Arne Laksmiasanti S 59206001
Arne Laksmiasanti S 59206001
id
TESIS
oleh :
ARNE LAKSMIASANTI
S 59206001
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
NIM : S 59206001
Moewardi Surakarta” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan
karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
Arne Laksmiasanti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
A. IDENTITAS
Nama : Dr. ARNE LAKSMIASANTI
NIM : S 59206001
Tempat/ Tanggal lahir : Surakarta, 2 Februari 1972
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. TK BHAYANGKARI – Surakarta : Tahun 1977 - 1978
2. SDN 15 – Surakarta : Tahun 1978 - 1984
3. SMPN 1 – Surakarta : Tahun 1984 - 1987
4. SMAN 4 – Surakarta : Tahun 1987 - 1990
5. FK UNS – Surakarta : Tahun 1991 - 1998
6. PPDS I IK THT-KL FK UNS Surakarta : Juli 2006 - sekarang
7. Magister Kedokteran Keluarga Minat Biomedik
Pascasarjana UNS : Juli 2006 -sekarang
C. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Dokter PTT Puskesmas Bojong Kabupaten Pekalongan
2. Dokter PTT Puskesmas Nusukan Kotamadya Surakarta
D. RIWAYAT KELUARGA
1. NAMA ORANG TUA : Dr.H. RUSTAM SUNARYO, SpOG
Hj. AMBAR LUKITOWATI
2. NAMA SUAMI : Dr. SUPANJI RAHARJA, SpOG
3. NAMA ANAK : SHAFIRA MARELIA ARIFA
MIRANDA AZAHRA
RAFI RADITYA PRAMANA
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Maha Kuasa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menjalani pendidikan sampai selesainya tesis ini, sebagai salah satu
Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ravik Karsidi, Drs., MS,
selaku rektor UNS, Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus M.S, selaku Direktur Program
Studi Pascasarjana UNS dan Dr. Hari Wujoso, dr., SpF., M.M, selaku Ketua
Program Studi Kedokteran Keluarga, Afiono Agung Prasetyo, dr., Ph.D., selaku
Ketua Minat Ilmu Biomedik Program Pascasarjana, dan Ari Natalia Probandari,
dr., MPH. PhD., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
staf pendidik dan bantuan semua pihak yang terlibat, maka karya ilmiah ini tidak
akan bisa diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima
kasih yang tidak terhingga kepada Direktur RSUD dr. Moewardi, drg. Basuki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Salimo, dr. SpA (K) dan dr. Sudarman, SpTHT-KL (K) selaku pembimbing, yang
tesis ini serta dr. Sarwastuti Hendradewi Sp THT-KL M.Kes, selaku Ketua
Sebelas Maret yang telah banyak memberi nasihat, dukungan pada penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dr. Vicky Eko
Nurcahyo H, Sp. THT-KL, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi PPDS I Ilmu
Keluarga.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Bhisma Murti, dr. MPH,
MSc, PhD atas bimbingan, perhatian dan kesediaannya meluangkan waktu serta
ini.
bimbingan dan arahan selama proses pendidikan dan penyelesaian penelitian ini.
paramedis RSUD Dr. Moewardi dan semua pihak yang telah membantu baik
Kepada kedua orang tua dr. H. Rustam Sunaryo, SpOG dan Hj. Ambar
biaya kepada penulis, dengan penuh rasa hormat, cinta dan kasih sayang, gelar ini
nanti akan ananda persembahkan. Tak lupa kepada kedua mertua, kakak dan adik
Khusus untuk suami tercinta dr. Supanji Raharja, SpOG terima kasih yang
cinta, kasih sayang dan doa yang tulus sehingga penelitian ini dapat saya
selesaikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
tahun) dan Rafi Raditya Pramana (3 tahun) yang selalu mendoakan supaya cepat
menyelesaikan sekolah.
lingkungan Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan
Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret atas semua kesalahan dan
kedokteran keluarga.
