id
TESIS
Oleh
KIKI MAHARANI
S961302004
TESIS
KIKI MAHARANI
S961302004
Pembimbing
dr. Fatichati Budiningsih, Sp.PD-K.Ger,FINASIM
Prof. Dr. dr. HM Bambang Purwanto, Sp.PD-KGH, FINASIM
Drs. Sumardi, MM
ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : DR. dr. Arief Nurudhin Sp. PD KR,
FINASIM
Anggota :
3. Drs. Sumardi, MM
v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
Bismillahirrahmanirrahim
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”
bintang
( W. Clement Stone )
vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1. Yang terhormat, Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas
2. Yang terhormat, Prof. Dr. Hartono, dr., M.Si selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kemudahan dan
dukungan kepada penulis selama menjalani pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam.
3. Yang terhormat, dr. Endang Agustinar, M.Kes sebagai Direktur RSUD Dr.
Moewardi beserta seluruh jajaran staf direksi yang telah berkenan dan mengijinkan
4. Yang terhormat, Prof. Dr. HM. Bambang Purwanto, dr., SpPD, KGH,
pengarahan dalam penyusunan usulan tesis ini, serta memberikan kemudahan penulis
Program Studi PPDS I Ilmu Penyakit Dalam, yang telah membimbing dan
vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penyakit Dalam.
yang telah membimbing dan memberikan pengarahan, bimbingan dan koreksi penulis
Penyakit Dalam.
9. Yang terhormat, Seluruh Staf Pengajar Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/ RSUD
Susanto,SpPD FINASIM, dr. Arifin SpPD KIC FINASIM, dr. Agus Joko S,SpPD
viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KAI FINASIM, dr. Yulyani Werdiningsih, SpPD FINASIM, dr.Sri Marwanta SpPD
Mkes, dr.Aritantri D SpPD MSc, dr. Bayu Basuki Wijaya SpPD Mkes, dr. R.Satriyo
SpPD Mkes, dr. Evi Nurhayatun SpPD Mkes, dr. Eva N SpPD Mkes, dr. Ratih Tri K
SpPD, dr. Yudhi Hadjianto Sp.PD Mkes, dr. Agus Jati, Sp.PD, dr. Nurhasan Agung,
SpPD Mkes, dr. Aryo Suseno, SpPD Mkes, dan dr. Ratih Arianita, SpPD Mkes, dr.
Didik Prasetyo, Sp.PD Mkes, dan dr. Warigit Dri Atmoko, Sp.PD Mkes yang telah
memberi dorongan, bimbingan dan bantuan dalam segala bentuk sehingga penulis
10. Yang terhormat, Orangtuaku Tercinta bpk.Suprapto dan ibu hj Sri Widajati,
kakak-kakakku Hadi Setiyono dan Novi Ristanto dan suamiku tersayang, yang
telah memberikan kasih sayang dan semangat dengan sabar dan tulus memberikan
dorongan moril dan materiil dalam penyelesaian tesis ini dan proses menjalani
13. Seluruh teman sejawat seperjuangan Residen Ilmu Penyakit Dalam yang telah
memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis dalam penelitian ini dan selama
menjalani pendidikan.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan tesis ini masih banyak
terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mohon maaf dan sangat mengharapkan
ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penulis
x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
RINGKASAN
KIKI MAHARANI
Vitamin D berhubungan dengan kelemahan otot, dan sarkopenia ini sering terjadi
pada usia lanjut. Sarkopenia ditandai dengan penurunan jumlah serabut otot dan
resistensi insulin pada usia lanjut, hal ini karena otot skelet adalah tempat utama
merupakan salah satu mekanisme terjadinya diabetes mellitus pada usia lanjut.
akhirnya diharapkan dalam peningkatan kadar HDL, penurunan kadar LDL, dan
metode randomized controlled trial. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan pada
poliklinik geriatri Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta. Teknik
kriteria inklusi dan eksklusi diambil sebanyak 30 orang secara acak dengan
metode simple random sampling kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu
xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
berlangsung, regimen terapi tidak dirubah. Pada kelompok uji diberikan vitamin D
1200 IU/hari, diminum 3x400 IU setelah makan dan selama 30 hari. Dimana
menggunakan SPSS 22 for windows dengan nilai p < 0,05 dianggap signifikan
secara statistik.
Hasil perhitungan uji beda 2 mean dengan uji t untuk sampel independent antar
secara meyakinkan pada derajat signifikansi 5 persen (p < 0,05). Namun untuk
secara meyakinkan.
xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Hasil: Hasil perhitungan uji beda 2 mean dengan uji t untuk sampel independent
antara variable delta-LDL pada kelompok perlakuan (4,27±15,68) dan kelompok
kontrol (-11,93± 17,19), menunjukkan bahwa perbedaan variabel perubahan itu
(delta-LDL) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda secara
meyakinkan pada derajat signifikansi 5 persen (p < 0,05). Namun untuk variabel
delta-HDL pada kelompok perlakuan ( -2,60 ± 9,41) dan pada kelompok kontrol (
2,93± 4,77), menunjukkan perbedaan variable perubahan itu (delta-HDL) yang
tidak signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p > 0,05). Sehingga
dapat diartikan terdapat pengaruh Pemberian Suplementasi Vitamin D terhadap
Kadar LDL pada pasien Geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 dan Sarkopenia,
namun tidak terdapat pengaruh pemberian vitamin D terhadap kadar HDL pada
pasien Geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 dan Sarkopenia .
xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Aim: This study aims to determine the effect of vitamin D toward HDL and LDL
levels of geriatric patients with type 2 DM and sarcopenia.
Result: The result of difference test of 2 mean with t test for independent sample
between delta-LDL variable in treatment group (4,27 ± 15,68) and control group
(-11,93 ± 17,19), showed that difference of variable of change (delta-LDL) in the
treatment group and the control group were signifantly different at a 5 percent
significance level (p <0.05). However, for the delta-HDL variable in the treatment
group (-2.60 ± 9.41) and in the control group (2.93 ± 4.77), it showed no
significant change in the delta-HDL variable at a 5 percent significance degree
(p> 0.05). So it can be interpreted that there is an effect of Supplementation of
Vitamin D on LDL Levels in Geriatric patients with Type 2 Diabetes Mellitus and
Sarkopenia, but there is no effect of vitamin D on HDL levels in Geriatric patients
with Type 2 Diabetes Mellitus and Sarkopenia.
xiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
reduce HDL levels in Geriatric patients with Diabetes Mellitus Type 2 and
Sarkopenia.
Keywords: Geriatrics, Sarcoopenia, Vitamin D, LDL and HDL levels
Kiki Maharani. S961302004. Effect of vitamin D on HDL and LDL levels of
geriatric patients with type 2 DM and sarcoopenia. THESIS. Advisor I: dr.
Fatichati Budiningsih, SpPD, KGer, FINASIM. Advisor II: Prof. Dr. dr. HM
Bambang Purwanto, Sp.PD-KGH, FINASIM. Internal Medicine Program of
University of Sebelas Maret Surakarta.
xv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
xv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
xvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
xvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
Pasien geriatri adalah orang tua berusia 60 tahun ke atas yang memiliki
dan atau kondisi sosial yang bermasalah. Pada proses menua terjadi degenerasi
dan kemunduran struktur anatomi dan fungsional berbagai sistem dan organ
tubuh, misalnya penurunan fungsi organ dan sistem kondusif syaraf, metabolisme
basal, volume cairan tubuh, indeks kardiak, kapasitas vital paru dan fungsi ginjal
(Harun, 2007).
Populasi usia lanjut akan terus bertambah sehingga diprediksi pada tahun
2035, komposisi penduduk antara usia muda dengan usia lanjut mempunyai
berkembang karena PKV merupakan penyebab kematian terbesar pada usia lanjut,
dan angkanya semakin bertambah terus menerus dan mencapai jumlah yang
di dunia akan meningkat sampai 366 juta pada tahun 2030 (Wild, 2004). Dinegara
1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
diabetes mellitus dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 213 juta pada
obesitas akan menurunkan risiko pada penyakit kardiovaskuler (Shao et al, 2011).
komplikasi kerusakan ginjal, retina, syaraf, dan pembuluh darah. Faktor resiko
Lanjut usia sering mengalami atherosclerosis sub klinis. (Shao et al, 2011).
2020. Kondisi ini dihubungkan dengan peningkatan dalam jumlah besar orang
menderita diabetes (Wild, 2004). Studi kesehatan ABC menunjukkan bahwa pada
orang usia lanjut dengan diabetes tipe 2 berhubungan dengan cepat hilangnya
kekuatan otot kaki dan kualitas otot atau yang disebut dengan
2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(kehilangan); yang berarti kehilangan massa otot. Istilah itu pertama kali
sindrom yang ditandai dengan berkurangnya massa otot rangka serta kekuatan
berjalan yang lambat, dan enduransi fisik yang rendah. Sarkopenia merupakan
kondisi yang dapat terjadi pada usia lanjut yang sehat. The European Working
ditegakkan bila didapatkan setidaknya dua dari tiga kriteria berikut: massa otot
bahwa prevalensi defisiensi vitamin D pada usia lanjut sebesar 35,1%. Rendahnya
kadar vitamin D memiliki risiko 4 kali lipat untuk menjadi frailty. Suplementasi
2007). Vitamin D berhubungan dengan kelemahan otot, dan sarkopenia ini sering
terjadi pada usia lanjut (Jansenn et al, 2010). Sarkopenia ditandai dengan
penurunan jumlah serabut otot dan peningkatan jumlah lemak dalam otot (Solerte
et al, 2008). Sarkopenia berperan pada terjadinya resistensi insulin pada usia
lanjut, hal ini karena otot skelet adalah tempat utama penyimpanan glukosa oleh
3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
karena aksi insulin. Resistensi insulin sendiri merupakan salah satu mekanisme
terjadinya diabetes mellitus pada usia lanjut (Lee et al, 2015). Beberapa penelitian
DM tipe 2 (Mattilla et al, 2007). Vitamin D berperan pada produksi insulin dan
resistensi insulin melalui pengaruhnya pada metabolism kalsium dan fosfor, juga
adiposa akan menjadi aktif sehingga terjadi lipolisis trigliserida dan jaringan
adiposa semakin meningkat, dan akan mehasilkan FFA yang berlebihan. Pada
resistensi insulin akan sangat kaya akan trigliserida yang disebut dengan VLDL
dengan kejadian DM tipe 2 dan sarkopenia, selain itu vitamin D secara langsung
dan tidak langsung berpengaruh pada metabolisme lipid. Oleh karena itu peneliti
ingin meneliti pengaruh pemberian vitamin D terhadap kadar HDL dan kadar
4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kadar HDL dan kadar LDL pasien geriatri dengan Diabetes Melitus tipe 2
dan sarkopenia.
