Anda di halaman 1dari 127

PENGARUH SELF CARE TERHADAP KEJADIAN HIPOGLIKEMIA

PADA PASIEN DM TIPE 2 DI POLIKLINIK


RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
2013

TESIS

Oleh :

R.YENI MAULIAWATI
NIM : 2011980013

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013
PENGARUH SELF CARE TERHADAP KEJADIAN HIPOGLIKEMIA
PADA PASIEN DM TIPE 2 DI POLIKLINIK
RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
2013

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Ilmu Keperawatan

Oleh :

R.YENI MAULIAWATI
NIM : 2011980013

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : R. YENI MAULIAWATI

NIM : 2011980013

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis ini adalah hasil karya sendiri yang merupakan
hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri, serta bukan merupakan
replikasi maupun saduran dari hasil penelitian orang lain.

Apabila terbukti tesis ini merupakan plagiat atau replikasi maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul kemudian menjadi
tanggung jawab saya.

Jakarta, September 2013

R.Yeni Mauliawati

iii
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Tesis, September 2013


R.Yeni Mauliawati

Pengaruh Self Care Terhadap Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien DM Tipe 2 Di


Poliklinik RSUD.Budhi Asih Jakarta

96 hlm + 11 tabel + 2 skema + 1 gambar + 9 lampiran

Abstrak

Self care adalah aktifitas yang dilakukan individu secara mandiri agar dapat tercapai tingkat
kesehatan yang optimal. Self care yang efektif merupakan bagian penting dalam perawatan
pasien DM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self care terhadap kejadian
hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta. Desain
penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan menggunakan teknik random
sampling untuk pengambilan sampelnya. Sampel berjumlah 96 responden. Uji yang
dilakukan adalah uji T independen, uji Chi Squere, Regresi Linier Ganda. Variabel self care
meliputi kepatuhan diet, kesesuaian aktifitas/olahraga, kepatuhan obat dan pengetahuan
hipoglikemia.Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pengetahuan
hipoglikemia (p= 0,000), kepatuhan diet (p= 0,004) dan kesesuaian olahraga / aktifitas fisik
(p= 0,001) terhadap kejadian hipoglikemia. Disarankan agar perawat melaksanakan kegiatan
pendidikan kesehatan (Health Education) yang terencana, terorganisir dan berkesinambungan
yang ditujukan kepada pasien DM atau keluarganya khususnya mengenai pencegahan dan
penanganan hipoglikemia, diantaranya tentang jenis makanan yang perlu dicegah dan juga
yang harus dikonsumsi guna menormalkan kadar glukosa darah, jenis olahraga/aktifitas fisik
yang harus dilakukan untuk mencegah hipoglikemia yaitu dengan intensitas ringan sampai
sedang.

Kata kunci : hipoglikemia, self care, DM tipe 2

Pustaka : 46 (1997 – 2012)

iii
NURSING PROGRAM
MASTERGRADUATE SCHOOL
University of Muhammadiyah Jakarta

Thesis, September 2013


R.Yeni Mauliawati

Effect of Self Care Against Genesis Hypoglycemia In Type 2 DM patients Poliklinik


RSUD.Budhi Asih In Jakarta

96 pp. + 11 tables + 2 scheme + 1 images +10 Appendixes

Abstract

Self care is an individual activity carried out independently in order to achieve an optimal
level of health. Effective self-care is an important part in the treatment of diabetic patients.
This study aimed to determine the effect of self-care on the incidence of hypoglycemia in
patients with type 2 diabetes in the clinic Budhi Asih Hospital Jakarta. The study design used
is descriptive analytic using random sampling techniques for sample collection. Sample was
96 respondents. Self care includes adherence variable diet, fitness activity / exercise,
medication compliance and knowledge of hypoglycemia. Statistical analysis used for this
study was korelasi, chi-square, independent t-test and multiple linier regression The results
showed a significant effect of knowledge of hypoglycaemia (p = 0.000), diet adherence (p =
0.004) and suitability of sport / physical activity (p = 0.001) on the incidence of
hypoglycemia. It is recommended that nurses carry out health education activities (Health
Education) are planned, organized and continuous addressed to DM patients or their families
in particular on the prevention and treatment of hypoglycemia, such as on the type of food
that needs to be prevented and should be consumed in order to normalize blood glucose
levels, type sport / physical activity with mild to moderate intensity that prevent hipoglicemia.

Keywords: hypoglicemia, self care, type 2 diabetes


References: 46(1997 – 2012)

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “

Pengaruh Self Care Terhadap Kejadian Hipoglikemia Pasien DM Tipe 2 di

Poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta ” sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan tahap akademik pada Program Magister Keperawatan Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta arahan dari

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini peneliti dengan tulus ikhlas

menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Ibu Hj. Tri Kurniati, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing I dan selaku Kaprodi

Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Jakarta, yang memberikan bimbingan, saran serta arahan dalam materi penelitian

sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. H. Suhendar Sulaeman, MS. selaku pembimbing II, yang memberikan

bimbingan, saran serta arahan dalam penggunaan metodologi penelitian pada

penyusunan tesis ini.

3. Ibu Miciko Umeda, SKp., M.Biomed selaku koordinator mata ajar tesis yang

telah memberikan pengarahan tentang penyusunan tesis.

4. Suami dan anak-anakku: Hari Prabowo, Farras Hanif Prabowo, Tasya Fadhilah

Prabowo, Safira Fauziyyah Prabowo yang telah banyak mengerti akan

kesibukkan istri dan ibunya.

v
5. Seluruh dosen dan staff karyawan Program Magister Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Jakarta

6. Yayasan Pendidikan Mitra Keluaraga, Direktur Akademi Keperawatan Mitra

Keluarga dan staff Akademi Keperawatan Mitra Keluarga

7. Rekan-rekan mahasiswa angkatan I Program Magister Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Jakarta

8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu

Saya menyadari dengan segenap hati bahwa tesis ini jauh dari sempurna, maka dari

itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna

kesempurnaan tesis saya. Demikian atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih,

semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Penyusun

R.Yeni Mauliawati

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................ .. iv
ABSTRAK .......................................................................................................... . v
KATA PENGANTAR......................................................................................... . vii
DAFTAR ISI....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR SKEMA.............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xv

BAB I .PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Diabetes Melitus ....................................................................... 8
1. Pengertian ....................................................................................... 8
2. Klasifikasi DM ................................................................................. 8
3. Manifestasi klinik DM ..................................................................... 11
4. Pemeriksaan Diagnosis .................................................................... 12
5. Penatalaksanaan DM........................................................................ 14
6. Komplikasi DM ............................................................................... 18
B. Hipoglikemia .......................................................................................... 24
1. Pengertian ........................................................................................ 24
2. Tanda dan gejala Hipoglikemia ....................................................... 25
3. Faktor Resiko Hipoglikemia ............................................................ 27

ix
4. Pencegahan Hipoglikemia ............................................................... 27
5. Pengobatan Hipoglikemia ................................................................ 27
C. Konsep Self Care .................................................................................. 29
1. Pengertian ........................................................................................ 29
2. Teori Self Care menurut Dorothea Orem ........................................ 29
3. Aktivitas self care DM .................................................................... 31
4. Faktor yang berkontribusi terhadap self .......................................... 34
D.Penelitian terkait .................................................................................... 37
.
BAB III. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ............................................................................... 42
B. Hipotesis ............................................................................................. 43
C. Definisi Operasional ........................................................................... 44

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Rancangan Penelitian .......................................................................... 47
B. Populasi dan Sampel ........................................................................... 47
C. Tempat penelitian ................................................................................ 50
D. Waktu penelitian ................................................................................. 51
E. Etika Penelitian ................................................................................... 52
F. Alat Pengumpul Data .......................................................................... 53
G. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen ............................................. 55
H. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................... 58
I. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 59

BAB V HASIL PENELITIAN


A. Hasil Analisis Univariat .............................................................. 67
B. Hasil Analisis Bivariat ................................................................ 71
C. Hasil Analisis Multivariat............................................................. 76
1. Pemilihan kandidat multivariat............................................... 76
2. Uji Determinasi ..................................................................... 78
3. Uji F (Uji Simultant) ........................................................... 78
4. Uji asumsi Klasik Regresi Linier ganda .............................. 79
5. Persamaan Regresi linier ganda .......................................... 81

x
BAB VI. PEMBAHASAN ............................................................................. 83
A. Interpretasi Hasil dan Pembahasan ....................................................... 83
1. Uji Validitas dan Reliabilitas .......................................................... 83
2. Pengaruh kepatuhan diit terhadap kejadian hipoglikemia pada
pasien DM tipe 2 .............................................................................. 85
3. Pengaruh kesesuaian aktifitas/olahraga terhadap kejadian hipoglikemia
pada pasien DM tipe 2 ..................................................................... 86
4. Pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia Pada
pasien Dm tipe 2 .............................................................................. 88
5. Pengaruh pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia
pada pasien DM tipe 2 ................................................................. 89
6. Koefisisen detrminasi ................................................................. 90
B. Keterbatasan penelitian .................................................................... 92
C. Implikasi Keperawatan ..................................................................... 93

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 95

xi
DAFTAR TABEL
Hal

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur


dan Skala ukur Penelitian 44
Tabel 4.1 Jadual Penelitian 51
Tabel 4.2 Uji Statistic Bivariat 63
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden 68
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Pengolahan
Numerik 69
Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah Proporsi 70
Tabel 5.4 Hubungan Kepatuhan Diit Terhadap Kejadian Hipoglikemia

Tabel 5.5 Hubungan Kesesuaian olahraga/aktifitas fisik Terhadap Kejadian


Hipoglikemia 72

Tabel 5.6 Hubungan Kepatuhan Obat Terhadap Kejadian Hipoglikemia 73


Tabel 5.7 Hubungan Pengetahuan Hipoglikemia Terhadap Kejadian

Hipoglikemia 73

Tabel 5.8 Hubungan jenis kelamin Terhadap Kejadian Hipoglikemia 74

Tabel 5.9 Hubungan Tingkat Self Care Terhadap Kejadian Hipoglikemia 75

Tabel 5.10 Hubungan Kepatuhan Diit, Kesesuain Olahraga/Aktifitas fisik,


kepatuhan Obat, Pengetahuan Hipoglikemia Terhadap Kejadian
Hipoglikemia 76

Tabel 5.11 Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Ganda 79

xii
DAFTAR SKEMA
Hal
Skema 2.1 Kerangka Teoritis Pengaruh self care terhadap kejadian
hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 44
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh self care terhadap
kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 44

xiii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 5.1 Hasil Uji Asumsi Homoscedasticity 80

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 DAFTAR PUSTAKA


Lampiran 2 KUESIONER PENELITIAN
Lampiran 3 PENJELASAN PENELITIAN
Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Lampiran 5 HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Lampiran 6 GAMBAR UJI NORMALITAS HISTOGRAM
Lampiran 7 GAMBAR UJI NORMALITAS P-P PLOT of REGRESSION
STANDARIZED RESIDUAL
Lampiran 8 SURAT IZIN PENELITIAN WALIKOTA ADMINISTRASI
JAKARTA TIMUR
Lampiran 9 SURAT KETERANGAN MELAKUKAN KEGIATAN
PENELITIAN DI RSUD BUDHI ASIH JAKARTA

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Fakta baru menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Mellitus mengalami

kecendrungan terjadi peningkatan yang cepat. Berdasarkan penelitian tentang

Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and projections for

2030, diperoleh hasil bahwa diperkirakan angka prevalensi 2,8 % pada tahun

2000 dan akan meningkat menjadi 4,4 % pada tahun 2030 atau jumlah pasien

171 juta jiwa pada tahun 2000 dan menjadi 366 juta jiwa pada tahun 2030 (Wild,

et al, 2004). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2030

pasien di Indonesia diperkirakan akan berjumlah 21,3 juta orang dan menempati

urutan keempat setelah Amerika Serikat, Cina dan India (Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia / PERKENI, 2011). Saat ini dengan perubahan gaya

hidup terutama didaerah perkotaan, Diabetes Mellitus tipe 2 (DM tipe 2)

menjadi masalah yang serius. Di Jakarta misalnya prevalensi pada tahun 1980

mencapai angka 2,8% dan pada tahun 2005 menjadi 12,1 % (Budi, 2011).

DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan

oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin

yang progresif yang dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Suyono, 2011).

Klasifikasi DM berdasarkan spektrum defisiensi insulin dibagi menjadi 2 tipe

yaitu pasien yang kekurangan insulin secara absolut atau hampir total dikatakan

sebagai DM tipe 1 dan pasien DM tipe 2 yaitu pasien yang hanya menunjukkan

1
2

defisiensi insulin relatif. Selanjutnya pembahasan akan peneliti fokuskan pada

DM tipe 2 .

Ada beberapa etiologi atau penyebab terjadinya terjadinya kegagalan pankreas

sel beta pada DM tipe 2 yaitu: umur, genetik, glukotoksisitas, lipotoksisitas,

resistensi insulin, deposit amiloid dan efek inkretin (Soegondo, dkk, 2011).

Disamping faktor etiologi, ada faktor resiko DM tipe 2 yaitu diantaranya adalah

kegemukan, pola makan yang salah, proses menua. Adapun tanda dan gejala

yang dapat muncul pada pasien DM tipe 2 meliputi: poliuria (banyak kencing),

polidipsia (sering haus), kadang-kadang muncul poliphagia (banyak makan),

gangguan penglihatan dan kelemahan.

DM adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.

Seringkali DM menimbulkan komplikasi pada pasien, baik yang terjadi secara

akut maupun kronik. Komplikasi akut meliputi hipoglikemia, ketoasidosis

diabetikum (KAD), Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK).

Komplikasi kronik meliputi masalah pada makrovaskuler (gangguan pada otak,

jantung , pembuluh darah perifer), mikrovaskuler (gangguan pada mata, ginjal)

dan neorophaty. Komplikasi tersebut dapat dicegah jika pasien memiliki

kemampuan yang cukup untuk melakukan pengontrolan terhadap penyakitnya

yaitu dengan cara melakukan self care.

Self care menggambarkan perilaku pasien secara sadar pada diri sendiri. Self

care adalah salah satu teori keperawatan yang dikemukakan oleh Dorothea

Orem. Tujuan dari teori ini adalah agar perawat selalu berupaya untuk
3

meningkatkan kemandirian pasien secara optimal, sehingga dapat membantu

pasien untuk memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan

kesejahteraan (Alligood & Tomey, 2006). Perawat berupaya untuk

memandirikan pasien DM tipe 2 dalam mengelola penyakitnya sehingga

terhindar dari kejadian hipoglikemia.

Self care diabetes merupakan integrasi pendekatan self care Orem pada asuhan

keperawatan pasien DM tipe 2. Tujuan pengobatan DM akan berhasil bila

penatalaksanaan diabetes dilakukan berdasarkan kemampuan pasien untuk

melakukan tindakan secara mandiri melalui aktivitas self care.

Adapun self care yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah self care pada

pasien DM tipe 2 yang meliputi kepatuhan diet, kesesuaian olahraga/aktifitas

fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia.

Studi Pendahuluan telah peneliti lakukan pada 6 pasien DM tipe 2 di RSUD.

Budhi Asih dengan hasil sebagai berikut : 5 pasien (83,3 %) tidak melakukan

self care dengan alasan tidak / belum mengetahui tentang self care DM , 1

pasien (16,7 %) melakukan self care tetapi karena pemahaman yang kurang

tentang diet , maka pasien tersebut dirawat dengan alasan masuk karena

hipoglikemik 3 kali dalam 1 tahun . Empat pasien (66,7 %) pernah mengalami

hipoglikemik dan bahkan 3 dari 4 pasien tersebut (75 %) akhirnya dirawat

karena hipoglikemik .
4

Penelitian yang dilakukan oleh Zahra, et al(2011) tentang Self-Care Practice

and Its Associated Factors among Diabetic Patients in Urban Area of Urmia,

Northwest of Iran yang dilakukan dengan metode cross-sectional study, dengan

jumlah sampel 400 pasien diabetes yang dilakukan secara random pada 8 pusat

pelayanan kesehatan di Urmia City pada tahun 2010. Alat pengumpulan data

berupa kuisioner meliputi data demographi, status diabetes, dan praktek self care.

Praktek self care pasien diklasifikasikan dengan level baik, sedang / menengah,

dan buruk. Spearman’s rho correlation digunakan untuk menguji hubungan

antara self-care practice dan control of glycemia. Hasil penelitian yang

diperoleh adalah bahwa pasien melakukan praktek self care dengan tidak tepat

/ tidak benar. Ada hubungan yang signifikan antara self care dengan: pendidikan

(P = 0,030), durasi penyakit (P = 0,04), dan intensitas pengobatan (P = 0,001).

Kurangnya tingkat self care atau tidak tepatnya aktivitas self care, akan dapat

mengakibatkan terjadinya komplikasi pada pasien.

B. Perumusan Masalah

Prevalensi penyakit DM yang kecendrungannya meningkat dengan cepat,

peningkatan morbiditas DM yang significant di Jakarta, memberikan beban

tersendiri bagi negara Indonesia, pemerintah DKI Jakarta, keluarga dan pasien.

Hipoglikemia sebagai komplikasi akut merupakan keadaan gawat darurat yang

dapat terjadi pada perjalanan penyakit DM tipe 2. Komplikasi akut ini masih

menjadi masalah utama karena angka kematiannya yang tinggi. Setelah

penelitian yang dilakukan pada tahun 1990-1991 oleh Karsono dkk, belum ada

laporan secara lengkap mengenai hipoglikemia (Soegondo, dkk., 2011).


5

Penatalaksanaan DM adalah pengendalian kadar glukosa darah. Rendahnya

pemahaman pasien tentang perlunya aktifiitas mandiri dalam membantu

tercapainya tujuan ini, merupakan hal yang harus diantisipasi perawat sehingga

penyuluhan kesehatan yang baik dan tepat sasaran dapat membuat pasien

bertanggungjawab untuk melakukan self care. Sementara itu penelitian yang

berkaitan dengan kejadian hipoglikemia yang dihubungkan dengan self care

belum pernah diteliti dan belum ditemukan faktor yang menjadi penyebab

hipoglikemia pada pasien DM tipe 2.

Berdasarkan uraian diatas maka masalah penelitian ini adalah pengaruh self

care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD

Budhi Asih Jakarta.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh self care

(kepatuhan diit, kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik, kepatuhan obat,

pengetahuan hipoglikemia) terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien

DM tipe 2 yang melakukan rawat jalan di RSUD Budhi Asih Jakarta.

2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dalam penelitian ini adalah teridentifikasinya :

a. Pengaruh kepatuhan diet terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien

DM tipe 2
6

b. Pengaruh kesesuaian olahraga/ aktivitas fisik terhadap kejadian

hipoglikemia pada pasien DM tipe 2

c. Pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia pada

pasien DM tipe 2

d. Pengaruh pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia

pada pasien DM tipe 2

e. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien

DM tipe 2

D. Manfaat Penelitian

1. Pelayanan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi perawat untuk

melaksanakan perannya sebagai edukator di dalam memberikan asuhan

keperawatan sehingga pasien DM tipe II mampu melakukan self care-nya

dan juga mampu mencegah komplikasi : hipoglikemia.

2. Pendidikan keperawatan

Bagi bidang pendidikan , hasil ini dapat menjadi masukan untuk menambah

bahan kajian yang pada akhirnya menjadikan peserta didik mampu

melakukan perannya untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien

DM tipe 2 khususnya dalam upaya meningkatkan self care pasien DM tipe 2

sebagai cara mencegah komplikasi: hipoglikemia.

3. Perkembangan ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini sebagai masukkan yang berdampak bagi pengembangan

ilmu keperawatan untuk melakukan pendekatan asuhan keperawatan pada

pasien DM tipe 2 sesuai kebutuhan pasien.


7

4. Penelitian selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan

awal untuk melakukan penelitian selanjutnya.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai

dengan peningkatan kadar gula darah sebagai akibat dari penurunan sekresi insulin,

penurunan kerja insulin atau keduanya (ADA, 2013). DM adalah sutu penyakit yang

kronik dan progresif yang ditandai oleh ketidakmampuan tubuh dalam melakukan

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dan akibatnya adalah hiperglikemia

(Black & Hawks, 2009). Dapat disimpulkan bahwa DM adalah penyakit metabolik

yang terjadi secara kronik dan progresif, ditandai dengan adanya hiperglikemia

karena penurunan produksi insulin dan kerja insulin atau keduanya sehingga

menimbulkan perubahan atau gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein.

2. Klasifikasi DM

Klasifikasi DM mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu.

Secara umum DM dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe berdasarkan keberadaan

insulin:

a. DM tipe 1

DM tipe 1 terjadi karena kerusakan sel beta pankreas sehingga produksi insulin

mengalami kegagalan dan mengakibatkan defisiensi insulin absolute. Jumlah

pasien DM tipe 1 hanya 5 - 10 % dari jumlah seluruh pasien DM. Pada

8
9

klasifikasi awal DM tipe 1 ini disebut juga dengan Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (IDDM). Pasien DM tipe 1, mutlak membutuhkan insulin dari luar

tubuhnya. Kerusakan sel beta pancreas terjadi karena reaksi autoimun sebagai

dampak dari berbagai pencetus, salah satunya adalah proses infeksi virus seperti

virus Cocksakie, Rubella, CMV, Herpes, dan lain sebagainya hingga timbul

peradangan pada sel–sel beta (insulitis). Defisiensi insulin absolut terjadi jika

kerusakan sel beta pancreas mencapai 80 - 90% yang akan menyebabkan

gangguan metabolisme (Lewis, et al., 2011). Faktor resiko pada DM tipe 1

diantaranya adalah genetik.

b. DM tipe 2

DM tipe 2 merupakan tipe DM yang lebih umum, lebih banyak pasiennya

dibandingkan dengan DM tipe 1. Pasien DM tipe 2 mencapai 90-95% dari

keseluruhan populasi pasien DM, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-

akhir ini pasien DM tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya

meningkat (Depkes, 2005).