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman judul ............................................................................. i
Lembar pengesahan .................................................................... ii
Lembar pernyataan ..................................................................... iii
Daftar riwayat hidup ................................................................... iv
Kata pengantar ............................................................................ v
Daftar isi ..................................................................................... ix
Daftar tabel ................................................................................. xii
Daftar gambar ............................................................................. xiii
Daftar lampiran ........................................................................... xiv
Daftar singkatan .......................................................................... xv
Abstrak ........................................................................................ xvi
Abstract ....................................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN ....................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................. 2
C. Tujuan Penelitian ................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................. 4
A. Karsinoma Nasofaring ........................................... 4
1. Definisi ............................................................ 4
2. Epidemiologi ................................................... 4
3. Etiologi ............................................................ 5
4. Anatomi ........................................................... 5
5. Penyebaran ....................................................... 6
6. Gejala Klinis .................................................... 7
7. Patologi ............................................................ 8
8. Histopatologi ................................................... 9
commit to
9. Letak Tumor Nasofaring user
................................. 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 : Anatomi tuba Eustachius ( dikutip dari Text Book Sobotta ) 15
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Hasil: Dari 35 sampel yang terdiri dari 27 pasien laki-laki dan 8 pasien wanita,
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara letak tumor
nasofaring dengan derajat tuli konduksi telinga kanan dan telinga kiri. Uji korelasi
Pearson Chi Square telinga kanan menunjukkan p = 0.033 dan telinga kiri p =
0.015. Letak tumor nasofaring yang menutup tuba Eustachius akan memiliki
risiko 14 kali lebih besar mengalami tuli konduksi telinga kanan dan 20 kali lebih
besar mengalami tuli konduksi telinga kiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Material and Methods: Research done in cross sectional study in Ear Nose and
Throath-Head and Neck Surgery Department Medical Faculty University of
SebelasMaret/ Dr. Moewardi Hospital Surakarta, with consecutive sampling
methods, start from April 2011 until Oktober 2011. The nasopharyngeal
carcinoma patient examined for rigid nasopharyngoscopy and pure tone
audiometry. Data has analyzed using Pearson Chi Square correlation test with p <
0.05.
Result: From thirty five (35) samples those were twenty seven (27) males and
eight (8) females patients was found correlation between the site of
nasopharyngeal tumour with conductive right ear and left ear hearing loss degree.
Pearson Chi Square correlation test at the right ear, p = 0.033 and the left ear, p =
0.015. The site of nasopharyngeal tumour that blocked Eustachius tube will have
14 times greater risk to have conductive hearing loss in the right ear and 20 times
greater risk to have conductive hearing loss in the left ear.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
(KNF) merupakan tumor kepala leher yang sering ditemukan di lndonesia, dan
menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas di seluruh tubuh. Sedangkan di
propinsi Guangdong dan GuangXi, yaitu 40-50 kasus per 100.000 penduduk
pertahun dan di daerah yang banyak ditempati oleh imigran China di Asia
harapan hidup pada stadium dini, yaitu stadium I adalah 67.6%, stadium II 38 %,
sedangkan separuh stadium III dan IV biasanya akan meninggal dalam tahun
Tumor ini menyebar secara cepat ke kelenjar limfe leher dan bermetastasis
jauh seperti ke organ-organ: paru, hati dan tulang. Faktor penyakitnya sendiri
nyeri. Secara anatomis letak tumor sulit untuk diperiksa dan kecenderungan tumor
oleh pasien maupun dokter. Gejala dini bersifat ringan dan tidak khas. Keluhan
yang timbul berhubungan erat dengan letak tumor di nasofaring. Oleh karena letak
menimbulkan gangguan fungsi tuba Eustachius. Dan keluhan pada telinga yang
paling sering adalah keluhan gangguan pendengaran satu sisi telinga dan bersifat
konduktif. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan obyektif, salah satunya dengan
(Mulyarjo, 2002).
Maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan letak tumor nasofaring terhadap
B. Rumusan Masalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
Mendeteksi secara dini bahwa gangguan pendengaran tipe konduksi pada satu
D. Manfaat Penelitian
konduksi unilateral.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karsinoma Nasofaring
1. Definisi
Karsinoma nasofaring adalah tumor yang berasal dari sel – sel epitel yang
Schmincke pada tahun 1921. Karsinoma ini dikenal sebagai tumor yang
2. Epidemiologi
yang disebabkan infeksi Epstein Barr Virus (EBV) di Asia, tepatnya di propinsi
Guang Dong China Selatan, didapatkan 2.500 kasus baru per tahun atau dengan
dibandingkan dengan yang terjadi di Negara Eropa atau Amerika Utara dengan
prevalensi 1 per 100.000 penduduk per tahun (Brennan, 2006; Hirusantit, 2003).
Eropa Barat, dengan insiden 0,5 sampai 2 per 100.000 jumlah penduduk. Tapi
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun.