2 dan sarkopenia.
5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. A. Geriatri
6
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id
2.2.1. Definisi.
Gambar 2.1. Efek aterogenik pada diabetes melitus (Feener dan Dzau, 2006).
Gambar 2.2. Resistensi insulin dan produksi ROS mitokondria (Brownlee, 2005)
Resistensi insulin meningkatkan keluaran Free Fatty Acid (FFA) dari adiposit ke
sel endotel pada arteri.
a. Stress oksidatif
Pasien yang terdapat gangguan disfungsi endotel akan dapat meningkatkan
risiko kardiovaskular. Kehilangan aktivitas biologis dari endotel dapat
menurunkan kadar NO dan mengakibatkan peningkatan ekspresi faktor
protrombotik, adhesi molekuler proinflamasi, sitokin dan faktor-faktor
kemotaktik. Sitokin dapat menurunkan bioaktifitas dari NO, meningkatkan
produksi ROS. ROS menurunkan aktifitas NO secara langsung melalui sel endotel
dan secara tidak langsung melalui inducible Nitric Oxide Syntase (iNOS) atau
Guanylyl Cyclase (Spagnol et al, 2007).
Stress oksidatif menandakan adanya suatu ketidakseimbangan antara
produksi radikal bebas yang berlebihan dengan kapasitas pertahanan antioksidan
tubuh yang menurun, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan tubuh.
Komplikasi diabetes akan menurunkan total radical-trapping antioxidant
parameter (TRAP) plasma, dan merusak pertahanan antioksidan alami pada
plasma. Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada pasien diabetes kadar reduced
gluthathione, Vitamin C dan Vitamin E yang rendah, dan penanda stres oksidatif
(oxidise-LDL (ox-LDL) dan isoprostane urin) akan naik. Glikolisis dan siklus
Kreb menghasilkan energi yang ekuivalen untuk mendorong sintesis Adenosin
Triphosphat (ATP) mitokondria, sebaliknya hasil samping fosforilasi oksidatif
mitokondria (termasuk radikal bebas, dan anion superoksid) juga ditingkatkan
oleh kadar glukosa tinggi, otooksidasi glukosapun menaikkan radikal bebas. Stres
oksidatif dapat mengakibatkan: (1) menurunkan kadar NO, (2) merusak protein
sel, (3) adhesi lekosit pada endotel meningkat sedang fungsinya sebagai barrier
akan terhambat. ROS mempunyai kemampuan secara langsung menimbulkan
kerusakan makromolekul seluler, dan berperan penting dalam meregulasi ekspresi
gen. ROS mampu mengaktifkan berbagai stress sensitive intracellular signaling
pathways seperti Nucleus factor κ-Betta (NFκB), p38 MAP Kinase, NH2-terminal
jun kinase (JNK/SAPK), PKC, AGE / Receptor –AGE (RAGE), Sorbitol dan
lainnya (Buse et al.,2008 ; Newsholme, 2008).
library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.4. Produksi ROS terinduksi hiperglikemia pada rantai transpor elektron
mitokondria (Brownlee dkk, 2008) produksi ROS dalam jumlah besar akibat dari
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
adanya oksidasi glukosa dalam intrasel. NADH yang dihasilkan oksidasi glukosa
sitosol dan siklus TCA mitokondria memberikan elektron ke NADH : ubiquinone
oxidoreductase (Complex I) kemudian ke ubiquinone dilanjutkan ke succinate :
ubiquinone oxidoreductase (Complex II) dan glycerol-3-phosphate
dehydrogenasedan ke ubiquinol : cytochrome-c oxidoreductase (Complex III)
oleh ubisemiquinone radical–generating Q Cycle. Transpor elektron kemudian
melewati cytochrome-c, cytochrome-c oxidase (Complex IV). Isoform
mitokondrial dari superoxide dismutase (SOD) mendegradasi radikal bebas
oksigen ini menjadi hidrogen peroksida, yang akan dikonversi menjadi H2O dan
O2 oleh enzim lain.
Pada sel hewan yang menderita diabetes dengan kadar glukosa tinggi,
diman glukosa yang dioksidasi di siklus TCA lebih banyak, sehingga mendorong
lebih banyak donor elektron (NADH and FADH2) ke rantai transpor elektron
transpor. Akibatnya, gradien voltase melalui membran mitokondrial akan
meningkat hingga ambang batas kritikal tercapai. Saat itu transfer elektron di
dalam complex III dihambat, mengakibatkan elektrons kembali ke coenzyme Q,
yang mendonasikan elektron ke molekul oksigen dan menghasilkan superoksida
sesuai gambar 2.3. Isoform mitokondrial dari superoxide dismutase (SOD)
mendegradasi radikal bebas oksigen ini menjadi hidrogen peroksida, dan akan
dikonversi menjadi H2O dan Oxygen (O2) oleh enzim lain (Brownlee, 2005)
1) Jalur polyol
2) Jalur AGE
4) Jalur Hexosamine
Ketika kadar glukosa tinggi di dalam sel, sebagian besar glukosa yang
dimetabolisme melalui glikolisis, pertama akan menjadi glukosa-6 fosfat,
kemudian fruktosa-6 fosfat, dan kemudian sisanya akan melalui jalur glikolitik.
Pada beberapa dari fruktosa-6-fosfat akan dialihkan ke jalur sinyal di mana enzim
yang disebut GFAT (glutamin: fruktosa-6 fosfat amidotransferase) mengubah
fruktosa-6 fosfat menjadi glucosamine-6 fosfat dan akhirnya menjadi uridin
difosfat (UDP) danN-asetil glukosamin. Setelah itu N-asetil glukosamin akan
diletakkan ke residu serin dan treonin dari faktor transkripsi, seperti proses
fosforilasi, dan over-modifikasi oleh glukosamin ini sering menyebabkan
perubahan patologis dalam ekspresi gen (Brownlee, 2005).
Meningkatnya modifikasi dari faktor transkripsi Spesific Protein 1 (SP1)
mengakibatkan peningkatan ekspresi Transforming Growth Faktor-β1 (TGFβ1)
dan PAI-1, yang keduanya merusak pembuluh darah pada diabetes. Hexosamine
adalah faktor yang berperan dalam patogenesis komplikasi diabetes, telah
ditunjukkan dalam kelainan ekspresi gen sel glomerulus akibat kejadian
hiperglikemia dan disfungsi kardiomiosit yang diinduksi hiperglikemia dalam
percobaan kultur sel. Dalam plak arteri karotid dari subyek dengan DM tipe 2,
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id
modifikasi protein sel endotel oleh jalur hexosamine juga meningkat secara
signifikan (Brownlee, 2005).
2.3. Sarkopenia
Sarkopenia berasal dari bahasa Yunani sarx (otot) dan penia (kehilangan);
yang berarti kehilangan massa otot. Istilah itu pertama kali diperkenalkan oleh
Irwin Rosenberg pada tahun 1988. Sarkopenia merupakan sindrom yang ditandai
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id
dengan berkurangnya massa otot rangka serta kekuatan otot secara progresif dan
menyeluruh. Sarkopenia umumnya diiringi inaktivitas fisik, penurunan mobilitas,
cara berjalan yang lambat, dan enduransi fisik yang rendah. Sarkopenia
merupakan kondisi yang dapat terjadi pada usia lanjut yang sehat. Walaupun
sarkopenia terutama terjadi pada usia lanjut, terdapat kondisi lain yang dapat
menyebabkan sarkopenia pada dewasa muda, seperti malnutrisi, gaya hidup
sedenter, keganasan, dan cachexia. Sarkopenia dimulai saat usia 40-50 tahun dan
melaju sekitar 0,6% setiap tahun berikutnya. Penurunan massa otot dengan laju
tersebut biasanya belum memiliki dampak buruk, namun ketika otot tidak
digunakan seperti pada kondisi sakit penurunan massa otot memberikan dampak
buruk.( Narici et al., 2010)
Sarkopenia merupakan fenomena kompleks dengan etiologi multifaktorial.
Proses terjadinya sarkopenia melibatkan interaksi sistem saraf tepi dan sentral,
hormonal, status nutrisi, imunologis, dan aktifitas fisik yang kurang. Pada tingkat
molekular, sarkopenia disebabkan penurunan kecepatan sintesis protein otot
dan/atau peningkatan pemecahan protein otot yang tidak proporsional. Proses
neuropati paling berpengaruh karena bertanggungjawab pada degenerasi saraf
motor alfa yang mensarafi serabut otot dan menyebabkan kehilangan motor unit (
Narici et al., 2010). Menurut The European Working Group on Sarcopenia in
Older People (EWGSOP), diagnosis sarkopenia dapat ditegakkan bila didapatkan
setidaknya dua dari tiga kriteria berikut: massa otot rendah, kekuatan otot buruk,
dan performa fisikyang kurang. Penurunan massa otot adalah massa otot kurang
dari 2 kali standar deviasi referensi populasi laki-laki atau perempuan dewasa
muda yang sehat di daerah tersebut. Kriteria diagnosis tersebut sulit diterapkan di
Indonesia karena belum ada data normatif besaran massa otot pada populasi
dewasa muda serta data referensi kekuatan otot pada berbagai kelompok usia dan
jenis kelamin. Selain itu, hingga kini belum ada standar teknik pengukuran
besaran massa otot untuk usia lanjut.
Teknik yang dianggap sebagai baku emas adalah pemeriksaan dual-energy
X-ray absorptiometry (DEXA). Teknik lainnya adalah bioelectric impedans,
computed tomography, magnetic resonance imaging, serta pengukuran ekskresi
kreatinin urin, pengukuran antropometri dan aktivasi netron. Pengukuran kekuatan
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id
dilakukan adalah asupan diet protein, vitamin & mineral yang cukup, serta olah
raga teratur. Perlu pemantauan rutin kemampuan dasar seperti berjalan,
keseimbangan, fungsi kognitif, pencegahan infeksi dengan vaksin, serta antisipasi
kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya pembedahan elektif dan
reconditioning cepat setelah mengalami stres dengan renutrisi dan fisioterapi
individual (Setiati, 2011).Nutrisi yang berperan pada sarkopenia adalah protein,
vitamin D, antioksidan, selenium, vitamin E, dan C. Protein merupakan nutrisi
utama yang berperan pada sarkopenia. Asupan protein yang dianjurkan untuk
orang dewasa adalah 0,8 g/kg berat badan/hari. Orang usia lanjut umumnya
mengonsumsi protein kurang dari angka kecukupan gizi (AKG). Penelitian
multisenter di 15 propinsi di Indonesia mendapatkan bahwa 47% usia lanjut
mengonsumsi protein kurang dari 80% AKG. Proporsi protein yang adekuat
merupakan faktor penting; bukan dalam jumlah besar pada sekali makan (Setiati et
al., 2013).Hal penting lainnya adalah kualitas protein yang baik, yaitu protein
sebaiknya mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam amino esensial
dengan kemampuan anabolisme protein tertinggi sehingga dapat mencegah
sarkopenia. Leusin dikonversi menjadi hydroxy-methyl-butyrate (HMB).