Etiologi DM tipe 2 merupakan multifaktor. Faktor genetik dan pengaruh

lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain

obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. Obesitas

atau kegemukan merupakan salah satu faktor predisposisi utama dimana 85 %

pasien DM tipe 2 mengalami obesitas sebelumnya (Black & Hawks, 2009).

Berbeda dengan DM Tipe 1, pada pasien DM tipe 2, terutama yang berada pada

tahap awal, umumnya dapat dideteksi bahwa jumlah insulin di dalam darahnya

cukup, tetapi kadar glukosa tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM tipe 2 bukan
10

disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin

gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut

sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju

seperti Amerika Serikat. Faktor penyebab yang dapat diidentifikasi antara lain:

obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan. Disamping

resistensi insulin, pada pasien DM tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi

insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian,

defisiensi insulin pada pasien DM tipe 2 hanya bersifat relatif atau tidak absolut.

Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi

pemberian insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan

penyakit selanjutnya pasien DM tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β

pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali pada akhirnya akan

mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga pasien memerlukan insulin eksogen.

Menurut Smeltzer & Bare (2008), faktor resiko DM adalah :

1) Riwayat keluarga menderita DM

2) Obesitas atau berat badan lebih dari atau sama dengan 20% dari berat badan

ideal

3) Ras/etnik dengan prevalensi DM tipe 2 pada kulit putih berkisar antara 3–6 %

dari orang dewasa

4) Usia, dimana usia lebih dari atau sama dengan 45 tahun dapat meningkatkan

kejadian DM

5) Hipertensi dengan tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg

6) Kadar kolesterol High Density Lipid (HDL) kurang dari atau sama dengan 35

mg/dl (0,90 mmol/L)


11

7) Kadar trigliserida lebih dari atau sama dengan 250 mg/dl (2,8 mmol/L)

8) Riwayat DM gestasional atau melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari

atau sama dengan 4 kg

3. Manifestasi klinik DM

Gejala klinis klasik pada semua tipe DM dikenal dengan trias poly yaitu polydipsia,

polypaghia dan polyuria. Gejala trias poly ini seringkali pada awalnya tidak

dirasakan oleh pasien DM tipe 2, sehingga pada pasien DM tipe 2 datang

kepelayanan kesehatan dengan gejala komplikasi yang ditimbulkan (Lewis, et al.,

2011; LeMone, 2011). Berikut ini diuraikan tanda dan gejala yang ditimbulkan dari

peningkatan gula darah pada pasien DM :

a. Polyuria

Polyuria atau sering disebut sering buang air kecil, terjadi karena adanya

akumulasi glukosa di dalam sirkulasi darah yang menyebabkan hyperosmolaritas

pada serum. Selanjutnya terjadi perpindahan cairan dari intra seluler ke dalam

sistim sirkulasi. Peningkatan volume dalam pembuluh darah meningkatkan aliran

darah ke ginjal dan hyperglikemia menyebabkan diuresis osmotic yang pada

akhirnya meningkatkan pengeluaran urine. Ambang batas ginjal terhadap kadar

glukosa darah adalah 180 mg/dL. Ketika kadar gula darah lebih dari nilai tersebut,

maka glukosa akan dikeluarkan bersama urine. Kondisi ini disebut dengan

glukosuria.

b. Polydipsia

Penurunan volume cairan di intraseluler dan peningkatan pengeluaran urine akan

menyebabkan dehidrasi tingkat sel. Mukosa mulut menjadi kering dan sensasi

haus dirasakan, maka akan menyebabkan peningkatan asupan cairan.


12

c. Polyphagia

Penurunan jumlah atau sensitifitas insulin untuk membantu memasukan glukosa

ke dalam sel, menyebabkan terjadinya penurunan metabolism dan pembentukan

energi. Penurunan energi ini akan menstimulasi pusat lapar dan pasien DM

menjadi banyak makan. Pada DM tipe 2 gejala ini tidak khas, bahkan sering tidak

terjadi, hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah insulin hanya bersifat relatif.

d. Penurunan Berat Badan

Pemenuhan kebutuhan energy akibat kegagalan penggunaan glukosa sebagai

sumber energi didapatkan dari sumber energi lain yaitu protein dan lemak.

Pemecahan asam amino (Proteolisis) terjadi pada otot yang disimpan sebagai

cadangan protein. Berkurangnya cadangan protein otot menyebabkan penurunan

berat badan.

e. Penurunan Penglihatan

Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) dapat menyebabkan

peningkatan tekanan osmotik pada mata dan perubahan pada lensa sehingga

pasien akan mengalami gangguan dalam penglihatan.

4. Pemeriksaan Diagnostik

Sejak tahun 2009, pada International Expert Committee termasuk di dalamnya

terdapat perwakilan dari American Diabetes Association (ADA), International

Diabetes Federation (IDF) dan European Association for the Study of Diabetes

(EASD), merekomendasikan pemeriksaan HbA1C sebagai uji untuk diagnosis DM.

Didiagnosis sebagai pasien DM jika di dapatkan hasil HbA1C > 6.5%. Pemeriksaan

HbA1C menggunakan metode yang telah terstandar oleh National Glycohemoglobin


13

Standardization Program (NGSP) dan Diabetes Control and Complications Trial

(DCCT) (ADA, 2013).

HbA1C atau haemoglobin glikosilate merupakan gugus heterogen yang terbentuk

dari ikatan hemoglobin dan gukosa dalam darah. Apabila hemoglobin bercampur

dengan larutan dengan kadar glukosa yang tinggi, rantai beta molekul hemoglobin

mengikat satu gugus glukosa secara irreversibel, proses ini dinamakan glikosilasi.

Glikosilasi terjadi secara spontan dalam sirkulasi dan tingkat glikosilasi ini

meningkat apabila kadar glukosa dalam darah tinggi. Pada orang normal, sekitar 4 -

6% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi hemoglobin glikosilat atau

hemoglobin A1c. Pada hiperglikemia yang berkepanjangan, kadar hemoglobin A1c

dapat meningkat hingga 18-20%. Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan

hemoglobin mengangkut oksigen, tetapi kadar hemoglobin A1c yang tinggi

mencerminkan kurangnya pengendalian DM selama 3-5 minggu sebelumnya. Setelah

kadar normoglikemik menjadi stabil, kadar hemoglobin A1c kembali ke normal

dalam waktu sekitar 3 minggu. Karena HbA1c terkandung dalam eritrosit yang hidup

sekitar 100-120 hari, maka HbA1c mencerminkan pengendalian metabolisme

glukosa selama 3-4 bulan. Pemeriksaan ini lebih menguntungkan secara klinis karena

memberikan informasi yang lebih jelas tentang keadaan pasien dan seberapa efektif

terapi diabetik yang diberikan. Peningkatan kadar HbA1c > 6.5% mengindikasikan

DM yang tidak terkendali dalam 3 bulan terakhir. Keuntungan yang lain dari

pemeriksaan ini, tidak memerlukan persiapan seperti puasa dan pengambilan darah

hanya dilakukan sekali saja (ADA, 2013; Black & Hawk, 2009). Namun demikian

HbA1C hanya dapat dilakukan pada laboratorium yang telah terstandar.


14

Pemeriksaan yang lain dan masih direkomendasikan oleh ADA(2013) maupun

PERKENI(2011) adalah pemeriksaan gula darah sewaktu, gula darah puasa, gula

darah 2 jam setelah beban. Berikut kriteria diagnosis DM menurut ADA(2013),

yaitu :

a. Adanya gejala klasik DM dengan hasil HbA1C > 6.5 % , dan pemeriksaan

menggunakan metode yang terstandart (NGSP atau DCCT), atau

b. Adanya gejala klasik DM dengan kadar glukosa plasma sewaktu > 200

mg/dL (11,1 mmol/L). Gula darah plasma sewaktu merupakan hasil

pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan

terakhir, atau

c. Adanya gejala klasik DM dengan kadar glukosa puasa > 126 mg/dL (7,0

mmol/L). Puasa diartikan tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8

jam, atau

d. Kadar gula plasma 2 jam pada Toleransi Tes Glukosa Oral (TTGO) > 200

mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, yaitu

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang

dilarutkan ke dalam air.

5. Penatalaksanaan DM

Tujuan jangka pendek dari penatalaksanaan pada pasien DM adalah menghilangkan

keluhan dan tanda dari DM, mempertahankan kenyamanan, dengan gula darah yang

terkontrol. Sedangkan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai adalah mencegah

dan menghambat progresivitas penyulit atau komplikasi seperti mikroangiopati,

makroangiopati dan neuropati. Penatalaksanaan DM ini dilakukan secara holistic dan

terpadu dengan melibatkan multidisiplin profesi (dokter, perawat, ahli gizi, edukator,
15

dan lainnya) dan keluarga sebagai sistim pendukung utama. Pilar penatalaksanaan

utama untuk DM meliputi perencanaan makanan, aktifitas fisik/olahraga jasmani,

obat berkhasiat hipoglikemik dan edukasi (Waspadji, 2011). Berikut ini penjelasan

dari 4 pilar utama pengelolaan DM :

a. Perencanaan makanan

Penekanan perencanaan makan pada pasien adalah pentingnya keteraturan pada

jadwal makan, jenis dan jumlah makanan terutama pada pasien yang

menggunakan obat penurun glukosa atau insulin ( PERKENI, 2011). Standar

komposisi makanan yang dianjurkan pada DM adalah makanan dengan

komposisi yang seimbang yaitu: karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, lemak 20-

25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress

akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan

idaman. Adapun jumlah kalori yang dibutuhkan dihitung dari berat badan idaman

dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB

untuk wanita), kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10 -

30%, untuk atlet dan pekerja keras bisa lebih banyak lagi sesuai dengan kalori

yang dikeluarkan dalam aktivitasnya). Rumus perhitungan berat badan ideal yang

dikemukakan oleh Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut : 90% x ( TB

dalam cm – 100 ) x 1 kg. Sedangkan untuk mengukur indeks masa tubuh ( IMT

), berat badan dalam cm berbanding tinggi badan kuadrat dalam meter . Kriteria

badan underweight : IMT < 18,5 ; berat badan normal: IMT 18,5 – 24,9 ;

overweight: IMT 25 – 29,9 ; obesity class 1: 30 – 34,9 ; obesity class 2 : IMT 35

– 39,9 ; obesity class 3 : IMT > 40 (Waspadji, 2011).


16

Pengaturan makan merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat

direkomendasikan bagi pasien DM. Prinsip dari perencanaan makan ini adalah

melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi pasien dan

melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individu (ADA, 2013).

Manfaat yang didapatkan dari perencanaan makan pada pasien DM antara lain:

menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic,

menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, dan pada akhirnya

meningkatkan sensitifitas insulin dan mencegah timbulnya kompliksi.

Berdasarkan penelitian di Australia , pasien DM tipe 2 yang mengalami obesitas

dan menurunkan berat badannya 13 pound dapat menurunkan resiko

atherosklerosis 20 % (Alison, 2012).

b. Aktifitas fisik/olahragaa

Aktifitas fisik/olahragaa pada pasien pasien akan membantu dalam pengendalian

gula darah, menurunkan lemak dalam darah, menurunkan berat badan, menjaga

kebugaran dan akan meningkatkan sensitifitas insulin. Prinsip aktifitas

fisik/olahragaa pada pasien DM hampir sama dengan aktifitas fisik/olahragaa

jasmani secara umum yaitu memenuhi beberapa hal seperti: frekuensi, intensitas,

durasi dan jenis. Frekuensi aktifitas fisik/olahragaa yang dianjurkan pada pasien

DM adalah dilakukan secara teratur 3-4 kali dalam 1 minggu, dengan intensitas

ringan dan sedang (60-70% maximum heart rate), dan lama aktifitas

fisik/olahragaa yang baik adalah 30 menit. Sedapat mungkin mencapai zona

sasaran 75-85% denyut nadi maksimal ( 220 - umur). Adapun jenis aktifitas

fisik/olahragaa fisik yang bermanfaat seperti aktifitas fisik/olahragaa jasmani


17

endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan,

jogging dan bersepeda.

c. Obat berkhasiat hipoglikemik

Obat yang berkhasiat sebagai hipoglikemik dibagi menjadi dua yaitu obat

hipoglikemik oral dan insulin. Terapi farmakologis atau obat, digunakan jika

penatalaksanaan melalui pengaturan makan dan aktifitas fisik/olahraga, serta

perubahan gaya hidup tidak mampu mengendalikan gula darah. Penggunaan obat

hipoglikemik oral pada pasein DM tipe 2 menjadi pilihan utama. Namun pada

kondisi kerusakan sel beta atau untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, maka

insulin eksogen juga menjadi pertimbangan untuk digunakan (Sugondo, 2011;

Suwondo, 2011; Subekti, 2011).

Obat hipoglikemik oral dibagi 4 jenis berdasarkan cara kerjanya yaitu: obat yang

memicu sekresi insulin (termasuk golongan Sulfonilurea dan Glinid), penambah

sensitivitas terhadap insulin (Biguanid dan Tiazolidindion), penghambat

glukosidase alfa dan golongan incretin memetic ( inhibitor DPP-4).

Insulin diberikan pada 20-25% penderita DM tipe 2 (Waspadji, 2011). Pada

pasien DM tipe 2 yang tidak dapat dikendalikan dengan metformin dan

sulfoniluurea, maka diberikan insulin.

d. Edukasi

Edukasi adalah kegiatan untuk merubah perilaku pasien dengan cara

meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakitnya. Berhasilnya pengobatan


18

diabetes bergantung pada kerjasama antara tenaga kesehatan dan pasien. Pasien

yang memiliki pengetahuan yang baik tentang diabetes akan mampu merubah

perilaku hidupnya dan dapat mengendalikan penyakit serta komplikasi yang

dapat terjadi.

Ada 4 tujuan jangka panjang yang diharapkan dari kegiatan edukasi atau

penyuluhan menurut Basuki (2011), yaitu: pasien dapat hidup lama dalam

kebahagiaan, pasien mampu merawat dirinya sendiri sehingga dapat mencegah /

mengurangi komplikasi, pasien tetap produktif sehingga dapat berperan di

masyarakat dan dapat menekan biaya perawatan, baik yang dikeluarkan oleh

pribadi, asuransi maupun nasional.

Penelitian yang dilakukan oleh Karakurt P & Kesickci ( 2012 ) tentang pengaruh

edukasi yang diberikan pada pasien DM tipe 2 mendapatkan kesimpulan bahwa

edukasi memberikan peningkatan self care. Pasien DM umumnya mempunyai

resiko dari pola hidup yang tidak sehat.

6. Komplikasi DM

Penatalaksanaan DM yang tidak tepat akan menimbulkan berbagai komplikasi, baik

yang disebabkan karena penurunan gula darah yang terlalu drastis maupun

peningkatan gula darah. Komplikasi yang terjadi bisa bersifat akut maupun kronik.

a. Komplikasi akut

Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah hipoglikemia, HHNK

(Hiperosmolaritas Hiperglikemia Non Ketotik) dan KAD (Ketoasidosis

Diabetikum).
19

Hipoglikemia adalah terjadinya penurunan glukosa dalam darah hingga dibawah

60 mg/dL. Pada penyandang DM, hipoglikemia biasanya terjadi peningkatan

kadar insulin yang tidak tepat, baik akibat penyuntikan insulin eksogen maupun

konsumsi OHO dengan aksi peningkatan sekresi insulin seperti sulfonylurea.

Hipoglikemi merupakan kondisi yang dapat menimbulkan kegawatan hingga

kematian. Hal ini terjadi karena glukosa merupakan komponen penting yang

dibutuhkan untuk metabolism sistim saraf pusat (otak). Pada gangguan asupan

glukosa yang berlangsung dalam beberapa menit, akan menyebabkan gangguan

pada fungsi saraf pusat dengan gejala mulai dari gangguan kognisi, penurunan

kesadaran hingga koma. Mekanisme tubuh dalam kondisi hipoglikemia yaitu

dengan melepaskan neuroendokrine dan mengaktifkan sistim saraf otonom.

Penekanan produksi insulin, produksi glukagon dan epinephrine merupakan

pencegahan terhadap hipoglikemia lanjut. Peningkatan epinephrine akan

menimbulkan manifestasi palpitasi, cemas, diaphoresis, lapar dan pucat (Lewis,

et al., 2011).

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) juga merupakan komplikasi akut yang

menyebabkan kondisi kegawatan sehingga membutuhkan pengelolaan yang cepat.

KAD suatu keadaan dekompensasi dan kekacauan metabolic yang ditandai

dengan hiperglikemia, asidosis dan ketosis dan gejala dehidrasi (Lewis,et al.,

2011; LeMone, 2011). Walaupun KAD lebih mudah terjadi pada DM tipe 1,

namun tidak sedikit penyandang DM tipe 2 juga mengalami komplikasi KAD

dan 20 % dari pasien KAD, baru diketahui menderita DM. Faktor pencetus

terjadinya KAD adalah infeksi, MCI, pancreatitis akut, penggunaan obat steroid
20

dan menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Proses terjadinya KAD dapat

diawali dengan defisiensi insulin absolute maupun relative mengakibatkan sel

tubuh tidak dapat menggunakan glukosa. Sistem homeostasis tubuh teraktivasi

sehingga cadangan glukosa dihati dan otot dikeluarkan. Kondisi ini menyebabkan

hiperglikemia yang berat. Selanjutnya terjadi peningkatan hormon

kontraregulator terutama epinephrine yang akan merangsang aktivasi hormone

lipase sensitive, lipolisis meningkat, benda keton dan asam lemak juga akan

meningkat dalam darah. Akumulasi benda keton ini akan menyebabkan asidosis

metabolic. Gejala dehidrasi terjadi diawali dengan glycosuria yang akan

menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit

seperti sodium, potasium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila

terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan

shock hypovolemik. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi

oleh peningkatan derajat ventilasi (peranafasan Kussmaul). Muntah-muntah juga

biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolit.

Hiperglikemia Hiperosmolaritas Non ketotik (HHNK) merupakan komplikasi

akut DM yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya

ketosis. Gejala klinis utama didapatkan adanya dehidrasi berat, hiperglikemia

berat dan dapat disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.

Faktor pencetus timbulnya HHNK diantaranya infeksi, pengobatan, DM tidak

terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta seperti tumor yang

menghasilkan hormone adenokortikotropin, pancreatitis dan lainnya. Pada usia

lanjut dengan DM HHNK lebih mudah terjadi khususnya lansia dengan penyakit

penyerta dan asupan nutrisi yang kurang. Proses perjalanan HHNK sama dengan
21

KAD dimana tidak tercukupinya insulin akan mengakibatkan hiperglikemia yang

pada akhirnya terjadi dieresis osmotik. Kehilangan cairan intravaskular akan

menyebabkan keadaan hiperosmolar yang akan memicu sekresi hormon anti

diuretic, rasa haus yang berkepanjangan akan dirasakan oleh pasien. Kehilangan

cairan yang tidak terkompensasi akan menimbulkan penurunan perfusi jaringan

hingga koma. Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis adanya HHNK

diantaranya adalah kadar glukosa darah yang > dari 600mg/dL, osmolaritas

serum yang tinggi >320 mOsm perkg air, pH > 7.30, dapat ditemukan adanya

ketonemia ringan atau tidak ditemukannya ketonemia. Sebagian pasien

menunjukan asidosis metabolic dengan anion gap ringan hingga berat.

Konsentrasi BUN dan kreatinin sering kali meningkat yang menggambarkan

adanya penurunan fungsi ginjal akibat dehidrasi dan akan terjadi penurunan

elektrolit.

b. Komplikasi Kronik

Hiperglikemia menyebabkan kerusakan jaringan melalui terbentuknya glikosilasi

antara glukosa dengan protein non-enzimatik Advance Glycocilation End

Products (AGES) yang berikatan dengan reseptor membran sel serta adanya

pembentukan radikal bebas reactive oxygen species (ROS) yang dapat

mengakibatkan pengendapan kolagen pada membran basalis pembuluh darah,

kerusakan endothelium, penyempitan lumen dan penurunan permeabilitas

pembuluh darah (Waspadji dalam Sudoyo, 2009). Kerusakan dinding pembuluh

darah kecil (mikroangiophaty) dapat menyebabkan neuropati, nefropati dan

retinopati.
22

Neuropati disebabkan akibat penumpukan sorbitol pada sel schwan dan neuron

sehingga mengganggu konduksi sel-sel saraf yang mempengaruhi fungsi sistem

saraf otonom, sensori dan refleks. Neuropati ditandai dengan adanya penurunan

fungsi serabut saraf secara progresif. Neuropati merupakan komplikasi yang

banyak terjadi pada DM dan diperkirakan terjadi pada 50% pasien DM baik tipe

1 maupun tipe 2 (Lin,2011).

Nefropati berhubungan dengan adanya glomerulosklerosis yang mengakibatkan

penurunan laju filtrasi glomerulus, proteinuria, hipertensi dan gagal ginjal.

Terjadinya gagal ginjal pada pasien DM tipe 2 dapat berhubungan dengan adanya

penurunan Angiotensin Concerting Enzyme (ACE 2) yang berperan dalam

melindungi ginjal.

