Anda di halaman 1dari 108

UNIVERSITAS INDONESIA

TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN


STROKE HEMORAGIK DENGAN
BERBAGAI FAKTOR RISIKO

SERIAL KASUS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Spesialis Gizi Klinik

SYAHDA SUWITA
1206236685

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
DESEMBER 2014

Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Serial Kasus ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun rujukan

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Syahda Suwita

NPM : 1206236685

Tanda tangan:

Tanggal : 30 Desember 2014

ii
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
LEMBAR PENGESAHAN

Serial Kasus ini diajukan oleh :


Nama : Syahda Suwita
NPM : 1206236685
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Program Studi Ilmu Gizi Klinik
Judul Serial Kasus : Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Stroke Hemoragik dengan
Berbagai Faktor Risiko

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik pada Program Pendidikan Dokter Spesialis-1, Program
Studi Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, SpGK (.)

Penguji I : dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK (........................)

Penguji II : dr. Victor Tambunan, MS, SpGK (........................)

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 30 Desember 2014

iii
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadapan Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan serial kasus ini.
Serial kasus ini mengenai tatalaksana nutrisi pada empat pasien stroke
hemoragik dengan berbagai faktor risiko yang dirawat di RSUT. Semua pasien
menderita hipertensi. Pasien pertama seorang laki-laki berusia 60 tahun, dengan
hiperurisemia. Pasien kedua seorang perempuan berusia 56 tahun, dengan DM
tipe 2 dan dislipidemia. Pasien ketiga seorang perempuan berusia 49 tahun,
dengan obes II dan pasien keempat seorang laki-laki berusia 65 tahun, dengan
dislipidemia dan stroke berulang.
Selesainya serial kasus ini tidak lepas dari tuntunan dan bimbingan dari
dosen pembimbing dan staf pengajar Departemen Ilmu Gizi Klinik, Program
Pendidikan Dokter Spesialis-1 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, SpGK sebagai pembimbing dan
selaku Ketua Departemen Ilmu Gizi, di sela-sela jadwal beliau yang padat, yang
dengan kesabaran, dan penuh perhatian yang terus diberikan sejak semester satu
hingga selesainya penyusunan serial kasus ini.
Ucapan terima kasih kepada dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK selaku Ketua
Program Studi, Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Ilmu Gizi Klinik beserta
seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Gizi, atas bimbingan dan dukungan
yang telah diberikan sejak awal menjalani pendidikan hingga saat ini.
Ucapan terima kasih kepada dr. Elvi Manurung, MS, SpGK dan seluruh
DPJP, karyawan, paramedis di RSUT, seluruh karyawan Departemen Ilmu Gizi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan seluruh peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis-1 Program Studi Ilmu Gizi Klinik FKUI, atas
bantuan dan dukungannya.
Terima kasih yang tidak terhingga kepada keempat pasien yang telah
mengikuti seluruh rangkaian serial kasus ini. Terima kasih kepada semua petugas
perpustakaan FKUI dan semua pihak yang telah membantu penulis selama proses
pembuatan serial kasus ini.

iv
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Seluruh sahabat dan semua pihak yang turut membantu walaupun tidak
disebutkan satu per satu yang selalu mendukung dan memotivasi selama
menjalankan pendidikan, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada kedua
orang tua tercinta (Drs. H. Syahruddin Syarif dan Hj Syamsidar) dan kakak-kakak
tersayang yang dengan tulus ikhlas memberikan dorongan, dukungan dan
senantiasa berdoa untuk keberhasilan dalam pendidikan ini. Kepada seluruh
keluarga besar yang telah memberikan doa serta motivasi sejak penulis memulai
pendidikan hingga serial kasus ini diselesaikan.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga serial kasus ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 30 Desember 2014

Penulis

v
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini :

Nama : Syahda Suwita


NPM : 1206236685
Program Studi : Ilmu Gizi
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Serial Kasus

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exlusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK


DENGAN BERBAGAI FAKTOR RISIKO
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Desember 2014
Yang menyatakan

(Syahda Suwita)

vi
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
ABSTRAK

Nama : Syahda Suwita


Program studi : Ilmu Gizi Klinik, Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Judul : Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Stroke Hemoragik dengan
Berbagai Faktor Risiko
Pembimbing : Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, SpGK

Pendahuluan: Hipertensi, hiperurisemia, DM tipe 2, obesitas dan dislipidemia


merupakan faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi. Selain disfagia yang
dialami pasien, faktor risiko stroke perlu dipertimbangkan juga dalam
memberikan nutrisi untuk mencegah serangan ulang stroke.

Presentasi kasus: Empat kasus stroke hemoragik dengan hipertensi yang


membutuhkan tatalaksana nutrisi selama perawatan di RSUT. Kasus pertama
seorang laki-laki berusia 60 tahun, dengan hiperurisemia. Kasus kedua seorang
perempuan berusia 56 tahun, dengan DM tipe 2 dan dislipidemia. Kasus ketiga
seorang perempuan berusia 49 tahun, dengan obes II dan kasus keempat seorang
laki-laki berusia 65 tahun, dengan dislipidemia dan stroke berulang.

Kesimpulan: Tatalaksana nutrisi yang diberikan dapat membantu pengobatan


pasien dan meningkatkan kapasitas fungsional pasien.

Kata kunci :
Stroke hemoragik, hipertensi, hiperurisemia, DM tipe 2, obesitas, dislipidemia

vii
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
ABSTRACT

Name : Syahda Suwita


Study Program : Clinical Nutrition, Clinical Nutrition Specialist Study
Program
Title : Nutritional Support in Hemorrhagic Stroke Patients with
Various Risk Factors
Mentor : Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, SpGK

Background: Hypertension, hyperuricemia, type 2 diabetes, obesity and


dyslipidemia are risk factors for stroke that can be modified. Besides dysphagia,
experienced by patient, other stroke risk factors need to be considered in
providing nutrition to prevent repeated strokes attacks.

Case presentation: Four patients of hemorrhagic stroke with hypertension


required nutritional support during treatment in RSUT. The first patient was male,
aged 60 years, with hyperuricemia. The second patient was female, aged 56 years,
with type 2 diabetes and dyslipidemia. The third patient was female, aged 49
years, with obesity grade II and fourth patient was male, aged 65 years, with
dyslipidemia and recurrent strokes.

Conclusion: Given nutritional support could help the patient treatment process
and improve the patient's functional capacity.

Keywords :
Hemorrhagic stroke, hypertension, hyperuricemia, type 2 diabetes, obesity,
dyslipidemia.

viii
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiv
1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................................. 2
1.3. Manfaat ................................................................................................ 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4


2.1. Otak ...................................................................................................... 4
2.2. Stroke ................................................................................................... 12
2.3. Faktor Risiko Stroke yang Dapat Dimodifikasi ................................... 15
2.4. Komplikasi Stroke................................................................................ 20
2.5. Tatalaksana Stroke Hemoragik ............................................................ 22
2.6. Interaksi Obat ...................................................................................... 29

3. KASUS ........................................................................................................ 30
3.1. Kasus 1 ................................................................................................. 31
3.2. Kasus 2 ................................................................................................. 35
3.3. Kasus 3 ................................................................................................. 40
3.4. Kasus 4 ................................................................................................. 45

4. PEMBAHASAN KASUS ........................................................................... 49


5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 57
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 57
5.3. Saran .................................................................................................... 57

DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 58

ix
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa Menurut JNC VII ........... 16
Tabel 3.1 Karakteristik Pasien Serial Kasus .................................................... 30

x
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Glutamatergic neurotransmission ............................................... 9
Gambar 2.2. Metabolisme glukosa di otak ...................................................... 12
Gambar 2.3. Proses kematian sel neuron di daerah iskemia fokal ................... 15
Gambar 2.4. Patofisiologi asam urat menyebabkan proliferasi sel otot
polos pembuluh darah ............................................................... 20
Gambar 3.1. Pemantauan Tekanan Darah Tn. H Selama Perawatan di RS ..... 34
Gambar 3.2. Analisis Asupan Kalori Tn. H Sebelum Sakit (SS) dan
Selama Perawatan di RS ............................................................. 34
Gambar 3.3. Analisis Asupan Makronutrien Tn H Sebelum Sakit (SS)
dan Selama Perawatan di RS ...................................................... 35
Gambar 3.4. Analisis Asupan Kalori Ny. S Sebelum Sakit (SS) dan
Selama Perawatan di RS ............................................................. 39
Gambar 3.5. Analisis Asupan Makronutrien Ny. S Sebelum Sakit (SS)
dan Selama Perawatan di RS ...................................................... 39
Gambar 3.6. Analisis Asupan Kalori Ny.Y Sebelum Sakit (SS) dan
Selama Perawatan di RS ............................................................. 43
Gambar 3.7. Analisis Asupan Makronutrien Ny Y Sebelum Sakit (SS)
dan Selama Perawatan di RS ...................................................... 44
Gambar 3.8. Analisis Asupan Kalori Tn.I Sebelum Sakit (SS) dan
Selama Perawatan di RS ............................................................. 47
Gambar 3.9. Analisis Asupan Makronutrien Tn.I Sebelum Sakit (SS)
dan Selama Perawatan di RS ...................................................... 48

xi
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Skrining gizi MST RSUT ............................................................. 65


Lampiran 2 Penilaian status fungsional ........................................................... 66
Lampiran 3 Komposisi makanan cair RS dan contoh menu di rumah............. 67
Lampiran 4 Skrining GUSS ............................................................................. 71
Lampiran 5 Pemantauan kasus ke-1 ................................................................ 73
Lampiran 6 Pemantauan kasus ke-2 ................................................................ 79
Lampiran 7 Pemantauan kasus ke-3 ................................................................ 85
Lampiran 8 Pemantauan kasus ke-4 ................................................................ 90
Lampiran 9 Daftar riwayat hidup ..................................................................... 94

xii
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR SINGKATAN

ACh : acetylcholine
ATP : adenosine triphospathe
BMI : body mass index
CES : cairan ekstra sel
CAA : cerebral amyloid angiopathy
ChAT : choline acetyltransferase
COX-2 : siklooksigenase-2
CRT : capillary refill time
DA : dopamin
DASH : dietary approaches to stop hypertension
DBH : dopamine -hydroxylase
DM : diabetes melitus
L-DOPA : L-dihydroxyphenylalanine
EPA : eicosapentaenoic acid
ESPEN : European Society for Parenteral and Enteral Nutrition
GABA : gamma-amino butyric acid
HDL : high density lipoprotein
ICH : intracerebral hemorrhage
JNC : Joint National Committee
KEB : kebutuhan energi basal
KET : kebutuhan energi total
LDL : low density lipoprotein
MCP-1 : monocyte chemoattractant protein-1
MNA : mini nutritional assessment
MST : malnutrition screening tool
MUFA : monounsaturated fatty acid
MUST : malnutrition universal screening tool
NCEP-ATP : National Cholesterol Education Program -Adult
Treatment Panel
NDD : National Dysphagia Diet
NE : norepinefrin
NO : nitric oxide
NRS : nutritional risk screening
OAT : organic anion transporters
PDGF : platelet-derived of growth factor
PKA : protein kinase A
PNMT : phentolamine N-methyltransferase
PUFA : polyunsaturated fatty acid
REE : resting energy expenditure
RDA : Recommended Dietary Allowance
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
SFA : saturated fatty acid
SGA : subjective global assessment
SSP : sistem saraf pusat
SST : sistem syaraf tepi

xiii
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
TCA : tricarboxylic acid
TH : tyrosine hydroxylase

xiv
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan defisit neurologik yang timbul semata-mata karena penyakit
pembuluh darah otak dan bukan oleh sebab lainnya.1 Di Amerika Serikat, stroke
masih merupakan tiga penyebab morbiditas dan kematian tertinggi.2 Di Indonesia
stroke dan penyakit jantung menempati peringkat pertama tingkat kefatalan
penyakit tidak menular (PTM) yang dirawat inap di rumah sakit tahun 2009-2010,
dengan presentase 8,7%. Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua dari
PTM yang dirawat inap di rumah sakit Indonesia tahun 2010 setelah perdarahan
intrakranial, dengan presentase 13,72%.3
Penyakit stroke terdiri dari stroke iskemik dan stroke hemoragik, dimana
terdapat 15% dari semua stroke adalah stroke hemoragik.1 Angka kematian dari
stroke hemoragik sekitar 30-40%.4 Penderita stroke hemoragik berdasarkan usia
di bawah 45 tahun 13,2%, usia 45-65 tahun 59,3% dan di atas usia 65 tahun
27,5%.1 Menurut RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2013 prevalensi penyakit
stroke 43,1, yang sama banyak antara laki-laki dan perempuan. Prevalensi
stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah yaitu
16,5, lebih tinggi di kota daripada di desa 8,2 dan lebih tinggi pada
masyarakat yang tidak bekerja 11,4.5
Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang bermanifestasi sebagai
gangguan neurologik yang mendadak. Sakit kepala, hipertensi akut, dan muntah
dengan defisit neurologi yang terjadi pada stroke hemoragik, membedakannya
dengan stroke iskemik.6 Pasien stroke sering mengalami disfagia terutama pada
fase akut yaitu sekitar 30-50% pasien. Sehingga pasien berisiko mengalami
dehidrasi, malnutrisi dan aspirasi pneumonia.7
Faktor risiko penyakit stroke terdiri atas faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah usia >45 tahun pada laki-laki dan >55 tahun pada perempuan
atau menopause prematur tanpa terapi penggantian estrogen, termasuk juga

1
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
2

riwayat stroke dalam keluarga. Sementara hipertensi, diabetes melitus, fibrilasi


atrium, merokok, kecanduan alkohol, obesitas, dan dislipidemia yang disertai
dengan penyakit jantung koroner merupakan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi.8,9,10 Faktor lain yang berperan pada penyakit stroke adalah kadar
asam urat darah yang tinggi. Peningkatan kadar asam urat darah berhubungan
dengan outcome klinis yang buruk pada pasien stroke. Hal ini berkaitan dengan
ketebalan arteri dan fungsi endotel pembuluh darah.11
Penelitian terhadap subyek yang berusia 60 sampai 70 tahun mendapatkan
penurunan risiko stroke sekitar 33%, pada setiap penurunan tekanan darah 10 mm
Hg.12 Hubungan antara diabetes dan stroke hemoragik berkaitan dengan hipertensi
yang sering menyertai DM.13 Prokin dkk.14 mendapatkan kaitan antara
dislipidemia dengan intracerebral hemorrhage (ICH). Obesitas berhubungan
dengan risiko penyakit stroke, dimana peningkatan marker abdominal adiposity
secara signifikan berhubungan dengan risiko penyakit stroke.15 Bos dkk.16
menemukan hubungan yang kuat dan signifikan antara kadar asam urat serum
yang tinggi dengan risiko stroke, baik stroke hemoragik maupun stroke iskemik.
Tatalaksana nutrisi yang diberikan bertujuan untuk mencegah malnutrisi
dan mempertahankan status hidrasi yang adekuat, akibat disfagia, penurunan
kesadaran dan depresi yang dapat mengurangi asupan nutrisi pasien. Pemberian
nutrisi dapat dilakukan melalui jalur enteral dan parenteral jika terjadi
disfagia.7,17,18 Selain itu faktor risiko stroke perlu dipertimbangkan juga dalam
memberikan nutrisi.18
Serial kasus ini ditujukan untuk membahas tata laksana nutrisi pada
pasien-pasien stroke hemoragik yang memiliki faktor risiko hipertensi,
hiperurisemia, DM tipe 2, dislipidemia, dan obesitas.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mencapai kompetensi tatalaksana nutrisi pasien stroke hemoragik yang memiliki
faktor risiko hipertensi, hiperurisemia, DM tipe 2, dislipidemia, dan obesitas
dengan cara melakukan tatalaksana nutrisi yang adekuat kepada pasien serta
menjalin kerjasama dengan tim dokter terkait.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
3

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui perubahan metabolisme pada pasien stroke hemoragik dan
melakukan tatalaksana nutrisi yang sesuai.
2. Mengetahui kebutuhan makronutrien, mikronutrien, dan nutrien
spesifik bagi pasien stroke hemoragik.
3. Melakukan tatalaksana nutrisi untuk mengendalikan faktor risiko
stroke hemoragik yaitu hipertensi, DM tipe 2, hiperurisemia,
dislipidemia, dan obesitas.
4. Melakukan tatalaksana nutrisi pada pasien stroke yang mengalami
disfagia dan penurunan kesadaran untuk mencegah terjadinya
malnutrisi dan mempertahankan status hidrasi yang adekuat
5. Memberikan edukasi nutrisi pada pasien stroke hemoragik supaya
menjalani pola hidup sehat untuk mencegah serangan ulang stroke.

1.3 Manfaat penulisan


1.3.1 Manfaat bagi pasien
Pasien menerima tatalaksana nutrisi sesuai dengan penyakitnya dan dapat
menerapkan edukasi yang diberikan yang meliputi pola hidup sehat agar dapat
menekan faktor-faktor risiko penyakit stroke untuk mencegah serangan ulang.

1.3.2 Manfaat bagi institusi


Sebagai sumber informasi tambahan bagi tatalaksana pasien stroke hemoragik
dengan faktor risiko hipertensi, hiperurisemia, DM tipe 2, dislipidemia, dan
obesitas.