Suplementasi HMB meningkatkan sintesis protein dan mencegah proteolisis.
Nutrisi kedua yang berperan penting pada sarkopenia dan kekuatan massa
otot adalah vitamin D. Orang usia lanjut berisiko mengalami defisiensi vitamin D
mendapatkan prevalensi defisiensi vitamin D pada usia lanjut sebesar 35,1%.
Rendahnya kadar vitamin D memiliki risiko 4 kali lipat untuk menjadi frailty.
Suplementasi vitamin D padausia lanjut dengan defisiensi vitamin D bermanfaat
untuk mencegah sarkopenia, penurunan status fungsional, dan risiko jatuh (Setiati
et al., 2007). Sumber vitamin D banyak didapatkan pada ikan salmon, tuna, dan
makarel. Pajanan sinar matahari juga merupakan salah satu sumber vitamin D,
namun letak geografis, waktu berjemur, kandungan melanin dalam kulit, dan
penggunaan tabir surya dapat memengaruhi kandungan vitamin D. Salah satu
bentuk vitamin D adalah cholecalciferolyang merupakan analog vitamin D non-
endogen. cholecalciferolbermanfaat untuk mencegah jatuh, meningkatkan
keseimbangan, fungsi dan kekuatan otot.(Richy et al., 2008).
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
Faktor lain yang berperan penting pada sarkopenia adalah aktivitas fisik.
Aktivitas fisik dapat menghambat penurunan massa dan fungsi otot dengan
memicu peningkatan massa dan kapasitas metabolik otot sehingga memengaruhi
energy expenditure, metabolise glukosa, dan cadangan protein tubuh. Resistance
training merupakan bentuk latihan yang paling efektif untuk mencegah sarkopenia
dan dapat ditoleransi dengan baik pada orang tua. Program resistance training
dilakukan selama 30 menit setiap sesi, 2 kali seminggu (Richy et al., 2008).Untuk
mencegah sarkopenia juga diperlukan asupan protein yang adekuat. Kedua
intervensi tersebut harus berjalan beriringan, karena pemberian nutrisi tanpa
aktivitas fisik dapat menyebabkan overfeeding, yang akan dikonversi menjadi
lemak, sehingga justru membahayakan. Aktivitas fisik tanpa asupan nutrisi yang
adekuat menyebabkan keseimbangan protein negatif dan menyebabkan degradasi
otot (Sullivan et al.,, 2009).Kombinasi resistance training dengan intervensi
nutrisi berupa asupan protein yang cukup dengan kandungan leusin, khususnya
HMB yang adekuat, merupakan intervensi terbaik untuk memelihara kesehatan
otot orang usia lanjut (Setiati et al., 2013). Hal terpenting yang perlu digarisbawahi
adalah sarkopenia merupakan faktor kunci dalam patogenesis frailty pada usia
lanjut serta merupakan kondisi yang dapat dimodifikasi. Oleh karena itu peran
nutrisi dan aktivitas fisik menjadi modalitas utama dalam pencegahan serta
tatalaksana sarkopenia dan frailty.
akan trigliserida yang disebut dengan VLDL kaya trigliserida atau VLDL besar
(Kwiterovich, 2000; Malloy, 2004).
Sirkulasi trigliserida pada VLDL akan bertukar dengan kolesrterol ester
dari LDL-C, sehingga terbentuk LDL-C yang kaya akan trigliserida. Trigliserida
yang terkandung dalam LDL-C akan terhidrolisis oleh enzim hepatic lipase
sehingga terbentuk small dense LDL. Pada resistensi insulin enzim hepatic lipase
akan semakin meningkat. Pada sd-LDL ini akan mudah teroksidasi dan bersifat
aterogenik. Trigliserid VLDL juga akan bertukar dengan kolesterol ester dari
HDL dan menghasilkan HDL miskin kolesterol ester tapi kaya akan trigliserid,
sehingga akan mudah dikatabolisme oleh ginjal dan menurunkan kadar HDL.
Pada resistensi insulin, mekanisme ini akan mengakibatkan kelainan profil lipid
yang khas dengan kadar trigliserid yang tinggi, LDL-C yang tinggi dan HDL-C
yang rendah. (Kwiterovich, 2000; Malloy, 2004).
kita tak dapat menyimpan lemak jika tak ada kelebihan glukosa di dalam tubuh
(Kwiterovich, 2000).
Pada DM tipe 2 akan berhubungan dengan peningkatan kadar FFA dalam
plasma, yang mampu menyebabkan kejadian resistensi insulin. Proses lipolisis
dari triasil gliserol pada jaringan adiposit akan menyebabkan peningkatan
kadar FFA dan gliserol di jaringan adiposit. Peningkatan TNF α pada adiposit
berhubungan dengan peningkatan FFA plasma dan mengurangi sensitifitas insulin
pada pasien DM dengan obesitas. TNFα merangsang lipolisis secara kronik
melalui aktifasi extracellular signa-related kinase (ERK) 1 dan 2(Ren et al.,
2006).
Pada pasien DM tipe 2 terdapat penurunan kadar endogen dari eNOS (Lin
et al., 2002). eNOS akan berperan terhadap pengaturan tonus vaskuler, aktifitas
platelet, adhesi leukosit dan perkembangan atherosklerosis (Synow et al., 2005).
Peningkatan konsentrasi ADMA disebebakan oleh akubat peningkatan sisntesis
dan penurunan degradasi (Stuhlinger et al., 2002). Meningkatnya ADMA pada
pasien DM tipe 2 akan berkontribusi pada penyakit kardiovaskuler. Peningkatan
kadar plasma ADMA juga akan terjadi pada hiperkolesterolemia pada kelinci dan
pasien dengan occlusive vascular disease atau hiperkolesterolemia (Fonseca et al.,
2004).
Dislipidemia adalah salah satu faktor risiko utama untuk penyakit
kardiovaskular pada DM. Karakteristik dislipidemia pada diabetes adalah
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id
2.5. Vitamin D
Vitamin D berbentuk kristal putih yang tidak larut di dalam air, tetapi larut
di dalam minyak dan zat-zat pelarut lemak. Vitamin ini tahan terhadap panas dan
oksidasi. Penyinaran ultraviolet mula-mula menimbulkan aktivitas vitamin D,
tetapi bila terlalu kuat dan terlalu lama terjadi pengrusakan dari zat-zat yang aktif
tersebut (Norman et al., 2008).
Vitamin D yang dikenal sebagai vitamin sinar matahari, mungkin diakui
sebagai hormon autokrin dan parakrin untuk mengatur fungsi biologis selain dari
efek klasik pada tulang dan homeostasis kalsium. Sebagian besar penelitian yang
berkembang menyatakan vitamin D yang memiliki bentuk aktif calcitriol (1,25-
dihidroxyvitaminD3 [ 1,25 (OH)2D3] ) adalah hormon secosteroid yang mengikat
reseptor vitamin D (VDR), anggota dari superfamili reseptor inti untuk hormon
steroid, hormon tiroid, dan asam retinoat. Ligan VDR mengatur kalsium dan
metabolisme tulang, proliferasi dan diferensiasi sel kontrol dan sebagai
imunoreguler. Efek imunoregulator terutama pada kekurangan vitamin D. Data
epidemiologis menunjukkan hubungan yang signifikan antara kekurangan vitamin
D dan peningkatan kejadian atau resiko penyakit autoimun dan kardiovaskuler
serta beberapa kanker. Selain itu, peran imunomodulator dari vitamin D pada
asma dan gangguan alergi lainnya semakin diakui. Berdasarkan peran penting
vitamin D dan VDR dalam sistem kekebalan tubuh menjadi target terapi yang
mendapatkan minat besar dari praktisi kesehatan (Norman, 2008)
Proses sintesis dari vitamin D melalui beberapa proses dalam tubuh.
Vitamin D3 diproduksi di lapisan basal dan suprabasal dari kulit dengan
pembelahan fotolitik dari 7-dehydroxholesterol (7-DHC). Pada paparan sinar
matahari, 7DHC akan mengabsorbsi sinar ultra violet (280 sampai 315 nm) dan
membentuk precalciferol (previtamin D3) pada kulit. Precalciferol (previtamin
D3) akan membentuk kolekalsiferol (vitamin D3) melalui konversi panas. Baik
vitamin D yang terbentuk pada kulit maupun vitamin D yang diabsorbsi dari usus
akan dihidroksilasi pada rantai karbon 25 di liver, membentuk clacidiol(25
(OH)D) oleh liver 25-hydroxylase, CYP2R1 dan CYP27A1. (25 (OH)D) ini
merupakan metabolit utama dari vitamin D di sirkulasi tubuh dan berguna untuk
menunjukkan status dari vitamin D di tubuh. Selanjutnya (25 (OH)D) akan
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
pada awal nilai-nilai darah serta karakteristik lain dan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi vitamin D (Fungsi misalnya ginjal dan jumlah metabolisme
jaringan adiposa (Anderson et al., 2010). Kekurangan suplemen vitamin D
memiliki pengaruh peningkatan konsentrasi calcidiol lebih tinggi. IOM
menyebutkan dalam literatur yang berkaitan dengan kadar kalsium dan vitamin D
menyimpulkan bahwa status vitamin D bukan masalah besar dan Perkiraan Rata-
rata Kebutuhan (EAR) dari 400 IU / hari bagi kebanyakan orang satu tahun dan
lebih tua dan Recommended Dietary Allowance (RDA) lebih dari 600 IU / hari
bagi kebanyakan orang dewasa, kecuali bagi mereka berusia >70 tahun, yang
diberi RDA dari 800 IU / hari (catharine ross et al., 2011). Hal ini
direkomendasikan oleh Endocrine Society bahkan Hingga 10.000 IU / hari untuk
orang dewasa yang sudah terbukti defisiensi vitamin D (Catharine ross et al.,;
Holick et al., 2011).
Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak yang berfungsi sebagai
hormon steroid dan bisa diperoleh dari diet atau disintesis secara endogen dengan
paparan ultra-violet B(UVB) cahaya. Hal ini ditemukan dalam makanan alami
(misalnya lemak ikan) buatan dalam makanan yang diperkayaproduk (misalnya
susu), atau diperoleh dalam bentuk suplemen. Suplemen mungkin
dalamperencana atau bentuk jamur yang diturunkan, vitamin D2 (ergocalciferol)
atau vitamin D3 (cholecalciferol).
Kedua bentuk efektif meningkatkan konsentrasi serum 25OHD,
penyimpanan bentuk vitamin D, dan akan disebut vitamin D (Holick et al., 2008).
Biosintesis endogen vitamin D dari 7-dehydrocholesterol terjadi di dermisdan
epidermis dengan paparan sinar UVB dalam panjang gelombang optimum (antara
290-320 nanometer) dan dengan demikian tergantung pada jumlah kulit terkena,
pigmentasi kulit, penggunaan tabir surya, dan usia (Maclauglin et al., 1982).
Vitamin D dan metabolitnya dibawa ke hepar melalui vitamin D yang mengikat
protein (DBP), dimana hidroksilasi pertama yang 25OHD atau calcidiol, terjadi
terutama oleh cara enzim CYP27A1. 25OHD adalah yang paling umum
digunakan dan paling efektif pengukuran status vitamin D (A.Catharine Ross et
al., 2011). Kedua hidroksilasi ke fisiologis yang aktif 1,25 (OH) 2D, atau
library.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Konseptual
Keterangan :
1. : menghambat 5. : menurunkan
2. : mengaktivasi 6. : meningkatkan
(Vitamin D3)
3. :meningkatkan 7. : menurunkan
(vitamin D3)
menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-
8. IL-6 berperan pada efluks HDL ke dalam makrofag melalui jalur SRBI dan
ABCG1 sehingga kadar HDL dalam darah menurun (Robert, 2011). TNF-α
mempunyai sifat merusak reseptor protein. Salah satu yang dirusak adalah
reseptor LDL di dalam hati sehingga kadar LDL dalam darah akan meningkat
Megalin adalah bagian reseptor LDL yang dikenal dengan nama gp-330.
Kadar kolesterol plasma dan LDL berhubungan erat dengan variasi genetic
megalin. Apoliprotein M adalah lipocain pada pre HDL, kilomikron, LDL, dan
VLDL yang menggunakan megalin sebagai reseptornya. Ekspresi mRNA megalin
library.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id
A. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh pemberian Vitamin D terhadap peningkatan kadar HDL
pada pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe II dan sarkopenia?
2. Ada pengaruh pemberian Vitamin D terhadap kadar LDL pada pasien
geriatri dengan diabetes melitus tipe II dan sarkopenia?
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Keterangan :
1. : menghambat 5. : menurunkan
2. : mengaktivasi 6. : meningkatkan
3. :meningkatkan 7. : menurunkan
dengan kelemahan otot, dan sarkopenia ini sering terjadi pada usia lanjut (Jansenn
et al., 2002). Sarkopenia ditandai dengan penurunan jumlah serabut otot dan
peningkatan jumlah lemak dalam otot (Solerte et al., 2008). Sarcopenia berperan
pada terjadinya resistensi insulin pada usia lanjut, hal ini karena otot skelet adalah
tempat utama penyimpanan glukosa oleh karena aksi insulin. Resistensi insulin
sendiri merupakan salah satu mekanisme terjadinya diabetes mellitus pada usia
lanjut (Lee et al., 2015). Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya hubungan
Vitamin D berperan pada produksi insulin dan sensitivitas insulin (Palomer et al.,
8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ROS yang berlebihan akan menyebabkan aktifasi dari NFĸβ. Aktivasi NFĸβ akan
menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-
8. IL-6 berperan pada efluks HDL ke dalam makrofag melalui jalur SRBI dan
ABCG1 sehingga kadar HDL dalam darah menurun (Robert, 2011). TNF-α
mempunyai sifat merusak reseptor protein. Salah satu yang dirusak adalah
reseptor LDL di dalam hati sehingga kadar LDL dalam darah akan meningkat
adiposa akan menjadi aktif sehingga terjadi lipolisis trigliserida dan jaringan
adiposa semakin meningkat, dan akan mehasilkan FFA yang berlebihan. FFA
memasuki aliran darah, sebagian akan digunakan menjadi energi dan sebagian lagi
akan dibawa menuju ke hati sebagai bahan baku pembentukan trigliserid. FFA di
hati akan menjadi trigliserida kembali dan menjadi bagian dari VLDL. Pada
resistensi insulin akan sangat kaya akan trigliserida yang disebut dengan VLDL
kaya trigliserida atau VLDL besar. Sirkulasi trigliserida pada VLDL akan bertukar
dengan kolesrterol ester dari LDL-C, sehingga terbentuk LDL-C yang kaya akan
9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
enzim hepatic lipase sehingga terbentuk small dense LDL. Pada resistensi insulin
enzim hepatic lipase akan semakin meningkat. Pada sd-LDL ini akan mudah
teroksidasi dan bersifat aterogenik. Trigliserid VLDL juga akan bertukar dengan
kolesterol ester dari HDL dan menghasilkan HDL miskin kolesterol ester tapi
kaya akan trigliserid, sehingga akan mudah dikatabolisme oleh ginjal dan
mengakibatkan kelainan profil lipid yang khas dengan kadar trigliserid yang
tinggi, LDL-C yang tinggi dan HDL-C yang rendah (Rashid et al., 2003). HDL
Megalin adalah bagian reseptor LDL yang dikenal dengan nama gp-330.
Kadar kolesterol plasma dan LDL berhubungan erat dengan variasi genetic
megalin. Apoliprotein M adalah lipocain pada pre HDL, kilomikron, LDL, dan
ekspresi megalin menurun, dan terjadi peningkatan kadar LDL (Marzolo, 2011).
adiponectin (Yared et al., 2009). Selain itu vitamin D berperan sebagai regulator
(SREBP) sebagai control enzim hepatic lipase. Enzim hepatic lipase berbanding
terbalik dengan kadar HDL dengan melalui mekanisme hidrolisis fosfolipid dan
10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
trgliserid sehingga mengkonversi HDL, dan secara langsung berperan pada uptake
diharapkan dalam peningkatan kadar HDL, penurunan kadar LDL, dan terjadi
11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.2. Tempat
4.3.3. Sampel:
Diambil secara acak pada pasien Geriatri dengan diabetes melitus tipe 2
dan sarkopenia yang berobat di lusi dan eksklusi serta bersedia ikut
inform concern.
(error term) atau α dan tingkat kekuatan pengujian (power test) atau 1 - β.
Formulasi besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (Dahlan
53
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
( Z1 Z1 ) 2 2
n
2
Karena untuk kelompok sampel berpasangan berlaku: δ2 = σ2 = 1, sehingga:
n (Z1 Z1 )2
maka dengan kondisi diatas, penelitian ini menggunakan ukuran sampel minimal
adalah:
dimana:
n : besarnya sampel.
Z1-α = 1,96.
Z1-β = 1,282.
out sebesar 10%. Dengan mempertimbangkan minimal besar sampel dan drop
out maka diambil sampel sebesar 15 pasien geriatri (n=15 pasien untuk tiap
54
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sampling
Kriteria inklusi:
Kriteria Eksklusi :
1. Infeksi
2. Keganasan/kanker
4. Gagal jantung
4.5.Identifikasi Variabel
Vitamin D3
55
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
normal<130 mg/dL
dan fosfor
4.7. Waktu
Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama 5 bulan dengan jadwal
56
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30 orang secara acak dengan metode simple random sampling kemudian dibagi
menjadi dua kelompok yaitu kelompok uji dan kelompok kontrol masing-masing
4.8.1. Perlakuan:
4.8.3. Monitoring:
laboratorium
2010).
satu dari berikut ini; kepatuhan minum obat < 80% atau > 120%,
57
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
efek samping serius dari obat yang diteliti dan masuk rumah
sakit.
4.8.1.3. Pemeriksaan kadar lipid LDL dan HDL, dilakukan sebelum dan
Surakarta.
menggunakan SPSS 22 for windows dengan nilai p < 0,05 dianggap signifikan
secara statistik. Digunakan uji beda mean. Untuk mengetahui beda mean antara
kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah perlakuan digunakan uji t
sampel independen bila distribusi data normal (bila tidak normal digunakan uji
58
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
mann whitney). Untuk mengetahui beda mean antara sebelum dengan sesudah
59
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Geriatri
Randomisasi
Sebelum perlakuan:
Sebelum perlakuan: HDL, LDL
HDL, LDL
Analisis Statistik
60
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
HASIL PENELITIAN
terhadap Kadar LDL dan Kadar HDL pada Pasien Geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2
dan Sarkopenia. Obyek penelitian berjumlah 30 orang dibagi dalam dua kelompok sampel
yaitu kelompok sampel perlakuan yang diberi suplemen Vitamin D dan kelompok sampel
kontrol yang tidak diberi suplemen vitamin D. Objek penelitian pada kelompok sampel
kontrol ini diberikan plasebo. Masing-masing kelompok yaitu kelompok perlakuan maupun
Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, lebih dahulu dijelaskan karakteristik objek
karakteristik objek penelitian, sekaligus dilihat sejauh mana tingkat homogenitas karakteristik
obyek penelitian itu berdasarkan kelompok sampel. Karakteristik penelitian yang berupa
variabel kualitatif, uji homogenitas dilakukan menggunakan uji Chi Square. Karakteristik
uji beda 2 mean dimana jenis ujinya didasarkan pada distribusi data variabel karakteristik itu.
Jika distribusi data variabel bersifat normal, maka uji beda 2 mean menggunakan jenis analisis
statistik parametrik yaitu uji t untuk beda 2 mean sampel independent. Namun apabila
distribusi data bersifat tidak normal, maka uji beda 2 mean menggunakan jenis analisis
statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney. Pengujian normalitas data untuk variabel
60
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Variabel-variabel karakteristik yang bersifat kualitatif dalam penelitian ini adalah jenis
kelamin, pendidikan, caregiver (status bertempat tinggal), dan jenis-jenis penyakit yang
menyertai (HT, Jantung, dan OA). Dengan demikian karena variabel-variabel karakteristik itu
merupakan variabel kualitatif, uji homogenitasnya menggunakan uji Chi Square. Hasil uji
penyakit yang menyertai (HT, Jantung, dan OA) menunjukkan bahwa variable-variabel itu
ternyata homogen antara kelompok sampel perlakuan yang menerima pemberian vitamin D
Nilai chi kuadrat uji homogenitas variabel jenis kelamin didapatkan sebesar 0,240
dengan probabilitas sebesar 0,624 (p > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan proporsi jenis
kelamin laki-laki atau perempuan antara kelompok perlakuan yang menerima suplementasi
Vitamin D dan kelompok kontrol yang tidak menerima suplementasi Vitamin D (plasebo).
Dengan kata lain proporsi jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada kelompok yang
menerima suplementasi Vitamun D dan kelompok control yang tidak menerima suplementasi
pasien laki-laki hanya sebesar 20,0 persen dan selebihnya proporsi pasien perempuan yaitu
sebesar 80,0 persen. Komposisi proporsi jenis kelamin laki-laki maupun perempuan itu pada
kelompok kontrol tidak sama persis dengan kelompok perlakuan, dimana proporsi laki-laki
adalah sebesar 13,3 persen dan proporsi perempuan sebesar 86,7 persen.
