Anda di halaman 1dari 102

UNIVERSITAS INDONESIA

LATERALISASI SEMIOLOGI BANGKITAN EPILEPTIK


PADA EPILEPSI LOBUS TEMPORAL MESIAL
DENGAN SKLEROSIS HIPPOKAMPUS

TESIS

HADET PRISDHIANY
0906565072

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI
JAKARTA
JANUARI 2015

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

LATERALISASI SEMIOLOGI BANGKITAN EPILEPTIK


PADA EPILEPSI LOBUS TEMPORAL MESIAL
DENGAN SKLEROSIS HIPPOKAMPUS

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


SPESIALIS-1 NEUROLOGI

HADET PRISDHIANY
0906565072

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI
JAKARTA
JANUARI 2015
i Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Hadet Prisdhiany

NPM : 0906565072

Tanda Tangan:

Tanggal : 19 Januari 2015

ii Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :


Nama : Hadet Prisdhiany
NPM : 0906565072
Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi
Judul Tesis : Lateralisasi semiologi bangkitan epileptik pada
epilepsi lobus temporal mesial dengan sklerosis
hippokampus

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis-1
Neurologi pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : dr. Fitri Octaviana, Sp.S(K), M.Pd.Ked ( )

Pembimbing II : dr. Astri Budikayanti, Sp.S(K) ( )

Pembimbing III : DR. dr. Joedo Prihartono, MPH ( )

Penguji I : dr. Zakiah Syeban, Sp.S(K) ( )

Penguji II : dr. Adre Mayza, Sp.S(K) ( )

Penguji III : dr. Darma Imran, Sp.S(K) ( )

Moderator : dr. Luh Ari Indrawati, Sp.S ( )

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 19 Januari 2015

iii Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


LATERALISASI SEMIOLOGI BANGKITAN EPILEPTIK
PADA EPILEPSI LOBUS TEMPORAL MESIAL
DENGAN SKLEROSIS HIPPOKAMPUS

Mengetahui

Kepala Departemen

dr. Diatri Nari Lastri, Sp.S(K)

Ketua Program Studi

dr. Eva Dewati, Sp.S(K)

Koordinator Penelitian

Dr. dr. Tiara Aninditha, Sp.S(K)

iv Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Sholawat dan salam selalu saya
panjatkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW.
Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
mencapai gelar Spesialis Neurologi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis
Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tesis ini. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih
kepada:
(1) Rektor Universitas Indonesia, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Direktur Utama RSCM, Direktur Instalasi Rawat Jalan RSCM,
Koordinator Pendidikan Dokter Spesialis FKUI/RSCM beserta seluruh
jajarannya, atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk
menempuh pendidikan spesialis di Departemen Neurologi FKUI/RSCM.
(2) Ketua Departemen Neurologi dr. Diatri Nari Lastri, SpS(K) dan Ketua
Program Studi PPDS Neurologi dr. Eva Dewati, SpS(K) untuk bimbingan
dan kesempatan yang diberikan bagi saya untuk belajar di Departemen
Neurologi FKUI/RSCM.
(3) Para pembimbing dan moderator tesis saya: dr. Fitri Octaviana, Sp.S(K),
M.Pd.Ked dan dr. Astri Budikayanti, SpS(K); untuk inspirasi, kesabaran,
waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan dalam mengarahkan saya pada
penyusunan tesis ini. DR. dr. Judho Prihartono, MPH selaku pembimbing
statistik, terimakasih dan rasa hormat atas waktu dan pikiran yang telah
diberikan dalam membatu saya selama proses penelitian.
(4) Para penguji saya: dr. Zakiah Syeban, SpS(K), dr. Adre Mayza, Sp.S(K),
dr. Darma Imran,Sp.S(K), untuk segala asupan dan pemikiran yang telah
diberikan dalam tiap tahap ujian tesis ini, dr. Luh Ari Indrawati, Sp.S
selaku moderator yang juga memberikan masukan atas tesis ini.

v Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


(5) Koordinator penelitian, yaitu Dr.dr. Tiara Aninditha, SpS(K); untuk
inspirasi, waktu, bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.
(6) Kepala ruangan, perawat serta staf Instalasi Rawat Jalan Departemen
Neurologi, seluruh pihak yang terima kasih untuk segala bantuannya dalam
usaha memperoleh data yang saya perlukan.
(7) Dosen pembimbing akademik saya dr. Manfaluhty Hakim, SpS(K), terima
kasih untuk kesabarannya dalam mendengarkan keluh kesah saya serta
bimbingan yang telah diberikan kepada saya selama saya menjadi PPDS di
Departemen Neurologi.
(8) Seluruh guru saya di Departemen Neurologi FKUI, terima kasih atas semua
ilmu dan teladan yang telah diberikan selama saya menempuh Program
Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi, kiranya ilmu yang saya miliki dapat
saya terapkan dengan sebaik-baiknya dalam kehidupan profesi saya.
(9) Kedua orang tua saya, (Alm) Jurnalis Mukhtar,SE,MM dan ibunda
Risnawati Agus, tiada kalimat yang cukup untuk segala kasih sayang, cinta,
perhatian dan dukungan tak terhingga pada diri saya. Doa, pengorbanan,
bimbingan, dorongan dan teladan yang diberikan sejak kecil membuat saya
bisa melangkah sejauh ini. Kepada abang tercinta, Jerry Heikal,ST dan istri,
dr. Diana El Shinta, dan adik tercinta Hafiziarto J Mukhtar, B.Eng, terima
kasih atas semua cinta kasih, doa, dukungan dan bantuan yang tiada henti
selama ini.
(10) Kepada suamiku tercinta dr. Hasril Hadis, Sp.JP(K)(FIHA), terima
kasih atas segala kerelaan, pengorbanan, kesetiaan, dan dukungan yang
selama ini engkau berikan, yang akhirnya berbuah manis. Untuk keempat
anak-anakku tersayang Syahla Syifa Shadira, Sarfaraz Sultan Syaqil, Seif
Salman Sadiq dan Shazia Shasfa Shahiqa, terima kasih atas segala
pengertian, senyuman dan keceriaan yang menghidupkan semangat dan
motivasi mama.
(11) Papa dan mama mertua, Hadis Busudin dan Mimi Karnasih, terima
kasih atas perhatian dan doa yang selalu dipanjatkan.
(12) Sahabat dan rekan satu angkatan: dr. Ni Nengah Rida Ariarini, Sp.S, dr.
Deddy Hermawan, dr. Yudhisman Imran, dr. Yusi Amalia, dr. Marlon

vi Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


Tua, Sp.S, dr. Pricilla Gunawan, Sp.S, dr. Luh Ari Indrawati, Sp.S;
terima kasih atas kerjasama, dukungan, dan kebersamaan kita selama ini.
Rekan-rekan OSCE Makassar 2014: dr. Yudhisman, dr. Andini Aswar, dr.
Muhammad Arief, terimakasih atas pengalaman suka dan duka, kerjasama
yang luar biasa, yang sudah kita lalui bersama selama masa pendidikan ini.
Tak lupa juga ucapan terima kasih saya ucapkan kepada dr. Ismi Adhanisa,
dr. Sucipto Lie, dr. Dwi Astini, dr. Anastasia Maria Loho, dan seluruh
rekan-rekan kerukunan PPDS Neurologi lainnya atas persahabatan,
persaudaraan serta bantuannya.
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
pendidikan Spesialis dan penerbitan tesis ini, setulus hati saya mengucapkan
terimakasih. Semoga Allah SWR membalas dan memberkati semua kebaikan
dengan pahala yang berlipat ganda. Semoga tesis ini dapat membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan dunia kesehatan.

Jakarta, 19 Januari 2015

Hadet Prisdhiany

vii Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Hadet Prisdhiany
NPM : 0906565072
Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi
Departemen : Neurologi
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LATERALISASI SEMIOLOGI BANGKITAN EPILEPTIK
PADA EPILEPSI LOBUS TEMPORAL MESIAL
DENGAN SKLEROSIS HIPPOKAMPUS
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengolah dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 19 Januari 2015
Yang menyatakan

Hadet Prisdhiany

viii Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


ABSTRAK

Nama : Hadet Prisdhiany


Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi
Judul : Lateralisasi semiologi bangkitan epileptik pada epilepsi lobus
temporal mesial dengan sklerosis hippokampus

Latar belakang. Epilepsi lobus temporal (ELT) merupakan sindrom epilepsi


paling banyak ditemukan pada orang dewasa, dimana sebanyak 2/3 berasal dari
lobus temporal mesial. Penyebab umum yang sering ditemukan adalah sklerosis
hippokampus (SH) dan kelainan ini seringkali refrakter terhadap pengobatan.
Dengan anamnesis semiologi bangkitan epileptik yang baik dapat membantu
mengetahui letak lesi dan bermanfaat untuk evaluasi persiapan bedah epilepsi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara semiologi
bangkitan epileptik yang diperoleh melalui anamnesis dengan sisi lesi pada pasien
ELT mesial-SH.

Metode. Desain penelitian adalah potong lintang pada pasien ELT mesial-SH di
Poliklinik Epilepsi RSCM. Kriteria inklusi adalah pasien ELT mesial-SH yang
menunjukkan lokasi yang sama antara aktivitas epileptiform interiktal pada
elektroensefalografi (EEG) dan letak SH pada magnetic resonance imaging
(MRI). Dilakukan anamnesis pada pasien dan keluarga, mengenai bentuk
bangkitan epileptik, kemudian dinilai kesesuaian antara semiologi dan sisi lesi.

Hasil. Didapatkan 45 subjek ELT mesial-SH yang memenuhi kriteria inklusi.


Sebanyak 26 (57,8%) subjek dengan sisi lesi kanan dan 19 (42,2%) subjek sisi
lesi kiri. Gambaran semiologi secara umum adalah aura sakit kepala (62,2%),
automatisme manual (62,2%), automatisme oral (57,8%), perputaran kepala akhir
(48,9%), dystonic posture (48,9%), aura epigastrium (42,2%), perputaran kepala
awal (33,3%), dan aura rasa takut (26,7%). Terdapat empat gambaran motorik
yang sesuai lateralisasi semiologi bangkitan epileptik. Automatisme manual dan
perputaran kepala awal menunjukkan ipsilateral sisi lesi, sedangkan perputaran
kepala akhir dan dystonic posture menunjukkan kontralateral sisi lesi.

Kesimpulan. Terdapat kesesuaian antara semiologi bangkitan epileptik berupa


automatisme manual, perputaran kepala awal, perputaran kepala awal, dan
dystonic posture dengan sisi lesi. Sehingga penting untuk menanyakan 4
gambaran klinis tersebut pada saat anamnesis bangkitan epileptik.

Kata kunci. Aktivitas epileptiform interiktal, epilepsi lobus temporal mesial,


sklerosis hippokampus, semiologi bangkitan epileptik.

ix Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


ABSTRACT

Name : Hadet Prisdhiany


Study Program : Neurology Specialization Educational Programme
Title : Seizure semiology lateralization in mesial temporal lobe
epilepsy with hippocampal sclerosis

Background. Temporal lobe epilepsy (TLE) is the most common epilepsy


syndrome in adults which 2/3 originates from mesial temporal lobe. The most
common etiology is hippocampal sclerosis (HS) and becoming drug resistant.
Detail anamnesis on seizure semiology helps to know side of epileptogenic foci
and evaluate pre epilepsy surgery. The objective of this study is to determine the
concordance between seizure semiology based on anamnesis and side of lesion in
mTLE-HS.

Methods. This was a cross sectional study involving patients with mTLE-HS in
Epilepsy Clinic Cipto Mangunkusumo Hospital. Inclusion criterias were patients
with mTLE-HS who have same side of interictal epileptiform activity based on
electroencephalography (EEG) and HS based on Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Anamnesis were taken from patient and family member on seizure
semiology. Then, concordance between semiology and side of lesion was
analyzed.

Results. There were 45 eligible subjects of mTLE-HS patients. There were 26


(57.8%) subjects with left side lesions and 19 (42.2%) subjects were right side
lesions. Semiology features commonly found are sefalic aura (62.2%), manual
automatism (62.2%), oral automatism (57.8%), late head turning (48.9%),
dystonic posture (48.9%), epigastric aura (42.2%), early head turning (33.3%),
and fear aura (26.7%). Four clinical motoric features have concordance in
seizure semiology lateralization. Manual automatism and early head turning
showed ipsilateral with side of lesion, whereas late head turning and dystonic
posture showed contralateral side of lesion.

Conclusion. We found concordance between seizure semiology features of


manual automatism, early head turning, late head turning and dystonic posture
with side of lesion. Therefore, it was important to ask these features on anamnesis
of seizure semiology.

Key Words. Interictal epileptiform activity, mesial temporal lobe epilepsy,


hippocampal sclerosis (mTLE-HS), seizure semiology

x Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... viii
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
ABSTRACT ..................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah ............................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ...................................................................... 4
1.3 Tujuan penelitian ........................................................................ 5
1.4 Manfaat penelitian ..................................................................... 5
1.4.1 Bidang penelitian .............................................................. 5
1.4.2 Bidang pendidikan ............................................................. 5
1.4.3 Bidang pelayanan masyarakat .......................................... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Epilepsi Lobus Temporal (ELT) Mesial .................................... 7
2.2 Epidemiologi ............................................................................. 8
2.3 Neuroanatomi fungsional lobus temporal mesial. ..................... 9
2.4 Etiologi ....................................................................................... 12
2.5 Patofisiologi ................................................................................ 14
2.5.1 Penyebaran Bangkitan Epileptik ...................................... 20
2.6 Semiologi Bangkitan Epileptik .................................................. 22
2.6.1 Aura .................................................................................. 25
2.6.2 Gambaran klinis ............................................................... 27
2.7 Elektroensefalografi Interiktal ................................................... 31
2.7.1 Abnormalitas EEG Interiktal ............................................ 32
2.7.1.1 Non- epileptiform ............................................... 33
2.7.1.2 Aktivitas epileptiform ......................................... 34
2.7.2 Evaluasi EEG interiktal .................................................... 38
2.8 Kerangka teori ............................................................................ 41
2.9 Kerangka konsep ........................................................................ 42

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Desain penelitian ........................................................................... 43
3.2 Tempat dan waktu penelitian ....................................................... 43
3.3 Populasi penelitian ...................................................................... 43
3.3.1 Kriteria inklusi .................................................................. 43

xi Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


3.3.2 Kriteria eksklusi ............................................................... 44
3.3.3 Sampel dan pemilihan sampel ......................................... 44
3.4 Estimasi besar sampel ................................................................ 44
3.5 Tehnik pemilihan subyek .......................................................... 44
3.6 Cara kerja .................................................................................. 45
3.7 Identifikasi variabel ................................................................... 45
3.8 Definisi operasional .................................................................. 45
3.9 Ijin subyek penelitian ................................................................ 48
3.10 Pengolahan dan analisa data ...................................................... 48
3.11 Kerangka operasional ................................................................ 49

BAB 4. HASIL PENELITIAN


4.1 Karakteristik subyek penelitian .................................................. 50
4.1.1 Karakteristik demografik ................................................ 50
4.1.2 Karakteristik medis .......................................................... 51
4.2 Gambaran semiologi .................................................................. 53
4.2.1 Gambaran semiologi bangkitan epileptik
ELT mesial kanan ........................................................... 54
4.2.2 Gambaran semiologi bangkitan epileptik
ELT mesial kiri ............................................................... 55
4.2.3 Gambaran semiologi dengan sisi lesi .............................. 56
4.2.3.1 Hubungan gambaran semiologi
dengan sisi lesi ................................................... 56
4.2.3.2 Kesesuaian gambaran lateralisasi semiologi
dengan sisi lesi .................................................... 57

BAB 5. PEMBAHASAN ............................................................................... 59

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan ................................................................................. 72
6.2 Saran ........................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 74

xii Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ringkasan mekanisme transisi interiktal-iktal ................................. 16


Tabel 2.2 Gambaran semiologi epilepsi lobus temporal ................................. 25
Tabel 2.3 Lokalisasi dan lateralisasi tanda dan gejala bangkitan epileptik...... 29
Tabel 2.4 Lateralisasi bangkitan epileptik fokal ............................................ 30
Tabel 2.5 Nilai dari tanda positif dan negatif motorik dalam melateralisasi
onset bangkitan epileptik ................................................................. 31
Tabel 4.1 Sebaran subyek menurut karakteristik demografik (n=45) ............. 50
Tabel 4.2 Sebaran subyek menurut kharakteristik medik (n=45) ................... 52
Tabel 4.3 Sebaran subyek berdasarkan lateralisasi EEG interiktal ................. 53
Tabel 4.4 Sebaran subyek berdasarkan abnormalitas hippokampus (n=45) ... 47
Tabel 4.5 Hubungan gambaran semiologi dengan sisi lesi .............................. 56
Tabel 4.6 Kesesuaian gambaran lateralisasi semiologi dengan sisi lesi .... ..... 58

xiii Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Batasan lobus temporal dan posisi sulkus mayor dan girus
dan penanda lain permukaan lateral dan medial
hemisfer serebri kiri ................................................................ 10
Gambar 2.2 Potongan transversal badan hipokampus, girus dentata,
fissura koroid dan bagian tanduk inferior ventrikel lateral ..... 11
Gambar 2.3 Potongan koronal lobus temporal dan struktur sekitarnya,
pada level kepala hippokampus ............................................ 11
Gambar 2.4 Hubungan anatomi lobus temporal, potongan seksional
temporal, anterior amigdala, hipokampus dan tanduk
temporal ................................................................................... 10
Gambar 2.5 Mekanisme bangkitan parsial pada lobus temporal .................. 19
Gambar 2.6 Mikroskopik (A) Hippokampus normal dan
(B-I) Sklerosis hippokampus .................................................. 20
Gambar 2.7 Skematik 3 potensial jalur propagasi bangkitan epileptik ....... 21
Gambar 2.8 Jalur-jalur utama penyebaran cetusan epileptik dari kompleks
amigdala-hippokampus kanan ................................................. 22
Gambar 2.9 Gambar EEG interiktal, laki-laki dengan epilepsi lobus
temporal mesial kanan ............................................................. 34
Gambar 2.10 Gambar EEG, wanita 29 tahun dengan
riwayat bangkitan epileptik parsial kompleks ......................... 35
Gambar 2.11 Lateralisasi gelombang tajam temporal dengan fase reversal
terlihat di regio mid temporal kiri (T3) ................................... 39
Gambar 4.1 Persentase sebaran semiologi .............................................. 54
Gambar 4.2 Persentase Sebaran semiologi pada ELT mesial kanan ........... 55
Gambar 4.3 Persentase Sebaran semiologi pada ELT mesial kiri ............... 56

xiv Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


DAFTAR SINGKATAN

ELT : Epilepsi Lobus Temporal


ILAE : International League Against Epilepsy
EEG : Elektroencefalography
MRI : Magnetic Resonance Imaging
SH : Sklerosis hippokampus
CA : Cornu Ammonis
ZS : Zona Simptomatogenik
CPS : Complex Partial Seizure
SGS : Secondary Generalised Seizure
IED : Interictal Epileptiform Discharge
TIRDA : Temporal Intermittent Rythmic Delta Activity

xv Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir pengisian data pasien ..................................................... 80

Lampiran 2 Jadwal penelitian .......................................................................... 82

Lampiran 3 Anggaran penelitian ...................................................................... 83

Lampiran 4 Surat keterangan lolos kaji etik .................................................... 84

Lampiran 5 Surat keterangan persetujuan izin penelitian ................................ 85

xvi Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
Sindrom epilepsi lobus temporal (ELT) berkisar 30–35% pada dewasa
maupun anak-anak dari keseluruhan jenis epilepsi dimana sebanyak 2/3 berasal
dari lobus temporal mesial, sisanya lobus temporal lateral. Sindrom ELT mesial
saja berkisar 20% dari seluruh epilepsi dengan penyebab umum (65%) sklerosis
hippokampus (SH).1,2 Secara umum di dunia, terdapat ± 50-60 juta penyandang
epilepsi, dengan tingkat prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%.3 Di negara
berkembang, prevalensi epilepsi berkisar 14-57 kasus per 1000 penduduk dan
insidensi 30-115 orang per 100.000 penduduk. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 220 juta orang, maka diperkirakan jumlah penyandang epilepsi adalah
lebih dari 1,1 juta orang dan insidensi 250.000 orang per tahun. Jika
dibandingkan di negara maju dengan prevalensi epilepsi 8,2 per 1000 penduduk,
dan insidensi 25-50 orang per 100.000 penduduk per tahun, maka prevalensi dan
insidensi penyandang epilepsi di negara berkembang seperti Indonesia,
diperkirakan 2-3 kali lebih tinggi.4 Khusus pada ELT mesial, 70% pasien dapat
menjadi refrakter pengobatan, sehingga diperlukan pembedahan, namun
diperkirakan hanya 20% pasien epilepsi ini yang sudah mendapat tatalaksana
bedah epilepsi sejauh ini.5 Hal tersebut diatas menunjukkan fenomena gunung es
bahwa kasus epilepsi tinggi, dengan kasus ELT mesial yang refrakter pengobatan
terbanyak namun sedikit yang sampai mendapat tatalaksana bedah. Ini
seharusnya dapat dikenali lebih awal dan ditatalaksana maksimal baik oleh dokter
umum di pelayanan primer, maupun ahli syaraf dan bedah syaraf di jenjang
pelayanan yang lebih tinggi.
Langkah awal mendiagnosa klinis epilepsi adalah dengan mengetahui
semiologi bangkitan epileptik melalui anamnesis riwayat perjalanan penyakit.
Meskipun deskripsi per anamnesis bangkitan epileptik memiliki beberapa
keterbatasan namun masih dibutuhkan sampai sekarang analisanya secara detil.
Semiologi bangkitan epileptik merupakan tahapan kronologis dari perubahan
keadaan neurologis yang berulang, sementara, berhenti dengan sendirinya atau

1 Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


2

tidak disadari. Semiologi bangkitan epileptik ini efektif untuk terlebih dahulu
membedakan bangkitan epileptik dan non epileptik. 6,7 Gangguan kesadaran atau
memori oleh karena aktivitas epileptik membuat pasien tidak mampu mengingat
gambaran bangkitan epileptiknya sendiri. Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan
observasi dan menceritakan kembali bangkitan epileptik oleh saksi mata keluarga
dan teman. Dengan semiologi ini, selanjutnya dapat diketahui tipe bangkitan,
sindroma dan etiologi epilepsi. Diawali dengan anamnesis pada pasien dan
keluarga pasien, sampai penggunaan alat diagnostik elektroensefalografi (EEG)
dan magnetic resonance imaging (MRI), merupakan faktor penting yang
menentukan prognosis dan tatalaksana pengobatan, serta penilaian prabedah
epilepsi.8
Salah satu penelitian menunjukkan akurasi 44,5% untuk mengingat
kembali setelah melihat video episode konvulsif dan 70% pada non konvulsivus.
Penilaian paling akurat adalah pada gambaran fasial dan vokalisasi, dan paling
tidak akurat pada deskripsi pergerakan tungkai dan tingkah laku postiktal. Pada
salah satu studi, spesifitas epileptologist berdasarkan anamnesis dalam
mengidentifikasi epilepsi lobus temporal adalah 50%, dan sensitivitas 96%
dengan akurasi klinis 94% mengidentifikasi bangkitan epileptik atau bukan
bangkitan epileptik.9,10 Studi lain menunjukkan sensitivitas 87% dan spesifitas
82% untuk seorang neurolog menegakkan diagnosa epilepsi dibandingkan
sensitivas 51% dan spesifitas 56% oleh dokter umum.11
Gambaran semiologi memiliki reliabilitas yang tinggi dalam menentukan
lateralisasi onset bangkitan epileptik. Penelitian Chee dan kawan-kawan (dkk)
meneliti rekaman video pada 27 pasien dengan epilepsi lobus temporal dan 11
pasien dengan epilepsi lobus ekstratemporal, didapatkan lateralisasi berdasarkan
semiologi bangkitan epileptik pada 80% pasien dan yang lateralisasinya sesuai
94%. Penelitian O’Brien dkk menganalisa semiologi bangkitan epileptik melalui
video menunjukkan 82% pasien dapat dilateralisasi berdasarkan semiologi
bangkitan epileptik dan lateralisasinya sesuai 90% ELT, dan pada epilepsi lobus
frontal (ELF), 87% pasien dapat dilateralisasi berdasarkan semiologi bangkitan
epileptik dan lateralisasinya sesuai 95%. Semiologi juga memberikan informasi
lokalisasi pada seluruh pasien ELT dan 83% pada pasien ELF. Penelitian Serles