1.3.3 Manfaat bagi penulis


Dapat belajar menerapkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan spesialis gizi
klinik.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Otak
2.1.1 Anatomi
Otak terletak di dalam cavum cranii dan bersambung dengan medulla spinalis
melalui foramen magnum. Otak dibungkus oleh tiga meningen: duramater,
arachnoidea mater dan pia mater dan ketiganya berlanjut ke medulla spinalis.
Liquor cerebrospinalis mengelilingi otak di dalam spatium subarachnoideum.2
Otak dibagi atas tiga bagian utama. Jika diurutkan dari medulla spinalis ke
atas yaitu rhombencephalon, mesencephalon, dan prosencephalon.
Rhombencephalon terdiri dari medulla oblongata, pons, dan cerebellum.
Prosencephalon dapat dibagi menjadi diencephalon dan cerebrum. Gabungan dari
medulla oblongata, pons, mesencephalon sering disebut sebagai batang otak.2
Otak terdiri dari substantia alba di bagian dalam, yang dikelilingi oleh
substantia grisea di bagian luarnya. Terdapat sekelompok massa substantia grisea
yang penting yang terdapat di dalam substantia alba. Seperti di dalam cerebellum,
terdapat nuclei serebellares griseae dan di dalam cerebrum terdapat thalamus,
nucleus caudatus dan nucleus lentiformis yang merupakan substantia grisea.2
Nuclei basales adalah sekelompok massa substantia grisea yang terletak di
dalam hemispherium cerebri. Massa-massa tersebut adalah corpus striatum,
nucleus amygdaloideus, dan claustrum. Nuclei basales berperan penting dalam
pengendalian postur dan gerakan volunter, tetapi nuclei basales tidak mempunyai
hubungan input ataupun output langsung dengan medulla spinalis.2
Corpus striatum terletak di lateral thalamus yang terbagi menjadi nucleus
caudatus dan nucleus lentiformis. Nucleus caudatus berbentuk huruf C dan
berhubungan erat dengan ventriculus lateralis. Nucleus caudatus terbagi menjadi
kaput, korpus dan kauda.2
Hypertensive hemorrhage, biasanya terjadi pada daerah putamen, globus
pallidus, thalamus, cerebellar hemisphere, dan pons. Aneurisma sering terjadi

4
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
5

pada daerah subarachnoid, dan intraparenchymal, sedangkan arteriovenous


malformation sering terjadi didaerah lobar, intraventricular dan subarachnoid.19
Sirkulasi Perdarahan otak terbagi dua, sirkulasi anterior dan sirkulasi
posterior. Sirkulasi anterior yaitu arteri carotis interna, yang terdiri dari arteri
choroidal anterior, arteri cerebral anterior, arteri middle cerebral, dan arteri
lenticulostriate branches. Arteri choroidal anterior yang mendarahi hippocampus,
globus pallidus, lower internal capsule. Arteri cerebral anterior mendarahi medial,
frontal, parietal cortex, dan anterior corpus callosum. Arteri middle cerebral
mendarahi lateral frontal, parietal, occipital, temporal cortex dan arteri
lenticulostriate branches mendarahi caudate nucleus, putamen, upper internal
capsule.20
Sirkulasi posterior terbagi dua yaitu arteri vertebral dan arteri basilar. Arteri
vertebral yaitu arteri posterior inferior cerebellar yang mendarahi medulla dan
lower cerebellum. Arteri basilar terdiri dari arteri anterior inferior cerebellar, arteri
superior cerebellar, arteri posterior cerebral, arteri thalamoperforate branches, dan
arteri thalamogeniculate branches. Arteri anterior inferior cerebellar mendarahi
lower, midpons, dan mid cerebellum. Arteri superior cerebellar mendarahi upper
pons, lower midbrain dan upper cerebellum. Arteri posterior cerebral mendarahi
medial occipital, temporal cortex, posterior corpus callosum, dan upper midbrain.
Arteri thalamoperforate branches dan arteri thalamogeniculate branches
mendarahi thalamus.20
Vena cerebri tidak mempunyai jaringan muskular pada dindingnya yang
sangat tipis, dan tidak memiliki katup. Vena cerebri externa terdiri dari vena
cerebri superior yaitu vena cerebri media superficialis yang mengalirkan darah
dari permukaan lateral hemispherium cerebri, berjalan ke inferior di dalam sulcus
lateralis dan bermuara ke dalam sinus cavernosus. Vena cerebri media profunda
mengalirkan darah ke insula dan bergabung dengan vena cerebri anterior dan vena
striata untuk membentuk vena basalis. Vena basalis bergabung dengan vena
cerebri magna, yang akan bermuara ke dalam sinus rectus.2
Vena cerebri interna terbentuk dari gabungan vena thalamostriata dan vena
choroidea di foramen interventriculare. Kedua vena berjalan ke posterior di dalam
tela choroidea ventriculi tertii dan keduanya bergabung di bawah splenium

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
6

corporis callosi untuk membentuk vena cerebri magna, yang akan bermuara ke
dalam sinus rectus.2
Mesencephalon dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke dalam vena
basalis atau vena cerebri magna. Pons dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke
dalam vena basalis, vena cerebelli, atau sinus venosus yang ada di dekatnya.
Medulla oblongata dialirkan oleh vena-vena yang bermuara ke dalam vena
spinalis dan sinus venosus yang terdapat di dekatnya. Cerebellum dialirkan oleh
vena-vena yang bermuara ke dalam vena cerebri magna atau sinus venosus yang
berdekatan.2
Terdapat 12 pasang nervus cranialis yang meninggalkan otak melalui
foramina dan fisura di tengkorak. Semua saraf ini didistribusikan ke kepala dan
leher, kecuali nervus cranialis X, yang juga mensarafi struktur-struktur yang
berada di thorax dan abdomen. Nervus cranialis tersebut adalah olfactorius,
opticus, oculomotorius, trochlearis, trigeminus, abducens, facialis,
vestibulocochlearis, glossopharyngeus, vagus, accessorius, dan hypoglossus.
Nervus olfactorius, opticus, dan vestibulocochlearis merupakan saraf sensorik
murni. Nervus oculomotorius, trochlearis, abducens, accessorius, dan hypoglossus
merupakan saraf motorik murni. Nervus trigeminus, facialis, glossopharyngeus,
dan vagus merupakan saraf campuran motorik dan sensorik.2,21
Serabut-serabut saraf somatomotorik dan brankiomotorik nervus cranialis
adalah akson-akson sel saraf yang terletak di dalam otak. Kelompok sel-sel saraf
ini membentuk nuklei motorik dan mempersarafi otot-otot lurik. Setiap sel saraf
bersama dan prosesusnya disebut lower motor neuron. Sel saraf seperti ini, sama
dengan sel-sel motorik di cornu anterior medulla spinalis.2
Nuklei motorik nervi craniales menerima impuls dari cortex cerebri melalui
serabut-serabut corticonuclearis (corticobulbaris). Serabut-serabut ini berasal dari
sel-sel piramidae di bagian inferior gyrus precentralis dan dari bagian didekat
gyrus postcentralis. Serabut-serabut corticonuclearis berjalan turun melalui corona
radiata dan genu capsula interna. Seluruhnya berjalan melalui mesencephalon
tepat di medial serabut-serabut corticospinalis di dalam basis pedunculi.
Selanjutnya, berakhir dengan bersinaps secara langsung pada lower motor neuron
di dalam nuclei nervi cranialis atau secara tidak langsung melalui neuron

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
7

penghubung. Dengan demikian, serabut-serabut corticonuclearis membentuk


neuron tingkat pertama jaras desendens, neuron penghubung merupakan neuron
tingkat kedua, dan lower motor neuron merupakan neuron tingkat ketiga.
Sebagian besar serabut corticonuclearis yang ke nuklei motorik nervus cranialis
menyilang garis tengah sebelum mencapai nuklei.2
Nuklei viseral motorik umum membentuk aliran keluar bagian parasimpatis
kranial sistem saraf otonom. Nukleus-nukleus tersebut adalah nucleus Edinger-
Westphal nervi oculomotorii, nucleus salivatorius superior dan nucleus lacrimalis
nervi facialis, nucleus salivatorius inferior nervi glossopharyngei dan nucleus
motorik dorsalis nervi vagi. Nuklei ini menerima banyak serabut saraf aferen,
termasuk jaras desendens dari hypothalamus.2
Nuklei sensorik nervi craniales termasuk nuklei aferen somatik dan aferen
viseral. Bagian sensorik atau aferen nervus cranialis berupa akson sel saraf di luar
otak dan terletak di dalam ganglia trunkus saraf (sama dengan ganglion radix
posterior saraf spinal).2

2.1.2 Fisiologi
2.1.2.1 Organisasi Sistem Saraf
Sistem saraf terbagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem syaraf tepi
(SST). SSP terdiri dari otak dan medula spinalis. SST terdiri dari serat-serat syaraf
yang membawa informasi antara SSP dan bagian tubuh lain (perifer). SST dibagi
lagi menjadi divisi aferen dan eferen. Divisi aferen membawa informasi ke SSP,
memberi tahu tentang lingkungan eksternal dan aktivitas internal yang sedang
diatur oleh susunan saraf. Instruksi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke
organ efektor, otot atau kelenjar yang melaksanakan perintah agar dihasilkan efek
yang sesuai. Sistem saraf eferen dibagi menjadi sistem saraf somatik, yang terdiri
dari serat-serat neuron motorik yang menyarafi otot rangka dan sistem saraf
otonom, yang terdiri dari serat-serat yang menyarafi otot polos, otot jantung dan
kelenjar. Sistem saraf otonom dibagi lagi menjadi sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis.22

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
8

2.1.2.2 Proteksi dan Nutrisi Otak


Sekitar 90 % sel didalam SSP adalah sel glia atau neuroglia. Sel glia menempati
separuh dari volume otak, sel ini tidak membentuk cabang sebanyak yang dimiliki
oleh neuron. Sel glia berfungsi sebagai jaringan ikat SSP dan karenanya
membantu menunjang neuron baik secara fisik maupun metabolik. Sel-sel ini
secara homeostatis mempertahankan komposisi lingkungan ekstrasel khusus yang
mengelilingi neuron di dalam batas-batas sempit yang optimal bagi fungsi neuron.
Selain itu, sel-sel ini secara aktif memodulasi fungsi sinaps dan kini dianggap
sama pentingnya seperti neuron dalam proses belajar dan mengingat.22
Ada empat tipe utama sel glia di SSP yaitu astrosit, oligodendrosit,
mikroglia, dan sel apendim. Astrosit secara fisik menopang neuron dalam
hubungan spasial yang tepat, berfungsi sebagai perancah untuk menuntun neuron
ke tujuan akhirnya selama perkembangan otak masa janin, memicu pembentukan
sawar darah otak, penting dalam perbaikan cedera otak dan dalam pembentukan
jaringan parut saraf, menyerap dan menguraikan glutamat dan asam gama amino
butirat (GABA) seperti yang terlihat pada Gambar 2.1, yang masing-masing
adalah neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik untuk membentuk lebih banyak
neurotransmiter oleh neuron, menyerap kelebihan K+ untuk membantu
mempertahankan konsentrasi ion cairan ekstra sel (CES) otak yang tepat dan
eksitabilitas normal neuron. Pada sebagian kasus, pembentukan potensial aksi
neuron di otak memicu pelepasan adenosin triphospat (ATP) bersama dengan
neurotransmiter klasik dari terminal akson. Pengikatan glutamat ke reseptor
astrosit atau deteksi ATP ekstrasel oleh astrosit menyebabkan influks kalsium ke
dalam sel glia ini. Peningkatan kalsium intrasel kemudian mendorong astrosit itu
sendiri mengeluarkan ATP sehingga sel-sel glia sekitarnya menjadi aktif. Dengan
cara ini, astrosit berbagi informasi tentang aktivitas potensial aksi suatu neuron di
sekitarnya. Oligodendrosit membentuk selubung mielin di SSP. Mikroglia
merupakan sel pertahanan imun SSP berfungsi sebagai fagosit. Sel ependim
melapisi bagian dalam rongga otak dan medula spinalis, ikut membentuk cairan
serebrospinal, berfungsi sebagai neural stem cells dengan potensi membentuk
neuron dan sel glia baru.22,23

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
9

TERMINAL PRASINAPTIK

Glutamat

SEL POSTSINAPTIK

Glutamat

Glutamin
ASTROSIT

Gambar 2.1. Glutamatergic neurotransmission


Sumber: daftar referensi no. 23

2.1.2.3 Gambaran Umum Struktur dan Fungsi Komponen Utama Otak


Korteks serebri berfungsi sebagai persepsi sensorik, kontrol gerakan sadar,
bahasa, sifat kepribadian, fungsi luhur seperti berfikir, mengingat, mengambil
keputusan, kreativitas, dan kesadaran diri. Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi
tonus otot, koordinasi gerakan lambat dan menetap, menekan pola gerakan yang
tidak bermanfaat. Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk semua
masukan sinaps, kesadaran kasar akan sensasi, berperan dalam kesadaran, dan
kontrol motorik. Hipotalamus sebagai regulasi banyak fungsi homeostatik,
misalnya kontrol suhu, haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan, penghubung
penting antara sistem saraf dan endokrin, banyak terlibat dalam emosi dan pola
perilaku dasar. Serebelum berfungsi mempertahankan keseimbangan,
meningkatkan tonus otot, mengkoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot
sadar terampil. Batang otak merupakan asal dari sebagian besar saraf kranialis
perifer, pusat kontrol kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan, regulasi refleks
otot yang berperan dalam keseimbangan dan postur, penerimaan dan integrasi
semua input sinaps dari medula spinalis, pengaktifan korteks serebri dan keadaan
terjaga, peran dalam siklus tidur-bangun.22

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
10

2.1.3 Metabolisme
Neurotransmiter utama adalah asam amino, amin dan peptida. Asetilkolin
adalah neurotransmiter pada neuromuscular junction dan disintesis oleh semua
motor neuron di sumsum tulang belakang dan batang otak.
Asetilkolin membutuhkan enzim tertentu untuk disintesis yaitu choline
acetyltransferase (ChAT). Seperti semua protein prasinaptik yang lain ChAT
dibentuk di dalam soma dan diangkut ke axon terminal. Hanya neuron kolinergik
yang mengandung ChAT, jadi enzim ini dapat menjadi marker yang baik untuk
sel yang menggunakan asetilkolin untuk neurotransmiternya dengan memeriksa
ChAT-specific antibodies untuk mengenali neuron cholinergic. Kolin bersama
dengan asetil-KoA dibantu oleh ChAT mensintesis asetilkolin di dalam sitosol dari
axon terminal dan neurotransmitter ini terkonsentrasi di dalam vesikel sinaptik
dibantu oleh asetilkolin transporter. Choline masuk ke cholinergic axon terminal
melalui transporter spesifik. Oleh karena itu ketersediaan choline menentukan
berapa banyak ACh yang dapat disintesis di dalam axon terminal.24
Neurotransmiter katekolamin adalah dopamin (DA), norepinefrin (NE),
epinefrin. Neuron catecholaminergic ditemukan di area sistem nervus yang
mengatur mood, attention dan visceral function. Semua neuron catecholaminergic
mengandung enzim tyrosine hydroxylase (TH) yang mengubah tyrosine menjadi
L-dihydroxyphenylalanine (DOPA), yang akan diubah menjadi dopamin oleh
enzim DOPA dekarboksilase. Dopamin diubah menjadi norepinefrin (NE) oleh
dopamine -hydroxylase (DBH). NE diubah menjadi epinefrin oleh phentolamine
N-methyltransferase (PNMT).24
Glukosa merupakan sumber energi esensial untuk otak manusia. Glukosa
dioksidasi melalui jalur glikolisis dan siklus tricarboxylic acid (TCA) yang
berhubungan dengan fosforilasi oksidatif, yang menghasilkan ATP. Glukosa
disimpan dalam bentuk glikogen di dalam otak yang umumnya disimpan di dalam
astrosit. Glikogenolisis di dalam astrosit menghasilkan laktat, yang berfungsi
sebagai substrat energi untuk metabolisme oksidatif dalam neuron yang aktif
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2. Selama aktivitas sinaptik, penguraian
glikogen astrosit dirangsang oleh neurotransmitter seperti glutamat dan
norepinefrin. Agen adrenergik menyebabkan protein kinase A (PKA) teraktivasi

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
11

dalam astrosit melalui reseptor metabotropic binding. Glikogenolisis di dalam


astrosit tergantung dari fosforilasi glikogen, yang diaktifkan oleh PKA.
Glikogenolisis menghasilkan glukosa-6-fosfat yang digunakan untuk
memproduksi laktat, laktat kemudian dibawa dari astrosit ke sel neuron. Glikogen
penting untuk otak. Metabolisme glikogen di dalam astrosit hanya terjadi pada sel
astrosit yang matang. Di dalam oligodendrosit terjadi sintesis lipid untuk
membuat myelin. 25
Hanya dalam keadaan kondisi ekstrim, seperti kelaparan atau olahraga
yang berkepanjangan, benda keton menjadi sumber energi otak. Astrosit dapat
mengoksidasi asam lemak dan benda keton, sedangkan neuron dan oligodendrosit
hanya dapat menggunakan benda keton. Keton disintesis dihati. Benda keton
disintesis setelah cadangan glikogen hati habis. Asam lemak dioksidasi menjadi
acetyl-CoA, NADH and FADH2. Biasanya acetyl-CoA akan teroksidasi dalam
siklus TCA. Tetapi jika acetyl-CoA meningkat secara tidak proporsional,
kapasitas siklus TCA akan menurun ke tingkat intermediet. Acetyl-CoA akan
digunakan untuk biosintesis benda keton seperti asetoasetat, -hidroksibutirat, dan
aseton. Selama kelaparan, saat konsumsi makanan tinggi lemak jangka panjang
atau rendah KH, dan pada DM, keton disintesis oleh tubuh. Konsentrasi keton
darah akan meningkat. Benda keton juga sebagai pelindung dari neurotoksisitas
pada keadaan patologis seperti penyakit Parkinson dan Alzheimer.25

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
12

ASTROSIT Glukosa Glukosa NEURON


Glukosa

Laktat

Piruvat
Glikogen

Laktat
Piruvat

Gambar 2.2. Metabolisme glukosa di otak


Sumber: daftar referensi no. 25

2.2 Stroke
2.2.1 Definisi, Faktor Risiko, Gejala Klinis, Diagnosis Stroke
Definisi stroke adalah penyakit serebrovaskular yang menimbulkan
gangguan neurologik yang mendadak.6 Faktor risiko stroke terbagi dua, faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia >45 tahun pada laki-laki
dan >55 tahun pada perempuan atau menopause prematur tanpa terapi
penggantian estrogen, termasuk juga adanya riwayat stroke dalam keluarga.
Sementara hipertensi, diabetes melitus, fibrilasi atrium, merokok, kecanduan
alkohol, obesitas, dan dislipidemia yang disertai dengan penyakit jantung koroner
merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.8,9,10
Stroke hemoragik dapat disebabkan oleh hipertensi, lesi vaskular anatomik,
gangguan perdarahan, dan pemberian anti koagulan yang terlalu agresif.
Perdarahan dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan intrakranial. Perdarahan dapat terjadi di jaringan otak
itu sendiri (parenkim), intraventrikel, dan perdarahan subaraknoid (PSA). Lesi

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
13

vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan intrakranial seperti aneurisma


sakular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV).6
Gejala stroke hemoragik yang ditemui pada pasien yaitu sakit kepala,
muntah karena peningkatan tekanan intra kranial yang terjadi, penurunan
kesadaran, defisit neurologis berupa paralisis kontralateral wajah, lengan dan
tungkai serta gangguan bicara.19 Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti computed
tomographic scan (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang
sebaiknya secepat mungkin dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
perdarahan.19,26

2.2.2 Patofisiologi
Perdarahan intraparenkim spontan (non traumatik) paling sering terjadi pada usia
pertengahan hingga lanjut, dengan insiden puncak pada usia sekitar 60 tahun.
Umumnya disebabkan oleh rupturnya pembuluh intra-parenkim kecil. Penyebab
tersering atau 50% yang mendasari perdarahan parenkim otak primer adalah
hipertensi. Sebaliknya, perdarahan otak merupakan penyebab sekitar 15%
kematian pada pasien hipertensi kronik. Hipertensi menyebabkan sejumlah
kelainan di dinding pembuluh darah, termasuk percepatan terjadinya
aterosklerosis di arteri besar dan arteriolosklerosis hialin di pembuluh kecil.
Dinding arteriol yang mengalami perubahan hialin diperkirakan lebih lemah
dibandingkan pembuluh normal dan karenanya lebih rentan mengalami ruptur.
Pada beberapa kasus, hipertensi kronik menyebabkan terbentuknya aneurisma-
aneurisma kecil, yang disebut mikroaneurisma Charcot-Bouchard, yang dapat
menjadi lokasi ruptur. Aneurisma Charcot-Bouchard terbentuk di pembuluh
intrakranium yang bergaris tengah kurang dari 300 m, terutama di daerah
ganglion basal, berbeda dengan aneurisma sakular di pembuluh intrakranium
besar. Selain hipertensi, faktor-faktor lokal dan sistemik dapat menyebabkan
perdarahan non traumatik yaitu gangguan koagulasi sistemik, bedah jantung
terbuka, neoplasma, angiopati amiloid, vaskulitis, aneurisma fusiformis dan
malformasi vaskular. Perdarahan intraparenkim hipertensif dapat terjadi di
putamen (50%60% kasus), talamus, pons, hemisfer serebelum (jarang) dan