Nilai chi kuadrat uji homogenitas variabel Caregiver (status bertempat tinggal pasien)
didapatkan sebesar 0,267 dengan probabilitas sebesar 0,875 (p > 0,05) yang berarti tidak ada
perbedaan proporsi status bertempat tinggal pasien antara kelompok perlakuan yang
61
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
menerima pemberian suplementasi Vitamin D dan kelompok kontrol. Dengan kata lain
proporsi status pasien yang bertempat tinggal sendiri, atau bersama istri/ suami, ataupun
bersama anak/ cucu/ keluarga pada kelompok perlakuan yang menerima suplementasi Vitamin
D dan yang tidak menerima suplementasi Vitamin D adalah cenderung sama atau homogen.
pasien yang bertempat tinggal sendiri adalah sebesar 20,0 persen, bersama istri/ suami sebesar
33,3 persen dan selebihnya proporsi pasien yang bertempat tinggal bersama anak/ cucu/
keluarga yaitu sebesar 46,7 persen. Komposisi proporsi pasien pada kelompok kontrol
menurut status tempat tinggal sedikit berbeda dengan kelompok perlakuan, dimana pasien
yang bertempat tinggal sendirian mencapai 13,3 persen; kemudian yang bertempat tinggal
bersama istri/ suami sebesar 33,3 persen dan selebihnya pasien yang bertempat tinggal
Nilai chi kuadrat uji homogenitas variabel Pendidikan didapatkan sebesar 2,286
dengan probabilitas sebesar 0,319 (p > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan proporsi tingkat
Vitamin D dan kelompok kontrol. Dengan kata lain proporsi status pasien yang berpendidikan
dasar, menengah, dan tinggi pada kelompok perlakuan yang menerima suplementasi Vitamin
D dan yang tidak menerima suplementasi Vitamin D adalah cenderung sama atau homogen.
pasien yang berpendidikan dasar adalah sebesar 46,7 persen dan yang berpendidikan
menengah sebesar 40,0 persen, kemudian selebihnya berpendidikan tinggi yaitu sebesar 13,3
persen. Komposisi proporsi pasien pada kelompok kontrol menurut tingkat pendidikan sedikit
berbeda dengan kelompok perlakuan, dimana pasien yang berpendidikan dasar mencapai 46,7
62
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
persen dan yang berpendidikan menengah mencapai 20,0 persen kemudian selebihnya pasien
Nilai chi kuadrat uji homogenitas variabel Penyakit Lain Pasien untuk penyakit HT
didapatkan sebesar 0,136 dengan probabilitas sebesar 0,713 (p > 0,05) yang berarti tidak ada
perbedaan proporsi keberadaan penyakit HT pada pasien antara kelompok perlakuan yang
menerima pemberian suplementasi Vitamin D dan kelompok kontrol. Dengan kata lain
proporsi penyakit HT pasien yang positif dan negatif pada kelompok perlakuan yang
menerima suplementasi Vitamin D dan yang tidak menerima suplementasi Vitamin D adalah
pasien yang positif HT sebesar 53,3 persen dan selebihnya yaitu sebesar 46,7 persen negatif.
Komposisi proporsi pasien pada kelompok kontrol menurut keberadaan penyakit HT sedikit
berbeda dengan kelompok perlakuan, dimana pasien yang positif HT mencapai 60,0 persen
Nilai chi kuadrat uji homogenitas variabel Penyakit Lain Pasien untuk penyakit
Jantung didapatkan sebesar 0,001 dengan probabilitas sebesar 1,00 (p > 0,05) yang berarti
tidak ada perbedaan proporsi keberadaan penyakit Jantung pada pasien antara kelompok
perlakuan yang menerima pemberian suplementasi Vitamin D dan kelompok kontrol. Dengan
kata lain proporsi penyakit Jantung pasien yang positif dan negatif pada kelompok perlakuan
yang menerima suplementasi Vitamin D dan yang tidak menerima suplementasi Vitamin D
adalah cenderung sama atau homogen. Bahkan komposisi keberadaan penyakit Jantung antar
kedua kelompok sampel tersebut yaitu kelompok perlakuan dan kontrol persis sama.
63
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pasien yang positif Jantung sebesar 46,7 persen dan selebihnya yaitu sebesar 53,3 persen
negatif. Komposisi proporsi pasien pada kelompok kontrol menurut keberadaan penyakit
Jantung persis sama dengan kelompok perlakuan, dimana pasien yang positif Jantung
mencapai 46,7 persen dan selebihnya yaitu sebesar 53,3 persen negatif.
Nilai chi kuadrat uji homogenitas variabel Penyakit Lain Pasien untuk penyakit OA
didapatkan sebesar 0,600 dengan probabilitas sebesar 0,439 (p > 0,05) yang berarti tidak ada
perbedaan proporsi keberadaan penyakit OA pada pasien antara kelompok perlakuan yang
menerima pemberian suplementasi Vitamin D dan kelompok kontrol. Dengan kata lain
proporsi penyakit OA pasien yang positif dan negatif pada kelompok perlakuan yang
menerima suplementasi Vitamin D dan yang tidak menerima suplementasi Vitamin D adalah
pasien yang positif OA sebesar 40,0 persen dan selebihnya yaitu sebesar 60,0 persen negatif.
Komposisi proporsi pasien pada kelompok kontrol menurut keberadaan penyakit OA sedikit
berbeda dengan kelompok perlakuan, dimana pasien yang positif OA mencapai 26,7 persen
dengan menggunakan analisis chi kuadrat tersebut dapat ditegaskan bahwa semua variebal
karakteristik kualitatif pasien yaitu Jenis Kelamin, Caregiver (Status Bertempat Tinggal),
Pendidikan, dan Penyakit Lain Pasien (HT, Jantung, OA) memiliki komposisi proporsi yang
sama atau tidak berbeda antara kelompok perlakuan yang mendapat pemberian suplementasi
64
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 5.1.
Perbandingan Jenis Kelamin, Caregiver, Pendidikan dan Penyakit Lain Pasien (HT, Jantung,
Jenis Kelamin
Caregiver
c. Anak/Cucu/Kel Lain
Pendidikan
Penyakit Lain HT
65
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penyakit Lain OA
Selain Jenis Kelamin, Caregiver, Pendidikan dan Penyakit Lain Pasien (HT, Jantung,
OA) sebagai karakteristik sampel yang bersifat kualitatif, pengujian homogenitas juga
demografis umur dan karakteristik klinis yang meliputi IMT, Up & Go Test, Jumlah Penyakit,
GDP, dan 2PP. Sebelum dilakukan pengujian homogenitas atas variable-variabel karakteristik
yang bersifat kuantitatif tersebut lebih dahulu dilakukan pengujian normalitas data variabel
dilanjutkan uji homogenitas variabel itu pada kelompok sampel perlakuan yang menerima
pemberian suplementasi Vitamin D dan kelompok kontrol yang tidak menerima pemberian
suplementasi Vitamin D dengan uji beda 2 (dua) mean (rata-rata). Hasil pengujian normalitas
data didapatkan bahwa semua variabel karakteristik yang memiliki distribusi data yang
bersifat normal. Maka pengujian homogenitas atas variabel-variabel tersebut dapat digunakan
uji beda 2 (dua) mean uji t untuk sampel independent (tidak berhubungan).
bersifat kuantitatif tersebut di atas didapatkan bahwa semua variabel karakteristik bersifat
kelompok sampel perlakuan yaitu kelompok yang menerima pemberian suplementasi Vitamin
66
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
D dan kelompok kontrol yang menerima pemberian plasebo tidak signifikan pada derajat
signifikansi 5 persen (p > 0,05). Dengan demikian variabel-variabel karakteristik Umur, IMT,
Up & Go Test, Jumlah Penyakit Pasien yang Lain (HT, Jantung, OA), GDP, dan 2PP yang
diuji menggunakan uji beda dua mean uji t untuk sampel independent semuanya bersifat
homogen.
klinis yang bersifat kuantitatif meliputi umur, imt, up & go test, jumlah penyakit, GDP, dan
Tabel 5.2.
67
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dengan demikian untuk selanjutnya analisis penelitian ini dapat dilanjutkan pada
terhadap Kadar LDL dan Kadar HDL dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Menguji beda 2 mean variabel kadar LDL dan kadar HDL antara kelompok perlakuan dan
suplementasi Vitamin D dengan uji beda 2 mean sampel independent. Dengan langkah ini
perbedaan mean yang signifikan antara kelompok perlakuan yang menerima suplementasi
Vitamin D dan kelompok kontrol yang plasebo, sedangkan pada kondisi sebelum
yang menerima suplementasi Vitamin D dan kelompok kontrol yang menerima plasebo,
2. Menguji beda 2 (dua) mean Kadar LDL dan Kadar HDL sebelum dan sesudah dilakukan
beda 2 (dua) mean untuk sampel berpasangan. Dengan langkah ini diharapkan pada
kelompok perlakuan yang menerima suplementasi Vitamin D akan terjadi perbedaan yang
signifikan, sedangkan pada kelompok kontrol yang menerima plasebo tidak terjadi
3. Menguji beda 2 mean variabel perubahan Kadar LDL (delta-LDL) dan perubahan Kadar
HDL (delta-HDL) dengan uji beda 2 mean untuk sampel independent. Dengan langkah ini
68
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
diharapkan ada perbedaan signifikan beda 2 mean kedua variabel perubahan tersebut
(delta-LDL dan delta-HDL) antar kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, karena
Sebelum dilakukan pengujian beda 2 mean itu, terlebih dahulu juga dilakukan pengujian
normalitas data variabel utama untuk memastikan jenis uji statistik yang akan digunakan
Langkah Pertama, variable kadar LDL pada kelompok perlakuan dan kelompok
control pada kondisi sebelum perlakuan berdistribusi tidak normal, maka uji beda 2 mean
kadar LDL kelompok perlakuan yang menerima suplementasi Vitamin D dan kelompok
kontrol yang menerima plasebo tersebut menggunakan uji beda 2 mean uji Mann Whitney.
Hasil pengujian beda 2 mean kelompok perlakuan dan kelompok kontrol untuk variable kadar
LDL pada kondisi sebelum pemberian suplementasi Vitamin D menunjukkan hasil pengujian
yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p > 0,05). Dengan demikian variable
kadar LDL untuk kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada kondisi sebelum pemberian
berdistribusi normal. Setelah dilakukan pengujian normalitas data Variabel kadar HDL
dengan semua sampel (kelompok perlakuan dan kelompok control) ternyata didapatkan
bahwa distribusi data variabel kadar HDL adalah normal. Untuk itu maka uji beda 2 mean
kadar HDL kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tersebut menggunakan uji beda 2
69
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
mean uji t untuk sampel independent. Hasil pengujian beda 2 mean kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol untuk variable Kadar HDL pada kondisi sebelum pemberian suplementasi
Vitamin D menunjukkan hasil pengujian yang signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p
< 0,05). Dengan demikian variable kadar HDL untuk kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol pada kondisi sebelum pemberian suplementasi Vitamin D berbeda secara meyakinkan
atau tidak sama. Perbandingan nilai rata-rata dan standar deviasi variabel kadar LDL dan
Tabel 5.3.
Perbandingan Kadar LDL dan Kadar HDL pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
70
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
normal, demikian pula pada kelompok kontrol yang menerima plasebo juga berdistribusi
normal. Maka uji beda 2 mean variabel Kadar LDL pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol sesudah pemberian suplementasi Vitamin D tersebut menggunakan uji beda 2 mean
uji t untuk sampel independent. Sementara variable Kadar HDL pada kelompok perlakuan
keduanya juga berdistribusi normal, maka uji beda 2 mean variabel Kadar HDL kelompok
Tabel 5.4.
Perbandingan Kadar LDL dan Kadar HDL pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
suplementasi vitamin D dan kelompok kontrol yang menerima pemberian plasebo untuk
variable Kadar LDL pada kondisi sesudah pemberian suplementasi Vitamin D menunjukkan
hasil pengujian yang tidak signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p > 0,05),
sementara untuk variabel Kadar HDL menunjukkan hasil yang signifikan pada derajat
signifikansi sebesar 5 persen (p < 0,05). Hal itu berarti setelah pemberian suplementasi
71
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Vitamin D, pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol hanya terjadi perbedaan pada
variable Kadar HDL tetapi pada variabel kadar LDL tidak berbeda secara meyakinkan
(signifikan).
Pemberian Suplementasi Vitamin D terhadap Kadal LDL pada pasien Geriatri dengan
Diabetes Melitus Tipe 2 dan Sarkopenia”, tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara
meyakinkan. Namun untuk hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “Ada pengaruh
Pemberian Suplementasi Vitamin D terhadap Kadar HDL pada pasien Geriatri dengan
Diabetes Melitus Tipe 2 dan Sarkopenia” dapat dibuktikan kebenarannya secara meyakinkan.
pada kelompok kontrol berdistribusi tidak normal, namun setelah pemberian suplementasi
Vitamin D berdistribusi normal, maka uji beda 2 mean untuk sampel berpasangan sebelum
dan sesudah pemberian suplementasi Vitamun D itu dapat dilakukan dengan uji beda 2 mean
uji Willcoxon. Sementara variavel Kadar HDL sebelum pemberian suplementasi Vitamin D
pada kelompok kontrol beristribusi normal, namun sesudah perlakuan berdistribusi normal ,
sehingga uji beda 2 mean untuk sampel berpasangan juga dilakukan dengan beda dua mean
uji Willcoxon.
Hasil pengujian beda 2 mean atas variabel Kadar LDL sebelum dan sesudah
signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p < 0,05). Sementara pengujian beda 2
mean atas variabel Kadar HDL sebelum dan sesudah pemberian suplementasi Vitamin D pada
kelompok kontrol juga menghasilkan beda yang signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5
persen (p < 0,05). Hal itu menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol yang tidak diberi
72
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
suplementasi Vitamin D Kadar LDL meningkat secara meyakinkan, dan kadar HDL
Tabel 5.5
Perbandingan Kadar LDL dan Kadar HDL Sebelum dan Sesudah Pemberian Suplementasi
justru berdistribusi normal, maka uji beda 2 mean untuk sampel berpasangan sebelum dan
sesudah pemberian suplementasi Vitamun D itu dapat dilakukan dengan uji beda 2 mean uji
Willcoxon. Sementara variavel Kadar HDL sebelum maupun sesudah pemberian suplementasi
Vitamin D pada kelompok perlakuan keduanya beristribusi normal, sehingga uji beda 2 mean
Hasil pengujian beda 2 mean atas variabel Kadar LDL sebelum dan sesudah
tidak signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p > 0,05). Sementara pengujian
73
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
beda 2 mean atas variabel Kadar HDL sebelum dan sesudah pemberian suplementasi Vitamin
D pada kelompok perlakuan juga menghasilkan perbedaan yang juga tidak signifikan pada
Tabel 5.6.
Perbandingan Kadar LDL dan Kadar HDL Sebelum dan Sesudah Pemberian Suplementasi
Pemberian Suplementasi Vitamin D terhadap Kadar LDL pada pasien Geriatri dengan
Diabetes Melitus Tipe 2 dan Sarkopenia”, tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara
meyakinkan. Demikian pula dengan hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “Ada pengaruh
Pemberian Suplementasi Vitamin D terhadap Kadar HDL pada pasien Geriatri dengan
Diabetes Melitus Tipe 2 dan Sarkopenia” juga tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara
meyakinkan. Perbandingan rata-rata variabel Kadar LDL dan Kadar HDL sebelum dan
74
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
150 60
145 147.87 50
53.00 55.60
140 40 45.07 42.13
135 30
135.93 135.73
130 20
131.47
125 10
120 0
Klp Kontrol Klp Perlakuan Klp Kontrol Klp Perlakuan
Gambar 5.1.
Perbandingan Kadar LDL dan Kadar HDL Sebelum dan Sesudah Pemberian Suplementasi
Langkah Ketiga, pembuktian hipotesis pertama dan kedua itu juga dapat dilakukan
dengan menggunakan pengujian atas variabel perubahan Kadar LDL (delta-LDL) dan
perubahan Kadar HDL (delta-HDL). Variabel perubahan Kadar LDL (delta-LDL) merupakan
selisih Kadar LDL sebelum perlakuan pemberian suplementasi Vitamin D dengan Kadar LDL
HDL (delta-HDL) merupakan selisih Kadar HDL sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan
pemberian Suplementasi Vitamin D. Maka apabila rata-rata variabel perubahan (delta) itu
positif menunjukkan adanya penurunan setelah ada perlakuan, dan sebaliknya jika rata-rata
variabel perubahan (delta) itu negatif berarti setelah ada perlakuan variabel itu mengalami
peningkatan.
75
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Variabel delta-ldl pada kelompok kontrol memiliki data yang berdistribusi normal,
sementara pada kelompok perlakuan memiliki distribusi data tidak normal. Namun pengujian
normalitas data variabel delta-LDL untuk seluruh sampel (kontrol dan perlakuan) didapatkan
bahwa variabel delta-LDL berdistribusi normal. Sehingga pengujian beda 2 mean delta-LDL
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dapat menggunakan uji beda 2 mean uji t untuk
sampel independent. Variabel delta-HDL pada kelompok kontrol maupun perlakuan memiliki
data berdistribusi normal, sehingga uji beda 2 mean variabel delta-HDL kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan dapat mengunakan uji beda 2 mean uji t untuk sampel independent.
Hasil perhitungan uji beda 2 mean dengan uji t untuk sampel independent antar variable
meyakinkan pada derajat signifikansi 5 persen (p < 0,05). Namun untuk variabel delta-HDL
menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p >
0,05). Sehingga hipotesis pertama yang menyatakan bahwa : “Ada pengaruh Pemberian
Suplementasi Vitamin D terhadap Kadar LDL pada pasien Geriatri dengan Diabetes Melitus
Tipe 2 dan Sarkopenia”, dapat dibuktikan kebenarannya secara meyakinkan. Dan hipotesis
kedua yang menyatakan bahwa “Ada pengaruh Pemberian Suplementasi Vitamin D terhadap
Kadar HDL pada pasien Geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 dan Sarkopenia” tidak
76
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 5.7.
Perbandingan Delta-ldl dan Delta-hdl pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol.
77
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB VI
PEMBAHASAN
serta fungsional pada berbagai sistem organ tubuh. Proses degenerasi ini menyebabkan berbagai
penyakit majemuk termasuk diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskuler (PKV). Diabetes
Melitus tipe 2 merupakan sindrom yang heterogen yang ditandai dengan hiperglikemi kronik
akibat interaksi berbagai faktor lingkungan dengan gen-gen diabetogenik. Interaksi kedua faktor
tersebut menimbulkan berbagai kombinasi gangguan sel β dan resistensi insulin. (Haney PM et
al., 2001).
atherosclerosis ini sesuai dengan peningkatan faktor risiko kardiovaskuler, salah satunya adalah
gangguan lipid. Disfungsi endotel dan resistensi insulin terjadi akibat suatu glukotoksisitas dan
lipotoksisitas serta adanya inflamasi yang berhubungan dengan metabolik dan penyakit
Diabetes Melitus dan sindrom metabolik mempunyai kelainan dasar yang sama yaitu
resistensi insulin. Metabolisme lipoprotein sedikit berbeda dengan pasien tanpa adanya
resistensi insulin (Malloy, 2004). Pada Keadaan resistensi insulin, hormon sensitive lipase di
jaringan adiposa akan menjadi aktif sehingga terjadi lipolisis trigliserida dan jaringan adiposa
semakin meningkat, dan akan mehasilkan FFA yang berlebihan. FFA memasuki aliran darah,
sebagian akan digunakan menjadi energi dan sebagian lagi akan dibawa menuju ke hati sebagai
78
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
bahan baku pembentukan trigliserid. Pada resistensi insulin, mekanisme ini akan
mengakibatkan kelainan profil lipid yang khas dengan kadar trigliserid yang tinggi, LDL-C
yang tinggi dan HDL-C yang rendah. (Kwiterovich, 2000; Malloy, 2004).
terjadinya sarkopenia melibatkan interaksi sistem saraf tepi dan sentral, hormonal, status nutrisi,
imunologis, dan aktifitas fisik yang kurang. Pada tingkat molekular, sarkopenia disebabkan
penurunan kecepatan sintesis protein otot dan/atau peningkatan pemecahan protein otot yang
degenerasi saraf motor alfa yang mensarafi serabut otot dan menyebabkan kehilangan motor
unit ( Narici et al., 2010). Nutrisi yang berperan penting pada sarkopenia dan kekuatan massa
otot adalah vitamin D. Orang usia lanjut berisiko mengalami defisiensi vitamin D mendapatkan
prevalensi defisiensi vitamin D pada usia lanjut sebesar 35,1%. Suplementasi vitamin D
padausia lanjut dengan defisiensi vitamin D bermanfaat untuk mencegah sarkopenia, penurunan
Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak yang berfungsi sebagai hormon
steroid dan bisa diperoleh dari diet atau disintesis secara endogen dengan paparan ultra-violet
B(UVB) cahaya. Ada beberapa hubungan langsung dan tidak langsung antara status vitamin D
dan penyakit jantung dan pengaruh yang kuat antara kesehatan kardiometabolik (Wang TJ et
al., 2008). Vitamin D diketahui mengatur renin, yang terkenal manfaatnya untuk penyakit
hipertensi, tetapi juga merupakan faktor risiko independen untuk morbiditas dan mortalitas
(Verma S et al., 2011;Li YC et al., 2002). Selain itu, 25OHD yang rendah pada individu dengan
obesitas dan diabetes, dan vitamin D telah dikenal antiinflamasi, yang semuanya bisa
memodulasi kesehatan kardiometabolik( Alele JD et al., 2013). Tidak diragukan jika hubungan
79
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
antara penyakit kardiovaskular dan status vitamin D adalah multifaktorial, namun satu
penjelasan potensial bisa menjadi afiliasi dari konsentrasi serum lipid dengan status vitamin D.
