Anda di halaman 1dari 86

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NEUROPATI PERIFER


PADA LANSIA DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2

KARYA TULIS ILMIAH TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata-1

NAMA : MEIRIZA MEILYANI

NIM : 20180303066

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

2020

i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ..........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................................5
1.4 Manfaat Peneitian ...................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................7
2.1 Konsep Diabetes Melitus ........................................................................................7
2.2 Lansia Sebagai Populasi Rentan ...........................................................................21
2.3 Neuropati Perifer ...................................................................................................28
2.4 Neuropati Diabetes Melitus ..................................................................................30
2.5 Kerangka Teori ....................................................................................................35
2.6 Hipotesis ....................................................................................................35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .....................................................................36


3.1 Desain Penelitian ..................................................................................................36
3.2 Sumber Data ....................................................................................................36
3.3 Kriteria Seleksi Penelitian .....................................................................................36
3.4 Kata Kunci dan Strategi Pencarian Data ...............................................................37

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................38

ii
KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan salah satu anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan-Nya kepad
penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan puji dan syukur atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dpat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Neuropati
Perifer Pada Lansia Dengan Diabetes Melitus Tipe II” dengan baik dan lancer. Penulisan ini
diajukan untuk memenuhi persyaratan mengikuti siding kesarjanaan di Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Esa Unggul, Jakarta.

Penulisan skripsi ini tentunya jauh dari sempurna, hal ini disadari karena keterbatasa dan
kemampuan yang dimiliki penulis. Pada kesempatan ini dengna segala kerendahan hati penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang turu
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini kepada, antara lain:

1. Yang terhormat Dr. Ir. Arief Kusuma Among Praja, MBA, selaku Rektor Universitas Esa
Unggul
2. Yang terhormat Dr. Aprilita Rina Yanti Eff, M. Biomed, Apt, selaku Dekan Ilmu
Kesehatan Universitas Esa Unggul.
3. Yang terhormat Antia, S.Kp., M.Kep, selaku ketua Prodi Ilmu Keperawatan Universitas
Esa Unggul.
4. Yang terhormat Ns. Abdurrasyid, S.Kep, M.Kep., Sp. Kep. Kom selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan arahan, saran, tenaga, pikiran dan telah menyediakan waktu untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta tidak henti-hentinya
memberikan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Kepada selaku dosen-dosen Prodi Keperawatan Universitas Esa Unggul yang telah
mengajar dan membagi ilmu-ilmunya kepada penulis selama berkuliah di Universitas Esa
Unggul.
6. Kepada Orangtua tercinta yang selalu memberikan dukungan, motivas serta doa yang
diberikan tanpa henti kepada penulis dan memberi dukungan dalam berbagai aspek.
7. Rekan-rekan kerja yang membantu dalam melakukan penelitian yang saya lakukan.

iii
8. Terima kasih jugua kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu dalam Menyusun dan menyelesaikan skrisp ini.

Terakhir penulis ingin mengucapkan bahwa urutan ucatpan terima kasih di kata pengantar ini
bukanlah penentu tingkat dukungan, tetapi benar-benar tulus hanya sebuah urutan formalitas angka
saja. Semoga Allah memberikan kebaikan kepada kalian smeua. Penulis pun mengharapkan kritik
dan saran yang mengarah pada perbaikan skripsi ini agar berguna bagi pembaca. Atas perhatian
pembaca, penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, 12 Mei 2020

(Meiriza Meilyani)

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Diabetes melitus merupakan suatu kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak
dapat menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang
ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah (International Diabetes
Federation,2015). Diabetes melitus merupakan penyakit yan disebabkan oleh
gangguan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan gula darah yang disebut
dengan kondisi hiperglikemia (ADA, 2018).
Diabetes melitus adalah penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia yang disebabkan
karena lansia tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh
tidak mampu menggunakan insulin secara efektif (Nugroho, 2012).
Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya terus mengalami
peningkatan di dunia, baik pada negara maju ataupun negara berkembang, sehingga
dikatakan bahwa diabetes melitus sudah menjadi masalah kesehatan global di
masyarakat (Suiraoka, 2012). Diabetes melitus telah mencapai proporsi epidemic di
seluruh dunia baik di Eropa, Amerika bahkan Asia. China menduduki peringkat-1
dunia dengan jumlah penderita sebanyak 116,4 juta jiwa, Amerika di peringkat ke-3
dunia dengan jumlah penderita sebanyak 31 juta jiwa dan German di peringkat ke-8
dunia dengan jumlah penderita sebanyak 9,5 juta jiwa yang berusia 20-79 tahun (IDF
tahun 2019). Data terakhir yang dipublikasikan oleh International Diabetes
Federation (IDF) tahun 2019 mengatakan bahwa 463 juta orang memiliki penyakit
diabetes melitus dan angka tersebut akan meningkat menjadi 700 juta orang pada
tahun 2045 mendatang. Penderita Diabetes melitus di dunia pada usia 65-99 tahun di
dunia pada tahun 2019 mencapai 19,3% atau sebanyak 135,6 juta jiwa. Jika hal ini
tidak diatasi, diperkirakan angka akan bertambah pada tahun 2030 sebanyak 195,2
juta (IDF, 2019).

1
Penanganan diabetes melitus begitu kompleks, jika tidak di tangani akan
menyebabkan komplikasi. Salah satu komplikasi diabetes adalah neuropati perifer.
Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi mikrovaskuler dari diabetes
melitus yang dapat terjadi dan dapat memperburuk kualitas hidup penderitanya.
Neuropati mengacu kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf
termasuk saraf sensorik, motoric dan otonom serta sering dijumpai ditubuh bagian
perifer atau disebut dengan Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN) (Malazy, Tehrani,
Madani, Heshmar & Larijani,2011).
Penderita diabetes melitus yang mengalami neuropati perifer sebanyak 25% dari
penderita diabetes mellitus di dunia (The Foundation For Peripheral Neuropathy,
2016). Prevalensi neuropati yang lebih tinggi bisa ditemukan di negara-negara Timur
Tengah seperti Mesir sebanyak 61,3%, Yordania sebanyak 57,5% dan Lebanon
sebanyak 53,9%. Prevalensi di negara-negara Asia seperti Korea yaitu sekitar 10-50%
pasien DM tipe 2 mengalami neuropati perifer (Kodan Cha, 2012).
Di Indonesia, prevalensi penderita diabetes melitus mencapai 10,7 juta dan akan
meningkat mencapai 13,7 juta pada tahun 2030 dan menjadikan Indonesia
menduduki peringkat ke-6 dunia (infodatin diabetes, 2018). Angka ini dilaporkan
kian meningkat seiring berjalannya waktu, terbukti dari laporan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) yang menunjukkan prevalensi diabetes melitus pada penduduk
usia 65-74 tahun di Indonesia sebesar 6,4% di tahun 2018(Riskesdas, 2018).
Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) bahkan
memprediksikan penyakit diabetes melitus akan menimpa lebih dari 21 juta
penduduk Indonesia di tahun 2030 dan jumlah penderita diabetes melitus usia 30-69
tahun terdapat 48 ribu penderita (WHO, 2016).
Peningkatan prevalensi data penderita diabetes melitus diatas salah satunya yaitu
Provinsi DKI Jakarta yang mencapai 166.435 penderita. Kasus tertinggi dilaporkan
di wilayah Jakarta Barat sebanyak 48.240 penderita. Dan wilayah Jakarta Barat yang
memiliki angka tertinggi pada penderita diabetes mellitus adalah Kalideres sebanyak
3279 penderita (Profil Kesehatan DKI Jakarta, 2018). Prevalensi diabetes melitus di
Jakarta yang terdiagnosis pada penduduk usia 65 tahun keatas sebanyak 15,5%.
(Riskesdas, 2018).

2
Di Indonesia penderita diabetes melitus sebanyak 1785 jiwa yang mengalami
komplikasi makrovaskuler sebanyak 16% dan komplikasi mikrovaskuler sebanyak
27,6% sedangkan kejadian neuropati sebanyak 63,5% (Soewondo, 2010). Prevalensi
penderita diabetes melitus dengan komplikasi neurpati sebesar lebih dari 50% dari
penderita diabetes melitus (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia dan pusat data,
2010). Pernyataan ini diperkuat dengan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2011 yang menunjukkan bahwa komplikasi Diabetes Melitus terbanyak adalah
neuropati dan dialami sekitar 54% pasien yang dirawat di RS Cipto Mangunkusumo
(Riskesdas, 2012).
Dampak dari adanya neuropati perifer yang salah satunya adalah penurunan sensori,
maka akan menyebabkan pasien diabetes melitus berpeluang mengalami luka pada
daerah kaki ( Doctherman&Bulechek ,2004). Hiperglikemia kronik akibat diabetes
melitus yang tidak terkontrol akan menyebabkan disfungsi perifer dan distribusinya
umumnya bilateral simetris meliputi gangguan sensorik, motoric maupun otonom
(Dyck, 2009). Masalah neuropati perifer jika tidak segera diatasi dan tidak dilakukan
penanganan dengan benar maka akan menyebabkan kaki diabetic bahkan dapat
mengalami nekrosis jaringan yang berakhir pada amputasi (Tartowo, dkk 2012).
Kondisi amputasi juga sangat mempengaruhi perubahan dalam citra tubuh penderita.
Penyakit ini mengakibatkan penderitanya kehilangan berat badan serta komplikasi
seperti ulkus diabetikum, sehingga menganggu karakteristik dan sifat fisik seseorang
dan penampilannya (Sofiana dkk., 2012 dalam penelitian Grace, 2017). Peneliti
lainnya mengungkapkan bahwa perubahan fisik yang dirasakan oleh partisipan
setelah mengalami amputasi adalah gangguan mobilitas, kehilangan kemandirian dan
perubahan fungsi seksual serta adanya perubahan konsep diri, seperti perubahan
peran, citra tubuh dan harga diri rendah. Adapun respon psikolog adalah marah, stress,
cemas menangis menyerah dan menerima (Yeni dkk., 2013). Kenyataan yang
dihadapi pasien diabetes yang harus diamputasi memunculkan respon, Kubler-Ross
membagikan respon – respon tersebut menjadi beberapa tahapan seperti menolak,
marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan diri (Santrock, 2002).
Upaya untuk mengatasi berbagai dampak negative dari penyakit diabetes melitus
yaitu diselenggarakannya posbindu PTM, program CERDIK, program 3J dan

3
program Prolanis (Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan, 2017). Posbindu PTM
sebagai upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang berada dibawah
pembinaan puskesmas dengan kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus
terhadap factor risiko PTM yang berbasis PTM agar dapat melakukan tindakan
penangggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan, dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan (Menkes RI, 2016).
Program CERDIK (cek kesehatan secara rutin, enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas
fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup dan Kelola stress) merupakan salah satu edukasi
yang dilakukan di berbagai tatanan masyarakat mulai dari sekolah, rumah tangga,
tempat kerja, ibadah dan tempat umum lainnya. 3J (jumlah, jenis dan jadwal)
merupakan diet diabetes melitus yang dilakukan dengan pola makan sesuai dengan
aturan, jumlah makanan yang dikonsumsi sesuai dengan BB memadai dan
disesuaikan dengan hasil konseling gizi. Jenis makanan utama yang dikonsumsi dapat
disesuaikan dengan konsep piring makan model T dan jadwal makan terdiri dari 3x
makan utama dan 2-3x makanan selingan mengikuti prinsip porsi kecil
(p2ptmkemenkesRI, 2017). Dan prolanis (program pengelolaan penyakit kronis)
merupakan system pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang melibatkan
peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS kesehatan dalam rangka memelihara kesehatan
peserta BPJS yang menderita penyakit kronis untuk meningkatkan kualitas hidup
yang optimal dengan biaya kesehatan yang efektif dan efisien (Panduan Prolanis,
2017). Aktifitas yang dilakukan meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi, home
visit, aktifitas klub dab pemantauan status kesehatan. (Panduan Prolanis, 2017).
Pada pelaksanaan program Posbindu PTM di kota Solo belum terlaksana secara
optimal karena faktor ketersediaan SDM kader yang masih merangkap sebagai kader
posyandu (Yulia dkk., 2018). Pada gambaran output hasil penelitian yang telah
dijelaskan bahwa dalam kurun waktu empat tahun posbindu PTM yang dijalankan
belum optimal. Capaian kunjungan posbindu yang masih rendah terlihat dari hasil
pemeriksaan gula hanya 15,59% yang masih jauh dari target 100% yang telah
ditetapkan pemerintah melalui Permenkes Nomor 43 tahun 2016.

4
Berdasarkan hasil penelitian Karki dkk (2016) factor yang mempengaruhi terjadinya
neuropati perifer adalah meningkatnya durasi menderita diabetes melitus dan usia
menderita diabetes melitus. Pada peneliti lainnya berpendapat bahwa neuropati
perifer disebabkan karena peningkatan usia, lama menderita diabetes melitus dan
rendahnya control gula darah (Suyanto, 2016). Selain itu, peneliti lainnya juga
berpendapat bahwa factor yang mempengaruhi neuropati perifer karena lama
menderita diabetes melitus, kurangnya aktivitas fisik, obesitas, merokok, dan
keteraturan pemeriksaan gula darah (Dian, 2016). Peneliti lainnya juga berpendapat
bahwa factor yang mempengaruhi neuropati adalah keteraturan minum obat dan
riwayat hipertensi(Arini dkk, 2018). Peneliti lainnya mengungkapkan bahwa factor
yang mempengaruhi neuropati perifer adalah usia, lama menderita diabetes melitus,
jenis kelamin, kadar hbA1c dan IMT (Dwi, 2019).
Berdasarkan fenomena di atas dan beberapa penelitian yang sudah dilakukan,
menunjukan beberapa factor-faktor yang mempengaruhi Neuropati Perifer pada
lansia berbeda-beda dan penulis tertarik melakukan penelitian “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Neuropati Perifer pada Lansia dengan Diabetes Mellitus Tipe II”
menggunakan metode Literature Review guna untuk membuat kesimpulan yang
dapat diambil.