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
14

bagian otak lainnya. Perdarahan di ganglion basal dan talamus disebut perdarahan
ganglionik sementara perdarahan di lobus-lobus hemisfer serebrum disebut
perdarahan lobaris. Perdarahan lobaris dapat timbul pada keadaan diatesis
hemoragik, neoplasma, penyalahgunaan obat, vaskulitis infeksi dan noninfeksi,
dan angiopati amiloid serebrum.27,28
Perdarahan intra kranial terdiri dari tiga tahap, perdarahan awal,
ekspansi hematoma dan edema sekitar hematoma. Perdarahan awal dapat terjadi
karena arteri serebral yang ruptur yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor
resiko stroke yang telah diterangkan di atas. Beberapa jam kemudian terjadi
ekspansi hematoma, yang menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial
sehingga mengganggu integritas jaringan lokal dan sawar darah otak. Aliran darah
vena yang terhambat menginduksi pelepasan tromboplastin jaringan sehingga
terjadi koagulopati lokal. Tahap ketiga yaitu terjadi edema serebral disekitar
hematoma, yang merupakan proses sekunder dari inflamasi dan gangguan sawar
darah otak. Edema serebral disekitar hematoma ini dapat menimbulkan kerusakan
neurologis. Perdarahan dan edema yang semakin meluas menyebabkan pergeseran
parenkim otak yang akhirnya meningkatkan tekanan intrakranial yang memicu
terjadinya herniasi. Hal ini berdampak menimbulkan prognosis yang buruk.26
Iskemia fokal merupakan hasil akhir dari vasospasme arteri di dekat
lokasi arteri yang ruptur. Keseimbangan glutamat SSP berubah selama iskemia,
terjadi peningkatan jumlah glutamat di ekstraseluler sampai tingkat toksik. Sel
neuron didaerah iskemik menjadi mati karena kekurangan energi. Namun
dipinggir daerah iskemik sel neuron mati karena stimulasi berlebihan reseptor
glutamat.23
Glutamat dilepaskan pada excitatory synapses dan kadar glutamat dalam
ruang ekstraseluler biasanya diatur secara ketat oleh sistem reuptake natrium
dalam neuron dan glia. Di glia, glutamat didetoksifikasi lebih lanjut, dikonversi
menjadi glutamin oleh enzim glutamin sintetase yang membutuhkan ATP.
Glutamin dilepaskan dari glia dan diambil oleh neuron, kemudian disimpan di
dalam vesikel sinaptik untuk pelepasan berikutnya. Iskemia menghalangi otak
untuk mendapatkan oksigen dan glukosa, gangguan dalam metabolisme sel
neuron dan glia menghabiskan cadangan energi yang dibutuhkan untuk

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
15

mempertahankan gradien ion transmembran yang normal. Hal ini menyebabkan


akumulasi intraseluler gradien Na+ dan gradien Na+ transmembran kolaps, yang
pada gilirannya menghambat penyerapan glutamat. Cadangan energi yang
menurun juga mengurangi konversi glutamat menjadi glutamin didalam glia.
Sehingga terjadi akumulasi glutamat di ekstraseluler, dimana merangsang reseptor
glutamat di sekitar neuron, menyebabkan masuknya Ca+ dan Na+ ke dalam sel
neuron. Iskemia juga mengganggu keseimbangan K+, sehingga meningkatkan K+
ekstraseluler. Efek dari hal di atas menyebabkan kematian sel seperti yang dapat
kita lihat pada Gambar 2.3.23

TERMINAL PRASINAPTIK

Glutamat

SEL POSTSINAPTIK

Kematian sel
Glutamat

Glutamin
ASTROSIT

Gambar 2.3. Proses kematian sel neuron di daerah iskemia fokal


Sumber: daftar referensi no. 23

2.3 Faktor Risiko Stroke yang Dapat Dimodifikasi


2.3.1 Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke. Hipertensi adalah suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg atau tekanan
diastolik di atas 90 mm Hg.29 Klasifikasi hipertensi berdasarkan konsensus Joint
National Committee (JNC) VII adalah hipertensi derajat satu dan derajat dua
sesuai dengan besarnya tekanan darah sistolik atau tekanan darah diastolik.30

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
16

Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa Menurut JNC VII


Klasifikasi Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik
(mm Hg) (mm Hg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 > 160 atau > 100
Sumber: daftar referensi nomor 30

Pengobatan hipertensi berdasarkan rekomendasi dari JNC VIII adalah


untuk mencapai tekanan darah tertentu sesuai dengan usia penderita hipertensi.
Pada usia 60 tahun atau lebih, tujuan pengobatan hipertensi untuk mencapai TD
kurang dari 150/90 mm Hg, pada usia 30-59 tahun pengobatan hipertensi untuk
mencapai tekanan darah diastolik <90 mm Hg. Usia kurang dari 60 tahun untuk
mencapai tekanan darah sistolik <140 mm Hg atau pada usia kurang dari 30 tahun
untuk mencapai tekanan darah diastolik <90 mm Hg, sehingga untuk usia kurang
dari 60 tahun pengobatan hipertensi direkomendasikan untuk mencapai tekanan
darah <140/90 mm Hg.31
Suatu penelitian kohort pada subyek penelitian yang berusia 60 sampai 79
tahun mendapatkan setiap penurunan tekanan darah sistolik 10 mm Hg
berhubungan dengan penurunan resiko stroke sekitar 1/3 nya, setidaknya sampai
tekanan darah 115/75 mm Hg dan hal ini konsisten pada semua jenis kelamin,
wilayah, semua tipe stroke, dalam kondis fatal ataupun tidak.12 Sementara setiap
peningkatan tekanan darah sistolik 2 mm Hg berhubungan dengan kematian
akibat stroke 4,2%.32

2.3.2 Diabetes Melitus


Diabetes melitus lebih cenderung meningkatkan risiko terkena stroke iskemik
daripada stroke hemoragik. DM meningkatkan risiko terkena stroke iskemik 2
sampai 3 kali lipat pada laki-laki dan 2 sampai 5 kali lipat pada perempuan.33,34
Hubungan antara diabetes dan stroke hemoragik masih kontroversial. Namun,
diabetes sering berdampingan dengan hipertensi yang telah dilaporkan memiliki
hubungan dengan pendarahan otak.13
Hiperglikemia pada fase akut stroke merupakan dampak dari respon stres.
Respon stres akibat stroke akan meningkatkan pelepasan kortisol dan

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
17

norepinefrin. Terjadi disfungsi mitokondria, resistensi insulin, dan metabolisme


anaerob. Hiperglikemia akan memicu kerusakan sel saraf akibat stroke. Pada
stroke hemoragik, hiperglikemia memicu munculnya edema dan kematian
jaringan sekitar hematoma.35,36

2.3.3 Dislipidemia
Terdapat hubungan yang positif antara kadar kolesterol serum dengan risiko
stroke iskemik. Hal ini berhubungan dengan proses terjadinya aterosklerosis.37
Kadar HDL yang rendah lebih cenderung meningkatkan risiko stroke iskemik
daripada stroke hemoragik. Sedangkan peningkatan LDL meningkatkan risiko
stroke iskemik dan stroke hemoragik.33,38
Lipid disorders berkontribusi terhadap pecahnya dinding pembuluh darah,
bersama dengan hipertensi sebagai risiko yang sudah ada sebelumnya.
Hipertrigliseridemia tidak terbukti sebagai faktor risiko, sementara peningkatan
LDL kolesterol, dan rendahnya HDL kolesterol, dapat dikaitkan dengan ICH
primer, yang bisa membenarkan pengobatan statin lebih lanjut dalam pencegahan
sekunder penyakit ini.14
Beberapa penelitian menunjukkan efek perlindungan dari statin dalam
pencegahan intracerebral hemorrhage (ICH) dan menggarisbawahi fakta bahwa
penggunaan statin tidak terkait dengan peningkatan kekambuhan ICH.14 Hal yang
berbeda didapatkan oleh Tziomalos dkk.38 dimana statin dapat meningkatkan
risiko stroke hemoragik tetapi mengurangi risiko stroke iskemik.

2.3.4 Merokok
Asap tembakau primer dan lingkungan paparan dapat meningkatkan risiko stroke.
Mencakup carboxyhemoglobinemia, peningkatan agregasi trombosit, peningkatan
kadar fibrinogen, mengurangi high density lipoprotein (HDL) kolesterol dan efek
toksik langsung senyawa seperti 1,3 butadiena, yang dapat mempercepat
terjadinya aterosklerosis. Tidak hanya stroke iskemik yang meningkat akibat
merokok, tetapi stroke hemoragik juga meningkat.39 Kurth dkk.40 melakukan
penelitian pada pasien stroke hemoragik yang merokok. Penelitian ini
menunjukkan peningkatan angka kejadian stroke hemoragik pada pasien

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
18

perempuan yang merokok sigaret lebih dari 15 batang/hari dan pada pasien laki-
laki yang merokok sigaret lebih dari 20 batang/hari. Hasil penelitian ini
menunjukkan hubungan yang kuat antara merokok dengan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik.

2.3.5 Obesitas
Winter dkk.15 mendapatkan adanya hubungan obesitas dengan risiko penyakit
stroke, dari hasil penelitian ini didapatkan peningkatan dari marker abdominal
adiposity (waist-to-hip ratio dan lingkar pinggang) yang secara signifikan
berhubungan dengan risiko penyakit stroke.
Obesitas lebih cenderung meningkatkan risiko terkena stroke iskemik
daripada stroke hemoragik.33 Overweight meningkatkan risiko stroke iskemik
22%, dan obesitas meningkatkan risiko stroke iskemik 64%. Tetapi tidak
ditemukan hubungan yang signifikan antara overweight dan obesitas dengan
stroke hemoragik, namun berdasarkan analisis statistik faktor tekanan darah
memediasi efek obesitas terhadap stroke hemoragik.41
Adiponektin adalah hormon yang terdapat di dalam jaringan adiposa,
hormon ini meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan hati dan meningkatkan
oksidasi free fatty acid (FFA) dalam beberapa jaringan, termasuk otot. Kadar
adiponektin plasma menurun dengan meningkatnya obesitas, menurunnya kadar
adiponektin berhubungan dengan resistensi insulin dan hiperinsulinemia.
Adiponektin terlibat dalam perkembangan aterosklerosis. Adiponektin
menghambat TNF- menginduksi ekspresi molekul adhesi dan transformasi
makrofag menjadi sel busa, keduanya merupakan komponen utama dari
aterogenesis. Proses di atas menerangkan adanya hubungan penting antara
obesitas dengan perkembangan aterosklerosis.42

2.3.6 Hiperurisemia
Asam urat merupakan produk dari metabolisme purin, yang terdegradasi di
kebanyakan mamalia oleh enzim hati dan diekskresikan dalam urin. Kadar asam
urat dapat meningkat pada keadaan diet tinggi purin, konsumsi alkohol, kondisi

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
19

dengan high cell turnover, enzymatic defects dalam metabolisme purin dan
ekskresinya yang menurun.43
Asam urat berkontribusi terhadap disfungsi endotel.43 Pada keadaan
hiperurisemia, dimana asam urat dapat mengaktifkan sistem renin-angiotensin,
sebagai independent sodium sensitive dan menyebabkan down regulation of the
nitric oxide (NO) sehingga menyebabkan hipertensi. Asam urat juga berperan
menyebabkan proliferasi otot polos pembuluh darah yang dimediasi oleh platelet-
derived growth factor (PDGF) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-
1).44
Waring dkk.45 mendapatkan infus asam urat pada manusia yang sehat,
menyebabkan gangguan pada asetilkolin, terjadi gangguan pelepasan NO endotel.
Penelitian pada hewan coba mendapatkan hiperurisemia ringan, menghambat
sistem NO di ginjal. Mekanisme asam urat merusak endotel pembuluh darah
belum diketahui, tetapi diketahui asam urat bersifat prooksidatif pada kondisi
antioksidan lainnya berada pada tingkat terendah.43
Mekanisme asam urat menyebabkan proliferasi sel otot polos pembuluh
darah adalah sebagai berikut, asam urat masuk ke dalam sel otot polos pembuluh
darah melalui organic anion transporters, kemudian mengaktifkan specific
mitogen activated protein kinases, siklooksigenase-2 (COX-2) dan nuclear
transcription factors (NF-KB dan AP-1), kemudian mensintesis thromboxane
(TXA2), PDGF, dan MCP-1, sehingga menyebabkan proliferasi sel otot polos
pembuluh darah dan menginduksi proses inflamasi seperti Gambar 2.4. MCP-1
adalah kemokin yang penting dalam penyakit pembuluh darah dan aterosklerosis.
Asam urat juga menstimulasi sel mononuklear untuk menghasilkan interleukin 1,
interleukin 6, dan TNF-.43

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
20

MAP Nuclear
Kinases Transcription
Erk, p38 Factors (NF-KB,
ASAM URAT AP-1)
COX2
(TXA2)

PDGF
MCP-1

INFLAMASI PROLIFERASI SEL

Gambar 2.4. Patofisiologi asam urat menyebabkan proliferasi


sel otot polos pembuluh darah
Sumber: daftar referensi no. 43

2.4 Komplikasi Stroke


2.4.1 Disfagia
Pada pasien stroke sering terjadi disfagia yaitu sekitar 3050% pasien.7 Menelan
adalah mekanisme yang kompleks yang mendorong makanan melalui faring dan
esofagus untuk mencegah masuknya ke dalam saluran napas, menggunakan lidah,
mulut, otot polos dari faring dan esofagus, sistem saraf otonom, dan beberapa
saraf kranial V (trigeminal), syaraf ke VII (facialis), syaraf ke IX (glosofaringeal),
syaraf ke X (vagus), dan syaraf ke XII (hipoglosus).46 Proses menelan makanan
terdiri atas tiga fase yaitu fase oral, fase faringeal, dan fase esofageal. Pada
awalnya terjadi pencampuran makanan dengan saliva pada fase oral, kemudian
dikunyah dan terbentuk bolus, bolus makanan ini mencapai arkus faringeal pada
fase faringeal, akibatnya palatum mole naik menutup nasofaring sehingga
mencegah regurgitasi orofaringeal dan aspirasi. Selanjutnya bolus makanan akan
didorong menuju lambung pada fase esofageal. Gangguan menelan pada pasien
stroke sering terjadi pada fase oral dan fase faringeal sehingga menyebabkan
disfagia.17 Gejala klinis dari disfagia orofaringeal adalah ketidak mampuan

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
21

mempertahankan bolus dalam rongga mulut dan menelan air liur, mengantongi
makanan di rongga mulut, makan lambat, suara serak, pneumonia berulang, dan
setiap menelan terbatuk yang dapat terjadi sebelum, selama atau setelah
menelan.46 Oleh karena itu saat awal masuk rumah sakit, pada semua pasien
stroke harus dilakukan skrining disfagia. Terdapat beberapa metode skrining
disfagia seperti water swallowing test, multiple consistency test, dan swallowing
provocation test.7 Modified barium swallow evaluation (videofluoroscopic)
merupakan gold standard untuk penilaian disfagia orofaringeal. Tetapi metode ini
mempunyai beberapa kelemahan seperti pasien terpapar radiasi, mahal, dan pasien
harus kompos mentis dan kooperatif.46

2.4.2 Aspirasi Pneumonia


Jika pasien tidak dapat menelan salivanya lebih dari 500 ml per hari maka akan
berisiko untuk mengalami aspirasi. Aspirasi pneumonia disebabkan oleh bakteri
yang terdapat dalam saliva, bukan karena salivanya sendiri. Pemeliharaan higiene
mulut yang baik memiliki potensi untuk mengurangi infeksi pernapasan.7
Penelitian Gosney dkk.47 mendapatkan dengan melakukan dekontaminasi oral
selektif, dapat dengan signifikan mencegah kejadian pneumonia pada pasien
stroke dengan disfagia. Pada pasien yang menerima early enteral nutrition,
kejadian pneumonia lebih jarang dibandingkan yang menerima nutrisi lebih
terlambat.

2.4.3 Malnutrisi
Penelitian pada 104 pasien stroke akut saat masuk rumah sakit, menunjukkan
16,3% pasien sudah mengalami malnutrisi, jumlahnya meningkat menjadi 26,4%
setelah hari ketujuh perawatan dan terus meningkat menjadi 35% setelah dirawat
selama 14 hari di rumah sakit. Terjadinya malnutrisi tidak hanya selama pasien di
rawat di rumah sakit tetapi juga selama masa rehabilitasi di rumah. Tingginya
prevalensi malnutrisi pada pasien pasca stroke berhubungan dengan outcome
klinis yang buruk.48,49

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
22

2.5 Tatalaksana Stroke Hemoragik


2.5.1 Tatalaksana Farmakologi dan Pembedahan
Terapi dari stroke hemoragik bertujuan ganda yaitu meminimalkan cedera otak
dan membatasi komplikasi sistemik dari cedera otak yang terjadi. Terapi
ditujukan pada penghentian perdarahan, mencegah kerusakan neurologis lanjut,
pengontrolan tekanan darah, terapi simtomatik dan mencegah kekambuhan.26,50
Manajemen awal, perhatian tertuju pada keadaan jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi. Ketiganya harus diusahakan dalam keadaan baik.50
Manajemen neurologis, penghentian perdarahan, ekspansi hematoma dalam
24 jam pertama sesudah perdarahan intraparenchymal, umumnya menyebabkan
penurunan fungsi neurologis pada lebih dari 40% pasien, dan hal ini merupakan
petanda outcome klinis yang buruk. Dilakukan penurunan tekanan darah sistolik
20 % dari 24 jam pertama, atau kurang dari 160 mm Hg. Diberikan labetalol atau
nicardipine melalui intravena. Untuk mencegah herniasi pada perdarahan
intraparenchymal yang masif dapat dilakukan hemicraniectomy.50
Mencegah kerusakan neurologis lebih lanjut. Diberikan terapi osmotik
seperti manitol 0,25-1 g/kgBB bolus dan elevasi kepala 40 derajat untuk
membantu mengurangi tekanan intrakranial. Mencegah kekambuhan dengan
memberikan obat antihipertensi.26,50
Indikasi pembedahan pada stroke hemoragik adalah jika perdarahan yang
terjadi dengan diameter lebih dari 3 cm atau adanya tanda klinis terjadinya
kompresi batang otak.51

2.5.2 Tatalaksana Nutrisi


Tujuan dari tatalaksana nutrisi pada pasien stroke adalah untuk mencegah
malnutrisi, mempertahankan asupan energi dan nutrien yang adekuat akibat
terjadinya disfagia, penurunan kesadaran dan depresi dapat mempersulit asupan
nutrisi pasien. Pemantauan status hidrasi sangat penting untuk
mempertahankannya tetap dalam kondisi yang seimbang. Keseimbangan elektrolit
perlu dijaga. Faktor risiko stroke juga perlu diperhatikan dalam tatalaksana nutrisi
yang diberikan. Asupan natrium perlu dibatasi untuk mengontrol tekanan darah,
mengurangi asupan lemak jenuh dan menjaga status gizi tetap normal.7,17,18

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
23

2.5.2.1 Skrining Nutrisi


Hasil survei menunjukkan tingginya prevalensi malnutrisi pasien yang dirawat di
rumah sakit (RS) yaitu berkisar 10-60%. Malnutrisi terjadi pada sekitar 24% dari
pasien stroke. Oleh karena itu skrining nutrisi perlu dilakukan pada pasien stroke.
Nutritional risk screening (NRS) 2002 adalah metode skrining yang sesuai
digunakan untuk situasi akut pada pasien stroke tetapi beberapa metode skrining
nutrisi lainnya seperti subjective global assessment (SGA), malnutrition universal
screening tool (MUST), malnutrition screening tool (MST) dan mini nutritional
assessment (MNA) juga dapat digunakan.7