3. Etiologi
lingkungan. Faktor makanan terutama konsumsi ikan asin dan makanan diawetkan
4. Anatomi
Nasofaring adalah suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus mulai dari
dasar tengkorak sampai palatum molle. Nasofaring merupakan bagian dari faring
yang sebenarnya merupakan daerah transisi antara rongga hidung dan orofaring
sehingga sering disebut epifaring atau ruang belakang rongga hidung. Pada orang
yang berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan ruang telinga tengah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5. Penyebaran
dapat menembus ke dalam saluran limfe dan dibawa ke kelenjar limfe atau ke
perkontinuitatum), atau ke dalam rongga tubuh dan dalam bagian tubuh (Wei,
2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6. Gejala klinis
a. Gejala telinga.
b. Gejala hidung.
c. Gejala saraf.
d. Gejala di leher.
dan tidak mudah digerakkan jika sel tumor telah menembus kelenjar
tubuh yang letaknya jauh. Metastasis jauh bisa ke tulang, hati, dan paru
7. Patologi
bentuk yaitu : endofitik dan eksofitik. Bentuk eksofitik biasanya tumbuh pada satu
sisi nasofaring, tidak ada ulseratif, kadang bertangkai dan permukaannya licin.
Tumor ini tumbuh dari atap dan dapat mengisi seluruh rongga nasofaring. Tumor
ini dapat mendorong palatum mole ke bawah dan tumbuh kearah koana dan
masuk ke kavum nasi. Tumor bentuk ini cepat tumbuh mencapai sinus maksila
Bentuk yang endofitik paling sering dijumpai pada dinding posterior atau
tuba Eustachius dan di atap nasofaring. Lesi ini biasanya kecil disertai jaringan
ovale. Penjalaran secara petrosfenoid ini akan mengenai ganglion Gaseri dan sinus
meluas dan merusak foramen-foramen di basis kranii dan masuk kedalam fossa
Pada penelitian ini yang akan diteliti adalah bentuk eksofitik, untuk
8. Histopatologi
Tipe ini mempunyai sifat pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa
Tipe ini menunjukkan diferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel
yang lebih kearah diferensiasi baik. Sel-sel ganas tersusun stratified atau
III ).
Tipe ini mempunyai gambaran patologi yang sangat heterogen, sel ganas
berbentuk synctitial dengan batas sel yang tidak jelas, dan beberapa sel
orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga
yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia muda dinding
10. Stadium
(American Joint Committee on Cancer) pada tahun 1986. Pada saat ini telah
commit to user
Berdasarkan system TNM stadium dapat ditentukan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Stadium 0 : Tis N0 M0
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium IIB : T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1 M0
Stadium III : T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
T3 N0,N1,N2 M0
Stadium IV A : T4 N0,N1,N2 M0
Stadium IV B : T1,2,3,4 N3 M0
11. Diagnosis
a. Anamnesis
pada leher bagian atas merupakan keluhan yang paling sering yang menyebabkan
penderita KNF berobat. Gejala hidung, telinga, gangguan neurologi juga sering
b. Pemeriksaan Fisik
1. Nasofaringoskopi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Alat ini bersifat lentur dengan ujung yang dilengkapi alat biopsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Cunam biopsi yang agak besar dimasukkan melalui kavum nasi sisi
jaringan biopsi yang cukup besar dan representatif pada tumor atau daerah
- Jika biopsi dengan anestesi lokal tidak mendapatkan hasil yang positif
B. Tuba Eustachius
tengah dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri atas tulang rawan pada dua
pertiga ke arah nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang. Muara tuba di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dari tuba orang
mukosa kavum timpani, yang merupakan bagian dari epitel traktus respiratorius.
merupakan peralihan antara sel goblet, kolumnar, silindris, serta sub mukosa yang
Pada bagian inferior lateral tuba terdapat lapisan lemak yang disebut
lemak Ostmann, yang membantu proses menutupnya tuba. Selain itu lemak
Ostmann juga membantu melindungi tuba Eustachius dan telinga tengah terhadap
sekret nasofaring. Terdapat empat buah otot pada tuba yaitu M.tensor veli
Diantara keempat otot tersebut yang berperan pada proses dilatasi aktif adalah M.
Tuba biasanya dalam keadaan tertutup, dan baru terbuka apabila oksigen
diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan, dan
menguap. Proses membukanya tuba dibantu oleh otot tensor veli palatini apabila
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yaitu fungsi ventilasi, drainase, dan proteksi. Fungsi ventilasi mengatur agar
tekanan udara telinga tengah sama dengan tekanan udara luar. Fungsi drainase
nasofaring dan dilakukan oleh gerakan silia dalam kavum timpani. Fungsi proteksi
adalah melindungi tekanan telinga tengah terhadap tekanan suara dan sekret
nasofaring. Fungsi tuba sebagai pengatur tekanan telinga tengah adalah yang
virus atau bakteri, barotrauma, gangguan imunologi serta alergi. Faktor lain yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
tumor di nasofaring, sinusitis, rhinitis. Fungsi tuba abnormal dapat terjadi oleh
faktor obstruksi atau patensi tuba abnormal. Obstruksi tuba dapat terjadi baik
Edema yang terjadi pada muara tuba akan menyebabkan otot-otot pada muara
tuba gagal membuka. Hal ini selanjutnya dapat menimbulkan gangguan pada
telinga tengah.