1.2 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan hasil data diatas bahwa diabetes melitus memiliki beberapa komplikasi
yang dapat mengancam kualitas hidup salah satunya neuropati perifer. Sebagai
pencegahan awal dari neuropati perifer adalah mengetahui factor yang
mempengaruhi neuropati perifer. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka
peneliti ingin meneliti tentang “Apa Saja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Neuropati Perifer pada Lansia dengan Diabetes Mellitus tipe II?”.

1.3 Tujuan Penelitian


Diketahuinya Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Neuropati Perifer Pada Lansia
dengan Diabetes Melitus Tipe II.

5
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi klien dan keluarga
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi klien
dan keluarga guna untuk menjaga kesehatan dan bisa mengendalikan
neuropati perifer pada diabetes melitus tipe II.
1.4.2 Bagi Pelayanan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dan bahan
pertimbangan untuk memberikan informasi maupun penyuluhan kesehatan
agar dapat meningkatkan status kesehatan.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan data dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam pembelajaran dalam mengembangkan
pengetahuan mahasiswa terkait dengan factor yang mempengaruhi neuropati
perifer pada lansia dengan DM tipe II.
1.4.4 Bagi Peneliti
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai proses untuk
mengembangkan dalam meningkatkan pengetahuan dan pembelajaran terkait
dengan penelitian factor yang mempengaruhi neuropati perifer pada lansia
dengan DM tipe II.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus


2.1.1 Pengertian diabetes mellitus
Diabetes melitus (DM) atau penyakit dengan kadar di dalam darah tinggi.
Peningkatan angka penderita penyakit ini akan terjadi di negara berkembang
termasuk Indonesia karena pertumbuhan populasi, penuaan, diet yang tidak sehat,
obesitas dan kurangnya aktifitas fisik (WHO, 2014). Diabetes melitus merupakan
penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolism yang ditandai dengan
peningkatan gula darah yang disebut dengan kondisi hiperglikemia(ADA, 2018).
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolism yang secara genetik dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi terhadap
karbohidrat. Tubuh tidak dapat mengubah karbohidrat atau glukosa menjadi
energi disebabkan tubuh tidak mampu memproduksi atau produksi insulin kurang
bahkan tidak mampu menggunakan insulin yang dihasilkan, sehingga glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel untuk diubah menjadi energi dan menyebabkan
kadar gukosa di dalam darah meningkat. Kondisi tersebut dapat menyebabkan
kerusakan ginjal, jantung dan syaraf yang disebut dengan komplikasi dari
diabetes mellitus (Sugianto, 2016).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa diabetes
melitus adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh jumlah hormone insulin
yang tidak mencukupi atau tidak dapat bekerja secara normal, padahal hormone
ini memiliki peran utama dalam mengatur kadar glukosa di dalam darah.
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
a. Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena desktruktif sel beta yang mengakibatkan
defisiensi insulin absolut yang disebabkan autoimun dan idiopatik (Perkeni,
2015).

7
b. Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes melitus 2 terjadi karena bermamcam-macam penyebab, dari mulai
dominasi resistensi yang dosertai defiensi insulin relative sampai yang
dominan defek sekresi insulin yang disertai resostensi insulin (perkeni, 2015).
Diabetes melitus tipe 2 adalah hasil interaksi factor genetic dan keterpaparan
lingkungan. Factor genetic akan menentukan individu yang suspetbel atau
rentan ke diabetes melitus. Factor lingkungan disini berkaitan dengan 2 faktor
utamakan kegemukan (obesitas) dan kurang aktifitas fisik. Dalam masyarakat,
mereka yang berkelompok risiko diabetes melitus:
1) Usia 45 tahun
2) Obesitas
3) Hpertensi (140/90mmHg)
4) Ibu dengan riwayat melahirkan bayi 4000gram
5) Pernah diabetes sewaktu hamil
6) Riwayat keturunan diabetes melitus
7) Kolesterol HDL 35 mg/dl atau trigliserida 250 mg/dl
8) Kurang aktivitas fisik.
c. Diabetes Mellitus gestasional
Diabetes mellitus yang timbul pada saat kehamilan. Factor-faktor penyebab
terjadinya DM gestational diantaranya adalah adanya riwayat DM dari
keluarga, obesitas atau kenaikan berat badan pada saat kehamilan, factor usia
ibu pada saat hamil, Riwayat melahirkan bayi besar (> 4000 gram) dan
riwayat penyakit lain (hipertensi, abortus). Gejala dan tanda DM gestasional
apabila tidak ditangani secara dini pada ibu adalah akan terjadi preeklamsia,
komplikasi proses persalinan resiko DM tipe 2 setelah melahirkan.
Sedangkan resiko pada bayi adalah lahir dengan berat badan >4000 gram,
pertumbuhan janin terhambat, hipokalsemia dan kematian bayi dalam
kandungan (Sugianto, 2012).
d. Diabetes Mellitus tipe lain
Diabetes melitus tipe lain, banyak factor yang mungkin dapat menimbulkan
diabetes melitus diantaranya:

8
1) Defek geneik fungsi sel beta
2) Defek genetic kerja insulin
3) Oenyakit eksokrin pancreas
4) Endokrinopati
5) Karena obat dan zat kimia
6) Infeksi
7) Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan diabetes (Perkeni, 2015).
2.1.3 Diabetes Mellitus Tipe 2
a. Definisi
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolic yang ditandai
oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pancreas atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin). Kenaikan kadar
gula darah disebut dengan hperglikemia yang dapat menimbulkan komplikasi
akut dan kronis pada jaringan dan organ tubuh. Diabetes melitus tipe 2
umumnya terjangkit pada pederita berusia 45 tahun ke atas yang disebabkan
karena factor penuaan dan kemunduran jaringan tubuh. Terjadinya resistensi
insulin dan gangguan sekresi insuin karena berkurangnya respon sel dan
jaringan tubuh terhadap insulin yang menyebabkan kenaikan kadar gula
dalam darah (ADA, 2018).
Ketidakefektifan insulin akan mengakibatkan glukosa tetap bersirkulasi
dalam darah dan akan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah
atau dikenal sebagai hiperglikemia, yang seiring waktu akan menyebabkan
kerusakan pada berbagai organ tubuh dan dapat mengancam jiwa diantaranya
ialah pengembangan komplikasi dari diabetes seperti penyakit kardiovaskuler,
neuropati, nefropati dan penyakit mata yang menyebabkan retinopati atau
kebutaan (IDF, 2017).
b. Factor resiko Diabetes Mellitus
1) Factor resiko yang tidak dapat diubah :
a) Riwayat keluarga DM tipe 2.

9
Seorang anak dapat mewarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya
seseorang yang menderita DM mempunyai anggota DM yang terkena
penyaakit tersebut.
b) Ras atau latar belakang etnis.
Resiko DM tipe 2 besar pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli
Amerika dan Asia.
c) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkatkan pada usia diatas 65 tahun.
Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel
B pancreas dalam memproduksi insulin. Selain itu pada individu yang
berusia lebih tua terdapat penurunan aktifitas mitkondria di sel-sel oto
sebesar 35%. Hal ini berhubungan dnegan peningkatan kadar lemak
di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin.
2) Factor resiko yang dapat diubah:
a) Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya DM tipe 2, hal ini
karena pancreas tidak mempunyai kapasitas yang disebabkan oleh
jumlah atau kadar insulin oleh sel maksimum untuk disekresikan.
Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak
diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat
menyebabkan DM.
b) Gaya hidup
Makanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan salah satu
gaya hidup jaman sekarang yang dapat memicu terjadi DM tipe 2.
c) Obesitas
Seseorang dikatakan obesitas apabila indeks masa tubuh (IMT) lebih
besar dari 25HDL (‘baik” kadar kolesterol) dibawah 35mg/dL dan
tingkat trigliserida lebih dari 250mg/dL dapat meningkatkan resik
DM tipe 2.

10
d) Jenis kelamin
Seorang perempuan memiliki resiko lebih besar untuk mengalami
komplikasi neuropati perifer. Perbedaan hormone pada laki-laki dan
perempuan mempengaruhi timbulnya neuropati. Tingginya kadar
estrogen pada perempuan dapat menganggu penyerapan iodium yang
berperan dalam proses pembentukan myelin saraf. Sedangkan kadar
testoteron pada laki-laki melindungi tubuh dari DM tipe 2, tetapi
tidak pada perempuan. Hasil penelitian dari AL Rubeaan (2015)
menyebutkan bahwa komplikasi neuropati pada pasien DM lebih
banyak pada perempuan (63%) dibandingkan dengan laki-laki (37%).
e) Kurangnya aktifitas
Berkurangnya aktifitas tubuh dapat meningkatkan berat badan
sehingga dapat menyebabkan obesitas (Bustan, 2007).
f) Merokok
Rokok mengandung zat adiktif yang bernama nikotin. Nikotin dapat
menngakibatkan ketergantungan dan kehilangan control (West,
2006). Pada penelitian Will et al (2010) menemukan bahwa pria yang
merokok 40 batang bahkan lebih per hari memiliki resiko 45% lebih
tinggi terkena DM tipe 2 dibandingkan yang tidak merokok.
Merokok dapat mengakibatkan peningkatan sementara kadar glukosa
darah. Selain itu, merokok dapat merusak sensitivitas organ dan
jaringan terhadap aksi insulin. Asupan nikotin dapat meningkatkan
kadar hormone, seperti kortisol yang dapat mengangguefek insulin
(Ko dan Cockram, 2005).
g) Hipertensi
Tekanan darah > 140/90 mmHg dapat menimbulkan resiko DM tipe
2.
h) Bahan – bahan kimia dan obat-obatan
i) Penyakit dan infeksi pada pancreas (ADA,2018).
c. Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 2

11
Pancreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya dibelakang lambung yang
didalamnya terdapat kumpulan sel-sel yang disebut pulau – pulau Langerhans
yang berisi sel-sel beta yang memproduksi hormone insulin yang berperan
dalam mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Glukosa terbentuk dari
karbohidrat, protein dan lemak yang kemudian akan diserap melalui dinding
usus dan disalurkan ke dalam darah dengan bantuan insulin. Kelebihan
glukosa akan disimpan dalam jaringan hati dan otot sebagai glikogen.
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolic yang disebabkan
dua hal yaitu penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin yang disebut
resistensi insulin dan penurunan kemampuan insulin sel beta di pancreas
untuk mensekresi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 diawali akibat dari sel-sel sasaran insulin gagal atau
tidak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut dengan
resistensi insulin. Penyebab dari resistensi insulin adalah factor obesitas, gaya
hidup yang kurang gerak dan penuaan. Pada diabetes melitus tipe 2 dapat
terjadi akibat dari gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatic yang
berlebihan, tetapi tidak terjadi kerusakan sel-sel beta di pancreas secara
autoimun. Sel – sel beta di pancreas mensekresi insulin dalam 2 fase. Fase
pertama sekresi insulin terkadi segera setelah stimulasi atau rangsangan
glukosa yang ditandai dengan meningkatkan kadar glukosa darah dan fase
kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel-sel beta di pancreas
menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama yaitu insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin yang selanjutnya apabila tidak ditangani
dengna cepat akan terjadi kerusakan sel-sel beta di pancreas yang terjadi
secara progresif yang disebut dengan defisiensi insulin sehingga akhirnya
memerlukan insulin eksogen(Dr. dr. Eva Decroli, 2019)

12
d. Tanda dan gejala diabetes mellitus tipe 2.
Beberapa tanda-tanda dan gejala-gejala klinis DM tipe 2 yang dibedakan
menjadi 2 yaitu akut dan kronis:
1) Gejala akut DM:
a) Poliuria (sering kencing)
Kondisi dimana terjadi kelainan pada produksi urin di dalam tubuh
yang abnormal yang menyebabkan sering berkemih. Biasanya
berkemih normalnya 4-8kali sehari, karena kelebihan produksi urin
dalam tubuh maka berkemih lebih dari normal sehari.
b) Polifagia (cepat lapar)
Kondisi dimana sering merasakn lapar. Hal ini disebabkan karena
glukosa darah pada penderita DM tidak semuanya dapat diserap oleh
tubuh yang berakibat tubuh kekurangan energi.

13
c) Polidipsi (sering haus)
Kondisi akibat dari polyuria (sering berkemih) menyebabkan merasa
haus yang berlebihan.
d) Mudah Lelah
Kondisi yang terjadi akibat polyuria dan polidipsi (sugianto, 2016).
e) Berat badan menurun
Kondisi dimana kemampuan metabolism glukosa terganggu sehingga
tubuh tidak dapat menyimpan glukosa dan membuangnya melalui urin,
sehingga tubuh mengambil glukosa cadangan di jaringan tubuh
sebagai energi (Sugianto, 2016).
f) Luka infeksi yang sukar sembuh
Kondisi yang disebabkan efek dari hiperglikemia, sehingga terjadi
komplikasi akut dan komplikasi kronik yang merusak jaringan tubuh
(Sugianto, 2016).
2) Gejala kronis DM:
a) Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati
Pada penderita DM regenerasi persarafan mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibat
banyak sel persarafan terutama perifer mengalami kerusakan
b) Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolic
yang dilakukan oleh sel melalui proses glikosis tidak dapat
berlangsung secara optimal.
c) Pandangan mulai kabur
e. Diagnosis Diabetes Mellitus tipe 2
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
darah secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Penggunaan darah
vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-
angka kriteria daignostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk

14
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler (Decroli, 2019).
Menurut ADA tahun 2016, diagnosis diabetes tipe 2 ditegakkan berdasarkan
kriteria kadar glukosa plasma, baik kriteria kadar glukosa plasma puasa
(GDP) >126 mg/dL (7.0mmol/L), kadar glukosa plasma 2 jam post- prandial
(GD2PP) >200 mg/dL (11.1 mmol/L) setelah pembebanan 75 gram glukosa
pada tes toleransi glukosa oral (TTGO), maupun kadar HbA1c>6.5 %
(48mmol/mol) atau pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis
hipoglikemik (GDS >200 mg/dL(11/1 mmol/L). Tes – tes tersebut juga
digunakan utuk keperluan skrining individu dengan diabetes dan deteksi
individu denga prediabetes ataupun resiko diabetes.
f. Komplikasi diabetes mellitus tipe 2
1) Komplikasi akut
a) Hipoglikemia
Suatu keadaan dimana terjadi penurunan kadar gula darah dalam
darah dari normal (<70mg/dL). Tanda dan gejala dari hipoglikemia
adalah:
- Pusing
- Rasa lapar
- Gemetar
- Berkeringat
- Gelisah
- Pandangan kabur
- Sulit berkonsentrasi
- Kelelahan

Hipoglikemia diklasifikasi dalam beberapa bagian keparahan, yaitu :

- Hipoglikemia berat, pada keadaan pasien yang membutuhkan


bantuan pemberian karohidrat dan glucagon dari orang lain
- Hipoglikemia sistomatik, apabila gula darah sewaktu <70mg/dL
dan disertai gejala hipoglikemia.