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


3

dkk menilai kesesuaian 96% antara semiologi bangkitan epileptik dan EEG iktal
pada ELT. Pada penelitian yang sama juga dinilai informasi lokalisasi, bahwa
semua pasien dapat dilokalisasi dan sesuai lokalisasinya pada ELT, sementara
83% dapat terlokalisasi dan sesuai 74% pada pasien ELF.12-14
Tanda lateralisasi yang berguna pada saat iktal pada ELT adalah aura
abdominal, distonia unilateral, automatisme oroalimentari, automatisme tangan
automotor, automatisme dengan kesadaran terjaga, versive, spasme tonik
unilateral, muntah iktal, iktal verbal, aphasia postiktal, dan menyeka hidung
postiktal.15,16 Di luar negeri, banyak penelitian sudah dipublikasi mengenai tanda
lateralisasi yang memprediksi hemisfer onset bangkitan epileptik pada ELT. 12,15,17-
26
Di Indonesia, berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Aldi
dkk, gambaran aura pada 75% pasien ELT berupa rasa nyeri kepala, rasa tidak
nyaman di epigastrium dan rasa takut subjektif, serta adanya gerakan perputaran
kepala dan automatisme oral.27
Gambaran semiologi epilepsi lobus temporal (ELT) mesial adalah aura
khas munculnya sensasi epigastrium, deja vu, fenomena afektif berupa rasa takut
atau sedih diikuti tanda motorik unilateral dan bilateral. Behavioural arrest dan
automatisme oral umum terjadi dan penyebaran bitemporal berperan pada
perubahan kesadaran, amnesia, fenomena otonom (perubahan pada denyut jantung
dan pernafasan), dan khas terjadi automatisme motorik (tonic/dystonic
posture).1,28 Salah satu penelitian semiologi pada pasien dengan lesi hippokampus
dan ekstrahippokampus didapatkan gambaran semiologi saat awal iktal pada
lokasi lesi hippokampus yang bermakna adalah aura, automatisme oral dan
dystonic posture.29 Penelitian lain juga melaporkan kombinasi dari dystonic
posture kontralateral dan automatisme ipsilateral terobservasi hanya pada pasien
ELT mesial.30
Keuntungan elektroensefalografi (EEG) rutin adalah kemudahan, biaya
yang lebih murah, nyaman, dan tidak beresiko timbulnya status epileptikus. Bila
telah ada kesesuaian lateralisasi EEG interiktal, bersama dengan kesesuaian
gambaran klinis, dan adanya abnormalitas MRI membuat EEG interiktal dipakai
di semua pusat epilepsi. Keterbatasan EEG interiktal ini dapat dikurangi jika
semiologi bangkitan epileptik juga digunakan untuk menentukan onset bangkitan

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


4

epileptik. Dengan mengetahui lokalisasi dan gambaran lateralisasi fokus


epileptogenik pada rekaman EEG interiktal dapat menjelaskan manifestasi klinis
“aura“ maupun jenis serangan kejang. Alat diagnostik EEG iktal saja dapat
melateralisasi onset bangkitan epileptik pada 65% pasien ELT, tetapi dengan
tambahan data semiologi meningkatkan lateralisasi menjadi 95%. Nilai dari
semiologi bangkitan epileptik lebih diakui jika EEG tidak memberi informasi
yang cukup untuk melokalisir bangkitan epileptik.21,23,31,32 Olehkarenanya,
bilamana ada keterbatasan alat EEG di perifer, maka penggunaan anamnesis
semiologi bangkitan epileptik akan memberi kontribusi pada klinisi untuk
memprediksi letak lesi pasien epilepsi, khususnya ELT mesial.
Mendapatkan perekaman video saat bangkitan epileptik cukup sulit karena
saksi mata bisa menjadi emosional saat mengobservasi keseluruhan bangkitan
yang terjadi. Begitu pula pada saat perekaman EEG interiktal, jarang timbul
bangkitan epileptik secara klinis. EEG normal atau negatif juga tidak bisa
menghilangkan peranan diagnosa klinis suatu bangkitan epileptik karena hampir
setengah dari pasien dengan gangguan epileptik memiliki satu EEG interiktal dan
10% pasien bisa tidak terdapat cetusan epileptiform. Sama halnya dengan pasien
MRI negatif atau normal namun ada gambaran klinisnya. Olehkarenanya,
penelitian ini melanjutkan penelitian pendahuluan dengan melihat gambaran
semiologi bangkitan epileptik yang diperoleh berdasarkan anamnesis, pada pasien
ELT mesial dimana telah ada lateralisasi EEG interiktal dengan sklerosis
hippokampus ipsilateral. Apabila dilakukan tindakan pembedahan epilepsi pada
ELT mesial, dengan anamnesis semiologi yang baik dan pemeriksaan penunjang
EEG yang menunjukkan cetusan epileptiform sesuai (unilateral), maka prognosis
pasien akan baik.33-36

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang makalah diatas, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran semiologi bangkitan epileptik ELT mesial kanan
yang diperoleh melalui anamnesis pada pasien ELT mesial-SH kanan?

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


5

2. Bagaimana gambaran semiologi bangkitan epileptik ELT mesial kiri yang


diperoleh melalui anamnesis pada pasien ELT mesial-SH kiri?
3. Bagaimana hubungan antara gambaran semiologi bangkitan epileptik yang
diperoleh melalui anamnesis dengan sisi lesi pada pasien ELT mesial-SH?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan penggunaan gambaran lateralisasi semiologi bangkitan
epileptik yang diperoleh melalui anamnesis untuk penatalaksanaan ELT mesial-
SH

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui gambaran semiologi bangkitan epileptik yang diperoleh melalui
anamnesis pada pasien ELT mesial-SH kanan.
2. Mengetahui gambaran semiologi bangkitan epileptik yang diperoleh melalui
anamnesis pada pasien ELT mesial-SH kiri.
3. Mengetahui hubungan antara semiologi klinis bangkitan epileptik yang
diperoleh melalui anamnesis dengan sisi lesi pada pasien ELT mesial-SH.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bidang penelitian.
1.1. Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar untuk penelitian lebih lanjut
dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan desain penelitian yang
berbeda. tentang peranan lateralisasi semiologi bangkitan epileptik pada
ELT mesial-SH.
2. Bidang pendidikan.
2.1 Penelitian ini merupakan sarana pendidikan dalam melatih berpikir
analitik sistematis dan meningkatkan wawasan pengetahuan tentang
gambaran dan hubungan lateralisasi semiologi bangkitan epileptik yang
diperoleh melalui anamnesis pada pasien ELT mesial-SH kanan dan kiri.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


6

3. Bidang pelayanan masyarakat.


2.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu sejawat klinisi baik di
pelayanan primer dan sekunder untuk menguatkan diagnosa klinis
melalui penggunaan semiologi bangkitan epileptik yang diperoleh
melalui anamnesis guna menentukan lateralisasi zona onset bangkitan
epileptik pada pasien ELT mesial-SH.
2.2 Bilamana tidak ada ketersediaan alat EEG dan MRI di daerah perifer,
hasil anamnesis pada semiologi bangkitan epileptik akan membantu
klinisi menentukan lateralisasi bangkitan epileptik yang dapat membantu
tatalaksana dan prognosis pasien ELT mesial-SH.
2.3 Hasil lateralisasi semiologi bangkitan epileptik akan membantu
menguatkan penilaian evaluasi prabedah epilepsi pada pasien ELT
mesial-SH yang intraktabel atau refrakter pengobatan.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EPILEPSI LOBUS TEMPORAL (ELT) MESIAL


Epilepsi adalah keadaan yang ditandai oleh bangkitan epileptik berulang
yang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi. 37 Pada definisi
epilepsi yang terbaru, yang diajukan oleh International League Against Epilepsy
(ILAE) dan the International Bureau for Epilepsy (IBE) 2005, epilepsi adalah
gangguan di otak disebabkan predisposisi pasti yang menggenerasi bangkitan
epileptik dan dengan konsekuensi neurobiologik, kognitif, psikologis, sosial, serta
terjadi minimal satu kali bangkitan epileptik. 38 Bangkitan epileptik adalah
manifestasi klinis yang terjadi secara tiba-tiba dan sementara berupa gangguan
perilaku yang stereotipik, yang dapat menimbulkan gangguan kesadaran,
gangguan motorik, sensorik, otonom ataupun psikis, yang disebabkan oleh
aktivitas listrik otak yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron.
Sindrom epilepsi sendiri merupakan kumpulan gejala dan tanda klinik yang unik
untuk suatu epilepsi; mencakup tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor
presipitasi, usia awitan, berat dan kronisitas, siklus diurnal dan sirkadian, bahkan
kadang-kadang prognosis.39
Komisi ILAE (1981) membagi tipe bangkitan epilepsi, berupa bangkitan
fokal/parsial, umum dan tak tergolongkan. Komisi ILAE (1989) mengklasifikasi
epilepsi fokal menurut topografi/ anatomi sebagai ELT, epilepsi lobus frontal
(ELF), epilepsi lobus parietal (ELP), dan epilepsi lobus oksipital (ELO).37
Pada ELT, terjadi bangkitan epileptik tanpa provokasi yang berulang dan
berasal dari struktur lobus temporal.2 Pembagian ELT berhubungan erat dengan
manifestasi klinis yang ditimbulkan dan penentuan lokasi untuk terapi operasi.
Berdasarkan patologi anatomis, sindroma ini dapat dibagi menjadi epilepsi lobus
temporal mesial dan lateral.1 Komisi ILAE mengklasifikasi sindrom ELT
menjadi epilepsi limbik dan neokortikal;
1. Epilepsi limbik
 ELT mesial dengan sklerosis hippokampus (SH)
 ELT mesial yang didefinisikan dengan etiologi spesifik
7 Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


8

 Tipe lain yang didefinisikan dengan etiologi dan lokasi


2. Epilepsi neokortikal
 Sindrom Rasmussen
 Sindrom hemikonvulsan-hemiplegia
 ELT lateral
 Migrating focal seizures of early childhood
 Tipe lain yang didefinisikan dengan lokasi dan etiologi

Pada ELT mesial-SH, bentuk paling umum berupa epilepsi fokal dan
manifestasi klinis aktivitas epileptik di struktur limbik. Pada ELT mesial-SH,
terdapat gambaran khas pada semiologi, EEG, gambaran imaging, gambaran
patologi. Pada SH, tanda pola spesifik kehilangan sel melibatkan CA1 dan neuron
hilar dan sedikit daerah CA2. Pada salah satu penelitian, 70% pasien ELT yang
intraktabel post operasi memiliki SH secara patologis. 1,40 Pada ELT neokortikal,
dalam hal ini adalah ELT lateral, profil klinisnya berbeda dari ELT mesial.41
Usia onset rata-rata ± 5-10 tahun lebih dari ELT mesial. Tidak diketahui faktor
risiko jenis kelamin, budaya, ras. Tidak ada riwayat bangkitan epileptik demam,
cedera kepala, cedera perinatal ataupun infeksi susunan saraf pusat seperti ELT
mesial. Membedakan antara kedua jenis ELT ini memberi tantangan untuk
menentukan lokasi epileptogeniknya karena gejala klinis yang saling tumpang
tindih, dikarenakan koneksi antara struktur temporal lateral dan mesial membuat
penyebaran cetusan iktal pada arah yang mana saja di keduanya. 42

2.2 EPIDEMIOLOGI
Terdapat ± 50-60 juta orang penyandang epilepsi di seluruh dunia. Dari
banyak studi, diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata
prevalensi epilepsi 8,2 per 1000 penduduk di negara maju, dengan insidensi 25-50
orang per 100.000 penduduk per tahun. Angka prevalensi epilepsi di negara
berkembang berkisar 14-57 kasus per 1000 orang dengan insidensi 30-115 per
100.000 penduduk per tahun.3 Prevalensi epilepsi di negara maju, pada bayi dan
anak-anak cukup tinggi, namun menurun pada dewasa muda dan pertengahan,
kemudian meningkat kembali pada kelompok usia lanjut. Di negara berkembang,

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


9

insidensi lebih sering pada dewasa muda. Di Indonesia, dengan jumlah penduduk
220 juta orang, diperkirakan jumlah penyandang epilepsi adalah 250.000 per
tahun dan dengan prevalensi 0,5%, terdapat lebih dari 1,1 juta orang dengan
epilepsi.4
Angka kejadian epilepsi lobus temporal berkisar 30 – 35 % dari
keseluruhan kejadian epilepsi dan sebanyak 2/3 nya berasal dari lobus temporal
mesial, sisanya lobus temporal lateral.1 Penyebab umum (65%) epilepsi lobus
temporal mesial adalah sklerosis hippokampus.2 Laki-laki dan perempuan bisa
sama terkenai. Usia saat onsetnya tergantung pada etiologi. Menurut Hauser dan
Kurland, yang melakukan penelitian epidemiologi epilepsi di Rochester
Minnesota dari tahun 1935 sampai dengan 1967 menyatakan bahwa angka insiden
dari epilepsi lobus temporal adalah 10.4 per 100.000 orang pada tahun 1945
sampai dengan 1964 dan 6.5 pada tahun 1935 sampai dengan 1944. 43 Pada
penelitian yang dilakukan di Poli Saraf RSUPN Cipto Mangunkusumo, 74,2%
kunjungan merupakan penderita ELT.44 Data demografis memperlihatkan bahwa
ELT mesial-SH umumnya dimulai pada masa akhir kanak-kanak dan usia awal
dewasa, antara usia 4-16 tahun. Onset sebelum usia 4 tahun jarang, tetapi bisa
terjadi.5

2.3 NEUROANATOMI FUNGSIONAL LOBUS TEMPORAL MESIAL


Otak secara garis besar terbagi menjadi cerebrum, batang otak dan
cerebellum. Cerebrum merupakan komponen otak yang paling besar, terbagi
menjadi hemisfer kanan dan kiri. Masing-masing hemisfer secara konvensial
terbagi menjadi 4 lobus, yakni lobus frontal, parietal, oksipital dan temporal.
Hemisfer cerebral kanan dan kiri dipisahkan oleh fissura cerebral longitudinal.
Kedua hemisfer dihubungkan terutama oleh korpus kalosum. Bagian dari lobus
parietal, frontal dan temporal yang berada di atas insula disebut operkulum. Lobus
frontal dapat dibedakan dari lobus temporal oleh sulkus lateral (fissura sylvian).45,
Lobus temporal terbagi menjadi girus superior, medial, dan temporal
inferior yang dipisahkan oleh sulkus superior dan temporal inferior. Pada
permukaan inferior dari lobus temporal, di lateral dari mid brain terdapat girus
parahippokampus, dengan sulkus kolateral di lateralnya. Diantara girus

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


10

parahippokampus dan girus temporal inferior terdapat girus oksipitotemporal yang


disebut juga girus fusiform. Pada bagian medial dari lobus temporal terdapat
struktur yang disebut sebagai lobus limbik.45

Gambar 2.1 Batasan lobus temporal dan posisi sulkus mayor dan girus dan
penanda lain permukaan lateral dan medial hemisfer serebri kiri. 45

Lobus temporal adalah regio epileptogenik otak. Lobus temporal mesial


adalah bagian dari sistem limbik, dengan aspek afektif pada tingkahlaku.
Bangkitan epileptik fokal berawal dari satu atau kedua lobus temporal mesial
termasuk amigdala, hippokampus dan girus parahippokampus.45
Ketika teraktivasi selama aura, amigdala pada manusia seringkali
memproduksi rasa ketakutan atau membentuk rasa bahaya akan mengancam.
Amigdala berfungsi dalam mengatur tingkah laku defensif yang melibatkan
agresi, emosi dan libido, dengan klinis seperti dilatasi pupil, sikap tubuh agresif,
dan efek otonom piloereksi, takikardia, dan takipnea, dan bahkan rasa marah.
Hiperseksualitas dan hiperaktivitas, eksplorasi oral bisa tampak bila ada lesi
amigdala bilateral. Lobus temporal bagian medial juga meningkatkan kejadian
memori yang episodik (informasinya terikat waktu dan tempat kejadian) dan
deklaratif (memori eksplisit untuk fakta yang bisa diverbalisasikan), mencakup
memori baru untuk suatu pengalaman.45
Formasi hippokampus (FH), terdiri dari girus dentata, hippokampus, dan
subikulum. Ini merupakan tiga lapis allokorteks dengan sel piramid pada
subikulum dan hippokampus, yang berpotensi untuk plastisitas neural selama
potensiasi jangka panjang. Terbagi pada bagian kepala, badan dan ekor
hippokampus yang panjangnya berkisar 4 - 4.5 cm, dan berfungsi untuk memori
dan navigasi spasial. Hippokampus terbagi divisi, yaitu cornu ammonis
Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


11

(CA):CA1-CA4 dikelilingi oleh girus dentata yang penting untuk transfer memori
jangka pendek ke penyimpanan jangka panjang pada korteks asosiasi. Girus
parahippokampus memiliki 2 koneksi antara hippokampus dan semua korteks
asosiasi mayor dan korteks olfaktori primer. Pasien dengan kerusakan berat lobus
temporal medial menjadi amnesia dengan ketidakmampuan membentuk dan
meraih memori baru.46

Gambar 2.2 (kiri). Potongan transversal badan hippokampus, girus dentata,


fissura koroid dan bagian tanduk inferior ventrikel lateral. Girus dentata
dan sektor CA hippokampus (merah).Gambar 2.3 (kanan). Potongan
koronal lobus temporal dan struktur sekitarnya, pada level kepala
hipokamus. Amigdala berwarna hijau, dengan posisi 3 inti:
corticomedial (CM), basolateral (BL), and central (Ce). Bagian putih dari
otak berwarna biru.46

Gambar 2.4 Hubungan anatomi lobus temporal, potongan seksional


temporal, anterior amigdala, hippokampus dan tanduk temporal.45
Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


12

2.4 ETIOLOGI
Predisposisi genetik bisa ditemukan di ELT mesial-SH, tetapi bukan suatu
proses yang seragam, sebagai berikut ini.5
 Insidensi meningkat dengan riwayat keluarga kejang demam dan epilepsi
(utamanya epilepsi bangkitan umum). Predisposisi genetik untuk kejang
demam dapat diasosiasikan dengan bangkitan epileptik yang berat pada
beberapa pasien yang menghasilkan sklerosis hippokampus dan ELT
mesial. Epilepsi umum dengan kejang demam dapat menjadi bangkitan
epileptik parsial/fokal.
 Biasanya, tidak ada peningkatan insidensi riwayat keluarga dengan
epilepsi hippokampus dan sklerosis hippokampus tidak terjadi pada
saudara kembar yang memiliki SH. Namun, 18 dari 52 individu
asimptomatik dari 11 keluarga dengan ELT mesial familial memiliki atrofi
hippokampus sisi kiri (11 subyek) atau bilateral (7 subyek); 14 subyek
diantaranya memiliki tanda MRI klasik sklerosis hippokampus. Pada
kasus tersebut, diasumsikan bahwa defek genetik bisa menyebabkan ELT
mesial, membuat terjadinya SH dengan atau tanpa kejang demam.
 Defek kanal natrium pada tikus dapat menyebabkan terjadinya SH, dan ini
memungkinkan defek yang sama dapat memiliki efek yang sama pada
manusia menyebabkan ELT mesial dengan atau tanpa kejang demam.
Begitu pula dengan penyebab SH masih belum diketahui. Ada dua pendapat
yang bertentangan mengenai ini:5
1. Konsep tradisional bahwa kejang demam lama dan cedera otak pada awal
kehidupan menyebabkan SH dan epilepsi hippokampus. Hal ini karena:
 1/3 pasien dengan ELT mesial-SH memiliki riwayat kejang demam
lama dan lainnya memiliki riwayat cedera otak pada awal
kehidupan.
 MRI memperlihatkan bahwa kejang demam lama dan fokal
menghasilkan kerusakan akut hippokampus menyebabkan atrofi
hippokampus.
2. Kecendrungan baru bahwa abnormalitas hippokampus yang sudah ada
sebelumnya mempredisposisi kejang demam. Jika ini berlangsung lama,

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


13

bisa menyebabkan kerusakan hippokampus melibatkan sklerosis lobus


temporal mesial yang bermanifestasi ELT mesial. Hal ini didukung oleh:
 Perkiraan resiko terjadinya ELT setelah kejang demam lama
kemungkinannya 1/75000 anak per tahun.
 MRI memperlihatkan adanya malformasi hippokampus yang sudah
ada bisa memfasilitasi kejang demam dan berkontribusi terjadinya
SH.