obstruksi tuba terutama pada bagian tersempit dari tuba yaitu isthmus. Saat terjadi
bermigrasi ke telinga tengah sehingga terjadi otitis media bakterial akut. Obstruksi
ini menimbulkan tekanan negatif yang menghasilkan otitis media efusi. Kuman
Moxarela catarrhalis. Ventilasi tidak terjadi maka tuba yang obstruksi dapat
persisten sehingga terjadi otitis media efusi yang steril (Bluestone, 2006).
a. Fungsional
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Mekanik
nasofaring yang menutup muara tuba Eustachius, sehingga tekanan udara dalam
rongga telinga tengah menjadi negatif sehingga terjadi retraksi membran timpani
(Ballenger, 1997).
yaitu memasukkan udara ke telinga tengah. Maksud inflasi ini adalah untuk
Ada beberapa cara yang sering digunakan untuk inflasi telinga tengah, yaitu :
1. Perasat Valsava
Metode inflasi telinga ini sangat bermanfaat karena dapat dilakukan pasien
setiap saat dengan berulang-ulang sampai fungsi tuba normal. Caranya adalah
dengan meniup dengan keras sambil lubang hidung dipencet serta mulut ditutup.
2. Perasat Toynbee
Metode inflasi ini dilakukan dengan cara menelan ludah sambil hidung
dipencet serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membran timpani
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Tuli konduktif
Tuli konduktif adalah tuli yang disebabkan gangguan pada aparat konduksi
telinga luar dan telinga tengah. Tuli konduktif terjadi bila suara yang
masuk terdapat hambatan dari liang telinga luar sampai membran timpani,
b. Tuli sensorineural
dalam, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea. Tuli sensorineural
c. Tuli campur
Kelainan tuli campur terjadi di telinga luar, telinga tengah dan di telinga
telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berbeda seperti tumor
0 - 25 dB : normal
F. Audiometri
1. Definisi
Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar
pendengaran dalam ambang sensitivitasnya pada tiap frekuensi yang diuji. Pada
sumbu vertikal, intensitas dari yang paling tinggi ke bawah sampai nol merupakan
tingkat tekanan bunyi yang sesuai dengan rata-rata pendengaran normal pada tiap
frekuensinya. Jajaran frekuensi yang diuji adalah antara 250 sampai 8000 Hz
(Ballenger, 2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250 - 500 -
1000 - 2000 - 4000 - 8000 Hz dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB).
dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan
didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara (lihat gambar). Dengan
membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang
secara sistematik untuk menemukan tingkat ambang dengar pasien yang diuji.
frekuensi ini lebih stabil daripada frekuensi yang lain. Dan setiap kali didapat
ambang dengar, langsung dicatat pada formulir audiogram. Tanda O merah untuk
telinga kanan, dan X biru untuk telinga kiri. Tanda-tanda ini kemudian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dipakai untuk menentukan tiap ambang dengar sama dengan yang dilakukan
Hubungan yang erat antara KNF dengan telinga telah lama diketahui. Pada
penelitian awal yang dilakukan Jackson (2001), dilaporkan gejala telinga pada
KNF didapatkan kurang lebih 43% kasus. Penelitian yang serupa juga dilakukan
telinga berkaitan dengan adanya tumor nasofaring itu sendiri, namun dapat
dijumpai pengaruh lain misalnya dari terapi radiasi dan kemoterapi (Hasselt et al.,
2001).
konduksi dan sering disertai tinnitus merupakan keluhan telinga yang paling
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sering dijumpai pada stadium dini. Oleh karena itu, penurunan pendengaran pada
KNF secara diagnostik dianggap cukup signifikan. Hal itu dibuktikan, sejak tahun
2003, Trotter sudah fokus mengamati pentingnya penurunan penurunan “tipe tuba
Eustachius” sebagai gejala awal KNF. Para ilmuwan setuju dengan pernyataan
(Wang, 2003).
Hal yang menarik perhatian, beberapa pasien KNF dijumpai Otitis media
Efusi (OME) disertai keluhan penurunan pendengaran dengan derajat tuli yang
yang menyebabkan Otitis Media Efusi. Hal ini didukung dengan penelitian yang
ditemukan 36% pasien dengan OME yang tidak mengeluh adanya penurunan
Keluhan telinga lain yang didapatkan pada KNF seperti otore dan otalgi
perluasan tumor.
1. Patogenesis
commit
Sejumlah penelitian telah dilakukan to mendapatkan
untuk user proses mekanisme yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
tepat. Meskipun hasilnya masih belum pasti, pada kebanyakan kasus penyebab
(Bluestone, 2006).
2. Penelitian Terdahulu
membukanya tuba Eustachius secara aktif dipengaruhi Otitis Media Efusi, dan
tekanan proses membukanya tuba secara pasif diukur dengan pompa udara dengan
tekanan normal (< 400 mmH2O). Penyebabnya diduga berasal dari tekanan dari
difokuskan pada kerja muskulus tensor veli palatini yang berpengaruh dalam
membukanya tuba. Su et al., 1985 memaparkan teori bahwa disfungsi tuba dapat
kartilago tuba karena proses erosi tuba. Pendapat ini didukung oleh Low et. al,
1999 yang mempertimbangkan proses erosi yang melibatkan bagian luar lamina
kartilago tuba hanya cukup untuk mengubah compliance (Hasselt et al., 2001).
gangguan tuba pada KNF, yaitu (a) perubahan fungsi dinamis yang disebabkan
gangguan pada muskulus tensor veli palatina, (b) pengurangan clearance siliar
karena perubahan proses inflamasi pada mukosa telinga tengah, dan (c)
pergeseran ke lateral kartilago tuba Eustachius oleh karena tumor yang membesar.
Honjo (2001) menilai bahwa tekanan atau invasi pada lumen tuba jarang terjadi
dan hanya terjadi pada tumor besar. Hal tersebut telah dibuktikan di RS Prince
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Wales, Hongkong dengan teori muskulus dan teori pergeseran dari Honjo lewat
media Resolusi tinggi yaitu MRI. Teori pengurangan clearance siliar tidak dapat
dikonfirmasi dengan MRI, tapi tetap tidak mengecilkan validitas dan pentingnya
tampaknya menjadi faktor yang paling penting pada semua kasus. Hal ini
disebabkan karena invasi langsung dari muskulus tensor veli palatini atau
dengan ukuran dan perluasan tumor serta telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan
MRI. Kejadian efusi yang sering timbul sesuai dengan perluasan tumor ke ruang
parafaringeal, dimana rata-rata efusi terjadi sebesar 95%. Pada beberapa kasus,
infiltrasi tumor tidak hanya disebabkan inaktivasi, atau paralisis muskulus tensor
veli palatini saja, tapi juga pergeseran tuba dan invasi kartilago dengan perubahan
terutama jika tumor berada di tuba Eustachius, disebabkan tumor secara anatomis
(secara mekanik) menyumbat lumen tuba. Schuknecht dan Kerr (2001) telah
Karsinoma Sel Skuamosa yang menginvasi tuba Eustachius (Miura et al., 2001).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Cundy dkk juga melaporkan hasil histopatologi tulang temporal pasien KNF
Tumor yang sangat besar secara luas dapat menginfiltrasi dan berpengaruh
merupakan tanda awal yang penting dari KNF. Penurunan pendengaran biasanya
berasal dari disfungsi tuba Eustachius yang menimbulkan otitis media efusi
(Cundy, 2006).
otitis media efusi sebagai salah satu gejala awal pada pasien dengan KNF. Dalam
terdiri dari 7 pasien dengan OME bilateral dan sisanya unilateral. Ditemukan 77
pasien dengan keluhan tinitus dan tuli. R Indudharan 1997, melaporkan 22 pasien
(12,3%) mengeluh tinitus. Pada penelitian yang dilakukan Imad et al., 2005
dengan 20 pasien, 40% mengeluh tuli konduksi unilateral, semua pasien disertai
OME, dan tidak ditemukan tuli yang bilateral. Didapatkan juga 5 pasien (10%)
disertai otalgia dan 3% dengan tinitus. (Imad et al., 2005; Sham, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
H. Kerangka Teori
Karsinoma
Nasofaring
Audiometri nada
murni
Derajat tuli
Konduksi
Keterangan:
: yang diteliti
telinga yang merupakan gejala dini karsinoma nasofaring. Jika ada keluhan di
I. HIPOTESIS
konduksi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
C. Populasi
Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi dengan hasil pemeriksaan biopsi nasofaring
itu dilakukan anamnesis tentang keluhan di telinga yang merupakan gejala dini
D. Sampel
Moewardi Surakarta, antara bulan Januari 2011 sampai Oktober 2011 yang
KNF.