15
- Hipoglikemia asimtomatik, apabila gula darah sewaktu <70mg/dL
tanpa gejala hipoglikemia.
- Hipoglikemia relative, apabila gula darah sewaktu >70mg/dL
dengan gejala hipoglikemia.
- Probable hipoglikemia, apabila gejala hipoglikemia tanpa
pemeriksaan gula darah sewaktu.

Pencegahan pada kasus hipoglikemia meliputi (ADA, 2018):

- Pemberian edukasi mengenai tanda gejala hipoglikemia.


- Melakukan pemantauan gula darah secara mandiri.
- Pemberian edukasi tentang obat antidiabetes oral yang dikonsumsi
pasien mengenai golongan obat, dosis dan frekuensi pemakaian
obat.
b) Hiperglikemia
Suatu keadaan dimana kadar gula (glukosa) dalam darah lebih tinggi
dari normal (>200 mg/dL). Tanda dan gejala dari hiperglikemia
adalah (ADA, 2018):
- Poliurea(sering kencing)
- Polifagia (sering lapar)
- Polidipsi (sering haus)
- Glukosa tinggi.

Pencegahan pada hiperglikemia meliputi:

- Minum lebih banyak air, sehingga membantu menghilangkan


kelebihan gula darah melalui urin dan membantu mengatasi
dehidrasi.
- Melakukan aktifitas fisik dan berolahraga, sehingga dapat
membantu menurunkan gula dalam darah dan mengubah menjadi
energi.
- Melakukan pemeriksaan rutin gula darah .
c) Ketoasidosis diabetic

16
Suatu keadan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi dengan disertai gejala asidosis dna lasma keton. Tanda dan
gejala dari ketoasidosis diabetic adalah (ADA, 2018):
- Frekuensi BAK meningkat
- Sering haus
- Kelelahan
- Nafas cepat dan berbau keton
- Mual dan muntah

Pencegahan pada keadaan ketoasidosis diabetic meliputi:

- Menjaga pola makan


- Pemeriksaan kadar gula darah secara rutin
- Pemantauan pada penggunaan obat antidiabetes oral dan obat-
obatan yang lain yang dikonsumsi oleh pasien DM.
- Mencukupi kebutuhan cairan tubuh.
2) Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik terjadi karena keadaan hiperglikemia yang
menyebabkan peningkatan pembentukan protein glikasi non enzim serta
peningkatan proses glikosilasi. Komplikasi kronik terdiri dari (Perkeni,
2015):
a) Komplikasi mikrovaskuler
Terjadi komplikasi mikrovaskuler akibat dari penyumbatan pada
pembuluh darah kecil khususnya kapiler. Komplikasi tersebut
meliputi:
- Retinopati diabetic, ada tiga penyakit utama pada mata yang
disebabkan oleh diabetes, yaitu:
• Retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak
pembuluh darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah
yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina;
• katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan
menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan

17
makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang
tinggi; dan
• glaukoma, terjadinya peningkatan tekanan dalam bola
mata sehingga merusak saraf mata. Prevalensi retinopati
dengan penyakit DM tipe 2 pada populasi klinik berkisar
10,6% sampai dengan 47,3% dan dalam penelitian pada
populasi berkisar 10,2% sampai dengan 55% (Suzanna,
2014).
Gejala – gejala retinopati adalah : penglihatan menurun, tampak
bercak hitam pada penglihatan dan nyeri pada mata.
- Kerusakan ginjal (Nefropati), bila ada nefropati atau kerusakan
ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang
seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Semakin lama
seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah
tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal
gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan
neuropathy atau kerusakan syaraf. Prevalensi mikroalbuminuria
pada pasien DM tipe 2 pada populasi klinik berkisar 2,5% sampai
dengan 57% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 18,9%
sampai dengan 42,1% (Suzanna, 2014). Gejala – gejala nefropati
adalah frekuensi BAK yang meningkat, gatal-gatal, hilangnya
nafsu makan, insomnia, lemas, mual dan muntah serta urin yang
berbusa.
- Neuropati diabetik, lebih dari 80% dari amputasi yang terjadi
setelah kaki mengalami ulserasi atau cedera, yang dapat
mengakibakan dari neuropathy. Kronis polineuropati biasanya
pasien mengalami rasa terbakar, kesemutan dna nyeri “ tersengat
listrik”, tetapi terkadang juga mengalami mati rasa sederhana.
Pada pasien yang mengalami nyeri, kemungkinan gejala tersebut
lebih buruk di malam hari (Fowler, 2008).

18
Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal,
terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka
yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi
normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh
darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi
kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetic (diabetic
neuropathy). Neuropati diabetic dapat mengakibatkan saraf tidak
bisa mengirim atau menghantarkan pesan-pesan, rangsangan
impuls saraf, salah kirim atau terlambat (Suzanna,2014).
b) Komplikasi makrovaskuler
Terjadinya komplikasi makrovaskuler ditimbulkan akibat
atersklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar mengalami plak
atheroma. Akibat dari komplikasi tersebut meliputi:
- Penyakit jantung coroner, kelainan pada jantung yang terjadi
karena penurunan kerja jantung dalam memompa darah keseluruh
tubuh akibat dari penumpukan lemak yang mengeras pada
pembuluh darah pada penderita DM. pencegahan penyakit jantung
coroner pada penderita DM tipe 2 meliputi: menerapkan pola
makan yang sehat, melakukan olahraga secara teratur,
menurunkan berat badan, mengendalikan stress, mengontrol
tekanan darah dan istirahat yang cukup.
- Penyakit pembuluh darah tepi, gangguan pada pembuluh darah,
dimana terjadi penyumbatan pada arteri pada kaki. Gangguan
tersebut dapat menyebabkan nyeri pada saat beraktifitas.
- Penyakit pembuluh darah otak (aterosklerosis serebri), penyakit
yang disebabkan karena aliran darah ke otak mengalami gangguan,
sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Panyakit
yang lebih dikenal dengan nama stroke. Gejala – gejala pada
stroke adalah kelumpuhan pada anggota tubuh misalnya wajah,
tangan dan kaki, sulit berbicara, sulit untuk melihat, pusing serta
kehilangan keseimbangan. Pencegahan pad akeadaan stroke pada

19
penderita DM tipe 2 adalah menurunkan tekanan darah,
menurunkan berat badan, melakukan aktifitas fisik, memmantau
kadar gula darah dan tekaan darah, rutin mengkonsumsi obat
antidiabtes dan obat antihipertensi serta menjaga pola makan.
g. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2
Tujuan dari penatalaksanaan pada DM tipe 2 adalah meliputi (Perkeni, 2015):
1) Tujuan jangka pendek
Untuk menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup dan
mengurangi resiko komplikasi akut.
2) Tujuan jangka Panjang
Untuk mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati
dan makroangipati.
3) Tujuan akhir pengelolaan.
Terjadi penurunan morbilitas dan mortalitas DM tipe 2

2.2 Lansia sebagai populasi rentan


2.2.1 Populasi rentan adalah populasi yang lebih besar kemungkinannya untuk
mengalami masalah kesehtan akibat paparann berbagai resiko daripada populasi
yang lainnya(Stanhope & Lancaster, 2010).populasi rentan ialah suatu kelompok
yang mempunyai karakteristik lebih memungkinkan berkembangnya masalah
kesehatan dan lebih memungkinkan berkembangnya masalah kesehatan dan lebih
mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan serta kemungkinan
besar penghasilannya kurang atau masa hidup lebih singkat akibat kondisi
kesehatan (Maurer& Smith, 2005).
a. Pengertian Lansia
Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas.
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia
ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses menua.
(WHO,2016).

20
Menurut UU RI No 13 tahun 1998 tentang kesehatan pasal 1 ayat 2 bahwa
lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Proses
penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin
rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian misalnya pada system kardiovaskuler dan
pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya.
Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta system organ.
Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemuduran kesehatan
fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan
social lansia. Sehingga ssecara umum akan berpengaruh pada activity of
daily living (Fatmah, 2010).
b. Klasifikasi Lansia
Menurut WHO lansia meliputi:
1) Usia pertengahan (Middle age) antara usia 45-59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia (old) antara usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun.
c. Perubahan yang terjadi akibat proses penuaan
Menurut (Nugroho, 2008); (Noorkasiani, 2009); (Aspiani, 2014):
1) Perubahan fisiologi
- Sel
Setiap sel memerlukan nutrisi guna mempertahankan kehidupan.
Semua sel pun menggunakan oksigen sebagai salah satu zat utama
una membentuk energy. Salah satu sel darah yang terpenting
adalah sel darah merah, dimana sel darah merah mentrasnpor
oksigen dari paru-paru menuju jaringan diseluruh tubuh
(Guyton,2002:01).
Menurut Nugorho (2008:27) dan Aspiani (2014: 35) perubhaan
yang terjadi pada lanjut usia di tingkat sel yaitu berubahnya

21
ukuran sel dimana ukuran sel menjadi lebih besar, namun jumlah
sel menjadi lebih sedikit, jumlah cairan tubuh dan cairan
intraseluler ebrkurang, mekanisme perbaikan sel terganggu,
proporsi protein di otak, oto, ginjal, darah dan hati menngalmai
penurunan, jumlah sel pada otak menurun sehingga otak menjadi
atrofi dan lekukan otak menjadi lebih dangkal dan melebar
akibatnya berat otak berkurang mennjadi 5 sampai 20%.
- Pembuluh darah
Pembuluh darah merupakan system saluran tertutup yang
membawa darah dari jantung ke jaringan dan kembali lagi ke
jantung. Pembuluh darah mendistribusikan dan mengangkut darah
yang dipompa oleh jantung guna pemenuhan kebutuhan oksigen,
penghantaran nutrisi, pembuangan zat sisa, dan penghantaran
sinyal hormone dalam tubuh manusia. Sedangkan arteri dalam
tubuh difungsikan seagai penyedia tekanan untuk melanjuutkan
mengalirkan darah ketika jantung sedang relaksasi dan mengisi.
Arteri ini berbentuk sangat elastis sehingga dapat mengangkut
darah dari jantung ke organ tubuh. Ketika manusia mengalami
penuaan, akan terjadi perubahan pada arteri dimana arteri
mengalami penurunan elastisitas yang bertanggungjawab atas
perubahan vaskuler jantung, ginjal dan kelenjar pituitary
(Sherwood, 2014:367).
- Tekanan darah
Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah
terhadap dinding pembuluh yang bergantung pada volume dara,
daya regang dan dinding pembuluh. Tekanan darah merupakan
tenaga dan tekanan yang digunakan oleh darah pada setiap satuan
daerah pada dinding pembuluh darah (Guyton, 2002:165).
Tekanan darah terbesar terdapat pada arteri terbesar dan tekanan
darah terendah terdapat dalam pembuluh darah (Suprapto,
2014:13).