Sekitar 1/3 pasien dengan ELT mesial-SH mempunyai riwayat kejang


demam yang lama dan riwayat cedera otak pada awal-awal kehidupan, seperti
trauma, hipoksia dan infeksi intrakranial. Mathern dkk.(1995) menemukan 90%
pasien dengan riwayat kejang demam atau kejadian presipitasi awal. Jenis
presipitasi awal dan usia onset bangkitan berhubungan dengan gambaran klinis
patologis. Pasien dengan kejang demam sebelum usia 5 tahun cenderung atrofi
hippokampus unilateral dan berespon baik untuk bedah epilepsi. 47,48 Meencke
menemukan lesi bilateral sklerosis hippokampus pada 56% pasien, sementara
Sano dkk menemukan 86% pasien yang meninggal dengan epilepsi memiliki
sklerosis hippokampus bilateral. Berbeda dengan Margerison dan Corsellis
menemukan lesi bilateral hanya pada 47% pada penelitian serial mereka. Pada
penelitian yang dilakukan oleh DeLong dkk pada tahun 1997 menunjukkan bahwa
pasien dengan sklerosis hippokampus bilateral lebih sering terjadi pada pasien
dengan gangguan awal pada saat perinatal, dimana pada kerusakan yang lebih
belakangan, lesi unilateral lebih umum.49
Modalitas MRI menjadi salah satu pilihan pemeriksaan diagnostik yang
menunjukkan sensitifitas 86% dan spesifitas 93% dalam mendeteksi sklerosis
hippokampus.38 Pada studinya, MRI pre operatif dinilai peningkatan sinyal T2
pada hippokampus yang terlihat pada 23 dari 27 kasus yang terbukti sklerosis
hippokampus secara patologi anatomi.50 Atrofi hippokampus berkorelasi secara
patologi dengan sklerosis hippokampus, yang dikarakteristikkan dengan
kehilangan sel neuronal hampir di seluruh struktur hippokampus. Walaupun
atrofi hippokampus berhubungan dengan kejang refrakter, namun atrofi
hippokampus juga ditemukan pada pasien ELT mesial yang benign.51 Atrofi

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


14

hippokampus dapat terjadi tanpa adanya tanda sklerosis hippokampus, hal ini
pada MRI terlihat dengan berkurangnya volume hippokampus (yang diukur
dengan menggunakan volumemetri) tapi memiliki gambaran T2 dan FLAIR yang
normal. Atrofi sebagai satu – satunya gambaran sklerosis hippokampus ditemukan
lebih dari 80 – 85% kasus.52,53
Interpretasi MRI menunjukkan atrofi hippokampus dengan sensitivitas
87%-100% pada pasien ELT hanya dengan analisa visual saja. Atrofi
54
hippokampus bilateral pada 10-15% kasus. Peningkatan intensitas signal T2
pada hippokampus bisa terlihat pada FLAIR, dan ini konsisten dengan sklerosis
hippokampus.55 Adanya MRI yang menunjukkan atrophy yang jelas ataupun
peningkatan intensitas sinyal struktur temporal mesial membantu evaluasi
prabedah pasien ELT yang refrakter. Pada pemeriksaan MRI volumetrik terhadap
formasi hippokampus saja memberikan lateralisasi 87%, terhadap amygdala dan
formasi hippokampus, didapatkan 93% lateralisasi yang masing-masing sesuai
dengan lateralisasi EEG.56

2.5 PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang menghasilkan penguatan sinyal, sinkronisitas, dan
13,51
penyebaran aktivitas terlibat dalam transisi interiktal-iktal. Pada mekanisme
non sinaptik, terjadi:,57
A. Perubahan dalam lingkungan mikro ionik. Kegiatan iktal dan interiktal
berulang menyebabkan peningkatan K+ ekstraseluler, menyebabkan
peningkatan rangsangan/ eksitabilitas neuron. Beberapa neuron sangat sensitif
terhadap perubahan membran arus K+, misalnya sel piramidal di wilayah CA1
hippokampus.57 Neuron epileptik terlihat memiliki peningkatan konduktansi
Ca2+. Jalur Ca2+ laten dipakai, membuat efikasi jalur Ca 2+ meningkat atau
jumlah jalur Ca2+ naik secara kronis. Terjadinya burst activity, aktivitas yang
sangat cepat tergantung dari masuknya arus. Ketika konsentrasi K+
ekstraselular naik (selama aktivitas bangkitan epileptik), keseimbangan K+
sepanjang membran berkurang, membuat berkurangnya arus K+ yang keluar.
K+ ekstraselular eksesif mendepolarisasi neuron dan memimpin terjadinya
cetusan gelombang paku.Arus akan masuk, mendepolarisasi neuron sampai

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


15

arus Ca2+ terpicu. Selama bangkitan epileptik, perubahan ekstraseluler Ca2+


(penurunan 85%) melebihi K+ dalam hitungan milidetik dan level Ca 2+
kembali ke normal lebih cepat daripada K+. Fokus epilepsi bisa
memperlihatkan proliferasi glia yang berbeda baik di morfologi dan
fisiologi.58 Gliosis akan mempengaruhi kapasitas sel glia K+ dan
meningkatkan kontribusi untuk menggenerasi bangkitan epileptik.59
B. Transpor ion aktif. Aktivasi pompa Na+ K+ penting bagi regulasi rangsangan
saraf selama cetusan berlebihan neuron. Zat seperti ouabain yang memblok
pompa Na+ K+ dapat menginduksi epileptogenesis pada hewan model.
Hipoksia atau iskemia dapat menyebabkan kegagalan pompa Na+ K+ sehingga
mempromosikan transisi interiktal-iktal. Mekanisme transport Cl- K+
mengontrol konsentrasi Cl- intraseluler dan gradien Cl- yang melintasi
membran sel yang mengatur efektivitas GABA –aktivasi inhibisi arus Cl--.
Interferensi dengan proses ini bisa menyebabkan penurunan progresif dalam
efektivitas penghambatan GABAergik, sehingga menyebabkan rangsangan
eksitabilitas meningkat.57
C. Terminal presinaptik meledak/ bursting. Jumlah pemancar yang dilepaskan
berhubungan dengan depolarisasi terminal presinaptik: paroxysmal
depolarizing shift (PDS). Perubahan eksitabilitas akson terminal akan
memiliki efek pada eksitasi sinaptik. Potensial aksi yang mencuat tinggi
abnormal terjadi pada relay axonal talamokortikal selama epileptogenesis. Jika
relay talamokortikal berakhir pada sejumlah besar neuron kortikal,
sinkronisasi dapat terjadi yang memainkan peran penting dalam transisi
interiktal-iktal.57
D. Interaksi ephaptik. Interaksi ephaptik diproduksi ketika arus dari neuron yang
diaktifkan merangsang neuron yang berdekatan dengan kondisi dimana tidak
adanya koneksi sinaptik. Efek ephaptik sangat tergantung pada ukuran dari
ruang ekstraselular. Bila ruang ekstraselular kecil, interaksi ephaptik
dipromosikan terjadi.57

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


16

Tabel 2.1. Ringkasan mekanisme transisi interiktal-iktal.57


Mekanisme non sinaptik
1. Perubahan pada lingkungan ionik; contoh, meningkatnya K+ ekstraseluler, menurunnya Ca2+
ekstraseluler
2. Menurunnya ukuran ruang ekstraseluler
3. Kegagalan transpor ion: pompa Na+K+ atau co-transport Cl-K+
4. Bursting terminal presinaptik
5. Interaksi ephaptik
Mekanisme Sinaptik
1. Penurunan inhibisi GABA-ergik
2. Aktivasi reseptor NMDA : EPSP voltage-dependent
3. Frekuensi potensiasi EPSP
4. Aksi modulator

Pada mekanisme sinaptik, terdapat dua mekanisme teoritis:


 penurunan efektivitas mekanisme sinaptik inhibisi atau
 fasilitasi kejadian eksitasi sinaptik.

Dua macam reseptor yang dapat mengaktifkan kanal ion, yakni: reseptor
ionotropik antara lain alpha-amino-2,3-dihydro-5-methyl-3-oxo-4-
isoxazolepropanoic acid (AMPA), reseptor kainate, N-methyl-D-aspartate
(NMDA) serta reseptor GABAA (γ aminobutyric acid), yang langsung
berhubungan dengan kanal ion, serta reseptor metabotropik, yang berfungsi
sebagai second messenger (perantara), seperti protein G, untuk mengaktifkan
kanal ion (reseptor GABAB, peptide, katekolamin, dan glutamate).
Neurotransmiter merupakan substansi yang dilepaskan oleh saraf pre sinaps ke
dalam sinaps kemudian substansi ini terikat kepada reseptor yang spesifik pada
paska sinaps. Neurotransmitter utama di otak adalah glutamate, gamma-amino-
butyric acid (GABA), acetylcholine (Ach), norepinefrin, dopamine, serotonin, dan
histamine. Molekul lainnya seperti neuropeptide dan hormone memiliki peranan
sebagai modulator. Neurotransmiter inhibitor utama adalah GABA, sedangkan
neurotransmitter eksitatorik utama adalah glutamat.60
Pada saat terjadi depolarisasi, muncul potensial aksi di paska sinaps
(excitatory post synaptic potential/ EPSP), sedangkan pada saat hiperpolarisasi
terjadi mekanisme inhibisi (inhibitory post-synaptic potential/ IPSP) yang
diakibatkan menurunnya kemampuan eksitasi membran. EPSP dapat terjadi pada

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


17

dendrit dan badan sel, sedangkan IPSP hanya pada badan sel. Penjumlahan dari
EPSP dan IPSP dari dendrit dan badan sel akan mengalami sinkronisasi ke seluruh
permukaan neuron dan jika sudah mencapai ambang potensial, akan dihantarkan
sepanjang akson menuju organ target atau dendrit lainnya. Sehingga, hal-hal yang
menyebabkan kanal Na+ dan Ca++ terbuka dan terjadi depolarisasi membran
disebut sebagai kemampuan eksitasi, sedangkan terbukanya kanal K+ dan Cl-
sehingga terjadi hiperpolarisasi disebut mempunyai kemampuan inhibisi. 60
GABA reseptor mempunyai dua bentuk mayor, yaitu reseptor GABAA dan
GABAB, masing – masing dengan subunit yang multipel. Menempelnya GABA ke
reseptor GABAA menyebabkan terbukanya kanal klorida. Sebagai contoh,
benzodiazepin yang menempel pada reseptor GABA akan meningkatkan
efektifitas pengikatan reseptor GABA itu sendiri. Reseptor GABA B berhubungan
dengan kanal kalium dan aktivasinya dapat mencetuskan hiperpolarisasi pada
banyak sel. Mekanisme ini penting pada semua neuron yang terdapat di
hippokampus yang menggunakan GABA sebagai neurotransmitternya. Hal ini
memperlihatkan dengan sedikit berkurangnya inhibisi GABA dapat menyebabkan
aktivitas spontan epileptiform. Glutamat telah lama dikenal sebagai transmisi
eksitator sinap yang cepat pada korteks dan hippokampus. Reseptor utama dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu N-methyl D-aspartate (NMDA) yang tipe reseptor
dan non NMDA reseptor. Kanal NMDA antagonis dapat menghentikan cetusan
epileptik pada beberapa model epileptogenesis.49
Pada dasarnya kondisi sklerosis hippokampus adalah substrat patologis
pada ELT mesial-SH yang memiliki pola kehilangan hiposelular dan gliosis yang
tidak ditemukan pada penyakit otak yang lain. 5 Sklerosis hippokampus ini
ditemukan pada 65% pasien ELT yang telah direseksi. Sklerosis hippokampus
adalah kondisi nuropatologis dengan hilangnya sel neural yang berat dan gliosis di
hippokampus, terutama CA-1 dan subikulum hippokampus. Ini pertama kali
dideskropsikan oleh Wilhelm Sommer, tahun 1880.61
 Regio selektif hippokampus utamanya CA1, terjadi hilangnya sel piramidal
(>30-50% kasus), dominan melibatkan regio hilus dan sel granula dentata.
Somatostatin dan neuropeptide Y-berisikan neuron hilar biasanya rentan.
Khas ada preservasi pada subikulum.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


18

 GABA neuron dan terminal biasanya relatif baik. CA2 juga relatif baik.
 Dispersi sel granula girus dentata dan sprouting aksonnya (serat saraf mossy)
membentuk sinap umpan balik eksitatorik monosinaptik pada dendrit sel
granula.
 Terjadi perubahan ekspresi dan reorganisasi pada neuropeptida Y dan
somatostatin.

Bangkitan yang berulang menyebabkan berkurangnya GABA (γ-amino


butyric acid), yang berfungsi sebagai inhibitor sehingga terjadi penurunan
inhibisi, yang menyebabkan hipereksitabilitas patologis dari neuron, terutama
neuron pyramidal dan neuron granula dentata dari hippokampus. Perubahan
kolektif neuron secara anatomi atau fisiologi bisa menghasilkan fasilitasi untuk
eksitabilitas yang progresif, kemudian diikuti dengan penurunan pengaruh
inhibisi, contohnya kehilangan selektif neuron inhibisi. Mossy fiber sprouting
(MFS) adalah contoh perubahan neuronal yang mengakibatkan peningkatan
eksitabilitas.62 MFS didemonstrasikan pada pasien dengan epilepsi lobus
temporal yang refrakter dengan adanya sklerosis hippokampus.63 Pada kondisi
normal, sel granula dentata membatasi propagasi bangkitan epileptik sampai
jaringan hippokampus. Namun, formasi eksitasi sinaps yang berulang antara sel
granula dentata, yang dipikirkan terjadi setelah MFS, bisa merubah sel granula
dentata menjadi populasi neuron yang epileptogenik.64 Kemungkinan, lingkaran
seperti ini terjadi berulang: bangkitan epileptik dapat mengakibatkan kematian
neuron yang mengakibatkan MFS dimana ini akan meningkatkan frekuensi
bangkitan epileptik.
Secara fungsional, sel mossy diaktivasi melalui stimulasi perforant path
pada ambang rendah dibandingkan sel granula dentatum. Sel mossy ini dapat
mengalami kerusakan yang mengikuti aktivasi sinaps yang intens, kemungkinan
melalui mekanisme eksitotoksik dengan aktivasi dari NMDA (N-methyl-D-
aspartate) subtype dari reseptor glutamate, menyebabkan peningkatan Ca++
intrasel yang berlebihan. Hal ini merupakan salah satu mekanisme bangkitan
parsial yang paling sering penyebabnya berasal dari lobus mesial temporal,
terutama akibat sklerosis hippokampus. Pada keadaan tersebut terjadi hilangnya

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


19

neuron-neuron pada hilus dentata dan gliosis yang menyebabkan terjadinya


percabangan baru (sprout) ke dendrit sel-sel disebelahnya sehingga terjadi sirkuit
eksitatori rekuren dan sprout ke inhibisi interneuron. Neurogenesis ini terjadi
terus menerus hingga menimbulkan sirkuit baru yang abnormal dan menyebabkan
terjadi bangkitan.65

Gambar 2.5 . Mekanisme bangkitan parsial pada lobus temporal.65

Ipsilateral dari fokus epileptogenik, kehilangan neuronal hipokampal


menyebabkan berkurangnya volume hippokampus/ atrofi. Dengan interiktal
Positron Emission Tomografi (PET) terdapat penurunan ikatan flumazenil dan
metabolisme glukosa pada nukleus thalamikus medial. Penemuan ini mempunyai
lateralisasi kuat untuk fokus bangkitan epileptik pada epilepsi lobus temporal pada
manusia. Interiktal PET menunjukkan peningkatan metabolisme glukosa dan
ikatan FMZ pada thalamus lateral pada pasien dengan ELT, kemungkinan
merefleksikan upregulasi GABA mediated sirkuit inhibitory.66 Pada studi yang
menginvestigasi ekspresi dan distribusi GABA(A) reseptor di hippokampus pada
tikus yang diberi pilokarpin. Upregulasi yang bertahan lama dari reseptor
GABA(A) pada sel granula ditemukan, yang memperlihatkan kompensasi pada
aktivitas bangkitan epileptik.67 Kepadatan reseptor benzodiazepin sentral pada
CA1 terlihat menurun dengan pemeriksaan autoradiografi pada contoh
postmortem dengan sklerosis hippokampus. Penurunan ikatan reseptor
benzodiazepin merefleksikan kehilangan neuron dan mengindikasikan penurunan
kepadatan reseptor benzodiazepine pada nukleus thalamikus medial, suatu
Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


20

struktur yang memiliki hubungan kuat dengan sistem limbik. Publikasi lain
menyatakan bahwa sensitivitas yang meningkat pada glutamat berperan penting
pada patofisiologi ELT yang menunjukkan upregulasi pada pasien dengan zona
epileptik hippokampus.57

Gambar 2.6. Mikroskopik (A) Hippokampus normal dan (B-I) sklerosis


hippokampus.68

(A) Anatomi hippokampus normal. CA1-CA3=Cornu Ammonis, DG- girus dentata,


Sub=subikulum.
(B) Sklerosis hippokampus, CA1 berkurang,
(C) Neuronal selektif dengan pewarnaan immunohistokimia
(D) Berkurangnya lebar CA1
(E) Gliosis reaktif pararel dengan kehilangan neuronal
(F) MFS (pewarnaan coklat terang) di lapisan supragranular girus dentata
(G) Girus dentata normal terdiri dari sel granula yang lapisannya jelas.
(H) Dispersi sel granula terlihat pada minimal 40% kasus sklerosis hippokampus
(I) Lapisan sel granula terdiri dari dua lapis pada 10% kasus

.
2.5.1 PENYEBARAN BANGKITAN EPILEPTIK
Ada 3 rute bangkitan epileptik untuk menyebar, yaitu:69
1. Penyebaran intrakortikal: aktivitas epileptik menyebar secara horisontal dari
fokus epileptik melalui axon yang tidak bermielen dan diameternya tipis.
2. Penyebaran yang dimediasi white matter: propagasi aktivitas bangkitan
epileptik dari gray matter secara vertikal melalui axon bermielin yang juga
berjalan kembali ke arah permukaan guna menghubungkan area-area yang
jauh dari di kedua hemisfer.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


21

3. Penyebaran yang dimediasi oleh nukleus sub-kortikal: aktivitas bangkitan


epileptik menyebar secara vertikal melalui axon bermielin ke nukleus sub-
kortikal yang juga berproyeksi secara lebih difus kembali ke korteks.

Pada lobus temporal, penyebaran aktivitas bangkitan epileptik bisa dari


satu lobus temporal ke lobus temporal lainnya melalui propagasi bangkitan
penyebaran vertikal jalur tidak langsung, melibatkan struktur otak yang lebih
dalam termasuk batang otak. Konsekuensi ini melihat pada kenyataan bahwa
proyeksi dari kompleks amigdala-hippokampus dimana fokus epileptik berasal
pada bangkitan parsial komplek ini tidak diarahkan langsung struktur simetris
kontralateral, tetapi lebih ke arah struktur otak dalam ipsilateral dimana aktivitas
bangkitan berkembang. Ada 3 variasi rute yang ditemukan:69
1. Hippokampus  forniks  corpus mamilari  traktus mamilotalamikus
girus cinguli posterior (area Broadman 23 dan 29)  lobus frontal
kontralateral  lobus temporal kontralateral.
2. Amigdala  nukleus talamikus nonspesifik  girus cinguli anterior (area
Broadman 24)  lobus temporal kontralateral.
3. Berperannya struktur formasi retikular mesensefalik.

Gambar 2.7 Skematik 3 potensial jalur propagasi bangkitan epileptik


(A). Jalur-jalur digambarkan lebih sederhana (B). SC (nukleus
subcortical) dengan simbuol bintang menandakan ada proyeksi difus.
WM: white matter, GM: gray matter.70

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


22

Gambar 2.8 Jalur-jalur utama penyebaran cetusan epileptik dari kompleks


amigdala-hippokampus kanan: (A) penyebaran melibatkan nukleus
talamikus anterior, girus cinguli dan corpus callosum; (B) penyebaran
melibatkan nukleus talamikus non spesifik; (C) penyebaran melibatkan
formasi retikular mesensefalik. Garis yang tebal menandakan arah utama
penyebaran dan generasi cetusan epileptik dan garis putus-putus adalah
rute tambahan. 1-amigdala, 3-hippokampus, 4-girus hippokampus, 5-
nukleus talamikus dorsomedial, 6-nukleus talamikus anterior, 7-nukleus
talamikus median sentral, 9-girus cinguli, 10-forniks, 11-hipotalamus, 12-
corpus callosum, 14-retikular formasi mesensefalik.70

2.6 SEMIOLOGI BANGKITAN EPILEPTIK


ELT bermanifestasi dengan bangkitan epileptik fokal atau parsial
sederhana, bangkitan epileptik fokal atau parsial kompleks (CPS), secondarily
generalised tonic clonic seizure (SGTC), focal non-convulsive status epilepticus,
secondarily convulsive status epileticus. Gejala klinis iktal pada ELT dapat
subjektif, objektif atau keduanya. Bangkitan epileptik fokal sederhana dapat
bermanifestasi dengan gejala simptomatik berupa ilusi/halusinasi (aura) yang
lamanya dari beberapa detik sampai 1-2 menit. Bisa hanya ini bangkitan epileptik
yang terjadi, tetapi umumnya menjadi bangkitan epileptik fokal komplek yang
memperlihatkan gejala objektif berupa automatisme dan manifestasi motorik.
Gejala otonom dapat terlihat pada iktal. Pada fokal/parsial kompleks seringkali
tidak selalu diawali dengan motor arrest diikuti automatisme oroalimentari.
Automatisme lain juga bisa terjadi. Durasinya lebih dari 1 menit dan terdapat
kebingungan postiktal. Serangan bangkitan diikuti amnesia dan pulihnya bertahap.
SGTC bisa sering terjadi atau jarang dan 1/10 pasien mungkin tidak pernah
mengalaminya dan pada postiktalnya umum terjadi rasa lemas dan mengantuk.5

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


23

Frekuensi bangkitan epileptik bila lebih dari 1 kali per minggu dikategorikan
frekuensi yang tinggi dan bila kurang dan sama dengan 1 kali per minggu
dikategorikan frekuensi rendah.71 Penelitian lain membagi frekuensi SGTC
sering bila >1 kali per bulan, dan frekuensi CPS dalam kategori <5 kali perbulan,
5-20 kali perbulan dan >20 kali perbulan.72
Semiologi bangkitan epileptik merupakan tahapan kronologis dari
perubahan keadaan neurologis yang berulang, sementara, berhenti dengan
sendirinya ataupun tidak disadari. Semiologi adalah alat sederhana dan efisien
yang bisa menunjukkan lokasi dari zona simptomatogenik (ZS), yaitu daerah yang
dianggap sangat berkaitan dengan zona epileptogenik (ZE), suatu area kortikal
minimal yang menggenerasi bangkitan epileptik, yang harus direseksi untuk
menghasilkan keadaan bebas kejang. Semiologi inipun khususnya menjadi
penting pada kasus-kasus dimana epilepsi fokal tidak menunjukkan lesi pada
MRI. Dengan mengetahui ZS, semiologi dapat mengarahkan sindrom epilepsi
dan tatalaksana selanjutnya. Dokter/klinisi dapat misdiagnosa epilepsi parsial
daripada epilepsi umum dan konsekuensinya bisa membahayakan
penatalaksanaan pasien.73
Gejala-gejala klinis pada aura dan bangkitan epileptik adalah refleksi dari
aktivasi spesifik cetusan listrik otak, dimana lokasi dan perluasannya
merepresentasikan zona simptomatogenik (ZS). Zona kortikal ada 5 zona, yaitu
zona iritatif, zona onset iktal, lesi epileptogenik, zona defisit fungsional dan ZS.
Zona iritatif adalah bagian otak yang menghasilkan aktivitas epileptiform
interiktal pada elektroneurodiagnostik. Zona onset iktal adalah bagian korteks
yang tampaknya memproduksi bangkitan epileptik aktual pada EEG. Lesi
epileptogenik adalah lesi yang ditemukan pada neuroimajing yang diketahui
potensial epileptogenik dan diasosiasikan dengan zona lain. Zona defisit
fungsional adalah volume otak yang menunjukkan defisit fungsional berdasarkan
tes neurofisiologi dan atau neuroimajing fungsional. Zona simptomatogenik
adalah korelasi anatomi dari semiologi inisial bangkitan epileptik, yaitu bagian
otak dimana stimulasi cetusan epileptik menghasilkan gejala awal pada pasien.
Mengidentifikasi ZS membutuhkan informasi yang terintegrasi dengan
cermat yang dapat diperoleh dari riwayat klinis, analisa video/EEG, dan stimulasi

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


24

listrik otak (EEG), dimana masing-masing komponen memiliki keterbatasan.


Usia, intelektualitas, mood dan status mental pasien dan peneliti, dan kemampuan
serta kesediaannya mendeskripsikan gejala iktal mempengaruhi penilaian yang
dilakukan melalui pengambilan riwayat klinis. Evaluasi video EEG tergantung
pada perekamanan dari tanda iktal yang dihasilkan dan gejala yang muncul
dengan kualitas yang cukup baik. Dan, meskipun EEG adalah gold standar untuk
mengukur efek dari aktivasi area kortikal, namun kadang sering teraktivasi area
yang jauh juga.74 Dengan kata lain, semiologi bangkitan epileptik bisa juga
terlihat dari propagasi jalur bangkitan listriknya dan merefleksikan ZS.
Kesesuaian antara semiologi bangkitan epileptik dan aktivitas EEG meningkatkan
penilaian lokalisasi dan atau lateralisasi. 51
Semiologi bangkitan epileptik ini subyektif, sehingga terdapat variabilitas
yang khas antar penilai. Sebagai manifestasi dari aktivasinya ZS, semiologi ini
dapat berimplikasi bahwa bangkitan epileptik yang berasal dari ZE yang berbeda
dapat mengaktivasi ZS yang sama, atau bangkitan epileptik dari ZE yang sama
dapat mengaktivasi ZS yang berbeda menghasilkan semiologi bangkitan epileptik
yang berbeda-beda.
Presentasi bangkitan epileptik tergantung pada lokasi onset di otak, pola
propagasinya, kematangan otak, proses penyakit penyerta, siklus tidur-bangun,
medikamentosa, dan variasi faktor-faktor lain. Tidak semua bangkitan epileptik
mempengaruhi sensoris, motorik, fungsi otonom, kesadaran, emosional, memori,
kognitif ataupun tingkah laku, cukup bila setidaknya mempengaruhi satu saja. 38
Langkah pertama dalam mendiagnosa epilepsi adalah memastikan apakah
kejadian yang bersifat proksismal merupakan bangkitan epilepsi dan selanjutnya
menetukan tipe bangkitan berdasarkan ILAE 1981 dan menentukan sindrom
epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi berdasarkan ILAE 1989. 37
Sistem klasifikasi lain untuk semiologi bangkitan epileptik yang juga dikenal di
dunia adalah Clevelend Epilepsy Classification, yang membagi tipe bangkitan
berdasarkan kognitif, autonomik, kesadaran, motorik dan bangkitan epileptik
spesial.75

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


25

Tabel 2.2 Gambaran semiologi epilepsi lobus temporal- nilai lateralisasi


atau lokalisasi.28
Gambaran Lokasi
Automatisme
Automatisme ekstremitas unilateral Ipsilateral fokus
Automatisme oral Lobus temporal (mesial)
Kedipan mata unilateral Ipsilateral fokus
Batuk postiktal Lobus temporal
Menyeka hidung postiktal (nose wiping) Ipsilateral lobus temporal
Meludah atau minum (iktal) Fokus Lobus temporal (Kanan)
Tertawa (Gelastic seizure) Temporal (m), hipotalamus, frontal (singulata)
Menangis (Dacrystic seizure) Temporal (m), hipotalamus
Bersiul Lobus temporal
Otonom
Muntah iktal Fokus lobus temporal (Kanan)
Dorongan berkemih Fokus lobus temporal (Kanan)
Piloereksi Fokus lobus temporal (Kiri)
Motor
Kepala menoleh diawal tanpa paksaan Ipsilateral fokus
Late version Kontralateral fokus
Mata deviasi Kontralateral fokus
Sentakan klonik fokal Fokus perirolandik kontralateral
Asymmetrical clonic ending Fokus ipsilateral
Fencing Kontralateral (supplementary motor)
Bentuk 4 Kontralateral fokus
Sikap tonik ekstremitas Kontralateral fokus
Paresis iktal unilateral Kontralateral fokus
Todd’s paresis postiktal Kontralateral fokus
Speech
Ictal speech arrest Lobus temporal (hemisfer dominan)
Ictal speech preservation Lobus temporal (nondominan)
Afasia postiktal Lobus temporal (hemisfer dominan)

2.6.1 AURA
Kriteria aura yang akan diteliti pada penelitian ini mencakup aura
abdominal, aura psikis, dan aura sefalik. Aura merupakan fenomena subjektif
iktal, yang pada pasien tertentu bisa mengawali bangkitan epileptik. Jika aura saja
yang timbul, dapat menunjukkan bangkitan epileptik sensoris. Sebagai gejala
awal dari bangkitan epileptik, banyak tipe aura yang memiliki nilai lokalisasi atau
lateralisasi yang berguna untuk menentukan hubungan antara ZS dan ZE. Aura,
yang dari bahasa latin yang berarti angin, dan dari bahasa Yunani yang berarti
udara, sebenarnya adalah bagian dari bangkitan epileptik parsial sederhana dan
dapat muncul secara terpisah, dan dapat muncul pada pasien dengan bangkitan
epileptik parsial kompleks, dimana aura ini dapat muncul selama beberapa detik
atau lebih lama, sekitar 1 – 2 menit sebelum hilangnya kesadaran. Pada 90%

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


26

pasien yang terbukti dengan onset asal di lobus temporal, dilaporkan terdapat
aura. Aura yang berasal daerah mesial temporal dapat berupa aura viseral,
autonom, sefalik, pengecapan, dysmnestic dan gejala afektif.39,74
Aura viseral/abdominal/epigastrium. Ini mencakup rasa mual, nyeri, atau
perasaan tidak enak di perut atau periumbilikal yang dapat statis, naik ke dada
atau tenggorokan atau turun ke regio abdominal bawah. Aura yang sering adalah
sensasi yang naik dari epigastrium. Meskipun dikatakan tidak spesifik untuk
ELT, tetapi memiliki hubungan kuat dengan ELT mesial dengan keterlibatan SH
(70% dengan SH pada MRI; 40% pada ELT mesial dengan bukti histologis SH).1
Lokasi ZS untuk aura abdominal ini adalah korteks insular anterior, operkulum
frontal, struktur temporal mesial, dan SSMA. Dan jika dikombinasikan dengan
muntah, aura abdominal sugestif pada ZE lobus temporal non dominan. Tipe aura
ini lebih sering atau kecenderungan terjadi pada fokus temporal kanan.74,76
Aura psikis. Termasuk gejala emosional (seperti rasa takut, cemas, rasa
mau kiamat dan kegembiraan) dan distorsi seperti rasa yang familiar (seperti déjà
vu, jamais vu dan halusinasi multisensorial termasuk penarikan memori
kompleks). Pada ELT mesial, sensasi abnormal seperti déjà vu, sensasi bermimpi
berkisar <20%-30% dan cetusan di hemisfer non dominan. Ketakutan adalah
gejala afektif yang paling umum muncul (15-50%) dan aura emosional lainnya
(dengan keterlibatan kuat pada amigdala). Rasa takut diproduksi oleh aktivasi
amigdala, hippokampus, regio frontal mesial, atau neokorteks temporal.74 Tipe
aura ini juga lebih sering atau kecenderungan terjadi pada fokus temporal kanan.
Aura psikis juga umumnya sering ditemukan pada pasien dengan sindrom ELT
benign familial.39 Rasa takut ini haruslah rasa takut primer, yang tidak dapat
dihilangkan oleh pasien, bukan hanya rasa takut sekunder, sebagao respon pasien
bahwa ada bangkitan epileptik lain akan muncul. Biasanya dengan wajah yang
ketakutan.73
Aura non spesifik. Aura sefalik adalah sensasi kepala non vertigo seperti
dizziness, rasa melayang/ lightheadedness, seperti dikejut listrik, kesemutan di
kepala, dan rasa menekan. Sensasinya dapat berasal dari amigdala, korteks
entorhinal, dan neokorteks lateral temporal, tapi seringkali sedikit bernilai
lokalisasinya.74 Umumnya aura sefalik ke arah ekstratemporal. 48

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


27

2.6.2 GAMBARAN KLINIS


Terdapat variasi tanda-tanda motorik pada epilepsi fokal yang memberikan
petunjuk penting pada lokalisasi dan lateralisasi. Pada penelitian ini secara
anamnesis akan ditentukan gambaran automatisme oral, automatisme manual,
dystonic posture, dan perputaran kepala.
 Automatisme dalam bentuk oral, seperti mengecap-ngecap bibir, menelan,
mengunyah. Sugestif untuk keterlibatan lobus temporal. Namun, bisa
merefleksikan penyebaran aktivitas bangkitan epileptik ke lobus temporal dari
lokasi lain, dan dapat terlihat pada bangkitan epileptik absence, atau postiktal
pada berbagai jenis bangkitan epileptik.39
 Automatisme manual berupa automatisme ekstremitas atas unilateral, berupa
berupa gerakan involunter, stereotipik satu ekstremitas atas dengan durasi
lebih dari 3 detik, terlihat terpisah atau muncul dari automatisme bilateral.12
Berupa gerakan jari-jari tangan tanpa tujuan yang berulang-ulang.
Progresinya gradual pada ELT. Pada unilateral automatisme ekstremitas atas
manual bisa berupa gerakan tangan diikuti dystonic posture sisi berlawanan
ekstremitasnya memberi tanda lateralisasi yang reliabilitasnya baik (Kotagal
dkk).16 Dengan bangkitan epileptik parsial kompleks pada epilepsi lobus
temporal, unilateral automatisme sebagai penanda fokus bangkitan epileptik
ipsilateral dengan predictive value 80% (William dkk).19,77 Namun,
automatisme unilateral tanpa distonia kontralateral memiliki nilai lateralisasi
yang lebih rendah.39,73
 Tonic/ dystonic posture. Didefinisikan sebagai gerakan postur yang cukup
kuat pada salah satu ekstremitas atas yang involunter dan tidak alamiah.
Termasuk gerakan tidak bergeraknya salah satu lengan daripada lainnya,
dihubungkan dengan komponen rotatorik.16,78 Dihubungkan dengan aktivitas
iktal di putamen kontralateral.Biasanya terjadi setelah 1/3 bangkitan epileptik
dan bertahan sampai akhir.19 Pada penelitian Chee dkk, predictive value untuk
dystonic posture adalah 93%.12 Pada penelitian King and Ajmone Marsan,
unilateral tonic limb posture memberitahukan fokus bangkitan epileptik
kontralateral pada 77% pasien penelitiannya. 79 Unilateral dystonic posture
memiliki reliabilitas yang baik sebagai tanda lateralisasi, namun tidak untuk

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


28

unilateral tonic posture (Kotagal dkk).16 Unilateral dystonic/tonic posture


merupakan penanda fokus bangkitan epileptik kontralateral, predictive value
90% dan 80% (William dkk).74,77
 Gerakan perputaran kepala awal (nonversive). Didefinisikan sebagai versi
yang tidak kuat atau tidak cukup kuat, terlihat volunter, bertahan > 2 detik,
termasuk perputaran kepala >30° dan terjadi kurang dari 60 detik setelah onset
klinis.78 Deviasi awal terjadi pada awal bangkitan epileptik. Meskipun tidak
pernah kualitasnya menjadi kuat, bisa terlihat dengan pasien berotasi
semivolunter >180, leher biasanya tidak ekstensi. Pada studi oleh Williamson,
1998, 33 subyek dari 66 pasien memiliki deviasi awal ipsilateral (melihat
klinis objektif dari video) dengan sebelumnya telah dilakukan konfirmasi EEG
dan reseksi lobus temporal medial.19 Dilaporkan biasanya terjadi pada ELT
dan FLE, dan ipsilateral ke hemisfer epileptogenik. Bila bangkitan epileptik
tidak menjadi SGS, gerakan menoleh kepala satu atau dua kali ke arah yang
sama terjadi ipsilateral ke ZE (94%) dan pada sebelum SGS, gerakan
pertamanya ipsilateral dan keduanya kontralateral. 80
 Gerakan perputaran kepala akhir (versive). Didefinisikan sebagai keadaan
tonik/klonik dengan kekuatan yang kuat dan involunter, dengan posisi yang
tidak alami cukup kuat dari kepala (dan mata) dikombinasikan dengan
ekstensi leher, yang kaku, lama durasi > 5 detik. 12,81 Versive kepala ≤ 10 detik
sebelum bangkitan epileptik menjadi secondary generalised seizure (SGS)
secara konsisten memprediksi fokus kontralateral (William dkk).77 Terjadi
pada pertengahan kedua bangkitan epileptik, seringkali sebagai awal sebelum
SGS. Jika ini terjadi, biasanya selalu terjadi pada akhir bangkitan epileptik
parsial kompleks setelah mengalami bangkitan epileptik repetitif. Hal ini
terlihat pada 25 dari 66 pasien pada penelitian oleh Williamson. 19

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


29

Tabel 2.3 Lokalisasi dan lateralisasi tanda dan gejala bangkitan epileptik. 74
Tipe Sub tipe Zona Simptomatogenik Lateralisasi Sindrom
Bangkitan Epilepsi
epileptik
Aura Somatosensoris Korteks somatosensoris primer (area 1,2 CL PLE
dan 3b ) IPSI (jika PLE, TLE
Area somatosensoris sekunder unilateral) PLE,FLE
(operkulum parietal/SSII) CL (umumnya)
SSMA
Visual sederhana Korteks visual primer (area 17,18 dan 19) CL OLE
Visual kompleks Temporo oksipital junction dan korteks CL (jika TLE,OLE
basal temporal unilateral)
Auditori sederhana Korteks auditori primer (area 41) CL (jika TLE
unilateral)
Auditori kompleks Korteks asosiasi auditori (area 42 dan 22) CL (jika TLE
unilateral)
Vertiginous Temporo oksipital junction NonLat (sering TLE
kanan)
Olfaktori Regio orbitofrontal, amigdala, dan insula NonLat MTLE, FLE
Gustatorik Operculum parietal dan korteks basal NonLat TLE
temporal
Otonomik Insula, amigdala, cinguli anterior, dan NonLat TLE, FLE
SSMA
Abdominal Insula, operkulum frontal, lobus NonLat MTLE
temporal mesial, dan SSMA
Rasa Takut Amigdala, hippokampus, dan lobus NonLat TLE, FLE
frontal mesial
Deja vu/ jamais vu Uncus, korteks entorhinal, dan temporal NonLat (sering TLE
neokorteks ND)
Multisensorial Korteks mesobasial limbik, neokorteks NonLat TLE, PLE
temporal, TPO junction
Sefalik / seluruh tubuh Amigdala, korteks entorhinal, dan NonLat NTLE,FLE
neokorteks temporal/SSII dan SSMA
Motor Mioklonik/mioklonus Korteks morotik primer (area 4) dan CL (jika unilateral FLE
sederhana negatif korteks premotor (area 6)/ area
somatosensorik primer
Klonik Korteks motor primer, korteks premotor CL FLE
dan SSMA
Tonik Korteks motor primer dan SSMA CL (jika FLE
unilateral)
Motor Hipermotor Cinguli anterior, regio orbitofrontal, NonLat FLE
kompleks frontopolar, korteks operkular-insular,
dan area frontal intermediate
Automotor Temporal mesial dan cinguli anterior NonLat TLE, FLE
Gelastik Hipotalamus, frontal anteromesial dan NonLat FLE, TLE
temporal basal
Dialeptik Struktur limbik temporal, cinguli, frontal NonLat
intermediate(area 8), dan area
orbitofrontal
Autonom Takikardia/hiperventilasi Amigdala, insula, cinguli anteriot, dan NonLat (sering TLE
konteks medial prefrontal kanan)
Piloereksi IPSI TLE
Midriasis IPSI (jika TOLE
unilateral)
a Typical symptomatogenic zones.
b Common focal epilepsy syndromes.
c CL, contralateral; D, dominant; FLE, frontal lobe epilepsy; IPSI, ipsilateral; ND, nondominant;
NonLAT, nonlateralizing; OLE, occipital lobe epilepsy; PLE, parietal lobe epilepsy;
TLE, temporal lobe epilepsy; SSMA, supplementary sensorimotor area epilepsy; TOLE, temporo-
occipital lobe epilepsy; TPO junction, temporo-parieto-occipital junction

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


30

Tabel 2.4 Lateralisasi bangkitan epileptik fokal.74


Tanda iktal Subtipe Zona simptomatogenik atau mekanisme Lateralisasi Sindrom
Epilepsi
Tanda Dystonic limb Aktivasi basal ganglia CL TLE,
motorik posture FLE
motor Tonic posture Aktivasi SSMA, basal ganglia, cinguli CL FLE,
komplek dan korteks motorik primer TLE
Immobile Aktivasi area negatif motorik atau CL TLE
limb kelelahan pada korteks motorik primer
atau premotor
Head turning Kelelahan hemisfer epileptogenik, IPSI TLE
propagasi bangkitan epileptik ke
basal ganglia atau neglect pada CL
Alterasi facial Aktivasi jaringan emosional (amigdala, CL TLE
korteks prefrontal, hipotalamus, (kelemahan
orbitofrontal, insula) atau emosional facial)
gerakan facial pada cingulum
Versi mata Frontal eye fields (area 8) dam korteks CL
ekstrastriata (area 19)
Unilateral eye Struktur temporal mesial IPSI
blinking
Nose Wiping Hallusinasi olfaktori iktal, meningkat IPSI MTLE
sekresi nasal, atau CL postiktal
immobile limb
Tanda Automatismee Dominan non bahasa lobus temporal ND TLE,
Nondominan dengan respon dan cinguli anterior FLE
temporal baik
Muntah iktal Struktur temporal mesial, insula, dan ND TLE
frontal mesial
Ictal splitting Automatismee kompleks, eksesif ND TLE
salivasi, atau sens asi bau mulut
Ictal urinary Aktivasi kontrol sentral kandung kemih ND TLE
urge
Peri-ictal Keterlibatan hipotalamus ND TLE
water drinking
Ictal/ Postictal Meningkatnya sekresi aktivasi langsung ND TLE
Cough sistem otonom sentral
Unilateral ear Girus temporal superior CL TLE
plugging
Tanda Head Version Area premotor (area 6 dan 8) CL FLE,
selama TLE
SGTC Asymmetric SSMA dan area presentral CL TLE,
tonic limb FLE
posture
Asymmetric Kelelahan hemisferik dari onset IPSI
ending of bangkitan epileptik
clonic jerk
Manifestasi Ictal/postictal Area bahasa anterior dan posterior D TLE
Bahasa aphasia
Ictal speech inhibisi hemisfer D atau melebihi ND TLE
hemisfer ND

a Typical symptomatogenic zones are provided. b Common focal epilepsy syndrome.


c CL, contralateral; D, dominant; FLE, frontal lobe epilepsy; IPSI, ipsilateral; ND, nondominant; NonLAT,
nonlateralizing; TLE, temporal lobe epilepsy; MTLE, mesial temporal lobe
epilepsy.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


31

Tabel 2.5 Nilai dari tanda positif dan negatif motorik dalam melateralisasi
onset bangkitan epileptik.8

2.7 ELEKTROENSEFALOGRAFI INTERIKTAL


Penilaian elektrofisiologi tetap menjadi pedoman penilaian pasien dengan
ELT. Guna menilai cakupan regio temporal dapat memakai tehnik perekaman
EEG standar dengan sistem 10-20.82 Ditambahkan elektroda Silverman (T1 dan
T2) berupa penempatan elektroda sepertiga anterior dan 2/3 posterior dari garis
yang menghubungkan kantus mata luar dan tragus guna merekam area anterior
basal lobus temporal.83
EEG interiktal merupakan gambaran aktivitas listrik otak selama periode
diluar serangan bangkitan epileptik. Dibandingkan pemeriksaan EEG iktal,
pemeriksaan EEG interiktal ini akan lebih mempermudah, lebih murah dan lebih
tidak beresiko untuk terjadinya status epileptikus seperti halnya bila dilakukan
perekaman EEG iktal. Dengan mengetahui lokalisasi dan gambaran lateralisasi
fokus epileptogenik pada rekaman EEG interiktal dapat menjelaskan manifestasi
klinis “aura“ maupun jenis serangan bangkitan epileptik. Hampir setengah dari
pasien dengan gangguan epileptik memiliki satu EEG interiktal, dan 10% pasien
dengan epilepsi bisa tidak terdapat cetusan epileptiform. Olehkarenanya, EEG
normal atau negatif tidak bisa menghilangkan peranan diagnosa klinis bangkitan
epileptik.31
Aktivitas epileptiform interiktal lebih sering muncul pada pasien ELT bila
dibandingkan epilepsi dari lobus lain. Aktivitas epileptiform muncul pada 60-

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


32

75% pasien yang telah terkontrol terapi obat. Pada penelitian dengan pasien ELT
yang refrakter, dilaporkan lebih tinggi 82-91% munculnya aktivitas epileptiform.
Sisi munculnya aktivitas epileptiform terbanyak pada lobus temporal berkorelasi
dengan asal bangkitan epileptik pada 90-95% pasien. Lateralisasi oleh aktivitas
delta di temporal juga berkorelasi dengan asal bangkitan epileptik. Namun,
karena biasanya timbul dengan asosiasi munculnya aktivitas epileptiform fokal di
temporal, maka daerah cakupan untuk delta di temporal kecil. Aktivitas
epileptiform bilateral yang muncul independen dapat terlihat pada 20-56% pasien
ELT. Namun, 78-98% pasien dimana 75% aktivitas epileptiform muncul pada
satu sisi memiliki asal bangkitan epileptik ipsilateral. Tingginya prevalensi
aktivitas epileptiform lobus temporal diantara pasien ELT menandakan bahwa
kurangnya aktivitas epileptiform yang timbul menaikkan kemungkinan bahwa
serangan merupakan representasi epilepsi dari regio lain seperti korteks
orbitofrontal, atau nonepileptik. Evaluasi bedah epilepsi menjadi pilihan
terapeutik pada pasien aktivitas epileptiform interiktal konsisten berkorelasi
dengan abnormalitas lobus temporal berdasar MRI.84

2.7.1 ABNORMALITAS EEG INTERIKTAL


EEG memegang peran penting dalam menegakkan diagnosa dan
klasifikasi epilepsi. EEG memberi informasi untuk memprediksi respon obat
antiepilepsi dan mengidentifikasi epilepsi yang bisa ditatalaksana bedah. ELT,
dapat berasal dari daerah medial atau lateral neokortikal regio temporal, dan
banyak dari pasien ini refrakter untuk tatalaksana medis. Paska bedah dengan
hasil yang baik seringkali tergantung pada data EEG dan MRI pra bedah. Jika
EEG rutin kurang cukup ataupun tidak sesuai maka EEG dengan penempatan
elektroda intrakranial dapat mengidentifikasi fokus bangkitan epileptik sebelum
operasi.31
Perubahan interiktal pada ELT mesial khususnya ini bisa dalam bentuk:
(1) kelainan non epileptiform, (2) cetusan epileptiform, atau (3) keduanya.31

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


33

2.7.1.1 Non-epileptiform
A. Disritmia fokal / Perlambatan.
EEG rutin dapat memperlihatkan 4-7Hz persisten atau intermiten
(aktivitas theta) atau 1-3 Hz (aktivitas delta) secara unilateral atau bilateral di
daerah temporal. Hal ini spesifik pada berbagai penyebab seperti tumor, stroke,
dan SH, ataupun non substrat patologis. Jika terus-menerus muncul, lebih
konsisten dengan kelainan struktural. Namun, jika neuroimaging tidak
mengungkapkan substrat patologis, gelombang lambat intermiten di daerah
temporal sering karena aktivitas interiktal atau post iktal.31
Aktivitas delta fokal atau daerah polimorfik sering ditemukan di ELT dan
sangat berhubungan dengan gelombang paku/spiking temporal. Koutroumanidis
dkk. mengkorelasi aktivitas delta interiktal di ELT dengan hasil patologi dan
bedah. Mereka melaporkan aktivitas lambat terlateralisasi di 66% dari 141 pasien
yang telah reseksi lobus temporal untuk bangkitan epileptik parsial intraktabel.
Aktivitas delta berkorelasi baik dengan sisi paku temporal. Ini memberikan
informasi tambahan 15%, bilamana EEG tidak menunjukkan gelombang paku
lateralisasi interiktal. Para penulis menyimpulkan bahwa pada pasien dengan
ELT, yang MRI normal atau sugestif SH, aktivitas gelombang lambat interiktal
memiliki nilai lateralisasi mirip dengan gelombang paku dan secara bermakna
dikaitkan dengan hasil bedah. Dalam studi lain, 82% pasien dengan bangkitan
epileptik eksklusif dari satu lobus temporal memiliki aktivitas delta unilateral
ipsilateral sisi onset iktal, aktivitas ini tidak pernah secara salah melateralisasi
timbulnya bangkitan epileptik.31

B. Temporal Intermittent Aktivitas Ritmik Delta (TIRDA).


Istilah ini terdiri dari beriramanya aktivitas delta, berlangsung 4-20 detik dan
diamati sampai dengan 25% dari pasien dengan ELT yang sedang dievaluasi
untuk operasi. TIRDA lebih spesifik untuk ELT dan sering dikaitkan dengan
pelepasan cetusan epileptiform. Dalam satu studi, TIRDA ditemukan pada 90%
pasien dengan bukti MRI atrofi hippokampus dan ELT mesial. Para penulis
menyimpulkan bahwa aktivitas delta lateralisasinya ke sisi atrofi memiliki akurasi
sama dengan gelombang paku dan mencerminkan proses epileptogenik daripada

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


34

patologi struktural. Kekhususan TIRDA juga dikonfirmasi oleh Di Gennaro


31
dkk.