Terdapat perbedaan yang signifikan dan menguntungkan antara HDL dan TG bagi
mereka yang menpunyai status vitamin D yang tinggi. 20 publikasi melaporkan hubungan
positif antara vitamin tingkat D dan HDL(Jorde et al., 2010) . Jumlah TG yang tinggi dan HDL
merupakan indikator dari perubahan glukosa dan metabolisme lipid dan berhubungan dengan
resistensi insulin dan disfungsi sel beta. Akibatnya, penderita diabetes berada pada risiko tinggi
bila kadar TG HDL yang tinggi dan diketahui memiliki cadangan D vitamin lebih rendah
(Cordero A et al., 2009). Megalin adalah bagian reseptor LDL yang dikenal dengan nama gp-
330. Ekspresi mRNA megalin dipengaruhi kadar vitamin D, Kadar vitamin D yang rendah
menyebabkan ekspresi megalin menurun, dan terjadi peningkatan kadar LDL (Marzolo, 2011).
kadar vitamin D. Vitamin D berperan pada ekspresi gen adiponectin (Yared et al 2009). Kadar
adiponectin berhubungan dengan aktifitas enzim hepatic lipase dengan melalui sterol regulation
element binding promoteor (SREBP) sebagai control enzim hepatic lipase. Enzim hepatic lipase
berbanding terbalik dengan kadar HDL dengan melalui mekanisme hidrolisis fosfolipid dan
trgliserid sehingga mengkonversi HDL, dan secara langsung berperan pada uptake HDL oleh
reseptornya (Schneider et al, 2005). Demikian pula, vitamin D diketahui memiliki efek
menguntungkan pada sensitivitas insulin dan fungsi sel beta pancreas (Nykjaer A et al., 1999).
Didapatkan konsentrasi glukosa puasa yang lebih tinggi dan rasio TG HDL yang rendah pada
80
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1. Pengaruh pemberian Vitamin D terhadap kadar HDL pasien geriatri dengan Diabetes
terhadap kadar HDL pasien geriatri dengan diabetes mellitus tipe 2 dan sarkopenia tidak
menunjukkan korelasi yang signifikan. Hasil pengujian beda 2 mean atas variabel kadar
HDL sebelum dan sesudah pemberian suplementasi Vitamin D pada kelompok kontrol
juga menghasilkan beda yang signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p <
0,05). Hal itu menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol yang tidak diberi
pengujian beda 2 mean atas variabel kadar HDL sebelum dan sesudah pemberian
juga tidak signifikan pada derajat signifikans sebesar 5 persen (p > 0,05). Hal ini berarti
bahwa dengan pemberian suplementasi vitamin D maka kadar HDL pasien geriatric
Secara teori terdapat perbedaan yang signifikan dan menguntungkan antara HDL dan
TG bagi mereka yang menpunyai status vitamin D yang tinggi. Sebuah review
menyimpulkan bahwa HDL dan vitamin D memiliki hubungan paling sederhana dan
visceral dipengaruhi oleh kadar vitamin D. Vitamin D berperan pada ekspresi gen
adiponectin (Yared et al 2009). Selain itu vitamin D berperan sebagai regulator negative
renin, di mana enzim renin akan merangsang produksi adiponectin (Budelescu et al.
81
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2014). Kadar adiponectin berhubungan dengan aktifitas enzim hepatic lipase dengan
melalui sterol regulation element binding promoteor (SREBP) sebagai control enzim
hepatic lipase. Enzim hepatic lipase berbanding terbalik dengan kadar HDL dengan
melalui mekanisme hidrolisis fosfolipid dan trgliserid sehingga mengkonversi HDL, dan
secara langsung berperan pada uptake HDL oleh reseptornya (Schneider et al, 2005).
Meskipun demikian studi kami memberikan bukti berkebalikan dengan teori dan dapat
terhadap kadar HDL pasien geriatric dengan diabetes mleitus tipe 2 dan sarkopenia. Hal
ayang serupa nampak pada penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Wang dkk yang
tidak mempengaruhi kolesterol HDL secara signifikan (Wang et al, 2012). Penelitian
lain oleh Chiu dkk juga menunjukkan adanya korelasi negative antara kaddar 25(OH)D
dengan kadar kolesterol LDL tetapi tidak ditemukan hubungan antara kadara 25(OH)D
2. Pengaruh pemberian Vitamin D terhadap penurunan kadar LDL pasien geriatri dengan
Pembuktian hipotesa kedua bahwa apakah ada pengaruh pemberian vitamin D terhadap
kadar LDL pasien geriatri dengan diabetes mellitus tipe 2 dan sarkopenia menunjukkan
korelasi yang signifikan. Hal ini berarti bahwa dengan pemberian suplementasi vitamin
D maka kadar HDL pasien geriatri dengan diabetes mellitus tipe 2 mengalami
82
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Megalin adalah bagian reseptor LDL yang dikenal dengan nama gp-330. Kadar
kolesterol plasma dan LDL berhubungan erat dengan variasi genetic megalin.
Apoliprotein M adalah lipocain pada pre HDL, kilomikron, LDL, dan VLDL yang
vitamin D, Kadar vitamin D yang rendah menyebabkan ekspresi megalin menurun, dan
Hasil pengujian beda 2 mean atas variabel Kadar LDL sebelum dan sesudah
signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p < 0,05). Hal itu menunjukkan
bahwa pada kelompok kontrol yang tidak diberi suplementasi Vitamin D Kadar LDL
meningkat secara meyakinkan. Hasil pengujian beda 2 mean atas variabel Kadar LDL
menghasilkan perbedaan yang tidak signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen
(p > 0,05). Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa : “Ada pengaruh Pemberian
Suplementasi Vitamin D terhadap Kadar LDL pada pasien Geriatri dengan Diabetes
Berdasarkan prinsip aksiologi, secara keseluruhan manfaat hasil penelitian ini adalah
pada geriatri dengan diabetes mellitus dan sarkopenia yang mendapatkan suplementasi vitamin
D mempunyai pengaruh yang signifikan dengan kadar LDL tetapi tidak cukup signifikan untuk
mempengaruhi kadar HDL. Hal ini menunjukkan fungsi penting dari vitamin D adalah untuk
83
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sehingga dari penelitian ini karena kadar vitamin D mempengaruhi kadar LDL maka uji
klinis suplemen vitamin D untuk menurunkan kadar LDL akan diperlukan mengingat hanya
terdapat sedikit penelitian suplemen D diberbagai populasi dengan hasil yang beragam.
A. Solusi baru. Kerangka konsep dari hasil penelitian ini merupakan solusi baru
bahwa suplementasi vitamin D pada pasien geriatri dengan diabetes mellitus tipe 2
dan sarkopenia dapat menurunkan kadar LDL sehingga diharapkan dapat menjadi
B. Strategi baru. Hasil penelitian ini memberikan suatu informasi bahwa pada pasien
C. Perspektif baru. Hasil penelitian ini dapat digunakan, dikembangkan lebih lanjut
diabetes mellitus tipe 2 dan sarkopenia terutama yang didasari oleh gangguan
metabolisme lemak.
D. Kondisi baru. Suplemen vitamin adalah terapi baru dan merupakan suplementasi
pada geriatri
84
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1. Karakteristik sampel penelitian relative homogen dalam hal ras dan etnis, berpotensi
internal.
85
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
1. Pemberian suplemen vitamin D terbukti dapat menurunkan kadar LDL pada pasien
kadar HDL pada pasien Geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 dan Sarkopenia
7.2. Saran
1. Kepada peneliti yang akan melakukan penelitian lanjutan sebaiknya waktu pemberian
2. pemberian suplemen dan obat-obatan yang telah dikonsumsi dapat menimbulkan bias
86
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Albertini JP, Valensi P, Lormeau B, Aurousseau MH, Ferriere F, Attal JR, et al. 2008.
Elevated Concentration of Soluble E-Selectin and Vascular Cell Adhesion
Molecule-1 in NIDDM. Diabetes care J 21(6):1008-12
Anderson RL, Ternes SB, Strand KA, Rowling MJ. Vitamin D homeostasis is
compromised due to increased urinary excretion of the 25-
hydroxycholecalciferolvitamin D-binding protein complex in the Zucker
diabetic fatty rat. Am. J. Physiol. -Endocrinol. Metab. 2010;299(6):E959–E967.
A. Catharine Ross, Christine L. Taylor, Ann L. Yaktine, and Heather B. Del Valle,
Editors; Committee to Review Dietary Reference Intakes for Vitamin D and
Calcium; Institute of Medicine. Dietary Reference Intakes for Calcium and
Vitamin D.Washington, D.C.: The National Academies Press; 2011.
Bischoff-Ferrari HA WW. Fracture prevention with vitamin d supplementation: A
meta-analysis of randomized controlled trials. JAMA. 2005;293(18):2257–
2264.
Boyle JP, Honeycutt AA, Narayan KM, et al. Projection of Diabetes Burden through
2050: Impact of Changing Demography and Disease Prevalence in the U.S.
Diabetes Care. 2001; 24(11): 1936–1940
Brownlee M. 2005. The Pathologiy of Diabetic Complications- A Unifying
mechanism. Diabetes 24:1615-25
Brownlee M, Aiello LP, Cooper ME, Vinik AI, Nesto RW and Boulton JM. 2008.
Complication of Diabetes Mellitus. In HM. Kronenberg, S. Melmed, KS.
Polonsky and PR. Larsen (editors). Williams Textbook of Endocrinology, 11 th
Ed, Saunders Elsevier, Canada, pp 1417-31
Brunzell JD, Davidson M, Furberg CD, Goldberg RB, Howard BV, Stein JH, et al.