2.5.2.2 Kebutuhan Makronutrien


Gold standard untuk menentukan kebutuhan energi basal adalah menggunakan
kalorimetri indirek, tetapi sulit untuk dilakukan karena pemeriksaan ini
memerlukan peralatan khusus dan waktu persiapan tertentu. Oleh karena itu
beberapa persamaan dapat digunakan sebagai alternatif untuk menentukan
kebutuhan energi basal (KEB) pada manusia. Misalnya dapat digunakan
persamaan Harris-Benedict (HB), yang menggunakan komponen jenis kelamin,
tinggi badan (TB), BB, dan usia. Kemudian kebutuhan energi total (KET) pasien
didapatkan dengan mengalikan dengan faktor stres (FS). Kebutuhan energi
meningkat hingga 1050% untuk sebagian besar pasien yang dirawat di RS, dari
yang mengalami stres ringan sampai stres berat seperti sepsis.52
Jumlah protein yang direkomendasikan adalah 1-1,5 g/kgBB/hari.46
Kebutuhan lemak yang direkomendasikan disesuaikan dengan faktor risiko
dislipidemia karena tidak ada rekomendasi khusus untuk pasien stroke, yaitu
2035% KET. Komposisi lemak untuk saturated fatty acid (SFA) <7% KET,
polyunsaturated fatty acid (PUFA) hingga 10% KET, dan monounsaturated fatty
acid (MUFA) hingga 20% KET. Kebutuhan karbohidrat (KH) pada pasien stroke
tidak ada rekomendasi khusus, tetapi untuk pasien diabetes direkomendasikan
jumlah KH 45-60% KET.53

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
24

Fase akut
Pemberian nutrisi pada fase akut harus mempertimbangkan kemungkinan
komplikasi yang terjadi seperti perdarahan otak, atau membutuhkan ventilasi.7
Oleh karena itu, pemberian nutrisi dimulai dari kalori rendah 15-20 kkal/kg/24
jam.54 Khusus untuk pasien obesitas, pemberian karbohidrat tidak boleh kurang
dari 150 g/hari untuk mencegah ketosis dan memberikan tambahan kalori.
Walaupun tatalaksana nutrisi pada pasien obesitas dalam kondisi sakit kritis
belum ada kejelasan, namun disimpulkan, dukungan nutrisi optimal harus
diberikan pada pasien ini.55

Kondisi disfagia
Jalur enteral atau tube feeding dapat digunakan untuk pemberian nutrisi jika
terjadi disfagia. Jika pemberian secara enteral merupakan suatu kontra indikasi
maka nutrisi parenteral dapat diberikan.7
National Dysphagia Diet (NDD) merupakan tatalaksana nutrisi pada
pasien yang mengalami disfagia yang disesuaikan dengan tingkat keparahan
disfagia pasien, yaitu terdapat 4 tingkat cairan yang kekentalannya diturunkan
bertahap dan 3 tingkat makanan padat, yang dimulai dari bubur kemudian
ditingkatkan secara bertahap.46 Cairan dapat dikentalkan dengan menggunakan
susu bubuk tanpa lemak atau tepung maizena.17
Tingkat satu NDD diberikan pada pasien dengan disfagia sedang sampai
berat, terdapat gangguan bicara, terjadi gangguan menelan pada fase oral dan
menurunnya kemampuan untuk melindungi jalan napas. Maka pasien diberikan
bubur, dan makanan yang memiliki tekstur seperti puding. Makanan dengan
tekstur kasar seperti kacang-kacangan, buah-buahan mentah, dan sayuran tidak
diizinkan. Cairan yang dapat diberikan dengan tingkat kekentalan spoon-thick.46
Tingkat dua NDD, diberikan makanan transisi dengan tekstur yang lebih
padat daripada bubur, tetapi masih memiliki tekstur yang lembut. Pasien memiliki
kemampuan mengunyah dan mengalami disfagia orofaringeal derajat ringan
sampai sedang. Semua bentuk diet yang diberikan pada NDD tingkat satu dapat
juga diberikan pada tingkat ini. Cairan yang dapat diberikan sampai tingkat
kekentalan nectar-thick.46

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
25

Tingkat tiga NDD, diberikan makanan transisi untuk diet biasa,


teksturnya hampir sama dengan makanan biasa kecuali untuk yang sangat keras,
renyah, atau lengket. Makanan tetap dalam potongan yang kecil sehingga
memudahkan untuk ditelan. Cairan yang dapat diberikan sampai tingkat
kekentalan honey-thick. Diet ini ditujukan untuk pasien dengan disfagia
orofaringeal ringan, setelah pasien menunjukkan kemampuan untuk mentoleransi
makanan ini dengan baik, diet dapat ditingkatkan ke diet biasa.46
Tahap weaning enteral nutrition adalah dilakukan secara bertahap
pemberian nutrisi melalui oral, seiring dilakukan penurunan bertahap nutrisi
melalui tube feeding. Jika pasien mampu menghabiskan 75% atau lebih dari
kebutuhan nutrisinya melalui oral secara konsisten, selama tiga hari berturut-turut,
maka nutrisi melalui tube feeding dapat dihentikan. Status hidrasi dan kemampuan
menelan dipantau secara ketat selama tahap ini, terutama terfokus pada
komplikasi pernapasan.46
Strategi postural dapat efektif dalam mencegah
aspirasi pada 75%80% dari pasien stroke. Perubahan posisi pada saat makan
dengan sudut tertentu dan gaya gravitasi yang memungkinkan proses menelan
yang aman dari bolus makanan, sehingga aspirasi dapat dicegah. Posisi chin tuck,
chin up dan rotasi kepala ke sisi yang terkena, dan kepala miring ke sisi yang
lebih kuat, adalah contoh dari teknik postural.46

Faktor risiko hipertensi


Tatalaksana nutrisi untuk pasien hipertensi dapat diberikan sesuai
rekomendasi berdasarkan dietary approaches to stop hypertension (DASH).
DASH menganjurkan konsumsi sayur dan buah 4-5 porsi sehari, mengkonsumsi
susu rendah lemak, lauk hewani yang rendah lemak, gandum utuh, kurangi
makanan yang manis-manis dan asupan garam dikurangi hingga 6 gram per hari
dengan kandungan natrium 2,4 g.56,57

Faktor risiko DM
Tatalaksana nutrisi pada pasien DM perlu memperhatikan jadwal, jenis dan
jumlah makanan. Makanan dengan pola seimbang sesuai kebutuhan pasien.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
26

Kebutuhan karbohidrat (KH) direkomendasikan 45-60% KET. Jenis bahan


makanan sumber KH yang dipilih harus mempertimbangkan indeks glikemik (IG)
bahan makanan. Makanan dengan IG tinggi berhubungan dengan hiperglikemia
postprandial dan pelepasan insulin yang lebih banyak setelah makan. Sebaiknya
dipilih bahan makanan sumber KH yang mengandung serat larut seperti pektin,
gums, musillagos dan -glukan yang dapat ditemukan pada apel, jeruk, dan
gandum. Kebutuhan serat per hari + 25 g.53,58,59 Indeks glikemik dari makanan
dinyatakan tinggi bila > 70 dan dikatakan rendah jika IG < 55.60
Berdasarkan rekomendasi, lemak diberikan 2035% KET. Komposisi
lemak yang dianjurkan untuk saturated fatty acid (SFA) < 10% KET, kolesterol
<300 mg/hari, polyunsaturated fatty acid (PUFA) 7%10% KET, dan
monounsaturated fatty acid (MUFA) 15%20% KET.53

Faktor risiko dislipidemia


Tatalaksana untuk memodifikasi faktor risiko dislipidemia pada pasien stroke
adalah sesuai dengan NCEP-ATP III. Berdasarkan NCEP-ATP III kalori yang
diberikan ditujukan untuk mempertahankan BB ideal dan mencegah kenaikan BB.
Jumlah protein yang direkomendasikan adalah 15% KET.61
Kebutuhan lemak yang direkomendasikan adalah 2035% KET.
Komposisi lemak yang dianjurkan untuk saturated fatty acid (SFA) <7% KET,
kolesterol <200 mg/hari, polyunsaturated fatty acid (PUFA) hingga 10% KET,
dan monounsaturated fatty acid (MUFA) hingga 20% KET. Sedangkan untuk
asupan lemak trans diusahakan tetap rendah. Sumber lemak trans adalah PUFA
yang terhidrogenasi, makanan olahan seperti shortening, margarines, makanan
yang dipanggang dan digoreng.53

Faktor risiko obesitas


Pada pasien yang mengalami obesitas, disaat masa rehabilitasi dilakukan restriksi
kalori sekitar 500-1000 kkal / hari dari kebutuhan energi total pasien. Diharapkan
dapat mengurangi berat badan 0,5 sampai 1 kg/minggu. Penurunan berat badan
yang aman untuk pasien obesitas tidak boleh lebih dari 1,5 kg/minggu, atau 1,5%
dari berat badan. Diberikan diet seimbang, dipilih jenis karbohidrat komplek,

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
27

lemak dalam jumlah yang kecil, mengonsumsi dalam jumlah sedang daging
rendah lemak dan produk susu. Asupan buah dan sayur minimal mencapai 3-4
porsi/hari dengan tanpa batas maksimal. Diharapkan rasa kenyang dan nutrisi
adekuat dapat dicapai dengan asupan kalori yang rendah. Makanan manis dan
makanan ringan masih diperbolehkan sampai 200 kkal/minggu.62

Faktor risiko hiperurisemia


Pasien yang menderita hiperurisemia sebaiknya tidak mengonsumsi bahan
makanan yang mengandung purin tinggi. Bahan makanan sumber purin
dikelompokkan sebagai berikut, kandungan purin rendah seperti nasi, ubi,
singkong, jagung, roti, mi, bihun, tepung beras, cake, kue kering, puding, susu,
keju, telur, lemak, minyak, gula, buah-buahan dan sayuran (kecuali asparagus,
bayam, daun singkong, kangkung, daun dan biji melinjo). Kelompok makanan
dengan kandungan purin sedang yang mengandung 9-100 mg purin/100 g bahan
makanan yaitu daging sapi, ikan (kecuali sardin, makarel, remis dan kerang),
ayam, udang, kacang kering, tahu, tempe, asparagus, bayam, daun singkong,
kangkung, daun dan biji melinjo. Sedangkan kelompok makanan yang
mengandung purin tinggi (100-1000 mg purin/100 g bahan makanan) adalah otak,
hati, jantung, ginjal, jeroan, ekstrak daging/kaldu, bouillon, bebek, ikan sardin,
makarel, remis dan kerang.63

2.5.2.3 Kebutuhan Mikronutrien


Pada pasien stroke dengan hipertensi diperlukan pembatasan asupan Na
sebesar <2400 mg/hari dengan asupan garam dapur 56 g untuk kebutuhan satu
hari.62,64 Kebutuhan folat yang direkomendasikan adalah 400 g/hari dari bahan
makanan sumber, sementara batas maksimum suplementasi adalah 1000 g/hari.62
Mikronutrien seperti vitamin B6, B12, dan folat mempunyai peran yang
penting pada metabolisme homosistein. Kadar homosistein yang tinggi dapat
diturunkan dengan pemberian 2,5 mg asam folat, B-kompleks (50 mg vitamin B6,
and 1 mg vitamin B12) sehingga dapat mencegah stroke.65

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
28

Rekomendasi untuk dosis mikronutrien lainnya belum ada pedoman yang


pasti, oleh karena itu diberikan sesuai dengan Recommended Dietary Allowance
(RDA).62

2.5.2.4 Kebutuhan Nutrien Spesifik


Koenzim Q10
Koenzim Q10 dapat ditemukan di setiap sel di dalam tubuh manusia, merupakan
senyawa yang larut lemak dan mempunyai peran utama sebagai perantara penting
dari sistem transpor elektron di mitokondria. Kecukupan jumlah koenzim Q10
diperlukan untuk pernapasan sel dan produksi ATP.66
Koenzim Q10 dapat mencegah LDL kolesterol teroksidasi dan
menghambat aterosklerosis. Keunggulan koenzim Q10 adalah kesanggupannya
dalam meningkatkan produksi ATP, sebagai antioksidan, dan berfungsi dalam
kestabilan membran sel. Sebagai antioksidan, melindungi terhadap risiko
peroksidasi lipid dan bekerja bersama dengan vitamin E, mencegah kerusakan
lipid membran sel dan lipid plasma, serta sanggup menjaga integritas sodium and
potassium channels selama proses iskemia.67
Pemberian 100 atau 120 mg koenzim Q10 selama 4-12 minggu, pada
pasien dengan hipertensi esensial dibandingkan dengan kelompok yang diberikan
plasebo memberikan hasil yang signifikan, dapat menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik sebesar 11/7 mm Hg. Menurunkan dengan signifikan
frekuensi denyut jantung 12 kali/menit.68

Omega-3
Pemberian omega-3 pada pasien stroke hemoragik masih kontroversial. Pada
penelitian Park Y dkk.69 mendapatkan bahwa kadar n-3 PUFA eritrosit
mempunyai hubungan yang signifikan dengan risiko stroke hemoragik dan stroke
iskemik, n-3 PUFA eritrosit dapat melindungi terhadap risiko stroke hemoragik
dan stroke iskemik. Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian Bang dkk.70
yang mendapatkan bahwa pemberian n-3 PUFA 10 g/hari dapat mempengaruhi
waktu perdarahan dan meningkatkan resiko stroke hemoragik pada orang Eskimo.
Knapp dkk.71 melaporkan bahwa pemberian dosis tinggi EPA 10 g/hari ternyata

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
29

dapat menurunkan sintesis platelet agonis tromboksan A2, tetapi dengan


menurunkan dosis EPA 1 g/hari tidak menyebabkan perubahan dari sintesis
tromboksan A2.

2.6 Interaksi Obat


Jika obat ditelan bersamaan dengan makanan tertentu dan nutrien spesifik dalam
makanan, dapat mempengaruhi bioavailabilitas, farmakokinetik, farmakodinamik,
dan khasiat terapi obat.72
Obat-obat antihipertensi seperti ACE inhibitors lebih baik dikonsumsi
pada saat perut kosong untuk meningkatkan penyerapan obat. Alpha blockers
sebaiknya diminum bersamaan dengan makanan untuk menghindari penurunan
yang berlebihan dari tekanan darah. Beta blockers sebaiknya dikonsumsi pada
saat perut kosong, karena makanan terutama daging dapat meningkatkan efek obat
sehingga menyebabkan pusing dan tekanan darah rendah. Diuretik dapat
meningkatkan resiko defisiensi kalium, sementara diuretik hemat kalium tidak
boleh dikonsumsi bersamaan dengan suplementasi kalium karena dapat
menyebabkan kelebihan kalium.72
Obat-obat hiperglikemia oral seperti glipizide yang merupakan golongan
sulfonilurea, jika dikonsumsi setengah jam sebelum makan efeknya akan lebih
poten. Efek sampingnya dapat berupa mual, muntah, sakit perut, dan diare.72,73
Metformin, disamping mempunyai efek menguntungkan terhadap glukosa darah,
metformin juga dapat menurunkan kadar LDL kolesterol dan meningkatkan kadar
HDL kolesterol. Efek samping dari metformin dapat menyebabkan mual, muntah,
rasa tidak nyaman di perut, diare, lemah otot dan sakit kepala. Metformin jarang
menyebabkan hipoglikemia yang serius.73
Obat penurun kolesterol seperti kolestiramin dapat meningkatkan
ekskresi folat dan vitamin larut lemak. Jika mengonsumsi gemfibrozil, hindari
makanan berlemak yang dapat menurunkan khasiat obat dalam menurunkan
kolesterol.72

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
BAB 3
KASUS

Serial kasus ini memaparkan hasil tatalaksana nutrisi pada empat pasien yang
dirawat di RSUT dan mengalami serangan stroke hemoragik. Kriteria
pengambilan pasien adalah: (1) usia 4565 tahun (2) pasien saat skrining
dilakukan dirawat di ruang rawat inap (3) diagnosis utama adalah stroke
hemoragik dengan faktor risiko hipertensi (4) lama rawat pasien di RS >5 hari.
Saat awal perlakuan dilakukan skrining nutrisi menggunakan formulir
skrining gizi RS jejaring yang merupakan modifikasi malnutrition screening tool
(MST). Pemberian nutrisi diberikan sesuai dengan kondisi klinis pasien dan
dilakukan pemantauan sejak pasien dirawat di ruang rawat sampai dengan pasien
pulang. Parameter yang dinilai selama pemantauan adalah keluhan subyektif,
hemodinamik, keadaan klinis, kapasitas fungsional, antropometri, analisis dan
toleransi asupan, imbang cairan, serta parameter laboratorium.

Tabel 3.1 Karakteristik Pasien Serial Kasus


No Variabel Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4
1. Gender Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki
2. Usia (tahun) 60 56 49 65
3. LLA (cm) 21 23 36 25
4. Panjang 168 152 150 165
badan (cm)
5. BB (kg) 54,3 46,5 68 61,8
6. IMT 19,2 20,1 30,2 22,7
2
(kg/m )
7. LP (cm) - - 115 -
8. Diagnosis SH SH SH SH
9. Kondisi Hipertensi, Hipertensi, Hipertensi, Hipertensi,
penyerta hiperurisemia dislipidemia, obesitas dislipidemia,
DM tipe 2 stroke
berulang

BB : berat badan
IMT : indeks massa tubuh
LLA : lingkar lengan atas
LP : lingkar perut
SH : stroke hemoragik

30

Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015


31

3.1. Kasus 1
Pasien laki-laki berusia 60 tahun dibawa ke Rumah Sakit Umum Tangerang
(RSUT) dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 10 jam sebelum masuk
rumah sakit. Dilakukan alloanamnesis dengan istri pasien. Pasien sering mengeluh
sakit kepala sejak 1 minggu SMRS, yang timbul pada saat pasien pulang bekerja.
Lima belas jam SMRS, tiba-tiba tangan & kaki kanan pasien tidak bisa digerakan
pada saat mau shalat subuh, disertai mulut mencong dan bicara pelo, serta saat
diberi makan dan minum pasien tersedak. Dua belas jam SMRS pasien muntah
menyemprot sebanyak satu kali, muntahan berisi sisa makanan dan cairan
kekuningan, pasien juga mengeluh sakit kepala yang sangat hebat. Sepuluh jam
SMRS kesadaran pasien mulai menurun, lebih sering tertidur. Kadang-kadang
pasien tampak gelisah dan meracau. Kemudian pasien dibawa ke RSUT.
Pasien dirawat selama dua hari di instalasi gawat darurat (IGD) RSUT
karena ruangan belum tersedia. Menurut istri pasien, kesadaran pasien masih
belum pulih selama di IGD, pasien lebih sering tertidur, kadang-kadang gelisah
dan meracau, muntah sudah tidak ada. Keadaan pasien pada saat dipindah ke
ruang bangsal masih sama seperti di IGD.
Pada riwayat penyakit dahulu (RPD) didapatkan pasien mempunyai
penyakit darah tinggi sejak lebih kurang 15 tahun yang lalu. Penyakit jantung,
kencing manis, ginjal, kolesterol, asam urat, dan paru-paru disangkal. Pasien
berobat ke puskesmas dan minum obat tidak teratur. Tekanan darah pasien saat itu
mencapai 180/120 mmHg. Pada riwayat penyakit keluarga (RPK) orang tua laki-
laki dan semua saudara menderita darah tinggi. Kakak perempuan menderita
kencing manis. Sementara penyakit jantung, ginjal, paru-paru dan asam urat
disangkal. Riwayat penurunan BB disangkal.
Pada hasil anamnesis kebiasaan makan, pasien suka makan sop kambing.
Istri pasien selalu memasak sendiri makanan yang dikonsumsi. Pasien juga senang
mengonsumsi mie ayam dengan jeroan yang banyak dan ikan asin. Selain itu istri
pasien juga terbiasa menambahkan hingga 1 sdt garam dan 1 sdt monosodium
glutamat (MSG) untuk setiap makanan yang dimasak. Pasien juga mengonsumsi
makanan kaleng seperti sardin dan kornet. Pasien jarang mengonsumsi sayur dan
buah-buahan, dalam satu hari pasien biasanya hanya mengonsumsi 12 porsi

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
32

sayur/buah. Pasien merokok sejak umur 15 tahun sampai terkena serangan stroke
ini, jumlahnya setengah sampai satu bungkus perhari. Kebiasaan mengonsumsi
minuman beralkohol disangkal.
Asupan makanan pasien sebelum sakit diketahui bahwa pasien biasa
makan utama sebanyak 3 kali sehari berupa nasi putih 12 centong dengan lauk
hewani sop kambing 1 porsi / ikan asin goreng 1 potong sedang, tahu atau tempe
goreng 1 potong sedang, sayur 2 sendok makan dan kopi 1 gelas perhari dengan
gula satu sendok makan. Dalam 24 jam terakhir pasien dipuasakan oleh DPJP dan
hanya mendapatkan cairan resusitasi. Aktivitas fisik pasien sehari-hari adalah
mengajar les bahasa Inggris privat dan supir panggilan. Pasien tidak pernah
berolah raga.
Pada awal perawatan di ruang rawat RSUT, pasien tampak sakit sedang,
kesadaran delirium, TD 160/100 mmHg, nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20
x/me 36 5
pucat, sklera tidak ikterik, pada hidung terpasang NGT aliran balik tidak ada.
Pemeriksaan toraks simetris kiri dan kanan. Pada auskultasi didapatkan suara
pernapasan vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada, bunyi jantung I dan II
murni, tidak ada murmur dan gallop. Pemeriksaan abdomen rata, bising usus (BU)
normal. Pada ekstremitas, akral hangat, tidak didapatkan edema dan capillary
reffil time ( RT) <2 R l l meningkat pada ekstremitas dekstra,
refleks patologis positif. Pada genitalia terpasang kateter urin.
Kapasitas fungsional pasien adalah bedridden. Skor indeks activity of daily
living Barthel 0 (ketergantungan total). Pada antropometri didapatkan PB 168 cm,
LLA 21 cm, dengan BB perkiraan pasien 54,3 kg, sehingga IMT pasien adalah
19,2 kg/m2.
Pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan hemoglobin (Hb) 15,7
g/dL, hematokrit (Ht) 46 %, leukosit 9000/l, trombosit 366.000/l. Pemeriksaan
fungsi ginjal didapatkan kadar ureum 30 mg/dL dan kreatinin 1,1 mg/dL, glukosa
sewaktu 121 mg/dL, kadar asam urat 9,5 mg/dL, elektrolit Na 142 mmol/L, K
3,65 mmol/L, Cl 103 mmol/L. Pemeriksaan profil lipid menunjukkan trigliserida
148 mg/dL, kolesterol total 196 mg/dL, kolesterol HDL 29 mg/dL dan kolesterol
LDL 137 mg/dL.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
33

Pada CT scan didapatkan haemorrhargic intracerebral thalamus sinistra (4,84


cc). Pemeriksaan foto toraks PA, jantung dan paru dalam batas normal.
Terapi yang diberikan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP)
adalah RL 1500 ml/24 jam, sitikolin 3x500 mg, manitol 4x125 cc, ceftriaxon 2x1
g, captopril 3x25 mg.
Pada imbang cairan didapatkan input yang berasal dari cairan infus 1500
ml. Sedangkan pada output didapatkan produksi urin sebesar 1000 ml, dan
insensible water loss (IWL) 540 ml, sehingga didapatkan total pengeluaran cairan
1540 ml/24 jam. Imbang cairan menjadi (-) 40 ml/24 jam.
Diagnosis kerja gizi adalah BB normal, berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme sedang, hiperurisemia, pada penurunan kesadaran, stroke
hemoragik dan hipertensi.
Penanganan nutrisi meliputi penentuan KEB menggunakan persamaan
Harris-Benedict, dan didapatkan KEB sebesar 1242,4 kkal/hari. Sedangkan KET
menjadi 1615 kkal/hari atau 1600 kkal/hari, dengan menggunakan FS 1,3.
Kebutuhan protein adalah 1,2 g/kg BB aktual/hari yaitu 65 g/hari (16% KET),
sedangkan kebutuhan lemak adalah 25% dari KET yaitu 45 g/hari, dan sisanya
adalah KH 234 g (58,5 % KET). Kebutuhan cairan diberikan 1629-2172 ml/hari.
Nutrisi awal diberikan sebesar 15 kkal/kgBB yaitu 800 kkal/hari dengan
protein dimulai dengan 20% dari kalori yang diberikan yaitu 40 g dan lemak 25%,
sisanya KH. Nutrisi diberikan per NGT dalam bentuk makanan cair RS dan
diberikan dalam enam kali makan, dengan setiap kali pemberian sebesar 133 kkal.
Suplementasi mikronutrien yang diberikan adalah B komplek 3 x 2 mg per hari,
vitamin B12 3 x 50 g, asam folat 1 x 1 mg. Disarankan pemberian koenzim Q10
sebagai nutrien spesifik, dengan dosis 100 mg selama 8 minggu. Nutrien spesifik
lainnya untuk pasien stroke adalah omega-3, tetapi suplementasi omega-3 tidak
diberikan karena pertimbangan akan risiko perdarahan.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
34

200
150 180
160

mmHg
100 100 140140
140 140 130
100 130 130
50 90 90 90 120 120 120
0 90 90 90 90
80 80 80
IGD IGD 1
2 3
1 2 4 5
6 7
Hari pemantauan 8 9 10

IGD IGD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2
Diastolik 100 100 90 90 90 90 90 90 90 80 80 80
Sistolik 180 160 140 140 140 140 130 130 130 120 120 120

Gambar 3.1. Pemantauan Tekanan Darah Tn. H Selama Perawatan di RS

Pemantauan pasien dilakukan selama sepuluh hari. Terjadi penurunan TD


pasien secara bertahap dan terdapat peningkatan kapasitas fungsional. Selama
pemantauan di ruang rawat didapatkan peningkatan asupan pasien secara
bertahap. Pada awal pemantauan nutrisi diberikan dalam bentuk makanan cair RS
selanjutnya ditingkatkan jumlahnya sesuai toleransi pasien.

1800
1600
1400
1200
1000
Kkal

800
600
400
200
0
SS IGD IGD H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10
H1 H2
Kalori 1700 0 0 0 900 1000 1200 1200 1500 1500 1706 1706 1706

Gambar 3.2 Analisis Asupan Kalori Tn. H Sebelum Sakit (SS) dan
Selama Perawatan di RS
H: hari

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
35

300

250

200
Kkal
150

100

50

0
SS IGD IGD H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H1
H1 H2 0
Protein 56 0 0 0 45 50 60 60 75 75 78 78 78
Lemak 50 0 0 0 21.6 24 29 29 36 36 39.8 39.8 39.8
Karbohidrat 245 0 0 0 135 150 180 180 225 225 272 272 272

Gambar 3.3 Analisis Asupan Makronutrien Tn H Sebelum Sakit (SS) dan


Selama Perawatan di RS
H: hari

Pada pemeriksaan CT Scan kepala sebelum pasien pulang dikatakan


terdapat perbaikan dibandingkan CT Scan sebelumnya. Pasien dipulangkan
setelah dua belas hari dirawat dengan perbaikan kondisi klinis, TD terkontrol,
kapasitas fungsional membaik dengan Barthel indeks 9 (ketergantungan sedang).
Terapi pasien saat dipulangkan adalah amlodipine 1x10 mg, OMZ 20 mg,
parasetamol jika demam atau sakit kepala dan vitamin B komplek 3x2 mg,
vitamin B12 3x50 g, asam folat 1x1 mg.
Edukasi sebelum pulang diberikan kepada pasien dan keluarga pasien
tentang nutrisi, memperkenalkan DASH diet, mengurangi makanan yang tinggi
lemak jenuh, kolesterol, dan purin serta mengurangi asupan garam, maksimal
sebanyak 6 g per hari.56,57 Pasien sebaiknya tidak mengonsumsi makanan tinggi
purin.63 Kepada pasien juga diberikan contoh menu makanan untuk di rumah.

3.2 Kasus 2
Pasien perempuan berusia 56 tahun dibawa ke Rumah Sakit Umum
Tangerang (RSUT). Pasien telah mendapatkan perawatan 11 hari di RSUT dan
dipantau selama 8 hari dengan diagnosis stroke hemoragik, hipertensi derajat 2,

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
36

DM tipe 2 dan dislipidemia, dengan keluhan utama tiba-tiba tangan & kaki kanan
tidak bisa digerakkan sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Dilakukan
alloanamnesis dengan anak pasien.
Sejak enam bulan terakhir pasien mengeluh lebih sering merasa haus dan
lapar, pasien juga lebih sering bolak-balik ke toilet untuk buang air kecil. Pasien
belum pernah mengalami luka yang sulit sembuh. Pasien sering mengeluh sakit
kepala sejak 1 minggu SMRS, yang timbul pada saat setelah beraktivitas. Kaki
dan tangan pasien juga sering mengalami kesemutan. Delapan jam SMRS sakit
kepala pasien semakin memberat, disertai dengan muntah-muntah 2 kali,
menyemprot, isi muntah makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya.
Enam jam SMRS, tiba-tiba setelah selesai BAB, tangan dan kaki kanan pasien
tidak bisa digerakkan. Bicara pasien menjadi pelo dan pasien terbatuk setiap
diberi minum, pasien juga mengeluh sulit menelan makanannya.
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Tidak ada
keluhan pada BAB dan BAK pasien. Pada RPD didapatkan riwayat darah tinggi
sejak dua tahun yang lalu. Pasien tidak kontrol dan tidak minum obat teratur.
Riwayat sakit jantung, paru, kencing manis, kolesterol, dan asam urat disangkal.
Riwayat penyakit dalam keluarga, ibu dan kelima saudara kandung menderita
darah tinggi, satu orang di antara saudaranya tersebut juga mengalami stroke,
sementara penyakit jantung, kencing manis, ginjal, kolesterol, asam urat, dan
paru-paru disangkal. Riwayat penurunan BB ada dan diketahui 2 tahun yang lalu
BB pasien 55 kg. Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol serta obat-
obatan.
Pada anamnesis kebiasaan makan sebelum sakit didapatkan pasien
mempunyai kebiasaan mengonsumsi ikan asin, dan kopi 23 gelas sehari dengan
gula pasir 1 sendok makan per gelas. Pasien lebih suka lauk pauk yang digoreng
dan camilan gorengan. Kon y 12 porsi sehari. Asupan garam
ataupun MSG tidak dibatasi oleh pasien. Pasien memasak sendiri makanannya
untuk sehari-hari. Pasien makan 3 x sehari. Setiap kali makan berupa nasi putih
1-2 centong dengan lauk hewani (telur/ayam/ikan goreng) satu potong sedang,
lauk nabati (tempe/tahu goreng) satu potong, sayur asem satu mangkok sedang.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
37

Makanan selingan berupa gorengan lumpia/tahu/tempe/bakwan 23 potong sehari


dan kopi 23 gelas sehari dengan gula pasir 1 sendok makan per gelas.
Pada pemeriksaan awal pasien tampak sakit sedang, compos mentis. Mual
tidak ada, muntah tidak ada, TD 170/100 mm Hg, nadi 90 x/menit, pernapasan
20 x/menit, suhu 37 oC. Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva tidak pucat,
sklera tidak ikterik. Hidung terpasang kanul O2 2 L/menit, terpasang NGT, aliran
balik tidak ada. Mulut tampak mencong, sudut mulut kanan tampak tertinggal,
lidah tampak mencong ke kanan saat dijulurkan. Paru dan jantung dalam batas
normal. Abdomen tampak datar, bising usus positif normal, supel, nyeri tekan
tidak ada, perkusi timpani. Pada ekstremitas didapatkan akral hangat, edema tidak
ada, capillary refill time (CRT) <2 detik, refleks fisiologis meningkat pada
ekstremitas dekstra, refleks patologis positif. Kapasitas fungsional bedridden,
kekuatan genggaman tangan lebih lemah dari pemeriksa, Barthel indeks 1. Pada
pengukuran antropometri didapatkan PB 152 cm, LLA 23 cm, BB perkiraan
46,5 kg, IMT 20,1 kg/m2.
Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 11,4 g/dL, hematokrit 35%, jumlah
leukosit 8,8 ribu/l, trombosit 175 ribu/l, elektrolit Na 142 mmol/L, K 4,5
mmol/L, Cl 106 mmol/L. GDS 221 mg/dL, HbA1C 7,2 %, ureum 41 mg/dL,
kreatinin 0,6 mg/dL, asam urat 2,2 mg/dL. Trigliserida 135 mg/dL, kholesterol
total 233 mg/dL, HDL 42 mg/dL, LDL 164 mg/dL, SGOT 16 U/L, SGPT 10 U/L.
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan perdarahan dengan perifokal edema pada
temporoparietal sinistra dengan perdarahan intra ventrikular lateral sinistra.
Pemeriksaan foto thorak PA, jantung dan paru dalam batas normal.
Pasien kemudian didiagnosis dengan BB normal berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme sedang, dislipidemia, pada stroke hemoragik, hipertensi, DM
tipe 2. Terapi pasien dari DPJP berupa citicoline 3x500 mg, OMZ 1x40 mg,
dycinon 3x1 ampul, manitol 4x125 cc, simvastatin 1x10 mg.
Tatalaksana nutrisi meliputi penentuan KEB pasien dengan HB didapatkan
sebesar 1111,25 kkal/hari. Sedangkan KET dengan FS 1,3 adalah sebesar 1444,6
kkal/hari, dibulatkan menjadi 1500 kkal/hari. Kebutuhan protein 1,3 g/kg BB/hari
yaitu 65 g (17% KET), lemak 25% KET yaitu 42 g, SAFA <7% MUFA 1020%,
dan PUFA <10%, dengan sumber MUFA diperoleh dari penambahan minyak

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
38

kanola pada makanan yang disajikan. Jenis karbohidrat sebagian besar dipilih
karbohidrat kompleks, dengan karbohidrat simpleks <5%. Serat diberikan
2030 g/hari dengan serat larut 25% dari total kebutuhan serat. Natrium diberikan
sebesar 2400 mg/hari.55,56,61 14001850 ml. Suplementasi
mikronutrien diberikan vitamin B komplek 3x2 mg, vitamin B12 3x50 g dan
asam folat 1x1 mg. Disarankan pemberian koenzim Q10 sebagai nutrien spesifik,
dengan dosis 100 mg selama 8 minggu.
Pemberian nutrisi dimulai dari 16 kkal/kgBB yaitu 750 kkal, dalam bentuk
formula DM yang diberikan secara per enteral (nasogastrik). Selanjutnya
pemberian nut 10%20% sesuai dengan perbaikan klinis
dan toleransi pasien hingga akhirnya mencapai KET.
Pada perawatan hari ke enam, hasil skrining Gugging Swallowing Screen
Indirect Swallowing Test yang dilakukan pada pasien menghasilkan skor 5,
sehingga dapat dilakukan uji menelan secara langsung. Diet semi solid mulai
diberikan pada pasien, ekstra bubur sumsum (tanpa gula merah) dan dapat
dihabiskan oleh pasien 3/4 porsi, sementara formula DM tetap diberikan melalui
NGT.
Pasien mengalami perbaikan klinis selama dirawat di RSUT. Pada hari
terakhir perawatan, didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS) E4M6
(ekstremitas sinistra), V disartria. Kadar gula darah dan tekanan darah pasien
terkontrol dengan medikasi dan terapi nutrisi. Sakit kepala sudah tidak ada, pasien
sudah dapat mengubah sendiri posisi tidurnya dengan miring ke kanan, kapasitas
fungsional membaik dengan Barthel indeks 9 (ketergantungan sedang). Sehingga
pasien direncanakan untuk dipulangkan pada hari ke 11 perawatan dan
direncanakan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian. Pada saat pasien
pulang didapatkan hasil pemeriksaan antropometri sebagai berikut LLA 23 cm,
BB perkiraan 46,5 kg, IMT 20,1 kg/m2, tampak tidak ada perubahan berat badan
dibandingkan pada saat hari pertama di ruang perawatan. Obat-obatan yang
didapatkan pasien untuk di rumah adalah amlodipine 1x10 mg, OMZ 20 mg,
simvastatin 1x10 mg, metformin 1x500 mg, parasetamol 500 mg jika demam atau

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
39

sakit kepala dan vitamin B komplek 3x2 mg, vitamin B12 3x50 g dan asam folat
1x1 mg. Direncanakan pemberian koenzim Q10 1x100 mg.68

2500

2000

1500
Kkal

1000

500

0
IGD IGD H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9
SS H1 H2
Kalori (kkal) 2075 0 0 0 750 900 1200 1200 1500 1419 1419 1475

Gambar 3.4 Analisis Asupan Kalori Ny. S Sebelum Sakit (SS) dan Selama
Perawatan di RS
H: hari
300

250

200
kkal

150

100

50

0
SS H1 H2 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9
IGD IGD
Protein 61 0 0 0 30 36 48 48 60 53 53 54
Lemak 78 0 0 0 21 25.2 33.6 33.6 42 38.8 38.8 40
Karbohidrat 282 0 0 0 110.3 132.3 176.4 176.4 220.5 214.6 214.6 224.8

Gambar 3.5 Analisis Asupan Makronutrien Ny. S Sebelum Sakit (SS) dan
Selama Perawatan di RS
H: hari

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
40

Nutrien spesifik koenzim Q10, tidak dikonsumsi oleh pasien karena


masalah biaya. Edukasi nutrisi diberikan pada saat pasien pulang yang
disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi pasien dirumah. Pemberian nutrisi
direncanakan sebesar 1500 kkal, protein 65 g, lemak 42 g, KH 215 g. Diberikan
jenis karbohidrat kompleks, KH simpleks <5%, serat 20 g, kolesterol <200 mg,
SAFA <7%, MUFA 10-20%, PUFA <10% dan Na 2400 mg per hari.55,56,61 Pada
pasien diberikan contoh menu untuk di rumah. Lemak diberikan MUFA dan
PUFA, dapat diberikan minyak kanola yang dapat ditambahkan langsung ke
makanan pasien sebelum dimakan sebanyak 3 sendok teh sehari, atau pasien di
suruh makan 1 buah pokat ukuran besar sehari, yang merupakan bahan makanan
sumber MUFA. Bahan makanan sumber PUFA juga dapat diberikan dari ikan laut
seperti ikan kembung yang lebih mudah didapat dan tidak mahal. Pasien
disarankan mengkonsumsi ikan laut minimal 2 kali dalam seminggu.
Karbohidrat yang diberikan jenis karbohidrat komplek seperti beras merah,
roti gandum, sayur dan buah segar. Disarankan untuk mengonsumsi makanan
dengan indeks glikemik rendah yaitu <55 seperti nasi merah, apel dan jeruk.53,60
Konsumsi sayur dan buah segar dianjurkan sebanyak 4-5 porsi perhari, satu porsi
sayur setara dengan satu gelas aqua tanpa air yaitu 100 g, hindari buah-buahan
yang terlalu manis. Gula pasir, sirup, minuman ringan, susu kental manis, yang
merupakan sumber karbohidrat simplek, serta kopi dihindari. Dapat digunakan
sorbitol dan sukralosa yang merupakan pemanis buatan.53,56,57
Buah segar dan agar-agar dengan hanya tambahan pemanis buatan dapat
dipilih sebagai makanan selingan pasien. Asupan garam dibatasi 1 sendok teh
peres perhari. Hindari makanan dengan kadar garam yang tinggi seperti kecap,
saos sambal, saos tomat, penyedap makanan, makanan kaleng dan makanan yang
diawetkan seperti ikan asin, dendeng dan abon. Pasien diminta untuk makan
dengan jadwal yang teratur yaitu setiap tiga jam, dengan 3 kali makan utama dan
3 kali makan selingan.