22
Darah mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah
dengan teknaan lebih rendah. Kontraksi pada jantungpun menjadi
factor pencetus terjadinya tekanan pada darah. Factor lain yang
mempengaruhi laju aliran daarah melalui suatu pembuluh adalah
resistensi. Resistensi merupakan tahanan atau hambatan terhadap
aliran darah melalui suatu pembuluh akibat dari gesekan antara
cairan darah yang mengalir dan dinding vaskuler yang diam
(Sherwood, 2014: 369). Darah aan semakin sulit melewati
pembuluh jika terjadi peningkatan resistensi sehingga laju aliran
darahpun akan berkurang. Jika resistensi meningkat, jantung harus
bekerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat.
2) Sistem persarafan menurut (ASpiani, 20144:36)
- Cepatnya menurun hubungna persyarafan
- Berat otak menurun 10-20%
- Lambat dalam respond dan waktu untuk berekasi, khususnya
dengan setres
- Mengecilkan saraf panca indra; berkurangnya penglihatan,
hilangnya pendengaran, mengecilkan saraf penciuman dan perasa,
lebih sensitive terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin
- Kurang sensitive terhadap sentuhan.
3) Sistem pendengaran (Aspiani, 2014:37)
Perubahan pada system panca indra lainnya adalah perubahan pada
system pendengaran. Dimana perubahan ini meliputi presbiakusis yaitu
ganggan yang terjadi pada pendengaran akibat hilangnya kemampuan
daya dengar pada telinga dalam, khususnya terhadap suara dan nada
yang tinggi, terhadap suara yang tidak jelas, terhadap kata-kata yang
sulit dimengerti.
4) Sistem penglihatan
Pada lansia terjadi perubahan pada system indra salah satu
gangguannya adalah perubahan pada system penglihatan, dimana daya

23
akomodasi dari jarak dekat maupun jauh berkuranag serta ketajaman
penglihatanpun ikut mengalami penurunan. Perubahan yang lain adalah
presbiopi. Lensa pada mata pun mengalami kehilangan elastisitas
sehingga menjadi kaku dan otot penyangga lensa pun lemah
(Azizah,2011:11).
5) Sistem kardiovaskuler (Nugroho, 2008:29)
- Katup jantung menebal dan menjadi kaku
- Elastisitas dinding aorta menurun
- Kemampuan jantung memompa darah menurn 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini yang menyebabkab kontraksi
dari volume menurun.
- Curah jantung menurun
- Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektifitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari
tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan
darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing
mendadak).
- Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan
perdarahan.
- Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer
meningkat. Systole normal kurang lebih 170 mmHg, diastole 95
mmHg.
6) Sistem pernafasan
Menurut Nugorho, 2008 perubahan yang terjadi adalah:
- Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan dan menjadi kaku
- Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk
berkurang
- CO2 pada arteri tidak bergantu, sedangkan O2 pada arteri menurun
menjadi 75 mmHg

24
- Kemampuan pegas, dinding dada dan kekuatan otot pernapasan
akan menurn seiring dengan pertambahan usia.
7) Sistem Pencernaan
Pada system pencernaan, lansia mengalami anoreksia yang terjadi
akibat perubahan kemampuan digesti dan absorpsi pada tubuh lansia.
Selain itu lansia mengalami penurunan sekresi asam dan enzim.
Perubahan yang lain adalah perubahan pada morfologik yang terjadi
pada mukosa, kelenjar dan otot pencernaan yang akan berdampak pada
terganggunya proses mengunyah dan menelan, serta terjadinya
penurunan nafsu makan (Fatimah, 2010:23).
8) Sistem reproduksi
Pada system reproduksi perubahan yang terjjadi padalansia ditandai
dengan mengecilnya ovary dan uterus, terjadinya atrofi payudara. Pada
laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meski adanya
penurunan secara berangsur-angsur, serta dorongan seks masih ada
hingga usia 70 tahun (Azizah, 2011).
9) Sistem endokrin
Sekitar 50% lansia menunjukkan intoleransi glukosa, dengan kadar
gula puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa
ini adalah factor diet, obesitas, kurangnya aktifitas dan penuaan.
10) sistem integument
perubahan pada sisem integument ditandai dengan kulit lansia yang
mnegalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Perubahan
ini juga meliputi perubaahan pada kulit lansia yang mana kulit pada
lansia akan menjadi kering akibat dari kurangnya cairan pada kulit
sehingga kulit menjadi berbecak dan tipis. Atrofi sebasea dan glandula
sudoritera merupakan penyebab dari munculnya klit kering. Liver
spotpun menjadi tanda dari berubahnya system integument pada lansia.
Liver spot ini merupakan sebuha pigmen berwarna coklat yang muncul
pada kulit.

25
11) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan pada jaringan musculoskeletal meliputi:
- Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen merupakan pendukung utama pada kulit, tendon, tulang
dan jaringan pengikat menjadi sebuah batangan yang tidak teratur.
Perubahan pada kolagen ini mnejadi penyebab turunnya
fleksibilitas pada lansia sehingga timbul dampak nyeri, penurunan
kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitasn duduk
dan berdirim jongkok serta berjalan.
- Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak serta mengalami
granulasi yang mana akan memberikan dampak pada meratanya
permukaan sendi.
- Tulang
Menuru Azizah, 2011 perubahan yang terjadi di tulang meliputi
berkurangnya kepadatan tulang. Berkurangnya kepadatan tulang
ini menjadi penyebab osteoporosis pada lansia. Kejadian jangka
panjang yang akan terjadi ketika lansia telah mengalami
osteoporosis adalah nyeri, deformitas dan fraktur.
- Otot
Perubahan yang terjadi pada otot lansia meliputi pennurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung
dan jaringan lemak pada otot. Akibatnya teradi perubhana
morfologis pada otot, lansia akan mengalmai penurunan kekuatan,
penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dna penurunan
kemampuan fungsional otot.
- Sendi
- Perubahan pada lansia di daerah sendi merupakan menurunnya
elastisitas jaringan ikat seperti tendon, ligament dna fasia. Terjadi
degenerasi, erosi serta klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi.
Terjadi eprubahan pula pada sendi yang kehilangan

26
fleksibilitasnya sehingga luas dan gerak sendipun menjadi
menurun.
12) Perubahan mental
menurut Aspiani 2014 terdapat beberapa factor yang mempengaruhi
perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat
pendidikan,lingkungan, keturunan dna perubahan fisik terutama panca
indra.
13) Perubahan Psikososial
- Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan terjadinya
kematian.
- Merasakan perubahan dalam cara hidup
- Merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan dan
peningkatan gaya hidup.
- Merasakan kehilangan banyak hal seperti finansial, pekerjaan,
sahabat dan status pekerjaan.
- Merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan
- Merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan social
- Mengalami penurunan atau gangguan panca indra
- Lansia mulai mengalami perubahan konsep diri, serta lansia akan
merasakan rangkaian dari proses kehilangan.
14) Perubahan Spiritual
Perubahan yang terjadi pada lansia yang berhubungan dengan
perkembangan spiritualnya adalah dari segi agama/kepercayaan lansia
yang kaan semakin terintegrasi dalam kehidupan, pada perubahan
spiritual ini ketika usia mencapai 70 tahun, lansia akan berfikir dan
bertindak dalam memberikan contoh bagaimana cara mencintai dan
bagaimana cara berlaku adil. Perubahan yang lain yaitu lansia akan
semakin matur dalam kehidupan keagamaannya yang tercermin dalam
perilaku sehari-hari (Nugroho, 2008).

27
2.3 Neuropati Perifer
2.3.1 Definisi
Suatu gangguan saraf perifer, snsoris, motoric, atau campuran, yang biasanya
simetrsi dan kebih banyak mengenai bagian distal daripada proksimal ekstermitas,
yaitu yang terjauh dari nucleus saraf. Berdasarkan kesepakatan, kelumpuhan saraf
kranial soluer dan lesi saraf perifer soliter serta multiple (kelumpuhan n.
medianus, n. ulnaris, n. poplitealis lateralis, dan mononeuritis multipleks) tidak
termasuk keadaan ini.
2.3.2 Etiologi
Menyebabkan neuropati distal yang terutama sensoris yang biasanya mengenai
ekstremitas bawah bagian distal dengan distribusi berbentuk stoking. Gejala baal,
parestesia, dan kadang-kadang nyeri pada kaki berhubungan dengan hilangnya
sensasi getar dan posisi. Yang khas adalah hilangnya reflex pergelangan kaki.
2.3.3 Jenis neuropati perifer
Neuropati perifer dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:
a. Mononeuropati, cedera hanya pada salah satu saraf tepi.
b. Neuropati motoric, gangguan pada saraf yang mengontrol gerakan tubuh.
c. Neuropati sensorik, gangguan pada saraf yang mengirim sinyal sensasi seperti
sensani sentuhan, suhu atau nyeri.
d. Neuropati otonomik, cedera pada saraf otonom, yaitu saraf yang mengontrol
proses tubuh yang bekerja secara otomatis (tanpa perintah) seperti saluran
pencernaan, kandung kemih atau tekanan darah.
2.3.4 Gejala neuropati perifer
Gejala neuropati bervariasi tergantung pada saraf yang terkena gangguan.
a. Mononeuropati
1) Penglihatan ganda atau sulit focus
2) Kelumpuhan pada salah satu sisi wajah
3) Nyeri tungkai
4) Jari tangan terasa lemas atau kesemutan
b. Neuropati motoric
1) Kedutan

28
2) Kram atau lemah otot, hingga kelumpuhan pada satu otot atau lebih
3) Kaki yang lunglai dan tampak jatuh saat berjalan
4) Penurunan massa otot
c. Neuropati sensorik
1) Mudah erasa sakit meski hanya tersentuh dikit (alodinia)
2) Nyeri seperti tertusuk atau terasa panas
3) Kesemutan
4) Ketidakmampuan dalam merasakan perubahan suhu, terutama di kaki
5) Gangguan dalam keseimbangan atau koordinasi gerak tubuh (ataksia).
d. Neuropati otonomik
1) Detak jantung cepat meski sedang beristirahat
2) Disfagia/ sulit menelan
3) Perut kembung
4) Sering bersendawa
5) Mual
6) Sembelit atau diare
7) Sering BAK
8) Tubuh jarang berkeringat
9) Gangguan fungsi seksual
2.3.5 Penyebab neuropati perifer
Beberapa factor yang bisa menyebabkan terjadinya neuropati perifer, yaitu:
a. Diabetes
b. Infeksi bakteri atau virus seperti HIV, difteri, kusta dan hepatitis C
c. Penyakit autoimun
d. Faktr genetic
e. Hipotiroidisme
f. Kekurangan vitamin B1,B6,B12 dan vitamin E
g. Peyakit liver
h. Gagal ginjal
i. Peradangan pembuluh darah
j. Penumpukan protein amyloid di dalam jaringan atau organ tubuh

29
k. Kerusakan saraf
l. Efek samping penggunaan obat dalam jangka Panjang.
2.3.6 Diagnosis neuropati perifer
a. Tes darah, guna untuk mencaritahu kemungkinan penyakit lain seperti
diabetes melitus atau gangguan fungsi imun.
b. CT Scan dan MRI, guna untuk melihat kemungkinan tumor atau kelainan
saraf tulang belakang.
c. EMG, guna untuk engukur aktivitas listrik pada otot sehingga diketahui
aliran saraf yang mengalami kerusakan.
2.3.7 Komplikasi neuropati perifer
Tidak bisa merasakan perubahan suhu tubuh pada area yang mati rasa. Kondisi
tersebut akan membuat penderita tidak sadar jika kulit di area yang mati rasa
mengalami cedera atau luka bakar. Keadaan ini berbahaya karena dapat
menimbulkan infeksi terlebih jika penderita memiliki riwayat diabetes melitus
yang membuat penyembuhan luka menjadi lebih lambat.

2.4 Neuropati diabetes melitus


2.4.1 Definisi Neuropati diabetic
Neuropati diabetic adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf
penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes melitus (setelah
dilakukan eksklusi penyebab lainnya) (Sjahrir, 2006). Apabila dalam jangka yang
lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan
melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan
ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetic (Tandra,
2007).
2.4.2 Gejala klinis
Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Gejala bisa tidak
dijumpai pada beberapa orang. Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering
menjadi gejala pertama.. gejala bisa melibatkan system saraf sensoris, motoric
atau otonom (Dyck & Windebank, 2002)

30
2.4.3 Tipe
National Diabetes Information Clearinghouse tahun 2013 mengelompokkan
neuropati diabetic berdasarkan letak serabut saraf yang terkena lesi menjadi:
a. Neuropati perifer
Neuropati perifer merupakan kerusakan saraf pada lengan dan tungkai.
Biasanya terjadi terlebih dahulu pada kaki dan tungkai dibandingkan pada
tangan dan lengan. Gejala neuropati perifer meliputi:
1) Mati rasa atau tidak sensitive terhadap nyeri atau suhu
2) Perasaan kesemutan, terbakar atau tertusuk-tusuk
3) Nyeri yang tajam atau kram
4) Terlalu sensitive terhadap tekanan bahkan tekanan ringan
5) Kehilangan keseimbangan serta koordinasi

Gejala – gejaa tersenut sering bertambah parah pada malam hari. Neuropati
perifer dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya reflex, terutama
pada pergelangan kaki. Hal itu mengakibatkan perubahan cara berjalan dan
perubahan bentuk kaki, seperti hammertoes. Akibat adanya penekanan atau
luka pada daerah yang mengalami mati rasa, sering timbul ulkus pada kaki
penderita neuropati diabetic perifer. Jika tidak ditangani secara tepat maka
dapat terjadi infeksi yang menyebar hingga ke tulang sehingga harus
diamputasi.

31
b. Neuropati Autonom
Neuropati autonomy adalah kerusakan pada saraf yang mengendalikan
fungsi jantung, mengatur tekanan darah dan kadar gula darah. Selain itu,
neuropati autonomy juga terjadi pada organ dalam lain sehingga
menyebabkan masalah pencernaan, fungsi pernapasan, berkemih, respon
seksual dan penglihatan.
c. Neuropati Proksimal
Neuropati proksimal dapat menyebabkan rasa nyeri di paha, pinggul, pantat
dan dapat menimbulkan kelemahan pada tungkai.
d. Neuropati Fokal
Neuropati fokal dapat menyebabkan kelemahan mendadak pada satu atau
sekelompok saraf, sehingga akan terjadi kelemahan pada otot atau dapat pula
menyebabkan rasa nyeri. Saraf manappun pada bagian tubuh dapat terkena,
contohnya pada mata, otot-otot wajah, telinga, panggul dan pinggang bawah,
paha, tungkai dan kaki.
2.4.4 Patogenesis
a. Teori vascular
Proses terjadinya neuropati diabetic melibatkan kelainan vascular. Kejadian
neuropato yang disebabkan kelainan vascular yaitu hipertensi, kadar
trigliserida tinggi, indeks massa tubuh dan merokok (Subekti, 2009).
b. Teori Metabolik
Perubahan metabolism pada saraf adalah factor utama pathogenesis
neuropati diabetic. Neuropati mengacu pada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf pada tubuh, termasuk saraf sensorik, motoric
dan otonom serta sering dijumpai di tubuhbagian perifer atau disebut dengan
Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN).

Ada banyak penyebab neuropati pada lansia meliputi neuropati yang didapat
(GBS, CIDP), terkait penyakit sistemik (seperti necrotizing vasculitis, DM,
sarcoidosis) terkait keganasan, disglobulinemia, defisiensi vitamin B12 dan

32
thiamine, infeksi (HIV, lyme disease, lepra) dn neuropati herediter dengan
onset lambat (Suzuki, 2013).
2.4.5 Factor resiko
a. Usia
Komplikasi DM dengan neuropati dapat menyerang pada diabetes dari
berbagai usia. Semkin lama seseorang mengalami DM, maka resiko
mengalami komplikasi juga meningkat. Hal ini disebabkan karena factor
degenerative, yaitu semakin menurunnya fungsi tubuh manusia, khususnya
kemampuan dari sel B pancreas dalam memproduksi insulin. Perubahan
funsgi tubuh baik pada serabut saraf besar maupun pada serabut saraf kecil
menimbulkan kerentanan usia lanjut terhadap neuropati.
b. Jenis kelamin
Seorang perempuan memiliki resiko lebih besar untuk mengalami
komplikasi neuropati perifer. Perbedaan hormone pada laki-laki dan
perempuan mempengaruhi timbulnya neuropati. Tingginya kadar estrogen
pada perempuan dapat menganggu penyerapan iodium yang berperan dalam
proses pembentukan myelin saraf. Sedangkan kadar testoteron pada laki-laki
melindungi tubuh dari DM tipe 2, tetapi tidak pada perempuan. Hasil
penelitian dari AL Rubeaan (2015) menyebutkan bahwa komplikasi
neuropati pada pasien DM lebih banyak pada perempuan (63%)
dibandingkan dengan laki-laki (37%).
c. Lamanya menderita DM
d. Semakin lama seseorang emnderita DM, semakin besaar angka kejadian
neuropati diabetic yang ditemukan. Rata-rata neuropati diabetic telah
menderita DM selama 10 tahun. Ditemukan adanya neuropati dengan durasi
DM lenih dari 3 tahun sebanyak 35-40% diabetes dan 70% pada diabetes
dengan durasi DM lebih dari 5 tahun. Hal ini dikarenakan pada diabetes
terjadi kelainan sel saraf yang terdapat pada sel-sel schwan, selaput myelin
dan akson. Gambaran kerusakan tersebut berupa demyelinisasi segmental,
kerusakan akson, dan penebalan membrane basal yang memlilingi
permukaan sel schwan. Semakin lama, akson sel saraf akan hilang

33
seluruhnya. Selain kelainan morfologi, pada diabetisi juga akan ditemukan
adanya kelainan fungsional berupa gangguan penghantar impuls, baik
motoric maupun sensorik. Secara biokimiawi, akan ditemukan adanya
kelainan dalam jumlah dan bentuk-bentuk protein sel saraf yang terkena
e. Riwayat penyakit penyerta.
Penyakit hipertensi merupakan resiko terjadinya komplikais DM, salah
satunya yaitu neuropati. Hal ini disebabkan karena hipertensi dapat membuat
sel tidak sensitive terhadap insulin. Insulin berperan dalam meningkatkan
ambilan glukosa di banyak sel sehiingga apabila insulin tidak berfungsi
dengan normal, maka aliran darah ke bagian perifer juga akan mengalami
gangguan.
f. Hasil cek gula darah sewaktu
Kadar gula darah yang tinggi dapat mengakibatkan aliran darah dalam tubuh
mnegecil sehingga dapat merusak saraf dan telapak kaki, serta menurunkan
kemampuan merasakan sensitifitas pada kaki. Glikolisasi kolagen sebagai
akibat dari penyakit DM yang lama dapat menyebabkan kaku struktur
kapsuler dan ligament.
2.4.6 Klasifikasi
Neuropati perifer dapat diklasifikasikan berdasarkan pola keterlibatan saraf,
waktu perjalanan penyakit dan patologi yang mendasarinya. Berdasarkan pola
keterlibatan saraf dikenal mononeuropati, mononeuropati multipleks,
polineuropati simetris, poliradikulopati, ataupun aksonopati, sedangkan
berdasarkan waktu perjalanan penyakitnya; akut bila mencapai deficit maksimal
kurang dari 4 minggu (misalnya GBS) subakut bila mencapai deficit maksimal
dalam 4-8 minggu dan kronik bila lebih dari 8 minggu. Patologi dasar dapat
berupa aksonal neuropati, demyelinisasi maupun campuran (Strait dan Medcalf,
2012).
2.4.7 Manifestasi klinis
Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Gejala bisa tidak
dijumpai pada beberapa orang. Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering

34
merupakan gejala utama. Gejala bisa melibatkan system saraf sensoris, motoric
dan otonom (Dyck & Windebank, 2002).
Gejala neuropati perifer meliputi :
a. Mati rasa atau tidaka sensitive terhadap nyeri dna suhu
b. Perasaan kesemutan, terbakar aau tertusuk-tusuk
c. Nyeri yang tajam atau kram
d. Terlalu sensitive terhadap tekanan bahkan tekanan ringan
e. Kehilangan keseimbangan serta koordinasi.

Gejala tersebut sering bertambah parah pada malam hari. Neuropati perifer dapat
menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya reflex terutama pada pergelangan
kaki. Hal itu mengakibatkan perubahan cara berjalan dan perubahan bentuk kaki.
Akibatnya adanay penekanan atau luka pada daerah yang mati rasa, sering
timbul ulkus pada kaki penderita neuropati diabetic perifer.

2.4.8 Etiologi
a. Neuropati demyelinisasi akut – Guaillain_Barre syndrome
GBS merupakan penyebab tersering paralisis flasid yang akut. Dikenal empat
subtype yaitu Acute Inflammatory Demmyelinating Poliradiculoneuropathy
(AIDP), Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN), Acute Motor and Sensory
Neuropathy (AMSAN) dan Fisher Syndrome (Suzuki, 2013). AIDP adalah
subtype yang paling sering ditemui di Eropa dan Amerika Utara pada sekitar
90% kasus. Sedangkan GBS dengan kerusakan aksonal lebih sering dijumpai
di Asia, Amerika Tengah dan Selatan, pada sekitar 30 – 47%
kasus.(Herskovitz dkk, 2010 dalam NiPutu, 2016).
b. Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (CIDP)
CIDP adalah neuropati perifer yang diduga akibat autoimun, bersifat
progresif lambat atau relaps remisi, dengan manifestasi klinis bervariasi.
CIDP dapat terjadi pada semua umur, namunu paling sering mengenai laki-
laki usia lanjut. Penyakit ini cenderung bersifat progresif lambat pada usia
lanjut dan relaps remisi bila mengenai usia lebih muda.

35
CIDP merupakan polineuropati demylenisasi yang non-length dependent
yang berkembang secara kronis dalam beberapa bulan. Dapat bersifat
progeris maupun relaps remisi. Pemeriksaan elektordiagnostik terlihat bahwa
CIDP bersifat asymmetric demyelinating process. (Suzuki, 2013).
c. Neuropati Diabetes
Merupakan penyebab neuropati yang sering terjadi di negara berkembang
(England dan Asbury,2004). Kejadian neuropati diabetes meningkat dnegan
durasi menderita DM dengan buruknya control gula darah. Keajadian
neuropati DM dapat mencapau 26,4% dari seluruh penderita DM tipe 2,
menimbulkan gangguan aktifitas harian seperti mengerjakan pekerjaan rumah
tangga, berjalan yang lambat, gangguan keseimbangan dan jatuh (Herskovitz,
2010).
Pola yang paling sering dijumpai adalah distal symmestrical sensory-motoric
polyneuropathy, truncal radiculopathy, plexopathy dan proximal motor
neuropathy, kelumpuhan oculomotor, tersering N III dan N VI dilaporkan
pada 1% pasien DM, biasanya pada pasien dengan durasi sakit yang lama dan
usia tua. Penyembuhan yang komplit dan spontan terjadi dalam beberapa
minggu (Suzuki, 2013; Herskovitz, 2010).
Dalam jumlah kecil, pasien DM usia >50 tahun dapat mengalami proximal
neuropathy ektremitas bawah yang ditandai nyeri dan gangguan sensoris
dengan kelemahan da atrofi unilateral atau bilateral otot-otot proximal.
Penurunan berat badan sering terjadi pada kondisi ini. Neuropati jenis isi
dihubungkan dengan vaskulopati inflamasi pada biopsy saraf. Disfungsi
otonom dapat terjadi pada pasien DM dan mengenai system kardiovaskuler
dan gastrointestinal, urogenital dan fungsi sudomotor (Herskovitz, 2010;
Strait dan Medcalf, 2012).
Neuripati perifer sering terjadi pada lanjut usia karena kerusakan akson,
myelin atau keduanya. Resiko jatuh dan disabilitas akibat nyeri dan
terbatasnya aktifitas fisik sering dialami lansia dengan neuropati perifer yang
dapat menurunkan kualitas hidup mereka. Diperukan tatalaksana
multidisiplin dalam tatalaksana neuropati perifer pada lanjut usia.

36
Factor resiko DM tipe 2
2.5 Kerangka Teori Jenis kelamin
Usia
Obesitas
USIA
Hipertensi
1. Masa balita Kerusakan
Riwayat keluarga
2. Masa kanak-kanak vasskuler
3. Masa remaja Awal Pengecap
4. Masa remaja Akhir Komsumsi
5. Masa dewasa Awal makanan
6. Masa dewasa Akhir manis Factor pencetus
7. Masa Lansia Awal berlebihan Neuropati
Penurunan
8. Masa Lansia Akhir perifer
fungsi indra DM
9. Masa Manula
Pankreas tipe 2
Penurunan
kualitan
dan
kuantitas
insulin
Keterangan
: yang diteliti
: yang tidak diteliti
: adanya pengaruh
2.6 Hipotesis
Menurut Sugiyono(2014:132) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dikatakan sementara karena jawaban
yang diberikan baru berdasarkan pada teori. Hipotesis pada penelitian ini
adalah:
Berdasar kerangka konsep tersebut, maka dibuatlah hipotesis yaitu:
a. hipotesis alternative (Ha)
1) Adanya factor-faktor yang mempengaruhi neuropati perifer pada
lansia dengan Diabetes melitus tipe 2.
b. Hipotesis Nol (H0)
1) Tidak adanya factor-faktor yang mempengaruhi neuropati perifer
pada lansia dengan Diabetes melitus tipe 2.

37
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
neuropati perifer pada lansia dengan diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan
pendekatan literature review untuk mengetahui factor – factor yang mempengaruhi
neuropati perifer pada lansia dengan diabetes melitus tipe 2. Literature review ini adalah
uraian tentang teori, temuan, dan bahan penelitian lainnya yang diperoleh dari bahan
acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian untuk menyusun kerangka pemikiran
yang jelas dari perumusan masalah yang ingin diteliti.

3.2 Sumber Data


Tabel 3. Sumber Data
Sumber Data Jumlah Jurnal
Google Scholar 15
Sumber: Hasil Analisis, 2020

3.3 Kriteria Seleksi Penelitian


3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Artikel yang dipublikasikan dalam rentang 2016 sampai dengan 2020 (5 tahun
terakhir).
2. Artikel yang mengulas subjek atau populasi berupa penderita diabetes melitus
tipe 2.
3. Artikel yang berasal dari jurnal yang memiliki indeks atau ISBN/online ISSN.
4. Artikel yang mengulas topik atau tema tentang Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Neuropati Perifer Pada Lansia Dengan Diabetes Melitus tipe 2.
5. Artikel yang berasal nasional dan internasional.
6. Artikel yang menggunakan metode penelitian cross sectional.

38
3.3.2 Kriteria Ekslusi

1. Penelitian dengan metode tidak jelas yang tidak tercantum dalam artikel.
2. Jurnal yang ditampilkam tidak full text.

3.4 Kata Kunci dan Strategi Pencarian Data


Pencarian jurnal dalam penelitian ini menggunakan kata kunci atau keyword, yaitu
“Diabetes Mellitus Tipe 2”, “Lansia”, “Faktor-Faktor Diabetes tipe 2” dan “Faktor-
Faktor yang mempengaruhi Neuropati Perifer”yang didapatkan melalui Google Scholar.
Rentang usia jurnal yang digunakan pada penelitian ini yaitu 5 tahun terakhir (2016-
2020). Dalam strategi pencarian menggunakan format PICO (Participant-Intervention-
Comparison-Outcome).
P untuk Patient, Population, Problem

Pasien lansia yang memiliki penyakit diabetes melitus

I untuk Intervention, Prognosis Factor

Tidak dilakukan

C Comparison

Tidak ada

O Outcome – target apa yang ingin dicapai

Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi neuropati perifer pada lansia


dengan diabetes melitus tipe 2.

Sumber Data Strategi Pencarian Artikel


Google Scholar Faktor-faktor yang mempengaruhi neuropati dengan
diabetes melitus tipe 2
Faktor-faktor yang mempengaruhi neuropati pada lansia
dengan diabetes melitus tipe 2

39
Factors affecting neuropathy peripheral in elderly with
diabetic mellitus type 2.

3.5 Sintesis Data

Sintesis data dilakukan dengan menggunakan strategi pencarian data dengan teknik
PICO. Tercapainya sintesis terhadap artikel yang terpilih, didapatkan berdasarkan
kriteria yang peneliti tetapkan dilakukan dengan table berikut:

40
No Journal Biography Population Intervention Comperator Outcome
1. Age as an independent Pasien lansia yang Melakukan observasi dan Neuropati perifer biasanya Prevalensi DN menurut
factor for the menderita diabetes pengukuran kadar menyerang orang tua. Instrumen Skrining Neuropati
development of melitus tipe 2 hemoglobin A1c (HbA1c), Neuropati perifer dapat Michigan adalah 28,8%, yang
neuropathy in diabetic profil lipid, dan indeks massa disebabkan oleh kerusakan secara signifikan dan positif
patients. tubuh (BMI) dan kami aksonal atau demielinasi, berkorelasi dengan usia yang
menilai keberadaan dan serta kerusakan pada serat lebih tinggi (65 vs 59 tahun; P =
Popescu, Simona, tingkat keparahan DN besar atau kecil. Di AS 0,001) dan HbA1c (8,6% vs
Bogdan Timar, dkk. menggunakan evaluasi untuk 1999-2000, 28% 8,0%; P = 0,027). Tidak ada
(2016) gejala klinis orang dewasa berusia 70-79 korelasi signifikan yang diamati
tahun dan 35% orang antara keparahan DN dan durasi
dewasa berusia ≥80 tahun diabetes, indeks massa tubuh
memiliki neuropati perifer (31,9 vs 29,9 kg / m2), atau
berdasarkan layar sederhana jumlah sentimeter melebihi
untuk mengurangi sensasi di pinggang normal. keliling (25,2
kaki vs 17,3 cm; P = 0,003).
Kesimpulannya, usia
mempengaruhi kehadiran
diabetic neuropati, independent
terhadap factor resiko lain.
2. Vitamin B12 deficiency Pasien penderita Mengukur tingkatan Vitamin Mereka dengan skor NTSS- Prevalensi difisiensi vitamin
in metformin-treated diabetes melitus B12 dan menilai neuropati 6 >6 dianggap B12 adalah 28,1%. Tidak ada
type-2 diabetes patients, tipe 2 yang perifer menggunakan memilikineuropati perifer. perbedaan adanya neuropati
prevalence and mengkonsumsi Neuropati Total Symptom Hubungan antara vitamin perifer antara mereka dengna
association with metformin. Score-6 (NTSS-6) kuesioner. B12 dan neuropati perifer
kadar vitamin normal dan
peripheral neuropathy diselidiki Ketika 2 variabel
difisiensi (36,8% vs 32,3%, P
berada dalam bentuk biner
Ahmed, Marwan A, dan kontinu. Kedua regresi
= 0,209). Kadar vitamin B12
George Muntingh & logistic digunakan untuk dan skor NTSS-6 tidak
Paul Rheeder menentukan factor resiko berkolerasi ((Spearman rho =
(2016) kekurangna vitamin B12. 0,056, P = 0,54). HbA1c
(mmol / mol)

1
(OR = 0,97, 95% CI: 0,95
hingga 0,99, P = 0,003) dan
ras kulit hitam (OR = 0,34,
95% CI: 0,13 hingga 0,92, P
= 0,033) berisiko.
faktor yang secara signifikan
terkait dengan defisiensi
vitamin B12. Dosis harian
metformin (gram)
menunjukkan batas signifikasi
(OR= 1,96,95% CI: 0,99
hingga 3,88 , P= 0,053).

3. Association between 1511 Pasien DM Membandingkan pasien Analisis statistik. Data Prevalensi DPN meningkat
Hemoglobin Levels tipe 2 yang terdiri karakteristik antara tidak dinyatakan sebagai rata- sebesar 50,1% (95% CI: 42,2–
dari 743 pria dan
and Diabetic ada neuropati perifer rata ± standar deviasi 57,0%; Nilai P <0,001) per
768 perempuan
Peripheral diabetik (NDPN) dan (SD) untuk variabel penurunan standar deviasi
Neuropathy in kelompok DPN. Regresi kontinu, atau sebagai pada Hb. Asosiasi semacam
Patients with Type 2 logistik dilakukan untuk persentase (%) untuk itu lebih kuat untuk T2DM
Diabetes: A Cross- menyelidiki hubungan variabel kategori, kecuali laki-laki
Sectional DPN dengan hemoglobin sebaliknya pasien (OR = 1,618, 95% CI:
Study Using pada semua pasien DMT2. ditentukan. Perbedaan 1,527-1,691, nilai P <0,001)
Electronic Health Regresi linier juga dalam parameter klinis dibandingkan pada pasien
Records dan biokimia DMT2 wanita (OR = 1,388,

2
dilakukan untuk antara kelompok DPN 95% CI:1.257–1.495, nilai P
Author menyelidiki dan NDPN dibandingkan <0,001). Dibandingkan
Jun Yang, Pi-jun Yan, dampak hemoglobin pada menggunakan chisquare dengan yang tertinggi
Qin Wan, and Hua Li, ambang persepsi bergetar (x2) tes untuk variabel kuartil Hb, kuartil bawah
2017
(VPT). kategori dan uji Mann- dikaitkan dengan secara
Whitney U atau analisis signifikan meningkatkan
varian satu arah risiko DPN di seluruh T2DM
(ANOVA) populasi (semua nilai P
<0,01).
tergantung pada asumsi
distribusi normal.
4. Vitamin D deficiency Sebanyak 861 Semua pasien menjalani Ada Para pasien dengan neuropati
Pasien dengan evaluasi neuropati, termask perbedaan signifikan perifer diabetes memiliki
increases the risk of
diabetes melitus tanda-tanda gejala dalam usia, durasi signifikan
Peripheral neurologis, persepsi
tipe 2 di RSUP diabetes, persen- konsentrasi serum 25 (OH) D
getaran ambnag batas
neuropathy in Pusat Medis usia hipertensi, cystatin C, yang lebih rendah (15,59 ±
(VOT) dan
Chinese patients with Klinis Shanghai elektromiiogram. Penilaian GFR, albumin kemih, 7,68 ng / mL) dan prevalensi
gejala neurologis dan hormon paratiroid, 25- yang lebih tinggi
type 2 diabetes
tanda-tanda didasarkan hydroxyitamin D dan Kekurangan vitamin D (80%)
pada Toronto Clinical preva- dibandingkan pasien dengan
Scoring System. Setiap rasa lence VDI dan VDD di tanda-tanda diabetes periph-
He, Rui, Yanyun Hu
sakit, mati rasa,
antara tiga kelompok neuropati eral (17,66 ± 7,50 ng
dkk kesemutan, kelemahan
kaki, kelainan refleks atau (semua p <0,05) / mL; 64,5%) dan pasien non-
(2017) (Tabel 1). Para pasien DPN (18,35)
ataksia dianggap positif.
gejala tive. Nilai VPT dalam kelompok DPN ± 6,60; 61,7%)
diukur dengan a memiliki signifikan (semua p <0,01). Analisis

3
neurothesiometer (Bio- serum 25-hydroxyitamin korelasi Spearman
Thesiometer; D serum lebih rendah dan menunjukkan bahwa
Instrumentasi Bio-Medis preva- lebih tinggi rum beredar level 25 (OH) D
ment Co, Newbury, OH,
Ikatan VDD dibandingkan terkait erat dengan DPN ( r =
USA). Nilai VPT lebih
tinggi dari yang di Non-DPN dan 0,121)
25 V (volt) pada kedua tanda-tanda DPN dan tanda-tanda DPN ( r =
tungkai dianggap kelompok 0,111)
abnormal. Elec- (keduanya p <0,01) (keduanya p <0,01). Setelah
tromyogram (Myto, disesuaikan untuk semua
EBNeuro, Firenze, Italia) potensi
dilaksanakan
pembaur, VDD masih
dibentuk pada setiap pasien
untuk menilai median, dikaitkan dengan peningkatan
ulnar, risiko DPN [rasio odds
NCV tibialis, peroneal 2.59 (1.48-4.53)]
umum, dan peroneal ( p <0,01). Analisis regresi
superfisial logistik lebih lanjut
di kedua sisi. Lampu diungkapkan
inframerah digunakan
bahwa VDD adalah faktor
untuk merawat kulit
suhu> 31 ° C selama semua risiko independen untuk DPN
tes. Ambang batas untuk (β = 0,88) ( p <0,01).
penurunan NCV Analisis karakteristik operasi
ditetapkan sesuai dengan penerima menunjukkan bahwa
referensi NCV serum 25 (OH)
nilai orang-orang Cina
D <17,22 ng / mL
mengisyaratkan tanda-tanda
DPN dan serum 25 (OH) D
<16,01 ng /

4
mL meramalkan terjadinya
DPN (keduanya p <0,01)

5. Prevalence, Severity 268 pasien Menggunakan skor Sebagian besar pasien


and Factors dewasa yang baru neuropati skor gejala penelitian (62,1%) adalah laki-
terdiagnosa (NSS) dan Skor neuropati laki. Prevalensi keseluruhan
associated with disabilitas ( NDS)
diabetes melitus. DPN adalah 29,4%. Hampir
Peripheral enam belas persen
Neuropathy among memiliki neuropati sedang dan
hanya lima persen memiliki
newly diagnosed
neuropati berat. Usia di atas 60
diabetic patients tahun secara signifikan
attending Mulago dikaitkan dengan
kehadiran DPN; (ATAU 3,72;
hospital: a cross
95% CI 1,25 - 11,03; p =
sectional study 0,018). Sejarah pernah
menderita ulkus kaki secara
signifikan dikaitkan
dengan neuropati perifer (OR
Kisozi, Thawa dkk 2,59; 95% CI: 1,03 - 6,49, p =
0,042).
2017
6. The relationship Sebanyak 557 Tes t siswa , tes Mann- - Nilai-nilai trigliserida (TG),
between neutrophil- pasien yang baru Whitney U , atau neutrofil, insulin puasa,
terdiagnosa uji x 2 diterapkan pada albumin urin, dan 2 jam pasca-
to-lymphocyte ratio
diabetes melitus data dari 2 kelompok, glukosa pada kelompok DPN
tipe 2 dengan 397 termasuk kadar neutrofil secara signifikan

5
and diabetic pasien diabetes dan limfosit serta nilai lebih tinggi daripada
peripheral melitus tipe 2 NLR dari kelompok DM, sedangkan
tanpa komplikasi darah tepi dan indeks jumlah limfosit kelompok
neuropathy in type 2
dan 160 pasien biokimia lainnya; Analisis DPN jauh lebih rendah
diabetes mellitus diabetes melitus korelasi Pearson daripada DM
tipe 2 dengan digunakan untuk grup ( P <0,05 masing-
komplikasi menghitung korelasi NLR masing); Nilai NLR jauh lebih
Xu, Tingting, dkk.
neuropati perifer. dan tinggi pada kelompok DPN
faktor yang dibandingkan dengan
terdeteksi; faktor risiko kelompok DM (2,58 ± 0,50 vs
DPN diestimasi melalui 2,18 ±
(2017)
analisis regresi logistik dan 0,61, P <0,001); analisis
analisis multivariat regresi logistik menunjukkan
bahwa NLR ( P = 0,002, OR =
4,960, 95% CI = 1,843-13,139)
adalah faktor risiko
dari DPN. Analisis regresi
logistik multivariat
menunjukkan bahwa DPN
secara independen terkait
dengan NLR ( P = 0,002, OR =
4,960, 95% CI =
1.843–13.349). Analisis kurva
ROC menegaskan bahwa titik
batas optimal, spesifisitas, dan
sensitivitas dalam
mendiagnosis DPN oleh NLR

6
masing-masing adalah 2,13%,
48,1%, dan 81,3%.
Hasil kami menunjukkan
bahwa NLR secara signifikan
berkorelasi dengan DPN, yang
menunjukkan bahwa NLR
mungkin merupakan faktor
risiko independen
dari DPN

7. HbA1c variability and pasien diabetes tipe Melakukkan observasi pertama, sampel berukuran Pasien dengan DPN cenderung
diabetic peripheral 2 yang telah langsung dan penilaian sedang dari populasi Cina memiliki M-HbA1c dan CV-
neuropathy in type 2 diskrining untuk HbA1c dan DPN lalu dengan diabetes tipe 2 HbA1c yang lebih tinggi
diabetic patients DPN dan menjalani membandingkan. disajikan dengan prevalensi dibandingkan pasien tanpa DPN
pengukuran HbA1c DPN yang sangat tinggi (p <0,001)
Jian‐bin Su , Li‐hua triwulanan selama pada 18,1%; kedua,
tahun di Second peningkatan variabilitas
Zhao, Xiu‐lin Zhang ,
Afliated Hospital of HbA1c terbukti menjadi
Hong‐li Cai, Hai‐yan Nantong kontributor independen
University. yang signifikan terhadap
Huang, Feng Xu, Tong
DPN; ketiga, dibandingkan
Chen and Xue‐qin dengan pasien dalam tertile
CV-HbA1c pertama,
Wang (2018)
mereka yang di tertile CV-
HbA1c pertama dikaitkan
dengan peningkatan risiko
untuk DPN, dengan OR
yang disesuaikan lebih dari
3,61 (1,62-8,04) dan 6,48

7
(2,86-14,14) ), masing-
masing; keempat,
kemampuan CV-HbA1c
untuk mengindikasikan
confirmed DPN lebih
unggul dari M-HbA1c; dari
yang optimal nilai cutof dari
CV-HbA1c untuk
menunjukkan DPN adalah
15,15%, dan sensitivitas dan
spesifisitasnya yang sesuai
66,67% dan 65,73%,
masing-masing
8. The prevalence and risk Penelitian ini HbA1c diukur menggunakan tingkat kejadian kumulatif Prevalensi keseluruhan DPN
factors of peripheral melibatkan total metode kromatografi cair 4 tahun dari DPN secara berdasarkan MNSI adalah
neuropathy among 1003 penderita kinerja tinggi (HPLC) signifikan lebih rendah pada 39,5%. Gejala yang paling sering
patients with type 2 diabetes tipe 2 dengan Bio-Rad pasien yang menggunakan dilaporkan adalah mati rasa
diabetes mellitus; the pasien berusia VARIANTTM II Turbo 2.0 terapi sensitisasi insulin (32,3%) dan sakit saat berjalan
case of Jordan antara 31 dan 88 dan D 10 Analyzer (metformin dan (29,7%), sedangkan gejala yang
tahun dengan usia (Laboratorium Bio-Rad). tiazolidinediones) paling jarang dilaporkan adalah
Nahla Khawaja, Jawad rata-rata Diagnosis hipertensi dan dibandingkan mereka yang riwayat amputasi (1,3%) dan
Abu-Shennar, dari 59,76 tahun dislipidemia pada anak menggunakan terapi hilangnya sensasi pada tungkai /
Mohammed Saleh , (SD = 9,82) NCDEG didasarkan pada pemberian insulin kaki saat berjalan (3,8%).
Said S. Dahbour , kriteria American Diabetes (sulfonylurea dan insulin) (p Analisis regresi logistik
Yousef S. Khader and Association (ADA) = 0,020) mengungkapkan bahwa
Kamel M. pengangguran, penyakit
Ajlouni1(2018) kardiovaskular, dislipidemia,
retinopati diabetik dan DM lama
(diabetes ≥ 5 tahun) adalah

8
secara signifikan terkait dengan
DPN.
9. Hubungan Seluruh pasien Menggunakan Teknik simple - Hasil didapatkan penderita
Karakteristik, neuropati diabetic random sampling. Data neuropati diabetik perempuan
hiperglikemi dan di RSMH diambil dari rekam medis 32 orang (50,8%),
kerusakan saraf pasien Palembang tahun dan hasil pemeriksaan laki-laki 31 orang (49,2%),
neuropati diabetic di 2013-2014. ENMG pasien neuropati
usia <55 tahun 25 orang
RSMH Palembang diabetic di RSMH
(39,7%), usia >55 tahun 38
Palembnag periode 1 Januari
Suri, Muthiah Hasnah, 2013 sampai dengna 30
orang (60,3%), lama menderita
Hasnawi Haddani, November 2014. Besar DM
Sadakata Sinulingga. sampel minimal adalah 62 <5 tahun 13 orang (20,63%),
(2018). sampel. lama menderita DM >5 tahun
50 orang (79,37%), kadar
HbA1C <8 31 orang (49,21),
dan kadar HbA1C >8 32 orang
(50,79%). Kerusakan saraf tipe
axonal-demyelinating 44
orang (69,8%) dan tipe
demyelinating 19 orang
(30,2%). Tidak ada hubungan
antara usia dan kerusakan saraf
(p=0,796). Tidak ada
hubungan antara jenis kelamin
dan kerusakan saraf (p=0,066).
Tidak ada hubungan antara
lama menderita DM dan

9
kerusakan saraf (p=0,169).
Ada hubungan antara kadar
HbA1C dan kerusakan saraf
(p=0,045; OR 3,13; CI95%
1,002-9,774). Kesimpulan
didapatkan tidak ada hubungan
antara usia, jenis kelamin,
lamanya menderita DM dan
kerusakan saraf. Ada
hubungan hiperglikemi dan
kerusakan saraf
10. Faktor yang Pasien diabetes Alat pengumpulan data - Hasil penelitian menemukan
berhubungan dengna melitus yang menggunakan kuesioner bahwa risiko terjadinya ulkus
resiko terjadinya ulkus berobat dan rawat yang meliputi data demografi pada pasien DM berhubungan
diabetika pada pasien jalan dari bulan responden, factor resiko dengan faktor umur p-value
diabetes melitus (Studi Januari sampai terjadinya ulus diabetika dan
0.000 (p<0.05), faktor lama
di Poliklinik Endokrin dengan Maret 2018 klasifikasi ulkus diabetika
DM p-value 0.000 (p<0.05),
RSUD dr. Zainoel di Poliklinik pada pasien diabetes melitus.
Abidin Banda Aceh) Endokrin RSUD dr.
faktor kepatuhan diet Diabetes
Zainoel Abidin Mellitus p-value 0.001
Khairunnisak (2019) Banda Aceh. (p<0.05), dan faktor
Keteraturan pengobatan p-
value 0.002 (p<0.05).
Penelitian ini memberikan
saran kepada manajerial
Poliklinik Endokrin RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh
untuk memberikan konseling

10
tentang risiko terjadinya Ulkus
Diabetikum pada pasien DM.
11. Hubungan usia, jenis Semua pasien Melakukkan analisis dengan Terdapat hubungan antara Terdapat hubungan antara lama
kelamin dan lama menderita diabetes menggunakan kuesioner usia dengan kejadian menderita diabetes dengan
menderita diabetes melitus yang dating Michigan Neuropathy neuropati perifer diabetic (p kejadian neuropati perifer
dengan kejadian berobat di poli sub Screening Instrumen. value 0,001, α=0,05). Ada diabetic dengan arah hubungan
neuropati perifer spesialis endoktrin hubungan antara jenis positif yang berarti semakin lama
diabetik metaboli. kelamin dengan kejadian menderita diabetes maka
Neuropati perifer diabetic (p semakin tinggi risiko terjadinya
Mildawati, Noor Diani value 0,043, α=0,05) dan neuropati perifer diabetic dan
(2019) Ada hubungan antara lama terdapat hubungan antara jenis
menderita diabetes kelamin dengan kejadian
dengan kejadian neuropati neuropati perifer diabetic dengan
perifer diabetic (p value nilai P value 0,043 dengan arah
0,001 α=0,05). hubungan positif yang berarti
apabila seseorang berjenis
kelamin perempuan maka
semakin tinggi risiko terjadinya
neuropati perifer diabetik.
12. Prevalensi dan Penderita diabetic Membuat anamnesis, Penelitian ini terdapat Analisa menggunakan chi
Hubungan antara neuropati pada pemeriksaan fisik, dan rekam hubungan antara diabetik kuadrat menunjukkan hasil yang
Kontrol Glikemik pasien diabetes medis. Anamnesis berupa neuropati dengan durasi signifikan antara diabetik
dengan Diabetes melitus tipe 2 di wawancara yang baik dan diabetes, hba1c, gula darah neuropati dengan status glikemik
Neuropati Perifer paa RSUP Sanglah benar menggunakan metode puasa, dan gula darah yaitu hba1c, gula darah puasa,
Pasien Diabetes Melitus Denpasar. sacred seven and basic sewaktu. Diabetik dan gula darah post prandial.
tipe II di RSUP Sanglah four. Pada pemeriksaan fisik Neuropati adalah Dan pada Analisa faktor perancu
meliputi inspeksi dan komplikasi yang berat bagi terhadap diabetik neuropati, yang
Aditya Rachman, I penggunaan monofilament. penderita diabetes melitus, diperiksa adalah usia, hipertensi,
Made Pande D (2019) merokok, dan obesitas. Pada

11
dan berasosiasi dengan hasil yang diperoleh menunjukan
berbagai faktor, salah tidak terdapat hubungan antara
satunya adalah status faktor perancu terhadap diabetik
glikemik. Penelitian lain neuropati.
juga berpendapat bahwa
status glikemik yang tinggi
menjadi salah satu faktor
dari diabetik neuropati
13. Prevalence and Risk Pasien dengan Data termasuk jenis - Prevalensi DPN adalah 30,5%
factors of diabetic diabetes melitus kelamin, usia, jenis DM, pada kelompok yang
Peripheral Neuropathy tipe 2 di Rumah durasi DM, diteliti. Statistik signifikan
in Patients with Type 2 Sakit Benghazi, riwayat merokok, riwayat hubungan ditemukan antara
Diabetes Melitus Libya.
hipertensi, berat badan, DPN dan usia ( P = 0,014),
tinggi badan, durasi DM ( P <0,001),
Elbarsha, Abdulwahab,
kreatinin, urea, konsentrasi komplikasi makrovaskular
Mohamed. A. I. urin-albumin, terglikosilasi DM ( P <0,001), diabetes
Hamedh, Muftah hemoglobin (HbA1c), retinopati (P= 0,001),
Elsaeiti. (2019) kolesterol total, kepadatan nefropati diabetik ( P <0,001),
rendah kontrol glikemik yang buruk
lipoprotein, lipoprotein (HbA1c tinggi) ( P <0,001),
densitas tinggi, dan hipertensi ( P = 0,011),
trigliserida adalah tekanan darah yang tidak
diperoleh dengan pro terkontrol (≥140 / 90 mmHg)
forma ( P = 0,007), dan pengobatan
disiapkan. Neuropati insulin ( P <0,001). Regresi
perifer logistik bertahap bertahap
didiagnosis di hadapan maju
mati rasa, paresthesia, 10-g

12
pemeriksaan monofilamen, analisis mengungkapkan dua
hilangnya sensasi posisi faktor risiko independen yang
sendi, mempengaruhi DPN: nefropati
dan hilangnya sensasi diabetik (OR = 1.976, 95% CI:
getaran yang diuji dengan 1.289-3.027) ( P = 0,009) dan
tuning pengobatan insulin (OR =
garpu (128 Hz) pada setiap 3,430, 95% CI: 2,021-5,821),
medial maleolus ( P <0,001).

14. Perbedaan Karakteristik Semua pasien Pengumpulan data dilakukan Perbedaan karakteristik - Pada karakteristik jenis
Penderita Diabetes penderita diabetes dengan cara observasi penderita DM dengan kelamin tidak terdapat
Melitus dengan melitus dengan wawancara langsung dan komplikasi neuropati pada perbedaan secara sinifikan
Komplikasi Neuropati komplikasi beberapa pemeriksaan klinis bulan April dan Mei 2018 yang mana perempuan
yang Berobat Jalan di neuropati yang untuk mengisi case report. dan setelah 6 bulan lebih banyak ditemukan
RSU Anutapura Palu dating dan berobat Dengan karakteristik pasien berikutnya. dnegan komplikasi
setelah 6 Bulan jalan di RSU yaitu terdiri dari jenis neuropati yaitu awal bulan
Anutapura Palu. kelamin, usia, lama menderta April – Mei 2018 lebih
DM dan obesitas. banyak ditemukannya
(52,9%) dan setelah 6
bulannya sebanyak 62,2%
perbedaan yang bermakna
(<0,05) dimana nilai p =
0,203.
- Pada karakteristik usia
sebagian besar berkategori
masa lansia awal dimana
pada sebelum 6 bullan
berjumlah 22 orang
(40,7%) dan setelah 6 bulan

13
sebanyak 30 orang (66,7%)
perbeedaan yang bermakna
(<0,05)dimana nilai p =
0,00 yang artinya terdapat
perbedaan yang signifikan.
- Pada karakteristik lamanya
menderita DM < 5 tahun
pada bulan April – Mei
2018 sebanyak 30 orang
dan setelah 6 bulan
sebanyak 6 orang dan
lamaya menderita DM > 5
tahun pada bulan April –
Mei 2018 sebanyak 24
orang dan setelah 6 bulan
berikutnya sebanyak 39
orang. Perbedaan yang
bermakna (<0,05) dimana
nilai p = 0,00 yang artinya
terdapat perbedaan yang
signifikan.
- Pada karakteristik
penderita obesitas DM
yang tipe I atau obesitas
tipe II pada bulan April –
Mei 2018 berjumlah 16
orang dan setelah 6 bulan
selanjutnya sebanyak 18
orang. Penderita DM
dengan komplikasi

14
neuropati yang masuk
kategori underweight,
normoweight, overweight
pada bulan April – Mei
2018 sebanyak 38 orang
dan 6 bulan selannjutnya
sebanyak 27 orang.
Perbedaan yang bermakna
(<0,05) nilai p = 0,192 yang
artina tidak terdapat
perbedeaan yang
signifikan.

15
16
3.6 Etika Penelitian
1. Veracity (kejujuran)
Pada penelitian ini peneliti jujur dalam proses pengumpulan data, pelaksanaan metode,
dan prosedur penelitian. Peneliti menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam penelitian ini.
2. Plagiarisme (Menjiplak).
Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan plagiat atau menjiplak atau mengambil
tulisan orang yang diambil tanpa memberikan suatu tanda jelas dengan tanpa
mneggunakan tanda kutip serta mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri.

1
BAB IV
HASIL

4.1 Hasil Literasi


Proses literasi yang dilakukan peneliti diawali dengan kegiatan pencarian
artikel di laman Google Scholar. Artikel dicari dengan menggunakan kata kunci
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Neuropati Perifer pada Lansia dengan
Diabetes Melitus tipe 2”, “Faktor resiko terjadinya neuropati”, “Faktor yang
mempengaruhi neuropati dengan diabetes melitsus tipe 2” dan dengan rentan
tahun 2016 sampai dengan 2020. Hasil pencarian di dapatkan sejumlah 4124
artikel, namun berdasarkan kriteria telah peneliti tetapkan hanya di dapatkan
14 artikel yang sesuai. Artikel yang berhasil peneliti unduh atau dapatkan
berasal dari jurnal yang memiliki reputasi sesuai kriteria yang peneliti tetapkan.
Hasil literasi yang telah didapatkan, disajikan pada table 4.1.

2
1
Judul, Peneliti dan Tahun Nomor Population Metode yang Kriteria Responden Hasil
Terbit Jurnal Digunakan
Age as an independent Pasien lansia yang Cross sectional Pasien yang Prevalensi DN menurut
factor for the development menderita diabetes melitus terdiagnosa DM Tipe 2 Instrumen Skrining
of neuropathy in diabetic http://dx.doi. tipe 2 yang berkunjung ke Neuropati Michigan adalah
org/10.2147/ ruangan Emergency di 28,8%, yang secara
patients.
signifikan dan positif
CIA.S97295 rumah sakit Timisoara
berkorelasi dengan usia
Popescu, Simona, Bogdan antara 01-05-2013 yang lebih tinggi (65 vs 59
Timar, dkk. (2016) sampai dengan 30 Juni tahun; P = 0,001) dan
2014. Dan mengisi HbA1c (8,6% vs 8,0%; P =
informed consent. 0,027). Tidak ada korelasi
signifikan yang diamati
antara keparahan DN dan
durasi diabetes, indeks
massa tubuh (31,9 vs 29,9
kg / m2), atau jumlah
sentimeter melebihi
pinggang normal. keliling
(25,2 vs 17,3 cm; P =
0,003). Kesimpulannya,
usia mempengaruhi
kehadiran diabetic
neuropati, independent
terhadap factor resiko lain.
Vitamin B12 deficiency in DOI Pasien penderita diabetes Cross sectional Kesediaan untuk Prevalensi difisiensi
metformin-treated type-2 10.1186/s403 melitus tipe 2 yang berpartisipasi dalam vitamin B12 adalah
diabetes patients, 60-016-0088- mengkonsumsi metformin. studi oleh 28,1%. Tidak ada
prevalence and association 3 mennadatangani
perbedaan adanya
with peripheral neuropathy informed consent,
didiagnosis diabetes neuropati perifer antara
melitus tipe 2, mereka dengan kadar
Ahmed, Marwan A, George
Muntingh & Paul Rheeder penggunaan metformin vitamin normal dan
(2016) selama enam bulan difisiensi (36,8% vs
atau lebih dan 32,3%, P = 0,209). Kadar
kemampuan membaca
2
dan menulis dalam vitamin B12 dan skor
Bahasa inggris. NTSS-6 tidak berkolerasi
((Spearman rho =
0,056, P = 0,54). HbA1c
(mmol / mol)
(OR = 0,97, 95% CI: 0,95
hingga 0,99, P = 0,003)
dan ras kulit hitam (OR =
0,34, 95% CI: 0,13 hingga
0,92, P = 0,033) berisiko.
faktor yang secara
signifikan terkait dengan
defisiensi vitamin
B12. Dosis harian
metformin (gram)
menunjukkan batas
signifikasi (OR=
1,96,95% CI: 0,99 hingga
3,88 , P= 0,053).