2004. Lipoprotein Management in Patient with Cardiometabolic Risk. Journal
of the American College of Cardiology vol 51(15) : 1512-24
Boger RH, Sydow K, Borlak J, Thum T, Lenzen H Schubert B, Tsikas D, Bode-Boger
SM. 2000. LDL Cholesterol Upregulates Syntesis of Asymmetrical
Dimethylarginin in Human Endhothelial Cells: Involvement of S-
Edenosylmethionine-Dependent Methyltransferase. Circ Res 87: 99-105
Breslavsky A, Frand J, Matas Z, Boaz M, Barnea Z, Shargorodsky M. Effect of high
doses of vitamin D on arterial properties, adiponectin, leptin and glucose
homeostasis in type 2 diabetic patients. Clin. Nutr. 2013;in press.
Ceriello A dan Moitz E. 2004. Is Oxidative Stress the Pathogenic Mechanism
underlying Insulin Resistance, Diabetes and cardiovascular disease? The
Common Soil hypothesis revisited. Arterioscler Rhromb Vasc Biol 24: 816-23
Cesari M, Penninx BW, Pahor M, et al. Inflammatory Markers and Physical
Performance in Older Persons: the in CHIANTI Study. The Journals of
Gerontology Series A: Biological Sciences and Medical Sciences. 2004; 59(3):
242–248
87
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
88
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Guntur H. 2002. Peran Asam Folat sebagai vitamin dan pengobatan supportif. PIT
PAPDI, Yogyakarta.
Guyton HC dan Hall JE. 2006. Lipid Metabolism. Guton and Hall Textbook of medical
Physiology 68:819-27
Gloth FM III, Gundberg CM, Hollis BW, Haddad JG, Tobin JD. 2005. Vitamin D
deficiency in homebound elderly persons. JAMA 2005;274: 1683–6.
Gregg EW, Beckles GL, Williamson DF, et al. Diabetes and Physical Dis-Ability
Among U.S. Adults. Diabetes Care. 2000; 23(9): 1272–1277.
Hardy LR, dan Bell RA. 2004.A Epidemiological Perspective on Ttpe 2 Diabetes
among Adult Maen. Diabetes Spectrum 17 : 208-14
Holick MF, Binkley NC, Bischoff-Ferrari HA, Gordon CM, Hanley DA, Heaney RP,
Murad MH, Weaver CM. Evaluation, Treatment, and Prevention of Vitamin D
Deficiency: an Endocrine Society Clinical Practice Guideline. J. Clin.
Endocrinol. Metab.2011;96(7):1911–1930.
Haffner SM, Lehto S, Ronnemaa T, Pyorala K, Laakso M. 1998. Mortality from
Coronary Heart Disease in Subjects with type 2 Diabetes and Nondiabetic
Subjects with and without Prior Myocadial Infarction. The New England
Journal of Medicinevol 339: 229-34
Holick MF. 2005. Environmental factors that influence the cutaneous production of
vitamin D. Am J Clin Nutr 2005;61(suppl):638S–45S.
Holick MF, MacLaughlin JA, Clark MB, Holick SA, Potts JT, Anderson RR, Blank
IH, Parrish JA, Elias P. Photosynthesis of Previtamin D3 in Human Skin and
the Physiologic Consequences. Science. 1980;210(4466):203–205.
Heaney RP. 2008. Vitamin D in Health and Disease. Clin JAm Soc nephrol. 3(5):
pp1535-41.
Holick MF. 2007. Vitamin D deficiency. NEnglJMed; 357:266-81
Holick MF. Vitamin D Deficiency. N. Engl. J. Med. 2007;357(3):266–281.
Jones G. Pharmacokinetics of vitamin D toxicity. Am. J. Clin. Nutr. 2008;88(2):582S-
586S.
Judd SE dan Tangpricha V. 2011. Vitamin d therapy and cardiovascular health.
CurrHypertens Rep\ 13:187-91
Janssen HC, Samson MM, Verhaar HJ. 2002. Vitamin D deficiency, muscle function,
and falls in elderly people. Am J Clin Nutr April 2002 vol. 75 no. 4 611-615
Jessup M, Brozena S, 2003. Heath Failure. Review Article. N engl J Med; 348:2007-
18.
Kamso S, Purwantyastuti, Juwita R. 2002. Dislipidemia di kota Padang. Makara
Kesehatan. Vol 2. No. 2. Desember 2002.
Kamen DL dan Tangpricha V. 2010.Vitamin D and molecular actions on the
immunesystem: modulation of innate and autoimmunity. J Mol Med (Berl);
88:441-50.
89
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Lee SW, Youm Y, Lee WJ, Choi W, Chu SH, Park YR, et al. 2015. Appendicular
Skeletal Muscle Mass and Insulin Resistance in an Elderly Korean Population:
The Korean Social Life, Health and Aging Project-Health Examination Cohort.
Diabetes Metab J. 2015 Feb; 39(1): 37–45
Lehmann B, Meurer M. Vitamin D metabolism. Dermatol. Ther. 2010;23(1):2–12.
Mattila C, Knekt P, Mannisto S. Serum 25- hydroxyvitamin D concentration and
subsequent risk of type 2 diabetes. Diabetes Care. 2007;30:2569–2570. doi:
10.2337/dc07-0292.
Morley HE. Sarcopenia: diagnosis and treatment. J Nutr Health Aging. 2008;12:452-6
Muniyappa R, Montagnani M, Kon Koh K, and Quon MJ. 2007. Cardiovascular
Action of Insulin. Endocrine Review 28(5):463-91
Mehrotra R, Kermah D, Budoff M, Salusky IB, Mao SS, Gao YL, et al.
2008.Hypovitaminosis D in chronic kidney disease. Clin J Am Soc
Nephrol;3:1144-51;
Melamed ML, Astor B, Michos ED, Hostetter TH, Powe NR, Muntner P. 2009. 25-
hydroxyvitamin D levels, race, and the progression of kidney disease. J AmSoc
Nephrol 20:2631-9;
Maestro B, Molero S, Bajo S. Transcriptional activation of the human insulin
receptorgene by 1, 25-dihydroxyvitamin D(3) Cell bio-chemfunct.
2002;20:227–232.
Moreira-Pfrimer LDF, Pedrosa MAC, Teixeira L, Lazaretti-Castro M. Treatment of
Vitamin D Deficiency Increases Lower Limb Muscle Strength in
Institutionalized Older People Independently of Regular Physical Activity: A
Randomized Double-Blind Controlled Trial. Ann. Nutr. Metab.
2009;54(4):291–300.
Nykjaer A, Dragun D, Walther D, Vorum H, Jacobsen C, Herz J, et al. 2009.
Anendocytic pathway essential for renal uptake and activation of the steroid
25-(OH) vitamin D3. Cell; 96:507-15;
Norman, A.W. 2008. From vitamin D to hormone D: fundamentals of the vitamin
Dendocrine system essential for good health. Am J Clin Nutr. 88(2): p. 491S-
499.
Narici M, Mafulli N. Sarcopenia: characteristics, mechanism, and functional
significance. British Med Bulletin. 2010;95:139-59.
Otten JJ, Hellwig JP, Meyers LD. 2006.Vitamin D. In: Dietary Reference Intakes:The
Essential Guide to Nutrient Requirements. Washington, DC:
NationalAcademies Press.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta, h 1-8.
PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta, h 1-12.
Purnomo S. 2003. Oksidan, antioksidan dan radikal bebas. Symposium oksidan dan
antioksidan, Surabaya.
90
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
91
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sullivan DH, Johnson LE. Nutrition and aging. In: Halter JB, Ouslander JG. Tinetti
ME. Studenski S, High KP, Astana S (editors). Hazzard’s geriatric medicine
and gerontology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill; 2009.p.439-57
Setiati S, Seto E, Sumantri S. A pilot study of sarcopenia in elderly outpatient Cipto
Mangunkusumo Hospital Jakarta. In press. 2013.
Setiati S, Oemardi M, Sutrisna B, Supartondo. The role of ultraviolet-B from sun
exposure on 25(OH)D and parathyroid hormone level in elderly women in
Indonesia. Asian J Gerontol Geriatr. 2007;2:15-22. 28. Richy F. Dukas L,
Schacht E. Differential effects of D-hormone analogs and native vitamin D on
the risk of falls: a comparative meta-analysis. Calcif Tissue Int. 2008;82:02-
107.
Shivaprakash NC, Joseph RB. Relationship between serum 25-hydroxy vitamin D
levels and plasma glucose and lipid levels in pediatric patients in rural hospital.
IJSS. 2014; 1(4): 24-31.
Solerte SB, Gazzaruso C, Bonacasa R, Rondanelli M, Zamboni M, Basso C, et al.
Nutritional supplements with oral amino acid mixtures increases whole-body
lean mass and insulin sensitivity in elderly subjects with sarcopenia. Am J
Cardiol. 2008;101(11A):69E–77E.
Santjaka A. 2011. Teknik sampling. dalam : Sigit H, Abay F (editors). Statistik untuk
penelitian kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Edisi I. Pp: 50-66
Van Etten RW, de Koning EJP, Verhaar MC, Gaillard CAJM and Rabelink TJ. 2002.
Impaired NO-dependent vasodilatation in patient with Type II (non Insulin-
dependent) diabetes mellitus is restored by acute administration of folate.
Diabetologia, 45 :1004-10
Visser M, Pahor M, Taaffe DR, et al. Relationship of Interleukin 6 and Tumor
Necrosis Factor awith Muscle Mass and Muscle Strength in Elderly Men and
Women: The Health ABC Study. Journal of Gerontology Series A: Biological
Sciences and Medical Sciences. 2002; 57(5): M326-M332
Wang H, Xia N, Yang Y, Peng D-Q. Influence of vitamin D supplementation on
plasma lipid profiles: A meta-analysis of randomized controlled trials. Lipids
Health Dis. 2012;11:42. doi:10.1186/1476-511X-11-42.
Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, and King H. Global Prevalence of Diabetes:
Estimates for the Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care. 2004;
27(5): 1047–1053.
Warner HR, Sierra F, Thompson LV. Biology of aging. In: Fillit HM, Rockwood K,
Woodhouse K, editors. Brocklehurst’s textbook of geriatric medicine and
gerontology. 7th ed. New York: Saunders; 2010.
Wolf G. 2004. The discovery of vitamin D: the contribution of Adolf Windaus. JNutr
134 (6): 1299-302.
Yazdanyar, Newman BA. 2009. The Burden of Cardiovascular Disease in the Elderly:
Morbidity, Mortality, and Costs. Clin Geriatr Med. 2009 Nov; 25(4): 563–vii.
92
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Yan Chiou Ku, Mu En Liu, Chang Sheng Ku, Shoa L. 2013. Relationship
BetweenVitamin D Defficiency and Cardiovascular Disease. World J Cardiol.
5(9):pp 337-46.
Zittermann A, lodice S, Pilz S, Grant WB, Bagnardi V, Gandini S. 2012. Vitamin
Ddeficiency and mortality risk in the general population: a meta-analysis
ofprospective cohort studies. AmJClin Nutr; 95:91-100.
93