Retinopati disebabkan adanya penumpukan sorbitol pada lensa mata yang

mengakibatkan penarikan cairan dan perubahan kejernihan lensa mata. Retinopati

diabetik merupakan penyebab kebutaan pada kelompok usia 25-74 tahun di

Amerika Serikat. Prevalensi retinopati diabetik di Amerika Serikat menunjukkan

angka cukup tinggi yaitu sekitar 28.5% yang terutama terjadi pada pasien DM

dengan usia diatas 40 tahun.

Hiperglikemia juga menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah yang

besar ( makroangiophaty ) yang berhubungan dengan terjadinya infark miokard,

stroke dan penyakit pembuluh darah tepi. Hiperglikemia menyebabkan

peningkatan pembentukan protein plasma yang mengandung glukosa seperti

fibrinogen, haptoglobin, macroglobulin alpha 2 dan faktor pembekuan V-VIII


23

yang cenderung mengakibatkan peningkatan pembekuan dan viskositas darah

yang mempermudah terjadinya trombosis. Trombosis yang disertai dengan

peningkatan kadar kolesterol Very Low Density Lipoprotein (VLDL) akan

menyebabkan makroangiopati yang memicu terjadinya penyakit jantung koroner,

hipertensi, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer (Ignatavicius & Workman,

2010). Pasien DM tipe 2 memiliki resiko tinggi untuk mengalami gagal jantung.

Kemungkinan mekanisme yang menjelaskan tentang hubungan DM tipe 2

dengan penyakit jantung adalah adanya peningkatan tekanan darah dan efek dari

metabolisme seperti hiperinsulinemia dan hiperglikemia.

Penyandang DM pada jangka waktu lama akan mengalami penurunan pada

sistim imunitas. Penurunan sistim imun dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu :

kerusakan fungsi polimorphonuclear leukosit, neuropathi diabetic dan penurunan

vaskuler. Gangguan vaskuler akan menghambat aliran darah yang membawa

oksigen, nutrisi sel darah putih dan antibody untuk proses makrofag dan

perbaikan jaringan yang rusak dan ini mengakibatkan mikroorganisme pathogen

berkembang dengan cepat. Pada kondisi ini penyandang DM akan mudah

mengalami infeksi terutama pada kaki yang mengalami luka (Hawks & Black,

2010).

Komplikasi kronik yang banyak terjadi akibat adanya komplikasi pada

makrovaskuler, mikrovaskuler maupun neuropati adalah komplikasi pada kaki

atau kaki diabetic. Sebenarnya komplikasi ini dapat dicegah dengan perawatan

kaki yang dilakukan dengan hati-hati. Jika komplikasi sudah terjadi berikan

setiap harinya untuk meyakinkan kembali bahwa apakah komplikasi sudah


24

menjadi serius. Hal ini memang akan mengambil waktu dan usaha untuk

membangun kebiasaan merawat kaki yang benar, tetapi self care sendiri adalah

sangat esensial.

Penelitian yang dilakukan oleh DCCT ( Diabetes Control and Complications

Trial ) yang melakukan penelitian yang melibatkan 1441 volunter, menghasilkan

kesimpulan bahwa dengan mengontrol kadar glukosa darah mendekati normal

sedapat mungkin akan memperlambat munculnya dan keprogresifan kerusakan

pada mata, ginjal, saraf yang disebabkan oleh DM. Pengontrolan glukosa darah

yang intensive dapat menurunkan resiko komplikasi eye desease : 76 %, kidney

desease : 50 % , nerve desease : 60 %.

B. Hipoglikemia

1. Pengertian

Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah normal.

Hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang dapat terjadi secara

berulang dan dapat memperberat penyakit diabetes bahkan menyebabkan kematian

(Boedisantoso, 2011). Walaupun hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe 1,

DM tipe 2 dapat juga mengalami kondisi hipoglikemia. Pada DM tipe 2,

hipoglikemia terjadi terutama pada pasien DM tipe 2 yang mendapatkan terapi

insulin, selain itu juga karena asupan makanan yang kurang ataupun aktivitas fisik

yang berat.

Faktor utama hipoglikemia yang menjadi fokus pengelolaan diabetes mellitus adalah

ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa secara terus menerus. Gangguan
25

asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi

sistem saraf pusat, dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma (Sudoyo,

dkk., 2006).

Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Gejala

hipoglikemia dapat dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda.

Hipoglikemia siang hari terjadi bila insulin reguler yang disuntikkan pada pagi hari

mencapai puncaknya, sementara hipoglikemia sore hari timbul bersamaan dengan

puncak kerja insulin yang diberikan pada siang hari. Hipoglikemia pada tengah

malam dapat terjadi akibat pencapaian puncak kerja insulin yang disuntikkan malam

hari (Smeltzer, 2008).

Diagnosis Hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa darah dibawah 60 – 70 mg %

dengan menunjukkan sedikit atau tidak menunjukkan gejala (adrenergic /otonomic)

dan kadar gula darah kurang dari 40 mg % dengan menunjukkan gejala ganggunan

atau kerusakan persyarafan / neuroglycopenic(Sudoyo, dkk.2006)

2. Tanda dan gejala Hipoglikemia

Hipoglikemia sering didefinisikan sesuai dengan gambaran klinisnya dan

diklasifikasikan berdasarkan Triad Whipple, yaitu :

a. Keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa darah plasma yang

rendah.

b. Kadar glukosa darah yang rendah (< 3 mmol/L hipoglikemia pada

diabetes).

c. Hilangnya secara cepat keluhan sesudah kelainan biokimiawi dikoreksi.


26

Berdasarkan kriteria diatas, hipoglikemia diabetik dibagi sebagai berikut :

a. Hipoglikemia Ringan: asimptomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada

gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.

b. Hipoglikemia Sedang: simptomatik, dapat diatasi sendiri, dan

manimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.

c. Hipoglikemia Berat: sering dengan simptomatik (tetapi kadang-kadang

tidak disertai gejala), karena gangguan kognitif pasien tidak mampu

mengatasi sendiri.

Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologi terhadap penurunan

glukosa darah tidak hanya membatasi makin parahnya perubahan metabolisme

glukosa, tetapi juga menghasilkan keluhan dan gejala yang khas. Hipoglikemia dapat

berkembang dari hipoglikemia ringan (asymptomatic hypoglycemia), sampai

hipoglikemia sedang (moderate hypoglycemia) bahkan sampai pada hipoglikemia

berat (severe hypoglycemia) (Sudoyo, dkk, 2006).

Gejala yang timbul pada hipoglikemia ringan umumya terjadi akibat aktivasi respon

symptoadrenal yang dimanifestasikan dengan kadar glukosa plasma 60 mg/dl,

berkeringat banyak, tremor, pallor, palpitasi, headache, dan tachycardia .

Pada hipoglikemia sedang (moderate hypoglycemia), terjadi gejala neuroglicopenic,

dimana kadar glukosa plasma kurang dari 45 mg/dl yang disebabkan oleh disfungsi

cerebral akibat hilangnya suplai glukosa, dengan manifestasi klinik bingung,

mengantuk, sulit bicara, inkoordinasi, perilaku yang menyimpang (tidak wajar),

gangguan visual, dan parestesi. Keadaan ini dapat berkembang ke dalam


27

hipoglikemia berat yang ditandai dengan gangguan kesadaran, koma bahkan

kematian

3. Faktor Resiko Hipoglikemia

Hipoglikemia pada pasien diabetes terjadi akibat peningkatan kadar insulin yang

kurang tepat, baik setelah penyuntikan insulin subkutan atau akibat terapi obat yang

meningkatkan sekresi Insulin, misalnya sulfonilurea. Maka akan meningkatkan kadar

glukosa darah dalam beberapa menit dan mencapai puncaknya setelah satu jam,

bahkan pemberian insulin rapid acting secara subkutan belum mampu menirukan

kecepatan peningkatan kadar puncak insulin tersebut dan baru menghasilkan puncak

konsentrasi insulin 1 – 2 jam sesudah penyuntikan, sehingga pasien rentan terhadap

hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu makan berikutnya dan pada

waktu malam hari (Sudoyo, dkk, 2006). Hampir setiap pasien yang mendapat terapi

insulin, dan sebagian besar pasien yang mendapat sulfonilurea, pernah mengalami

keadaan dimana kadar insulin pada sirkulasi tetap tinggi sementara kadar glukosa

darah sudah dibawah normal.

Menurut Sudoyo, dkk., (2006) bahwa faktor resiko yang berkontribusi menimbulkan

hipoglikemia adalah :

a. Kadar insulin berlebihan: dosis berlebihan, peningkatan bioavailibilitas

insulin : absorbsi yang lebih cepat, peningkatan sensitivitas insulin

b. Penurunan berat badan.

c. Aktifitas fisik/olahragaa jasmani, post partum, variasi siklus menstruasi.

d. Asupan karbohidrat kurang: Makan tertunda atau porsi yang kurang, Diit

slimming, anorexia nervosa., muntah, gastroparesis


28

e. Menyusui

f. Faktor lain: Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot, alkohol, obat

(salsilat, sulfonamid meningkatkan kerja sulfonilurea ; penyekat beta non

selektif ; pentamidin).

4. Pencegahan hipoglikemia

Pencegahan hipoglikemia dapat dilakukan dengan memberikan edukasi kepada

pasien mengenai obat hipoglikemik oral atau insulin yang digunakan ( kapan harus

dikonsumsi, bagaimana penyuntikan insulin yang benar seperti lokasinya, waktunya,

dosisnya dan teknik penyuntikannya). Selain itu pencegahan utama hipoglikemia

adalah pengaturan makan sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan ( sesuai

tingkat aktivitas), jenis dan jadwal.

5. Pengobatan Hipoglikemia

Pengenalan terhadap gejala hipoglikemia dan penanganan awal juga merupakan hal

penting yang harus diketahui pasien DM, sehingga tidak jatuh kepada hipoglikemia

tahap lanjut. Jika hipoglikemia sudah terjadi maka pengobatan harus segera

dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan otak lebih lanjut (Soegondo, 2011),

yaitu :

- Stadium awal: masih komposmentis, dapat diberikan gula murni 30 gr (2

sendok makan) atau sirup, permen dan makanan yang mengandung

karbohidrat mudah cerna dan insulin atau OHO tidak diberikan.

- Stadium koma hipoglikemia: segera dibawa ke pelayanan kesehatan.

Pemberian glukosa 40 % sebanyak 2 flakon intravena setiap 10- 20 menit


29

hingga pasien sadar, disertai pemberian cairan dextrose 10% perinfuse 6

jam/kolf dengan pemantauan gula darah setiap 30 menit.

C. Konsep Self Care

1. Pengertian Self Care

Self Care adalah aktivitas yang dilakukan individu secara mandiri agar dapat

tercapai tingkat kesehatan yang optimal. Self care diabetes yang efektif merupakan

bagian penting dalam perawatan pasien DM. Peningkatan aktivitas self care akan

berdampak pada peningkatan status kesehatan pasien DM. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Diabetes Control and Complication Trial (DCCT, 1993) bahwa

dengan mengontrol kadar glukosa darah senormal mungkin dapat mencegah

terjadinya komplikasi-komplikasi diabetes. Kemampuan self care seseorang sangat

berkontribusi terhadap pengontrolan kadar glukosa darah tersebut. Pernyataan ini

sangat didukung oleh beberapa penelitian lain, diantaranya Asselstine yang

mengatakan bahwa kegiatan self care yang dilakukan oleh pasien secara mandiri

dapat mencegah bahkan menunda kejadian komplikasi (Asselstine , 2012).

2. Teori Self Care menurut Dorothea Orem

Teori Orem adalah salah satu teori keperawatan yang mengemukakan tentang self

care. Self care menurut Orem adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dimana

individu melakukan suatu tindakan berdasarkan keinginan dengan tujuan untuk

mempertahankan hidup dan kesehatan serta kesejahteraan (Alligood & Tomey,

2006).

Apabila pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan self care-nya, maka perawat

harus memiliki inisiasi untuk membantu pasien tersebut sehingga pasien akan
30

mampu untuk memenuhi kebutuhan self care-nya secara mandiri (Tomey & Aligood,

2006 ).

Kerangka kerja teori Self Care Orem berfokus pada peningkatan kemampuan pasien

untuk melakukan perilaku yang berpengaruh terhadap kesehatannya. Kemampuan

tersebut dilakukann secara mandiri dengan tujuan untuk meningkatkan status

kesehatan pasien.

Kebutuhan self care yang dimiliki pasien meliputi : universal self care requisites,

development self requisites dan health deviation self care requisites. Kebutuhan

universal self requisites meliputi kebutuhan dasar yang secara umum dibutuhkan

oleh pasien, seperti : kebutuhan fisiologis ( kebutuhan udara, makanan, air, proses

eleminasi, keseimbangan aktivitas dan istitrahat, keseimbangan interaksi sosial,

pencegahan bahaya ) dan psikososial. Kebutuhan development self care requisites

meliputi kebutuhan yang berhubungan dengan proses pertumbuhan dan

perkembangan manusia. Peristiwa yang terjadi dalam siklus kehidupan dapat

berpengaruh terhadap perkembangan. Kebutuhan ini perlu dipenuhi oleh seorang

perawat agar pasien dapat melanjutkan atau meningkatkan tahap perkembangannya

dalam siklus hidupnya. Kebutuhan health deviation self care requisites adalah

kebutuhan yang berhubungan dengan gangguan atau kerusakan struktur manusia,

penyimpangan fungsi dan peran manusia, ketaatan pada regimen pengobatan,

masalah potensial terkait pengobatan, modifikasi gambaran diri, dan penyesuaian

gaya hidup.
31

Teori ini banyak menjadi dasar bagi perawat untuk melakukan intervensi

keperawatan, diantaranya adalah dalam peran perawat sebagai eduktor / penyuluh

kesehatan. Pada kegiatan penyuluhan, perawat berupaya agar pasien pada akhirnya

memiliki kemampuan sebagai individu untuk mampu bertanggung jawab secara

mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya.

3. Aktivitas self care DM

Pada Summary of Diabetes Self Care Activities ( SDSCA ) yang dikembangkan oleh

Toobert, Hampson dan Glasgow(2000), bahwa ada 6 aktivitas self care pada pasien

DM yang dapat diukur: diet, aktivitas fisik , pengukuran glukosa darah, medikasi /

obat, perawatan kaki, kebiasaan merokok. Berdasarkan judul penelitian yang akan

dilakukan, maka pengukuran aktivitas sel care DM hanya dilihat pada 4 hal yaitu :

kepatuhan diit, olahraga/aktivitas fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan

hipoglikemia

a. Kepatuhan diet

Tujuan utama pengaturan makanan pada pasien DM tipe 2 adalah

mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dan mencapai kadar

lipid yang dianjurkan, menyediakan nutrisi bagi sel, memfasilitasi penurunan

berat badan. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui sikap self care pada

dirinya yang dilakukan oleh pasien. Pada pasien DM seringkali mengalami

penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) karena ketidakpatuhan

terhadap diit. Faktor resiko hipoglikemia menurut Briscoe & Davis (2006)

pada kepatuhan diet diantaranya adalah: menunda atau tidak makan dan

makan sedikit atau karbohidrat yang tidak mencukupi.


32

b. Aktifitas fisik/olahraga

Aktifitas fisik/olahraga jasmani merupakan salah satu cara yang dianjurkan

untuk mengontrol kadar gula darah dan mencegah komplikasi DM jangka

panjang seperti kerusakan saraf dan penyakit jantung. Selain keuntungan,

aktifitas fisik/olahraga jasmani memiliki resiko yang membahayakan yaitu

terjadinya hipoglikemia. Salah satu faktor resiko hipoglikemia menurut

Briscoe & Davis (2006) adalah aktivitas yang berlebihan tanpa kompensasi

karbohidrat yang memadai. Sangat penting adanya orang pendamping saat

melakukan aktifitas fisik/olahraga jasmani untuk mengetahui gejala dan

penanganan awal jika terjadi hipoglikemia. Selain aktifitas fisik/olahraga,

pada pasien DM tipe 2 aktivitas fisik dan mental yang berat seperti stress fisik

yang berat (beban kerja yang berat) ataupun stress emosi dapat

mengakibatkan hipoglikemia. Tubuh membutuhkan energi lebih banyak.

Energi tersebut berasal dari metabolisme tubuh yang mengolah glukosa

dalam darah. Lama kelamaan, kadar glukosa menurun karena sudah berubah

menjadi energi. Jika glukosa yang terpakai terlalu banyak, maka kadar gula

darah akan turun menjadi terlalu rendah sehingga terjadi hipoglikemia. Gejala

hipoglikemia antara lain: perasaan lemah dan kelelahan, bingung, lapar,

gemetar, berkeringat dingin, nyeri kepala, pingsan atau kejang (dalam kasus

yang berat). Pencegahan terjadinya hipoglikemia saat aktifitas fisik/olahragaa

adalah: tentukan jenis olah raga yang sesuai dengan kondisi pasien dan juga

dengan dosis obat atau insulin serta pola diet, lakukan monitoring gula darah

sebelum melakukan aktifitas fisik/olahraga, ajarkan pasien cara mengenal

gejala hipoglikemia dan beritahu pasien agar segera menghentikan aktifitas

fisik/ olahraga jika merasakan gejala hipoglikemia, ajarkan pasien agar segera
33

melakukan pemeriksaan gula darah jika gejala hipoglikemia muncul dan

lakukan penanganan sesuai hasilnya.

c. Kepatuhan obat

Salah satu faktor resiko hipoglikemia menurut Briscoe & Davis (2006) pada

kepatuhan obat adalah penggunaan insulin / OHO yang berlebihan.

Berdasarkan penelitian John Richard, bahwa pada pasien DM tipe 2 dengan

pemberian OHO (Obat Hipoglikemik Oral) dalam jangka waktu tertentu

secara klinik tetap menimbulkan kondisi hiperglikemik. Pada keadaan ini

disebut dengan kegagagalan pengobatan . Jika tidak ditanganai dengan serius

untuk pengontrolan kadar glukosa darah, maka tentu saja akan menimbulkan

komplikasi bahkan kematian. Pada kondisi tersebut insulin direkomendasikan

untuk diberikan insulin (John Richard , 2010). Berdasarkan fenomena diatas

tentunya pasien harus mampu melakukan self care yang dihubungkan

dengan kepatuhan obat/ insulin agar tidak terjadi komplikasi hipoglikemia.

d. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang

terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003), sehingga pembahasan tentang

pengetahuan dalam konteks kemampuan self care DM tidak bisa lepas dari

proses terbentuknya perilaku. Menurut Benjamin Bloom (1908, dalam

Notoatmodjo, 2003) perilaku seseorang digolongkan dalam tiga ranah, yaitu

kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif berkaitan dengan

pengetahuan, dimana pengetahuan sangat berpengaruh dalam membentuk

tindakan seseorang. Ranah afektif berkaitan dengan sikap yang merupakan


34

reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu objek.

Ranah Psikomotor berkaitan dengan tindakan yang merupakan aplikasi dari

pengetahuan dan sikap terhadap suatu objek. Implikasi dari teori tersebut

terhadap self care DM adalah bahwa ranah kognitif meliputi pemahaman

tentang self care sebagai faktor yang berpengaruh pada terbentuknya

persepsi, intepretasi dan intervensi terhadap pengelolaan DM mandiri

sehingga dapat mencegah kejadian hipoglikemia. Ranah afektif meliputi

sikap yang merupakan kesiapan untuk melakukan tindakan. Tindakan self

care harus didukung selain dengan pengetahuan yang memadai juga adanya

sikap berupa kemampuan melakukan self care sehingga pasien mampu

mengelola dirinya dan pada akhirnya mampu mencegah kejadian

hipoglikemia. Pasien DM yang mengabaikan gejala hipoglikemia atau tidak

menganggap sebagai masalah yang harus diwaspadai memiliki

kecenderungan mengalami keadaan yang lebih parah (Sudoyo, dkk, 2006).

Ranah Psikomotor adalah tindakan yang merupakan aplikasi dari

pengetahuan dan penilaian terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003).

Implikasi dari tindakan adalah perilaku self care yang berupa pengaturan

makanan, pengaturan aktivitas fisik, pemantauan gula darah, kepatuhan obat.

Pasien DM yang memiliki kemampuan self care yang baik dapat mencegah

kejadian hipoglikemia.

4. Faktor yang berkontribusi terhadap self care

Secara umum perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan,

fasilitas, sikap, motivasi dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2003). Perilaku kesehatan

dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a). Faktor predisposisi (presdiposing factors)
35

mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan tradisi, norma sosial, pengalaman dan

bentuk lainnya yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. b). Faktor

pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan

kemudahan untuk mencapainya, dan c). Faktor pendorong (reinforcing factors)

adalah sikap, perilaku dan dukungan keluarga / orang terdekat serta petugas

kesehatan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi self care pasien DM:

a. Jenis Kelamin

Jenis kelamin memberikan kontribusi yang nyata terhadap self care DM.

Pasien DM dengan jenis kelamin perempuan menunjukkan perilaku self care

DM yang lebih baik dibandingkan dengan pasien berjenis kelamin laki-laki

(Jordan & Jordan, 2010)

b. Usia

Menurut Sousa et al (2005), usia memiliki hubungan positif dengan self care,

artinya semakin meningkat usia pasien maka semakin baik pula aktivitas self

care pasien DM. Peningkatan usia membuat pasien lebih matang dan

bertanggungjawab untuk menjaga dirinya. Usia semakin bertambah maka

pasien akan berfikir secara rasional tentang manfaat yang akan dicapai jika

melakukan akitivitas self care yang optimal.

c. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perilaku yang positif. Tingkat pendidikan menunjukkan korelasi positif

terhadap peningkatan pengetahuan berkaiatan dengan penerimaan suatu

informasi sehingga berkontribusi dalam perubahan perilaku (Soekanto, 2000).


36

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan terhadap

terjadinya perubahan perilaku, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan

pada seseorang, maka berarti telah mengalami proses belajar yang lebih

sering, dengan kata lain tingkat pendidikan mencerminkan intensitas

terjadinya proses belajar (Notoatmodjo, 2003). Artinya dengan tingkat

pendidikan yang lebih baik/tinggi maka penyerapan informasi tentang

pengelolaan diri (self care) DM menjadi lebih mudah dipahami, dengan

demikian maka tingkat pengetahuan self care DM akan lebih baik. Tingkat

pengetahuan self care DM yang adekuat akan mempengaruhi perilaku

aktivitas self care dalam kehidupan sehari-hari. Pada akhirnya kejadian

komplikasi hipoglikemia akan dapat diminimalkan terjadi.

d. Lama menderita DM

Lama menderita DM dan frekuensi hipoglikemia yang dialami pasien

memberikan pengalaman intrinsik sebagai proses belajar dalam

meningkatkan pengetahuan. Hal tersebut sejalan dengan teori perilaku bahwa

semakin sering mengalami atau mendapatkan stimulus maka perubahan

perilaku semakin besar (Notoatmodjo, 2003).

Pendapat ini bertentangan dengan pendapat Soedoyo dkk (2006), yang

mengatakan bahwa pada pasien DM yang lama sering dijumpai respon

simpatoadrenal yang berkurang walaupun dengan tingkat gangguan yang

bervariasi, sehingga rentan terhadap terjadinya hipoglikemia. Penurunan

epinefin dan glukagon pada penderita DM yang lama menyebabkan

hilangnya glucose counterregulation sehingga terjadi hipoglikemia yang

tidak disadari atau hypoglicemia unawareness (Sudoyo, dkk., 2006).


37

Kegagalan mengenal gejala hipoglikemia pada pasien DM lama akibat

kerusakan glucose counterregulation tersebut berpengaruh terhadap

penanganan hipoglikemia dan beresiko berkembang kedalam fase

hipoglikemia yang lebih berat.

D. PENELITIAN TERKAIT

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ali dan Jusoff (2009) tentang Barriers to

optimal control of type 2 Diabetes in Malaysian Malay Patients , yang dilakukan

secara kulitatif dengan jumlah sampel 18 partisipant memperoleh hasil dan

kesimpulan bahwa kemampuan melakukan perawatan diabetes akan lebih baik

jika mereka telah memahami penyakit diabetes dengan baik. Penyakit DM adalah

penyakit yang kompleks, untuk itu pasien perlu diberikan pendidikan sehingga

pasien dapat mengatasi penyakitnya dengan strategi mereka masing-masing yang

efektif. Faktor-faktor yang berkontribusi pada pengendalian diabetes setelah

diidentifikasi dapat digunakan dalam pengelolaan diabetes dan meningkatkan

hasil pengobatan. Menyeimbangkan hipoglikemia dan hiperglikemia adalah tugas

yang sulit bagi sebagian besar pasien, untuk itu petugas kesehatan perlu

mengatasi faktor dan hasil pengobatan pasien secara individual. Sebagai seorang

perawat yang profesional perlu memahami masalah pasien dalam mengontrol

diabetes mereka terutama kemampuan mereka untuk menyeimbangkan faktor

yang berkontribusi dan kepatuhan terhadap persyaratan pengobatan tersebut .

2. Pada tahun 2011 suatu studi literatur tentang Self care in type 2 Diabete : A

Sistimatic Literature Review on Factors Contributing to Self-Care among Type 2

Diabetes Mellitus Patients yang dilakukan oleh Mehammedsrage Abrahim


38

dengan tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi

terhadap perilaku perawatan diri pasien DM tipe 2 dengan cara mengumpulkan

database elektronik dari CINAHL, PubMed, google Scholar dengan mencari

teks penuh yang berkaitan judul tersebut. Data kemudian dianalisis melalui

program keterampilan kritisi penilaian pada 31 studi relevan yang termasuk

dalam kajian. Hasil studi ini mengungkapkan bahwa faktor demografi, faktor

dukungan sosial ekonomi dan sosial adalah faktor yang berkontribusi pada

aktivitas self care pasien DM tipe 2. Adapun faktor yang memiliki kontributor

kunci yang positif adalah usia yaitu pada usia yang lebih tua kemampuan untuk

mentaati dan kepatuhan terhadap rekomendasi standar lebih tinggi . Selanjutnya,

jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan dengan aktivitas perawatan diri

yang lebih baik. Misalnya, laki-laki jenis kelamin dikaitkan dengan lebih baik

melakukan perawatan diri seperti pada kegiatan fisik/ olahraga daripada wanita.

Tinggi pendidikan, semakin tinggi pendidikan maka melakukan aktivitas

perawatan diri DM nya akan semakin efektif. Penghasilan yang tinggi dan

dukungan sosial adalah prediktor terkuat dalam kegiatan self care pada pasien

DM tipe 2. Adapun implikasi untuk penelitian masa depan adalah adanya suatu

kebutuhan untuk penelitian lapangan lebih lanjut di negara berkembang pada

persepsi pasien dengan status sosial ekonomi rendah (dengan DM Tipe 2) pada

efektivitas manajemen perawatan diri mereka sehingga sumber daya untuk DM

Tipe 2 dapat digunakan secara efisien.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Leese et al ( 2003) tentang Frequency of severa

hipoglicemia requering emergency treatment in type 1 and type 2 diabetes ,

memperoleh hasil : bahwa kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 1 dan type
39

2 yang mendapatkan insulin memperoleh jumlah proporsi yang hampir sama

yaitu : dari sebanyak 244 episode hipoglikemia berat pada 160 pasien, 69

(7,1%) terjadi pada pasien diabetes tipe 1 dan 66 (7,3%) pada diabetes tipe 2

yang diobati dengan insulin. Adapun tipe 2 yang mendapatkan obat oral

hipoglikemik golongan sulfonyluria, kejadian hipoglikemia adalah 23 (0,8%) . 1

dari 3 kasus memerlukan penanganan dan layanan emergensi.

4. Penelitian tentang Self-care behaviors of Filipino-American adults with type 2

diabetes mellitus pada tahun 2010 oleh Jordan & Jordan memperoleh hasil bahwa

orang yang lebih tua ( < 65 tahun) dan durasi sakit yang lebih lama lebih patuh

untuk melakukan regimen pengobatan, wanita lebih banyak mengkonsumsi

sayuran dan buah-buahan dibandingkan laki-laki, pada aktivitas fisik/olahraga,

lebih sering dilakukan pada laki-laki dengan pendidikan yang lebih tinggi.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Toobert dan Glasgow tentang The summary of

diabetes self-care activities measure: Results from 7 studies and a revised scale,

yang dilakukan pada tahun 2000, memperoleh hasil bahwa SDSCA adalah

kuesioner yang sangat singkat namun dapat diandalkan dan valid untuk

mengukur manajemen diri yang berguna baik untuk penelitian maupun dalam

praktek klinik. Versi revisi dan scoring yang tepat dianjurkan untuk dibuat

untuk setiap kondisi .

6. Penelitian tentang Relationship between diabetes self management education and

self care behaviors among African American women with type 2 diabetes yang

dilakukan oleh Gumbs pada tahun 2007 dengan tujuan dari penelitian ini adalah
40

untuk mengeksplorasi sejauh mana wanita Amerika Afrika berpartisipasi dalam

pendidikan pengelolaan diri diabetes (DSME) dan dampak partisipasi pada

perilaku perawatan diri. Hasil ini menunjukkan pentingnya DSME (Diabetes

Self management Education) dalam mengembangkan strategi dan kebijakan bagi

penyedia layanan kesehatan untuk meningkatkan partisipasi pasien dalam

melakukan self care diabetes.

7. Penelitian tentang Diabetes self-management: Self-reported recommendations

and patterns in a large population, yang dilakukan oleh Ruggiero et al., pada

tahun 1997 dengan metode survai pada 2056 responden, bertujuan untuk

mengetahui manajemen diabetes karena banyak pertanyaan mengenai manajemen

diri yang tetap tidak terjawab, diantaranya tentang tingkat dan pola self care pada

pasien DM. Dari survei yang dikirim pada 2056 responden, dikembalikan

sebanyak 73,4%. Dari jumlah tersebut, 13,8% memiliki IDDM dan sisanya

memiliki NIDDM (65% dari kelompok NIDDM menggunakan insulin). Tingkat

dan pola manajemen diri konsisten dengan yang ditemukan pada penelitian

sebelumnya, yaitu, individu paling sering mengikuti regimen obat sesuai yang

diresepkan dan paling sedikit untuk mengikuti rekomendasi perubahan gaya

hidup diet dan olahraga.


41

D. Kerangka Teoritis

Skema 2.1
Kerangka Teoritis Pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2

4 PILAR UTAMA DM :
- Pengaturan Makan
- Latihan jasmani
- Obat berkhasiat Insufisiensi Insulin Relatif
hipoglikemik
- Edukasi/ pengetahuan
DM tipe 2

TIDAK TERKONTROL TERKONTROL

SELF CARE
ACTIVITIES:
- Kepatuhan
diet KOMPLIKASI AKUT KOMPLIKASI
- Kesesuaian KRONIK
olahraga/
aktivitas fisik
- Kepatuhan
obat HIPOGLIKEMIA
- Pengetahuan
hipoglikemia

GULA DARAH
TERKONTROL
FAKTOR YANG
BERKONTRIBUSI PADA
SELF CARE:
- Jenis kelamin
HIPOGLIKEMIA TIDAK
- Tingkat pendidikan
TERJADI
- Tingkat pengetahuan
hipoglikemia

Sumber : Ignatavicus & Workman, 2006; Smeltzer, Bare, 2008; Lewis, 2011; Soegondo dkk, 2011 ;
Yekta et al.,2010 ; Tomey & Alligood, 2006
42

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESA


DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep memberikan dasar konseptual pada penelitian. Kerangka

konsep mengidentifikasi jaringan hubungan antarvariabel yang dianggap penting

dalam penelitian (Sakaran, 2006 dalam Hidayat, 2007). Berdasarkan hubungan

fungsional atau perannya, variabel dalam penelitian dibedakan menjadi tiga

kelompok yaitu : variabel bebas (independent), variabel terikat (dependent) dan

variabel pengganggu/confounding (Notoatmodjo, 2010).

1. Variabel bebas / independen merupakan variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependen. Varibel independen dalam

penelitian ini adalah self care. Varibel self care terdiri dari: kepatuhan diet,

kesesuaian olahraga / aktifitas fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan

hipoglikemia.

2. Variabel dependen adalah variabel yang menjadi akibat atau variabel yang

dipengaruhi. Variabel dependen pada penelitian ini adalah kejadian

hipoglikemia.

3. Variabel confounding merupakan variabel yang mengganggu terhadap

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel

confounding dalam penelitian ini adalah : jenis kelamin.

Untuk lebih jelasnya kerangka penelitian akan digambarkan pada skema 3.1
43

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2

Variabel independen Variabel dependen

 Self care Pasien DM :

1. Kepatuhan diet Kejadian Hipoglikemia


2. Kesesuaian Olahraga/
aktifitas fisik
3. Kepatuhan obat,
4. Pengetahuan
hipoglikemia

Faktor Konfounding
: Jenis kelamin

B. Hipotesa

Hipotesis merupakan suatu pernyataan tentang hubungan yang diharapkan antara

dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris (Hidayat, 2007). Menurut

Imran dan Manaf (2010), hipotesa merupakan kesimpulan sementara yang harus

dibuktikan kebenarannya dan kondisi ini akan menjadi tolak ukur serta arah dari

penelitian yang akan dilakukan.

Hipotesa pada penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien

DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta.

2. Terdapat pengaruh kepatuhan diit terhadap kejadian hipoglikemia pada

pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta.


44

3. Terdapat pengaruh kesesuaian olahraga / aktifitas fisik terhadap kejadian

hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih

Jakarta.

4. Terdapat pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia pada

pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta.

5. Terdapat pengaruh pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian

hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih

Jakarta.

6. Terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian hipoglikemia pada

pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel penelitian akan dijelaskan dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1
Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur Penelitian

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


ukur
(1) (2) (3) (4) (5)
Self care Self care menurut Kuisioner yang Pada kuisioner Jumlah score Interval
Orem adalah berasal dari modifikasi kumulatif dari 10 kemudian
aktifitas yang modifikasi Alat SDSCA, item pertanyaan Di
dilakukan oleh ukur SDSCA jawaban berentang antara Ordinal-
seseorang dimana (Summary of menggunakan 10 s/d 40. kan
individu Diabetes Self skala likert Pengkategorian
melakukan suatu Care Activities ) (1-4) menggunakan cut
tindakan yang  tidak of point mean
berdasarkan dikembangkan pernah = 4 dari total score.
keinginan dengan oleh Toobert  kadang- 1. < mean: self
care buruk
tujuan untuk et.al, yang kadang = 3
mempertahankan meliputi  sering = 2 2. > mean: self
hidup dan kepatuhan diit,  selalu = 1 care baik
kesehatan serta kesesuaian
45

kesejahteraan olahraga/aktifitas
(Alligood & fisik, kepatuhan
Tomey, 2006). obat.

Pengetahuan Kuisioner yang Pada kuisioner Jumlah score Ordinal


hipoglikemia disusun oleh pengetahuan kumulatif dari 6
adalah peneliti hipoglikemia, item pertanyaan
Pemahaman jawaban dibagi jumlah
pasien DM tipe 2 menggunakan item pertanyaan x
tentang skala Guttman 100
hipoglikemia Pengkategorian
diabetik yang menggunakan cut
meliputi tanda of point mean
dan gejala, dari total score
penyebab dan 1. < mean :
cara penanganan. buruk
2. .≥ mean: baik

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional ukur
(1) (2) (3) (4) (5)
Hipoglikemi Kondisi yang Kuesioner yang Pada kuisioner Jumlah score Interval
merupakan akibat disusun oleh hipoglikemia, kumulatif dari 8
dari penyakit DM peneliti dan jawaban item pertanyaan.
yang pernah terdiri dari 8 menggunakan Hasil Ukur /
dialami respoden, item pertanyaan skala likert (1- interpretaasi data
dengan kriteria tentang 4). adalah mean dari
untuk penurunan pengalaman Pada score, kemudian
kadar gula darah hipoglikemia pertanyaan dibuat interval
dibawah 60 – 70 yang pernah yang bersifat Jika antara :
mg % dengan dialami oleh negatif(1 s/d 5),  selalu (> 26,5≤
gejala adrenergic pasien DM tipe jika dijawab 32)
otonom seperti : 2. jarang diberi  .sering (> 20,99
keringat dingin, scor 4, kadang- ≤ 26,5)
lapar, pusing, kadang diberi  kadang-kadang
lemas dan untuk scor 3, sering (>10,5≤20,99)
kadar gula darah diberi score 2  jarang ( >0≤
kurang dari 40 dan selalu 10,5).
mg % diberi score 1.  Tidak pernah
menunjukkan (0)
46

gejala ada pertanyaan


neoroglycopeni yang bersifat
seperti: keringat positip(6 s/d 8)
dingin, pusing, maka jika
lapar, lemas dan dijawab tidak
ditambah gejala pernah maka
bingung diberi scor 1,
(confused) sampai kadang-kadang
dengan penurunan diberi scor 2,
kesadaran. dan sering
diberi score 3,
selalu diberi
scor 4.

Jenis Jenis kelamin Kuesioner yang 1: laki-laki Nominal


kelamin yang terdiri dari diisi reponden 2: Perempuan
laki-laki dan
perempuan
47

BAB IV
METODE PENELITIAN

Pada Bab ini akan menguraikan rancangan penelitian, populasi dan sampel, tempat

penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpul data, prosedur

pengumpulan data dan analisis data.

A. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei, yaitu suatu

metode yang digunakan untuk mendapatkan dan mengumpulkan data informasi

dari beberapa individu dengan menggunakan standar pertanyaan yang terpola

dan terstruktur sesuai kebutuhan akan data, serta mengacu pada topik dan

permasalahan. Menurut Notoatmodjo (2012), penelitian survai dibagi menjadi 2

yaitu deskriptif dan analitik. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kedua

metode tersebut yaitu deskriptif analitik. Adapun pendekatannya secara

retrospektif yaitu ditemukan pasien DM tipe 2 yang telah memiliki pengalaman

hipoglikemia (variabel dependen) dan kemudian ditelusuri kebelakang

penyebabnya yaitu self care.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti. Populasi

dalam penelitian ini adalah semua pasien DM tipe 2 yang melakukan

kunjungan di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta


48

2. Sampel

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang dipilih dengan

menggunakan prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasi.

Dalam penghitungan jumlah sampel, peneliti mempertimbangkan

penggunaan 2 (dua) rumus penghitungan sampel.

a. Pada sampel yang bersifat deskriptif kategorik, maka rumus estimasi

proporsi menggunakan rumus Lameshow (Lameshow et al., dalam

Notoatmodjo (2012) : halaman 127 ; Dahlan (2010) : halaman 80), maka

jumlah sampel yang dibutuhkan adalah :

2
n = Z 1-α/2 P(1-P)
2
d

Maka hasil perhitungan jumlah sampel adalah:


2
n = (1,96) 0,50 ( 1-0,50 )
2
(0,1)
= 96

Keterangan:
n : jumlah sampel
Z1-α/2 : nilai Z berdasarkan derajat Kepercayaan yang diinginkan, 1,96
(CI 95%)
P : nilai proporsi dari populasi, karena tidak diketahui proporsi
kejadian hipoglikemia di RSUD.Budhi Asih Jakarta, maka
proporsi tersebut menggunakan ketentuan yaitu P = 0,50
d : presisi (derajat ketepatan yang diinginkan / penyimpangan
terhadap populasi) yaitu 10 %

b. Sedangkan menurut rumus Slovin yaitu penghitungan jumlah sampel

berdasarkan jumlah populasi yang sudah sudah diketahui dan lebih dari
49

100 orang (Setiadi, 2007 : 179 ; Riduwan dan Engkos, 2008 : 49),

diperoleh hasil sebagai berikut:

Rumus Slovin adalah sebagai berikut :

n = N

N ( d2) + 1

Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi ( Jumlah populasi rawat jalan DM tipe 2 tahun
2012 adalah 2493 pasien, maka dalam 1 bulan 208 orang)
d = presisis yang diinginkan ( ditetapkan 10 %)

Maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah :


n = 208

208 ( 0,1 )2 + 1

= 67,53 = 68

Maka berdasarkan kedua rumus tersebut, maka peneliti menetapkan jumlah

sampel yang digunakan adalah jumlah sampel dengan hasil yang lebih

besar yaitu 96 orang, dengan pertimbangan, semakin banyak jumlah sampel,

maka semakin mencerminkan kondisi yang sebenarnya.

Metode pengambilan sampel adalah teknik simple random sampling yaitu

pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

pada anggota populasi.

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi bias pada hasil penelitian selain

dari jumlah sampel yang representative, adalah membuat kriteria sampel

yang jelas. Terdapat dua kriteria yang ditetapkan untuk sampel , yaitu
50

kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi merupakan persyaratan

umum yang harus dipenuhi oleh subjek agar dapat diikutsertakan dalam

penelitian (Sastroasmoro & Ismail, 2010).

Adapun karakteristik sampel yang dapat dimasukkan dalam kriteria inklusi

pada penelitian ini meliputi : pasien DM tipe 2, saat dilakukan penelitian

sedang melakukan rawat jalan, pernah mengalami kejadian hipoglikemia,

bersedia menjadi responden, dan kooperatif.

Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat diikutsertakan dalam

penelitian. Peneliti menetapkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini

diantaranya adalah : pasien yang tidak bersedia menjadi responden,

memiliki keterbatasan berkomunikasi, kondisi pasien yang tidak

memungkinkan / sakit berat ataupun tidak sadar.

C. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan poliklinik ( unit rawat jalan ) RSUD Budhi Asih

Jakarta, khususnya di poliklinik penyakit dalam. Tempat penelitian ini dipilih

karena RSUD Budhi Asih merupakan rumah sakit daerah di DKI Jakarta yang

memiliki jumlah pasien rawat jalan DM tipe 2 yang cukup banyak.

D. Waktu Penelitian

Waktu penelitian pelaksanaaan adalah Bulan Juni 2013.

Tabel 4.1
Jadual Kegiatan Penelitian
51

No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyusunan

proposal

2 Ujian proposal

3 Perbaikan

proposal dan

uji etik

penelitian

4 Ijin penelitian

5 Uji validitas

dan realibilitas

6 Pengumpulan

data

7 Analisis data

8 Pembuatan

laporan

penelitian

E. Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan suatu prosedur penelitian yang harus dilakukan bagi

subyek penelitian (Polit & Hungler, 2006). Beberapa prinsip etika penelitian

tersebut meliputi:

1. Self determination. Peneliti telah memberi kebebasan kepada responden

untuk menentukan ikut berpartisipasi atau tidak dalam penelitian tanpa

memberikan sanksi apapun setelah memberikan penjelasan yang berisi tujuan

dan manfaat penelitian serta prosedur penelitian.


52

2. Privacy. Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi responden. Informasi

hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Peneliti menjelaskan kepada

semua responden bahwa semua data yang diperoleh selama penelitian dijamin

kerahasiaannya.

3. Anonymity. Selama kegiatan penelitian nama responden tidak dicantumkan

yaitu pada nama pasien menggunakan inisial dan juga peneliti menggunakan

nomor kode responden pada pojok kanan atas untuk mencegah kekeliruan

peneliti dalam memasukkan data. Identitas responden juga tidak dicantumkan

saat pengolahan data, analisis data dan penyusunan laporan hasil penelitian.

4. Informed consent.

Informed consent adalah lembar persetujuan untuk menjadi responden. Pada

lembar informed consent terdapat beberapa informasi yang berkaitan dengan

penelitian, yaitu tujuan dilakukan penelitian ini, jenis data yang dibutuhkan,

prosedur pelaksanaan penelitian, manfaat, keterjagaan kerahasiaan responden.

Adapun implementasi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pertama-tama

peneliti memperkenalkan diri kepada responden bahwa saat ini akan

dilakukan peneltian “Pengaruh self care dan pengetahuan hipoglikemia

terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD

Budhi Asih Jakarta”, dan peneliti menjelaskan bahwa responden adalah salah

satu orang yang dapat membantu tercapainya tujuan penelitian ini. Setelah

peneliti menanyakan kebersediaan responden, peneliti menjelaskan bahwa

sebagai prosedur awal pelaksanaan penelitian adalah dilakukannya informed

consent. Peneliti kemudian menjelaskan item yang ada pada informed consent.
53

Setelah semua penjelasan disampaikan maka responden dimintakan mengisi

lembar informed consent yang telah disiapkan oleh peneliti.

5. Protection discomfort. Peneliti telah menyampaikan kepada responden bahwa

apabila responden merasa tidak aman dan tidak nyaman selama penelitian

sehingga menimbulkan masalah psikologis, maka responden dapat

mengajukan pilihan untuk menghentikan partisipasinya.

F. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen kuisioner

yang digunakanan untuk mengumpulkan data demografi responden, self care

pasien DM tipe 2, pengetahuan hipoglikemia dan pengalaman hipoglikemia.

Kuisioner terdiri dari 4 bagian, yaitu: data demograf , self care( kepatuhan diit,

kesesuaian olahraga/aktifitas fisik, kepatuhan obat), pengetahuan hipoglikemia,

kejadian hipoglikemia.

1. Pada data demografi, kuisioner dikembangkan oleh peneliti sendiri yang

berisi karakteristik responden yang meliputi nama (inisial), alamat, jenis

kelamin, umur, lama menderita, pendidikan terakhir.

2. Pada variabel self care (kepatuhan diet, kesesuaian olahraga/ aktifitas,

kepatuhan obat), peneliti menggunakan kuisioner yang dimodifikasi dari

kuisioner SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activities ) yang

dikembangkan oleh Toobert, Hampson dan Glasgow ( 2000). Kuisioner self

care terdiri dari 10 item, yaitu: variabel kepatuhan diet 3 item pertanyaan,

kesesuaian aktifitas/olahraga 5 item pertanyaan dan kepatuhan obat 2 item


54

pertanyaan. Penghitungan skor yang digunakan adalah dalam satu minggu

terakhir sebelum sakit apakah : Tidak pernah dilakukan (skor 0), 1 hari (skor

1), 2 hari (skor 2), 3 hari (skor), 4 hari (skor 4), 5 hari (skor), 6 hari (skor 6)

dan 7 hari (skor 7). Kemudian dibuat skala likert (1-4).Tidak pernah(0 hari)

maka score 4, kadang-kadang(1, 2 dan 3 hari) memiliki score 3, sering(4, 5

dan 6 hari) memiliki score 2 dan selalu(7 hari) memiki score 1.

3. Pada variabel pengetahuan hipoglikemia menggunakan kuisioner yang

berisi 6 pertanyaan tentang penyebab , tanda dan gejala, penanganan

hipoglikemia mandiri oleh pasien. Skala yang digunakan adalah skala

Guttman karena skala penilaian bersifat tegas dan konsisten dan

memberikan jawaban yang tegas, benar atau salah (Hidayat, 2009). Pada

pertanyaan positip, maka jawaban responden salah diberi scor 0, dan jika

jawaban responden benar diberi scor 1. Pada pertanyaan negatip diberi scor

0 jika jawaban benar dan scor 1 jika jawaban salah. Jawaban disesuaikan

dengan kunci jawaban yang telah dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada

konsep teori. Score yang diperoleh oleh masing-masing responden

dijumlahkan, dibandingkan dengan sore maksimal kemudian dikalikan 100.

Hasil penghitungan terakhir menunjukkan nilai pengetahuan yang dimiliki

responden tentang hipoglikemia. Skor yang diperoleh kemudian

dikategorikan dengan pengetahuan baik dan buruk. Baik jika lebih dari

mean dan buruk jika kurang dari mean(cut of pont pada mean)

4. Pada variabel dependen yaitu hipoglikemia, kuisioner berisi 8 pertanyaan

tentang pengalaman hipoglikemia yang pernah dialami oleh responden.


55

Skala yang digunakan adalah skala Likert karena skala yang digunakan

adalah untuk mengukur sikap, pendapat tentang gejala atau masalah yang

dialami (Hidayat, 2009). Skala Likert yang digunakan mempunyai rentang

1-4. Pada pertanyaan yang bersifat negatif(1 s/d 5), jika dijawab tidak

pernah maka diberi scor 4, kadang-kadang diberi scor 3, sering 2 dan selalu

diberi score 1. Pada pertanyaan yang bersifat positip(6 s/d 8) maka jika

dijawab tidak pernah maka diberi scor 1, kadang-kadang diberi scor 2, dan

sering diberi score 3, selalu diberi scor 4. Kemudian score yang diperoleh

oleh masing-masing responden dijumlahkan dan dibuat interval.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instumen

1. Uji Validitas Instrumen

Uji validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa

yang memang akan diukur (Pratiknya, 2011). Uji validitas adalah untuk

mengetahui apakah item-item yang ada dalam kuisioner pertanyaan benar-

benar mengungkapkan dengan pasti apa yang akan diteliti. Adapun jenis uji

validitas yang dilakukan adalah uji validitas isi, uji validitas konstruksi, uji

validitas dengan korelasi item total (corrected item-total correlation

validity) melalui uji coba instrumen.

a. Uji validitas isi

Pengujian validitas isi dilakukan peneliti dengan membandingkan

antara isi instrument dengan topik atau materi yang akan diteliti.

b. Uji validitas konstruksi

Pada pengujian validitas konstruksi digunakan pendapat dari ahli

dibidang penelitian tersebut. Dalam hal ini setelah instrument


56

dikonstruksi tentang aspek- aspek yang akan diukur dengan

berlandaskan teori, maka selanjutnya peneliti berkonsultasi dengan

pembimbing. Setelah mendapat masukkan dari pembimbing, maka

instrument disusun.

Setelah penguji konstruksi dari ahli selesai, maka diteruskan uji coba

instrument pada sampel dari mana populasi diambil, yaitu pada 30

responden di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta.

c. Uji Validitas dengan tehnik korelasi item total Person Product

Moment.

Selain uji validitas di atas, Notoatmojo(2002) juga menguraikan

tentang uji validitas dengan korelasi item total (corrected item-total

correlation validity). Metode uji ini bertujuan untuk mengukur

kemampuan setiap item pertanyaan kuesioner dalam mengukur variable

yang akan diukur dengan rumus Person Product Moment. Suatu

variable (pertanyaan) dikatakan valid bila skor variable tersebut

berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Dapat juga

dikatakan variabelnya valid jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r

table.(Hastono, 2007).

Adapun hasil uji coba yang dilakukan dengan bantuan perangkat lunak

computer memperoleh hasil sebagai berikut:


57

- Pada variabel self care, dari 11 item pertanyaan ada 1 item yang tidak

valid yaitu pertanyaan SC/ self care 10 (validitas =0,083 dan reliabel

0,817) dan pertanyaan itu dihilangkan.

- Pada variabel pengetahuan hipoglikemia, dari 9 item pertanyaan ada

8 pertanyaan tidak valid (r hitung < r tabel) walaupun semua item

menunjukkan reliabel(> 0,70), maka pada item pertanyaan tersebut

ada yang dihilangkan (P1, P6 dan P7 ) dan ada yang tetap digunakan

namun struktur bahasa dirubah (P2, P4, P5, P8)

- Pada variabel kejadian hipoglikemia, dari 10 item pertanyaan ada 3

item yang tidak valid(r hitung < r tabel) walaupun semua pada item

tersebut menunjukkan reliabel(> 0,70), maka item pertanyaan

tersebut ada yang dihilangkan (H2 dan H10) dan ada yang digunakan

dengan merubah struktur bahasa(H7)

Karena pada hasil uji coba terdapat banyak item pertanyaan yang tidak

valid, maka pada saat seluruh sampel(n= 96) diperoleh, dilakukan uji

validitas dan reliabilitas item pertanyaan kuisioner. Adapun hasil semua

item pertanyaan yang sudah dirubah struktur bahasanya menjadi valid

(r hitung >r tabel). Untuk lebih jelas terdapat pada hasil uji validitas dan

reliabilitas terdapat pada lampiran 4.1

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas menunjukkan keajegan seandainya alat pengukur yang sama

digunakan oleh orang yang sama dalam waktu yang berlainan atau

digunakan oleh orang yang berlainan dalam waktu yang bersamaan


58

ataupun berlainan (Suryabrata, 2005). Hasil uji reliabilitas pada uji coba

30 responden di RSUD Budhi Asih dengan menggunakan metode Alpha

Cronbach memperoleh hasil semua item pertanyaan reliabel yaitu

koefisien alpha > 0,7 (Sugiyono, 2010).

H. Prosedur Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang

diperoleh dari hasil kuesioner yang diisi oleh responden. Adapun prosedur

pengumpulan data meliputi prosedur administrasi dan prosedur teknis.

1. Prosedur Administrasi

Penelitian dilakukan setelah dinyatakan lulus kaji etik oleh Komite Etik

Penelitian yang diterbitkan oleh Program Pascasarjana Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta dan memenuhi prosedur

administrasi yang berlaku di RSUD Budi Asih Jakarta, yaitu sebelumnya

melalui izin walikotamadya Jakarta Timur. Ijin penelitian ditujukan kepada

direktur RSUD Budhi Asih Jakarta melalui kepala diklat.

2. Prosedur teknis

a. Peneliti telah melakukan uji coba instrumen pada 30 responden dan

melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen.

b. Peneliti melakukan identifikasi responden yg sesuai dengan kriteria inklusi

dan ekslusi. Adapun cara pengambilan sampel adalah dengan cara random

sampling yaitu menggunakan nomor pendaftaran genap dan kelipatannya,

jika pada nomor pendaftaran genap yang diperoleh tetapi tidak sesuai

kriteria inklusi maka calon responden tersebut gugur dan dilanjutkan


59

dengan nomor genap berikutnya. Pada setiap harinya peneliti membuat

target responden 10 orang.

c. Peneliti memperkenalkan diri kepada calon responden, menyampaikan

informasi penelitian penjelasan penelitian, manfaat penelitian dan prosedur

penelitian.

d. Peneliti mengumpulkan data kuisioner yang telah diisi oleh responden

yang telah mengisi lembar persetujuan penelitian sebelumnya.

e. Data yang sudah diisi dicek ulang kelengkapannya dan setelah lengkap

data dikumpulkan dan disimpan.

f. Data yang sudah dikumpulkan diolah dan dianalisis sesuai tujuan

penelitian.

I. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Setelah data yang diperlukan terkumpul selanjutnya dilakukan proses

pengolahan sebagai berikut:

a. Pemeriksaan data (editing), yaitu memeriksa atau mengoreksi data

yang telah dikumpulkan meliputi kelengkapan, kesesuaian, kejelasan,

dan kekonsistenan jawaban, jika ditemukan tidak lengkap, tidak sesuai

ataupun tidak jelas maka responden tersebut dinyatakan gugur, dan

jumlah secara otomatis ditambahkan.

b. Pemberian kode (coding), yaitu memberi kode pada setiap komponen

variabel, dilakukan untuk mempermudah proses tabulasi dan analisis


60

data. Pemberian kode dilakukan sesudah pengumpulan data dan sesuai

dengan definisi operasional

c. Pemrosesan data (processing), setelah kuesioner terisi seluruhnya, dan

telah dilakukan pengkodean, selanjutnya dilakukan pemrosesan data

agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data

dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke komputer.

d. Pembersihan data (cleaning), yaitu memeriksa kembali data yang sudah

di-entry kedalam program komputer apakah ada kesalahan atau tidak

sebelum dilakukan analisis.

2. Analisis data

Analisa data dilakukan dengan menggunkan computer untuk mengetahui

seberapa kuat pengaruh penerapan self care (kepatuhan diit, kesesuaian

olahraga/aktifitas fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia)

terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2. Dengan tingkat

kemaknaan yang ditentukan sebesar 0.05, analisis data dilakukan dengan

melakukan uji :

a. Analisa Univariat

Analisa data ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik variable

yang diteliti. Pada data numerik hasil analisis setelah diperoleh mean,

median, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum, maka untuk

setiap variabel tersebut dikategorikan:

1) Pada variabel self care, setelah kumulatif score yang diperoleh dari

nilai kepatuhan diit, kesesuaian olahrga/aktifitas fisik dan kepatuhan


61

obat untuk setiap responden, maka pada data numerik itu dibuat

katagorik dengan membagi pada 2 katagorik, yaitu self care baik dan

buruk. Self care baik jika score lebih dari atau sama dengan mean( ≥

2,86). Sedangkan self care buruk jika score di bawah mean (< 2,86).

Setelah itu diperoleh frekuensi dan proporsi masing – masing

kelompok.

2) Pada variabel kepatuhan diit, setelah kumulatif score dari 3 item

pertanyaan tentang diit dijumlahkan, maka pada data numerik itu

dibuat katagorik dengan membagi pada 2 katagorik, yaitu diit patuh

dan diit tidak patuh. Diit patuh jika score lebih dari atau sama

dengan mean (≥ 8,99). Sedangkan diit tidak patuh jika score di

bawah mean (< 8,99). Setelah itu diperoleh frekuensi dan proporsi

masing – masing kelompok.

3) Pada variabel kesesuaian olahraga/aktifitas fisik, setelah kumulatif

score dari 5 item pertanyaan tentang kesesuaian olahraga/aktifitas

fisik dijumlahkan, maka pada data numerik itu dibuat katagorik

dengan membagi pada 2 katagorik, yaitu olahraga/aktifitas fisik yang

sesuai dan aktifitas fisik tidak sesuai. Olahraga /aktifitas fisik yang

sesuai jika score lebih dari atau sama dengan mean (≥ 13,06).

Sedangkan olahraga/ aktifitas fisik tidak sesuai, jika score di bawah

mean ≥(< 13,6). Setelah itu diperoleh frekuensi dan proporsi masing

– masing kelompok.

4) Pada variabel kepatuhan obat, setelah kumulatif score dari 2 item

pertanyaan tentang obat dijumlahkan, maka pada data numerik itu

dibuat katagorik dengan membagi pada 2 katagorik, yaitu obat patuh


62

dan obat tidak patuh. Obat patuh jika score lebih dari atau sama

dengan mean (≥ 6,56). Sedangkan obat tidak patuh jika score di

bawah mean (< 6,56). Setelah itu diperoleh frekuensi dan proporsi

masing – masing kelompok.

5) Pada variabel pengetahuan hipoglikemia, setelah score dari 6

pertanyaan dijumlahkan untuk setiap responden, maka data numerik

itu dibuat katagorik dengan membagi pada 2 katagorik, yaitu

pengetahuan baik atau buruk. Pengetahuan baik jika score lebih dari

atau sama dengan mean (≥ 2,79). Sedangkan pengetahuan buruk,

jika score di bawah mean(< 2,79). Setelah itu diperoleh frekuensi

dan proporsi masing-masing kelompok.

6) Pada variabel kejadian hipoglikemia, Pada variabel pengetahuan

hipoglikemia, setelah score dari 8 pertanyaan dijumlahkan untuk

setiap responden, maka data numerik itu dibuat katagorik dengan

membagi pada 4 interval, yaitu selalu (> 26,5≤ 32), sering (> 20,99 ≤

26,5), kadang-kadang (>10,5≤20,99) dan jarang (>0≤ 10,5). Setelah

itu diperoleh frekuensi dan proporsi masing-masing kelompok

7) Pada data jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan lama

menderita DM, maka data dianalisis sehingga diperoleh frekuensi

dan proporsi masing-masing kelompok.

b. Analisa Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bentuk hubungan atau pengaruh

diantara kedua variabel (dependent dan independent). Pada penelitian ini

analisa bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang telah


63

dirumuskan, yaitu apakah ada pengaruh antara self care dan pengetahuan

hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia dan uji statistik yang

digunakan diuraikan dalam table 4.1.

Tabel 4.2. Uji Statistic Bivariat

Variabel Independent Variabel Dependent Uji statistik

Self care Kejadian Chi Square

Kepatuhan diit hipoglikemia T-Test Independent

Kesesuain olahraga / T-Test Independent

aktifitas fisik

Kepatuhan obat T-Test Independent

Pengetahuan hipoglikemia T-Test Independent

Jenis Kelamin Uji Korelasi

c. Analisa Multivariat

Analisa multivariate merupakan tehnik analisis pengembangan dari

analisis bivariat. Analisis ini bertujuan melihat hubungan beberapa

variable (lebih dari satu variable) independent dengan satu atau

beberapa variable dependent (Hastono, 2007).

Adapun tahapan melakukan uji statistik regresi linier ganda, adalah

melakukan uji asumsi klasik regresi linier berganda, penentuan

koefisien determinan, uji F (uji Anova/ Simultan), persamaan regresi

linier ganda.

1). Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Ganda, yang terdiri dari:
64

a) Uji normalitas data

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data

berdistribusi normal atau tidak. Uji ini digunakan karena data

berskala interval dan analisis menggunakan metode parametrik,

maka persyaratan normalitas harus terpenuhi yaitu data berasal

dari distribusi yang normal. Jika data tidak berdistribusi normal,

maka uji parametrik tidak dapat digunakan.

b). Uji multikolinearitas

Uji multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya

variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel

independen lain dalam satu model atau terdapat hubungan yang

kuat diantara variabel independen. Prasyarat yang harus

terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya

multikolinearitas. Metode pengujian yang bisa digunakan

diantaranya adalah dengan melihat nilai inflation factor (VIF)

pada model regresi.

c). Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau

tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu

adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua

pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi

dalam model regresi adalah tidak adanya gejala

heteroskedastisitas.
65

2). Koefisien detrminasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana

kemampuan variabel independen ( kepatuhan diet, kesesuaian

olahraga/aktifitas fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan

hipoglikemia) mempengaruhi variabel dependen ( kejadian

hipoglikemia).

3) Uji F( Uji Simultan / Anova)

Uji F dilakukan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel

independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Jika

diperoleh P value < 0,025, maka variabel tersebut dapat dilanjutkan

pada pemodelan regresi linier ganda(Hastono, 2007)

4) Pemodelan regresi linier ganda.

a) Seleksi kandidat

Variabel kandidat dalam penelitian ini adalah variable bebas

(self care) dan variable konfonding (jenis kelamin) yang

diprediksi berhubungan dengan variable terikat (kejadian

hipoglikemia). Variabel kandidat akan dimasukan ke dalam

pemodelan multivariate jika hasil uji bivariat p value < 0.25

atau secara substansi dianggap penting

b) Pemodelan multivariate

Pada seleksi kandidat bila di dapatkan p value > 0,25, maka

variabel tersebut masuk ke dalam pemodelan awal


66

multivariate. Selanjutnya untuk mendapatkan pemodelan awal

multivariate dilakukan dengan cara mempertahankan variable

yang p value-nya < 0,05 dan mengeluarkan variable yang p

value-nya > 0,05 secara bertahap mulai dari p value yang

terbesar. Setelah itu baru dilakukan uji statistik persamaan

regresi linier berganda. Model regresi linier berganda

(Sugiyono, 2002 :257 )

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b3X4

Keterangan :

a = konstanta

b1, b2, b3 adalah koefisiens regresi variabel X1, X2, X3

X1 = variabel kepatuhan diit

X2 = variabel kesesuain olahraga/aktifitas fisik

X3 = variabel kepatuhan obat

X4 = variabel pengetahuan hipoglikemia


67

BAB V
HASIL PENELITIAN

Bab ini mendiskripsikan tentang hasil penelitian yaitu : analisis univariat berupa

karakteristik responden(umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama menderita DM,

tingkat self care, kepatuhan diit, kesesuaian aktifitas/olahraga, kepatuhan obat,

tingkat pengetahuan hipoglikemia dan kejadian hipoglikemia); analisis bivariat

berupa korelasi antara masing-masing variabel self care (kepatuhan diet, kesesuaian

aktivitas/olahraga, kepatuhan obat, tingkat pengetahuan) serta jenis kelamin terhadap

kejadian hipoglikemia serta analisis multivariat berupa menemukan faktor yang

paling dominan berhubungan dengan kejadian hipoglikemia.

A. Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing – masing

variabel, yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama menderita DM,

tingkat self care, kepatuhan diit, kesesuaian aktifitas/olahraga, kepatuhan obat,

tingkat pengetahuan hipoglikemia dan kejadian hipoglikemia.

1. Hasil analisis karakteristik responden umur, jenis kelamin, tingkat


pendidikan lama menderita DM

Uraian hasil analisis karakteristik responden berupa: umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, lama menderita DM terdapat pada tabel 5.1


68

Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Responden Pasien DM tipe 2 di Poliklinik
RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)

Jumlah Persentasi
Variabel Kategori (n = 96) ( %)
35 – 45 5
Umur 46 – 55 26 5,25
(tahun) 56 – 65 47 27,1
66 – 75 18 48,9
18,75
Jenis Kelamin Laki -Laki
30 31,3
Wanita
66 68,7
SD 28 29.2
Tingkat SLTP 23 24.0
Pendidikan SLTA 34 35.4
AKADEMI/PT 11 11.5

Lama 0–1 8 8,3


Menderita DM 2 – 5 27 28,1
(tahun) 6 – 10 43 44,8
> 10 17
17.7

Pada karakteristik umur terlihat responden termuda terdapat pada usia 35

tahun dan kunjungan pasien DM tipe 2 yang datang ke pliklinik RSUD Budhi

Asih diatas usia 45 tahun(94,75%). Proporsi terbanyak pada rentang usia 56

– 65 tahun(48,9%).

Pada jenis kelamin terlihat perbandingan kunjungan pasien DM tipe 2 antara

wanita dan laki=laki sebanyak 2 : 1. Wanita(68,7%) memiliki proporsi lebih

banyak daripada laki-laki (31,3%).

Pada tingkat pendidikan, terlihat yang memiliki pendidikan tinggi(Akademi /

PT) hanya 11,5%. Tingkat pendidikan rendah(SD dan SMP) hampir separuh

dari responden yaitu sebanyak 53,2%.


69

Pada lama menderita, proporsi terbanyak antara 5 - 10 tahun(44,8%). Hal ini

sesuai jika dibandingkan dengan proporsi terbanyak pada usia dengan

rentang usia 56 – 65 tahun(48,9%). Adapun pasien yang lama menderitanya

antara 0 – 1 tahun hanya 8,3%.

2. Hasil analisis karakteristik kepatuhan diit, kesesuaian olahraga/ aktifitas


fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia, tingkat self care
dan kejadian hipoglikemia

Tabel 5.2
Distribusi Karakteristik Berdasarkan Pengolahan Numerik Pada
Kepatuhan Diit, Kesesuaian Olahraga/ Aktifitas Fisik,
Kepatuhan Obat Pada Pasien DM tipe 2 di Poliklinik
RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)

Mean Standar Minimum- 95% skewness Standar


deviasi maksimum CI error
Self care 28,57 4,364 12-36 27,69- -1.221 0,246
29,46

Kepatuhan diit 8,99 2,065 3-12 8.57- -0.748 0,246


9,41

Kesesuaian 13,06 2,348 4-16 12.59 – -1.213 0,246


olahraga/ 13,46

aktifitas fisik
Kepatuhan obat 6,56 1,520 2-8 6,25- -1.461 0,246
6,87

Pengetahuan 2,79 3,881 0-6 2,51-3,07 0,091 0,246


hipoglikemia
Hipoglikemia 20,99 3,881 13-29 20.20- 0,123 0,246
21,78
70

Tabel 5.3
Distribusi Karakteristik Berdasarkan Jumlah Proporsi Pada Kepatuhan
Diit, Kesesuaian Olahraga/ Aktifitas Fisik, Kepatuhan Obat,
pengetahuan hipoglikemia, tingkat self care, kejadian
hipoglikemia Pasien DM tipe 2 di Poliklinik
RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013 (n= 96)

Jumlah Persentasi
Variabel Kategori (n = 96) ( %)
Kepatuhan Diit Diit Patuh 61 63,5

Diit Tidak Patuh 35 26,5


Kesesuaian Olahraga/ Olahraga/ Aktifitas 49 51
Aktifitas fisik sesuai
Olahraga/ Aktifitas
fisik tidak sesuai 47 49
Kepatuhan Obat Obat Patuh 65 67,7

Obat Tidak Patuh 31 2,3

Pengetahuan Pengetahuan
56 58,3
hipoglikemia hipoglikemia baik
Pengetahuan
40 41,7
hipoglikemia
buruk
Self care Self care baik 54
56,25
Self care buruk 42 43,75

Kejadian Sering 12 12,5


hipoglikemia
Kadang-kadang 33 34,4

Jarang 51 53,1

Pada variabel kepatuhan diit terlihat diit patuh lebih besar proporsinya

dibandingkan diit tidak patuh. Jika dibuat perbandingan, maka diit patuh

dibandingkan diit tidak patuh adalah 2,3 : 1.

Pada variabel kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik diperoleh hasil bahwa

proporsi responden yang melakukan kesesuaian olahraga hampir sama

dengan responden yang tidak melakukan olahraga/ aktifitas fisik yang

sesuai.
71

Pada kepatuhan obat, diperoleh hasil bahwa responden yang patuh obat

proporsinya jauh lebih banyak dibandingkan tidak patuh obat. Perbandingan

patuh obat dengan yang tidak mendekati 2 : 1.

Pada variabel pengetahuan hipoglikemia diperoleh hasil bahwa tingkat

pengetahuan hipoglikemia yang baik memperoleh hasil yang lebih tinggi,

yaitu mencapai 58,3%, atau dengan kata lain perbandingan pengetahuan

yang baik dan buruk adalah 1,3 : 1.

Pada variabel Self care diperoleh hasil self care baik proporsinya lebih besar

dibandingkan self care buruk.

Pada kejadian hipoglikemia diperoleh bahwa responden yang jarang

mengalami hipoglikemia lebih banyak (53,1%) dibandingkan yang kadang-

kadang(34,4%) dan yang mengalami hipoglikemia(12,5%).

B. Hasil Analisis Bivariat

1. Hubungan/ pengaruh kepatuhan diit terhadap kejadian hipoglikemia

Deskripsi hasil penelitian pengaruh kepatuhan diit pada kejadian

hipoglikemia akan diuraikan pada tabel 5.4.

Tabel 5.4
Distribusi Rata-Rata Kejadian Hipoglikemia Menurut Kepatuhan Diit
Pada Pasien DM tipe 2 di oliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)

Kepatuhan diit Mean SD SE P value N


Diit patuh 21,85 3,723 0,477 0,004 61

Diit tidak patuh 19,49 3,737 0,632 35


72

Rata-rata kejadian hipoglikemia pada diit yang patuh adalah 21,85 dengan

standar deviasi 3,723, sedangkan untuk diit tidak patuh rata-rata kejadian

hipoglikemia 19,49 dengan standar deviasi 3,737. Hasil uji statistik diperoleh

nilai P value 0,004, yang berarti pada alpha 5% terlihat ada pengaruh yang

signifikan antara kejadian hipoglikemia terhadap kepatuhan diit.

2. Hubungan/ pengaruh kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik terhadap


kejadian hipoglikemia

Pada tabel 5.5 diperoleh hasil bahwa rata-rata kejadian hipoglikemia pada

olahraga/aktifitas fisik yang sesuai adalah 22,29 dengan standar deviasi 3,846,

sedangkan untuk olahraga/aktifitas fisik yang tidak sesuai rata-rata kejadian

hipoglikemia 19,64 dengan standar deviasi 3,467. Hasil uji statistik diperoleh

nilai P value 0,001, yang berarti pada alpha 5% terlihat ada pengaruh yang

signifikan antara kejadian hipoglikemia terhadap kesesuaian

olahraga/aktifitas fisik.

Tabel 5.5
Distribusi Rata-Rata Kejadian Hipoglikemia Menurut
Kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik Pada Pasien DM tipe 2 di
Poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)

Kesesuaian Mean SD SE P value N


olahraga/aktifitas
fisik
Olahraga/aktifitas 22,29 3,846 0,549 0,001 49
fisik yang sesuai

Olahraga/aktifitas 19,64 3,467 0,506 47


fisik yang tidak
sesuai
73

3. Hubungan/pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia

Pada tabel 5.6 terlihat statistik deskriptif yang menyatakan bahwa rata-rata

kejadian hipoglikemia pada patuh obat adalah 20,10 dengan standar deviasi

3,682, sedangkan untuk tidak patuh obat rata-rata kejadian hipoglikemia

21,42 dengan standar deviasi 3,929. Hasil uji statistik diperoleh nilai P value

0,120, yang berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada pengaruh yang signifikan

antara kejadian hipoglikemia terhadap kepatuhan obat.

Tabel 5.6
Distribusi Rata-Rata Kejadian Hipoglikemia Menurut Kepatuhan Obat
Pada Pasien DM tipe 2 di oliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)

Kepatuhan Obat Mean SD SE P value N

Patuh Obat 20,10 3,682 0,661 0,120 31

Tidak Patuh 21,42 3,929 0,487 65


Obat

4. Hubungan/pengaruh pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian


hipoglikemia

Deskripsi hasil penelitian pengaruh kepatuhan diit pada kejadian hipoglikemia


akan diuraikan pada tabel 5.7

Tabel 5.7
Distribusi Rata-Rata Kejadian Hipoglikemia Menurut Pengetahuan
Hipoglikemia Pada Pasien DM tipe 2 di oliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta,
Juni 2013(n= 96)

Pengetahuan Mean SD SE P value N


Hipoglikemia

Pengetahuan 22,38 3,793 0,507 0,000 56


Baik
Pengetahuan 19,05 3,129 0,495 40
Buruk
74

Rata-rata kejadian hipoglikemia pada pengetahuan yang baik adalah 22,38

dengan standar deviasi 3,793, sedangkan untuk pengetahuan buruk rata-rata

kejadian hipoglikemia 19,05 dengan standar deviasi 3,129. Hasil uji statistik

diperoleh nilai P value 0,000, yang berarti pada alpha 5% terlihat ada pengaruh

yang signifikan antara kejadian hipoglikemia terhadap pengetahuan

hipoglikemia.

5. Hubungan/pengaruh Jenis Kelamin terhadap kejadian hipoglikemia

Tabel 5.8
Hubungan/ Pengaruh jenis kelamin Terhadap Kejadian Hipoglikemia
Pada Pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD Budhi Asih
Jakarta, Juni 2013(n= 96)

Uji Korelasi
Variabel r R2 P value

Jenis Kelamin 0,208 0,043 0,042

Pada uji korelasi denganl uji statistik di atas menunjukkan nilai p value 0,042

(p > 0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan/ pengaruh yang signifikan

antara jenis kelamin dengan kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2.

Pada tabel tersebut terlihat bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian

hipoglikemia menunjukkan hubungan dengan derajat rendah.


75

6. Uji hipotesa selfcare terhadap kejadian hipoglikemi pada pasien DM


tipe 2

Tabel 5.9
Hubungan/ Pengaruh Tingkat Self Care Terhadap Kejadian
Hipoglikemia Pada Pasien DM tipe 2 di Poliklinik
RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)

Hipoglikemia Pearson
Chi-
sering jarang TOTAL Square
kadang -kadang (P value)

Self Self care 10 19 13 42


care buruk 23.8% 45.2% 31.0% 100.0%
Self care 2 14 38 54 0,000

baik 3.7% 25.9% 70.4% 100.0%


Total 12 33 51 96
12.5% 34.4% 53.1% 100.0%

Hasil analisis pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia diperoleh

bahwa ada sebanyak 10 (23,8%) self care buruk mengalami kejadian

hipoglikemia yang sering. Sedangkan diantara responden yang melakukan

self care baik, ada 2 (12,5%) responden yang mengalami kejadian

hipoglikemia yang sering. Hasil uji statistik diperoleh P= 0,000 dengan

demikian dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara

pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia.

C. Hasil Analisis Multivariat

Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui faktor yang paling dominan

mempengaruhi kejadian hipoglikemia adalah analisis multivariat dengan

menggunakan regresi linier ganda. Analisis multivariat dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut :


76

1. Pemilihan kandidat multivariat

Tabel.5.10
Pengaruh/ hubungan kepatuhan diit, kesesuaian olahraga/Aktifita Fisik,
Kepatuhan Obat dan Pengetahuan Hipoglikemia terhadap Kejadian
Hipoglikemia Pada Pasien DM Tipe 2 di Poliklinik
RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)

Koofisien Kategori P value


korelasi hubungan
Kepatuhan diit 0,445 Sedang dan 0,000
positip
Kesesuaian olahraga 0,403 Sedang dan 0,000
/aktifitas fisik positip

Kepatuhan obat 0,142 Rendah dan 0,168


positip
Pengetahuan 0,447 Sedang dan 0,000
hipoglikemia positip

Pada uji korelasi kepatuhan diit dengan kejadian hipoglikemia menunjukkan

nilai p value 0,000 (p > 0,025) yang berarti terdapat hubungan/ pengaruh

yang signifikan antara kepatuhan diit terhadap kejadian hipoglikemia pada

pasien DM tipe 2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pengaruh kepatuhan diit

terhadap kejadian hipoglikemia menunjukkan hubungan dengan derajat

sedang dan berpola positif, artinya semakin patuh terhadap diit maka

pencegahan kejadian hipoglikemia semakin tinggi.

Pada uji korelasi kesesuaian olahraga/aktifitas fisik dengan kejadian

hipoglikemia menunjukkan nilai p value 0,000 (p > 0,025) yang berarti

terdapat hubungan/ pengaruh yang signifikan antara kesesuaian olahraga/

aktifitas fisik terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2. Pada

tabel tersebut terlihat bahwa pengaruh kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik

terhadap kejadian hipoglikemia menunjukkan hubungan dengan derajat


77

sedang dan berpola positif, artinya semakin melakukan kesesuaian

olahraga/aktifitas fisik maka pencegahan kejadian hipoglikemia semakin

tinggi.

Pada uji korelasi kepatuhan obat dengan kejadian hipoglikemia menunjukkan

nilai p value 0,168 (p > 0,025) yang berarti tidak terdapat hubungan/

pengaruh yang signifikan antara kepatuhan obat terhadap kejadian

hipoglikemia pada pasien DM tipe 2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa

pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia menunjukkan

hubungan dengan derajat rendah.

Pada uji korelasi tingkat pengetahuan hipoglikemia dengan kejadian

hipoglikemia menunjukkan nilai p value 0,000 (p < 0,025) yang berarti

terdapat hubungan/ pengaruh yang signifikan antara tingkat pengetahuan

hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2. Pada

tabel tersebut terlihat bahwa pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian

hipoglikemia menunjukkan hubungan dengan derajat sedang.

Berdasarkan hasil uji korelasi maka yang menjadi kandidat variabel yang

akan dilanjutkan pada analisis multivariat dengan regresi linier ganda adalah:

kepatuhan diit, kesesuaian olahraga / aktifitas fisik, pengetahuan

hipoglikemia. Karena secara substansi kepatuhan obat sangat penting, maka

kepatuhan obatpun tetap dimasukkan.


78

2. Uji Determinasi

Langkah selanjutnya pada analisis multivariat setelah menentukan variabel

yang diikutkan pada pemodelan multivariat berdasarkan analisis bivariat

adalah menentukan koefisien determinasi.

Pada pengolahan data hasil penelitian dengan bantuan komputer diperoleh

hasil koefisien determinasi untuk variabel kepatuhan diit, kesesuaian

olahraga/aktifitas fisik, kepatuhan obat dan tingkat pengetahuan hipoglikemia

terhadap kejadian hipoglikemia sebesar 0,353. Hal ini berarti bahwa keempat

variabel tersebut yaitu kepatuhan diet, kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik,

kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia dapat menjelaskan kejadian

hipoglikemia sebesar 35,3 % sedangkan sisanya oleh variabel lain.

3. Uji F (Uji Simultan)

Pada pengolahan data dengan bantuan komputer diperoleh hasil P value

dengan Uji F(Anova) adalah 0,000, artinya bahwa persamaan garis regresi

secara keseluruhan (simultan) sudah signifikan. Dari penghitungan diperoleh

hasil nilai F hitung = 12,413 dengan tingkat signifikansi 0,05 dan df1 = 4 ( 5-

1) dan df2 = 92 (96-4) , diperoleh hasil nilai F tabel adalah 2,46. Dengan

demikian F hitung (12,413) > F tabel (2,46) . Maka dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa keempat variabel tersebut yaitu kepatuhan obat,

kesesuaian aktifitas/olahraga, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia

memberikan kontribusi bersama-sama terhadap kejadian hipoglikemia.

Dengan demikian model regresi linier layak digunakan untuk memprediksi,


79

artinya Ho ditolak dan Ha gagal ditolak yang berarti terdapat pengaruh

bersama-sama antara variabel independen terhadap variabel dependen.

4. Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Ganda

Tabel 5.11
Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Ganda Pada Variabel Kepatuhaan Diit,
Kesesuaian Olahrga/ Aktifitas Fisik. Kepatuhan obat, Pengetahuan
Hipoglikemia Terhadap Kejadian Hipoglikemia Pada
Pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD Budhi Asih
Jakarta, Juni 2013(n= 96)

Uji Anova Un
Variabel Constanta (uji F) VIF Dubin standardized
P value Watson Coeficients
10,260

Kepatuhan diet 1.239 0,586

Kesesuaian
olahraga/ 1.279 0,318
aktifitas fisik
0,000 1,765

Kepatuhan obat 1.177 -0,196

Pengetahuan
hipoglikemia 1.143 0,926

a). Uji Normalitas Data

Pada uji normalitas data diperoleh data yang terdistribusi normal. Dasar

pengambilan keputusan dalam uji normalitas adalah jika data menyebar

disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal pada Uji

Normalitas Normal P-P Plot of Regression Standarized Residual maupun

grafik histogram (lampiran gambar 5.1 dan 5.2 ).


80

b). Asumsi multikolinearitas

Dalam regresi linier tidak boleh terjadi sesama variabel independen

berkorelasi secara kuat. Untuk mendeteksi collinearity dapat

diketahui nilai VIF (Variance Inflation Factor). Bila nilai VIF lebih

dari 10 maka mengindikasi telah terjadi collinearity. Hasil

penghitungan collinearity keempat variabel tersebut di bawah 10

sehingga keempat variabel ini memenuhi syarat pemodelan regresi

linier ganda (lihat tabel 5.10 ).

1) Asumsi Homoscedasticity

Varian nilai variabel Y sama untuk semua nilai variabel X.

Homoscedasticity dapat diketahui dengan melakukan pembuatan

plot residual. Pada hasil penghitungan dengan bantuan komputer

diperoleh hasil titik tebaran tidak berpola tertentu dan meyebar

merata disekitar garis titik 0 maka dapat disimpulkan bahwa keempat

variabel inimemiliki nilai varian Homogen pada setiap nilai x,

dengan demikian asumsi homoscedasticity terpenuhi. Hasil

penghitungan asumsi homoscedasticity terdapat pada gambar 5.3


81

5. Persamaan Regresi Linier Berganda

Setelah terpenuhinya asumsi regresi linier ganda maka dengan bantuan

komputer diperoleh rumus pemodelan regresi linier ganda pada penelitian

ini, yaitu seperti pada tabel 5.11

Persamaan Regresi Linier Ganda yang dapat digunakan adalah =

Y = 10,260 + 0,586 X1 + 0,318 X2- 0,196 X3 + 0,926 X4

Dimana :
Y = kejadian hipoglikemia
X1 = kepatuhan diet
X2 = kesesaian aktifitas/olahraga
X3 = Kepatuhan obat
X4 = pengetahuan hipoglikemia
82

Dengan model persamaan regresi linier ganda, kita dapat memperkirakan

kejadian hipoglikemia dengan menggunakan variabel kepatuhan diet,

kesesuaian aktifitas/olahraga, kepatuhan obat dan pengetahuan

hipoglikemia. Adapun arti koefisien B untuk masing-masing variabel

adalalah :

a. Setiap peningkatan 1 (satu) skor tingkat kepatuhan diet, maka skor

tingkat pencegahan kejadian hipoglikemia akan naik sebesar 0,586

satuan dengan asumsi variabel lainnya konstan

b. Setiap peningkatan 1 (satu) skor tingkat kesesuaian aktifitas/olahraga,

maka skor tingkat pencegahan kejadian hipoglikemia akan naik sebesar

0,318 satuan dengan asumsi variabel lainnya konstan

c. Setiap peningkatan 1 (satu) skor tingkat kepatuhan obat, maka skor

tingkat kejadian pencegahan kejadian hipoglikemia akan menurun

sebesar 0,196 dengan asumsi variabel lainnya konstan

d. Setiap peningkatan 1 (satu) skor tingkat pengetahuan hipoglikemia,

maka skor tingkat pencegahan kejadian hipoglikemia akan meningkat

sebesar 0,926 dengan asumsi variabel lainnya konstan


BAB VI
PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil penelitian berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan teori

dan hasil penelitian sebelumnya. Pembahasan ini terdiri atas intepretasi, keterbatasan

penelitian dan implikasi dalam keperawatan.

A. Intepretasi Hasil dan Pembahasan

1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pada penelitian deskriptif data valid yang terkumpul menjadi hal utama. Upaya

yang dilakukan agar diperoleh data valid, sangat tergantung pada instrumen

kuisioner yang kita buat. Agar diperoleh maksud tersebut maka ada beberapa

strategi yang perlu dipikirkan sebelum menyusun instrumen pertanyaan atau

kuisioner.

Pada perumusan item pertanyaan, ada beberapa hal yang harus dilakukan terlebih

dahulu yang dirasakan peneliti berdasarkan hasil uji validitas pada uji coba

instrumen, yaitu : kita harus mengenal terlebih dahulu kemampuan kognitif

responden, mengenal motifasi keterlibatan responden, perumusan pertanyaan

terlalu mudah sehingga tanpa memperhatikan dengan seksama maksud pertanyaan

tersebut responden sudah langsung menjawab, perumusan pertanyaan tidak terlalu

sulit untuk bisa dipahami (bahasa terlalu panjang), pertanyaan mempunyai

jawaban yang tidak mengarah sehingga biasanya responden tidak akan langsung

menjawab tanpa membaca lengkap atau berfikir hati-hati.


84

Pada dimensi kuisioner self care yang diambil dari penelitian terlebih dahulu yang

sudah dilakukan berulangkali(item pertanyaan self care yang diambil dari

SDSCA/ Summary of Diabetes Self Care Activitities Measure yang dibuat oleh

Toobert dkk, 2000) memiliki hasil valid untuk setiap item pertanyaannya. Hanya 1

yang tidak valid dan dihilangkan yaitu pada dimensi kepatuhan obat yang peneliti

buat sendiri. Penyebab ketidakvalidan pada 1 item self care tersebut adalah karena

struktur bahasa dan kalimat yang yang terlalu panjang sehingga sulit dipahami

terutama jika diisi oleh responden dengan tingkat pendidikan rendah.

Pada dimensi pertanyaan mengenai pengetahuan hipoglikemia, dari awal 9

pertanyaan pada uji coba, ada 6 item pertanyaan yang tidak valid dan akhirnya ada

3 item pertanyaan yang dihilangkan dan 3 item pertanyaan yang masih digunakan.

Penyebab yang terjadi menurut peneliti setelah dianalisa adalah instrumen yang

diberikan untuk uji coba pada dimensi pengatahuan hipoglikemia sangat mudah

ditebak/dijawab responden dan memiliki jawaban yang mengarah. Pada item

pertanyaan yang tidak valid tetapi masih digunakan pada saat penelitian

sesungguhnya, item-item pertanyaan tersebut menjadi valid, setelah struktur

bahasa dirubah.

Pada dimensi pengalaman kejadian hipoglikemia yang disusun sendiri oleh

peneliti, diperoleh hasil kevalidan dari 10 item pertanyaan, 3 item pertanyaan

yang tidak valid. 2 item pertanyaan dihilangkan dan 1 tetap digunakan dengan

dirubah struktur bahasanya.


85

2. Pengaruh kepatuhan diet terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM


tipe 2

Pada penelitian ini, peneliti memperoleh hasil bahwa ada pengaruh yang

signifikan kepatuhan diet terhadap kejadian hipoglikemia dan pada karakteristik

responden diperoleh hasil frekuensi diet patuh lebih tinggi (63,5%) dibandingkan

diet tidak patuh (36,5%).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ruggerio, et.al (1997) tentang Diabetes Self

Management, diperoleh hasil yang berbeda dengan peneliti. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Ruggerio diperoleh hasil bahwa individu yang dapat mematuhi

rekomendasi perubahan gaya hidup seperti diet jumlahnya paling sedikit

dibandingkan dengan yang mematuhi rekomendasi obat. Menurut peneliti, salah

satu yang menunjang kondisi ini adalah karena kunjungan dan frekuensi

responden lebih banyak pada wanita (68,7%). Pendapat ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Jordan & Jordan (2010) yang melakukan penelitian

tentang Self care behaviors of Filipino-American adults with tipe 2 Diabetes,

diperoleh hasil bahwa wanita lebih patuh pada diet yang direkomendasikan.

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes

(Soegondo, dkk, 2011). Penatalaksanaan nutrisi pada pasien diabetes diarahkan

untuk mencapai tujuan berikut : memberikan semua unsur makanan esensial

(misalnya vitamin dan mineral), mencapai dan mempertahankan berat badan yang

sesuai, memenuhi kebutuhan energi, mencegah fluktuasi kadar glukosa darah

setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal

melalui cara-cara yang aman dan praktis, menurunkan kadar lemak darah jika

kadar ini meningkat. Adapun Perencanaan makan pada pasien diabetes mellitus
86

terdiri dari perencanaan : unsur karbohidrat yang berupaya meningkatkan

konsumsi karbohidrat kompleks khususnya yang berserat tinggi seperti roti

gandung utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta/ mie yang berasal dari gandum;

unsur protein yang mencakup penggunaan beberapa makanan sumber protein

nabati untuk membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh; unsur

lemak dengan pembatasan jumlah lemak jenuh.

3. Pengaruh kesesuaian aktifitas/olahraga terhadap kejadian hipoglikemia


pada pasien DM tipe 2

Berdasarkan pengolahan data dengan Uji T independen, diperoleh hasil terdapat

pengaruh yang signifikan antara kesesuaian aktifitas/olahraga terhadap kejadian

hipoglikemia.

Frekuensi responden yang melakukan kesesuaian aktifitas/olahraga dengan yang

tidak melakukan kesesuaian aktifitas/olahraga jumlahnya mendekati sama, yaitu

pada yang sesuai 51% dan yang tidak sesuai 49%. Hal ini dapat dihubungkan

dengan adanya pengetahuan yang telah dimiliki dalam melakukan perawatan diri

sehubungan dengan penyakit DM (tingkat pengetahuan hipoglikemia baik pada

responden mencapai 58,3%).

Salah satu penyebab pasien mengalami hipoglikemia karena pengaruh variabel

aktifitas/olahraga pada penelitian ini adalah karena pasien belum makan terlebih

dahulu sebelum melakukan aktifitas/olahraga dikarenakan faktor kebiasaan dan

juga dikarenakan ketidaktahuan efek aktifitas terhadap kejadian hipoglikemia.


87

Olahraga sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat

menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler.

Olahraga akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan

penggunaan glukosa sebagai sumber energi. Menurut Ermita(2011) pasien

diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/ dl dan menunjukkan

adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan olahraga sebelum pemeriksaan

keton urin menjadi negative dan kadar glukosa darah telah mendekati normal.

Olahraga dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi

glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormone ini membuat

hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.

Secara ringkas olahraga perlu diperhatikan prinsip FITT, yaitu: Frekuensi (jumlah

olahraga perminggu: dianjurkan 3 – 5 kali perminggu); Intensitas (ringan dan

sedang); Time (30 – 60 menit); Tipe (olahraga endurans: aerobik yaitu untuk

meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan

bersepeda).

4. Pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM

tipe 2

Pada penelitian diperoleh hasil bahwa kepatuhan obat tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap kejadian hipoglikemia.

Pada kuisioner tentang kepatuhan obat , diperoleh hasil sebagian besar pasien

melakukan kepatuhan untuk variabel obat(67,7%). Hasil penelitian ini sesuai

dengan hasil penelitian Ruggerio, et.al,(1997) pada penelitian tentang Diabetes


88

Self Management, yang menyimpulkan bahwa pasien lebih patuh terhadap

rekomendasi obat daripada perubahan gaya hidup seperti diet ataupun olahraga.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leese et.al,(2003) tentang Frequency

of severe hipoglcemia requering emergency traetment in type 1 dan type 2

Diabetes, diperoleh hasil bahwa pasien DM tipe 2 yang mendapatkan insulin

memperoleh jumlah proporsi yang sama dengan DM tipe 1 terhadap kejadian

hipoglikemia, tetapi pada pasien DM tipe 2 yang mendapat obat hipoglikemik

agent (OHO), kejadian hipoglikemia hanya 1/3 bagian. Pada penelitian ini,

responden yang mendapatkan insulin hanya 2%, sehingga yang mungkin akan

mengalami hipoglikemia karena variabel kepatuhan obat memiliki angka kejadian

yang kecil atau kurang signifikan.

Berdasarkan data yang diperoleh saat wawancara dan pengisian kuisioner, ada

beberapa pasien yang mengalami hipoglikemia pada variabel kepatuhan obat

adalah karena pasien kurang memahami bahwa ketika ia sudah mengkonsumsi

obat maka dia tidak boleh menunda makan, dan ada juga beberapa pasien yang

menggunakan obat herbal (5,2%) selain yang direkomendasikan dokter.

5. Pengaruh pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia pada


pasien DM tipe 2

Pada hasil penelitian frekuensi responden yang memiliki pengetahuan yang

baik(58,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan pengetahuan yang buruk (41,7%).

Hal ini ditunjang oleh fasilitas kesehatan maupun penyebaran informasi kesehatan

(media elektronik) yang memadai. Selain itu juga dikarenakan sebagian responden

telah memiliki pengalaman hipoglikemia(100%), sehingga mereka mengetahui

beberapa hal yang berkaitan dengan hipoglikemia.


89

Penelitian yang dilakukan oleh Khan & Khan, (2000), menyimpulkan bahwa

sebagian besar responden (56%) memiliki pengetahuan tentang gejala

hipoglikemia, karena pasien diabetes mengenal gejala hipoglikemia berdasarkan

pengalaman mengalami gejala hipoglikemia. Penelitian yang dilakukan oleh Ali

dan Jusoff(2009) tentang Barriers to optimal control of type 2 Diabetes in

Malaysian Malay Patients menyimpulkan bahwa kemampuan melakukan

perawatan diabetes akan lebih baik jika mereka telah memahami penyakit diabetes

dengan baik

6. Koefisien determinasi

Koefisien determinasi hasil penelitian yang diperoleh 0,353 artinya bahwa

keempat variabel independen self care yaitu kepatuhan diet, kesesuaian

aktifitas/olahraga, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia dapat

menjelaskan kejadian hipoglikemia sebesar 35,3 % sedangkan sisanya oleh

variabel lain.

Berdasarkan hasil tersebut, peneliti mempunyai pendapat bahwa walaupun 4 pilar

dari 5 pilar penanganan DM sudah menjadi dimensi penelitian ini, tetap masih ada

67,5% kejadian hipoglikemia ditentukan oleh variabel lain. Variabel lain yang

dapat berpengaruh berdasarkan hasil penelitian terdahulu diantaranya adalah:

motivasi, dukungan sosial dan depresi.

a). Penelitian yang berjudul Analisis faktor yang berkontribusi terhadap self

care diabetes pada pasien diabetes tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah

Tanggerang yang dilakukan oleh Kusniawati(2010) menemukan bahwa


90

ada pengaruh motivasi pasien terhadap self care dengan P value 0,001.

Semakin tinggi motivasi pasien, maka semakin tinggi pula pasien

melakukan aktivitas self care.

b). Penelitian yang dilakukan oleh Benjamin, et.al. tentang Assessing

Sources of Support for Diabets Self Care in Urban and Rural

Underserved Communities, yang menguji pada 4 sumber kunci dukungan

yang spesifik yaitu dukungan keluarga dan teman, organisasi masyarakat,

tetangga lingkungan sekitar, sumber-sumber di komunitas. Hasil yang

ditemukan sebagai sumber yang sangat berpengaruh terhadap prilaku self

care adalah tetangga lingkungan sekitar. Dukungan keluarga dan teman

juga terlihat menjadi faktor yang penting.

c). Gonjales, et.al, (2008) melakukan penelitian tentang Differentiating

symptoms of depression from diabetes specific distress: relationships with

self care in type 2 diabetes memperoleh hasil bahwa score PAID (Problem

Area in Diabetes) yang sangat signifikan sebagai predikat rendahnya level

self care adalah depresi (r = 0,54 ; p < 0,0001).

d). Penelitian tentang Role of Motivation in Relationship between Depression,

Self Care and Glycemic Control in Adults with type 2 Diabetes oleh

Leonard E Oegede dan Chandra Y Osborn (2010) memperoleh hasil

bahwa depresi mempunyai hubungan yang paling signifikan dengan

kurangnya perilaku self care pasien diabetes.

Pendapat peneliti tentang hasil penelitian diatas adalah peneliti menyetujui

bahwa motivasi, sistim dukungan dan depresi dapat menjadi faktor yang

berpengaruh terhadap kejadian hipoglikemia. Setiap faktor yang


91

merendahkan tingkat self care pasien DM maka kejadian hipoglikemia akan

dapat terjadi.

Motivasi adalah suatu dorongan yang bisa membuat seseorang berprilaku

sehingga tujuannya dapat tercapai. Motivasi dapat dari luar diri maupun dari

dalam diri. Seseorang yang motivasinya tinggi untuk mencapai tujuan tertentu,

misalnya pasien diabetes ingin dirinya terhindar dari komplikasi yang akan

terjadi seperti hipoglikemia, maka pasien akan berusaha untuk melakukan

aktifitas yang dapat mencegah kejadian hipoglikemia melalui self care yang

baik.

Pada sistim dukungan , walaupun diperoleh hasil ternyata tetangga memiliki

nilai signifikansi yang tinggi, tetapi keluarga atau teman mempunyai nilai

yang penting bagi pasien DM. Dukungan keluarga yang adekuat akan

membantu pasien DM untuk melakukan self care sesuai yang

direkomendasikan tenaga kesehatan.

Peneliti setuju pada hasil penelitian tentang depresi yang akan mempengaruhi

self care pasien DM. Kondisi depresi akan menurunkan motivasi dan

kemampuan pasien untuk melakukan self care dengan benar.

B. Keterbatasan Penelitian

1. Pembuatan instrumen kuisioner yang baik

Hasil penelitian dengan metode deskriptif analitik sangat tergantung dengan

nilai validitas kuisioner yang kita pakai. Pada penelitian ini sebagian besar
92

kuisioner dibuat oleh peneliti sendiri, terutama pada bagian pengetahuan

hipoglikemia dan kejadian hipoglikemia. Karena keterbatasan pengalaman

peneliti membuat kuisioner yang baik, maka hasil validitas pada uji coba

berada pada rentang 0 sampai dengan 0,790 ( r tabel=0,361). Upaya untuk

menghindari tidak validnya hasil penelitian selain melakukan validitas

konstruksi dengan pembimbing untuk memperbaiki kuisioner penelitian,

peneliti juga melakukan uji validitas dan reliabilitas pada data penelitian 96

responden. Karena hasil uji validitas dan reliabilitas sudah memenuhi kriteria

valid untuk seluruh item pertanyaan, maka kuisioner jawaban dari setiap

responden dilanjutkan untuk diolah.

2. Pengisian Kuisioner

Independensi pengisian kuesioner tidak terjamin secara multak karena

beberapa responden ada yang memiliki keterbatasan kemampuan kognitif

(disamping karena usia, juga tingkat pendidikan yang rendah ) sehingga pada

saat pengisian ada beberapa responden yang masih bertanya, jika

dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi maka mereka

sudah dapat langsung memahami dan menjawab pertanyaan kuisioner

tersebut. Tingkat pendidikan responden adalah: SD: 29,2%; SMP:24%;

SMA: 35,4%. Mengatasi masalah ini peneliti menjelaskan kembali maksud

pertanyaan tersebut.

C. Implikasi Keperawatan

1. Pelayanan Keperawatan

Perawat saat ini sudah dituntut untuk memberikan layanan keperawatan yang

berkualitas dengan nilai kemanfaatan yang dapat dipertanggungjawabkan


93

kepada mayarakat. Salah satu peran perawat penting selain sebagai care

privider adalah sebagai edukator. Hasil penelitian pengaruh self care terhadap

kejadian hipoglikemia yang berpedoman pada teori Self Care Orem sebagai

teori keperawatan, dapat menjadi pedoman dalam menyusun rencana asuhan

keperawatan, khususnya dalam memberikan pendidikan kesehatan guna

mencegah kejadian hipoglikemia. Kepatuhan diit, aktifitas fisik atau olahraga

yang sesuai adalah hal yang harus dipikirkan sebagai bahan masukkan.

2. Pengembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini menjadi data awal bahan kajian dalam mengembangkan

pendidikan kesehatan pencegahan hipoglikemia, dimana variabel kepatuhan

diet, kesesuaian aktifitas/olahraga dan penegetahuan hipoglikemia harus

menjadi perhatian.
994

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan tentang simpulan dari hasil pembahasan yang berkaitan dengan

upaya menjawab tujuan dan hipotesis penelitiani berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan.

A. Simpulan

1. Terdapat pengaruh yang signifikan / bermakna antara tingkat self care pada

pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta terhadap kejadian

hipoglikemia(P value 0,000)

2. Terdapat pengaruh yang signifikan / bermakna antara kepatuhan diit pada

pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta terhadap kejadian

hipoglikemi(P value 0,004)

3. Terdapat pengaruh yang signifikan / bermakna antara kesesuaian olahraga/

aktifitas fisik pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta

terhadap kejadian hipoglikemia(P value 0,001)

4. Terdapat pengaruh yang signifikan / bermakna antara pengetahuan

hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta

terhadap kejadian hipoglikemia(Pvalue 0,000) dan pengetahuan hipoglikemia

adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian

hipoglikemia(B= 0,926)

94
95

B. S a r a n

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, peneliti menyarankan :

1. Bagi layanan keperawatan

Perawat ataupun tenaga kesehatan lainnya perlu melaksanakan kegiatan

pendidikan kesehatan (Health Education) yang terencana dan terorganisir

yang ditujukan kepada pasien DM atau keluarganya, khususnya mengenai

pencegahan dan penanganan hipoglikemia.

Dalam upaya itu perawat perlu melakukan beberapa hal, yaitu:

a. mengembangkan kemampuan komunikasi efektif dalam melakukan

pendekatan kepada pasien sehingga masalah yang menjadi penyebab

hipoglikemia dapat teridentifikasi dengan tepat dan tujuan pendidikan

kesehatan tentang hipoglikemia dapat tercapai, sehingga dikemudian

hari pasien DM tipe 2 mampu secara self care mencegah dan

mengatasi hipoglikemia.

b. mengembangkan diri untuk mendapatkan informasi terkini, khususnya

tentang pencegahan dan penanganan pasien DM dengan

hipoglikemia.

c. menyediakan tempat dan jadwal khusus pendidikan kesehatan bagi

pasien DM dan keluarganya

2. Bagi pasien dan keluarga

Pasien harus terus berupaya mengembangkan kemampuan self care agar

terhindar dari kejadian hipoglikemia, seperti kebiasaan sangat membatasi

jumlah makan, melakukan olahraga/ aktifitas fisik yang berlebihan atau

menunda makan sebelum berolahraga.


96

Keluarga perlu mendukung peningkatan kemampuan diabetesi(pasien DM),

misalnya dengan mengikuti pendidikan kesehatan tentang pencegahan

hipoglikemia.

Pasien dan keluarga harus terus mencari informasi pada sumber-sumber yang

expert secara mandiri(self care) seperti kepada perawat, dokter ataupun

pasien DM tipe 2 yang telah memiliki pengalaman hipoglikemia dan telah

mampu untuk mencegah kejadian hipoglikemia.

3. Pada pendidikan

Perlu meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang pengaruh self care pada

penanganan DM, agar pasien DM terhindar dari kejadian hipoglikemia

khususnya tentang perencanaan diit dan olahraga/aktifitas fisik yang sesuai.

4. Pada peneliti selanjutnya

Perlu dilakukan penelitian lebih jauh secara kualitatif, guna menemukan

faktor self care pasien DM tipe 2 yang mempengaruhi kejadian hipoglikemia

selain kepatuhan diit, kesesuaian olahraga/aktifitas fisik dan tingkat

pengetahuan hipoglikemia.
DAFTAR PUSTAKA

Abrahim, M. . (2011). Self care in type 2 diabetes: A Systematic literature review on


factors contributing to self care type 2 diabetes melitus patient. Inu. diva-
portal.org/smash/get/diva2: 50444528/ Fulltext01 diunduh 18 maret 2013

Ali, S. M., & Jusoff, K. (2009). Barriers to optimal control of type 2 diabetes in
malaysian malay patients. Global Journal of Health Science, 1(2), 106-118.
Retrieved: http://search.proquest.com/docview/822029617?accountid=33171

American Diabetes Association ( ADA). 2013. Standards of medical care in diabetes-


2013: American Diabetes Association. Diabetes Care. January, 2013.

Asselstine, R. T. M. (2011). Desertasi: Self care, social support, and quality of life in
Asians and Pasific Islanders With tipe 2 diabetes. Copyright 2012 Proquest
Nursing & Allied Health Source LLC

Benjamin A. Shaw , et al. (2006). Assesing sources of support for diabets self care in
urban and rural underserved communities, Journal of Community Health, Vol.
31, No. 5 October 2006

Black & Hawks. (2009). Medical surgical nursing : clinical management for positive
outcome, Elsevier, Singapura

Boedisantoso. (2011). Komplikasi akut diabetes mellitus, dalam Suyono et al.,


Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 111) . Jakarta: FKUI

Dahlan, M. S. (2010). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang


kedokteran dan kesehatan. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto

Davis, & Alonso. (2004). Hypoglycemia as a barrier to glycemic control. Journal of


Diabetes and its Complications, 18(1), 60-8.
doi:http://dx.doi.org/10.1016/S1056-8727(03)00058-8

Egede and Osborn. (2010). Role of Motivation in the Relationship Between


Depression, Self-care, and Glycemic Control in Adults With Type 2 Diabetes.
The Diabetes Educator 2010;36:276.

Gonzalez, et al. (2008). Differentiating symptoms of depression from diabetes-


specific distress: relationships with self-care in type 2 diabetes.
http://search.proquest.com/docview/213843981/abstract/13CE0778EA4DCC
704C/3?accountid=33171

Gumbs, Jean Maydalyne. (2012). Relationship between diabetes self-management


education and self-care behaviors among african american women with type
2 diabetes. Journal of Cultural Diversity, 19(1), 18-22.
Retrieved:http://search.proquest.com/docview/1013485083?accountid=33171

Hastono & Sabri . (2008). Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM UI.

Heather , Alison . (2012). Weight Loss Reduces Artery Stiffness in Type 2 Diabetes ,
http://www.diabetescare.net/content_detail.asp?id=446326 diunduh 26 Februari
2013

Hidayat, AA ,Alimul. (2009). Metode penelitian keprawatan dan teknik analisis


data . Jakarta : Salemba Medika

Hippisley-Cox, J& Pringle, M . (2004). Prevalence, care, and outcomes for patients
with diet-controlled diabetes in general practice: cross sectional survey ,The
Lancet 364. 9432 (Jul 31-Aug 6, 2004): 423-8.
http://search.proquest.com/docview/199002983/13CE0FBA94FEBFD967/8?
accountid=33171 diunduh 19 maret 2013

Ignatavicius & Workman. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinking for
collaborative care. (5th ed.). St. Louis: Elsevier-Saunder

Imron. & Munif, (2010). Metodologi penelitian bidang kesehatan. Jakarta: Sagung
Seto.

Jordan, D.N., & Jordan, J. L. (2010). Self care behavior of Filipino-American adults
with type 2 diabetes mellitus. Journal of Diabetes and Its Complications. 24
(4), 250-258. Proquest Nursing & Allied Health Source.

Kusniawati. (2010). Analisis faktor yang berkontribusi terhadap self care diabetes
pada pasien diabetes tipe 2 di Rumah sakit Umum Daerah Tanggerang, Tesis
Program S2 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
tidak dipublikasikan

Leese, G. P., Wang, J., Broomhall, J., Kelly, P., & al, e. (2003). Frequency of severe
hypoglycemia requiring emergency treatment in type 1 and type 2 diabetes: A
population-based study of health service resource use, Diabetes Care, 26(4),
1176-80. http://search.proquest.com/docview/223044370?accountid=33171

LeMone, P., & Burke, K. (2008). Medical surgical nursing critical thingking in
client care. 4th edition. Pearson Education, Inc

Lewis, S.M., Heitkemper, M.M., & Dirksen, S.R. (2011). Medical surgical nursing
assessment and management of clinical problem. St.Louis : Missouri. Mosby-
Year Book, Inc

Mayo Clinic staff , Diabetes care: 10 ways to avoid diabetes complications ,


http://www.mayoclinic.com/health/diabetes-management/DA00008/
NSECTIONGROUP=2 diunduh 19 Maret 2013

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta


P, Karakurt ; MK, Kaşıkçı. (2012). The effect of education given to patients with type
2 diabetes mellitus on self-care , International Journal of Nursing Practice
2012; 18: 170–179, http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1440-
172X.2012.02013.x/abstract diunduh 8 Maret 2013

Padma, K., Bele, D.,Bodhare, T. N., Valsangkar, S. (2012). Evaluation of knowledge


and self care practices in diabetic patients and their role in this is
management. National Journal of Community Medicine, 3 (1), 2-6.
http://www.njemindia.org/home/download/198 diunduh tanggal 23 Maret
2013

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2011). Konsesus pengelolaan


dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia. Jakarta.

Pratiknya, A. M. (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran &


kesehatan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Riduwan dan Engkos, Kuncoro, K. (2008). Cara menggunakan dan memaknai


analisis Jalur ( path Analisis ). Bandung: Alfabeta

Ruggiero, L., Glasgow, R. E., Dryfoos, J. M., Rossi, J. S., & al, e. (1997). Diabetes
self-management: Self-reported recommendations and patterns in a large
population. Diabetes Care, 20(4), 568-76. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/223041371?accountid=33171

Setiadi. (2007). Konsep & penelitian riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Smeltzer, S.C., & Bare, G.B. (2008). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Soegondo. (2011). Prinsip pengobatan diabetes ,insulin dan obat hipoglikemik oral,
dalam Suyono et al., Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 163) . Jakarta:
FKUI

Sudoyo, et al. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4, Pusat Penerbitan
Penyakit Dalam FKUI

Sugiyono, (2002). Statistika untuk penelitian catakan keempat, Bandung: CV


Alfabeta

Sugiyono. (2010). Metodologi penelitian kuantitatif , kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta

Suryabrata, S. (2012). Metodologi penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada .

Suyono, (2011). Patofisiologi diabetes mellitus, dalam Suyono et al.,


Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 11) . Jakarta: FKUI

Tomey,A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theorist and their work. St. Louis:
Mosby Elsevier
Toobert, D. J., Hampson, S. H., & Glasgow, R. E. (2000). The summary of diabetes
self-care activities measure: Results from 7 studies and a revised scale.
Diabetes Care, 23(7), 943-50. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/223032746?accountid=33171

Triyanto,B (2011). Holistic health solution diabetes di usia muda (hal:2). Jakarta:
Grasindo

Waspadji. (2011). Diabetes mellitus: mekanisme dasar dan pengelolaannya yang


rasional, dalam Suyono et al., Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 31) .
Jakarta: FKUI

Wild ,Sarah ; Roglic,Gojka, Green,Anders ; Sicree,Richard ; King, Hilary. (2004).


Global prevalence of diabetes estimates for the year 2000 and projections for
2030 , http://care.diabetesjournals.org/content/27/5/1047 diunduh tgl 14
Januari 2013

Yekta, Zahra,et al. (2011). Assessment of self-care practice and its associated factors
among diabetic patients in urban area of urmia, northwest of iran, JRHS
2011; 11(1): 33-38,
http://jrhs.umsha.ac.ir/index.php/JRHS/article/view/212/html5
DAFTAR PUSTAKA

Abrahim, M. . 2011. Self care in type 2 diabetes: A Systematic literature review on


factors contributing to self care type 2 diabetes melitus patient. Inu. diva-
portal.org/smash/get/diva2: 50444528/ Fulltext01 diunduh 18 maret 2013

Ali, S. M., & Jusoff, K. 2009. Barriers to optimal control of type 2 diabetes in
malaysian malay patients. Global Journal of Health Science, 1(2), 106-118.
Retrieved: http://search.proquest.com/docview/822029617?accountid=33171

American Diabetes Association ( ADA). 2013. Standards of medical care in diabetes-


2013: American Diabetes Association. Diabetes Care. January, 2013.

Asselstine, R. T. M. 2011. Desertasi: Self care, social support, and quality of life in
Asians and Pasific Islanders With tipe 2 diabetes. Copyright 2012 Proquest
Nursing & Allied Health Source LLC

Benjamin A. Shaw , et al. 2006. Assesing sources of support for diabets self care in
urban and rural underserved communities, Journal of Community Health, Vol.
31, No. 5 October 2006

Black & Hawks. 2009. Medical surgical nursing : clinical management for positive
outcome, Elsevier, Singapura

Boedisantoso. 2011. Komplikasi akut diabetes mellitus, dalam Suyono et al.,


Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 111) . Jakarta: FKUI

Dahlan, M. S. 2010. Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang


kedokteran dan kesehatan. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto

Davis, & Alonso. 2004. Hypoglycemia as a barrier to glycemic control. Journal of


Diabetes and its Complications, 18(1), 60-8.
doi:http://dx.doi.org/10.1016/S1056-8727(03)00058-8

Egede and Osborn. 2010. Role of Motivation in the Relationship Between


Depression, Self-care, and Glycemic Control in Adults With Type 2 Diabetes.
The Diabetes Educator 2010;36:276.

Gonzalez, et al. 2008. Differentiating symptoms of depression from diabetes-specific


distress: relationships with self-care in type 2 diabetes.
http://search.proquest.com/docview/213843981/abstract/13CE0778EA4DCC
704C/3?accountid=33171

Gumbs, Jean Maydalyne. 2012. Relationship between diabetes self-management


education and self-care behaviors among african american women with type
2 diabetes. Journal of Cultural Diversity, 19(1), 18-22.
Retrieved:http://search.proquest.com/docview/1013485083?accountid=33171

Hastono & Sabri . 2008. Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hastono, S.P. 2007. Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM UI.

Heather , Alison . 2012. Weight Loss Reduces Artery Stiffness in Type 2 Diabetes ,
http://www.diabetescare.net/content_detail.asp?id=446326 diunduh 26 Februari
2013

Hidayat, AA ,Alimul. 2009. Metode penelitian keprawatan dan teknik analisis data .
Jakarta : Salemba Medika

Hippisley-Cox, J& Pringle, M . 2004. Prevalence, care, and outcomes for patients
with diet-controlled diabetes in general practice: cross sectional survey ,The
Lancet 364. 9432 (Jul 31-Aug 6, 2004): 423-8.
http://search.proquest.com/docview/199002983/13CE0FBA94FEBFD967/8?
accountid=33171 diunduh 19 maret 2013

Ignatavicius & Workman. 2006. Medical surgical nursing: Critical thinking for
collaborative care. (5th ed.). St. Louis: Elsevier-Saunder

Imron. & Munif, 2010. Metodologi penelitian bidang kesehatan. Jakarta: Sagung
Seto.

Jordan, D.N., & Jordan, J. L. 2010. Self care behavior of Filipino-American adults
with type 2 diabetes mellitus. Journal of Diabetes and Its Complications. 24
(4), 250-258. Proquest Nursing & Allied Health Source.

Kusniawati. 2010. Analisis faktor yang berkontribusi terhadap self care diabetes
pada pasien diabetes tipe 2 di Rumah sakit Umum Daerah Tanggerang, Tesis
Program S2 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
tidak dipublikasikan

Leese, G. P., Wang, J., Broomhall, J., Kelly, P., & al, e. 2003. Frequency of severe
hypoglycemia requiring emergency treatment in type 1 and type 2 diabetes: A
population-based study of health service resource use, Diabetes Care, 26(4),
1176-80. http://search.proquest.com/docview/223044370?accountid=33171

LeMone, P., & Burke, K. 2008. Medical surgical nursing critical thingking in client
care. 4th edition. Pearson Education, Inc

Lewis, S.M., Heitkemper, M.M., & Dirksen, S.R. 2011. Medical surgical nursing
assessment and management of clinical problem. St.Louis : Missouri. Mosby-
Year Book, Inc

Mayo Clinic staff , Diabetes care: 10 ways to avoid diabetes complications ,


http://www.mayoclinic.com/health/diabetes-management/DA00008/
NSECTIONGROUP=2 diunduh 19 Maret 2013

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta


P, Karakurt ; MK, Kaşıkçı. 2012. The effect of education given to patients with type 2
diabetes mellitus on self-care , International Journal of Nursing Practice
2012; 18: 170–179, http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1440-
172X.2012.02013.x/abstract diunduh 8 Maret 2013

Padma, K., Bele, D.,Bodhare, T. N., Valsangkar, S. 2012. Evaluation of knowledge


and self care practices in diabetic patients and their role in this is
management. National Journal of Community Medicine, 3 (1), 2-6.
http://www.njemindia.org/home/download/198 diunduh tanggal 23 Maret
2013

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2011. Konsesus pengelolaan


dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia. Jakarta.

Pratiknya, A. M. 2011. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran & kesehatan.


Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Riduwan dan Engkos, Kuncoro, K. 2008. Cara menggunakan dan memaknai analisis
Jalur ( path Analisis ). Bandung: Alfabeta

Ruggiero, L., Glasgow, R. E., Dryfoos, J. M., Rossi, J. S., & al, e. 1997. Diabetes
self-management: Self-reported recommendations and patterns in a large
population. Diabetes Care, 20(4), 568-76. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/223041371?accountid=33171

Setiadi. 2007. Konsep & penelitian riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Smeltzer, S.C., & Bare, G.B. 2008. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Soegondo. 2011. Prinsip pengobatan diabetes ,insulin dan obat hipoglikemik oral,
dalam Suyono et al., Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 163) . Jakarta:
FKUI

Sudoyo, et al. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4, Pusat Penerbitan
Penyakit Dalam FKUI

Sugiyono, 2002. Statistika untuk penelitian catakan keempat, Bandung: CV Alfabeta

Sugiyono. 2010. Metodologi penelitian kuantitatif , kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta

Suryabrata, S. 2012. Metodologi penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada .

Suyono, 2011. Patofisiologi diabetes mellitus, dalam Suyono et al., Penatalaksanaan


diabetes terpadu (hal 11) . Jakarta: FKUI

Tomey,A.M., & Alligood, M.R. 2006. Nursing theorist and their work. St. Louis:
Mosby Elsevier
Toobert, D. J., Hampson, S. H., & Glasgow, R. E. 2000. The summary of diabetes
self-care activities measure: Results from 7 studies and a revised scale.
Diabetes Care, 23(7), 943-50. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/223032746?accountid=33171

Triyanto,B 2011. Holistic health solution diabetes di usia muda (hal:2). Jakarta:
Grasindo

Waspadji. 2011. Diabetes mellitus: mekanisme dasar dan pengelolaannya yang


rasional, dalam Suyono et al., Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 31) .
Jakarta: FKUI

Wild ,Sarah ; Roglic,Gojka, Green,Anders ; Sicree,Richard ; King, Hilary. 2004.


Global prevalence of diabetes estimates for the year 2000 and projections for
2030 , http://care.diabetesjournals.org/content/27/5/1047 diunduh tgl 14
Januari 2013

Yekta, Zahra,et al. 2011. Assessment of self-care practice and its associated factors
among diabetic patients in urban area of urmia, northwest of iran, JRHS
2011; 11(1): 33-38,
http://jrhs.umsha.ac.ir/index.php/JRHS/article/view/212/html5
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
-------------------------------------------------------------------------------

PENJELASAN PENELITIAN

Judul Penelitian : Pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM
tipe 2 di poliklinik RSUD.Budhi Asih Jakarta
Nama Mahasiswa : R.Yeni Mauliawati

NPM : 2011980013

bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh self care (perawatan diri)
terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD.Budhi Asih
Jakarta

Prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah mengisi kuesioner yang akan dilakukan
oleh Bapak/Ibu/saudara yang berisi pernyataan mengenai biodata dan pertanyaan –
pertanyaan yang berkaitan dengan perawatan diri (self care), pengetahuan hipoglikemia
dan pengalaman hipoglikemia.

Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak berdampak negative atau merugikan pasien.
Namun, bila selama penelitian, Bapak/Ibu/Saudara merasakan ketidaknyamanan, maka
Bapak/Ibu/Saudara berhak untuk berhenti dari proses penelitian

Peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hak pasien sebagai responden dan
menjamin kerahasiaan identitas dan data yang diberikan. Pada kuesioner,
Bapak/Ibu/Saudara tidak perlu mengisi identitas nama lengkap, namun peneliti akan
memberikan nomor kode sebagai pengganti identitas. Bapak/Ibu/Saudara dapat
mengundurkan diri sewaktu – waktu apabila menghendakinya atau alasan suatu hal dan
tidak akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan. Hasil penelitian
akan bermanfaat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di masa yang akan
datang.

Dengan penjelasan ini, peneliti sangat berharap partisipasi Bapak/Ibu/Saudara untuk


berperan serta dalam penelitian ini. Atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara,
peneliti mengucapkan terimakasih.

Jakarta,.......Juni 2013
Peneliti,

R.Yeni Mauliawati
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Judul Penelitian : Pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM
tipe 2 di poliklinik RSUD.Budhi Asih Jakarta

Peneliti : R.Yeni Mauliawati

NPM : 2011980013

Setelah saya membaca dan mendapatkan penjelasan tentang penelitian yang akan
dilaksanakan oleh peneliti, saya mengerti bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh self care ( perawatan diri) terhadap kejadian hipoglikemia pada
pasien diabetes melitus tipe 2. Saya mengerti bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini
bermanfaat bagi pasien diabetes agar dapat mencegah kejadian hipoglikemia.Saya
mengerti risiko yang mungkin terjadi selama penelitian ini sangat kecil. Saya juga berhak
untuk menghentikan keikutsertaan dalam penelitian ini kapan saja dan berhak
mendapatkan jawaban yang jelas mengenai prosedur penelitian yang akan dilakukan. Saya
mengerti bahwa identitas dan catatan data dalam penelitian ini akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian.Demikian secara
sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun. Saya bersedia berpartisipasi menjadi
responden dalam penelitian ini.

Jakarta, ……, Juni 2013

Responden Peneliti

( ) ( )
KISI – KISI INSTRUMEN PENELITIAN

NO
INSTRUMEN ASPEK YANG DIUKUR
PERTANYAAN
Instrumen A 1-6 Data demografi

Instrumen B 1-3 Kepatuhan diet


Tingkat self care
4-8 Kesesuaian olahraga/aktivitas fisik

9 - 10 Kepatuhan obat

Instrumen C 1-2 Tanda dan gejala hipoglikemia


Tingkat
pengetahuan
hipoglikemia 3-5 Penyebab hipoglikemia

6 Penanganan hipoglikemia

Instrumen D 1-4 Pengalaman penyebab hipoglikemia


Hpoglikemia
5- 8 Pengalaman penanganan hipoglikemia
KODE

KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH SELF CARE (PERAWATAN DIRI ) TERHADAP KEJADIAN
HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DM TIPE 2
DI POLIKLINIK RSUD.BUDHI ASIH JAKARTA

Petunjuk
1. Kuisioner ini terdiri dari 4 (empat) bagian meliputi data demografi, kuisioner self care,
kuesioner tingkat pengetahuan hipoglikemia dan kuisioner pengalaman kejadian
hipoglikemia.
2. Silahkan mengisi sesuai petunjuk pada setiap kuisioner
3. Semua jawaban anda adalah BENAR
4. Semua pertanyaan/pernyataan sedapat mungkin diisi dengan lengkap dan jujur
5. Bila ada pertanyaan/pernyataan yang kurang dipahami, mintalah petunjuk langsung
kepada peneliti atau asisten peneliti
6. Atas partisipasi anda kami ucapkan terimakasih.

KUESIONER A : DATA RESPONDEN

1. Inisial nama
bapak/ibu/saudara : ...............................................................................................

2. Alamat : ................................................................................................
...................................................................................................................................

3. Jenis Kelamin : Laki – laki Wanita

4. Umur :

5. Lama menderita DM : 0-1 th 2-5 th 6-10 th > 10 th

6. Pendidikan : SD SLTP

SLTA AKADEMI/ PERGURUAN TINGGI


B. AKTIVITAS SELF CARE
PETUNJUK PENGISIAN JAWABAN :
Berilah satu jawaban dengan memberikan tanda V untuk setiap pertanyaan di bawah ini.
1. Jawaban : tidak pernah , jika dalam satu minggu (7 hari) tidak melakukan aktivitas
pada setiap pertanyaan tersebut
2. Jawaban : 1 hari, jika dalam satu minggu (7 hari) melakukan aktivitas seperti pada
pertanyaan tersebut sebanyak 1 hari ......dst

.NO Pertanyaan Tidak 1 2 3 4 5 6 7


pernah hari hari hari hari hari hari hari
1 Berapa hari pada 7 hari terakhir ,
bapak/ibu/saudara menunda jadwal
makan ?
2 Berapa hari pada 7 hari terakhir,
melakukan pengurangan jumlah
makan ?

3 Berapa hari pada 7 hari terakhir,


menghindari jenis karbohidrat ( nasi,
roti) ?

4 Berapa hari pada 7 hari terakhir ,


melakukan olahraga dengan waktu lebih
dari 30 menit ? ( olahraga yang
dilakukan tanpa berhenti, seperti
berjalan )

5 Berapa hari pada 7 hari terakhir, lupa


makan terlebih dahulu sebelum
berolahraga ?

6 Berapa hari pada 7 hari terakhir , setelah


melakukan olahraga merasakan lemas,
gemetar, pusing, lapar, berkeringat
dingin ?

7 Berapa hari pada 7 hari terakhir, lupa


makan sebelum bekerja / sebelum
melakukan pekerjaan rumah tangga
seperti mencuci dst ?

8 Berapa hari pada 7 hari terakhir ,


ditempat bekerja / saat melakukan
pekerjaan rumah tangga seperti mencuci
dst , merasakan lemas, gemetar, pusing,
lapar, berkeringat dingin ?
Tidak 1 2 3 4 5 6 7
pernah hari hari hari hari hari hari hari
9 Berapa hari dalam 7 hari terakhir,
menggunakan jamu/herbal, dll, (selain
obat yang dianjurkan oleh dokter) ?
10 Berapa hari dalam 7 hari terakhir,
Menggunakan obat diabetes tetapi
menunda jadwal makan ?

C. PENGETAHUAN TENTANG HIPOGLIKEMIA

PETUNJUK PENGISIAN :
Isi sesuai dengan pendapat saudara, beri tanda (√) pada pilihan yang menurut Anda benar
pada kolom yang telah disediakan.

NO PERTANYAAN BENAR SALAH


1 Gejala yang parah kadar gula darah rendah adalah penglihatan
kabur, linglung dan keder

2 Penurunan kadar gula darah adalah hal yang biasa terjadi pada
seseorang dengan DM

3 Menunda makan tidak akan menimbulkan penurunan kadar gula


darah di bawah 70 mg/dl

4 Bila minum obat gula herbal dapat mempertahankan kadar gula


darah

5 Menunda makan sebelum melakukan aktifitas sehari-hari tidak


akan mengakibatkan penurunan kadar gula darah di bawah 70
mg/dl

6 Minum sirop dapat mengatasi penurunan kadar gula darah


D. HIPOGLIKEMIA

Isilah jawaban pada setiap soal di bawah ini dengan memberi tanda (√) pada
pilihan yang menurut Anda benar pada kolom yang telah disediakan.

NO PERTANYAAN JARANG KADANG- SERING SELALU


KADANG
(1 kali) ( 2 kali) (3 Kali) (>3 kali)
1 Apakah pengalaman menunda jadwal
makan menjadi penyebab gula darah
turun pada bapak/ibu/saudara ?

2 Apakah pengalaman tidak makan


sebelum olahraga menjadi penyebab gula
darah turun pada bapak/ibu/saudara ?

3 Apakah pengalaman tidak makan


sebelum bekerja atau melakukan
pekerjaan rumah tangga seperti mencuci
dst, menjadi penyebab gula darah turun
pada bapak/ibu/saudara ?

4 Apakah pengalaman olahraga / kerja


fisik yang berlebihan menjadi penyebab
gula darah turun pada
bapak/ibu/saudara ?

5 Apakah jika kadar gula darah turun maka


bapak/ibu/saudara akan di rawat di RS ?

6 Apakah bapak/ibu/saudara dapat


merasakan gejala awal dari gula darah
yang turun seperti gemetar, pusing, lapar
yang hebat ?

7 Apakah bapak/ibu/saudara dapat


melakukan tindakan emergensi saat gula
darah turun ?

8 Apakah dengan tindakan emergensi


seperti memberi minuman manis yang
dilakukan bapak/ibu/saudara saat gula
darah turun dapat menormalkan kondisi
bapak/ibu/saudara ?

Anda mungkin juga menyukai