3.3. Kasus 3
Pasien perempuan, usia 49 tahun, dengan diagnosis stroke hemoragik,
dengan hipertensi, dibawa ke RSUT dengan keluhan utama penurunan kesadaran

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
41

sejak 8 jam SMRS. Sakit kepala sering dirasakan pasien satu minggu sebelum
masuk rumah sakit, disertai dengan rasa kesemutan pada kedua tangan dan kedua
kaki. Dua puluh jam SMRS, setelah makan malam satu suap, tiba-tiba kepala
pasien terasa sakit dan makin lama makin memberat, kemudian pasien minum
obat sakit kepala dari warung, setelah itu pasien berusaha untuk tidur, tetapi
karena kepalanya semakin sakit, pasien tidak bisa tidur. Pasien juga sempat
muntah 3 kali, muntah menyemprot, isi muntah makanan dan minuman yang
dikonsumsi sebelumnya, jumlah seperempat sampai setengah gelas aqua per kali
muntah. Sepuluh jam SMRS, tiba-tiba tangan dan kaki kanan pasien tidak bisa
digerakkan, dan pasien tidak bisa bicara. Delapan jam SMRS kesadaran pasien
mulai menurun. Kemudian pasien dibawa ke RSUT. Tidak didapatkan keluhan
pada BAB dan BAK.
Pada RPD didapatkan pasien sudah menderita tekanan darah tinggi sejak 1
tahun yang lalu, tetapi pasien tidak kontrol dan tidak minum obat secara teratur.
Pada RPK orang tua laki-laki menderita tekanan darah tinggi sementara riwayat
penyakit, DM, jantung, asam urat, kolesterol, dan ginjal dalam keluarga disangkal.
Riwayat merokok dan konsumsi alkohol serta obat-obatan disangkal.
Pada anamnesis kebiasaan makan pasien didapatkan pasien suka makan
ikan asin dan ngemil gorengan. Riwayat penurunan berat badan disangkal.
Sebelum sakit pasien biasanya makan 3 x sehari, dengan nasi putih 2 centong,
ikan asin 1 potong sedang, tempe goreng 2 potong sedang, sayur 3 sendok makan.
Pasien jarang mengonsumsi buah, cemilan berupa gorengan seperti bakwan sayur
digoreng 23 potong disertai teh manis dengan 1 sdm gula pasir 12 x sehari.
Setelah sakit pasien tidak sempat makan apapun karena muntah-muntah dan
selama di IGD pasien hanya diberi infus RL. Tidak terdapat riwayat penurunan
BB. Pada anamnesis diketahui pasien tidak pernah berolah raga. Pasien sehari-hari
bekerja sebagai penjual gorengan didekat rumahnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 140/90 mmHg, nadi 80 x/menit,
pernapasan 20 x/menit, suhu badan 36,7 C. Keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran delirium. Konjungtiva tidak pucat dan sklera tidak ikterik. Pada hidung
terpasang kanul O2 2 L/menit. Belum terpasang NGT. Pemeriksaan mulut sulit
dilakukan. Pada pemeriksaan leher tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
42

Pada pemeriksaan toraks didapatkan paru simetris kiri & kanan, suara pernapasan
vesikuler, serta tidak ada ronki dan wheezing. Bunyi jantung I dan II murni, tidak
ada gallop dan murmur. Pemeriksaan abdomen, didapatkan buncit, BU normal,
supel, hepar dan limpa tidak teraba membesar, dengan lingkar perut (LP) 115 cm.
l RT < 2 R l
fisiologis meningkat pada ekstremitas dekstra, refleks patologis positif.
Kapasitas fungsional pasien adalah bedridden. Skor indeks activity of daily
living Barthel 0 (ketergantungan total). Pada antropometri didapatkan PB 150 cm,
LLA 36 cm, dengan BB perkiraan pasien 68 kg, BB adjusted 59 kg, IMT pasien
adalah 30,2 kg/m2.
Pada pemeriksaan penunjang pasien, didapatkan hasil darah rutin adalah Hb 13,8
g/dL, Ht 38%, leukosit 6500/l, trombosit 254.000/l. Pemeriksaan fungsi hati
didapatkan hasil dalam batas normal yaitu SGOT/SGPT 15/21 U/L Pada
pemeriksaan fungsi ginjal didapatkan kadar ureum 44 mg/dL dan kreatinin 0,6
mg/dL. Pemeriksaan elektrolit darah didapatkan hasil normal yaitu Na 143
mmol/l, K 4,59 mmol/l, dan Cl 99 mmol/l, pemeriksaan GDS didapatkan hasil 97
mg/dL. Profil lipid, trigliserida 84 mg/dL, kolesterol total 141 mg/dL, HDL 33
mg/dL, LDL 91,2 mg/dL. Asam urat 2,1 mg/dL. Pada pemeriksaan CT Scan
didapatkan haemorhagic intracerebral di capsula eksterna kiri yang
menyempitkan ventrikel lateralis kiri dengan estimasi volume perdarahan 30,3 ml.
Pemeriksaan foto thorak PA, jantung dan paru dalam batas normal.
Pada imbang cairan didapatkan input yang berasal dari cairan infus 1500
mL. Sedangkan pada output berupa urin 1000 ml dan IWL 680 ml, sehingga total
output adalah 1680 ml/24 jam. Didapatkan imbang cairan menjadi negatif 180
mL/24 jam. Pasien mendapatkan terapi manitol 4x125 cc, ceftizoxim 2x1 g,
dycinon 3x1 ampul, noperten 1x10 mg dan gastroper 2x1 ampul, RL 8 jam/kolf,
oksigen 3 l/menit.
Diagnosis gizi pada pasien ini adalah obes II, hipermetabolisme sedang,
pada stroke hemoragik, hipertensi derajat I. Tatalaksana nutrisi pasien meliputi
penentuan KEB pasien dengan HB didapatkan sebesar 1262 kal/hari. Sedangkan
KET dengan FS 1,3 adalah sebesar 1650 kal/hari. Kebutuhan protein 1,2 g/kgBB

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
43

adjusted/hari yaitu 70 g (17% KET), lemak 25% KET yaitu 45 g/hari, dan KH
241 g/hari (58% KET).
Pemberian nutrisi dimulai dari 1000 kkal, protein 45 g (0,9 g/kgBB atau
18% dari energi total), lemak 24 g, karbohidrat 151 g. Diberikan makanan cair RS
melalui NGT, diberikan dalam 6 x pemberian dalam sehari yaitu sebesar 6x170
kkal. Saran untuk pemasangan NGT. Selanjutnya pemberian nutrisi ditingkatkan
bertahap 1020% setiap 12 hari sesuai dengan kondisi klinis dan toleransi pasien
hingga mencapai kebutuhan total. Mikronutrien yang dapat diberikan adalah
vitamin B komplek 3x2 mg per hari, vitamin B12 3x50 g dan asam folat 1x1 mg
per hari. Nutrien spesifik koenzim Q10 100 mg per hari. Tetapi nutrien spesifik
koenzim Q10 tidak dapat diberikan karena tidak ditanggung oleh pembiayaan
pasien. Selama perawatan kapasitas fungsional pasien membaik, dan tekanan
darah pasien terkontrol.

2500

2000

1500
kkal

1000

500

0
SS H1 H2 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8
IGD IGD
Kalori 2475 0 0 0 1000 1000 1200 1200 1500 1500 1700

Gambar 3.6 Analisis Asupan Kalori Ny.Y Sebelum Sakit (SS) dan Selama
Perawatan di RS
H: hari

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
44

350

300

250

200
Kalori

150

100

50

0
SS H1 H2 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8
IGD IGD
PROTEIN 74 0 0 0 50 50 60 60 75 75 78
LEMAK 80 0 0 0 24 24 29 29 36 36 39.8
KH 350 0 0 0 150 150 180 180 225 225 271.5

Gambar 3.7 Analisis Asupan Makronutrien Ny Y Sebelum Sakit (SS) dan Selama
Perawatan di RS
H: hari

Pasien dipulangkan pada hari kesepuluh perawatan. Jika dibandingkan


dengan hari pertama pemantauan kapasitas fungsional pasien membaik dengan
Barthel indeks 7 (ketergantungan berat). Pada pemeriksaan antropometri
didapatkan LLA 36 cm, dengan BB perkiraan pasien 68 kg, BB adjusted 59 kg,
IMT pasien adalah 30,2 kg/m2, dengan LP 115 cm, tidak terdapat perubahan berat
badan pasien jika dibandingkan dengan hari pertama pemantauan. Saat pulang
pasien mendapatkan terapi captopril 2x25 mg, omeprazole 2x20 mg, vitamin B
komplek 3x2 mg, vitamin B 12 3x50 g dan asam folat 1x1 mg.
Sebelum pulang diberikan edukasi nutrisi kepada pasien dan keluarga
pasien, tentang DASH diet, mengurangi makanan yang tinggi lemak jenuh,
kolesterol, mengurangi asupan garam, maksimal sebanyak 6 g per hari.56,57
Jumlah kalori dikurangi sekitar 500-1000 kkal / hari dari asupan pasien sebelum
sakit, dengan komposisi diet seimbang, dipilih jenis karbohidrat komplek, lemak
dalam jumlah yang kecil, daging rendah lemak dan produk susu dalam jumlah
sedang. Mengonsumsi buah dan sayur minimal 3-4 porsi/hari. Diharapkan rasa

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
45

kenyang dan nutrisi adekuat dapat dicapai dengan asupan kalori yang rendah.
Makanan manis dan makanan ringan dibatasi sampai 200 kkal/minggu.62

3.4. Kasus 4
Pasien Tn. I 65 tahun, dibawa ke RSUT dengan keluhan utama penurunan
kesadaran sejak 5 jam SMRS. Dalam 2 minggu SMRS, pasien sering mengeluh
sakit kepala, pasien juga sering mengeluhkan kesemutan pada kedua tangan dan
kaki. Sakit kepala semakin memberat sejak 12 jam SMRS, disertai dengan
muntah-muntah yang menyemprot. Setelah minum obat sakit kepala, pasien tidur
dari pagi sampai sore. Lima jam SMRS pasien kemudian berusaha dibangunkan
oleh anak pasien, tetapi pasien tetap tidur, dan kelihatan lemah. Kemudian pasien
di bawa ke RSUT. BAK dan BAB pasien tidak ada keluhan.
Pada RPD didapatkan pasien sudah menderita darah tinggi sejak 2 tahun
yang lalu dan pernah menderita stroke 2 tahun yang lalu, tetapi pasien tidak
kontrol dan tidak minum obat secara teratur.
Pada RPK orang tua laki-laki pasien menderita darah tinggi, sementara
riwayat penyakit stroke, DM, jantung, asam urat, kolesterol, dan ginjal disangkal.
Pasien merokok sejak usia remaja, setengah sampai satu bungkus per hari dan
berhenti sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat konsumsi alkohol serta obat-obatan
disangkal. Riwayat penurunan berat badan disangkal.
Kebiasaan makan pasien selama ini suka makan ikan asin, sop daging,
serta makanan yang digoreng, dan jarang makan sayur dan buah. Saat sehat pasien
makan 3 x sehari, setiap kali makan berupa nasi putih 1-2 centong dengan lauk
hewani 1 potong sedang, tempe 2 potong sedang, sayur 3 sendok makan. Dua kali
sehari pasien minum teh manis dengan gula 1 sendok makan. Dua puluh empat
jam terakhir pasien dipuasakan. Sedangkan aktivitas fisik pasien sebagai
pensiunan karyawan dari pabrik pengolahan limbah lebih banyak duduk. Pasien
juga jarang berolah raga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, kesadaran
somnolen, E4M6Vafasia, TD 190/100 mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan
20 36 5 l
tidak pucat dan sklera tidak ikterik. Pada mulut sulit dinilai kearah mana sudut

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
46

mulut lebih tertarik. Pada hidung terpasang kanul O2 2 L/menit. Belum terpasang
NGT. Pemeriksaan toraks simetris, pada paru suara napas vesikuler tidak ada
ronkhi dan wheezing, pada jantung, bunyi jantung I dan II murni, tidak ada
murmur dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan datar dengan BU
normal, supel. Pada genitalia terpasang kateter urin. Pada ekstremitas tidak ada
edema, dan CRT <2. Refleks fisiologis meningkat pada ekstremitas dekstra,
refleks patologis positif.
Kapasitas fungsional pasien adalah bedridden dengan skor indeks activity
of daily living Barthel 0 (ketergantungan total). Pada antropometri didapatkan TB
165 cm, LLA 25 cm, BB perkiraan 61,8 kg, sehingga IMT 22,7 kg/m2. Pada
imbang cairan dalam 24 jam didapatkan input yang berasal dari cairan infus 1500
ml, sedangkan output yaitu dari urine 1000 ml dan IWL 618 ml, sehingga total
output adalah 1618 ml/24 jam. Imbang cairan menjadi (-) 118 ml/24 jam.
Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan data Hb 15,2 g/dL, Ht
42%, leukosit 9.700/l, trombosit 244.000/l. Pemeriksaan fungsi hati
mendapatkan SGOT 16 U/L, sedangkan SGPT 10 U/L. Pada pemeriksaan fungsi
ginjal didapatkan ureum 22 mg/dL, kadar kreatinin normal 1 mg/dL dan asam urat
4,1 mg/dL. GDS 103 mg/dL, glukosa puasa 109 mg/dL. Pemeriksaan elektrolit
mendapatkan dalam batas normal, yaitu Na 144 mmol/L, K 3,93 mmol/L, Cl 106
mmol/L. Profil lipid, trigliserida 107 mg/dL, kolesterol total 225 mg/dL, HDL 32
mg/dL, LDL 171,6 mg/dl. Hasil CT scan: haemorrhagic intracerebral lobus
occipitalis sinistra, infark cerebri corona radiata sinistra. Pemeriksaan foto
toraks PA, jantung dan paru dalam batas normal.
Diagnosis kerja gizi pada pasien adalah BB normal, berisiko malnutrisi,
hipermetabolisme sedang, dislipidemia, stroke hemoragik, hipertensi stage 2.
Pasien mendapatkan terapi dari DPJP berupa manitol 4x125 cc, vit K 3x1 ampul,
captopril 3 x 25 mg, amlodipin 1x10 mg, dycynon 3x1, panzo 2x1 vial, ranitidine
2 x 50 mg IV.
Tatalaksana nutrisi pasien meliputi penentuan KEB pasien dengan HB
didapatkan sebesar 1296,2 kal/hari. Sedangkan KET dengan FS 1,3 adalah sebesar
1700 kal/hari. Kebutuhan protein 1,2 g/kg BB/hari yaitu 74 g (17% KET), lemak
25% KET yaitu 47 g/hari, dan KH 245 g/hari (58% KET). Pemberian lemak

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
47

dengan SFA <7%, MUFA <20%, dan PUFA <10 %, dengan sumber MUFA dari
minyak kanola, dengan kolesterol <200 mg/hari. Sumber KH terutama dari KH
kompleks, dengan KH simpleks <5%. Kebutuhan serat adalah 24 g/hari dengan
serat larut 25% dari total kebutuhan serat. Kebutuhan Na sebesar 2400 mg/hari.
Kebutuhan cairan pasien adalah 1850 mL/hari. Suplementasi mikronutrien yang
direkomendasikan adalah vitamin B komplek 3 x 2 mg/hari, vitamin B 12 3 x 50
g/hari, asam folat 1 x 1 mg/hari dan koenzim Q10 1 x 100 mg per hari.
Nutrisi yang diberikan pada hari pertama pemantauan adalah 15
kkal/kgBB yaitu 900 kkal. Protein yang diberikan dimulai dengan 45 g (20%
kalori total, N : NPC = 1 : 100). Lemak sebesar 25 g (25% kalori total), sisanya
KH. Nutrisi diberikan dalam 6 x pemberian dalam sehari yaitu sebesar 6 x 150
kkal, dalam bentuk makanan cair RS yang diberikan melalui NGT. Selanjutnya
pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap 1020% setiap 12 hari sesuai dengan
kondisi klinis dan toleransi pasien hingga mencapai kebutuhan total. Monitoring
setiap hari meliputi kondisi klinis, tanda vital, residu NGT dan toleransi asupan
pasien. Disarankan untuk pemasangan NGT.

1800
1600
1400
1200
1000
kkal

800
600
400
200
0
SS H1 H2 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
IGD IGD
Kalori 1700 0 0 0 900 1000 1200 1200 1500 1500

Gambar 3.8 Analisis Asupan Kalori Tn. I Sebelum Sakit (SS) dan Selama
Perawatan di RS
H: hari

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
48

250

200

150
kkal

100

50

0
SS H1 H2 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
IGD IGD
PROTEIN 56 0 0 0 45 50 60 60 75 75
LEMAK 50 0 0 0 21.6 24 28.8 28.8 36 36
KH 245 0 0 0 135 150 180 180 225 225

Gambar 3.9 Analisis Asupan Makronutrien Tn. I Sebelum Sakit (SS) dan
Selama Perawatan di RS
H: hari

Selama perawatan di ruang rawat pasien didapatkan perbaikan kapasitas


fungsional dan tekanan darah pasien juga terkontrol. Pada hari ke 9 perawatan,
keluarga pasien minta pindah rawat ke rumah sakit yang lebih dekat dengan
rumah pasien. Kapasitas fungsional pasien membaik dengan Barthel indeks 5
(ketergantungan berat). Pemeriksaan antropometri menunjukkan LLA 25 cm, BB
perkiraan 61,8 kg, sehingga IMT 22,7 kg/m2, tidak terdapat perubahan berat
badan pada pasien dibandingkan hari pertama pemantauan.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
BAB 4
PEMBAHASAN KASUS

Pemberian dukungan nutrisi telah dilaksanakan pada empat pasien dengan


diagnosis stroke hemoragik dengan hipertensi. Pada keempat pasien sebelum
dilaksanakan dukungan nutrisi dilakukan skrining menggunakan formulir skrining
dari bagian gizi RSUT, yang merupakan modifikasi dari Malnutrition Screening
Tool (MST). Metode skrining yang digunakan oleh bagian gizi RSUT selain
menilai penurunan asupan makanan yang tidak adekuat 3-5 hari, dan kehilangan
BB lebih dari 10% terhadap BB sebelum sakit atau kehilangan lebih dari 15%
terhadap BB ideal, juga menilai kadar serum albumin kurang dari 3 g/dL, dan
terdapatnya penyakit dengan stres metabolik berat. Apabila terdapat salah satu
atau lebih dari pernyataan diatas, maka pasien membutuhkan dukungan tim
asuhan nutrisi.
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menyebabkan gangguan
neurologik yang mendadak.6 Faktor risiko penyakit stroke ada dua yaitu faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia >45 tahun pada laki-laki
dan >55 tahun pada perempuan atau menopause prematur tanpa terapi
penggantian estrogen, termasuk juga adanya riwayat stroke dalam keluarga.3,8-10
Keadaan tersebut didapatkan pada kedua pasien laki-laki dan kedua pasien
perempuan dalam serial kasus ini, di mana usia dari kedua pasien laki-laki yaitu
60 dan 65 tahun, begitu juga dengan satu pasien perempuan yang berusia 56
tahun, serta memiliki saudara kandung yang menderita stroke. Sedangkan pasien
yang satu lagi seorang perempuan berusia 49 tahun telah mengalami menopause
tanpa terapi penggantian estrogen.
Sementara faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi, diabetes
melitus, fibrilasi atrium, merokok, kecanduan alkohol, obesitas, dan dislipidemia
yang disertai dengan penyakit jantung koroner.3,8-10 Keempat pasien menderita
hipertensi, dan mempunyai anggota keluarga yang juga menderita hipertensi.
Setiap penurunan tekanan darah sistolik 10 mm Hg berhubungan dengan