Gambar 2.9 Laki-laki dengan epilepsi lobus temporal mesial kanan. EEG
memperlihatkan dominansi dan umum sisi kanan diikuti aktivitas ritmik
pada regio temporal kanan. Ia melakukan pembedah dan berhasil bebas
bangkitan epileptik. (HFF = 70, LFF = 1, dan sensitivitas= 10 μV/mm).31

2.7.1.2 Aktivitas Epileptiform


Gelombang paku dan gelombang tajam: Interictal Epileptiform Discharge (IED).
Karakteristik khas kelainan epileptiform berupa gelombang paku atau tajam
dengan polaritas negatif dan sering diikuti oleh gelombang lambat.
Karakteristik IED sebagai berikut :20
1. Paroksismal dengan konfigurasi gelombang paku mencuat dari latar belakang.
2. Harus ada perubahan jelas pada polaritas selama beberapa milidetik. Ini
membuat IED memiliki bentuk yang tajam dan gelombang paku IED.
3. Durasi kurang dari 200 mdetik. Gelombang paku memiliki durasi < 70 mdetik
(20-70 mdetik), dan gelombang tajam memiliki durasi antara 70-200 mdetik.
4. IED harus memiliki cakupan fisiologis. Praktis, ini berarti IED direkam oleh
lebih dari 1 elektroda dan memiliki perbedaan voltase. Ini membedakannya
dari artefak.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


35

Gambar 2.10 Wanita 29 tahun dengan riwayat bangkitan epileptik parsial


kompleks. EEG rutin menunjukkan gelombang tajam dengan fase reversal
pada F7-T3 (HFF = 15, LFF = 0.5, and sensitivity = 10 μV/mm).31

Gambaran abnormal gelombang epileptiform digambarkan berupa


gelombang paku dan tajam dengan polaritas negatif dan sering diikuti oleh
gelombang lambat. Gelombang paku temporal anterior mempunyai polaritas
negatif yang maksimal di elektroda sphenoid dan/atau pada elektroda
frontotemporal T3-F7/T4-F8, dan pada elektroda temporal lainnya. Gelombang
tajam sering terlihat pada temporal bilateral, dapat muncul secara independen atau
secara dependen.1
Semiologi klinis dan aktivitas epileptiform interiktal membantu
mendifferensiasi ELT mesial dan neokortikal. Pada ELT mesial, aktivitas
epileptiform interiktal dominan pada area temporal mesial (T1/2, A1/2, F7/8,
T3/4). Pada ELT neokortikal, aktivitas epileptiform interiktal dominan pada area
temporal lateral dan posterior (T5/6). Maksimum di F7/F8 mengindikasikan lokasi
temporal anterior, khususnya jika T3/T4 juga terlibat, dan maksimum pada T3/T4
mengindikasikan mid-temporal, dan T5/T6 (P7/P8) mengindikasikan temporal
posterior. Suplementer T1/T2 (temporal anterior), elektroda zigomatikum, atau
lead sphenoid, bisa lebih sensitif dalam merekam cetusan temporal anterior atau
mesial.85,86

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


36

Dalam serial pembedahan lobus temporal, gelombang paku anterior


terdapat pada 94% dari 64 pasien dengan ELT mesial. Wilkus dkk dalam studi
menggunakan EEG interiktal dan EEG intrakranial menemukan bahwa
elektronegatif paku sphenoidal terekam dengan elektropositif gelombang paku
hippokampus (HC). Meskipun gelombang paku sphenoidal sering dikaitkan
dengan bangkitan epileptik yang berasal dari hippokampus, mereka juga bisa ada
dengan bangkitan epileptik yang berasal dari area temporal atau orbitofrontal
neokorteks. Oleh karena itu, meskipun sensitif, paku sphenoidal tidak sangat
spesifik.31
Tidur dapat meningkatkan frekuensi gelombang paku interiktal. Karena
aktivitas epileptiform interiktal lebih lazim pada gerakan mata non-rapid (NREM)
tidur daripada terjaga. Walaupun bangkitan lobus temporal lebih sering saat tidur
NREM dari pada tidur REM, sesekali dapat terjadi saat tidur REM. Aktivitas
epileptiform interiktal lebih sering terjadi saat tidur NREM dari pada saat bangun
dan tidur REM. Sammaritano dkk mendapatkan 78% subyek memiliki
peningkatan frekuensi gelombang paku dengan EEG interiktal selama tidur
NREM stadium 3 dan 4 dibandingkan saat bangun dan tidur REM. Rekaman tidur
satu malam penuh dapat menunjukkan fokus interiktal yang tidak nampak pada
EEG rutin, sehingga memberikan informasi prognostik evaluasi operasi epilepsi,
terutama bila gelombang paku interiktal tetap muncul unilateral. Terdapat korelasi
yang signifikan lateralisasi gelombang paku temporal pada sisi onset iktal.
Gelombang paku ini sangat prediktif untuk onset iktal jika dihubungkan dengan
atrofi hippokampus ipsilateral.87-89
Williamson dkk meninjau abnormalitas interiktal rutin EEG di ELT mesial
dan dilaporkan 42% dari 67 pasien memiliki gelombang paku independen
bitemporal atau gelombang tajam. Kekhasan aktivitas epileptiform interiktal dan
atau gelombang lambat intermiten di daerah temporal anterior terdapat pada 94%
pasien. Perubahan unilateral (diamati pada 52%) berkorelasi dengan sisi asal
bangkitan epileptik pada 94% pasien. Hal ini diperkuat oleh rekaman EEG
intrakranial dan tatalaksana bedah. Lateralisasi aktivitas epileptiform interiktal
sering tercatat selama terjaga dan fase tidur REM. Semakin gelombang paku
terlateralisasi, semakin prediktif mereka untuk sebagai sisi onset bangkitan

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


37

epileptik. Pada ELT, adanya gelombang paku temporal anterior unilateral adalah
prediktor kuat untuk bebas kejang post operatif, dan sedikitnya cetusan
epileptiform dan abnormalitas bilateral diasosiasikan dengan prognosis yang
buruk. Kejadian timbulnya gelombang paku bitemporal walaupun begitu, baik
sinkron ataupun independen tidak mengurangi kemungkinan bedah jika timbulnya
lebih dominan pada sisi yang akan direseksi.34
Aktivitas epileptiform interiktal fokal dengan gelombang lambat pada
regio temporal biasanya terbatas pada area anterior temporal. Perlambatan fokal
dan gelombang paku berkorelasi dengan onset zona iktal, yaitu 82% pada delta
fokal, dan 90% pada gelombang paku. Perlambatan fokal dan gelombang paku
berkorelasi baik dengan abnormalitas struktural yang terdeteksi oleh MRI pada
mayoritas pasien dengan ELT.32
Pada ELT mesial, aktivitas epileptiform interiktal jarang terjadi bersamaan
dengan ELT neokortikal, tapi gelombang paku neokortikal tidak mungkin terjadi
dengan ELT mesial. Aktivitas epileptiform interiktal pada ELT dengan sklerosis
temporal cenderung terlokalisir pada regio temporal anterior namun dengan
kecenderungan ekspresi yang meningkat bilateral daripada ELT mesial yang
sekunder untuk tumor. Gelombang paku anterior khas dapat juga terlihat dengan
asosiasi epilepsi ekstratemporal (seperti pada epilepsi lobus oksipital yang dapat
menyerupai ELT). Pada ELT unilateral terdapat respon baik dengan operatif.
Sebagian pasien dengan ELT unilateral dengan evaluasi parameter lainnya,
menunjukkan aktivitas epileptiform interiktal yang bitemporal. Meningkatnya
aktivitas epileptiform interiktal bilateral berhubungan dengan kurang optimalnya
keluaran operatif.52
Hal fundamental antara epilepsi parsial dan umum direfleksikan pada
cetusan iktal dan interiktal fokal dan umum. Karena perekaman iktal jarang pada
praktek rutin, maka aktivitas epileptiform interiktal, bersama riwayat klinis
membentuk dasar untuk membedakan jenis bangkitan epileptik dan hubungannya
dengan sindrom epilepsi. Gambaran pola fokal berkorespondensi pada
munculnya aktivitas epileptiform interiktal. Pada bangkitan epileptik parsial, EEG
rutin jarang memperlihatkan gelombang paku atau gelombang tajam yang
repetitif. Bangkitan epileptik parsial khas menunjukkan evolusi kompleks,

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


38

kadang dimulai dengan aktivitas repetitif pada alpha atau beta, diikuti
perlambatan menjadi theta kemudian delta bersamaan amplitudo aktivitas
epileptiform interiktal meningkat dan menyebar secara topografi. Diikuti
bangkitan epileptik, namun tidak menjadi bangkitan epileptik, terlihat peningkatan
frekuensi aktivitas epileptiform interiktal yang berakhir beberapa jam sampai hari.
Kadangkala, cetusan epileptiform ini menyebar ke satu hemisfer, dikatakan
lateralisasi. Gambaran multifokal aktivitas epileptiform interiktal merujuk pada
cetusan independen yang terjadi pada satu sisi, berasal dari sedikitnya 3 lokasi
yang jelas dan dipisahkan oleh lebih dari satu jarak interelektroda. Sedangkan
cetusan umum, biasanya dalam bentuk gelombang paku, atau kompleks
gelombang paku multipel diikuti gelombang lambat dan melibatkan kedua
hemisfer, biasanya sinkron dan simetris bilateral. Pada dasarnya, aktivitas
epileptiform interiktal berperan penting untuk memahami fisiologi epilepsi, dan
penanganan diagnosis, klasifikasi serta tatalaksana.52

2.7.3 EVALUASI EEG INTERIKTAL


Pada EEG interiktal, variasi sensitivitas aktivitas epileptiform interiktal (29-
50%) tergantung beberapa faktor, seperti pada anak dan bangkitan dimulai pada
onset dini, dalam 48 jam setelah bangkitan, frekuensi bangkitan semakin banyak,
deprivasi tidur dan tidur, EEG serial dan sindrom epilepsi tertentu seperti benign
rolandik, lennox gastaut dan landau kleffner. Akurasi IED dilaporkan 60-83%.
Ada 3 aspek EEG kulit kepala interiktal yang harus diperhatikan:7
1. Abnormalitas unilateral interiktal yang jelas, jika ada, adalah tanda lateralisasi
yang baik pada patologi lobus temporal mesial. Lokalisasi yang salah terjadi
pada kurang dari 5% kasus serupa.
2. Pada sklerosis temporal mesial, interiktal EEG sering menunjukkan
gelombang paku bilateral independen meskipun patologi telah tampak
lateralisasinya pada MRI. Beberapa penulis mempertimbangkan
penghitungan gelombang paku dan penilaian morfologi gelombang paku atau
distribusinya akan lebih informatif. Jika rasio jumlah gelombang paku
interiktal pada sisi sklerosis hippokampus dibandingkan dengan sisi normal

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


39

melebihi 8:1, bangkitan epileptik dapat dianggap berasal dari sisi yang
sklerosis.
3. Gelombang paku yang muncul dari anterior temporal membawa prognosis
operatif yang lebih baik.
4. Di masa lalu, selalu dibutuhkan perekaman iktal pada seluruh pasien ELT.
Bukti bukti saat ini menyatakan bahwa perekaman iktal memberi sedikit
masukan pada kategori penting pasien ELT, terutama bilamana telah jelas ada
abnormalitas MRI, kesesuaian gambaran klinis/ psikometri, kesesuaian
lateralisasi EEG interiktal, dan jika tidak ada pertanyaan apakah serangannya
non epileptik. Olehkarenanya, telah menjadi pemeriksaan tersering di
beberapa pusat epilepsi untuk tidak membutuhkan perekaman iktal pada
pasien-pasien ini. Namun jika ada gambaran ketidaksesuasian atau
komplikasi, iktal tetap harus direkam.52

Gambar 2.11 Lateralisasi gelombang tajam temporal dengan fase


reversal terlihat di regio mid temporal kiri (T3). Khas pada ELT
mesial.52

Pada salah satu penelitian lain, pasien didefinisikan sebagai uni atau
bitemporal berdasarkan distribusi aktivitas epileptiform interiktal interiktal
(unitemporal, >90% gelombang paku terjadi pada satu lobus temporal,
berkorespondensi ke sisi SH; bitemporal, <90% gelombang paku pada satu lobus
temporal).90
Pasien dengan cetusan independen bitemporal masih bisa menjadi
kandidat untuk operasi dan memiliki keluaran bedah yang baik jika memiliki
patologi unilateral, terutama jika sisi patologi dan peristiwa iktalnya sesuai. So
Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


40

dkk. melaporkan keluaran bedah minimal dua tahun setelah operasi lobus
temporal pada 48 pasien dengan gelombang paku temporal bilateral independen;
14 pasien bebas bangkitan epileptik, 22 pasien memiliki lebih dari 50%
pengurangan bangkitan epileptik, dan 3 pasien memiliki bangkitan epileptik
kurang dari 3x per tahun. Chung dkk. mengkorelasikan derajat lateralisasi
aktivitas epileptiform interiktal dengan hasil bedah setelah lobektomi temporal.
Bila lebih dari 90% dari gelombang paku terbatas pada satu lobus temporal, 92%
pasien memiliki hasil bedah yang baik. Jika lateralisasi aktivitas epileptiform
interiktal adalah kurang dari 90%, hanya setengah dari pasien mencapai hasil yang
baik.31

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


41

2.8 Kerangka Teori39,46,52,57,74,76

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


42

2.9 Kerangka Konsep

 SEMIOLOGI
 EEG interiktal
Epilepsi
Aura epigastrium
Aktivitas epileptiform
Lobus
interiktal / TIRDA, Aura rasa takut
Temporal
(T3-T1-F7/T4-T2-F8) Aura sefalik
Mesial
kanan atau kiri.
Automatisme oral

Automatisme manual
 MRI Kepala ipsilateral
Sklerosis
Perputaran kepala awal
hippokampus kanan
ipsilateral
atau kiri
Perputaran kepala akhir
kontralateral

Dystonic posture
Tipe bangkitan kontralateral
Usia onset bangkitan pertama

Frekuensi bangkitan per bulan

Riwayat kejang demam

Riwayat keluarga dengan


epilepsi

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


43

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
potong lintang perbandingan (cross sectional comparative) dengan tujuan
mengetahui gambaran semiologi bangkitan epileptik pada pasien ELT mesial
kanan dan kiri. Data penelitian adalah data primer yang didapat dari pasien ELT
mesial (didiagnosa secara klinis, EEG interiktal dan MRI) dengan kesesuaian
lateralisasi abnormalitas EEG interiktal dan atrofi hippokampus unilateral dan
dikonfirmasi anamnesis semiologi bangkitan epileptik.

3.2 Tempat dan waktu penelitian


Penelitian akan dilakukan di poliklinik epilepsi neurologi RS Cipto
Mangunkusumo. Pengumpulan data dimulai setelah mendapat persetujuan dari
komite etik hingga sampel mencukupi.

3.3 Populasi penelitian


Sampel penelitian adalah semua pasien epilepsi epilepsi lobus temporal
mesial, yang berobat ke poliklinik neurologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, yang
sesuai dengan kriteria inklusi.
3.3.1 Kriteria Inklusi:
1. Penderita ELT mesial yang dapat memberi informasi manifestasi klinis
bangkitan epileptik dan anggota keluarga/saksi mata yang dapat
menceritakan manifestasi klinis bangkitan epileptik yang dialami
penderita ELT mesial.
2. Penderita ELT mesial yang pada pemeriksaan EEG interiktal
didapatkan aktivitas epileptiform atau TIRDA di daerah mesial
temporal (T3-T1-F7/T4-T2-F8) kanan atau kiri.
3. Penderita ELT mesial dengan gambaran MRI 1,5 T terdapat sklerosis
hippokampus kanan atau kiri.
4. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian.

43 Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


44

3.3.2 Kriteria eksklusi :


1. Pemeriksaan EEG interiktal didapatkan adanya abnormalitas EEG
bilateral yang tidak menunjukkan dominasi abnormalitas EEG.
2. Penderita dengan penyakit lain seperti stroke, cedera kepala, infeksi
otak, tumor otak, yang dapat menimbulkan bangkitan epileptik.
3. Penderita dengan EEG interiktal dan MRI yang tidak sesuai.

3.3.3 Sampel dan pemilihan sampel


Pengambilan sampel penelitian dilakukan menurut metode non random
sampling, total sampling. Setiap subjek yang memenuhi kriteria inklusi akan
dimasukkan kedalam subjek penelitian.

3.4 Estimasi besar sampel


Untuk menentukan besarnya sampel dipergunakan rumus berikut :
n = Zα2 pq
d2
Zα = nilai konversi pada kurva normal = 1,96
α = 0,05
p = prevalensi pasien epilepsi lobus temporal mesial yang terdapat atrofi
hippokampus = 87%-15%= 0,72
q = 100% - p = 100% - 72% = 28% = 0,28
d = tingkat ketepatan absolut = 0.1
maka besar subjek adalah :
n = (1,96)2 . 0,72 . (1-0,72) = 34,42 dibulatkan 34
(0,1)2
Jumlah 34 pasien untuk pasien ELT mesial kanan, dan 34 pasien untuk ELT
mesial kiri.
Total 68 pasien.

3.5 Tehnik pemilihan subjek


Metode pemilihan subjek adalah secara consecutive sampling, metode non
– random sampling. Setiap subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
akan dimasukkan dalam kelompok subjek satu per satu.
Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


45

3.6 Cara Kerja


Catatan medik semua pasien epilepsi di poliklinik epilepsi neurologi RS
Cipto Mangunkusumo berupa anamnesis semiologi klinis bangkitan epileptik,
perekaman EEG interiktal, dan MRI kepala dianalisis.
Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi minimal
sampai memenuhi jumlah besar sampel yang telah ditetapkan.
Dilakukan analisis anamnesis semiologi klinis bangkitan epileptik
mencakup gambaran aura berupa sensasi epigastrik, rasa takut, sakit kepala,
gambaran automatism oral, automatism manual, perputaran kepala early,
perputaran kepala late, dan dystonic posturing. Wawancara dilakukan pada
pasien dan keluarga pasien. Dilanjutkan analisis pemeriksaan EEG interiktal
menentukan fokus epileptik dominasi kanan dan kiri.
Hasil analisis dituliskan dalam laporan hasil penelitian.

3.7 Identifikasi Variabel


Variabel yang diteliti adalah:
1. Sisi lesi
2. Aura epigastrium
3. A
4. ura rasa takut
5. Aura sakit kepala.
6. Automatism oral.
7. Automatism manual.
8. Perputaran kepala awal
9. Perputaran kepala akhir
10. Dystonic posture

3.8 Definisi Operasional


 Penderita epilepsi lobus temporal (ELT) mesial adalah subjek yang menderita
bangkitan epileptik berulang yang berselang lebih dari 24 jam yang timbul
tanpa provokasi dan berasal dari struktur lobus temporal mesial dan
ditunjukkan dengan abnormalitas EEG interiktal. 3,37

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


46

 Sisi lesi adalah lateralisasi bangkitan epileptik, merupakan lesi struktural area
terbatas otak, dimana onset fokus, daerah otak yang karena suatu sebab sel-
selnya secara spontan dan berulang menjadi titik awal terjadinya kejang.
Terdapat kesesuaian letak lesi berdasarkan abnormalitas EEG interiktal dan
penilaian hippokampus berdasarkan MRI berupa SH. Dibagi atas sisi lesi
kanan atau kiri.3
 Abnormalitas EEG interiktal adalah aktivitas abnormal diluar serangan
bangkitan epileptik yang terekam melalui elektroda di kulit kepala, dapat
berupa aktivitas epileptiform interiktal di T3-T1-F7/T4-T2-F8 atau TIRDA
(Temporal Intermitten Rhytmic Delta Activity), dibagi atas lateralisasi
langsung dan bilateral dominasi.
- Lateralisasi langsung adalah aktivitas epileptiform interiktal dapat secara
langsung menentukan letak lesi mesial temporal (T3-T1-F7/T4-T2-F8)
atau TIRDA (Temporal Intermitten Rhytmic Delta Activity)
- Bilateral dengan dominasi adalah hasil pemeriksaan EEG menunjukkan
abnormalitas EEG unilateral pada salah satu hemisfer dan abnormalitas
EEG bilateral dengan ketentuan perbandingan dominansi 8 : 1 pada salah
satu hemisfer.
Dibagi atas sisi lesi kanan dan kiri 52
 Sklerosis hippokampus adalah salah satu struktur pada lobus temporal mesial
dengan penurunan volume hippokampus, gambaran hiperintens sinyal pada
T2W1/ FLAIR dan asimetrisitas volume pada potongan koronal
hippokampus. Apabila didapatkan gambaran sklerosis dan atrofi
hippokampus berdasarkan pembacaan ahli radiologi, akan dimasukkan
kategori sklerosis hippokampus. Atrofi hippokampus adalah perbedaan
ukuran/asimetris dari hippokampus unilateral yang dilihat secara visual pada
pemeriksaan MRI kepala di T1 dengan potongan koronal dan axial.91 Atrofi
hippokampus dapat merupakan bagian dari SH atau dapat terjadi tanpa
adanya SH. 91 Dibagi atas SH sisi lesi kanan dan kiri.
 Semiologi bangkitan epileptik : tahapan kronologis dari perubahan keadaan
neurologis yang berulang, sementara, berhenti dengan sendirinya atau tidak
disadari, yang terdiri dari aura, automatism, dan perputaran kepala. 73

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


47

 Aura sensasi epigastrik/ aura viseral/ abdominal : gejala subjektif yang


mengawali bangkitan berupa rasa mual, nyeri, atau perasaan tidak enak di
perut atau periumbilikal yang dapat statis, naik ke dada atau tenggorokan atau
turun ke regio abdominal bawah, dibagi atas ada dan tidak. 74
 Aura rasa takut : gejala subjektif psikis rasa takut primer, dibagi atas ada dan
tidak.74
 Aura sefalik/sakit kepala, adalah sensasi kepala non vertigo seperti dizziness,
rasa melayang/lightheadedness, seperti dikejut listrik, kesemutan di kepala,
dan rasa menekan, dibagi atas ada dan tidak.74

Automatism oral adalah gerakan seperti mengecap-ngecap bibir, menelan,
mengunyah, dibagi atas ada dan tidak.30

Automatism manual adalah gerakan jari-jari tangan/ekstremitas tanpa tujuan
yang berulang-ulang, dibagi atas kanan, kiri, bilateral, tidak ada. 30

Putaran kepala awal : versi yang tidak kuat atau tidak cukup kuat, terlihat
volunter, bertahan > 2 detik, termasuk perputaran kepala >30° dan terjadi
kurang dari 60 detik setelah onset klinis.78 Dibagi atas kanan, kiri, tidak ada.

Putaran kepala akhir atau versive yaitu keadaan tonik/klonik dengan kekuatan
yang kuat dan involunter, dengan posisi yang tidak alami cukup kuat dari
kepala (dan mata) dikombinasikan dengan ekstensi leher, yang kaku, lama
durasi > 5 detik, dibagi atas perputaran kepala ke arah kanan, kiri, tidak
ada.12,78,81

Dystonic posture adalah gerakan postur yang cukup kuat pada salah satu
ekstremitas atas yang involunter dan tidak alamiah, bisa dalam bentuk gerakan
lengan menekuk, terangkat, lebih kaku, lebih ketarik ke satu sisi. Dibagi atas
kanan, kiri, tidak ada.16,78
 Usia dinyatakan berdasarkan KTP atau kartu identitas lain dalam satuan tahun.
Untuk usia dengan kelebihan kurang dari 6 bulan maka akan digenapkan ke
bawah dan usia dengan kelebihan sama atau lebih besar dari 6 bulan akan
digenapkan ke usia tahun berikutnya. Dibagi menjadi < 18 tahun, 18 -55
tahun, > 55 tahun.
 Jenis kelamin dibagi menjadi laki – laki dan perempuan.5

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


48

 Frekuensi bangkitan merupakan jumlah serangan kejang dalam satu bulan


minimal 1x per bulan, yang didapatkan dari hasil anamnesis serta yang tercatat
dalam rekam medis, dibagi menjadi < 4 x perbulan, > 4 x perbulan.5
 Riwayat kejang demam adalah riwayat terjadinya bangkitan epileptik pada
bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
lain, dibagi atas ya dan tidak.5
 Onset usia epilepsi pertama kali adalah ketika pertama kali mengalami
bangkitan epileptik, dibagi menjadi < 2 tahun, 2-5 tahun, 6-13 tahun, 14-17
tahun, 18-30 tahun, > 30 tahun.5,92
 Tipe bangkitan, berupa bangkitan parsial; parsial sederhana, parsial komplek,
bangkitan parsial menjadi bangkitan umum (SGS).5
 Riwayat kejang dalam keluarga : riwayat kejang di dalam keluarga, dibagi atas
ya dan tidak.5

3.9 Ijin subjek penelitian


Pada penelitian ini dimintakan persetujuan pada pasien yang mengikuti
penelitian.

3.10 Pengolahan dan Analisa Data


Pengumpulan data dilakukan secara manual melalui data yang diambil
melalui anamnesis dan data dari rekam medis, kemudian dilakukan proses
pengumpulan data dan selanjutnya proses pengolahan data secara komputerisasi.
Untuk mengetahui hubungan abnormalitas gambaran EEG dan semiologi klinis
bangkitan epileptik menggunakan uji Chi-Square dan uji McNemar. Tingkat
asosiasi/kesesuaian akan diperiksa dengan uji Kappa.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


49

3.11 Kerangka Operasional

Subyek pasien epilepsi lobus temporal

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Anamnesis Semiologi Bangkitan Epileptik

Pengumpulan data

Pengolahan dan analisa data

Penyajian data dalam bentuk laporan penelitian

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


50

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain kasus comparative
cross sectional. Pada penelitian ini terdapat 60 pasien epilepsi lobus temporal
mesial yang terbukti dengan ditemukannnya gelombang epileptiform atau TIRDA
di T3-T1-F7/T4-T2-F8 pada EEG interiktal dan telah melakukan pemeriksaan
imaging berupa MRI kepala 1,5 T yang sesuai dengan protokol pemeriksaan
imaging pasien epilepsi. Terdapat 15 pasien dieksklusi karena terdapat
ketidaksesuasian lateralisasi antara MRI dan EEG interiktal, sehingga didapatkan
45 pasien yang sesuai kriteria inklusi penelitian untuk menjadi sampel pada studi
ini. Seluruh pasien tersebut dilakukan pemeriksaan analisa semiologi bangkitan
epileptik dengan tehnik wawancara atau anamnesis.

4.1.1 Karakteristik demografik

Tabel 4.1 Sebaran subjek menurut karakteristik demografik (n=45)


Kharakteristik demografik Jumlah Persen
Jenis kelamin
Laki-laki 24 53.3
Perempuan 21 46.7
Usia subjek
< 18 tahun 1 2.2
18 - 55 tahun 40 88.9
>55 tahun 4 8.9

Sebaran karakteristik subjek menurut demografik dapat dilihat pada tabel


4.1. Dari analisis data didapatkan jenis kelamin pada pasien epilepsi lobus
temporal untuk laki – laki dan perempuan tidak jauh berbeda dimana perempuan
sebanyak 21 subjek (46,7%) dan laki – laki sebanyak 24 subjek (53,3%).
Sebagian besar subjek berusia antara 18 – 55 tahun (88,9%) . Pada penelitian ini

50 Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


51

usia termuda subjek 17 tahun dan usia tertua adalah 66 tahun dengan usia rata –
rata 33,9 ± 12.4 tahun.

4.1.2 Karakteristik medis


Karakteristik sebaran subjek menurut karakteristik medik tercantum pada
tabel 4.2. Penetapan sisi lesi kanan sejumlah 26 subjek (57,8%) dan sisi lesi kiri
19 subjek (42,2%). Penetapan EEG sisi lesi dengan lateralisasi langsung
sebanyak 34 subjek (75,6%) dan dengan aktivitas epileptiform bilateral dengan
dominasi pada 11 subjek (24,4%). Bila dilihat pada sebaran usia, 64,4% usia onset
epilepsi dimulai dibawah umur 18 tahun. Usia onset epilepsi terbanyak pada
kelompok usia 6-12 tahun dengan 13 subjek (28,9,2%). Usia onset bangkitan
epileptik rata-rata adalah 16,3 ± 11,7 tahun. Frekuensi bangkitan terbanyak < 4x/
bulan terdapat pada 29 subjek (64,4%) dan 3 subjek bebas bangkitan minimal 1
tahun (6,7%). Tipe bangkitan epileptik terbanyak adalah SGS pada 23 subjek
(51,1%). Ada 20 subjek dengan riwayat kejang demam (44,4%) dan 4 subjek
dengan riwayat epilepsi di keluarga (8,9%).
Pada penelitian ini terdapat 3 subjek bebas bangkitan epileptik minimal 1
tahun (6,7%); 2 subjek dengan lateralisasi EEG langsung dan atrofi hippokampus
kanan mengalami tindakan operatif, 1 subjek terkontrol dengan obat. Dari 2
subjek yang mengalami operatif dengan aktivitas epileptiform langsung pada sisi
kanan, 1 subjek mengalami bebas bangkitan epileptik 1 tahun, namun mengalami
gangguan fungsi luhur, dan 1 pasien mengalami pengurangan frekuensi bangkitan
menjadi < 4x/bulan. Keduanya dengan onset usia epilepsi 5 tahun dan 9 tahun.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


52

Tabel 4.2 Sebaran subjek menurut kharakteristik medik (n=45)


Kharakteristik medik Jumlah Persen
Sisi lesi
Kanan 26 57.8
Kiri 19 42.2
Penetapan EEG sisi lesi
Lateralisasi Langsung 34 75.6
Bilateral dengan Dominasi 11 24.4
Usia onset epilepsi
< 2 tahun 1 2.2
2 – 5 tahun 5 11.1
6 – 12 tahun 13 28.9
13 – 17 tahun 10 22.2
18– 30 tahun 10 22.2
>30 tahun 6 13.3
Frekuensi bangkitan
< 4x / bulan 29 64.4
>= 4x / bulan 13 28.9
Bebas bangkitan min 1 tahun 3 6.7
Tipe bangkitan
Parsial Sederhana 3 6.7
Parsial Kompleks 19 42.2
Secondary Generalised Seizure(SGS) 23 51.1
Riwayat kejang demam
Ada 20 44.4
Tidak 25 55.6
Epilepsi di keluarga
Ada 4 8.9
Tidak 41 91.1

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


53

Tabel 4.3 Sebaran Subjek Berdasarkan Lateralisasi EEG interiktal


EEG Sisi Lesi ELT mesial
Kanan Kiri
N(%) N(%)
N Subjek 26 19
Lateralisasi langsung 23 (88.5) 11 (57.9)
(epileptiform, TIRDA)
Bilateral dengan
dominasi 3 (11.53) 8 (42.1)

Pada tabel 4.3 diatas, dari 26 subjek dengan fokus epileptiform ELT
mesial kanan terdapat 88,5% diperoleh dari lateralisasi langsung aktivitas
epileptiform atau TIRDA dan 11,5% aktivitas epiletiform bilateral dengan
dominasi. Dari 19 subjek dengan fokus epileptiform ELT mesial kiri, terdapat
57,9% lateralisasi langsung dan 42,1% bilateral dengan dominasi.

4.2 Gambaran Semiologi


Pada gambar 4.1 terdapat diagram dari persentase sebaran semiologi dari
45 subjek. Yang terbanyak adalah subjek dengan gejala aura sakit kepala dan
automatisme manual, masing-masing sebesar 62,2%, diikuti automatisme oral
57,8%, putaran kepala late dan dystonic posture masing-masing 48,9%, aura
epigastrik 42,2%, putaran kepala early 33,3%, dan aura rasa takut 26,7%.
Aura lain yang muncul selain itu adalah dejavu pada 3 subjek subjek (2
subjek pada fokus sisi kanan dan 1 subjek pada fokus sisi kiri), 1 subjek dengan
aura somatosensoris (rasa menjalar pada sisi lengan dan tungkai kanan dengan
letak lesi sisi kiri), 1 subjek dengan aura non spesifik kesetrum seluruh tubuh
diikuti rasa melihat sekelebat bayangan hitam, dan 1 subjek dengan rasa tidak
dapat dideskripsikan berupa rasa seperti disindir.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


54

Gambar 4.1 Persentase Sebaran Semiologi (n=45)

Aura epigastrium 42.2


Aura rasa takut 26.7
Aura sakit kepala 62.2
Automatisme oral 57.8
Automatisme manual 62.2
Putaran kepala awal 33.3
Putaran kepala akhir 48.9
Dystonic posture 48.9

0 10 20 30 40 50 60 70

4.2.1 Gambaran semiologi bangkitan epileptik ELT mesial kanan.

Pada gambar 4.2 terlihat persentase sebaran semiologi pada ELT mesial
kanan pada pasien ELT mesial kanan dan atrofi. Gambaran semiologi yang
terlihat adalah putaran kepala late (92,9%), dystonic posture (92,9%), putaran
kepala early (92,3%), automatisme manual 83,3% , automatisme oral (53,8%),
aura sakit kepala (53,6%), aura epigastrik (52,6%), dan aura rasa takut (50,0%).
Pada penelitian ini, 9 dari 10 subjek dengan aura abdominal dengan letak
lesi di sisi kanan mengalami automatisme, 5 subjek dengan aura abdominal
diikuti automatisme oral saja, dan 4 subjek dengan aura abdominal diikuti
automatisme oral dan automatisme manual.
Ada 8 dari 10 subjek dengan automatisme manual sisi kanan memiliki
dystonic posture sisi kiri. Ada 7 dari 8 subjek dengan SGS memiliki putaran
kepala late kanan dengan letak lesi di kiri. Hanya 3 subjek dengan bangkitan
parsial kompleks dari 13 subjek yang memiliki gejala putaran kepala early kanan
dan letak lesi kanan sementara 10 subjek berkembang menjadi bangkitan SGS.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


55

Gambar 4.2 Persentase Sebaran Semiologi pada ELT


mesial kanan

Aura epigastrium 52.6


Aura rasa takut 50
Aura sakit kepala 53.6
Automatisme oral 53.8
Automatisme manual 83.3
Putaran kepala awal 92.3
Putaran kepala akhir 92.9
Dystonic posture 92.9

0 20 40 60 80 100

4.2.2 Gambaran semiologi bangkitan epileptik ELT mesial kiri.

Pada gambar 4.3, sebaran semiologi pada ELT mesial kiri pada sebaran 45
subjek terdapat putaran kepala early, putaran kepala late, dystonic posture pada
persentase yang sama-sama 100%, diikuti automatisme manual 71,4%, dengan
aura terbanyak aura rasa takut 50%, aura epigastrik 47,4%, aura sakit kepala
46,4%, dan automatisme oral 46,2%.
Terdapat 6 dari 9 subjek dengan aura abdominal dominan di sisi kiri
diikuti automatisme; 4 subjek diikuti automatisme oral saja, dan 2 subjek diikuti
automatisme oral dan automatisme manual. Dan 2 dari 5 subjek dengan
automatisme manual sisi kiri mengalami dystonic posture sisi kanan. Ada 12 dari
13 subjek dengan gejala putaran kepala late kiri dengan letak lesi di kanan yang
mengalami SGS, dan hanya 1 subjek dengan bangkitan parsial komplek dari 2
subjek dengan gejala putaran kepala early kiri dan letak lesi kiri.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


56

Gambar 4.3 Persentase Sebaran Semiologi pada ELT mesial


kiri

Aura epigastrium 47.4


Aura rasa takut 50
Aura sakit kepala 46.4
Automatisme oral 46.2
Automatisme manual 71.4
Putaran kepala awal 100
Putaran kepala akhir 100
Dystonic posture 100
0 20 40 60 80 100 120

4.2.2 Gambaran semiologi dengan sisi lesi.

4.2.3.1 Hubungan gambaran semiologi dengan sisi lesi


Pada tabel 4.5 tidak terlihat hubungan yang bermakna dengan uji Pearson
Chi Square antara aura epigastrik dan sisi lesi ( p = 0,550), aura rasa takut dan sisi
lesi ( p = 0,524), aura sakit kepala dan sisi lesi ( p = 0,463), dan automatisme oral
dengan sisi lesi ( p = 0,532).

Tabel 4.5 Hubungan gambaran semiologi dengan sisi lesi


Gambaran semiology Sisi lesi p
Kanan Kiri Chi Square
Aura epigastrik
Ada 10 9 0.550
Tidak 16 10
Aura rasa takut
Ada 6 6 0.524
Tidak 20 13
Aura sakit kepala
Ada 15 13 0.463
Tidak 11 6
Automatisme oral
Ada 14 12 0.532
Tidak 12 7

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


57

4.2.2.1 Kesesuaian gambaran lateralisasi semiologi dengan sisi lesi

Bila tidak terdapat perbedaan bermakna antara 2 variabel dengan uji


McNemar (p>0,005, McNemar) berarti terdapat kesesuaian bahwa hasil
lateralisasi semiologi dapat memprediksi hasil lateralisasi EEG. Pada tabel 4.6,
automatisme manual (uji McNemar P=1,00) menunjukkan hubungan kesesuaian
antara lateralisasi semiologi ini dengan sisi lesi yang bersifat ipsilateral. Jika
semiologi automatisme manual sisi kanan, EEG juga menunjukkan letak lesi
kanan. Pada automatisme manual, kekuatan hubungan kesesuaian dengan uji
Kappa menunjukkan hasil tingkat kesesuaian sedang ( r= 0,545) dan bermakna
secara spesifik (P =. 0,017). Perputaran kepala awal, uji McNemar juga
menunjukkan tidak ada perbedaan (P=1,00), berarti terdapat kesesuaian antara
putaran kepala early dan letak lesi yang bersifat ipsilateral, dengan tingkat
kesesuaian kuat (R Kappa 0,762) dan bermakna (P Kappa 0,002). Perputaran
kepala akhir tidak menunjukkan perbedaan dengan uji McNemar P = 0,383 yang
berarti ada kesesuaian yang bersifat kontralateral dengan letak lesi, dengan tingkat
kesesuaian sangat kuat dan bermakna (R = -0,819 dan P = 0,000). Jika semiologi
putaran kepala akhir kanan maka letak lesinya di kiri, letak lesi kontralateral, dan
sebaliknya. Begitu pula dengan gejala dystonic posture, P McNemar = 0,383,
menunjukkan kesesuaian yang bersifat kontralateral, dengan tingkat kesesuaian
sangat kuat dan bermakna juga (R = -0,819 dan P = 0,000). Hasil dystonic
posture kanan menunjukkan letak lesi kiri, kontralateral, dan sebaliknya.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


58

Tabel 4.6 Kesesuaian gambaran lateralisasi semiologi dengan sisi lesi


Sisi lesi
Gambaran semiologi p r p
Kanan Kiri McNemar Kappa
Automatisme manual
Kanan 10 2
Kiri 2 5 1.000 0.548 0.017
Gejala putaran kepala awal
Kanan 12 1
Kiri 0 2 1.000 0,762 0.002
Gejala putaran kepala
akhir 0 8
Kanan 13 1 0.383 -0.819 0.000
Kiri
Gejala dystonic posture
Kanan 0 8
Kiri 13 1 0.383 -0.819 0.000

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


59

BAB V
PEMBAHASAN

Penelitian ini mengambil subyek pasien epilepsi lobus temporal mesial


yang datang berobat ke poliklinik neurologi RSCM dalam kurun waktu Oktober
2014 sampai Desember 2014. Pada penelitian ini karena keterbatasan waktu
didapatkan 60 subyek, dengan eksklusi 15 subyek karena terdapat ketidaksesuaian
lateralisasi antara MRI dan EEG interiktal, sehingga didapatkan total 45 subyek,
dengan 26 subyek letak lesi kanan dan 19 subyek letak lesi kiri. Seharusnya
sampel yang terkumpul adalah 68 sampel, 34 sampel pasien ELT mesial kanan
dan 34 sampel subyek ELT mesial kiri.
Sampel yang dipilih adalah pasien dengan klinis epilepsi lobus temporal
mesial yang pada gambaran EEG didapatkan adanya gelombong epileptiform atau
TIRDA di T1-T3-F7/T2-T4-F8 dan telah dilakukan MRI Kepala 1,5T dengan
potongan tipis di hippokampus dengan gambaran atrofi dan atau sklerosis
hippokampus pada penilain ahli radiologi, untuk selanjutnya dilakukan analisa
anamnesis semiologi atas bangkitan epileptik yang dialami subyek oleh peneliti.
Pada salah satu penelitian oleh Cendes dkk, terdapat kesesuaian hubungan
antara lateralisasi MRI dengan lateralisasi EEG interiktal dan iktal pada pasien
ELT yang refrakter. Pemeriksaan MRI pada penelitian ini adalah menganalisa
volume formasi hippokampus dan asimetri antara kedua sisi. Semua pasien
dengan atrofi hippokampus unilateral memiliki kesesuaian lateralisasi yang sama
antara EEG interiktal dan iktal.91 Begitu pula pada penelitian Gilliam dkk,
didapatkan 61% pasien yang memiliki lateralisasi yang sama antara MRI dan
abnormalitas EEG interiktal dengan EEG iktal yang sesuai, memberi hasil yang
lebih baik postoperatif pada pasien ELT mesial dibandingkan pasien yang sudah
memiliki lateralisasi MRI dan EEG iktal tapi tidak sesuai lateralisasi dengan EEG
interiktal.92 Begitu pula pada penelitian oleh Baldouf dkk, yang mendapatkan
remisi post operatif lebih dari 90% pada kandidat operatif berdasarkan gambaran
sklerosis hippokampus pada MRI dan EEG interiktal saja. 93 Dengan demikian, 15
subyek yang memiliki ketidaksesuain lateralisasi tereksklusi pada penelitian ini.

59 Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


60

Dari analisis penelitian ini didapatkan jenis kelamin pada pasien epilepsi
lobus temporal untuk laki – laki dan perempuan tidak jauh berbeda dimana
perempuan sebanyak 21 subyek (45,76%) dan laki – laki sebanyak 24 subyek
(53,3%). Hasil ini menunjukkan bahwa perempuan dan laki – laki memiliki resiko
yang sama untuk terjadi epilepsi lobus temporal mesial. Hal ini sesuai dengan
beberapa data epidemiologi yang menyatakan tidak adanya perbedaan jenis
kelamin dalam hal resiko terjadinya epilepsi maupun untuk atrofi
5,94
hippokampus.
Pada penelitian ini usia termuda subyek adalah 17 tahun dan usia tertua
adalah 66 tahun dengan usia rata – rata 33,9 + 12,4 tahun. Sebagian besar subyek
berusia antara 18 – 55 tahun (88,9%). Kelompok umur berada pada usia
produktif. Di Indonesia, sebagai negara berkembang, insidensi lebih sering pada
usia dewasa muda. Cendes pada tahun 2002 mengatakan bahwa epilepsi lobus
temporal mesial lebih banyak diderita oleh pasien dewasa muda. 2,65
Usia onset bangkitan epileptik rata-rata adalah 16,3 ± 11,7 tahun. Usia
onset terbanyak pada usia 6-12 tahun (28.9%). Hal ini tidak jauh berbeda dengan
laporan ILAE mengenai epilepsi lobus temporal mesial dengan sklerosis
hippokampus, dimana atrofi hippokampus menjadi bagian dari sklerosis
hippokampus itu sendiri, yang mengatakan umur terbanyak untuk terjadinya
sklerosis hippokampus adalah usia 4 sampai dengan 16 tahun. (1) Pada penelitian
oleh Heuser, usia onset pasien sama dengan penelitian ini, terbanyak di kelompok
6-12 tahun.95
Frekuensi bangkitan terbanyak < 4x/ bulan terdapat pada 29 subyek
(64,4%) dan 3 subyek bebas bangkitan minimal 1 tahun (6,7%). Dengan usia
rata-rata pada penelitian ini 33,9 ± 12.4 tahun, dan usia onset epilepsi rata-rata
16,3 ± 11,7 tahun, maka diperkirakan rata-rata lebih dari 15 tahun lama menderita
epilepsi, dengan masih terdapat bangkitan epileptik frekuensi terbanyak < 4 kali
per bulan. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang mengatakan bahwa
kejang berulang dalam jangka waktu lama menyebabkan berkurangnya volume
hippokampus. Semakin sering frekuensi bangkitan dan semakin lama durasi
bangkitan dapat menimbulkan atrofi tidak hanya pada hippokampus namun juga
diluar hippokampus.96 Semakin lama menderita epilepsi maka akan menyebabkan

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


61

kerusakan otak yang lebih banyak dan dapat menyebabkan penurunan fungsi
kognitif dan kerusakan sel otak itu sendiri berpotensi menjadi fokus epilepsi yang
baru.57 Selain itu hal – hal lain yang mempengaruhi frekuensi bangkitan seperti
ketaatan subyek dalam minum obat, faktor pencetus bangkitan tidak dievaluasi
dalam penelitian ini. Tetapi penelitian lain yang dilakukan oleh Salmenpera
mengatakan bahwa atrofi hippokampus dapat saja terjadi pada penderita epilepsi
setelah lebih dari 20 tahun, jadi masih mungkin pada pasien epilepsi lobus
temporal mesial dengan lama menderita epilepsi lebih dari 10 tahun mempunyai
hippokampus yang masih normal.94,97
Penyebab terbanyak untuk ELT mesial adalah SH yang ditemukan pada
2/3 kasus, dimana gambaran sklerosis hipokampus salah satunya adalah atrofi
hipokampus.5 Gambaran MRI untuk sklerosis hipokampus adalah atrofi,
meningkatnya sinyal di T2 dan FLAIR dan menurunnya sinyal di T1 dan
gangguan pada struktur internal. Hipointens juga terlihat pada hipokampus dengan
menggunakan T1-weighted Inversion Recorvery Images.91 Atrofi hipokampus pun
dapat terjadi tanpa adanya tanda sklerosis hipokampus, hal ini pada MRI terlihat
dengan berkurangnya volume hipokampus (yang diukur dengan menggunakan
volumemetri) tapi memiliki gambaran T2 dan FLAIR yang normal. Atrofi sebagai
satu – satunya gambaran sklerosis hipokampus ditemukan lebih dari 80 – 85%
kasus.52 Salah satu penelitian lain, dikatakan atrofi hippokampus berkorelasi
secara patologi dengan SH.52,53
Atrofi hippokampus terlihat 60% dengan penilaian visual MRI pada
penelitian oleh Coan dkk.97 Sedangkan penilaian MRI SH didasarkan pada
volume hippokampus dan peningkatan sinyal T2WI/FLAIR potongan koronal
hippokampus yang secara histologis dikaitkan pada kondisi neuronal loss, gliosis,
dan sklerosis. Ditemukan pada gambaran MRI SH berupa penurunan volume
hippokampus: atrofi hippokampus, peningkatan sinyal T2, abnormal morfologi
hilangnya gambaran internal hippokampus.91 Pada penelitian ini, penetapan sisi
lesi adalah 26 subjek (57,8%) subjek dengan lesi kanan dan 19 subjek (42,2%)
lesi kiri yang ditunjukkan oleh lateralisasi yang sesuai SH dan EEG interiktal.
Hasil EEG interiktal dengan aktivitas epileptiform atau TIRDA pada satu
sisi secara langsung melateralisasi subyek penelitian (75,6%), dan juga aktivitas

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


62

epileptiform bilateral dengan dominasi melateralisasi subyek penelitian (24,4%).


Penelitian oleh Chung dkk, mengatakan bila lebih dari 90% gelombang paku
epileptiform terbatas pada satu lobus temporal, 92% pasien memiliki hasil bedah
yang baik. Jika lateralisasi aktivitas epileptiform interiktal kurang dari 90%,
hanya setengah dari pasien mencapai hasil yang baik dimana hanya terjadi
pengurangan 50% bangkitan epileptik.31
Pada penelitian ini terdapat 3 subyek bebas bangkitan epileptik minimal 1
tahun (6,7%), 2 subyek dengan lateralisasi EEG langsung dan atrofi hippokampus
kanan mengalami tindakan operatif, 1 subyek terkontrol dengan pengobatan. Dari
2 subyek yang mengalami operatif dengan aktivitas epileptiform langsung pada
sisi kanan, 1 subyek mengalami bebas bangkitan epileptik 1 tahun, terutama 4
bulan post operatif namun setelahnya mengalami gangguan fungsi luhur, dan 1
pasien mengalami pengurangan frekuensi bangkitan menjadi < 4x/bulan. Pada
penelitian ini satu subyek mengalami remisi dan satu mengalami pengurangan
frekuensi bangkitan 50%. Penelitian lain mengatakan bila onset usia kejang 0-10
tahun, akan berisiko 3,4 kali tidak terbebas kejang pasca operasi bedah ELT. 98
Untuk kedua pasien penelitian ini, usia onset 5 dan 9 tahun, sehingga memiliki
resiko tidak bebas kejang.
Tipe bangkitan epileptik terbanyak adalah SGS pada 23 subyek (51,1%).
Pada penelitian yang dilakukan Tasch dkk menyatakan bahwa frekuensi bangkitan
bukanlah yang mempengaruhi volume hippokampus namun jenis bangkitan itu
sendiri, dimana pada pasien dengan jenis bangkitan parsial komplek tidak
ditemukan adanya perubahan ukuran dari hippokampus sedangkan pada pasien
dengan bentuk bangkitan umum yang sering, berkorelasi dengan menurunnya N-
Acertlaspartate(NAA)/creatine (Cr) bilateral dan volume hippokampus
ipsilateral.99 Hal ini cukup sesuai dengan hasil penelitian ini dengan lebih banyak
subyek dengan bangkitan parsial yang menjadi bangkitan umum (SGS) dan
mengalami atrofi hippokampus (53,3%).
Pada penelitian ini 44,4% subyek dengan riwayat kejang demam dan
55,6% subyek tanpa kejang demam. Dan hanya 8,9% subyek memiliki epilepsi di
keluarga, secara keseluruhan. Hal ini kurang sesuai dengan hasil beberapa
penelitian. yang menyatakan sebesar 2/3 pasien dengan epilepsi lobus temporal

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


63

mesial memiliki riwayat kejang demam. Beberapa hasil penelitian yang


mengatakan bahwa kejang demam merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya atrofi hippokampus, karena kejang demam yang berkepanjangan akan
menimbulkan kerusakan pada hippokampus yang kemudian menyebabkan atrofi
hippokampus. Menurut teori, kejang demam merusak hippokampus dan akhirnya
menyebabkan sklerosis hippokampus, teori lain mengatakan bahwa hippokampus
sudah terlebih dahulu mengalami kerusakan sebagai akibat gangguan sewaktu
prenatal atau perinatal atau kelainan genetik yang kemudian menyebabkan anak
menderita kejang demam.100
Mengklasifikasikan bangkitan epileptik dengan semiologi dapat
diasosiasikan dengan fokus anatomis asal bangkitan epileptik dan gambaran
klinis bangkitan epileptik. Namun, jika bangkitan epileptik mulai pada area yang
tidak tercakupi pada perekaman EEG rutin, maka lokalisasi akan tidak akurat.
Sama halnya, jika bangkitan epileptik mulai di korteks yang non-eloquent,
penyebarannya ke korteks yang eloquent bisa memberi lokalisasi yang salah pada
fokus bangkitan. Semiologi bangkitan epileptik dalam hal kasus tersebut,
memberi petunjuk propagasi bangkitan daripada asal bangkitan. 28
Dari 45 subyek yang menjalani pemeriksaan anamnesis pada semiologi
bangkitan epileptik pada epilepsi lobus temporal mesial dengan EEG interiktal
dan MRI atrofi hippokampus yang sesuai, didapatkan gambaran persentase
sebaran semiologi terbanyak adalah subyek dengan gejala aura sakit kepala dan
automatisme manual, masing-masing sebesar 62,2%, diikuti automatisme oral
57,8%, putaran kepala akhir dan dystonic posture masing-masing 48,9%, aura
epigastrium 42,2%, putaran kepala awal 33,3%, dan aura rasa takut 26,7%.
Gambaran semiologi yang terlihat pada ELT mesial kanan adalah aura sakit
kepala (53,6%), automatisme manual (83,3%), automatisme oral (53,8%), putaran
kepala akhir (92,9%), dystonic posture (92,9%), aura epigastrium (52,6%), dan
putaran kepala awal (92,3%), dan aura rasa takut (50,0%). Gambaran semiologi
pada ELT mesial kiri pada sebaran 45 subjek terdapat aura sakit kepala (46,4%),
automatisme manual (46,2%), automatisme oral (71,4%), putaran kepala akhir
(100%), dystonic posture (100%), aura epigastrium (47,4%), putaran kepala awal
(100%), aura rasa takut (50%).

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


64

Aura merupakan pertanda bahwa akan ada bangkitan epileptik yang lebih
besar akan terjadi. Namun, aura itu sendiri merupakan bangkitan epileptik tipe
parsial sederhana bila tidak timbul gerakan yang mengikutinya, bangkitan
epileptik yang tidak menyebar menjadi bangkitan yang dapat diobservasi yang
mengganggu kesadaran dan kemampuan respon. Tidak semua subyek dengan
ELT memiliki aura, dan tidak semua yang memiliki aura dapat mengingatnya. 101
Hal inilah yang membuat tidak semua sampel pada penelitian ini menyatakan
memiliki aura sebelum timbul bangkitan epileptik.
Pada penelitian ini aura epigastrium merupakan terbanyak kedua (42,2%)
setelah aura sakit kepala. Aura epigastrium pada gambaran semiologi dengan sisi
lesi tidak menunjukkan hubungan yang bermakna (p uji chi square=0,550) pada
penelitian ini. Pada artikel review oleh ILAE, aura terbanyak pada ELT mesial
dengan sklerosis hippokampus berdasarkan MRI adalah aura epigastrium
(epigastric raising) atau abdominal (70%) dan 40% pada ELT mesial yang
terbukti SH secara patologis. Aura abdominal ini dengan zona simptomatogenik
berasal dari insula, operkulum frontal, lobus temporal mesial dan SSMA. 1,74 Aura
abdominal dan aura rasa takut lebih khas pada ELT mesial. 42 Pada penelitian oleh
Henkel dkk, aura abdominal lebih sering pada 52% pasien ELT daripada pasien
epilepsi ekstratemporal dan lebih sering pada 64% pasien ELT mesial daripada
neokortikal. Tidak ada terbukti untuk lateralisasi ke satu sisi. 102 Presentase untuk
aura epigastrium masih masuk kriteria presentase ELT mesial bila terbukti secara
patologis, namun lebih rendah dibandingkan 70% pasien yang terdapat aura
epigastrium setelah ada penilaian sklerosis hippokampus hanya dengan MRI pada
penelitian terdahulu.
Aura rasa takut sebesar 26,7% diperlihatkan oleh subyek penelitian
(n=45). Aura rasa takut (p=0,524 dengan uji Chi Square) tidak menunjukkan
hubungan bermakna untuk lateralisasi lesi. Aura rasa takut dan anxietas dari
guideline oleh ILAE, 15-50% timbul pada ELT mesial. Aura ini bersumber dari
zona simptomatogenik daerah amigdala, hippokampus dan lobus frontal mesial.
Aura abdominal dan aura rasa takut khas pada ELT mesial. Aura rasa takut dan
anxietas dikatakan 15-50% timbul pada ELT mesial, bersumber dari zona

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


65

simptomatogenik daerah amigdala, hippokampus dan lobus frontal mesial. 1,42


Hasil penelitian ini sesuai dengan aura pada ELT mesial.
Aura sakit kepala (62,2%) terlihat pada 45 subyek penelitian ini, dengan
uji Chi Square p=0,463 tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Aura sakit
kepala/ sefalik berupa vertigo atau dizziness sering pada lesi patologis
ekstratemporal, dengan zona simptomatogenik di amigdala, korteks entorhinal dan
neokorteks temporal dan supplementary sensorimototr area. 1,74 Aura auditorik dan
aura vertiginous/ sefalik lebih khas untuk ELT neokortikal dibandingkan aura
abdominal dan aura rasa takut pada ELT mesial.42 Namun pada penelitan oleh
Aldi dkk, didapatkan aura terbanyak berdasarkan semiologi adalah rasa nyeri
kepala (26,9%), rasa tidak nyaman di epigastrium (15,38%) dan rasa takut
subjektif (11,53%).27 Hal ini tidak berbeda dengan hasil penelitian ini. Aura
sefalik yang lebih dominan pada penelitian ini dengan keluhan subyek berupa rasa
pusing, melayang, dizzines, rasa menekan di kepala pada penelitian ini,
kemungkinan propagasi bangkitan yang berawal di mesial lobus temporal namun
menyebar cepat ke neokortikal.
Aura lain yang muncul selain itu adalah dejavu pada 3 subyek pasien (2
subyek pada fokus sisi kanan dan 1 subyek pada fokus sisi kiri), 1 subyek dengan
aura somatosensoris (rasa menjalar pada sisi lengan dan tungkai kanan dengan
letak lesi sisi kiri), 1 subyek dengan aura non spesifik kesetrum seluruh tubuh
diikuti rasa melihat sekelebat bayangan hitam, dan 1 subyek dengan rasa tidak
dapat dideskripsikan berupa rasa seperti disindir. Menurut literatur, aura dejavu
muncul pada <20% sampai 30% pasien dengan ELT mesial dengan fokus di
hemisfer non dominan. Namun munculnya gejala somatosensoris terjadi pada
bagian tubuh kontralateral dari letak lesi. Aura somatosensoris berupa rasa
kesemutan, baal, rasa panas, disetrum listrik, nyeri, berasal dari area
somatosensoris primer (SI), melibatkan bagian tubuh kontralateral dari cetusan
epileptiform.74 Pada kasus ini aura somatosensoris yang timbul merupakan
propagasi bangkitan epileptik ke daerah somatosensoris primer. Pada rasa non
spesifik, seperti kesetrum seluruh tubuh, dapat merupakan aktivasi area
somatosensorik sekunder (SII) dengan timbul bilateral atau ipsilateral dari sisi
fokus bangkitan epileptik. Diikuti aura visual kompleks selanjutnya berupa

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


66

bayangan berkelebat hitam, menunjukkan propagasi temporo-oksipital junction


atau korteks temporo basal.74
Automatisme oral muncul pada 57,8% pasien, namun tidak menunjukkan
hubungan yang bermakna dengan letak lesi (p chi square=0,532). Pada penelitian
terdahulu, aura epigastrium, aura rasa takut, automatisme oral sugestif sebagai
penanda sindrom ELT mesial. Penelitian ini tidak berbeda dengan hasil pada
penelitian oleh Williamson dkk, yang melihat analisa videotape dari bangkitan
epileptik, didapatkan insidensi yang tinggi (54 dari 66 pasien) dengan
automatisme oral, baik dengan gambaran bibir mengecap-ngecap saja dan
kombinasi dengan aktivitas oral.19
Aura abdominal yang diikuti automatisme oral dan automatisme manual
pada penelitian Henkel muncul pada setidaknya sekali bangkitan epileptik pada
seluruh pasien penelitiannya. Probabilitas 73,6% untuk menentukan
kemungkinan sindrom ELT dengan hanya aura abdominal saja, dan akan
meningkat menjadi 98,3% bila timbul juga automatisme oral dan manual setelah
aura abdominal.102 Pada penelitian ini, 9 dari 10 subyek dengan aura abdominal
dengan letak lesi di sisi kanan, mengalami automatisme; 5 subyek dengan aura
abdominal diikuti automatisme oral saja, dan 4 subyek dengan aura abdominal
diikuti automatisme oral dan automatisme manual. Sementara, 6 dari 9 subyek
dengan aura abdominal letak lesi kiri diikuti automatisme; 4 subyek diikuti
automatisme oral saja, dan 2 subyek diikuti automatisme oral dan automatisme
manual. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, namun masih perlu jumlah
sampel yang lebih banyak untuk diteliti lebih lanjut.
Automatisme oral muncul pada 57,8% pasien, namun tidak menunjukkan
hubungan yang bermakna dengan letak lesi (p uji chi square=0,532). Pada
penelitian terdahulu, aura epigastrium, aura rasa takut, automatisme oral sugestif
sebagai penanda sindrom ELT mesial. Penelitian ini tidak berbeda dengan hasil
pada penelitian oleh Williamson dkk, yang melihat analisa videotape dari
bangkitan epileptik, didapatkan insidensi yang tinggi (54 dari 66 pasien) dengan
automatisme oral, baik dengan gambaran bibir mengecap-ngecap saja dan
kombinasi dengan aktivitas oral.19

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


67

Aura abdominal yang diikuti automatisme oral dan automatisme manual


pada penelitian Henkel muncul pada setidaknya sekali bangkitan epileptik pada
seluruh pasien penelitiannya. Probabilitas 73,6% untuk menentukan
kemungkinan sindrom ELT dengan hanya aura abdominal saja, dan akan
meningkat menjadi 98,3% bila timbul juga automatisme oral dan manual setelah
aura abdominal.102 Pada penelitian ini, 9 dari 10 subyek dengan aura abdominal
dengan letak lesi di sisi kanan, mengalami automatisme; 5 subyek dengan aura
abdominal diikuti automatisme oral saja, dan 4 subyek dengan aura abdominal
diikuti automatisme oral dan automatisme manual. Sementara, 6 dari 9 subyek
dengan aura abdominal letak lesi kiri diikuti automatisme; 4 subyek diikuti
automatisme oral saja, dan 2 subyek diikuti automatisme oral dan automatisme
manual. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, namun masih perlu jumlah
sampel yang lebih banyak untuk diteliti lebih lanjut.
Automatisme manual melibatkan lengan dan tangan, umum terjadi selama
bangkitan epileptik. Terlihat gerakan mengambil, gerakan meraba dengan tangan
atau lengan, ataupun gerakan yang tidak bertujuan seperti menghitung jari-jari,
memainkan tangan. Terdapat 1 pasien dengan gerakan kaki menendang. Terdapat
10 subyek dengan automatisme manual sisi kanan dengan lesi sisi kanan
(ipsilateral) dan 5 subyek automatisme sisi kiri dengan letak lesi kiri (ipsilateral),
sedangkan kontralateral dari sisi lesi terdapat pada 4 subyek, gerakan bilateral
terdapat pada 9 subyek dan 17 subyek tidak ada gejala automatisme manual.
Hasil ini tidak berbeda dengan hasil penelitian oleh Williamson. Dengan
bangkitan epileptik parsial kompleks pada epilepsi lobus temporal, automatisme
unilateral ini menjadi penanda fokus bangkitan epileptik ipsilateral dengan
predictive value 80%.19,77 Pada penelitian yang dilakukan oleh Saygi dkk gerakan
tangan automatisme ipsilateral yang muncul 60 detik pertama kejang lebih sering
ditemukan pada pasien ELT mesial dengan sklerosis hippokampus, dibandingkan
dengan epilepsi yang penyebab patologisnya adalah tumor (p < 0.005). 52 Pada
penelitian oleh Kotagal dkk, automatisme manual ekstremitas atas unilateral bisa
berupa gerakan tangan diikuti dystonic posture sisi berlawanan ekstremitasnya
memberi tanda lateralisasi yang reliabilitasnya baik. 16

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


68

Penelitian ini menggunakan uji McNemar pada kelompok berpasangan


untuk menguji kesesuaian semiologi dan sisi lesi. Pernyataan yang diharapkan
adalah adanya kesesuaian antara hasil semiologi dan letak lesi yang berdasarkan
EEG interiktal (tidak ada perbedaan antara keduanya). Hipotesis ini diterima bila
hasil p>0,005, dan ditolak bila p<0.005. Pada uji McNemar ini, bila ditemukan
tidak ada perbedaan bermakna maka berarti ada kesesuaian antara kedua variabel.
Dengan bisa memprediksi letak lesi, berarti semiologi bisa digunakan untuk
lateralisasi awal seperti halnya EEG interiktal, dalam arti tidak ada perbedaan
antara kedua variabel. Tingkat kesesuaian dinilai dengan uji Kappa. Tanda
korelasi postitif menandakan searah, dan tanda korelasi negatif menandakan
berlawanan arah. Nilai korelasi 0,0-0,2 berkorelasi sangat lemah, 0,2-0,4 lemah,
0,4-0,5 sedang, 0,6-0,8 kuat dan 0,8-1,0 sangat kuat.
Pada penelitian ini, antara hasil semiologi automatisme manual dan sisi
lesi dengan uji McNemar, p=1.000, tidak terdapat perbedaan hubungan yang
berarti terdapat kesesuaian antara kedua komponen yang bersifat ipsilateral.
Automatisme manual sisi kanan menunjukkan letak lesi kanan, dan sebaliknya.
Terdapat kesesuaian gambaran lateralisasi semiologi dengan tingkat kesesuaian
sedang dan bermakna dengan letak lesi (uji Kappa r = 0,548, p = 0,017). Hal ini
sesuai dengan teori bahwa gejala manifestasi iktal yang umum terjadi pada ELT
mesial dibandingkan ELT neokortikal adalah automatisme ekstremitas ipsilateral,
dystonic posture kontralateral dan automatisme oroalimentary.42
Pada gejala putaran kepala awal, uji Mc Nemar menunjukkan p=1,000
yang tidak signifikan, berarti terdapat kesesuaian hubungan yang bersifat
ipsilateral. Hubungan kesesuaian yang kuat terlihat pada sebagian besar pasien
dengan uji Kappa r = 0,762 dan p = 0,002. Gejala putaran kepala awal kanan
akan menunjukkan sisi lesi kanan (ipsilateral) dan sebaliknya pada pasien dengan
gejala putaran kepala awal kiri cenderung menunjukkan sisi lesi kiri. Putaran
kepala awal terjadi selama setengah pertama dari bangkitan epileptik. Meskipun
tidak menjadi kualitas yang kuat, dapat terlihat dengan pasien berotasi
semivolunteer > 180 derajat. Leher biasanya tidak ektensi. Pada penelitian oleh
Williamson dkk, deviasi kepala awal dan deviasi mata konsisten terjadi
bangkitan epileptik pasien. Ada 33 subyek dari 66 pasien memiliki deviasi awal

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


69

ipsilateral (melihat klinis objektif dari video) dengan sebelumnya telah dilakukan
konfirmasi EEG dan reseksi lobus temporal medial. 19 Dilaporkan biasanya terjadi
pada ELT dan FLE, dan ipsilateral ke hemisfer epileptogenik. Bila bangkitan
epileptik tidak menjadi SGS, gerakan menoleh kepala satu atau dua kali ke arah
yang sama terjadi ipsilateral ke ZE (94%) dan pada sebelum SGS, gerakan
pertamanya ipsilateral dan keduanya kontralateral. 80 Pada penelitian ini kami
tidak menilai deviasi mata setelah putaran kepala timbul. Namun dapat dinilai
bahwa hanya ada 3 subyek dari 13 subyek dengan gejala putaran kepala awal
kanan dengan bentuk bangkitan parsial komplek, dan selebihnya bangkitan SGS,
dan 1 subyek dari 2 subyek dengan putaran kepala early kiri menunjukkan
bangkitan parsial komplek. Namun gerakan putaran kepala awal hanya
tergambarkan pada 13 subyek dari 45 subyek penelitian, dan 10 subyek menjadi
SGS.
Gejala putaran kepala akhir pada penelitian ini dengan uji McNemar p=
0,383 juga tidak menunjukkan perbedaan bermakna, berarti terdapat kesesuaian
diantara kedua variabel. Tingkat kesesuaiannya sangat kuat dan bermakna (r = -
0,819 dan p = 0,000) dengan letak lesi yang kontralateral (arti negatif pada R
kappa). Diartikan bahwa sebagian besar pasien dengan gejala putaran kepala akhir
kanan akan menunjukkan sisi lesi kiri (kontralateral) dan sebaliknya pada pasien
dengan gejala putaran kepala akhir kiri cenderung menunjukkan sisi lesi kanan.
Putaran kepala akhir terjadi pada bangkitan epileptik setengah kedua dari episode
bangkitan, seringkali sebelum menjadi bangkitan umum sekunder. Deviasinya
biasanya kuat dengan ekstensi kaku pada leher. Pada penelitian oleh Williamson
dkk, perputaran kepala akhir tidak selalu terjadi. Hal ini dikarenakan putaran
kepala akhir terjadi sebelum bangkitan umum sekunder. Deviasi kepala akhir ini
kontralateral dari asal bangkitan epileptik. 19 Bila bangkitan epileptik tidak
menjadi SGS, gerakan menoleh kepala satu atau dua kali ke arah yang sama
terjadi ipsilateral ke ZE (94%) dan pada sebelum SGS, gerakan pertamanya
ipsilateral dan keduanya kontralateral.80 Pada penelitian ini, terdapat 7 subyek
dari 8 subyek dengan SGS memiliki gejala putaran kepala late kanan dengan letak
lesi kiri pada penelitian ini, dan 12 dari 13 subyek dengan SGS memiliki gejala
putaran kepala late kiri dengan letak lesi kanan.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


70

Gejala dystonic posture pada penelitian ini menunjukkan tidak ada


perbedaan bermakna (uji McNemar p=0,383, tidak signifikan) dengan sisi lesi.
Dengan kata lain, berarti ada kesesuaian antara kedua komponen, dengan tingkat
korelasi yang sangat kuat dan bermakna (r = -0,819 dan p = 0,000). Hasil dystonic
posture menunjukkan letak lesi sisi kontralateral. Hubungan korelasi yang sangat
kuat ini terlihat pada sebagian besar pasien dengan gejala dyistonic posture kanan
akan menunjukkan sisi lesi kiri (kontralateral) dan sebaliknya pada pasien dengan
gejala dystonic posture kiri cenderung menunjukkan sisi lesi kanan. Pada
penelitian Chee dkk, predictive value untuk dystonic posture adalah 93%.12 Pada
penelitian King and Ajmone Marsan, unilateral tonic limb posture
memberitahukan fokus bangkitan epileptik kontralateral pada 77% pasien
penelitiannya.79 Unilateral dystonic posture memiliki reliabilitas yang baik
sebagai tanda lateralisasi, namun tidak untuk unilateral tonic posture (Kotagal
dkk).16 Unilateral dystonic/tonic posture merupakan penanda fokus bangkitan
epileptik kontralateral, predictive value 90% dan 80% (William dkk).74,77 Pada
analisa video yang dilakukan oleh Williamson dkk, dystonic posture menunjukkan
konsistensi pada 48 dari 66 pasiennya. Terjadi pada setelah 1/3 pertama
bangkitan dan menetap sampai akhir bangkitan. Dystonia ini seringkali
melibatkan lengan, bisa juga jarang pada tungkai, yang bisa terlihat sangat jelas
ataupun tidak jelas, namun konsisten terjadi pada setiap pasien. Pada penelitian
Williamson dkk, terlihat 37 pasien dengan automatisme manual ipsilateral sisi
fokus bangkitan mengalami dystonia kontralateral, 7 pasien hanya dystonia
kontralateral saja, 3 pasien dystonia bilateral dan hanya 1 yang dystonia ipsilateral
ke fokus bangkitan epileptik.19 Gejala dystonic posture kontralateral dengan
automatisme ipsilateral terjadi pada 1/3 pasien dengan ELT mesial, dan tidak
pernah terlihat pada pasien dengan ELT neokortikal. 42 Pada penelitian ini,
terdapat 8 dari 10 subyek dengan automatisme manual sisi kanan memiliki
dystonic posture sisi kiri dan 2 dari 5 subyek dengan automatisme manual sisi kiri
mengalami dystonic posture sisi kanan.
Keterbatasan penelitian ini adalah anamnesis dilakukan pada pasien dan
keluarga pasien yang melihat bentuk serangan, dengan mengandalkan ingatan dari
pasien dan keluarga pasien dan lateralisasi EEG yang muncul interiktal. Hal ini

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


71

tidak menutup kemungkinan masih ada bentuk aura dan gejala klinis lain dan
kemungkinan semiologi yang tidak bermakna pada penelitian ini bermakna bila
didapatkan dalam jumlah sampel yang lebih banyak dan dilihat saat perekaman
bangkitan sedang berlangsung. Selain itu keseragaman pembacaan MRI kepala
pada keadaan atrofi atau sklerosis hippokampus masih belum seragam oleh ahli
radiologi.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


72

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Gambaran semiologi yang diperoleh melalui anamnesis secara
keseluruhan pada pasien ELT mesial-SH adalah gejala aura sakit kepala
(62,2%), automatisme manual (62,2%), automatisme oral (57,8%), putaran
kepala akhir (48,9%), dystonic posture (48,9%), aura epigastrium (42,2%),
putaran kepala awal (33,3%), dan aura rasa takut (26,7%).
2. Gambaran semiologi yang diperoleh melalui anamnesis pada pasien ELT
mesial-SH kanan adalah aura sakit kepala (53,6%), automatisme manual
(83,3%), automatisme oral (53,8%), putaran kepala akhir (92,9%),
dystonic posture (92,9%), aura epigastrium (52,6%), dan putaran kepala
awal (92,3%), dan aura rasa takut (50,0%).
3. Gambaran semiologi yang diperoleh melalui anamnesis pada pasien ELT
mesial-SH kiri adalah aura sakit kepala (46,4%), automatisme manual
(46,2%), automatisme oral (71,4%), putaran kepala akhir (100%),
dystonic posture (100%), aura epigastrium (47,4%), putaran kepala awal
(100%), aura rasa takut (50%).
4. Terdapat kesesuaian antara hasil lateralisasi semiologi bangkitan epileptik
dengan sisi lesi berdasarkan EEG interiktal dan SH pada pasien ELT
mesial kanan dan kiri. Ada 4 hal penting dalam anamnesis semiologi yang
memprediksi sisi lesi, yaitu automatisme manual dan gejala putaran kepala
awal menunjukkan letak lesi ipsilateral dengan tingkat kesesuaian sedang-
kuat dan bermakna, serta gejala putaran kepala akhir dan gejala dystonic
posture menunjukkan letak lesi kontralateral dengan tingkat kesesuaian
sangat kuat dan bermakna.

72 Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


73

6.2 SARAN
Dari penelitian ini disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Setiap klinisi penting untuk menanyakan 4 hal pada anamnesis mengenai
semiologi bangkitan epileptik dalam hal penegakan diagnosis klinis pada
pasien ELT mesial dengan SH, yaitu automatisme manual dan pergerakan
kepala early, yang menunjukkan letak lesi ipsilateral dan pergerakan
kepala late serta dystonic posture, yang menunjukkan kontralateral.
2. Anamnesis lateralisasi semiologi ini dapat digunakan oleh sejawat-
sejawat di perifer dengan keterbatasan alat EEG ataupun MRI kepala
untuk memprediksi letak lesi pada pasien ELT mesial. Hal ini dapat
membantu penatalaksanaan pasien selanjutnya.
3. Penting untuk mengetahui lateralisasi semiologi dalam hubungan dengan
letak lesi karena akan memperkuat penilaian evaluasi pra bedah epilepsi.
4. Diperlukan observasi bentuk serangan lebih cermat dengan pemeriksaan
lanjutan berdasarkan video dan EEG iktal.
5. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
banyak untuk dapat menentukan sensitivitas dan spesifitas akurasi
semiologi yang diperoleh melalui anamnesis pada pasien ELT mesial
dengan SH.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


74

DAFTAR PUSTAKA

1. Heinz-Gregor. ILAE commission report: Mesial Temporal Lobe Epilepsy


with Hippocampal Sclerosis. Epilepsia. 2004; 45.
2. Panayiotopoulus C. Temporal Lobe Epilepsies. In Panayiotopoulus C. A
Clinical Guide to Epileptic Syndromes and their treatment. UK: Bladon Med
Pub; 2002: 170-178.
3. Benerjee PN, Hauser WA. Incidence and prevalence. In Engel J PT. Epilepsy
A Comprehensive Textbook 2nd ed.: Lippincott Williams & Wilkins; 2008:
45-56.
4. WHO. Epilepsy Aetiolog, Epidemiology and Prognosis. Facsheet No 165.
2001 February .
5. Panayiotopoulus C. Mesial temporal lobe epilepsy with Hippocampal
Sclerosis (Hippocampal epilepsy). In Panayiotopoulus C. The Epilepsies.
Seizures, Syndromes and Management. Oxfordfire: Bladon Medical
Publishing; 2005.
6. Benbadis SR, Luders HO. Epileptic syndromes: an underutilized concept.
Epilepsia. 1996; 37: 1029-34.
7. Noachtar S, Peters A. Semiology of epileptic seixures: a critical review.
Epilepsy and Beha. 2009.
8. Elson L S. Value and limitation of seizure semiology in localizing seizure
onset. 2006: 353-357.
9. Rugg-Gunn, Harrison NA, Duncan JS. evaluation of the accuracy of seizure
descriptions by the relatives of patients with epilepsy. Epilepsy research.
March 2001; 43(3): 193-199.
10. Deacon C, Wiebe S, Blume WT, et al. Seizure identification by clinical
description in temoral lobe epilepsy: how accurate are we? Neurology. 2003
Dec; 61(12): 1686-9.
11. Seneviratne U, Rajenran D, Brusco M, Phan TG. How good are we at
diagnosing seizures based on semiology? Epilepsia. 2012; 53(4): 63-66.
12. Chee. Lateralizing signs in intractable partial epilepsy:blinded multiple-
observer analysis. Neurology. 1993; 43: 2519-25.
13. Traub R, Borck C. On the structure of ictal events in vitro. Epilepsia. 1996;
37: 879-891.
14. O'Brien TJ, Mosewich EK, Britton JW, et al. The accuracy of seizure
semiology in localizing and lateralizing frontal and temporal lobe seizures..
Epilepsia. 1998; 39.
15. Marks WJ Jr, Laxer KD. Semiology of temporal lobe seizures: value in
lateralizing the seizure focus. Epilepsia. 1998; 39:721-6.
16. Kotagal. Dystonic posturing in CPS of temporal lobe onset: a new
lateralising sign. Neurology. 1989; 39: 196-201.
17. Steinhoff BJ, Schindler M, Herrendorf G, Kurth C, Bittermann HJ, Paulus
W. The lateralizing value of ictal clinical symptoms in uniregional temporal
lobe epilepsy. Eur Neurol. 1998;(39): 72-9.

74 Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


75

18. Serles W, Pataraia E, Bacher J. Clinical seizure lateralization in mesial


temporal lobe epilepsy: differences between patients with unitemporal and
bitemporal interictal spikes. Neurology. 1998; 50: 742-7.
19. Williamson PD, Thadani VM, French JA. Medial temporal lobe epilepsy:
videotape analysis of objective clinical seizure characteristics. Epilepsia.
1998; 39: 1182-8.
20. P.Williamsonm J.A French, V.M Thadani et al. Characteristics of Medial
Temporal Lobe Epilepsy: II. Interictal and Icatla Scalp EEEG,
Neuropsychological Testing, Neuroimaging, Surgical Results, and
Pathology. American Neurologial Association. 1993; 34:781-787.
21. Serles W, Caramanos Z, Lindinger G, Pataraia E, Baumgartner C.
Combining Ictal Surface-Electroencephalography and Seizure. Epilepsia.
2000; 41(12): 1567-73.
22. Steinhoff BJ, So NK, Lim S, Lu ders HO. Ictal scalp EEG in temporal lobe
epilepsy with unitemporal versus bitemporal interictal epileptiform spikes.
Neurology. 1992; 45: 889-96.
23. Walczak TS, Radtke RA, Lewis DV. Accuracy and Reliablity of scalp ictal
EEG. Neurology. 1992; 42: 2279-85.
24. Wieser HG. Mesial temporal lobe epilepsy with hippocampal sclerosis.
Epilepsia. 2001; 15(6): 695-714.
25. Christoph H, Witt JA. Behavioral and neuropsychological aspects of frontal
and temporal lobe epilepsy. In Michael R. Trimble BS. The Neuropsychiatry
of Epilepsy. New York: Cambridge University Press; 2011. 90-105.
26. Risinger MW, Engel J Jr, Van Ness PC, Henry TR, Crandal PH. Ictal
localization of temporal lobe seizures with scalp/ sphenoidal recordings.
Neurology. 1989; 39: 1288-93.
27. Novriansyah A, Cahyani D, Octaviana F, Budikayanti B. Gambaran
semiologi bangkitan dengan epilepsi lobus temporal di poliklinik EEG
departemen Neurologi RSUPNCM Agustus 2010 - Januari 2011. KONAS
perdossi Juli 2011.
28. Blair RD. Temporal Lobe Epilepsy Semiology. Epilepsy research and
treatment. 2012.
29. Gil-Nagel A, Risinger W. Ictal semiology in hippocampal versus
extrahippocampal temporal lobe epilepsy. Brain. 1997; 120: 183-192.
30. Dupony S, Semah F, Boon Pl. Association of ipsilateral motor automatisms
and contralateral dystonic posturing. Arch neurol. 1999 Agustus; 36.
31. Javidan M. Electroencephalography in Mesial Temporal Lobe Epilepsy:A
Review. Epilepsy Research and Treatment. 2012; 12.
32. Pataraia E, Lurger S, Serles W. Ictal scalp EEG in unilateral mesial temporal
lobe epilepsy. Epilepsia. 1998; 39: 608-14.
33. Tonini C, Beghi., Berg AT, et al. Predictors of epilepsy surgery outcome: a
meta-analysis. Epilepsy Res. 2004; 62: 75-87.
34. Ergene E, Hih JJ, Blum DE, So NK. Frequency of bitemporal independent
interictal epileptiform disharges in TLE. Epilepsia. 2000; 62: 213-218.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


76

35. O'Brien, Kilpatrick C, Murrie V. Temporal lobe epilepsy caused by mesial


temporal sclerosis and temporal neocortical lesions. Brain. 1996; 119: 2133-
2141.
36. Kim H, Kim J, Yi Sl. Differential effects of left versus right mesial temporal
lobe epilepsy on Wechsler Intelligence Factors. Neuropsychology. 2003; 17:
556-565.
37. PERDOSSI. Kelompok Studi Epilepsi. Pedoman Tatalaksana Epilepsi; 2011.
38. Fischer R. Seizure and Epilepsy: Definition proposed by the ILAE and the
Internationa Bureau for Epilepsy. Epilepsia. 2005; 46(4).
39. Khalil AB, Misulis KE. Seizure Semiology and Differential Diagnosis. In
Seizure Semiology.: Elsevier Inc; 2006: 193-205.
40. T.L Babb, W.J Brown. Pathological findings in epilepsy. J. Engel Jr. 1987.
41. J.Rogers, E.E Dreifuss, M.Martinez et al.. Proposal for revised classification
of epilepsies and epileptic syndromes. Commission on classification and
terminology of the International League Against Epilepsy. Epilepsia. 1989;
30(1): 389-399.
42. Bercovici E., Santosh B., Mirsatttar S.i. Review article: Neocortical
Temporal Lobe Epilepsy. Epilepsy research and treatment. 2012.
43. Jose F, Hernandez FL. Review article: A Review of the Epidemiology of
Temporal Lobe Epilepsy. Epilepsy Research and Treatment. 2012.
44. Nisa K. Prevalensi Gangguan Memori Visual dan Sebarannya Menurut
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Penderita Epilepsi Umum
Sekunder. Thesis Program Pendidikan Dokter Spesialis FKUI. 2007.
45. Duus. Functional localization in the cerebral cortex. In Topical Diagnosis in
Neurology.: Thieme; 2005.
46. Tatum WO. Functional neuroanatomy of the temporal lobe. In Cascino GD.
Adu Epilepsyl. USA: Wiley & Sons; 2011: 223-224.
47. Mathern GW, Babb TL, Vickrey BG, Melendez M, Pretorius JK. The clinical
pathogenic mechanism of hippocampal neuron loss and surgical outcome in
temporal lobe epilepsy. Brain. 1995; 118: 105-18.
48. Ohtsu M, Oguni H, Awaya Y, Osawa M. Clinical and EEG analysis of initial
status epilepticus during infancy in patients with mesial temporal lobe
epilepsy. Brain. 2002; 24: 231-8.
49. Ruben I, Graeme D. Magnetic Resonance in Epilepsy. 2004.
50. Jackson GD, Berkovic SF, Tress BM. Hippocampal sclerosis can be reliably
detected by magnetic resonance imaging. Neurology. 1990; 40(12): 1869.
51. AC Coan, E Kobayashi, F Cendes, et al. Abnormalities of hippocampal
signal intensity in patients with familial mesial temporal lobe epilepsy. Braz
J Med biol Res. 2004; 37(6): 827-832.
52. Simon, DS. Handbook of Epilepsy Treatment. 2nd ed: Blackwell Publishing;
2005.
53. Kuzniecky Ruben, Jackson G. Temporal Lobe Epilepsy. In Magnetic
resonance in epilepsy. 2nd ed.; 2008. 99-166.
54. Jack CR Jun. Magnetic resonance imaging in epilepsy.: Mayo Clin 1996.
Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


77

55. Bote RP. MR Imaging reveals signs of temporal lobe epilepsy. [Online].;
2007. Available from: http://www.diagnosticimaging.com.
56. Cendes F, Andermann F, Gloor P et al. MRI volumetric measurements of
amygdala and hippocampus in temporal lobe epilepsy. Neurology. 1993;
43(4).
57. Engelborgh S. Pathophysiology of epilepsy. Acta neurol. 2000: 200-213.
58. Bordey A, Sontherimer H. Properties of human glial cells associated with
epileptic foci. Epilepsy Res. 1998.
59. Grisar T, Lakaye B, Thomas E et al. The molecular neuron-glia couple and
epileptogenesis. In Jasper's basic mechanisms of the epilepsies. Advances in
Neurology.: Lippincott Williams & Wilkins; 1999: 591-602.
60. Fosch BJ. Fisch and Spehlmann's EEG primer: Basic Principles of digital and
analog EEG. 2nd ed.: Elseiver.
61. http/en.m.wikipedia.org/hippocampa sclerosis. [Online].
62. Cavazos JE, Golarai G, Sutula T. Mossy fiber synaptic reorganization
induced by kindling: time course of development, progression and
permanence. J. Neurosci. 1991; 11: 2795-2803.
63. Sutula T, Cascino G, Cavazos J. Mossy fiber synaptic reorganiztion in the
epileptic human temporal lobe. Ann Neurol. 1989; 26: 321-330.
64. J.O MN. Emerging insights into the genesis of epilepsy. Nature. 1999; 399:
A15-A22.
65. Chang B. Epilepsy. N Engl J Med. 2003.
66. Juhasz C, Nagy F, Watspm C. Glucose and flumazenil PET abnormalities of
thalamic nuclei in temporal lobe epilepsy. Neurology. 1999; 53: 2037-2045.
67. Fritschy J.M, Kiener T, Loup F. GABAergic neurons and GABA9A)-
receptors in temporal lobe epilepsy. Neurochem Int. 1999; 34: 435-445.
68. John P, Thom M. Epilepy and Hippocampal sclerosis: cause or effect?
ACNR. 2008; 8(5).
69. Milton J, Chkenkeli SA, Towle SL. Brain Connectivity and the Spread of
Epileptic Seizures. In Milton J. Handbook of Brain Connectivity
Understanding Complex System.; 2007: 477-503.
70. Chickenkeli SA, Milton J. Dynamic epileptic systems versus static epileptic
foci?. In Milton J JP. Epilepsies as a dynamic disease. New York: Springer-
Verlag; 2003: 25-36.
71. Aull S, Pataraia E. Outcome predictors for surgical treatment of temporal
lobe epilepsy with hippocampal sclerosis. Epilepsia. 2008; 49: 1308-1316.
72. Villanueva V, Serratosa JM. Temporal lobe epilepsy: clinical semiology and
age at onset. Epileptic disord. 2005 June; 7(2): 83-90.
73. Jan MS, Girvin JP. Seizure Semiology: Value in Identifying Seizure Origin.
Can J. Neurol Sci. 2008; 35: 22-30.
74. Nancy F-S, Unnwongse K. Localizing and lateralizing features of auras and
seizures. Epilepsy & Behaviour. 2011; 20: 160-166.
75. JordanJW. Semiology: Witness to a Seizure-what to note and how to report.
Am. J. END Technol. 2007;(47): 264-282.
Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


78

76. Khalil AB, Misulis KE. Seizure Semiology and Differential Diagnosis. In
Atlas of EEG and Seizure Semiology.: Elsevier; 2005: 193-197.
77. William. Semiology of temporal lobe seizures: value in lateralising the
seizure focus. Epilepsia. 1998; 39(7): 721-26.
78. Fakhoury. Association of ipsilateral head turning and dystonia in temporal
lobe seizures. Epilepsia. 1995; 36: 1065-70.
79. King AM. Clinical seizure and ictal pattern in epileptic patients with EEG
temporal lobe foci. Am Neurol. 1977; 2: 138-47.
80. Khalil BA, Fakhoury T. Significance of head turn sequences in temporal
lobe. Epilepsy Res. 1996; 23: 245-50.
81. Wyllie E, Luders H. The lateralizing significance of versive head and eye
movements during epileptic seizures. Neurology. 1986; 36: 606-11.
82. Jasper H. The ten-twenty electrode system of the International Federation.
Electroenceph Clin Neurophysiol. 1958; 10: 371-5.
83. Silverman. The anterior temporal electrode and the ten-twenty system.
Electroencephalograph CLin Neurophysiol. 1960; 12: 735-737.
84. Kaplan PW, Fisher RS. Imitators of Epilepsy. Second edition ed. New York:
Demos Publishing; 2005.
85. Pfander M. Clinical features and EEG findings differentiating mesial from
neocortical temporal lobe epilepsy. Epileptic Disord. 2002; 4: 189-95.
86. Hamer. Interictal epileptiform discharges in temporal lobe epilepsy due to
hippocampal sclerosis versus medial temporal lobe tumors. Epilepsia. 1999;
40: 1261-8.
87. Pedley TA, Mendiratta A, Walczak WS. Seizures and epilepsy. In J.S
Ebersole TAP. Current practice of clinical electroencephalography.
Philadelphia: Lippincott William and Wilkins; 2003: 506-587.
88. Williamson P, Engel P, Munari C.. Anatomic classification of localization-
related epilepsies. In Engel J PT. Epilepsy: a comprehensive textbook. New
York: Lippincott-Raven; 1998.
89. Ebersole JS, Wade PB. Spike voltage identifies two type of frontotemporal
epileptic foci. Neurology. 1991; 41: 1425-33.
90. Chung MY, Walczak TL, Lewis DV et al. Temporal lobectomy and
independent bitemoral interictal activity: what degree of lateralization is
sufficient? Epilepsia. 1991; 32: 195-201.
91. Cendes Fernando, Watson Craig, Andermann Frederick, et al. Is it ictal
recording mandatory in temporal lobe epilepsy? Not when the interictal
Encephalogram and hippocampal atrophy coincide. Arch Neurol. 2000;
57(4): 497-500.
92. F Gilliam, S Bowling, E billiar et al. Association of combined MRI, interictal
EEG, and ictal EEG result with outcome and pathology after temporal
lobectomy. Epilepsia. 1997; 38(12): 1315-1320.
93. Baldouf CM,Cukiert A, Argentoni M et al. Surgical outcome in patients with
refractory epilepsy associated to MRI-defined unilateral mesial temporal
sclerosis. Arq Neuropsiquaitr. 2006; 64(2): 363-368.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


79

94. Cascino Gregory D, Sirven Joseph. Adult epilepsy: Willey-Blackwell; 2011.


95. Heuser Kjell, Cvancarova M, Gjerstad L, et al. Is temporal lobe epilepsy with
childhood febrile seizures a distinctive entity? Elsevier. 2011; 20: 163-166.
96. Coan AC, Kubota B, Bergo FPG et al. 3T MRI quantification of
hippocampal volume and signal in mesial temporal lobe epilepsy improves
detection of hippocampal sclerosis. AJNR Am J Nwueoradiol. 2013; 35: 77-
83.
97. Salmenpera T, Kalviainen R, Partanen K et al. Hippocampal damage caused
by seizures in temporal lobe epilepsy. 1998; 351(9109): 1132.
98. F H. Prediktor kejadian kejang pascaoperasi bedah epilepsi lobus temporal
pada penderita epilepsi lobus pemporal. universitas diponegoro, Neurologi;
2012.
99. Tasch E, Cendes F, Li LM et al. Neuroimaging evidence of progressive
neuronal loss and dysfunction in temporal lobe epilepsy. Ann Neurol. 1999;
73(11): 568-76.
100. Cendes F. Febrile seizures and mesial temporal sclerosis. Current opinion in
neurology. 2004 April; 17(2): 161-164.
101. [Online]. Available from: http://www.mayoclinic.com.
102. Henkel A, Noachtar S, Plander M, et al. The localizing value of the
abdominal aura and its evolution: a study in focal epilepsies. Neurology.
2002; 58(2): 271-6.

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


80

LAMPIRAN 1

FORMULIR PENGISIAN DATA PASIEN

1. No. Register / RM : ...................................................


2. Nama : ....................................................
3. Tanggal Lahir/Usia : ....................................................
4. Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan
5. Alamat : ....................................................
6. Nomer telpon : ....................................................
7. EEG : Aktivitas epileptiform / TIRDA
(Kanan/Kiri)
8. MRI : Atrofi Hippokampus (Kanan/Kiri)
Sklerosis Hippokampus
(Kanan/Kiri)
9. Usia onset pertama kali bangkitan : < 2 tahun 2-5 tahun
6-12 tahun
13 – 17 tahun 18-30 tahun
> 30 tahun
10. Tipe bangkitan : Parsial sederhana Parsial
kompleks SGS
11. Frekuensi bangkitan per bulan : < 4 kali per bulan kali per
bulan
12. Riwayat kejang demam : Ya Tidak
13. Riwayat kejang di keluarga : Ya Tidak

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


81

SEMIOLOGI KLINIS ELT MESIAL PER ANAMNESIS

ELT mesial
Ada Tidak Keterangan (lingkari)
AURA
Epigastrium
Rasa takut
Sakit kepala
AUTOMATISM
Automatism Oral
Automatism manual kanan/kiri/bilateral
MOTORIK
Perputaran kepala awal Kanan/kiri
Perputaran kepala akhir kanan/kiri
Dystonic posture kanan/kiri

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


82

LAMPIRAN 2

JADWAL PENELITIAN

Bulan Januari Maret September Oktober November Desember Januari


2014 2014 2014 2014 2014 2014 2015

Refrat
Penelitian

Inisiasi
rencana
penelitian

Proposal
penelitian

Pengurusan
etik
penelitian

Pengumpulan
data

Pengolahan
data

Seminar hasil
penelitian

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


83

LAMPIRAN 3

Anggaran Penelitian

1. Pencarian literatur (internet, jurnal bebayar, penggandaan) Rp. 500.000

2. Penggandaan referat penelitian 30 eks @ Rp. 5.000 Rp. 150.000

3. Penggandaan praproposal penelitian 10 eks @ Rp. 10.000 Rp. 100.000

4. Penggandaan proposal penelitian 10 eks @ Rp. 10.000 Rp. 100.000

5. Penggandaan hasil penelitian 10 eks @ Rp. 20.000 Rp. 200.000

6. Penggandaan tesis dengan hard cover 10 eks @ Rp. 50.000 Rp. 500.000

7. Penggandaan formulir isian penelitian 70 eks @ Rp. 1.000 Rp. 70.000

8. Administrasi dan penggandaan untuk perizinan komite etik Rp. 250.000

9. Biaya pencarian rekam medis 80 status @ Rp. 1.000 Rp. 80.000

10. Biaya pulsa telepon menghubungi keluarga pasien Rp. 50.000

11. Biaya presentasi referat penelitian Rp. 100.000

12. Biaya presentasi praproposal penelitian Rp. 700.000

13. Biaya presentasi proposal penelitian Rp. 700.000

14. Biaya presentasi seminar hasil penelitian Rp. 1.200.000

15. Biaya konsultasi ahli statistik Rp. 3.000.000

Total Rp. 7.700.000

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


84

LAMPIRAN 4

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015


85

LAMPIRAN 5

Universitas Indonesia

Lateralisasi semiologi..., Hadet Prisdhiany, FK UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai