Anda di halaman 1dari 14

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

A. Sejarah Imunologi
Imunologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang sistem pertahanan
tubuh. Terminologi kata imunologi berasal dari kata immunitas dari bahasa latin yang
berarti pengecualian atau pembebasan. Istilah itu awalnya dipakai oleh senator Roma
yang mempunyai hak-hak istimewa untuk bebas dari tuntutan hukum pada masa
jabatannya. Immunitas (imunitas) selanjutnya dipakai untuk suatu pengertian yang
mengarah pada perlindungan dan kekebalan terhadap suatu penyakit, dan lebih spesifik
penyakit infeksi. Konsep imunitas yang berarti perlindungan dan kekebalan
sesungguhnya telah dikenal oleh manusia sejak jaman dahulu.
Pada saat ilmu imunologi belum berkembang, nenek moyang bangsa Cina membuat
puder dari serpihan kulit penderita cacar untuk melindungi anak-anak mereka dari
penyakit tersebut. Puder tersebut selanjutnya dipaparkan pada anak-anak dengan cara
dihirup. Cara yang mereka lakukan berhasil mencegah penularan infeksi cacar dan
mereka kebal walaupun hidup pada lingkungan yang menjadi wabah. Saat itu belum ada
ilmuwan yang dapat memberikan penjelasan, mengapa anak-anak yang menghirup puder
dari serpihan kulit penderita cacar menjadi imun (kebal) terhadap penyakit itu. Imunologi
tergolong ilmu yang baru berkembang.
Ilmu ini sebenarnya berawal dari penemuan vaksin oleh Edward Jenner pada
tahun 1796. Edward Jenner dengan ketekunannya telah menemukan vaksin penyakit
cacar menular, smallpox. Pemberian vaksin terhadap individu sehat selanjutnya dikenal
dengan istilah vaksinasi. Vaksin ini berupa strain yang telah dilemahkan dan tidak punya
potensi menimbulkan penyakit bagi individu yang sehat. Walaupun penemuan Jenner ini
tergolong penemuan yang besar dan sangat sukses, namun memerlukan waktu sekitar dua
abat untuk memusnahkan penyakit cacar di seluruh dunia setelah penemuan besar itu.

(Penemu vaksin Edward Jenner pada tahun 1796)

1
World Health Organization (WHO) menyatakan Smallpox musnah pada tahun 1979.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Jenner belum bisa menjelaskan perihal
smallpox dengan baik. Ketika Jenner menemukan vaksin untuk smallpox, Jenner sendiri
tidak tahu apa penyebab penyakit yang mematikan itu. Baru abad 19 Robert Koch bisa
menjelaskan adanya beberapa agen penginfeksi berupa mikroorganisme yang
menimbulkan penyakit. Mikroorganisme tersebut meliputi, virus, bakteri, fungi, dan
beberapa eukaryotik yang selanjutnya disebut parasit. Organisme parasit sampai saat ini
masih menjadi pekerjaan yang sulit bagi para ilmuan. Penyakit malaria yang ditimbulkan
oleh plasmodium, kaki gajah oleh Wuchereria bancrofti, masih merambah di belahan
bumi ini terutama di daerah tropis.
Penemuan oleh Robert Koch dan penemuan besar lain pada abat 19 telah mengilhami
penemuan-penemuan vaksin beberapa penyakit. Pada tahun 1880, Lois Pasteur
menemukan vaksin kolera yang biasa menyerang ayam. Pada perkembangannya Lois
Pasteur berhasil menemukan vaksin rabies. Penemuan-penemuan tersebut di atas
mendasari perkembangan ilmu Imunologi yang mendasarkan kekebalan sebagai alat
untuk menghindari serangan penyakit. Pada tahun 1890, Emil von Behring dan
Shibasaburo Kitasato menemukan bahwa individu yang telah diberi vaksin akan
menghasilkan antibodi yang bisa diamati pada serum. Antibodi ini selanjutnya diketahui
bersifat sangat spesifik terhadap antigen (rifai, 2011).

B. Pengertian Imunologi
Imunologi berasal dari bahsa latin yaitu Imunis dan Logos, Imun yang berarti kebal
dan logos yang berarti ilmu. Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kekebalan
tubuh. Imunitas adalah perlindungan dari penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sel-sel
dan molekul-molekul yang terlibat di dalam perlindungan membentuk sistem imun.
Sedangkan respon untuk menyambut agen asing disebut respon imun. Imunologi adalah
suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai semua aspek
sistem imun (kekebalan) pada semua organisme.
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain
dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga
berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam
dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan

2
terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan
resiko terkena beberapa jenis kanker.
Imunologi ialah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia maupun
hewan, merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya berakar dari pencegahan
dan pengobatan penyakit infeksi.
Pengetahuan imunologi yang maju telah dapat dikembangkan untuk menerangkan
patogenesis serta menegakkan diagnosis berbagai penyakit yang sebelumnya masih kabur.
Kemajuan dicapai dalam pengembangan berbagai vaksin dan obat-obat yang digunakan
dalam memperbaiki fungsi sistem imun dalam memerangi infeksi dan keganasan, atau
sebaliknya digunakan untuk menekan inflamasi dan fungsi sistem imun yang berlebihan
pada penyakit hipersensitivitas.

C. Fungsi Sistem Imun


Sistem Imun adalah satu sistem terpenting yang terus menerus melakukan tugas dan
kegiatan dan tidak pernah melalaikan tugas-nya adalah sistem kekebalan tubuh. Sistem ini
melindungi tubuh sepanjang waktu dari semua jenis penyerang yang berpotensi
menimbulkan penyakit pada tubuh kita. Ia bekerja bagi tubuh bagaikan pasukan tempur
yang mempunyai persenjataan lengkap.
Setiap sistem, organ, atau kelompok sel di dalam tubuh mewakili keseluruhan di
dalam suatu pembagian kerja yang sempurna. Setiap kegagalan dalam sistem akan
menghancurkan tatanan ini. Sistem imun sangat sangat diperlukan bagi tubuh kita. Sistem
imun adalah sekumpulan sel, jaringan, dan organ yang terdiri atas :
Pertahanan lini pertama tubuh
Merupakan bagian yang dapat dilihat oleh tubuh dan berada pada permukaan
tubuh manusia sepeti kulit, air mata, air liur, bulu hidung, keringat, cairan mukosa,
rambut.
Pertahanan lini kedua tubuh
Merupakan bagian yang tidak dapat dilihat seperti timus, limpa, sistem
limfatik, sumsum tulang, sel darah putih/ leukosit, antibodi, dan hormon.
Semua bagian sistem imun ini bekerja sama dalam melawan masuknya virus, bakteri,
jamur, cacing, dan parasit lain yang memasuki tubuh melalui kulit, hidung, mulut, atau
bagian tubuh lain.

3
Fungsi dari sistem imun antara lain:
Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit dengan menghancurkan dan
menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan
virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh
Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan jaringan
Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
Dan Sasaran utama yaitu bakteri patogen dan virus. Leukosit merupakan sel imun
utama (disamping sel plasma, makrofag, dan sel mast).

D. Respon Imunologi
Respon imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks
terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen. Respons ini dapat melibatkan berbagai
macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen dan sitokin yang
saling berinteraksi secara kompleks. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme
pertahan non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik (Akib, dkk., 2010).
Tahapan Respon Sistem Imun :
1. Deteksi dan mengenali benda asing
2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon
3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon
4. Destruksi atau supresi penginvasi
Fungsi respons imun :
1. Pertahanan (Defense) : terhadap benda asing/mikroba
2. Homeostasis : eliminasi sel tak berguna/debris
3. Pengawasan (Surveillance) : bertugas untuk waspada dan mengenal adanya
perubahan-perubahan dan secara cepat membuang sel-
sel yang abnormal tersebut.

E. Jenis-jenis Respon Imun


1. Respon Imun Non Spesifik (Innate Immunity)
Respon imun non spesifik (innate immunity) merupakan imunitas alamiah yang
telah ada sejak lahir. Imunitas ini tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi
untuk berbagai macam antigen, jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk
antigen tertentu (Kresno, 2003).

4
Respon imun non spesifik terdiri dari:
a. Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir , silia saluran pernafasan, batuk, bersin akan mencegah
masuknya berbagai kuman patogen kedalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya
oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan
resiko infeksi.
b. Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, kel kulit,
telinga, spermin dalam semen, mengandung bahan yang berperan dalam
pertahanan tubuh secara biokimiawi. asam HCL dalam cairan lambung , lisozim
dalam keringat, ludah , air mata dan air susu dapat melindungi tubuh terhadap
berbagai kuman gram positif dengan menghancurkan dinding selnya. Air susu ibu
juga mengandung laktoferin dan asam neuraminik yang mempunyai sifat
antibacterial terhadap E. coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag dapat menghancurkan kuman gram
negatif dan hal tersebut diperkuat oleh komplemen. Laktoferin dan transferin
dalam serum dapat mengikat zan besi yang dibutuhkan untuk kehidupan kuman
pseudomonas.
c. Pertahanan humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan tubuh secara
humoral. Bahan-bahan tersebut adalah:
1) Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruktif bakteri dan
parasit karena:
Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri
Merupakan faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat
bakteri
Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri
memudahkan makrofag untuk mengenal dan memfagositosis (opsonisasi).
2) Interferon
Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel
manusia yang mengandung nukleus dan dilepaskan sebagai respons terhadap
infeksi virus. Interveron mempunyai sifat anti virus dengan jalan menginduksi

5
sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus sehingga menjadi resisten terhadap
virus. Disamping itu, interveron juga dapat mengaktifkan Natural Killer cell
(sel NK). Sel yang diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan
perubahan pada permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK
yang kemudian membunuhnya. Dengan demikian penyebaran virus dapat
dicegah.
3) C-Reactive Protein (CRP)
Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan
komplemen. CRP dibentuk oleh badan pada saat infeksi. CRP merupakan
protein yang kadarnya cepat meningkat (100 x atau lebih) setelah infeksi atau
inflamasi akut.
CRP berperanan pada imunitas non spesifik, karena dengan bantuan Ca++
dapat mengikat berbagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan
jamur.
d. Pertahanan seluler
Fagosit/makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun non spesifik seluller.
1) Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis tetapi sel
utama yang berperaan dalam pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear
(monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear seperti neutrofil.
Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan
sistem imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat
sebagai berikut: Kemotaksis, menangkap, memakan (fagosistosis), membunuh
dan mencerna. Kemotaksis adalah gerakan fagosit ketempat infekis sebagai
respon terhadap berbagai factor sperti produk bakteri dan factor biokimiawi
yang dilepas pada aktivasi komplemen. Antibody seperti pada halnya dengan
komplemen C3b dapat meningkatkan fagosistosis (opsonisasi). Antigen yang
diikat antibody akan lebih mudah dikenal oleh fagosit untuk kemudian
dihancurkan. Hal tersebut dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc
dari immunoglobulin pada permukaan fagosit.
2) Natural Killer Cell (sel NK)
Sel NK adalah sel limfoid yang ditemukan dalam sirkulasi dan tidak
mempunyai cirri sel limfoid dari siitem imun spesifik, maka karenan itu
disebut sel non B non T (sel NBNT) atau sel poplasi ketiga.
6
Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel
neoplasma dan interveron meempunyai pengaruh dalam mempercepat
pematangan dan efeksitolitik sel NK.

2. Respon Imun Spesifik


Respon imun spesifik merupakan mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus
terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain.
Imun spesifik mampu mengenali kembali antigen yang pernah dijumpainya (memiliki
memory), sehingga paparan berikutnya akan meningkatkan efektifitas mekanisme
pertahanan tubuh (Kresno, 2003).
Sistem imun spesifik ada 2, yaitu:
a. Sistem imun spesifik humoral
Yang berperanan dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B.
sel B tersebut ditemukan didalam serum. Funsi utama antibody ini ialah untuk
pertahanan tehadap infeksi virus, bakteri (ekstraseluler), dan dapat menetralkan
toksinnya.
b. Sistem imun spesifik selular
Yang berperanan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau
sel T. Berbeda dengan sel B , sel T terdiri atas beberapa sel subset yang
mempunyai fungsi berlainan. Fungsi utama sel imun spesifik adalah untuk
pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan
keganasan.
Imunitas spesifik dapat terjadi sebagai berikut:
1) Alamiah
Pasif
Imunitas alamiah pasif ialah pemindahan antibody atau sel darah
putih yang disensitisasi dari badan seorang yang imun ke orang lain yang
imun, misalnya melalui plasenta dan kolostrum dari ibu ke anak.
Aktif
Imunitas alamiah katif dapat terjadi bila suatu mikoorgansme secara
alamiah masuk kedalam tubuh dan menimbulkan pembentukan antibody
atau sel yang tersensitisasi.

7
2) Buatan
Pasif
Imunitas buatan pasif dilakukan dengan memberikan serum,
antibody, antitoksin misalnya pada tetanus, difteri, gangrengas, gigitan
ular dan difesiensi imun atau pemberian sel yang sudah disensitisasi
pada tuberkolosis dan hepar.
Aktif
Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan dengan vaksinasi melalui
pemberian toksoid tetanus, antigen mikro organism baik yang mati
maupun yang hidup.

F. Pengertian Antigen dan Antibody


Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari limfosit
pada manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri, fungi,
protozoa dan cacing parasit. Molekul antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat
asing seperti serbuk sari dan jaringan yang dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi
bagi jenis antigen yang berlainan dan melakukan aktivitas pertahanan yang berbeda
namun saling melengkapi. Antigen yang juga disebut imunogen adalah bahan yang dapat
merangsang respon imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada
tanpa memperhatikan kemampuannya untuk merangsang produksi antibody (KG, 2004).
Antigen biasanya protein atau polisakarida tetapi dapat jjuga berupa molekul lainnya,
termasuk molekul kecil dipasangkan ke protein pembawa (Baratawidjaja 1991: 13;
Campbell,dkk 2000: 77).
Antigen merupakan glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel darah merah
(Diah dkk, 2007). Antigen juga berupa zat-zat asing yang pada umumnya merupakan
protein yang berkaitan dengan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa
berupa polisakarida atau polipeptida, yang tergolong makromolekul dengan BM >
10.000.
Antibodi adalah senjata utama respon humoral (George, 2006). Antibodi merupakan
protein-protein yang dihasilkan oleh sel-B (limfosit B) untuk merespon adanya antigen
yang masuk ke tubuh, kemudian bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut.
Konfigurasi molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang
timbul sebagai respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang cocok dengan permukaan

8
antigen itu sekaligus bereaksi dengannya. Antobodi tersusun atas empat rantai polipeptida
(George, 2006).

Antibodi dapat ditemukan pada darah atau kelenjar tubuh, dan digunakan oleh sistem
kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing seperti
bakteri dan virus (Anonim, nd)

Reaksi Antigen dan Antibodi


Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa
masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat
pada protein tubuh kita yang dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut
lolos dari barier respon non spesifik, kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan
dengan sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan antibodi.
Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan
molekul immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada membran plasma untuk
berfungsi sebagai reseptor antigen. Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan
menyisipkan dalam membrannya molekul immunoglobulin yang memiliki daerah
pengenalan spesifik untuk antigen itu. Setelah itu, limfosit harus membentuk
immunoglobulin untuk antigen yang sama. Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang
sama memicu respon imun sekunder yang segera terjadi dan meningkatkan titer antibodi
yang beredar sebanyak 10 sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat molekul antigen yang

9
memungkinkannya bereaksi dengan antibodi disebut antigenisitas. Kesanggupan molekul
antigen untuk menginduksi respon imun disebut imunogenitas.

G. Sistem Komplemen
Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi berjenjang
sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selular dan sistem kekebalan humoral
untuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein komplemen tidak secara khusus bereaksi
terhadap antigen tertentu, dan segera teraktivasi pada proses infeksi awal dari patogen.
Oleh karena itu sistem komplemen dianggap merupakan bagian dari sistem kekebalan
turunan. Walaupun demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein
komplemen, sehingga aktivasi sistem komplemen juga merupakan bagian dari sistem
kekebalan humoral.
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks
protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen
beredar di sirkulasi darah dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan
melalui dua jalur yang tidak tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan
jalur alternatif. Aktivasi sistem komplemen menyebabkan interaksi berantai yang
menghasilkan berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran
sel antigen. Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh,
sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya
disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks
antigen-antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan
jaringan dan dapat menimbulkan penyakit.

H. Sel-sel Sistem Imunologi


Sel-sel imun terdiri dari sel APC (Antigen Presenting Cell) yang bertugas mengenali
antigen yang masuk lalu informasi yang didapat oleh sel APC dikomunikasikan pada sel
T (limfosit T) untuk memusnahkan antigen yang masuk, dalam hal ini sel T dapat
memusnahkan antigen dengan cara mengerahkan banyak sel T atau dengan bantuan sel B
(limfosit B) untuk membentuk antibody yang digunakan sebagai senjata dalam
memusnahkan agen (Admin 2013).
Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam
darah dan pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam jumlah yang besar
pada organ limfoid dan dan dapat ditemukan pula dalam keadaan tersebar pada seluruh
10
jaringan tubuh kecuali pada CNS (Central Nervous System). Sel-sel yang terlibat dalam
sistem imun itu berasal dari sumsum tulang. Kemampuan sel-sel tersebut untuk
bersirkulasi dan mengadakan perpindahan antara darah, lymph dan jaringan adalah hal
yang sangat penting untuk terjadinya respon imun (Muhaimin Rifai 2011).

I. Reaksi Hipersensitivas
Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular
tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan
mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi
hipersensitivitas.
Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe,
yaitu:
1. Tipe I hipersensitif anafilaktik
2. Tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi
3. Tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun
4. Tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat).
Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk
mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan sebenarnya
seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu mekanisme akan
mengaktifkan mekanisme yang lainnya.
1. Reaksi Hipersentivitas Tipe I
Reaksi hipersensitivitas tipe I atau anafilaksis atau alergi yang timbul segera
sesudah badan terpajan dengan alergen. Semula diduga bahwa tipe I ini berfungsi
untuk melindungi badan terhadap parasit tertentu terutama cacing. Istilah alergi
pertama kali diperkenalkan oleh Von Pirquet pada tahun 1906, yang diartikan sebagai
reaksi pejamu yang berubah. Pada reaksi ini allergen yang masuk ke dalam tubuh
akan menimbulkan respon imun dengan dibentuknya Ig E.
Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut :
a. Fase Sensitasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit dan basofil.
b. Fase Aktivasi
Waktu selama terjadi pajanan ulang dengan antigen yang spesifik, mastosit
melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
11
c. Fase Efektor
Waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek bahan- bahan
yang dilepas mastosit dengan aktivasi farmakologik.
IgE yang sudah dibentuk, biasanya dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh
mastosit/basofil. IgE yang sudah ada permukaan mastosit akan menetap untuk
beberapa minggu. Sensitasi dapat juga terjadi secara pasif apabila serum (darah)
orang yang alergik dimasukkan ke dalam kulit atau sirkulasi orang normal.
2. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi
jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini
dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen
jaringan atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen
jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau
sel mononuklear. Mungkin terjadi sekresi atau stimulasi dari suatu alat misalnya
thyroid. Contoh reaksi tipe II ini adalah distruksi sel darah merah akibat reaksi
transfusi, penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan pada
penyakit autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :
a. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence
b. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor
untuk Fc
c. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen
3. Reaksi Hipersensitivitas Tipe III
Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi yang terjadi bila
kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/ dinding
pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen. Antibodi yang bisa digunakan sejenis
IgM atau IgG sedangkan komplemen yang diaktifkan kemudian melepas faktor
kemotatik makrofag. Faktor kemotatik yang ini akan menyebabkan pemasukan
leukosit-leukosit PMN yang mulai memfagositosis kompleks-kompleks imun. Reaksi
ini juga mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular yang berasal dari granula-
granula polimorf, yakni berupa enzim proteolitik, dan enzim-enzim pembentukan
kinin.
Antigen pada reaksi tipe III ini dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang
persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis
alergik ekstrinsik) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi dapat
12
disertai dengan antigen dalam jumlah berlebihan, tetapi tanpa adanya respons antibodi
yang efektif.
4. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediatif
immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberculin yang
timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan dengan antigen. Reaksi terjadi karena
sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor spesifik pada
permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan zat
disebut limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar
seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai reseptor di
permukaannya sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan.
Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat berupa jaringan asing
(seperti reaksi allograft), mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri, dll).
Protein atau bahan kimia yang dapat menembus kulit dan bergabung dengan protein
yang berfungsi sebagai carrier. Selain itu, bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang
oleh antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam tubuh yang telah berubah
karena adanya infeksi oleh kuman atau virus, sehingga sel limfosit ini menjadi ganas
terhadap sel yang mengandung antigen itu (sel target). Kerusakan sel atau jaringan
yang disebabkan oleh mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi
kuman (tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola, morbilli, herpes), infeksi
jamur (candidiasis, histoplasmosis) dan infeksi oleh protozoa (leishmaniasis,
schitosomiasis).

13
DAFTAR PUSTAKA

Akib, Arwin AP, dkk., 2007. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Edisi 2. Jakarta: IDAI

Anonim. nd. Reaksi Antigen-Antibodi dan Prinsip Pengobatan. Dikutip dari


http://directory.umm.ac.id/Data%20Elmu/pdf/minggu_4._baru.pdf. Diakses pada
tanggal 15 November 2015

Aryulina dkk. 2007. Biologi SMA dan MA Kelas XII. Jakarta: Erlangga (Esis)

Bratawidjaja KG. 2004. Immunologi Dasar 6th. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 3-17, 32-90,
92-105, 128-150, 171-190

Brown EJ, Joiner KA, Frank MM. Complement. In fundamental immunology.


3rd edition. New York: Raven Press, l985; 645-68.

Frank MM. Complement and kinin. In Stites DP, Terr AI. Basic and clinical immunology; 7th
edition . NorwaIk: Appleton & Lange, 1991; 161-74.

Fried George H. dan George J. Hademenos. 2006. Schaums Outlines of Theory and Problem
of Biology. Jakarta: Erlangga

http://pendidikankarakter.org/biosciencelearning/Materi/SISTEM%20IMUNITAS
%20MANUSIA_SMA_2013.pdf diakses pada tanggal 14 November 2015

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39480/5/Chapter%20I.pdf diakses pada


tanggal 14 November 2015

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/tutinfik/material/dasar-dasarimunobiologi.pdf diakses
pada tanggal 14 November 2015

https://ikma10fkmua.files.wordpress.com/2011/03/dasar-imunologi-fkm-2009.pdf diakses
pada tanggal 14 November 2015

Husband,A.J.1995. The immune system and integrated homeostasis.


Immunology and Cell Biologi, 73:377-382.

Judarwanto, Widodo. 2012. Reaksi Hipersensitivitas. Jakarta: Children Allergy Online Clinic.

Kresno, S. 2003. Ilmu Dasar Onkologi. Jakarta: PT Quparada Makuda Perkasa

Mader, SS. 2010. Human Biology, sixth edition. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc

Rifai, Muhaimin. 2011. Konsep Imunologi. Universitas Brawijaya. [Online],


http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/files/2011/01/BABI.-Konsep-Imunologi.pdf.
Diakes pada 14 November 2015

Subowo. 1993. Imunobiologi. Bandung: Penerbit Angkasa

14

Anda mungkin juga menyukai