49

Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015


50

penurunan risiko stroke sekitar 1/3 nya.12 Sementara peningkatan tekanan darah
sistolik 2 mm Hg berhubungan dengan kematian akibat stroke 4,2%.32
Pasien kedua menderita DM tipe 2, pasien baru terdiagnosis DM tipe 2
pada saat terkena serangan stroke ini. Diabetes melitus lebih cenderung
meningkatkan risiko terkena stroke iskemik daripada stroke hemoragik. DM
meningkatkan risiko terkena stroke iskemik 2 sampai 3 kali lipat pada laki-laki
dan 2 sampai 5 kali lipat pada perempuan.33,34 Hubungan antara diabetes dan
stroke hemoragik masih kontroversial. Namun, diabetes sering bersama dengan
hipertensi yang telah dilaporkan memiliki hubungan dengan pendarahan otak.13
Hiperglikemia pada fase akut stroke merupakan dampak dari respon stres.
Respon stres akibat stroke akan meningkatkan pelepasan kortisol dan
norepinefrin. Terjadi disfungsi mitokondria, resistensi insulin, dan metabolisme
anaerob. Hiperglikemia akan memicu kerusakan sel saraf akibat stroke. Pada
stroke hemoragik, hiperglikemia memicu munculnya edema dan kematian
jaringan sekitar hematoma.35,36
Kedua pasien laki-laki merokok sejak remaja. Pada penelitian Kurth dkk.40
didapatkan peningkatan angka kejadian stroke hemoragik pada pasien perempuan
yang merokok sigaret lebih dari 15 batang/hari dan pada pasien laki-laki yang
merokok sigaret lebih dari 20 batang/hari. Penelitian ini menunjukkan hubungan
yang kuat antara merokok dengan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Satu dari keempat pasien ini mengalami obesitas. Winter dkk.15
mendapatkan adanya hubungan obesitas dengan risiko stroke, dari hasil penelitian
ini didapatkan peningkatan dari marker abdominal adiposity (waist-to-hip ratio
dan lingkar pinggang) yang secara signifikan berhubungan dengan risiko stroke.
Obesitas lebih cenderung meningkatkan risiko terkena stroke iskemik
daripada stroke hemoragik.33 BB lebih meningkatkan risiko stroke iskemik 22%,
dan obesitas meningkatkan risiko stroke iskemik 64 %. Tetapi tidak ditemukan
hubungan yang signifikan antara BB lebih dan obesitas dengan stroke hemoragik,
namun berdasarkan analisis statistik faktor tekanan darah memediasi efek obesitas
terhadap stroke hemoragik.41
Adiponektin adalah hormon yang terdapat di dalam jaringan adiposa,
hormon ini meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan hati dan meningkatkan

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
51

oksidasi free fatty acid (FFA) dalam beberapa jaringan, termasuk otot. Kadar
adiponektin plasma menurun dengan meningkatnya derajat obesitas, menurunnya
konsentrasi adiponektin berhubungan dengan resistensi insulin dan
hiperinsulinemia. Adiponektin terlibat dalam perkembangan aterosklerosis.
Adiponektin menghambat TNF- dalam menginduksi ekspresi molekul adhesi
dan transformasi makrofag menjadi sel busa, keduanya merupakan komponen
utama dari aterogenesis. Proses di atas menerangkan adanya hubungan penting
antara obesitas dan perkembangan aterosklerosis.42 Kalau dilihat dari asupan
pasien yang mengalami obesitas ini pada saat sebelum sakit, tampak asupan kalori
yang berlebih dari kebutuhan energi total pasien yaitu sekitar 2475 kkal, hal ini
merupakan salah satu faktor yang memicu pasien mengalami obesitas.
Dua dari keempat pasien ini mengalami dislipidemia. HDL yang rendah
lebih cenderung meningkatkan risiko stroke iskemik daripada stroke hemoragik.
Sedangkan peningkatan LDL meningkatkan risiko stroke iskemik dan stroke
hemoragik.33,38 Hal yang berbeda dinyatakan oleh referensi lainnya bahwa kadar
HDL yang rendah dapat dikaitkan dengan ICH primer. Pecahnya pembuluh darah
dapat disebabkan oleh kontribusi dari lipid disorder bersama dengan hipertensi
sebagai risiko yang sudah ada sebelumnya.14 Seperti yang dapat ditemukan pada
keempat pasien ini yang mempunyai kadar HDL kolesterol yang lebih rendah
daripada kadar normal.
Salah satu penyebab ICH adalah cerebral amyloid angiopathy (CAA).
Kadar HDL yang tinggi dapat mengurangi risiko ICH dengan menurunkan CAA.
Peningkatan dua kali lipat kadar HDL plasma, dapat menurunkan CAA 50%.
HDL juga menghambat LDL dalam memicu pembentukan hidroperoksida lipid,
monocyte adherence, aktivitas kemotaktik monosit dan fosfolipid teroksidasi.
HDL dapat meningkatkan fungsi endotel dan memperbaiki dinding pembuluh
darah.74 Roman dkk.75 mendapatkan kadar total kolesterol dan LDL yang tinggi
pada pasien perdarahan intraserebral spontan. Hal ini sesuai dengan pasien kedua
dan keempat yang mempunyai kadar LDL yang tinggi.
Meskipun mekanisme hubungan antara kadar trigliserida dan ICH belum
diketahui, tetapi dapat dijelaskan bahwa kadar trigliserida yang rendah
berkontribusi terhadap kelemahan endotelium vaskular, endotelium akan rapuh

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
52

sehingga rentan terhadap kebocoran. Kolesterol dan asam lemak esensial


merupakan unsur penting dari membran sel.76 Keempat pasien serial kasus ini
mempunyai kadar trigliserida yang normal.
Kadar asam urat darah yang tinggi, ikut berperan pada penyakit stroke.
Hal ini berhubungan dengan outcome klinis yang buruk pada pasien stroke,
dimana berkaitan dengan ketebalan arteri dan fungsi endotel pembuluh darah.11
Hiperurisemia dapat menimbulkan hipertensi dimana asam urat dapat
mengaktifkan sistem renin-angiotensin, sebagai independent sodium sensitive dan
menyebabkan down regulation of the nitric oxide sehingga menyebabkan
hipertensi. Asam urat juga dapat menyebabkan proliferasi otot polos pembuluh
darah yang dimediasi oleh platelet-derived of growth factor (PDGF) dan
monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1).44
Pasien pertama mengalami hiperurisemia. Jika dilihat dari analisis asupan
nutrisi pasien sebelum sakit, pasien sering makan jeroan, ekstrak daging atau
kaldu di sop, dan ikan sarden kaleng. Jenis makanan yang dikonsumsi pasien
adalah yang mengandung purin tinggi, yaitu berkisar 100-1000 mg purin dalam
100 g bahan makanan.63
Serangan stroke hemoragik hampir selalu terjadi pada saat pasien dalam
keadaan terjaga dan kadang-kadang ketika stres.19 Gejala klinis stroke hemoragik
terutama intraparenchymal hemorrhage, adalah defisit neurologis yang
mendadak, sakit kepala yang hebat, serta muntah-muntah.6,19,50 Semua pasien
mengalami serangan stroke pada saat terjaga, terjadi secara mendadak, dan adanya
sakit kepala yang hebat dan muntah-muntah. Sakit kepala yang hebat dan muntah-
muntah menandakan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial, yang
6,19,50
membedakannya dengan stroke iskemik.
Tiga orang pasien mengalami penurunan kesadaran. Tingkat penurunan
kesadaran berhubungan dengan defisit fokal yang terjadi, yang terus memburuk
selama 30 sampai 90 menit pertama. Defisit neurologis dapat berupa paralisis
kontralateral wajah, lengan dan tungkai serta gangguan bicara.19 Serangan ini
selalu disertai oleh hipertensi akut seperti yang terjadi pada keempat pasien ini.50
Terdapat beberapa bentuk reaksi patologik yang khas pada neuron. Cedera
neuron akut merujuk kepada suatu spektrum perubahan akibat hipoksia / iskemia

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
53

SSP akut atau gangguan akut lain yang akhirnya menyebabkan kematian sel.
Sekitar 12 sampai 24 jam setelah terjadi gangguan hipoksik / iskemik maka
kerusakan sel bersifat ireversibel. Beberapa penelitian dapat memperlihatkan
adanya perubahan struktural yang lebih awal sekitar 4 sampai 8 jam pasca cedera
neuron yang bersifat ireversibel.27
Konsumsi sayur dan buah pada keempat pasien sangat kurang,
berdasarkan RISKESDAS 2013, menyatakan kriteria konsumsi yang kurang yaitu
apabila seseorang mengkonsumsi sayur dan buah kurang dari 5 porsi per hari
selama 7 hari dalam seminggu. Kebanyakan orang Indonesia kurang konsumsi
sayur dan buah, sekitar 85% sampai lebih dari 95% orang Indonesia kurang
konsumsi sayur dan buah. Di Banten sendiri, yaitu propinsi tempat RSUT berada,
terdapat lebih dari 95% penduduknya kurang konsumsi sayur dan buah.5
Peningkatan asupan sayur dan buah menurunkan resiko stroke iskemik
dengan signifikan, karena di buah dan sayur banyak mengandung mikronutrien,
antioksidan, phytochemicals, flavonoids dan serat.77 Tetapi hubungan antara
asupan sayur dan buah terhadap resiko stroke hemoragik belum ditemukan.
Perilaku konsumsi makanan berisiko antara lain kebiasaan mengonsumsi
makanan/minuman manis, asin, berlemak, diawetkan, berkafein, dan berpenyedap
adalah perilaku berisiko penyakit degeneratif. Perilaku konsumsi makanan
berisiko dikelompokkan sering apabila penduduk mengonsumsi makanan
tersebut satu kali atau lebih setiap hari. Konsumsi makanan/minuman manis >1
kali dalam sehari pada penduduk berusia >10 tahun secara nasional adalah
53,1 %.5 Sementara proporsi nasional penduduk dengan perilaku konsumsi
makanan berlemak, berkolesterol, dan makanan gorengan >1 kali per hari 40,7 %.
Banten termasuk dari lima propinsi tertinggi di atas rerata nasional untuk perilaku
penduduknya mengonsumsi makanan berlemak, berkolesterol, dan makanan
gorengan >1 kali per hari yaitu 48,8%.5
Porporsi untuk pengonsumsi kopi dan kafein selain kopi di Indonesia
sekitar 29,3% dan 5,6%, sementara untuk propinsi Banten 31,9% dan 3,9%.5
Tetapi penelitian Wolfgang dkk.78 mendapatkan bahwa kebiasaan minum kopi
tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
54

Penelitian meta-analysis dari 12 penelitian kohort memperlihatkan bahwa


dengan peningkatan 5 g/hari konsumsi garam berhubungan dengan peningkatan
17% resiko stroke.79,80 Kebiasaan penduduk makan asin terlihat mempunyai
hubungan yang bermakna terhadap kejadian hipertensi dengan nilai p=0,001.81
Sesuai dengan penelitian Neal dkk.32 yang menyatakan bahwa penurunan
konsumsi garam dapat menurunkan hipertensi. Makanan yang mengandung
sodium tinggi yaitu makanan kaleng, soda kue, keju, seafood, dan cereals.82 Orang
Indonesia dan Asia pada umumnya konsumsi Na tinggi karena biasa
mengonsumsi kecap, bumbu penyedap (MSG) cukup banyak.81 Hampir empat dari
lima penduduk Indonesia mengonsumsi penyedap >1 kali per hari yaitu 77,3 %,
untuk propinsi Banten 82,9 %.5 Rata-rata orang Indonesia mengonsumsi garam
antara 30-40 g perhari dibandingkan orang Amerika yang hanya 6-18 g perhari.81
Penelitian Neal dkk.32 yang menyatakan bahwa penurunan konsumsi
garam dapat menurunkan hipertensi, jika konsumsi sodium dikurangi menjadi 100
mmol/hari (setara dengan garam 6 g/hari) dapat menurunkan tekanan darah
sistolik 3-6 mm Hg. Hal tersebut sesuai dengan penelitian meta-analisis yang
mendapatkan pengurangan konsumsi garam menjadi 6 g/hari dapat menurunkan
tekanan darah sistolik/diastolik 7/4 mm Hg pada penderita hipertensi dan 4/2 mm
Hg pada mereka tanpa hipertensi, dan dapat mengurangi resiko terserang stroke
24 %.80
Semua pasien mengonsumsi sodium dalam jumlah yang tinggi, hal ini
dapat dilihat dari analisis asupan makanan pasien sebelum sakit. Pasien pertama
mengonsumsi sodium sebanyak 11,4 g/hari, pasien kedua mengonsumsi sodium
sebanyak 7 g/hari, pasien ketiga mengonsumsi sodium sebanyak 9 g/hari, dan
pasien keempat mengonsumsi sodium sebanyak 8,3 g/hari.
Disfagia sering terjadi pada pasien stroke, oleh karena itu pemberian
nutrisi enteral merupakan salah satu pilihan yang dapat diberikan dengan
menggunakan tube feeding. Pemakaian tube feeding sering dirasakan kurang
nyaman oleh pasien, oleh karena itu sering digunakan tube feeding ukuran yang
lebih kecil pada orang dewasa dengan ukuran 8-Fr, 10-Fr, atau 12-Fr. Ukuran
kecil ini juga dibutuhkan pada saat akan weaning enteral nutrition. Apabila
terdapat kontra indikasi pemberian nutrisi enteral, dapat diberikan parenteral

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
55

nutrisi.7,46 Keempat pasien mengalami disfagia dan membutuhkan nutrisi enteral.


Nutrisi diberikan melalui NGT dengan ukuran 16-Fr, berdasarkan ketersediaan
yang ada. Semua pasien tidak memiliki kontra indikasi pemberian nutrisi enteral.
Early enteral nutrition yaitu pemberian nutrisi enteral yang mulai
diberikan setidaknya dalam 72 jam pasca serangan stroke. Early enteral nutrition
pada fase akut masih kontroversial. Dari satu sisi tidak boleh diberikan nutrisi
melalui tube feeding pada hari pertama perawatan, terutama dalam kondisi yang
belum jelas dengan kemungkinan komplikasi seperti perdarahan otak atau
membutuhkan ventilasi. Di sisi lain, mulainya diberikan early enteral nutrition
pada fase akut, mempunyai beberapa manfaat antara lain menjaga fungsi barrier
mukosa saluran cerna tetap utuh, mencegah translokasi bakteri, dan mengurangi
risiko komplikasi infeksi yang dapat terjadi pada pemberian parenteral nutrition.7
Keempat pasien ini mulai diberikan nutrisi enteral dalam 72 jam pasca
serangan stroke. Semua pasien berada pada fase akut. Suatu penelitian
menunjukkan pemberian nutrisi enteral dalam waktu 7 hari dari hari pertama
rawat dapat menurunkan angka kematian 5,8% dan lebih survive dibandingkan
kelompok yang mulai pemberian nutrisinya terlambat.7
Pemberian nutrisi diberikan secara bertahap dimulai dari 15 atau 16
kkal/kg BB/24 jam. Hal ini sesuai dengan tatalaksana nutrisi yang
direkomendasikan dimana pada fase akut pemberian nutrisi harus
mempertimbangkan kemungkinan komplikasi yang terjadi seperti perdarahan otak
atau membutuhkan ventilasi.7 Oleh karena itu, pemberian nutrisi dimulai dari
kalori rendah 15-20 kkal/kg/24 jam.54 Pada pasien ketiga yang mengalami
obesitas, perlu diperhatikan pemberian karbohidrat pada pasien ini harus
mencukupi jumlah minimal 150 g, untuk mencegah terjadinya ketosis.55
Kebutuhan protein pada pasien stroke direkomendasikan
1-1,5g/kg BB/hari.46 Target pemberian protein yang diberikan pada keempat
pasien yaitu 1,2 g/kg BB/hari, jumlah ini masih dalam rentang kebutuhan protein
yang direkomendasikan untuk pasien stroke. Lemak diberikan sesuai dengan
komposisi diet seimbang.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
56

Diberikan dalam bentuk makanan cair (MC) RS yang mengandung kalori


1 kkal/ml, yang disesuaikan dengan guidelines pemberian nutrisi pada stroke
akut.83 Khusus pasien kedua dengan DM tipe 2, diberikan formula DM.
Pemberian nutrisi diberikan melalui NGT. Pasien ketiga dan keempat
belum menggunakan NGT pada hari pertama pemantauan. Seharusnya dilakukan
skrining disfagia pada pasien ini. Tetapi kedua pasien dalam keadaan penurunan
kesadaran, sehingga skrining disfagia sulit dilakukan. Pasien sepertinya sulit
menelan air liurnya sendiri, tampak air liur keluar melalui celah bibir yang
terbuka. Akhirnya disarankan pemasangan NGT kepada kedua pasien untuk
mencegah terjadinya aspirasi. Jika pasien tidak dapat menelan salivanya lebih dari
500 ml per hari maka akan beresiko untuk mengalami aspirasi.7

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pemberian dukungan nutrisi pada keempat pasien serial kasus ini
dapat disimpulkan:
1. Tatalaksana nutrisi pada pasien disesuaikan dengan kondisi pasien yang
mengalami serangan stroke akut. Setelah hemodinamik stabil pemberian
nutrisi dimulai dari 15-20 kkal/kg BB. Khusus untuk pasien obesitas,
pemberian karbohidrat minimal sebesar 150 g untuk mencegah ketosis.
2. Untuk tatalaksana nutrisi pasien di rumah diberikan edukasi nutrisi sesuai
dengan faktor risiko yang mendasarinya yaitu diberikan DASH diet,
NCEP-ATP III, rekomendasi diet DM dari International Diabetes
Federation (IDF), pemilihan sumber karbohidrat kompleks serta makanan
dengan indeks glikemik yang rendah dan pemilihan sumber makanan
rendah purin. Pada pasien obesitas dilakukan restriksi kalori sekitar 500-
1000 kkal/hari. Diharapkan dapat mengurangi berat badan 0,5 sampai 1
kg/minggu.

5.2 SARAN
1. Tatalaksana nutrisi untuk pasien stroke memerlukan kerjasama
multidisiplin, sehingga komplikasi aspirasi pneumonia dan malnutrisi pada
pasien stroke dapat dicegah.
2. Edukasi nutrisi dan perubahan gaya hidup perlu diberikan kepada pasien
dan keluarga pasien, sejak pasien dalam masa rawat sampai pasien pulang,
untuk mencegah serangan stroke berulang.

57
Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR REFERENSI

1. Misbach J. Pandangan umum mengenai stroke. Dalam: Rasyid A,


Soertidewi L. editor. Unit Stroke Manajemen Stroke Secara Komprehensif.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.p. 1-9.

2. Snell RS. Clinical neuroanatomy. 7th ed. Baltimore: Lippincott Williams


and Wilkins.2010.

3. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Gambaran penyakit


tidak menular di rumah sakit di Indonesia tahun 2009 dan 2010. Buletin
Jendela Data & Informasi Kesehatan 2012: 1-12.

4. Goljan EF. Pathology Review.W.B. USA: Saunders Company.2010.


p.288-99.

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan


RI. Riset Kesehatan Dasar. RISKESDAS 2013. Jakarta: Depkes,2013.

6. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Disease. Adams and Victors


Principles of Neurology. New York: The McGraw Hill Companies;2005.

7. Wirth R, Smoliner C, Jager M, Warnecke T, Leischker AH, Dziewas R.


Guideline clinical nutrition in patients with stroke. Experimental &
Translational Stroke Medicine 2013;5:1-11.

8. Brown CT. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price SA, Wilson


LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC,
2006.p.576-612.

9. Ard JD, Fraklin FA Jr. Cardiovascular disease. In: Heimburger DC, Ard
JD. Handbook of Clinical Nutrition. Philadelphia: Mosby Elsevier.2006.

10. Misbach J, Soertidewi L, Jannis J. Stroke, Aspek Diagnostik,


Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.2011.

11. Khan F, George J, Wong K, McSwiggan S, Struthers AD, Belch JJF. The
association between serum urate levels and arterial stiffness/endothelial
function in stroke survivors. Atherosclerosis 2008;374-379.

12. Huang CY. Nutrition and stroke. Asia Pac J Clin Nutr 2007;16:266-274.

13. Hyvarinen M, Tuomilehto J, Mahonen M, Stehouwer CD, Pyorala K,


Zethelius B, et al. Hyperglycemia and Incidence of Ischemic and
Hemorrhagic Stroke-Comparison Between Fasting and 2-Hour Glucose
Criteria. Stroke 2009;40:1633-37.

58

Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015


59

14. Prokin AL, uzdi A, ivanovi Z, ekari J, Zeki TK, Popovi N et al.
Dyslipidemia as a risk factor for primary intracerebral hemorrhage. Med
Glas (Zenica) 2014; 11(1):31-36.

15. Winter Y, Rohrmann S, Linseisen J, Lanczik O, Ringleb PA, Hebebrand J


et al. Contribution of Obesity and Abdominal Fat Mass to Risk of Stroke
and Transient Ischemic Attacks. Stroke 2008;39:3145-51.

16. Bos MJ, Koudstaal PJ, Hofman A, Witteman JCM, Breteler MMB. Uric
Acid Is a Risk Factor for Myocardial Infarction and Stroke. Stroke
2006;37:1503-07.

17. Remig VM. Medical nutrition therapy for neurologic disorders. In: Mahan
LK, Escott-Stump S, editor. Krauses Food and Nutrition Therapy 12th
ed.St.Louis: Elsevier Saunders; 2008.p.1067-101.

18. Roman GC. Nutritional disorders of the nervous system. In: Shils ME,
Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousins RJ. Modern in Health and
Disease 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2006.p.1362-80.

19. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Cerebrovascular Diseases. In: Hauser
SL, Josephson SA, English JD, Engstrom JW. Harrisons Neurology in
Clinical Medicine. USA: The Mc Graw Hill; 2006.p.233-71.

20. Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Clinical neurology. edisi ke-7.
New York: The Mc Graw Hill; 2009.p. 292-327

21. Mancall EL, Brock DG. Grays Clinical Neuroanatomy, The Anatomic
Basis for Clinical Neuroscience. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011.p.
3-10

22. Sherwood L. Human Physiology. Edisi ke-6. China: Thomson


Brooks/Cole. 2007;6:131-79.

23. Messing RO. Nervous System Disorders. In: McPhee SJ. Ganong WF.
Pathophysiology of disease, An Introduction to Clinical Medicine. USA:
Mc Graw Hill. 2006; 5:144-88

24. Bear MF, Connors BW, Paradiso MA. Neuroscience Exploring the Brain.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007;3:133-66.

25. Beltran FA, Acuna AI, Miro MP, Castro MA. Brain energy metabolism in
health and disease. Neuroscience-Dealing with Frontrier. Diunduh dari
http:www.intechopen.com. Diakses tanggal 18 November 2014.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
60

26. Magistris F, Bazak S, Martin J. Intracerebral Hemorrhage:


Pathophysiology, Diagnosis and Management. Clinical Review
2013;10:15-22.

27. Frosch MP, Anthony DC, Girolami UD. The Central Nervous System. In:
Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins & Cotran Pathologic
Basis of Disease. ed 8. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010.p.1279-344.

28. Underwood J.C.E, Cross S.S. General and Systematic Pathology.


Philadelphia: Elsevier. 2010.p.748-809.

29. Pujol TJ, Tucker JE, Barnes JT, Diseases of cardiovascular system. In:
Nelms M, Sucher K, Lacey K, SR R, Nutrition Therapy and
Pathophysiology, ed 2. Belmont: Wadsworth Cengage Learning;
2011.p.283-339.

30. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo Jr
JL et al. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
Hypertension 2003;42:1206-52.

31. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler
J, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to
the Eighth Joint National Committee (JNC 8).JAMA 2014;311(5):507-20.

32. Neal B. The effectiveness and costs of population interventions to reduce


salt consumption. Sydney: The George Institute For International Health.
2006.p.1-35.

33. Zhang J, Wang Yao, Wang G, SunH, Sun T, Shi J, et al. Clinical factors in
patients with ischemic versus hemorrhagic stroke in East China.Word J
Emerg Med 2011;2(1):18-23.

34. Sharma M, Gubitz GJ. Management of Stroke in Diabetes. Canadian


Journal of Diabetes 2013.

35. Sabin JA, Molina CA, Ribo M, Arenillas JF, Montaner J, Huertas R, et al.
Impact of Admission Hyperglycemia on Stroke Outcome After
Thrombolysis Risk Stratification in Relation to Time to
Reperfusion.Stroke 2004;35:2393-499.

36. Song EC, Chu K, Jeong SW, Jung KH, Kim SH, Kim M, et al.
Hyperglycemia Exacerbates Brain Edema and Perihematomal Cell Death
After Intracerebral Hemorrhage. Stroke 2003;34:2215-20.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
61

37. Gotto AM, Farmer JA. Reducing the Risk for Stroke in Patients With
Myocardial Infarction A Myocardial Ischemia Reduction With Aggressive
Cholesterol Lowering (MIRACL) Substudy. Circulation 2002;106:1595-
98.

38. Tziomalos K, Athyros VG, Karaqiannis A, Mikhailidis DP. Dyslipidemia


as a risk factor for ischemic stroke. Curr Top Med Chem 2009;9:1291-7.

39. Shah RS, Cole JW. Smoking and stroke: the more you smoke the more
you stroke. Expert Rev Cardiovasc Ther 2010 July ; 8(7): 91732.

40. Kurth T, Kase CS, Berger K, Schaeffner ES, Buring JE, Gaziano JM.
Smoking and the risk of hemorrhagic stroke in men. Stroke 2003;34:1151
5.

41. Health Risks. Obesity Prevention Source. Weight Problems Take a Hefty
Toll on Body and Mind.Harvard, school of public health 2014.

42. Greenberg AS, Obin MS. Obesity and the role of adipose tissue in
inflammation and metabolism. Am J Clin Nutr 2006;83:461S-5S.

43. Johnson RJ, Kang DH, Feig D, Kivlighn S, Kanellis J, Watanabe S,


Tuttle KR, Iturbe BR, Acosta JH, Mazzali M. Is There a Pathogenetic Role
for Uric Acid in Hypertension and Cardiovascular and Renal Disease?.
Hypertension 2003;41:1183-90.

44. Feig DI. The Role of Uric Acid in the Pathogenesis of Hypertension in the
Young. J Clin Hypertens (Greenwich) 2012;14:346-52.

45. Waring WS, Webb DJ, Maxwell SRJ. Effect of local hyperuricemia on
endothelial function in the human forearm vascular bed. Br J Clin
Pharmacol 2000;49:511.

46. Corrigan ML, Escuro AA, Celestin J, Kirby DF. Nutrition in the Stroke
Patient. Nutr Clin Pract 2011;26:242.

47. Gosney M, Martin MV, Wright AE: The role of selective decontamination
of the digestive tract in acute stroke. Age Ageing 2006, 35:427.

48. Bouziana SD and Tziomalos K. Malnutrition in Patients with Acute


Stroke. Journal of Nutrition and Metabolism 2011; 1-8.

49. Hafsteinsdottir TB, Vergunst M, Lindeman E, Schuurmens M, Educational


needs of patients with a stroke and their caregivers: A systematic review of
the literature. Patient Education and Counseling 2011;85:14-25.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
62

50. Bernstein RA. Cerebrovascular Disease: Hemorrhagic Stroke. In: Brust


JCM. Current Diagnosis & Treatment Neurology. USA: Mc Graw Hill.
2007.p. 126-47.

51. Hennerici MG, Bogousslavsky J, Sacco R, Binder J, Chong J, Paciaroni


M. Stroke. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone. 2005.

52. Heimburger DC. Nutritional assessment. In: Heimburger DC, D Ard J,


editor. Handbook of Clinical Nutrition. Philadelphia: Mosby
Elsevier.2006.

53. James M, Shikany DRPH. Diabetes. In : Heimburger DC, D Ard J, editor.


Handbook of Clinical Nutrition. Philadelphia: Mosby Elsevier.2006;401-
12.

54. Grande PO. The Lund Concept for the treatment of severe head trauma
physiological principles and its clinical application. Intensive Care
Medicine 2006:1-31.

55. Cresci GA. Nutrition Support for the Critically Ill Patient: A Guide to
Practice.USA: CRC Press.2005.p. 612.

56. Blumenthal JA, Greater adherence to DASH diet can lead to significant
reductions in blood pressure. Elsevier Health Sciences 2012.

57. National Institutes of Health National Heart L, and Blood Institute. Your
Guide to Lowering Your Blood Pressure With DASH.2006.

58. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe


2 di Indonesia 2011. Jakarta: PB.PERKENI,2011.

59. Evert AB, Boucher JL, Cypress M, et al. Nutrition therapy


recommendations for the management of adults with diabetes. Diabetes
Care 2013:1-22.

60. Dodd H, Williams S, Brown R, and Venn B. Calculating meal glycemic


index by using measured and published food values compared with
directly measured meal glycemic index. Am J Clin Nutr 2011;94:992-6.

61. American Heart Association. Third report of the national cholesterol


education program (NCEP) expert panel on detection, evaluation, and
treatment of high blood cholesterol in adults (adult treatment panel III)
final report. Circulation 2002;106:3143280.

62. Ard JD. Obesity. In: Heimburger DC, Ard JD. Handbook of Clinical
Nutrition. Philadelphia: Mosby Elsevier.2006.p.371-400.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
63

63. Almatsier S. Penuntun Diet. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto


Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. Jakarta: Gramedia.
2010.p.196-200.

64. Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A, Bohm M, et al.


2013 ESH/ESC Guidelines for the management of arterial hypertension.
Journal of Hypertension 2013;31:1281-357.

65. Saposnik G. The Role of Vitamin B in Stroke Prevention: A Journey From


Observational Studies to Clinical Trials and Critique of the VITAmins TO
Prevent Stroke (VITATOPS). Stroke 2011;42:838-42.

66. Coenzym Q10. Alternative Medicine Review 2007;2:159-165.

67. Fedacko J, Pella D, Fedackova P, Vargova V, Meester FD, Durcikova P et


al. Coenzyme Q10 in Heart and Brain Disease. The Open Nutraceuticals
Journal 2011;4:69-87.

68. Ho MJ, Bellusci A, Wright JM. Blood pressure lowering efficacy of


coenzyme Q10 for primary hypertension (review). The Cochrane
Collaboration. John Wiley & Sons, Ltd 2009;4:1-16.

69. Park Y, Park S, Yi H, Kim HY, Kang SJ, Kim J, et al. Low level of n-3
polyunsaturated fatty acids in erythrocytes is a risk factor for both acute
ischemic and hemorrhagic stroke in Koreans. Nutr Res 2009;29:825-30.

70. Bang HO, Dyerberg J, Sinclair MH. The composition of the Eskimo
food in north western Greenland. Am J Clin Nutr 1980;33:2657-61.

71. Knapp HR, Reilly IA, Alessandrini P, FitzGerald GA. In vivo indexes
of platelet and vascular function during fish-oil administration in
patients with atherosclerosis. N Engl J Med 1986;314:937-42.

72. Ismail MYM. Drug-Food interactions and Role of Pharmacist. Asian


Journal of Pharmaceutical and Clinical Research 2009.

73. Choe JY. Drug Actions and Interactions. China: Mc Graw Hill. 2011.p.
349-59.

74. Wang X, Li S, Bai Y, Fan X, Sun K, Wang J, Hui R. Inverse association


of plasma level of high-density lipoprotein cholesterol with intracerebral
hemorrhage. J.Lipid Res 2011.52:1747-54.

75. Roman H, Ivanka V, Jan M, Bohdan K, Martin G, Helena V, et al.


Occurrence of dyslipidemia in spontaneous intracerebral hemorrhage.
European journal of lipid science and technology 2006:383-88.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
64

76. Wieberdink RG, Poels MMF, Vernooij MW, Koudstaal PJ, Hofman A,
Lugt AVD et al. Serum lipid levels and the Risk of Intracerebral
Hemorrhage: The Rotterdam Study. Arterioscler Thromb Vasc Biol
2011;31:2982-9.

77. Johnsen SP, Overvad K, Stripp C, Tjonneland A, Husted SE, and Sorensen
HT. Intake of fruit and vegetables and the risk of ischemic stroke in a
cohort of Danish men and women. Am Soc Clin Nutr 2003;78:57-64.

78. Wolfgang C. Habitual Caffeine Intake and The Risk of Hypertension in


Women. JAMA 2005: 2330-35.

79. He FJ, Campbell NRC, MacGregor GA. Reducing salt intake to prevent
hypertension and cardiovascular disease. Rev Panam Salud Publica
2012;32(4):293-300.

80. Strazzullo P, DElia L, Kandala NgB, Cappuccio FP. Salt intake, stroke,
and cardiovascular disease: meta-analysis of prospective studies.BMJ
2009;339:1-9.

81. Sunardi T, Soetardjo S. Hidangan sehat untuk penderita hipertensi.


Jakarta: Gramedia. 2005.

82. Indrawati L, Werdbasari A, Yudi A. Hubungan Pola Kebiasaan Konsumsi


Makanan Masyarakat Miskin dengan Kejadian Hipertensi di Indonesia.
Jakarta: Media Penelitian dan Pengembang Kesehatan.2009;4:174-184.

83. Perry L, McLaren S. Nutritional support in acute stroke: the impact of


evidence-based guidelines. Clin Nutr 2003;22:283-293.

Universitas Indonesia
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
67

Lampiran 3

Preskripsi Makanan Cair RSUT


Bahan Berat (g) Jumlah Energi Protein Lemak KH
makanan (ml) (kal) (g) (g) (g)
Full krim 52
Putih telur 110
Skim 88
Maizena 6 1000 1000 50 24 150
Gula pasir 60
Minyak 1

Kandungan energi 1000 kkal, protein 50 g, lemak 24 g, karbohidrat 150 g, serat 0


g, kolesterol 296,4 mg, PUFA 1,7 g, Ca 539 mg, K 901,4 mg, Mg 63,7 mg, asam
folat 0 g, Fe 5,8 mg, Zn 4,9 g, vitamin C 20,1 mg, vitamin E 0 mg, vitamin A
373,8 g, vitamin B6 0,4 mg, vitamin B1 0,3 mg, vitamin B2 0,8 mg, Na 309,6
mg, phosphorus 600,2 mg

Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015


68

Lampiran 4. Preskripsi Makanan Lunak Pasien I Dan III Untuk Di Rumah

Bahan Berat URT E P L KH Ket


Makanan
Makan Bubur 400 2 175 4 - 40
pagi gelas
Telur 55 1 btr 75 7 5 - Diblender
atau
dicincang
halus
Tempe 50 2 ptg 75 5 3 7 Diblender
sdg atau
dicincang
halus
Terong 100 25 1 - 5 Diblender
atau
dicincang
halus
Minyak 3 sdt 30 - 3 -
Jeruk 110 2 bh 50 - - 12 Dibuat jus
manis sdg
Selingan Alpukat 120 1 100 - 10 - Dibuat jus,
buah atau
diserut
Putih 26 1 btr 20 5 - - Diblender
telur atau
dicincang
halus
Makan Bubur 400 2 gls 175 4 - 40
siang
Ikan 50 1/2 83 11,7 3,3 - Diblender
kembung ekor atau
sdg dicincang
halus
Tahu 110 1 ptg 75 5 3 7 Diblender
atau
dicincang
halus
Tomat 100 1 gls - - - - Dibuat jus
Pepaya 110 1 ptg 50 - - 12 Dibuat jus
bsr atau
diserut
Selingan Apel 100 1 bh 59 0,2 0,4 15,3 Dibuat jus
sdg

susu 30 3 110,4 8 0,6 15,6


skim sdm
Makan Bubur 400 2 gls 175 4 - 40
malam

Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015


69

Ayam 40 1 ptg 50 7 2 - Dicincang


tanpa sdg halus atau
kulit diblender
Tempe 50 2 ptg 75 5 3 7 Dicincang
sdg halus atau
diblender
Ketimun 100 1 gls - - - - Di buat jus
Pisang 50 1 bh 50 - - 12 Diserut
kecil
Selingan Susu 20 2 73 5 0,4 10
skim sdm
Jeruk 110 2 bh 50 - - 12 Dibuat jus
manis sdg
Jumlah 1575,4 71,9 33,7 234,9 Jumlah
Kandungan serat 28,7 g, kolesterol 200 mg, MUFA 13,5 g (7,7 %KET), PUFA
22,2 g (12,7% KET), Ca 522,9 mg, K 3556,3 mg, Mg 462,2 mg, asam folat 20 g,
Fe 14,4 mg, Zn 8,3 g, vitamin E 0,8 mg, vit A 859,5 g, vitamin B1 1 mg, B2
1,3 mg, B6 2,2 mg, Na 219,8 mg

Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015


70

Preskripsi Makanan Lunak Pasien II

Bahan Berat URT Energi Protein Lemak KH KET


Makanan (g) (kal) (g) (g) (g)
Makan Bubur 400 2 gelas 175 4 - 40 Lauk &
Pagi Telur 55 1 butir 75 7 5 - sayur
Sayuran 50 g gelas 12 - - 3 diblender
A
Minyak 3 sdt 30 - 3 -

Selingan Alpukat 120 1 buah 100 - 10 - Dibuat


Pagi jus atau
diserut
Makan Bubur 400 2 gelas 175 4 - 40 Lauk &
Siang Ikan sayur
kembung 45 1/2 75 10,5 3 - diblender
ekor
Tahu 110 sdg 75 5 3 7
Pepaya 110 1 ptg 50 - - 12
Kanola 5 1 ptg 45 0 9 0
1 sdt
Selingan Agar-
Sore agar
Tepung 25 5 sdm 87 2 - 20
maizena
Susu 15 1 scoop 62 3 2 8
rendah
lemak
Gula diet
Makan Bubur Lauk &
Malam broccoli 100 25 1 - 5 sayur
Ayam 40 1 ptg 50 7 2 - diblender
tanpa sdg
kulit
Tempe 25 1 ptg 37,5 2,5 1,5 3,5
sdg
Selingan Formula 200 3 200 8 6 27
Malam diabetes ml scoop+
air 150
ml
Jumlah
Kandungan serat 21,9 g, kolesterol 200 mg, SFA 5,5 g (3,3 % KET), MUFA
20 g (12 %KET), PUFA 15 g (9 % KET), Ca 732,6 mg, K 2308,2 mg, Mg 343,3
mg, asam folat 53,7 g, Fe 15,6 mg, Zn 6,8 g, vitamin C 115,9 mg, vitamin A
838,3 g, vitamin B6 1,2 mg, vitamin B1 0,7 mg, B2 1,1 mg, Na 349,9 mg

Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015


Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Syahda Suwita


Tempat/tanggal lahir : Padang, 31 Oktober 1971
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan : - Lulusan Fakultas Kedokteran UNAND Padang, 1999
- Lulusan Program Studi Ilmu Gizi, Program Pendidikan
Pascasarjana, Kekhususan Ilmu Gizi Klinik, FKUI, 2009
Riwayat Pekerjaan : - Dokter perusahaan PT Truba Raya Trading, Kabupaten
Bogor, 2000-2001.
- Kepala puskesmas Lebak Wangi dan Cibeuteung Udik,
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, 2001-2004.
- Dokter ruangan ibu dan anak di RS Ibu dan Anak
Hermina Bogor, 2005-2007.
- Pegawai KEMENKES RI, bertugas di Rumah Sakit
Stroke Nasional Bukittinggi, SUMBAR, 2010sampai
sekarang.

Organisasi :

Anggota Ikatan Dokter Indonesia


Anggota Muda Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia
Anggota PDGKI

94

Tatalaksana nutrisi..., Syahda Suwita, FK UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai