14
Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif
daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam situasi
tertentu (misalnya, untuk pasien yang pernah meninapi operasi lambung). Tes
toleransi glukosa oral dilakukan dengan pemberian larutan karbohidrat
sederhana.

Pasien mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat (150-300 g) selama 3


hari sebelum tes dilakukan. Sesudah berpuasa pada malam hari, keesokan
harinya sampel darah diambil. Kemudian karbohidrat sebanyak 75 g yang
biasanya dalam bentuk minuman diberikan kepada pasien. Pasien
diberitahukan untuk duduk diam selama tes dilaksanakan dan menghindari
latihan, rokok, kopi serta makanan lain kecuali air putih (Smeltzer & Bare,
2013).
6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan standar Diabetes mencakup pengaturan makanan,


latihan jasmani, obat hipoglikemia, edukasi/penyuluhan, dan pemantauan
kadar glukosa darah secara mandiri (home monitoring). Penatalaksanaan non
farmakologis merupakan langkah pertama dalam pengelolaan Diabetes
Apabila dengan penatalaksanaan non farmakologis ini sasaran pengendalian
glukosan darah belum tercapai, dapat dilanjutkan dengan terapi farmakologis
atau penggunaan obat. Pengelolaan DIABETES sesuai lima pilar utama
pengelolaan Diabetes dijabarkan sebagai berikut: (Smeltzer & Bare, 2013)
a. Edukasi

Melakukan kegiatan pendidikan kesehatan menjadi kewajiban bagi


seluruh tenaga medis untuk membuka mata dan pengetahuan masyarakat
mengenai semua hal yang berkaitan dengan kesehatan. Begitupun dengan
DM, pasiennya atau diabetes harus mengetahui dan mengerti apa yang
dimaksud dengan DM, apa yang menyebabkan penyakit tersebut,
kemudian komplikasi seperti apa yang terjadi jika pasiennya bersikap
acuh tak acuh dalam pengobatan. Pendidikan kesehatan bisa dilakukan
lewat media apapun, secar langsung face to face dengan melakukan

| 15
seminar atau penyuluhan, membagikan buletin khusus kesehatan
(Basuki, 2009).
b. Perencanaan Makan

Tujuan perencanaan makan pada pasien DIABETES adalah untuk


mengendalikan glukosa, lipid, dan hipertensi. Penurunan berat badan dan
diet hipokalori pada pasien gemuk akan memperbaiki kadar
hiperglikemia jangka pendek dan berpotensi meningkatkan kontrol
metabolik jangka panjang. Penurunan berat badan ringan dan sedang (5-
10 kg) dapat meningkatkan kontrol diabetes. Penuruna berat badan dapat
dicapai dengan penurunan asupan energi dan peningkatan pengeluaran
energi (Sukardji, 2009).

Kebutuhan energi pasien diabete tergantung pada umur, jenis


kelamin, berat badan, tinggi badan, kegiatan fisik, keadaan penyakit dan
pengobatannya. Energi yang dibutuhkan dinyatakan dalam satuan kalori.
Komposisi makanan yang dianjurkan adalah 10-20% protein, 20-25%
lemak, dan 45-65% karbohidrat (Sukardji, 2009).
c. Latihan Jasmani

Masalah utama pada pasien DIABETES adalah kekurangan respon


reseptor insulin terhdap insulin, sehingga insulin tidak dapat membawa
masuk glukosa ke dalam sel-sel tubuh kecuali otak. Dengan latihan
jasmani secara teratur, kontraksi otot meningkat yang menyebabkan
permeabilitas membran sel terhadap glukosa juga meningkat. Akibatnya
resistensi berkurang dan sensitivitas meningkat yang pada akhirnya akan
menurunkan kadar glukosa darah (Ilyas, 2009).

Kegiatan fisik dan latihan jasmani sangat berguna bagi pasien


diabetes karena dapat meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan
berat badan, meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot serta
memperlambat proses penuaan. Latihan jasmani merupakan salah satu
pilar penatalaksanaan diabetes, sehingga latihan jasmani perlu
dibudidayakan. Latihan jasmani yang dianjurkan untuk pasien diabetes
adalah jenis aerobik seperti inap kaki, lari, naik tangga, sepeda statis,

| 16
joging, berenang senam aerobik dan menari. Pasien diabetes dianjurkan
melakukan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama 30
menit (Sukardji & Ilyas, 2009).
d. Pemantauan Glukosa Darah

Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri,


pasien DIABETES kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan
kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan untuk
deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan
dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang memungkinkan
akan mengurangi komplikasi jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2013).
e. Obat Hipoglikemik

Pemberian obat dilakukan untuk mengatasi kekurangan produksi


insulin serta menurunkan resistensi insulin. Obat-obatan disini dibagi
menjadi dua, obat oral dan injeksi sesuai Tipe DIABETES yang di derita.
DIABETES Tipe I tidak bisa menghasilkan insulin tetapi untuk
pengobatan awal DIABETES Tipe I masih bisa diberikan obat oral
tentunya dengan dosis tinggi (Waspadji, 2011).

Kemudian untuk Diabetes melitus Tipe2. Pertama, obat yang


digunakan untuk membantu produksi insulin yang kurang adalah obat
yang dapat merangsang pankreas untuk meningkatkan produksi insulin.
Dan yang kedua, obat yang digunakan untuk memperbaiki hambatan
terhadap kerja insulin atau resistensi insulin (Waspadji, 2011).
2.3 Konsep Distress

2.3.1 Pengertian Distress

Distress merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami


ketegangan karena adanya kondisi – kondisi yang mempengaruhi
dirinya. Distress juga merupakan respon yang datang dari diri seseorang
terhadap tantangan fisik maupun mental yang datang dari dalam ataupun
dari luar dirinya. Oleh karena itu, selama kehidupan berlangsung tidak
mungkin manusia terhindar dari Distress (Nasrudin, 2010).

| 17
Hans Selye pada tahun 1950 berpendapat bahwa Distress merupakan
respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau
beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan Distress
apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang
tersebut tidak dapt mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh
akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga
orang tersebut dapat mengalami Distress. Sebaliknya apabila seseorang
yang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu mengatasi beban
tersebut dengan tubuh berespon dengan baik, maka orang itu tidak
mengalami Distress (Aziz Alimul, 2014).
Ditress biasanya dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif padahal
tidak. Seseorang yang mengalami Distress karena sebuah jabatan disebut
sebagai euDistress. Terjadinya Distress dapat disebabkan oleh sesuatu
yang dinamakan Diabetes . Bentuk Diabetes ini dapat dari lingkungan,
kondisi dirinya serta pikiran. Dalam pengertian Distress itu sendiri juga
dapat dikatakan sebagai respon artinya dapat merespon apa yang terjadi,
juga disebut sebagai transaksi yakni hubungan antara Diabetes dianggap
positif karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan (Aziz
Alimul, 2014).

2.3.2 Macam-macam Distress

Ditinjau dari penyebabnya, maka Distress dibagi menjadi tujuh


macam, di antaranya, menurut Aziz Alimul, 2014:
1. Distress Fisik
Distress yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena
temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara bising, sinar
matahari atau kerena arus listrik.
2. Distresss Kimiawi
Distress ini disebabkan karena zat kimia seperti adanya obat-obatan, zat
beracun basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh
senyawa kimia.
3. Distress Mikrobiologi
Distress ini disebabkan karena kuman seperti virus, bakteri atau parasit.

| 18
4. Distress Fisiologik
Distress yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh
diantaranya dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.
5. Distress proses pertumbuhan dan perkembangan
Distress yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan
perkembangan, seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut
usia.
6. Distress emosional
Distress yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis atau
ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti
hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan

2.3.3 Mekanisme Distress

Distress merupakan sebuah respon yang diberikan oleh tubuh untuk


merespon Distress yang ada. Respon tersebut distimulus oleh sistem saraf
otonom yang mempengaruhi organ-organ internal, regulasi detak
jantung, laju pernafasan, pembuluh darah, dan anggota tubuh yang lain.
Sistem saraf otonom dibagi menjadi dua sub sistem, yaitu sistem saraf
simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Ketika tingkat atau level Distress
meningkat, maka aktivitas kerja sistem saraf simpatik akan meningkat
pula. Sistem saraf simpatik tersebut akan memberikan sinyal kepada
kelenjar adrenal untuk merilis hormon Distress. Hormon tersebut adalah
hormon adrenalin dan hormon kortisol. Hormon tersebut akan
memberikan respon fisiologis seseorang yang biasa disebut dengan
keadaan untuk memilih antara fight or flight. Fight berarti respon positif
untuk melawan Distress tersebut, sedangkan flight berarti respon negatif
untuk menghindar dari Distress tersebut. Berbeda dengan mekanisme
kerja sistem saraf simpatik, aktivitas kerja sistem saraf para simpatik
akan meningkat dalam keadaan istirahat atau rileks (Selye, 1965 dalam
Cao dkk, 2016)

| 19
2.3.4 Etiologi

Terdapat banyak sumber Distress yang secara luas dapat


diklasifikasikan sebagai sumber Diabetes internal atau eksternal, atau
Diabetes perkembangan atau situasional.

1) Distress Internal

Sumber Distress dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan


konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam
hal ini adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai
dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan
Distress. Misalnya, demam, kondisi seperti kehamilan, menopouse
atau suatu keadaan emosi seperti,rasa bersalah dan perasaan depresi
(Kozier, Erb, et.all, 2010; Potter, 2010).
2) Distress Eksternal

Distress ini bersumber dari luar diri seseorang misalnya


perubahan dalam peran keluarga atau sosial, tekanan dari pasangan,
dan kematian anggota keluarga. Pemasalahan ini akan selalu
menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan Distress (Kozier, Erb,
et.all, 2010).
3) Distress Situasional

Sumber Distress ini dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat


pada umumnya, seperti lingkungan pekerjaan, adanya permasalahan
terorisme disuatu negara sehingga banyak terjadi ancaman dan
peperangan, sehingga dapat mengakibatkan Distress pada masyarakat
secara umum disebut sebagai Distress pekerja karena lingkungan
fisik, dikarenakan kurangnya hubungan interpersonal serta kurangnya
adanya pengakuan di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang
(Kozier, Erb, et.all, 2010; Aziz, 2010).

| 20
2.3.5 Tanda dan Gejala Berdasarkan Tahapan Distress

Distress yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan,


menurut Van Amberg tahun 1979. Tahapan Distress dapat terbagi
menjadi enam tahap di anataranya, menurut Aziz, 2014:
a. Tahap Pertama

Merupakan tahap yang ringan dari Distress yang ditandai dengan


adanya semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada
umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti
biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaan akan tetapi
kemampuan yang dimilikinya semakin berkurang.
b. Tahap Kedua

Pada Distress tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut
adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa
lelah sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh
lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih
dari biasanya, otot-otot punggung dan tekuk semakin tegang dan tidak
bisa santai.
c. Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti


pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar
tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang,
gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah
malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki
tenaga.
d. Tahap Keempat

Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan


yang menyenangkan terasa membosankan semula tanggap terhadap
situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara adekuat,
tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola
tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan

| 21
mengigat dan konsentrasi menurun karen adanya perasaan ketakutan dan
kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.
e. Tahap kelima

Distress tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara


mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan
sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan
ketakutan dan kecemasan semakin meningkat.
f. Tahap Keenam

Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik


dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung
semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan
berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

2.3.6 Respon Fisiologis

a. Respon Stimulasi oleh Otak


Respon fisiologis terhadap Diabetes merupakan mekanisme
protektif dan adaptif untuk memelihara keseimbangan homeostasis
dalam tubuh. Dalam respon Distress, impuls aferen akan ditangkap oleh
organ pengindra (mata, telinga, hidung,kulit) dan pengindra internal
(baroreseptor, kemoreseptor) ke pusat saraf di otak. Distress mungkin
diterima oleh berbagai pusat saraf yang berbeda mulai dari korteks
sampai ke batang otak, yang pada gilirannya akan menyampaikan
informasi tersebut ke hipotalamus. Respons terhadap persepsi Distress
tersebut terintegrasikan di dalam hipotalamus, yang akan
mengkoordinasikan penyesuaian yang diperlukan untuk mengemablikan
ke keadaan keseimbangan homeostasis. Derajat dan durasi respon sangat
bervariasi, Distress mayor akan membangkitkan baik respon simpatis
maupun pituitari adrenal (Smeltzer & Bare, 2013).
b. Respon Neuroendokrin
Jalur neural dan neuroendokrin di bawah kontrol hipotalamus akan
diaktifkan dalam respon Distress. Pertama, akan terjadi sekresi sistem
saraf simpatis kemudian diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-meduler,

| 22
dan akhirnyam bila Distress masih tetap ada, sistem hipotalamus-pituitari
akan diaktifkan (Smeltzer & Bare, 2010).
Respon sistem saraf simpatis bersifat cepat dan singkat kerjanya.
Norepinefrin dikeluarkan pada ujung saraf yang berhubungan langsung
dengan ujung organ yang dituju mengakibatkan peningkatan fungsi
organ vital yang dituju mengakibatkan peningkatan fungsi organ vital
dan keadaan perangsangan tubuh secara umum. Frekuensi jantung
meningkat. Terjadi vasokontriksi perifer, mengakibatkan kenaikan
tekanan darah. Darah juga akan dialirkan keluar dari organ abdomen.
Tujuan aktivitas tersebut adalah untuk memperoleh perfusi yang lebih
baik pada organ vital (otak,jantung, otot skelet). Glukosa darah
meningkat dan menyediakan sumber energi siap pakai yang lebih
banyak. Pupil akan berdilatasi, dan aktivitas mental akan meningkatkan
rasa kesiagaan menjadi lebih besar. Kontriksi pembuluh darah pada kulit
akan membatasi perdarahan bila terjadi trauma. Secara subjektif kita
akan merasa kaki dingin, kulit dan tangan lembab, menggigil, berdebar-
debar dan kejang pada perut. Secara khas, kita akan merasa tegang,
dengan otot leher, punggung atas, dan bahu menegang, pernapasan
dangkal dan cepat, dengan diafragma yang menegang (Smeltzer & Bare,
2009).
Selain efek langsungnya terhadap organ mayor akhir, sistem saraf
langsungnya terhadap organ mayor akhir, sistem saraf simpatis (SNS)
juga menstimulasi medula kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormon
epinefrindan norepinefrin ke aliran darah. Aksi hormon tersebut mirip
dengan yang ada pada sistem saraf simpatis dan mempunyai efek
memperlambat dan memperlama aksinya. Epinefrin dan norepinefrin
juga menstimulasi sistem saraf dan menghasilkan efek metabolik yang
akan meningkatkan kadar glukosa darah dan meningkatkan laju
metabolisme. Efek tersebut disebut reaksi “fight or fight” (Smeltzer &
Bare, 2013).
Fase dengan kerja terlama pada respon fisiologis, yang biasanya
terjadi pada Distress yang menetap, melibatkan jalur hipotalamus

| 23
piyuitari. Hipotalamus mensekresikan corticotropin-releasing faktor,
yang akan menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi
adrenocorticotropic hormone (ACTH). Kemudian ACTH akan
menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi glukokortikoid,
terutama kortisol. Kortisol akan menstimulasi katabolisme protein,
melepaskan asam amino, menstimulasi ambilan asam amino oleh hepar
dan konversinya menjadi glukosa (glukogenesis) dan menginhibisi
ambilan glukosa (aksi anti-insulin) oleh berbagai sel tubuh selain otak
dan jantung. Efek metabolisme yang diinduksi kortisol ini akan
menyediakan sumber energi yang siap pakai selama keadaan Distress.
Terdapat berbagai implikasi penting terhadap efek ini, orang yang
menderita diabetes bila mengalami Distress, seperti akibat infeksi, akan
membutuhkan insulin lebih banyak dari biasanya. Setiap pasien yang
mengalami Distress (penyakit, pembedahan, Distress psikologis yang
berkepanjangan) akan mengkatabolisme protein tubuh dan sehingga
memerlukan tambahan. Anak yang mengalami Distress berat akan
mengalami retardasi pertumbuhan (Smeltzer & Bare, 2013).

2.3.7 Cara Mengendalikan Stres

Kiat untuk mengendalikan stres menurut Grant Brecht (2000) dalam


(Tjahjadi, 2002:220) sebagai berikut:
a. Sikap, keyakinan, dan pikiran kita harus positif, fleksibel,
rasional, dan adaptif terhadap orang lain. Artinya jangan terlebih dahulu
menyalahkan orang lain sebelum introspeksi diri dengan pengendalian
internal.
b. Kendalikan faktor-faktor penyebab distress dengan jalan:
 Kemampuan menyadari (awareness skills)
 Kemampuan untuk menerima (acepetance skills)
 Kemampuan untuk menghadapi (coping skills)  Kemampuan
untuk bertindak (action skills)
c. Perhatikan diri Anda, proses interpersonaldan interaktif, serta
lingkungan Anda.

| 24
2.4 Distress Diabetes Melitus

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Distress pada Pasien Diabetes Melitus.


Distress fisiologik seperti infeksi dan pembedahan turut menimbulkan
hiperglikemia dan dapat memicu diabetes ketoasidosis. Distress emosional
dapat memberi dampak yang negatif terhadap pengendalian diabetes.
Peningkatan hormon “Distress” akan meningkatkan kadar glukosa darah,
khusunya bila asupan makanan dan pemberian insulin yang tidak diubah. Di
samping itu, pada saat terjadi Distress emosional, pasien diabetes dapat
mengubah pola makan, latihan, dan penggunaan obat yang biasanya dipatuhi.
Keadaan in turut menimbulkan hiperglikemia (misalnya, pada pasien dengan
insulin atau obat hipoglikemia oral yang berhenti makan sebagai reaksi
terhadap Distress emosional yang dialaminya).

Pasien diabetes harus menyadari kemungkinan kemunduran pengendalian


diabetes yang menyertai Distress emosional. Bagi mereka diperlukan
motivasi agar sedapat mungkin mematuhi rencana terapi diabetes pada saat-
saat Distress. Di samping itu, strategi pembelajaran untuk memperkecil
pengaruh Diabetes dan mengatasinya ketika hal ini terjadi merupakan aspek
yang penting dalam pendidikan diabetes (Smeltzer & Bare, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Deasti Nurmaguphita
(2018) Hasil penelitian sebagian responden mengalami diabetes Distress
tingkat rendah (50%), 45,5% responden mengalami diabetes Distress tingkat
sedang dan hanya sedikit (4,5%) responden yang mengalami diabetes Distress
tingkat tinggi. Domain diabetes Distress yang paling tinggi adalah Distress
beban emosional (2,28), selanjutnya Distress pengobatan (2,14), Distress
dengan dokter/tenaga kesehatan (2,09) dan nilai terendah terdapat pada
Distress interpersonal (1,90). Saran perlu diberikan edukasi atau pelatihan
yang dapat menguatkan respon emosional penderita Diabetes melitus
tipe2misalnya konseling,terapi psikologis, keterampilan komunikasi dan
peningkatan koping.

| 25
2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2020

| 26
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan membahas tentang metode apa saja yang akan digunakan dalam
penelitian ini.

3.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan


lansia penderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami di Distress. Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan menggunakam metode literature review.
Literature review ini adalah uraian tentang teori, temuan, dan bahan penelitian
lainnya yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian
untuk menyusun kerangka pemikiran yang jelas dari perumusan masalah yang ingin
diteliti.

3.2 Sumber Data

Tabel 3.1 Sumber Data

Sumber Data Artikel

Google Scholar 12

Sumber: Hasil Analisis, 2020

3.3 Kriteria Seleksi Penelitian

1. Artikel yang dipublikasikan dalam rentang 2015 sampai dengan 2020 (5 tahun
terakhir).
2. Artikel yang mengulas subjek atau populasi berupa penderita diabetes melitus tipe
2.
3. Artikel yang mengulas topik atau tema tentang Faktor-Faktor Distress.
4. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Distrees Pada Lansia Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2.
5. Artikel yang berasal dari nasional dan internasional.
6. Artikel yang menggunakan metode penelitian cross sectional.

| 27
3.3.1 Kriteria Inklusi
1. Artikel yang saya gunakan adalah bahasa inggris dan bahasa indonesia
2. Artikel yang memiliki International Standard Serial Number (ISSN)
3. Tidak menggunakan full tex

3.3.2 Kriteria Ekslusi


1. Penelitian Dengan Metode Tidak Jelas yang Tidak Tercantum Dalam Jurnal
2. Jurnal yang Tidak Menampilkan Naskah Penuh

3.4 Kata Kunci dan Strategi Pencarian Data

Pencarian jurnal dalam penelitian ini menggunakan kata kunci atau keyword,
yaitu “Diabetes Mellitus Tipe 2”, “Lansia”, “Faktor-Faktor Diabetes tipe 2”, “Faktor-
Faktor Distress”, dan “Distress Pada Lansia” yang didapatkan melalui Google
Scholar. Rentang tahun publikasi jurnal yang digunakan pada penelitian ini, yaitu 5
tahun terakhir (2015-2020). Dalam strategi pencarian menggunakan format PICO
(Participant-Intervention-Comparison-Outcome).

P Diabetes Melitus Tipe 2 pada Lansia I

C -

O Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Distress pada lansia diabetes


melitus tipe 2

Tabel 3.2 Strategi Pencarian


Sumber
Strategi Pencarian Jurnal
Data
Diabetes Mellitus Tipe 2 AND Lansia
Diabetes Mellitus Tipe 2 AND Diabetes Pada Lansia
Diabetes Mellitus AND Distress Pada Lansia
Google
Diabetes Mellitus Tipe 2 AND Faktor-Faktor Diabetes
Scholar
Diabetes Mellitus AND Faktor-Faktor Diabetes
Faktor-Faktor Diabetes AND Distress Pada Lansia
Faktor-Faktor Diabetes AND Lansia

| 28
Sumber
Strategi Pencarian Jurnal
Data
Faktor-Faktor Diabetes AND Lansia
Sumber: Hasil Analisis, 2020

3.5 Sintesis Hasil Penelitian

3.5.1 Sintesis Data

Sintesis data dilakukan dengan menggunakan strategi pencarian data dengan


teknik PICO. Tercapainya sintesis terhadap artikel yang terpilih, didapatkan
berdasarkan kriteria yang peneliti tetapkan dilakukan dengan table berikut:

Tabel 3.3 Tabel PICO


POPULATION INTERVENTION COMPARISON OUTCOME
(P) (I) (C) (O)
Faktor-faktor yang
Pasien lansia yang mempengaruhi
memiliki penyakit Distress pada
atau riwayat Tidak ada Tidak ada lansia atau tanpa
diabetes melitus lansia dengan
tipe 2 diabetes melitus
tipe 2
Sumber: Hasil Analisis, 2020

3.6 Etika Penelitian


1. Veracity (kejujuran)
Pada penelitian ini peneliti jujur dalam proses pengumpulan data, pelaksanaan
metode, dan prosedur penelitian. Peneliti menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam
penelitian ini.

2. Plagiarisme (Menjiplak).
Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan plagiat atau menjiplak atau
mengambil tulisan orang yang diambil tanpa memberikan suatu tanda jelas dengan
tanpa mneggunakan tanda kutip serta mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan
sendiri.

| 29
BAB IV
REVIEW ARTIKEL
Pada bab 4 ini akan membahas hasil dari penelitian terdahulu yang berupa tentang diabetes melitus tipe 2, faktor-faktor yang
mempengaruhi diabetes melitus tipe 2, Faktor-Faktor Distress yang Terjadi Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus Tipe 2,

4.1 Hasil Literatur

Proses literasi yang dilakukan peneliti diawali dengan kegiatan pencarian artikel di laman Google Scholar. Artikel dicari dengan
menggunakan kata kunci “Faktor Faktor yang Mempengaruhi Distress Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus Tipe 2”, “Faktor resiko
terjadinya Distress”, “Faktor yang mempengaruhi Distress dengan diabetes melitsus tipe 2” dan dengan rentan tahun 2016 sampai dengan
2020 Hasil pencarian di dapatkan sejumlah 17000 artikel, namun berdasarkan kriteria telah peneliti tetapkan hanya di dapatkan 12 artikel
yang sesuai. Artikel yang berhasil peneliti unduh atau dapatkan berasal dari jurnal yang memiliki reputasi sesuai kriteria yang peneliti tetapkan.

Tabel 3.4 Hasil Literasi


Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
Partisipannya Dari 190 peserta, sekitar 53%
Psychological Distress Società Italiana adalah 190 orang adalah perempuan. Usia rata-rata
among a sample of di berusia 60 tahun responden adalah 69,88 ± 7,58.
1 Lansia Cross Sectional
Iranian older adults Gerontologia e ke atas yang Prevalensi tekanan psikologis
Geriatria direkrut dari berat ditemukan 13,2%. Hasil
(SIGG) sebuah pusat regresi linier berganda

| 30
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
E. Lotfalinezhad1, Y.A. penitipan anak menunjukkan model yang
Momtaz , M. dan lansia yang signifikan (F (8,181) = 9,02, p
Foroughan, R. Sahaf tinggal di <0,001), di mana jenis kelamin,
komunitas di pendapatan subjektif, dan
Tahun 2019 kota Gorgan penyakit kronis
secara signifikan terkait dengan
tekanan psikologis.
Pasien yang
GAMBARAN Hasil penelitian pada 4
menunjukkan
DISTRESS PADA domain diabetes Distress
kondisi positif
PENDERITA menunjukkan urutan
yaitu usia, status
DIABETES Jurnal bagaimana berdasarkan rerata tertinggi yaitu
menikah,
MELLITUS Keperawatan gambaran Distress beban
2 Cross Sectional pendidikan,
Jiwa, Volume 6 Distress pada emosional (2,28), Distress
pekerjaan dan
Deasti Nurmaguphita No 2, Hal 76- penderita DM pengobatan (2,14),
kepemilikian
dan Sugiyanto Distress dengan dokter/tenaga
jaminan
kesehatan (2,09)
kesehatan.
Tahun 2018 dan Distress interpersonal (1,90)
Responden

| 31
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
penelitian ini
menunjukkan
karakteristik
yang mendukung
pada rendahnya
tingkat Distresss
Sebanyak 2.552 Data dari 2.552 orang dewasa
Depression and orang dewasa (≥18 tahun) dengan
diabetes Distress dengan diabetes T2DIABETES dianalisis. Usia
menunjukkan
in adults with type 2 tipe 2 rata-rata (± SD) adalah 63 ± 13
bahwa depresi dan
diabetes: berpartisipasi: tahun, T2DM
tekanan diabetes di
results from the (rata-rata ± SD) durasinya 12 ± 10 tahun, dan
3 Scientific report antara Cross Sectional
Australian National usia adalah 63 ± HbA1c adalah 8,0 ± 2,0%.
orang dewasa
Diabetes Audit (ANDA) 13 tahun, durasi Negara kelahiran dilaporkan
dengan diabetes
diabetes adalah sebagai Australia oleh sebagian
tipe 2
Natalie Nanayakkara, 12 ± 10 tahun, besar pasien (65%) diikuti oleh
Anthony Pease dan HbA1c Inggris (4%) dan Selandia Baru
adalah 8 ± 2% (3%). Tidak ada depresi dan

| 32
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
, Sanjeeva Ranasinha, tekanan diabetes ringan sampai
Natalie Wischer, sedang dilaporkan oleh 1663
Sofanos orang dewasa (65%), tidak ada
depresi dan tekanan diabetes
Tahun 2016 tinggi oleh 56 orang dewasa (2%)
Type 2 Diabetes Responden
Mellitus Related direkrut ke dalam Menemukan bahwa peningkatan
Distress in Thailand penelitian setelah HbA1c secara positif terkait
memberikan dengan peningkatan DRD setelah
Kongprai Tunsuchart, International persetujuan disesuaikan dengan usia, jenis
Yang mengalami
Peerasak jurnal of tertulis. Semua kelamin, pendidikan, durasi
Distress pada
4 Lerttrakarnnon, environmental Cross Sectional subjek T2DM, komorbiditas, komplikasi
diabetes melitus
Kriengkrai research and diwawancarai diabetes, dan dukungan keluarga.
tipe 2
Srithanaviboonchai public health untuk Skining dengan Distress Related
Kongprai Tunsuchart, mendapatkan Diabetes (DRD) mungkin
Peerasak informasi bermanfaat pada pasien DMT2
Lerttrakarnnon, demografis (usia,
Kriengkrai jenis kelamin,

| 33
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
Srithanaviboonchai, status
Surinporn Likhitsathian perkawinan,
pendidikan,
Tahun 2020 pekerjaan,
dukungan
keluarga, dan
riwayat medis
(komplikasi
diabetes,
komorbiditas,
durasi DM, jenis
manajemen
diabetes, tingkat
HbA1c)
A study to Assess the lansia berusia >
ORIGINAL Pasien lansia yang Penyakit terkait usia yang paling
Proportion of Age- 60 tahun dan
5 RESEARCH menderita diabetes Cross Sectional umum adalah Katarak (46%) dan
related problems and lansia yang
ARTICLE melitus tipe 2 28% dari mereka menderita
Psychosocial Distress menderita

| 34
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
among diabetes melitus Diabetes Mellitus sebagai
Elderly in Urban field tipe 2 penyakit jangka panjang mereka.
practice area of Depresi (28%) adalah masalah
BMCRI,Bengaluru psikologis yang paling umum.
Ada hubungan yang signifikan
Kavya M Alalageri1, secara statistik
Shobha2, Ranganath (p = <0,005) antara jenis kelamin
perempuan dan masalah
Tahun 2019 psikososial, Kehilangan pasangan
dan masalah psikososial, Usia
dan masalah penuaan.
The effectiveness of a Melayu, ≥ 18 Mengevaluasi keefektifan
value-based tahun dengan program pendidikan singkat yang
Chew et al.
EMOtion-cognition- T2DIABETES berfokus pada emosi pada orang
BMC Endocrine Penderita diabetes
6 Focused educatIonal Cross Sectional selama minimal dewasa dengan DMT2 pada
Disorders melitus tipe 2
programme to reduce 2 tahun, secara diabetes terkait Distress (DRD),
(2017) 17:22
diabetes-related teratur gejala depresi, persepsi penyakit,
Distress in Malay melakukan kualitas hidup, efikasi diri

| 35
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
adults with Type 2 tindak lanjut diabetes, perawatan diri dan hasil
diabetes (VEMOFIT): dengan salah satu klinis.
study protocol for a dari tiga Hasil utama: perbedaan antara
cluster randomised biomarker kelompok dalam proporsi pasien
controlled trial HbA1c, Distress yang mencapai skor DDS-17
darah sistolik dan rata-rata <3 (Diabetes tidak
Boon-How Chew, kolesterol LDL signifikan) pada 6 bulan setelah
Rimke C. Vos, Sazlina terkontrol secara intervensi. Hasil sekunder akan
Shariff Ghazali sub-optimal, dan menjadi perbedaan dalam
dengan rata-rata variabel yang disebutkan di atas
Tahun 2016 17-item Diabetes antara kelompok. Diskusi: Kami
Skor Distress berhipotesis bahwa hasil primer
Scale (DDS-17) dan sekunder akan meningkat
≥3 secara signifikan setelah
intervensi dibandingkan dengan
kelompok pembanding. Hasil
penelitian ini dapat berkontribusi

| 36
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
untuk perawatan yang lebih baik
untuk pasien DMT2 dengan DRD
Responden dengan metabolisme
yang baik kontrol, 13%
Work-related diabetes
melaporkan bahwa mereka sering
Distress among Mengalami
Distress. Di
Finnish workers with gangguan
Sebaliknya, di antara mereka
type 1 diabetes: a diabetes terkait
yang kontrol metaboliknya
national cross-sectional Journal of pekerjaan.
buruk, 40%
survey occupational Masalah dengan
7 Diabetes Distress Cross Sectional sering Distress. Dari mereka
medicine and kondisi kerja
yang pernah mengalami lebih
Pirjo Hakkarainen, toxiology fisik
banyak
Leena Moilanen, Vilma kesulitan dalam
dari 3 peristiwa hipoglikemia
Hanninen menerima
berat dalam 12 bulan terakhir,
diabetes
44% dilaporkan sering
Tahun 2016
mengalami Distress, sedangkan
19%

| 37
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
mereka yang tidak memiliki
kejadian seperti itu sering
ditekankan.
Secara keseluruhan 63% dari
mereka yang selalu menyimpan
darah mereka
kadar glukosa lebih tinggi di
tempat kerja daripada yang sering
dilaporkan
mengalami tekanan diabetes
terkait pekerjaan.
Diabetes Distress pada International Proporsi Distress diabetes di
pasien diabetes tipe 2 Journal antara populasi penelitian adalah
orang dewasa
Kedokteran dan 48,5%, yang meliputi 22,4%
Penderita Diabetes dengan penyakit
8 Islam MR, Karim MR, Penelitian Cross Sectional Distress tinggi dan 26,1%
Mellitus Tipe 2 diabetes mellitus
Habib SH, Yesmin K Biomedis Distress sedang. Sisanya
tipe 2
Volume 2 Edisi memiliki sedikit atau tanpa
Tahun 2 kesulitan. Nilai rata-rata ± SD

| 38
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
dari total skor Distress diabetes
adalah 2,17 ± 0,75. Mean ± SD
untuk setiap skor domain seperti
beban emosional, Distress terkait
dokter, Distress terkait rejimen
dan Distress antarpribadi adalah
(3,49 ± 1,52), (1,13 ± 0,32), (2,12
± 0,85), (1,12 ± 0,85), (1,40 ±
0,65).
Beban emosional dianggap
sebagai domain paling penting
dalam mengukur Distress
diabetes. Pengaruh usia
(p<0,001), pekerjaan (p<0,05),
merokok (p<0,005), BMI
(p<0,001), durasi sejak deteksi
diabetes mellitus (p<0,001),
status glikemik (p<0,001)

| 39
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
modalitas pengobatan (P<0,001),
komplikasi diabetes (p<0,001)
pada tingkat Distress diabetes
secara statistik signifikan. Ada
korelasi positif yang kuat antara
kedua variabel (r = 0,64,
p<0,001); skor Diabetes diabetes
dengan durasi diabetes mellitus.
Ada korelasi sedang, positif
antara dua variabel [r = 0,43,
p<0,001]; skor Diabetes diabetes
dengan status glikemik (tingkat
HbA1c).
Depression, Distress Pasien yang
Tingkat respons 81,5%. Jenis
and self-efficacy: The pasien tertentu terdiagnosa
kelamin, usia, durasi diabetes dan
9 impact on diabetes self- plosone dengan diabetes Cross Sectional Diabetes melitus
nilai HbAc1
care practices tipe 2 tipe 2 bertujuan
peserta yang dimasukkan untuk
untuk memeriksa

| 40
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
Cassidy Devarajooh, model konseptual analisis. Usia rata-rata peserta
Karuthan Chinna mengenai adalah
hubungan antara 55,33 ± 10,09 tahun. Di antara
Tahun 2017 depresi, tekanan 371
diabetes dan peserta penelitian, 141 (38,0%)
efikasi diri adalah
dengan praktek laki-laki, 215 (58,0%) adalah
perawatan diri etnis
diabetes Melayu diikuti oleh India pada
menggunakan 110
pendekatan (29,6%) dan Cina pada 46
kuadrat terkecil (12,4%).
parsial
pemodelan
persamaan
struktural
The association of access Pasien yang Pasien yang laki-laki, 49,1% adalah etnis non-
10 Cross Sectional
depressive symptoms publication memiliki diabetes mengalami kulit putih dan rata-rata HbA1c

| 41
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
and diabetes Distress tipe 2, efek gejala demensia, adalah 6,99 ± 1,42 % (52,9 ± 10,7 mmol / mol).

with glycaemic control depresi dan tekanan penyakit Dari jumlah tersebut, 232 (14,1%)
and diabetes diabetes terminal, tempat dan 111 (6,7%) peserta memiliki
complications over 2 tinggal sementara gejala depresi dan tekanan
years dan tempat diabetes, masing-masing, pada
in newly diagnosed type tinggal di luar awal. Dari mereka yang
2 diabetes: a daerah resapan, menderita diabetes pada awal, 59
prospective cohort stuy jenis diabetes (53,2%) memiliki gejala depresi
lain dan komorbid, sementara 59 (25,4%)
Khalida Ismail, ohn C. komplikasi dari mereka yang memiliki gejala
Pickup diabetes tahap depresi memiliki tekanan
akhir yang parah diabetes komorbiditas.
Tahun 2017 didefinisikan HbA1c pada kelompok depresi
harus 0,5% (5,5 mmol / mol)
30 juta orang atau 12,2% dari orang dewasa
Pasien yang
The Importance of Pasien yang Amerika Serikat
JGIM Owens- memiliki populasimemiliki
11 Addressing Depression memiliki diabetes Cross Sectional
Gary et al tekanan darah, diabetes. diabetes perawatan diri
and Diabetes Distress tipe 2
dan kadar Terol (diet, aktivitas ical phys-, dan

| 42
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
in Adults with Type 2 choles untuk kepatuhan minum obat) sangat
Diabetes pencegahan atau penting untuk Control-ling
keterlambatan hemoglobin A1C (HbA1c),
Michelle D. Owens- komplikasi tekanan darah, dan kadar Terol
Gary, PhD, Xuanping terkait diabetes. choles- dan untuk pencegahan
Zhang, PhD, Shawn Depresi dan atau keterlambatan komplikasi
Jawanda, MD, Kai tekanan diabetes terkait diabetes
McKeever Bullard, dapat
PhD, Pamela Allweiss, menghambat
MD, dan Bryce D. kontrol faktor-
Smith, PhD faktor

Tahun 2019
Marital status, Usia peserta berkisar antara 60
lansia pedesaan
widowhood duration, Lansia yang hingga 101 tahun (mean = 69,72;
BMC public yang tinggal di
12 gender memiliki jantung Cross Sectional SD = 6,52), 57,1% berjenis
health Provinsi
and health outcomes: a koroner, diabetes kelamin perempuan, 80,8%
Shandong, Cina
cross-sectional tinggal dengan pasangan, dan

| 43
Judul, Peneliti dan Metode yang Kriteria
No. Nama Jurnal Populasi Hasil
Tahun Terbit Digunakan Responden
study among older yang mengalami 39,2% buta huruf. Dari
adults in India gejala-gejala partisipan, 94,6% memiliki
tertentu dari keluarga yang harmonis. Selain
Jing Zhu , Lingzhong tekanan itu, orang-orang yang memiliki
Xu, Long Sun , Jiajia Li psikologis penyakit kronis menyumbang
, Wenzhe Qin , Gan 68,8%, yang status kesehatan
Ding , Qian Wang , Jiao penilaian-dirinya baik adalah
Zhang , Su Xie dan 52,2%
Zihang Yu

Tahun 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2020

| 44
4.2 Ekstraksi Data

Pada literatur diatas yang telah didapatkan oleh peneliti, faktor-faktor yang
mempengaruhi Distress pada lansia dengan diabetes melitus tipe 2 yaitu:

Pada penelitian yang dilakukan oleh Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto pada
tahun 2018, oleh Islam MR, Karim MR, Habib SH, Yesmin K pada tahun 2016,
menyatakan bahwa faktor lama penderita diabetes mellitus tipe 2 berpengaruh
terhadap faktor yang mempengaruhi Distress dengan presentase 16,67% dari 12
artikel.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto pada
tahun 2018, oleh Siregar tahun 2017, Cassidy Devarajooh, Karuthan Chinna pada
tahun 2017,menyatakan bahwa faktor pendidikan berpengaruh terhadap faktor yang
mempengaruhi Distress dengan presentase 25% dari 12 artikel.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto pada
tahun 2018, Natalie Nanayakkara, Anthony Pease, Sanjeeva Ranasinha, Natalie
Wischer, Sofanos pada tahun 2016, menyatakan bahwa faktor usia dan jenis kelamin
berpengaruh terhadap faktor yang mempengaruhi Distress dengan presentase 16,67%
dari 12 artikel.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto pada
tahun 2018, menyatakan bahwa faktor asuransi kesehatan berpengaruh terhadap
faktor yang mempengaruhi Distress dengan presentase 8,33% dari 12 artikel.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lotfalinezhad1, Y.A. Momtaz, M.


Foroughan, R. Sahaf pada tahun 2019, Cassidy Devarajooh, Karuthan Chinna pada
tahun 2017, menyatakan bahwa faktor psikologis berpengaruh terhadap faktor yang
mempengaruhi Distress dengan presentase 16,67% dari 12 artikel.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kavya M Alalageri, Shobha, Ranganath


pada tahun 2019, Boon-How Chew, Rimke C. Vos, Sazlina Shariff Ghazali pada
tahun 2016, menyatakan bahwa faktor psikososial berpengaruh terhadap faktor yang
mempengaruhi Distress dengan presentase 16,67% dari 12 artikel.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Boon-How Chew, Rimke C. Vos, Sazlina
Shariff Ghazali pada tahun 2016, menyatakan bahwa faktor penanganan perawatan

| 45
berpengaruh terhadap faktor yang mempengaruhi Distress dengan presentase 8,33%
dari 12 artikel.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Islam MR, Karim MR, Habib SH, Yesmin
K pada tahun 2016, menyatakan bahwa faktor HbA1c berpengaruh terhadap faktor
yang mempengaruhi Distress dengan presentase 8,33% dari 12 artikel.

Pada Penelitain yang dilakukan oleh E. Lotfalinezhad1, Y.A. Momtaz , M.


Foroughan, R. Sahaf pada tahun 2019, mengatakan bahwa penelitian ini dilakukan
dalam sampel dari 190 populasi lansia Iran yang tinggal di komunitas di kota Gorgan
sehingga menyelidiki prediktor sosio-demografi dan kesehatan yang signifikan dari
distress psikologis di usia tua. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lima faktor
sosio-demografi dan kesehatan termasuk usia, jenis kelamin, dan status perkawinan,
tingkat pendidikan, status hidup, kepuasan pendapatan, dan penyakit kronis adalah
prediktor signifikan dari distress psikologis di kemudian hari.

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto pada
tahun 2018, mengatakan bahwa Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana gambaran distress pada penderita DM. Penelitian dilakukan dengan
metode deskriptif kuantitatif selama bulan Januari-Agustus 2018. Sampel sejumlah
44 penderita DM tipe II di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU
Muhammadiyah Bantul. Hasil penelitian sebagian responden mengalami diabetes
distress tingkat rendah (50%), 45,5% responden mengalami diabetes distress tingkat
sedang dan hanya sedikit (4,5%) responden yang mengalami diabetes distress tingkat
tinggi. Domain diabetes distress yang paling tinggi adalah distress beban emosional
(2,28), selanjutnya distress pengobatan (2,14), distress dengan dokter/tenaga
kesehatan (2,09) dan nilai terendah terdapat pada distress interpersonal (1,90).

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Natalie Nanayakkara, Anthony Pease,


Sanjeeva Ranasinha, Natalie Wischer, Sofanos pada tahun 2016 mengatakan bahwa
Faktor-faktor yang terkait dengan distress diabetes di antara wanita dan pria dengan
diabetes tipe 2 sedikit berbeda dengan jumlah yang lebih besar di antara wanita (usia
yang lebih muda, penggunaan insulin, HbA1c lebih tinggi, persyaratan untuk juru
bahasa, kesulitan diet, tidak yakin dengan rekomendasi pemantauan glukosa,
kemungkinan depresi dan lebih rendah sendiri peringkat kesehatan) dibandingkan di

| 46
antara pria (HbA1c lebih tinggi, kesulitan diet, kemungkinan depresi dan peringkat
kesehatan sendiri yang lebih rendah).

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Kongprai Tunsuchart, Peerasak


Lerttrakarnnon, Kriengkrai Srithanaviboonchai, Kongprai Tunsuchart, Peerasak
Lerttrakarnnon, Kriengkrai Srithanaviboonchai, Surinporn Likhitsathian pada tahun
2020, mengatakan bahwa menyelidiki prevalensi dan faktor-faktor yang berpotensi
terkait dengan gangguan terkait diabetes (DRD) di antara pasien diabetes mellitus
(T2DM) tipe 2 di pusat perawatan kesehatan primer di Thailand. Dari peserta dengan
DRD 8,9% memiliki tingkat kesulitan sedang hingga tinggi. Tingkat pendidikan dan
dukungan keluarga secara signifikan terkait dengan tingkat DRD secara keseluruhan.
Selain itu, HbA1c dan komorbiditas juga secara bermakna dikaitkan dengan DRD,
seperti juga beban emosional dan distress regimen. Analisis regresi linier berganda
menemukan bahwa peningkatan HbA1c secara positif terkait dengan peningkatan
DRD setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, pendidikan, durasi T2DM,
komorbiditas, komplikasi diabetes, dan dukungan keluarga. Skining dengan DRD
mungkin bermanfaat pada pasien DMT2.

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Kavya M Alalageri, Shobha, Ranganath


pada tahun 2019, mengatakan bahwa penyakit terkait usia yang paling umum adalah
Katarak (46%) dan 28% dari mereka menderita Diabetes Mellitus sebagai penyakit
jangka panjang mereka. Depresi (28%) adalah masalah psikologis yang paling
umum. Ada hubungan yang signifikan secara statistik (p = <0,005) antara jenis
kelamin perempuan dan masalah psikososial, Kehilangan pasangan dan masalah
psikososial, usia dan masalah penuaan.

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Boon-How Chew, Rimke C. Vos, Sazlina
Shariff Ghazali pada tahun 2016, untuk mengevaluasi keefektifan program
pendidikan singkat yang berfokus pada emosi pada orang dewasa dengan DMT2
pada diabetes terkait distress (DRD), gejala depresi, persepsi penyakit, kualitas
hidup, efikasi diri diabetes, perawatan diri dan hasil klinis. Hasil utama: perbedaan
antara kelompok dalam proporsi pasien yang mencapai skor DDS-17 rata-rata < 3
(distress tidak signifikan) pada 6 bulan setelah intervensi. Hasil sekunder akan
menjadi perbedaan dalam variabel yang disebutkan di atas antara kelompok.

| 47
Pada Penelitain yang dilakukan oleh Pirjo Hakkarainen, Leena Moilanen, Vilma
Hänninen, Jarmo Heikkinen1 dan Kimmo Rasanen,pada tahun 2016, mengatakan
bahwa penelitianya membahas untuk menguji tekanan diabetes terkait pekerjaan di
antara pekerja Finlandia dengan diabetes. Distres diabetes terkait pekerjaan yang
dipersepsikan sendiri dievaluasi dalam konteks kondisi kerja, tuntutan pekerjaan,
kemampuan kerja, stres umum, penerimaan diabetes, kontrol glikemik, dan gejala
depresi. Dari responden, 70% mengalami gangguan diabetes terkait pekerjaan.
Masalah dengan kondisi kerja fisik (β = 0,27), kemampuan kerja (β = -0,21),
kesulitan dalam menerima diabetes (β = 0,18), dan tuntutan pekerjaan (β = 0,14)
ditemukan terkait dengan gangguan diabetes terkait pekerjaan. Distress ini sangat
terkait dengan pemeliharaan kadar glukosa darah tinggi di tempat kerja (β = 0,34).
Pada gilirannya, tingkat glukosa darah yang tinggi di tempat kerja dikaitkan dengan
tingkat HbA1c yang tinggi (β = 0,29). Distres diabetes terkait pekerjaan dan gejala
depresi memiliki hubungan dua arah (β = 0,06 dan β = 0,14). Kesulitan menerima
diabetes memiliki asosiasi tiga dimensi: tekanan diabetes terkait pekerjaan (β = 0,18),
gejala depresi (β = 0,13), dan tingkat HbA1c yang tinggi (β = 0,12).

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Islam MR, Karim MR, Habib SH, Yesmin
K pada tahun 2016, Proporsi Distress diabetes di antara populasi penelitian adalah
48,5%, yang meliputi 22,4% Distress tinggi dan 26,1% Distress sedang. Sisanya
memiliki sedikit atau tanpa kesulitan. Nilai rata-rata ± SD dari total skor Distress
diabetes adalah 2,17 ± 0,75. Mean ± SD untuk setiap skor domain seperti beban
emosional, Distress terkait dokter, Distress terkait rejimen dan Distress antarpribadi
adalah (3,49 ± 1,52), (1,13 ± 0,32), (2,12 ± 0,85), (1,12 ± 0,85), (1,40 ± 0,65). Beban
emosional dianggap sebagai domain paling penting dalam mengukur Distress
diabetes. Pengaruh usia (p<0,001), pekerjaan (p<0,05), merokok (p<0,005), BMI
(p<0,001), durasi sejak deteksi diabetes mellitus (p<0,001), status glikemik
(p<0,001) modalitas pengobatan (P<0,001), komplikasi diabetes (p<0,001) pada
tingkat Distress diabetes secara statistik signifikan. Ada korelasi positif yang kuat
antara kedua variabel (r = 0,64, p<0,001); skor distres diabetes dengan durasi diabetes
mellitus. Ada korelasi sedang, positif antara dua variabel [r = 0,43, p<0,001]; skor
distres diabetes dengan status glikemik (tingkat HbA1c).

| 48
Pada Penelitain yang dilakukan oleh Cassidy Devarajooh, Karuthan Chinna pada
tahun 2017 peneliti membahas eksplorasi hubungan antara depresi, Distress diabetes
dan efikasi diri dengan praktik perawatan diri diabetes. Empat ratus delapan puluh
pasien yang memenuhi syarat didekati, 391 setuju untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini, memberikan tingkat respons 81,5%. Jenis kelamin, usia, durasi
diabetes dan nilai HbAc1 sebanding antara responden dan non-responden (Setelah
pembersihan data, hanya 371 peserta yang dimasukkan untuk analisis. Usia rata-rata
Setelah pembersihan data, hanya 371 peserta yang dimasukkan untuk analisis. Usia
rata-rata peserta adalah 55,33 ± 10,09 tahun. Di antara 371 peserta penelitian, 141
(38,0%) adalah laki-laki, 215 (58,0%) adalah etnis Melayu diikuti oleh India pada
110 (29,6%) dan Cina pada 46 (12,4%).

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Khalida Ismail, ohn C. Pickup pada Tahun
2017 peneliti membahas, memeriksa hubungan antara gejala distress dan tekanan
diabetes dengan kontrol glikemik dan komplikasi diabetes selama 2 tahun, setelah
diagnosis diabetes tipe 2. Hasil Hasil Dari 1651 peserta (95,2%) dari total kohort
perawatan primer dengan nilai dasar yang tersedia PHQ-9 dan DIBAYAR, rata-rata
± tahun, 55,1% adalah laki-laki dan 49,1% adalah etnis non-kulit putih; 232 (14,1%)
dan 111 (6,7%) memiliki gejala distress dan tekanan diabetes, masing-masing.

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Michelle D. Owens-Gary, PhD, Xuanping


Zhang, PhD, Shawn Jawanda, MD, Kai McKeever Bullard, PhD, Pamela Allweiss,
MD, dan Bryce D. Smith, PhD pada tahun 2018 peneliti membahas, Pengaruh depresi
dan distress terhadap manajemen diabetes dan perawatan diri Depresi dan kesusahan
diabetes dapat mengurangi kontrol HbA1c, tekanan darah, dan kolesterol, kepatuhan
pengobatan, dan kesehatan secara keseluruhan di antara pasien dengan diabetes tipe
2. Orang-orang dengan depresi dan tekanan diabetes mungkin berisiko lebih tinggi
untuk terluka karena kontrol diabetes yang tidak memadai daripada mereka yang
hanya memiliki satu dari mereka atau tidak memiliki kedua kondisi tersebut. The
American Diabetes Association merekomendasikan bahwa penyedia menyaring
pasien dengan diabetes untuk depresi dan diabetes melitus selama kunjungan awal
mereka dan secara berkala sesudahnya. Bukti yang dirangkum di sini menunjukkan
bahwa skrining dini, pencegahan, dan pengobatan depresi atau distress diabetes dapat

| 49
menghasilkan manajemen diri diabetes yang lebih baik dan peningkatan kualitas
hidup bagi orang dengan diabetes tipe 2.

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Jing Zhu, Lingzhong Xu, Long Sun, Jiajia
Li, Wenzhe Qin, Gan Ding, Qian Wang, Jiao Zhang, Su Xie dan Zihang Yu pada
tahun 2018. Penelitian ini membahas, Distress psikologis ditemukan memiliki efek
total dan langsung terbesar pada ide bunuh diri di antara lansia pedesaan, diikuti oleh
penyakit kronis dan kecacatan. Penyakit kronis memiliki efek langsung parsial dan
efek tidak langsung parsial pada ide bunuh diri melalui distress psikologis, tetapi
kecacatan hanya memiliki efek tidak langsung pada ide bunuh diri melalui distress
psikologis. Temuan ini menyiratkan perlu mengambil langkah-langkah intervensi
yang efektif untuk memfasilitasi deteksi dini distress psikologis dalam praktik klinis
di kalangan lansia pedesaan.

| 50
BAB V

PEMBAHASAN
Pada bab 5 ini akan membahas analisis yang dilakukan dalam penelitian ini

5.1 Pengertian Distress

Distress disebabkan oleh kesulitan dalam mengatasi diabetes dalam kehidupan


sehari-hari. (Karuthan Chinna, 2017). Distress adalah kebalikan dari euDistresss,
tekanan positif yang memotivasi orang. Dalam pengobatan, Distress adalah sebuah
negara permusuhan di mana seseorang tidak dapat sepenuhnya beradaptasi dengan
Distressor dan Distress mereka dihasilkan dan menunjukkan perilaku maladaptif. Ini
dapat dibuktikan dengan adanya berbagai fenomena, seperti interaksi sosial yang
tidak sesuai misal: Agresi, kepasifan, atau penarikan. (Hansen, C.H.; Walker, J.;
Thekkumpurath, P., 2013)
Distress dapat diciptakan oleh pengaruh seperti pekerjaan, sekolah, teman sebaya
atau rekan kerja, keluarga dan kematian. Pengaruh lain bervariasi berdasarkan usia.
Orang-orang yang terkena Distress lebih cenderung menjadi sakit, mental atau fisik.
Karena, ada hubungan respons yang jelas antara Distress psikologis dan penyebab
utama kematian dengan Distress. (Hansen, C.H.; Walker, J.; Thekkumpurath, P.,
2013)
Skala Gangguan Diabetes 17-item yang telah dikembangkan Fisher pada tahun
2007 oleh Drs. (DDS17). Willill Untuk Polonsky, membuat dan versi yang lebih
singkat dari skala, Dr. Fisher dan timnya menilai 496 pasien berbasis komunitas item
Diabetes dengan tipe Distress 2 diabetes Scale. Menggunakan the 17-Dari ini
Penelitian, mereka menciptakan instrumen skrining Distress 2-item diabetes (DDS2)
yang meminta pasien untuk menilai pada skala 6-poin. Jika seorang pasien menjawab
dengan tegas pertanyaan DDS2, DDS17 dapat diberikan untuk membantu
menentukan langsung intervensi. Isi dari kesusahan dan untuk Misalnya, dokter dan
pasien dapat mengidentifikasi area di mana intervensi mungkin membantu:
emosional beban (perasaan kewalahan oleh diabetes), Distress terkait dokter
(kekhawatiran tentang akses, kepercayaan, dan perawatan), Distress terkait rejimen
(kekhawatiran tentang diet, aktivitas fisik, obat-obatan), dan Distress interpersonal
yang tidak menerima pemahaman dan dukungan yang tepat dari orang lain).

| 51
1. Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto pada tahun 2018, Diabetes Distress
menggambarkan beban emosional yang disebabkan oleh tekanan dalam perawatan
mandiri diabetes serta komplikasi yang menyertainya (Polonsky et al., 2005;
Snoek, Bremmer & Hermanns, 2015). Beban emosional tersebut akan berdampak
pada pasien itu sendiri, keluarganya dan pemberi pelayanan kesehatan yang terlibat
dalam perawatan diabetes. Diabetes Distress mengakibatkan menurunnya kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan pada seluruh domain, yaitu fisik,
psikologis, hubungan sosial dan lingkungan (Chew, Mohd- Sidik & Shariff-
Ghazali, 2015).
2. Natalie Nanayakkara, Anthony Pease, Sanjeeva Ranasinha, Natalie Wischer,
Sofanos pada tahun 2016, mengatakan bahwa dalam penelitian nasional besar ini,
kami menemukan bahwa sekitar sepertiga pasien dengan DMT2 yang menghadiri
pusat diabetes kemungkinan menderita depresi dan Distress diabetes, dan
sebagian besar tetap tidak diobati. Pasien dengan depresi atau Distress diabetes
lebih kecil kemungkinannya untuk mencapai rekomendasi untuk berhenti
merokok, diet, aktivitas fisik, dan pemantauan glukosa darah. Efek ini tetap
signifikan setelah penyesuaian untuk pembaur lain yang relevan.
Distress diabetes perlu dibedakan dari depresi karena perbedaan dalam asal-usul
dan manajemen yang tepat. 17 Diabetes Distress Scale (DDS17) adalah ukuran
yang banyak digunakan dan divalidasi untuk menilai Distress spesifik diabetes,
dengan keandalan dan validitas yang tinggi di banyak pengaturan, negara dan
budaya. Item DDS17 dapat digunakan untuk mengidentifikasi area yang menjadi
perhatian pasien, untuk memungkinkan dokter memulai diskusi yang mengakui
dan mengatasi kesulitan terkait diabetes, memberikan jaminan dan memulai
perubahan perilaku. Studi menunjukkan bahwa ini paling berhasil ketika
percakapan dimulai oleh dokter. Deteksi dan manajemen Diabetes diabetes yang
tepat waktu dikaitkan dengan perawatan diri yang lebih baik, kualitas hidup dan
hasil kesehatan. Tingkat Distress diabetes dalam penelitian kami sebanding
dengan yang dilaporkan dalam penelitian lain. Kami juga menemukan bahwa
sebagian besar kesusahan yang dilaporkan adalah dalam domain kesusahan terkait
rejimen dan beban emosional: 'perasaan bahwa mereka akan berakhir dengan
komplikasi jangka panjang yang serius terlepas dari apa yang mereka lakukan' dan

| 52
bahwa 'diabetes dan / atau hipertensi adalah mengkonsumsi banyak energi mental
dan fisik mereka diikuti oleh perasaan bahwa mereka tidak mengikuti rencana
makan yang baik. Dalam penelitian yang dilakukan di Denmark, China dan
Mexico, Distress terkait rejimen dan beban emosional juga merupakan sumber
lebih besar Distress diabetes daripada Distress interpersonal atau dokter terkait.
3. Pada Penelitain yang dilakukan oleh Natalie Nanayakkara, Anthony Pease,
Sanjeeva Ranasinha, Natalie Wischer, Sofanos pada tahun 2016 Diabetes-related
Distress (DRD) adalah sindrom yang terdiri dari komponen multidimensi
termasuk kekhawatiran, konflik, frustrasi, dan keputusasaan yang dapat menyertai
hidup dengan diabetes. Efek fisik dan psikologis yang negatif dapat secara
langsung dikaitkan dengan penderitaan jangka panjang akibat Distress emosional
terkait diabetes. Enam puluh persen pasien dengan diabetes yang memiliki tingkat
mood negatif dan/atau Distress psikologis yang tinggi menunjukkan tingkat
kesulitan yang tinggi. Studi sebelumnya telah melaporkan prevalensi DRD yang
tinggi pada individu dengan DMT2, misalnya, prevalensinya adalah 64% di Cina,
63,7% di Iran, 49,2% di Malaysia, dan 48,5% di Bangladesh.
4. Pada Penelitain yang dilakukan oleh Islam MR, Karim MR, Habib SH, Yesmin K
pada tahun 2016, diabetes Distress (DD) didefinisikan sebagai kekhawatiran
pasien tentang manajemen penyakit, dukungan, beban emosional, dan akses ke
perawatan, depresi. Ini adalah kondisi Diabetes-Distress penting yang berbeda
adalah diabetes dan non-kejiwaan Distress. bagian dari mengatasi diabetes-
Distress meningkatkan perawatan diri dan kontrol glikemik. Banyak orang
mengalami kesusahan besar karena menderita diabetes dan jumlah yang
dibutuhkan. Manajemen ini sering memasukkan diabetes frustrasi dengan
kewajiban diet, aktivitas fisik, obat-obatan yang berkelanjutan.

5.2 Faktor Distress yang Terjadi Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus Tipe 2

Distress sering bermanifestasi sebagai depresi, kecemasan, gangguan makan,


alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan lainnya. Hal yang menyebabkan Distress
(Molloy Collage, 2018):

| 53
 Masalah hubungan interpersonal seperti konflik, penyakit / kematian orang yang
dicintai, perceraian, pelecehan, pasangan romantis, keluarga, orang tua dll.
 Kesulitan finansial
 Penyesuaian lingkungan, meninggalkan rumah
 Kesulitan akademik
 Manajemen waktu dan kesulitan organisasi
 Kegelisahan
 Depresi
 Peristiwa traumatis
 Penyalahgunaan zat
 Gangguan Makan

5.2.1 Faktor Lama Penderita

Pada penelitian yang dilakukan oleh Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto pada
tahun 2018, Sebagian besar responden telah menderita DIABETES lebih dari 5 tahun
(68,2%). Hasil penelitian sebagian responden mengalami diabetes distress tingkat
rendah (50%), 45,5 % responden mengalami diabetes distress tingkat sedang dan
hanya sedikit (4,5%) responden yang mengalami diabetes distress tingkat tinggi.
Domain diabetes distress yang paling tinggi adalah distress beban emosional (2,28),
selanjutnya distress pengobatan (2,14), distress dengan dokter/tenaga kesehatan
(2,09) dan nilai terendah terdapat pada distress interpersonal (1,90). Lama sakit
berkaitan dengan proses adaptasi terhadap masalah yang dihadapi. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Permana (2017) yang menyebutkan bahwa distribusi
frekuensi lama sakit responden penderita DIABETES menunjukkan distribusi
tertinggi pada lebih dari 10 tahun dan tingkat Distress pasien sebagian besar adalah
ringan. Permana (2017) menyatakan terdapat hubungan antara lama sakit dengan
tingkat Distress pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Islam Surakarta (p-
value = 0,001) dimana semakin lama sakit, maka tingkat Distress semakin rendah.
Semakin rendah tingkat Distresss dalam kondisi sakit yang semakin lama
menunjukkan pasien semakin memahami kondisi yang dirasakan baik dari segi fisik,
psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Pemahaman yang dialami pasien
terhadap sakitnya akan mendorong pasien untuk lebih mampu mengantisipasi

| 54
munculnya kegawatan atau sesuatu hal yang mungkin terjadi pada diri pasien
(Permana, 2017).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Islam MR, Karim MR, Habib SH, Yesmin
K pada tahun 2016, mengatakan bahwa ada korelasi positif yang kuat antara dua
variabel [r = .640, n = 165, p<0,001] dengan skor Distress diabetes dengan durasi
diabetes mellitus. Pengaruh durasi sejak deteksi diabetes mellitus pada level Diabetes
diabetes secara statistik signifikan (p<0,001).

5.2.2 Faktor Pendidikan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto pada
tahun 2018, Distress pada penderita diabetes dipengaruhi oleh kognitif, lama sakit,
kepribadian dan faktor ekonomi (Siregar & Hidajat, 2017). Wardian, 2014 cit.
Permana, 2017 menyebutkan faktor yang berhubungan dengan diabetes Distress
adalah usia, indeks masa tubuh, pelayanan kesehatan profesional dan efikasi diri.
Rendahnya tingkat Distress pada hasil penelitian dianalisis berdasarkan beberapara
karakteristik responden yang menunjukkan kondisi positif yaitu usia, status menikah,
pendidikan, pekerjaan dan kepemilikian jaminan kesehatan.

Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan pengetahuan seseorang.


Tingkat pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan. Pendidikan
merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang. Seorang
yang berpendidikan ketika menemui suatu masalah akan berusaha berfikir sebaik
mungkin dalam menyelesaikan masalah tersebut. Orang yang berpendidikan baik
cenderung akan mampu berfikir tenang terhadap suatu masalah. Hasil penelitian
menunjukkan sebagian besar tingkat pendidikan responden berada di tingkat lanjut
yaitu SMA dan perguruan tinggi sebesar 65,9 %.

Penelitian Siregar (2017) menyebutkan faktor kognitif mempengaruhi cara


berfikir patisipan dalam menemukan solusi yang tepat dari masalah yang dihadapi.
Koping merupakan usaha seseorang untuk mengurangi Distress yang merupakan
proses pengaturan (management) beban yang dihadapi. Koping mengarahkan
individu untuk mendefinisikan masalah, mencari alternatif pemecahan, mengukur

| 55
alternative dari segi keuntungan dan kerugian, menentukan pilihan dan
melaksanakan tindakan (Lazarus&Folkman, 1986 cit Sadikin, 2013).

Tingkat pendidikan berkaitan dengan kemudahan dalam memahami informasi,


penjelasan dan instruksi terkait dengan penyakit (Siregar, 2017). Kemampuan
individu dalam beradaptasi dan menangani masalah akan mengurangi reaksi
Distresss yang muncul akibat penyakit. Selain itu, kemampuan berespon dan
kematangan berfikir juga berkaitan dengan tingkat usia (Sadikin&Subekti, 2013).
Sehingga rendahnya tingkat diabetes Distress pada penelitian ini diperkuat dengan
usia responden yang sebagian besar berada pada rentang 46-55 tahun (34,09%).

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Cassidy Devarajooh, Karuthan Chinna pada
tahun 2017 mengatakan Distress diabetes secara signifikan lebih tinggi di antara
orang-orang Melayu bila dibandingkan dengan orang-orang India dan di antara
mereka yang memiliki pendidikan tinggi ketika dibandingkan dengan mereka yang
memiliki pendidikan dasar. Tingkat Distress diabetes adalah serupa antara jenis
kelamin, kelompok umur, status komplikasi dan pengobatan diabetes.

5.2.3 Faktor Usia dan Jenis Kelamin

Pada penelitian yang dilakukan oleh Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto pada
tahun 2018, Karakteristik responden penelitian ini menurut jenis kelamin
menunjukkan sebagian besar responden adalah perempuan perempuan (61,4%)
dengan rentang usia terbesar 46-55 tahun (34,09%). Prevalensi DIABETES pada
perempuan dibuktikan dalam penelitian Jelantik (2014 cit Permana, 2017) yaitu
terdapat hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin, kegemukan dan hipertensi
dengan kejadian Diabetes melitus tipe 2 di wilayah Kerja Puskesmas (Mataram
Tahun 2013) dimana sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Peningkatan umur
menyebabkan seseorang beresiko terhadap peningkatan kejadian DM, orang yang
memasuki 6 usia 55 tahun keatas, berkaitan dengan terjadinya diabetes karena pada
usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena terjadi penurunan sekresi atau
resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa
darah yang tinggi kurang 80 optimal (Suyono, 2007 cit Permana, 2017). Kekenusa
(2013 cit Permana, 2017) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara umur dan
riwayat hidup dengan kejadian Diabetes melitus tipe 2, dimana orang yang berumur

| 56
lebih dari 45 tahun memiliki resiko menderita Diabetes melitus tipe 2 delapan kali
lebih tinggi dibandingkan orang yang berusia dibawah 45 tahun.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Natalie Nanayakkara, Anthony Pease,


Sanjeeva Ranasinha, Natalie Wischer, Sofanos pada tahun 2016 mengatakan bahwa
Faktor-faktor yang terkait dengan Distress diabetes di antara wanita dan pria dengan
diabetes tipe 2 sedikit berbeda dengan jumlah yang lebih besar di antara wanita (usia
yang lebih muda, penggunaan insulin, HbA1c lebih tinggi, persyaratan untuk juru
bahasa, kesulitan diet, tidak yakin dengan rekomendasi pemantauan glukosa,
kemungkinan depresi dan lebih rendah sendiri peringkat kesehatan) dibandingkan di
antara pria (HbA1c lebih tinggi, kesulitan diet, kemungkinan depresi dan peringkat
kesehatan sendiri yang lebih rendah)

5.2.4 Faktor Asuransi Kesehatan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto pada
tahun 2018, Hampir seluruh responden dalam penelitian ini memiliki asuransi
kesehatan (93,2%). Hal ini merupakan faktor penting yang membantu menurunkan
Distress penderita. Diabetes Mellitus merupakan masalah kesehatan global yang
paling serius, mengancam, berkembang pesat angka kejadian dan mengakibatkan
morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan biaya perawatan kesehatan terbanyak.
Besarnya pembiayaan kesehatan akibat Diabetes tampak dari klaim BPJS sampai
tahun 2015. Ternyata Diabetes dan komplikasinya adalah salah satu kelompok klaim
terbesar untuk biaya catastrophic JKN, yaitu 33% dari total pengeluaran. Adanya
jaminan kesehatan akan mengurangi beban pembiayaan yang harus ditanggung
secara mandiri oleh penderita DIABETES sehingga secara emosional seorang yang
memiliki jaminan kesehatan menjadi lebih tenang dan yakin.

5.2.5 Faktor Psikologis

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lotfalinezhad1, Y.A. Momtaz , M.


Foroughan, R. Sahaf pada tahun 2019, Penelitian ini dilakukan dalam sampel dari
190 populasi lansia Iran yang tinggal di komunitas di kota Gorgan sehingga
menyelidiki prediktor sosio-demografi dan kesehatan yang signifikan dari Distress
psikologis di usia tua. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lima faktor sosio-
demografi dan kesehatan termasuk usia, jenis kelamin, dan status perkawinan,

| 57
tingkat pendidikan, status hidup, kepuasan pendapatan, dan penyakit kronis adalah
prediktor signifikan dari Distress psikologis di kemudian hari.

Faktor-faktor yang diungkapkan ini bisa menjadi penyebab utama Distress


psikologis yang lebih tinggi di antara wanita. Beberapa penulis berspekulasi bahwa
karakteristik jaringan sosial dapat memiliki pengaruh besar pada Distress psikologis
antara pria dan wanita. Ada, bagaimanapun, penjelasan lain yang mungkin yang
mungkin terkait dengan kurangnya akses yang memadai ke sumber daya ekonomi
dan emosional oleh pria dan wanita di sepanjang kehidupan dapat menyebabkan
perbedaan jenis kelamin dalam Distress psikologis. Berdasarkan uraian di atas,
Distress psikologis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Status perkawinan
juga bisa menjadi salah satu prediktor penting dari Distress psikologis di antara orang
dewasa yang lebih tua. Meskipun secara statistik tidak ada perbedaan antara
responden yang belum menikah dan yang sudah menikah tetapi lansia yang belum
menikah memiliki Distress psikologis yang lebih tinggi. Sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa menjadi lajang adalah efek sama merugikan
pada tingkat Distress psikologis di antara dua jenis kelamin. Hasil ini dapat dijelaskan
oleh faktor bahwa pernikahan dapat memberikan dukungan sosial yang kuat bagi
pasangan yang mengarah pada tingkat Distress psikologis yang lebih rendah antara
pria dan wanita.

Pada Penelitain yang dilakukan oleh Cassidy Devarajooh, Karuthan Chinna pada
tahun 2017 mengatakan ada hubungan positif antara Distress dengan depresi sesuai
dengan penelitian sebelumnya. Diabetes Distress disebabkan oleh kesulitan dalam
mengatasi diabetes dalam kehidupan sehari-hari. Sejumlah kecil Distress diabetes
adalah bagian dari hidup dengan diabetes. Namun, ketika cukup parah, atau
diperburuk oleh faktor lingkungan atau pribadi lainnya, Distress diabetes mungkin
cukup parah untuk menyebabkan depresi

5.2.6 Faktor Psikososial

Kavya M Alalageri, Shobha, Ranganath pada tahun 2019 menyebutkan penilaian


Diabetes psikososial menggunakan GHQ-30: Di antara 200 subjek penelitian, 58
(29%) di antaranya memiliki gangguan Diabetes psikososial karena skor mereka > 8
poin General Health Questionnaire-30 (GHQ-30). Masalah terkait usia dan Distress

| 58
Psikososial di kalangan Lansia, Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik
(p = <0,005) antara gender perempuan dan masalah psikososial, Kehilangan
pasangan dan masalah psikososial, Masalah usia dan penuaan yang berarti
perempuan memiliki lebih banyak masalah psikososial dari pada laki-laki, orang tua
yang telah kehilangan pasangannya dan pergi sendiri memiliki lebih banyak masalah
psikososial dari pada orang yang pergi dengan pasangan mereka, masalah penuaan
lebih sebagai usia masing-masing.

Masalah terkait usia dan Distress psikososial pada Lansia. tidak adanya
pendapatan terjamin dan cukup untuk mendukung, Banerjee et al menemukan bahwa
52,3% dari subyek penelitian mereka sendiri untuk perawatan kesehatan dan sosial
lainnya dilaporkan dengan depresi yang relatif lebih tinggi dari sekuritas. Kehilangan
peran dan pengakuan sosial dan bukan prevalensi nasional yang perlu ditangani.
Ketersediaan kesempatan untuk penggunaan waktu luang yang kreatif dan efektif
juga menjadi masalah yang sangat memprihatinkan. Distress psikososial dinilai
menggunakan GHQ-30 untuk orang lanjut usia. Tren tersebut dengan jelas akan
mengungkapkan kuesioner tersebut pada subjek studi. Di antara 200 penuaan geriatri
akan muncul sebagai tantangan sosial utama pada masyarakat, 29% di antaranya
mengalami Distress psikososial dengan menilai masa depan.

Boon-How Chew, Rimke C. Vos, Sazlina Shariff Ghazali pada tahun 2016,
menyatakan Pasien diabetes mellitus tipe 2 (T2DM) mengalami banyak masalah
psikososial terkait dengan diabetes mereka. Hal ini sering menyebabkan gangguan
emosi seperti Distress, Distress, kecemasan, dan depresi, yang mengakibatkan
penurunan perawatan diri, kualitas hidup, dan pengendalian penyakit.

5.2.7 Faktor HbA1c

Pada penelitian yang dilakukan oleh Islam MR, Karim MR, Habib SH, Yesmin
K pada tahun 2016, mengatakan bahwa Ada korelasi sedang, positif antara dua
variabel [r = 0,43, n = 165, p<0,001] dengan skor Distress diabetes dengan status
glikemik (tingkat HbA1c). Pengaruh status glikemik pada tingkat Distress diabetes
secara statistik signifikan (p<0,001). Temuan ini konsisten dengan temuan penelitian
lainnya. Pengaruh modalitas pengobatan pada tingkat Distress diabetes secara
statistik signifikan (p<0,001). Temuan ini konsisten dengan temuan penelitian

| 59
lainnya. Pengaruh diabetes komplikasi pada tingkat Distress diabetes secara statistik
signifikan (p<0,001). Pengaruh merokok pada tingkat Distress diabetes secara
statistik signifikan (p<0,005). Pengaruh BMI pada tingkat Distress diabetes secara
statistik signifikan (p<0,001).

5.2.8 Tanda-Tanda Distress

1. Apakah Ada Tanda-Tanda Kekhawatiran Fisik?


 Penurunan penampilan fisik termasuk penurunan dalam perawatan,
kebersihan
 Mengenakan pakaian aneh atau aneh
 Penurunan berat badan yang tiba-tiba
 Kelelahan berlebihan / gangguan tidur / konsentrasi buruk
 Alkohol atau penyalahgunaan narkoba lainnya (mata merah atau bengkak,
disorientasi, berbau alkohol)
 Perilaku mencederai diri sendiri
2. Apakah ada Tanda-Tanda Kekhawatiran Psikologis?
 Pernyataan langsung atau tidak langsung oleh siswa tentang niat mereka
untuk melukai diri sendiri atau orang lain
 Pernyataan langsung atau tidak langsung yang menunjukkan keputusasaan
atau tidak berharga, dan / atau ide bunuh diri atau pembunuhan
 Penyingkapan diri dari kesusahan pribadi yang dapat mencakup masalah
keluarga, kesulitan keuangan, kesedihan, pelecehan seksual, kekerasan
dalam rumah tangga, dibuntuti, penyerangan seksual, kejahatan kebencian,
gangguan makan, penyalahgunaan zat, penyalahgunaan obat, serangan
panik, fobia, dan / atau depresi
 Khawatir, cemas, takut, atau panik berlebihan

| 60
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan faktor faktor distress dari 12 artikel yang direview atau digunakan
dalam penelitian ini, terdapat atau ditemukannya 7 faktor Distress pada lansia
penderita Diabetes mellitus tipe 2. Berikut adalah faktor-faktornya:

1. Faktor Distress yang Terjadi Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
16,67% yang berjumlah 2 dari 12 artikel.
2. Faktor Lama penderita dengan presentase 25% yang berjumlah 3 dari dari 12
artikel.
3. Faktor Pendidikan presentase 16,67% dari yang berjumlah 2 dari 12 artikel.
4. Faktor Usia dan jenis kelamin presentase 16,67% yang berjumlah 2 dari dari 12
artikel.
5. Faktor Asuransi kesehatan presentase 8,33% yang berjumlah 1 dari 12 artikel
6. Faktor Pisikologis presentase 16,67% dari yang berjumlah 2 dari 12 artikel
7. Faktor Pisikososial presentase 16,67% yang berjumlah 2 dari 12 artikel
8. Faktor HbA1 presentase presentase 8,33%yang berjumal 1 dari 12 artikel.

6.2 Saran

Setelah penulis menyelesaikan tugas akhir ini dapat disarankan untuk:

a. Keluarga bisa menjadi sumber informasi bagi klien untuk menjaga kesehatan pada
lansia dengan diabetes melitus tipe 2.
b. Pelayanan bisa menambah informasi maupun penyuluhan kesehatan agar dapat
meningkatkan status kesehatan.
c. Institusi Pendidikan bisa menjadi pertimbangan dalam pembelajaran serta
mengembangkan pengetahuan mahasiswa terkait dengan faktor faktor apa saja
yang mempengaruhi Distress pada lansia dengan diabetes melitus tipe 2.

| 61
DAFTAR PUSTAKA

A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. 2014. Pengantar kebutuhan dasar
manusia. Edisi 2. Jakarta: Salemba medika
Boon-How Chew, Rimke C. Vos, Sazlina Shariff Ghazali. 2016. Efektivitas
program edukasi EMOtion-kognition-Focused berbasis nilai untuk
mengurangi gangguan terkait diabetes pada orang dewasa Melayu dengan
diabetes Tipe 2 (VEMOFIT): protokol studi untuk uji coba terkontrol
secara acak cluster.
Cassidy Devarajooh, Karuthan Chinna. 2017. Pasal Penelitian Depresi, Kesusahan
dan Kemanjuran Diri: Dampak Pada Praktik Perawatan-Diri Diabetes.
Chandradewi, Kusristant. 2017. Intervensi Dengan Pendekatan Cognitive Behavior
Therapy untuk Mengurangi Diabetes-Related Distress pada Lanjut Usia
dengan Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Tipe 2. Jakarta
Dahroni, Arisdiani, T dan Y. P. Widiastuti. 2017. Hubungan Antara Distress Emosi
dengan Kualitas Tidur Lansia. Jurnal Keperawatan 5(2): 68-71.
Deasti Nurmaguphita dan Sugiyanto. 2018. Gambaran Distress pada Penderita
Diabetes Mellitus.
Deasti Nurmaguphita. Gambaran Distress pada diabetes melitus. Jawa tengah.2018.
Jawa Tengah.
Depresi dan distress diabetes pada orang dewasa dengan diabetes tipe 2: hasil dari
Australian National Diabetes Audit (ANDA) 2016. Australia.
Dharma, Kusuma Kelana. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian, Jakarta, Trans InfoMedia
E. Lotfalinezhad1, Y.A. Momtaz, M. Foroughan, R. Sahaf. 2019. Psikologis di
Antara Sampel Orang Dewasa Iran yang Lebih Tua. Iran.
Helmawati. (2014). Hidup Sehat Tanpa Diabetes. Yogyakarta: Notebook.
International Diabetes Federation. (2015). Risk Faktors.
Islam MR, Karim MR, Habib SH, Yesmin K. 2016. Diabetes distress di antara
pasien diabetes tipe 2. Bangladesh.

| 62
Jing Zhu, Lingzhong Xu, Long Sun, Jiajia Li, Wenzhe Qin, Gan Ding, Qian Wang,
Jiao Zhang, Su Xie dan Zihang Yu. 2018. Penyakit Kronis, Kecacatan,
Distress Psikologis, dan Ide Bunuh Diri di kalangan Lansia Lansia: Hasil
dari Survei Populasi di Shandong. China.
Jose RL Batubara, Bambang Triadjaja AAP, Aman B. Pulungan. 2010. Buku Ajar
Endokrionologi Anak. IDAI.
Kaunang, Vindy Dortje, Dkk. 2019. GAMBARAN TINGKAT DISTRESS PADA
LANSIA. E-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 7 Nomor 2, Agustus
2019.
Kavya M Alalageri, Shobha, Ranganath. 2019. Studi untuk Menilai Proporsi
Masalah yang Berhubungan dengan Umur dan Distres Psikososial pada
Lansia di Perkotaan Area Praktek Lapangan BMCRI. Bengaluru.
Khalida Ismail, ohn C. Pickup. 2017. Hubungan antara gejala depresi dan tekanan
diabetes dengan kontrol glikemik dan komplikasi diabetes lebih dari 2
tahun pada diabetes tipe 2 yang baru didiagnosis: studi kohort prospektif.
Kongprai Tunsuchart, Peerasak Lerttrakarnnon, Kriengkrai Srithanaviboonchai,
Kongprai Tunsuchart, Peerasak Lerttrakarnnon, Kriengkrai
Srithanaviboonchai, Surinporn Likhitsathian. 2020. Diabetes Mellitus
Tipe 2 Terkait Distress di Thailand. Thailand.
Kozier, B., Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. 2010. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan (Alih bahasa: Esty Wahyu ningsih, Devi
yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana lusyana). Jakarta: EGC 768
Michelle D. Owens-Gary, PhD, Xuanping Zhang, PhD, Shawn Jawanda, MD, Kai
McKeever Bullard, PhD, Pamela Allweiss, MD, dan Bryce D. Smith, PhD.
2018. Pentingnya Mengatasi Depresi dan Gangguan Diabetes pada Orang
Dewasa dengan Diabetes Tipe 2.
Musradinur. 2016. Distress dan Cara Mengatasinya dalam Perspektif Psikologi.
Jurnal Edukasi 2 (2): 183-200.
Natalie Nanayakkara, Anthony Pease, Sanjeeva Ranasinha, Natalie Wischer,
Sofanos. 2016.

| 63
Nurkamilah, et al. Pengaruh Diabetes Self Management Education and Support
terhadap Diabetes Distress pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSD
Dr. Soebandi. Jember
Pirjo Hakkarainen, Leena Moilanen, Vilma Hänninen, Jarmo Heikkinen1 dan
Kimmo Rasanen. 2016. Diabetes Terkait Pekerjaan di Kalangan Pekerja
Finlandia Dengan Diabetes Tipe: survei lintas seksi nasional.
Putu Wira Kusuma Putra. HUBUNGAN SELF EFFICACYDAN DUKUNGAN
SOSIAL TERHADAP SELF CARE MANAGEMENT PASIEN
DIABETES MELLITUS TIPE II.2018. Bandung.
Rahman, S. 2016. Faktor-faktor yang Mendasari Distress pada Lansia. Jurnal
Pendiidkan Indonesia 16 (1): 1-7.
Smeltzer, S.C, 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, edisi 8. Jakarta: EGC
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet
Sutikno E., et al. 2011. Hubungan antara Fungsi Keluarga dan Kualitas Hidup.
Institut Ilmu Kesehatan Bhati Wiyata, Kediri. Jurnal Kedokteran
Indonesia, Vol.2:1.
Trisnawati dan Setyorogo. (2014). Faktor risiko kejadian Diabetes Melitus Tipe II
di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat tahun 2012. Jurnal
Kesehatan Ilmiah, 5, (1), 6-11.
Waspadji, S. 2007. Diabetes mellitus di Indonesia, Dalam: Aru W, dkk, editors,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
WHO. 2015. Psysical Activity. www.who.int (Diakses tanggal 21 Agustus 2019
Yosi, Meisi Surta. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan diabetes mellitus
tipe 2 pada Lansia di PUSKESMAS Segiri Kelurahan Sidodadi Kecamatan
Samarinda Ulu Tahun 2016. Samarinda Ulu.

| 64
Yumna, Meiratih, K. Noor Diani. Anggi Setyowati. 2018. Dukungan Keluarga
Dengan Distress Pada Pasien Diabetes Melitus. Lampung.

| 65

Anda mungkin juga menyukai