4. Tumor eksofitik.
G. Besar Sampel
n = Z α². p. q
d²
Keterangan:
q : 1 – P = 1 – 0,85 = 0,1
I. Variabel Penelitian
J. Definisi Operasional
meliputi:
murni merk Rion AA-72A pada frekuensi 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000, 8000
Hz. Pasien dimasukkan kedalam ruang khusus untuk pemeriksaan audiometri, lalu
pasien duduk di dalam box untuk pemeriksaan, pasien diberi petunjuk bila
dicatat dalam kertas audiogram nada murni untuk ditentukan kelainan penurunan
0 : normal <25 dB
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
K. Alat Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
L. Jalannya Penelitian
Usia yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 sampai 60 tahun. Usia
adenoid dan fungsi ventilasi tuba Eustachius pada anak-anak kurang efektif
dibandingkan dewasa. Tuba Eustachius anak-anak lebih pendek dan lebih lebar
serta posisinya lebih horisontal dibanding dewasa sehingga infeksi saluran nafas
berulang dan pembesaran adenoid akan memudahkan infeksi telinga tengah pada
M. Analisis Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel. Data yang
Square.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
N. Etika Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.Hasil Penelitian
poliklinik THT RSUD dr. Moewardi Surakarta. Jumlah sampel pada penelitian ini
Data dasar dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, stadium
tumor, keluhan, letak tumor, derajat tuli konduksi, lokasi telinga yang tuli
konduksi, sisi telinga yang tuli, letak tumor KNF dihubungkan dengan lokasi
telinga yang mengalami tuli konduksi, dan letak tumor KNF dihubungkan dengan
Umur (tahun) n %
10-20 0 0
21-30 4 11.4
31-40 5 14.3
41-50 12 34.3
>50 14 40.0
Jumlah 35 100.0
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dari tabel 4.1 didapatkan bahwa sebaran umur terbanyak penderita KNF
adalah dekade 5 yaitu 14 sampel (40%), diikuti kelompok umur 41-50 tahun, yaitu
12 sampel (34.3%). Penderita KNF termuda berusia 25 tahun dan yang paling tua
Dari tabel 4.2 didapatkan jenis kelamin terbanyak untuk penderita KNF
Stadium n %
I 0 0
II 1 2.9
III 9 25.7
IV 25 71.4
Jumlah 35 100.0
Dari tabel 4.3. dijumpai bahwa sebagian besar penderita KNF datang
berobat pada stadium lanjut (stadium III dan IV) yaitu sebanyak 34 kasus
(71.4%). Stadium dini (stadium I dan II) hanya dijumpai 1 kasus (2.9%), dan
seluruhnya pada stadium II. Tidak ada penderita KNF yang datang pada stadium I.
Keluhan n %
Telinga berdenging 26 74.3
Penglihatan dobel 14 40.0
Mimisan 19 54.3
Pembesaran KGB 32 91.4
merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai yaitu sebesar 32 pasien , disusul
Letak Tumor n %
Tidak Menutup Tuba Eustachius 11 31.4
Menutup Tuba Eustachius 24 68.6
Jumlah 35 100.0
Dari tabel 4.5. didapatkan bahwa letak tumor KNF yang terbanyak menutup
Dari tabel 4.6. didapatkan bahwa tuli konduksi di telinga kiri merupakan
lokasi telinga yang paling banyak dijumpai yaitu sebesar 17 pasien ( 48.57%),
yang berasal dari penjumlahan tuli konduksi di telinga kiri ditambah dengan tuli
commit to user
konduksi di telinga kiri dan kanan (kedua telinga).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 4.6. Distribusi frekuensi penderita KNF menurut lokasi telinga yang
tuli konduksi
Dari tabel 4.7. dibawah ini menunjukkan bahwa gangguan pendengaran satu
telinga (unilateral) merupakan sisi tuli yang paling banyak dijumpai yaitu sebesar
18 pasien (51.4%).
Tuli Konduksi
Letak Tumor Tidak % Ya % Total % O X2 p
R
Tidak Menutup 10 90.9 1 9.1 11 10 14 7.4 0.006
TE 0 7
10 41.7 14 58.3 24 10
Menutup TE 0
20 15 35 10
Total 0
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dari tabel di atas, didapatkan nilai OR (Odds Ratio) sebesar 14. Nilai ini
menunjukkan bahwa letak tumor nasofaring yang menutup tuba Eustachius akan
memiliki risiko 14 kali lebih besar mengalami tuli konduksi telinga kanan, dan
nilai p = 0.006. Terdapat hubungan yang bermakna antara letak tumor nasofaring
Tuli Konduksi
Letak Tumor Tidak % Ya % Total % OR X2 p
Tidak Menutup 10 90.9 1 9.1 11 100 20 10.01 0.002
TE
Menutup TE 8 33.3 16 66.7 24 100
Total 18 17 35 100
Dari tabel di atas didapatkan nilai OR (Odds Ratio) sebesar 20. Nilai ini
menunjukkan bahwa letak tumor nasofaring yang menutup tuba Eustachius akan
memiliki risiko 20 kali lebih besar mengalami tuli konduksi telinga kiri, dan nilai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Menutup
TE
Menutup 10 41.7 2 8.3 2 8.3 10 41.7 24 100
TE
Total 20 2 3 10 35 100
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai p = 0,033. Terdapat hubungan yang
bermakna antara letak tumor nasofaring terhadap derajat tuli konduksi telinga
kanan.
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai p = 0,015. Terdapat hubungan yang
bermakna antara letak tumor nasofaring terhadap derajat tuli konduksi telinga kiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
PEMBAHASAN
Nasofaring (KNF) yang datang berobat Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi
Surakarta antara bulan Januari 2011 sampai dengan Oktober 2011 yang memenuhi
kriteria inklusi maupun eksklusi. Berdasarkan Tabel 4.1, penderita KNF terbanyak
pada penelitian ini adalah pada kelompok umur lebih dari 50 tahun, yaitu 40%.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Aliandri (2007) yaitu
pada kelompok umur 51-60 tahun sebesar 30,4% dari 79 kasus, Delfitri (2007)
mendapatkan insiden penderita KNF tertinggi pada kelompok umur 50-59 tahun
KNF tertinggi pada kelompok umur 50-59 tahun sebesar 36,4%, Zahara (2007)
mendapatkan insiden penderita KNF tertinggi pada kelompok umur lebih dari 50
tahun sebesar 45,8%, Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr. Soetomo Surabaya
mendapatkan insiden penderita KNF tertinggi pada kelompok umur 51-60 tahun
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian lain di RSUP H. Adam
Malik Medan, yaitu Lutan (2003) mendapakan insiden penderita KNF tertinggi
pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 40% dari 130 kasus, Henny (2006)
umur 37-46 tahun sebesar 26.67% dan Karya et al., 2007 di Makasar
mendapatkan insiden penderita KNF tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun
dari 10 tahun hingga lebih 80 tahun dengan puncak insiden pada usia 40-60 tahun
(Thompson, 2005). Pada daerah endemik insiden meningkat sejak usia 20 tahun
dan mencapai puncak pada dekade V dan VI (Cottril & Nutting, 2003).
Keganasan didapat pada usia tua (lebih dari 40 tahun) karena sistem imunitas dan
ganas, karena adanya mutasi spontan atau induksi karsinogen. Dari adanya kontak
dengan karsinogen sampai timbulnya sel kanker diperlukan waktu induksi yang
Berdasarkan Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa dari 35 orang penderita KNF
1. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Sihotang (2007)
dengan perbandingan 3.4 : 1. Hasil yang berbeda didapat oleh Muyassaroh et al.,
perbandingan 3 : 2.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian lain di Indonesia,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
seperti oleh Hutagalung dkk (1996) di Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta
perempuan 2.5 : 1. Hasil yang berbeda didapat di RSCM oleh Roezin (1996)
disebutkan bahwa KNF lebih sering dijumpai pada pria, dengan perbandingan pria
dan wanita 3 : 1 (Chew, 1997; Cottril & Nutting, 2003). Keadaan tersebut
Berdasarkan Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita KNF
pada penelitian ini datang pada stadium lanjut (stadium III dan IV), yaitu
(25.7%). Sedangkan penderita KNF yang datang pada stadium dini (stadium I dan
II) dijumpai hanya 1 kasus (2.9%) pada stadium II. Hasil penelitian ini hampir
sama dengan penelitian yang dilakukan Henny (2006) yaitu seluruh penderita
KNF pada stadium lanjut (stadium III dan IV) masing-masing sebesar 50%,
Aliandri (2007) juga mendapatkan seluruh penderita KNF dalam stadium lanjut,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dimana stadium III 70.9% dan stadium IV 29.1%, Zahara (2007) mendapatkan
penderita KNF stadium lanjut sebesar 70.8%, yaitu stadium III 41.7% dan
stadium IV 29.1%, stadium dini dijumpai 29.2% yaitu stadium I 4.2% dan
Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian lain, seperti yang
dilakukan Hadi dan Kusuma (1997) di Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya yang
mendapatkan penderita KNF stadium lanjut 95.29%, yaitu stadium III 10.85% dan
stadium IV 84.44%, sementara stadium dini hanya 4.66%, yaitu stadium I 0.78%
stadium III 37.66% dan stadium IV 36.78%. Stadium dini sebesar 25.54%, yaitu
stadium I 2.66% dan stadium II 22.66%. Soehartono et al., 2007 di Rumah Sakit
dr. Syaiful Anwar Malang mendapatkan penderita KNF stadium lanjut sebesar
91.44%, yaitu stadium III 17.14% dan stadium IV 73.3%, sedangkan stadium dini
penderita KNF stadium lanjut sebesar 73.33%, yaitu stadium III 42.22% dan
4.44% dan stadium II 22.22%. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Sudyartono
dan Wiratno (1996) di Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang mendapatkan penderita
KNF stadium lanjut sebesar 50%, yaitu stadium III 46.9% dan stadium IV 3.1%.
Sementara stadium dini 50%, yaitu stadium I 20.3% dan stadium II 29.7%.
ditemukan antara 3.8-13.9% dibandingkan dengan stadium lanjut (stadium III dan
KNF relatif sulit didiagnosis secara dini (Soehartono et al., 2007). Letaknya tidak
mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli sehingga seringkali ditemukan
Pada Tabel 4.4, distribusi frekuensi penderita KNF menurut keluhan yang
14 kasus (40%).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ahmad (2002), yaitu
adanya tumor di leher yang paling sering dijumpai dan yang mendorong penderita
Pada Tabel 4.5, distribusi letak tumor di nasofaring yang terbanyak pada
penelitian ini adalah yang menutupi muara tuba Eustachius, yaitu sebanyak 24
pasien (68.6%). Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Hidayat (2008),
unilateral.
Letak dan ukuran tumor pada nasofaring erat kaitannya dengan gangguan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
fungsi telinga tengah dan tuba Eustachius. Karya dkk. di Makasar (2007) telah
menemukan hubungan yang bermakna antara letak dan ukuran tumor dengan
tuba Eustachius.
pada telinga kiri merupakan sisi tuli yang paling banyak dijumpai yaitu sebesar 17
pasien (48.57%), Pada Tabel 4.7. didapatkan bahwa gangguan pendengaran satu
telinga (unilateral) merupakan sisi tuli yang paling banyak dijumpai yaitu sebesar
18 pasien (51.4%). Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian lain,
seperti yang dilakukan Lee et al., 1997 yaitu keluhan pada satu telinga pada
penderita KNF sebesar 20%. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa gangguan
tuli konduksi pada satu sisi (unilateral), merupakan gejala dini didapatkannya
karsinoma nasofaring.
Pada Tabel 4.8, didapatkan letak tumor nasofaring yang menutup tuba
Eustachius akan memiliki risiko 14 kali lebih besar mengalami tuli konduksi
telinga kanan, dan nilai p = 0.006. Terdapat hubungan yang bermakna antara
dengan muara tuba Eustachius. Bila terjadi sumbatan pada tuba Eustachius oleh
Pada Tabel 4.9, didapatkan letak tumor nasofaring yang menutup tuba
Eustachius akan memiliki risiko 20 kali lebih besar mengalami tuli konduksi
telinga kiri, dan nilai p = 0.002. Terdapat hubungan yang bermakna antara letak
dijumpai pada penderita KNF dengan letak tumor di fossa Rosenmuller yang
meluas ke atap/ dinding posterior nasofaring dan menutupi muara tuba Eustachius,
Pada Tabel 4.10, didapatkan hubungan yang bermakna antara letak tumor
nasofaring dengan derajat tuli konduksi telinga kanan. Pada uji korelasi Pearson
Pada Tabel 4.11, didapatkan hubungan yang bermakna antara letak tumor
nasofaring dengan derajat tuli konduksi telinga kiri. Pada uji korelasi Pearson Chi
tidak khas. Keluhan tergantung posisi dan perluasan tumor nasofaring, apakah
tumbuh kearah muara tuba Eustachius atau ke koana. Keluhan telinga yang
terbanyak pada penderita KNF berupa gangguan pendengaran yang unilateral. Hal
ini harus menjadi perhatian, apabila keluhan tersebut menetap dan timbul tanpa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB VI
A. Simpulan
risiko 14 kali lebih besar mengalami tuli konduksi telinga kanan dan
B. Saran
commit to user