Association between https://doi.org 1511 Pasien DM tipe 2 Cross - terkonfrimasi atau Prevalensi DPN
/10.1155/2017 yang terdiri dari 743 pria Sectional baru terdiagnosis
Hemoglobin Levels and meningkat sebesar 50,1%
/2835981 dan 768 perempuan diabetes melitus tipe.
Diabetic Peripheral - berusia > 18 tahun (95% CI: 42,2–
- lama tinggal di
57,0%; Nilai P <0,001)
provinsi Sichuan >5
tahun. per penurunan standar

3
Neuropathy in Patients deviasi pada Hb. Asosiasi
with Type 2 Diabetes: A semacam itu lebih kuat
Cross-Sectional untuk T2DM laki-laki
Study Using Electronic pasien (OR = 1,618, 95%
Health Records CI: 1,527-1,691, nilai P
<0,001)
Author dibandingkan pada
Jun Yang, Pi-jun Yan, pasien DMT2 wanita
Qin Wan, and Hua Li,
(OR = 1,388, 95%
2017
CI:1.257–1.495, nilai P
<0,001). Dibandingkan
dengan yang tertinggi
kuartil Hb, kuartil bawah
dikaitkan dengan secara
signifikan meningkatkan
risiko DPN di seluruh
T2DM
populasi (semua nilai P
<0,01).
Vitamin D deficiency DOI: Sebanyak 861 Pasien Cross Peserta yang Para pasien dengan
10.1002/dmrr. dengan diabetes melitus Sectional menyetujui untuk neuropati perifer diabetes
increases the risk of
2820 tipe 2 di RSUP Pusat menulis informed memiliki signifikan
Medis Klinis Shanghai consent.

4
Peripheral neuropathy in konsentrasi serum 25
Chinese patients with (OH) D yang lebih rendah
(15,59 ± 7,68 ng / mL)
type 2 diabetes
dan prevalensi yang lebih
tinggi
He, Rui, Yanyun Hu dkk Kekurangan vitamin D
(80%) dibandingkan
(2017)
pasien dengan tanda-
tanda diabetes periph-
neuropati eral (17,66 ±
7,50 ng / mL; 64,5%) dan
pasien non-DPN (18,35)
± 6,60; 61,7%)
(semua p <0,01). Analisis
korelasi Spearman
menunjukkan bahwa
rum beredar level 25
(OH) D terkait erat
dengan DPN ( r = 0,121)
dan tanda-tanda DPN
(r= 0,111)
(keduanya p <0,01). Setel
ah disesuaikan untuk
semua potensi
pembaur, VDD masih
dikaitkan dengan

5
peningkatan risiko DPN
[rasio odds
2.59 (1.48-4.53)]
( p <0,01). Analisis
regresi logistik lebih
lanjut diungkapkan
bahwa VDD adalah faktor
risiko independen untuk
DPN (β = 0,88)
( p <0,01).
Analisis karakteristik
operasi penerima
menunjukkan bahwa
serum 25 (OH)
D <17,22 ng / mL
mengisyaratkan tanda-
tanda DPN dan serum 25
(OH) D <16,01 ng /
mL meramalkan
terjadinya DPN
(keduanya p <0,01)

Prevalence, Severity and https://doi.org 248 pasien dewasa yang Cross Pasien dewasa (≥ 18 Sebagian besar pasien
Factors associated with
/10.4314/ahs. baru terdiagnosa diabetes Sectional tahun) yang baru penelitian (62,1%) adalah
v17i2.21 melitus. terdiagnosa diabetes laki-laki. Prevalensi
Peripheral Neuropathy dengan tidak memiliki keseluruhan DPN adalah
among newly diagnosed riwayat atau
pengobatan diabetes

6
diabetic patients melitus. Menyetujui 29,4%. Hampir enam
attending Mulago
surat perjanjian dan belas persen
bersedia mengikuti memiliki neuropati
hospital: a cross penelitian ini dari
sedang dan hanya lima
tanggal 1 Desember
sectional study
2014 sampai dengan persen memiliki
31 Maret 2015. neuropati berat. Usia di
atas 60 tahun secara
signifikan dikaitkan
Kisozi, Thawa dkk dengan
kehadiran DPN; (ATAU
3,72; 95% CI 1,25 -
2017
11,03; p = 0,018). Sejarah
pernah menderita ulkus
kaki secara signifikan
dikaitkan dengan
neuropati perifer (OR
2,59;95% CI: 1,03-6,49, p
= 0,042).
The relationship between http://dx.doi.o Sebanyak 557 pasien yang Cross Penderita yang baru Nilai-nilai trigliserida
neutrophil-to-lymphocyte
rg/10.1097/M baru terdiagnosa diabetes Sectional terdiagnosa diabetes (TG), neutrofil, insulin
D.000000000 melitus tipe 2 dengan 397 melitus dnegan rentan puasa, albumin urin, dan
ratio and diabetic 000008289 pasien diabetes melitus usia 62-91 tahun dan
2 jam pasca-glukosa pada
tipe 2 tanpa komplikasi pasien yang sudah
peripheral neuropathy in
dan 160 pasien diabetes menyetujui prosedur kelompok DPN secara
type 2 diabetes mellitus melitus tipe 2 dengan yang akan dilakukan signifikan
komplikasi neuropati peneliti. lebih tinggi daripada
perifer. kelompok DM,
Xu, Tingting, dkk. sedangkan jumlah

7
limfosit kelompok DPN
jauh lebih rendah
daripada DM
(2017)
grup ( P <0,05 masing-
masing); Nilai NLR jauh
lebih tinggi pada
kelompok DPN
dibandingkan dengan
kelompok DM (2,58 ±
0,50 vs
2,18 ±
0,61, P <0,001); analisis
regresi logistik
menunjukkan bahwa
NLR ( P = 0,002, OR =
4,960, 95% CI = 1,843-
13,139) adalah faktor
risiko
dari DPN. Analisis
regresi logistik
multivariat menunjukkan
bahwa DPN secara
independen terkait
dengan NLR ( P = 0,002,
OR = 4,960, 95% CI =
1.843–13.349). Analisis
kurva ROC menegaskan

8
bahwa titik batas optimal,
spesifisitas, dan
sensitivitas dalam
mendiagnosis DPN oleh
NLR
masing-masing adalah
2,13%, 48,1%, dan
81,3%.
Hasil kami menunjukkan
bahwa NLR secara
signifikan berkorelasi
dengan DPN, yang
menunjukkan bahwa
NLR mungkin
merupakan faktor risiko
independent dari DPN.
HbA1c variability and https://doi.org pasien diabetes tipe 2 Cross Terdiagnosa diabetes Pasien dengan DPN
diabetic peripheral /10.1186/s129 yang telah diskrining Sectional melitus tipe 2, dalam 3 cenderung memiliki M-
neuropathy in type 2 33-018-0693- untuk DPN dan menjalani bulan sekali HbA1c dan CV-HbA1c
diabetic patients 0 melakukan yang lebih tinggi
pengukuran HbA1c
pengukuran HbA1C 4x dibandingkan pasien tanpa
triwulanan selama tahun dalam satu tahun,
Jian‐bin Su , Li‐hua Zhao, DPN (p <0,001)
di Second Afliated rentan usia 25-75 tahun
Xiu ‐ lin Zhang , Hong ‐ li
Hospital of dan sedang melakukan
Cai, Hai‐yan Huang, Feng
Nantong University. pengobatan
Xu, Tong Chen and Xue ‐
hipoglikemi lebih dari
qin Wang (2018)
tiga bulan..
The prevalence and risk https://doi.org Penelitian ini melibatkan Cross Pasien dewasa Prevalensi keseluruhan
factors of peripheral /10/1186/s130 total 1003 penderita Sectional berusia >18 tahun yang DPN berdasarkan MNSI

9
neuropathy among patients 98-018-0309- diabetes tipe 2 pasien menderita diabetes adalah 39,5%. Gejala yang
with type 2 diabetes 6 berusia antara 31 dan 88 melitus tipe 2 yang paling sering dilaporkan
mellitus; the case of Jordan tahun dengan usia rata-rata rutin melakukan rawat adalah mati rasa (32,3%)
jalan di NCDEG dan sakit saat berjalan
dari 59,76 tahun (SD =
Nahla Khawaja, Jawad sedikitnya enam bulan. (29,7%), sedangkan gejala
9,82)
Abu-Shennar, Mohammed yang paling jarang
Saleh , Said S. Dahbour , dilaporkan adalah riwayat
Yousef S. Khader and
amputasi (1,3%) dan
Kamel M. Ajlouni1(2018)
hilangnya sensasi pada
tungkai / kaki saat berjalan
(3,8%). Analisis regresi
logistik mengungkapkan
bahwa pengangguran,
penyakit kardiovaskular,
dislipidemia, retinopati
diabetik dan DM lama
(diabetes ≥ 5 tahun) adalah
secara signifikan terkait
dengan DPN.
Hubungan Karakteristik, https://doi.org Seluruh pasien neuropati Cross Pasien yang memenuhi Hasil didapatkan
hiperglikemi dan kerusakan /10.32539/BJI diabetic di RSMH Sectional kriteria inklusi penderita neuropati
saraf pasien neuropati .V4I1.7957 Palembang tahun 2013- sebanyak 63 pasien. diabetik perempuan 32
diabetic di RSMH 2014. orang (50,8%),
Palembang
laki-laki 31 orang
(49,2%), usia <55 tahun
Suri, Muthiah Hasnah,
Hasnawi Haddani, Sadakata 25 orang (39,7%),
Sinulingga. (2018). usia >55 tahun 38 orang
(60,3%), lama menderita
DM

10
<5 tahun 13 orang
(20,63%), lama menderita
DM >5 tahun 50 orang
(79,37%), kadar HbA1C
<8 31 orang (49,21),
dan kadar HbA1C >8 32
orang (50,79%).
Kerusakan saraf tipe
axonal-demyelinating 44
orang (69,8%) dan tipe
demyelinating 19 orang
(30,2%). Tidak ada
hubungan antara usia dan
kerusakan saraf
(p=0,796). Tidak ada
hubungan antara jenis
kelamin dan kerusakan
saraf (p=0,066). Tidak
ada hubungan antara lama
menderita DM dan
kerusakan saraf
(p=0,169). Ada hubungan
antara kadar HbA1C dan
kerusakan saraf (p=0,045;
OR 3,13; CI95%
1,002-9,774).
Kesimpulan didapatkan

11
tidak ada hubungan antara
usia, jenis kelamin,
lamanya menderita DM
dan
kerusakan saraf. Ada
hubungan hiperglikemi
dan kerusakan saraf
Faktor yang berhubungan E-ISSN: Pasien diabetes melitus Cross sectional Tidak ada kriteria Hasil penelitian
dengna resiko terjadinya 2621-8178 yang berobat dan rawat inklusi karena peneliti menemukan bahwa risiko
ulkus diabetika pada pasien P-ISSN: jalan dari bulan Januari terpku pada data terjadinya ulkus pada
diabetes melitus (Studi di 2654-5934 sampai dengan Maret 2018 kuesioner yang pasien DM berhubungan
Poliklinik Endokrin RSUD di Poliklinik Endokrin didapat. dengan faktor umur p-
dr. Zainoel Abidin Banda RSUD dr. Zainoel Abidin value 0.000 (p<0.05),
Aceh) Banda Aceh. faktor lama DM p-value
0.000 (p<0.05), faktor
Khairunnisak (2019) kepatuhan diet Diabetes
Mellitus p-value 0.001
(p<0.05), dan faktor
Keteraturan pengobatan
p-value 0.002 (p<0.05).
Penelitian ini
memberikan saran kepada
manajerial Poliklinik
Endokrin RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda
Aceh untuk memberikan
konseling tentang risiko
terjadinya Ulkus
Diabetikum pada pasien
DM.

12
Hubungan usia, jenis ISSN: 2580- Semua pasien menderita Cross sectional Kriteria Terdapat hubungan antara
responden
kelamin dan lama menderita 0078 diabetes melitus yang menggunakan lama menderita diabetes
diabetes dengan kejadian dating berobat di poli sub convenience samplingdengan kejadian neuropati
neuropati perifer diabetik spesialis endoktrin sebanyak 83 sampel. perifer diabetic p value
metaboli. (0,001 α= 0,05), terdapat
Mildawati, Noor Diani hubungan antara jenis
(2019) kelamin dengan kejadian
neuropati perifer diabetic
dengan nilai( P value 0,043
α= 0,05)dengan arah
hubungan positif yang
berarti apabila seseorang
berjenis
kelamin perempuan maka
semakin tinggi risiko
terjadinya neuropati perifer
diabetik. Dan terdapat
hubungan antara usia
dengan kejadian neuropati
perifer diabetic (p value
0,001, α= 0,05)
Prevalensi dan Hubungan ISSN: 2597- Penderita diabetic Cross sectional Kriteria responden Analisa menggunakan chi
antara Kontrol Glikemik 8012 neuropati pada pasien menggunakan kuadrat menunjukkan hasil
dengan Diabetes Neuropati diabetes melitus tipe 2 di convenience sampling yang signifikan antara
Perifer paa Pasien Diabetes RSUP Sanglah Denpasar. sebanyak 96 sampel. diabetik
Melitus tipe II di RSUP neuropati dengan status
Sanglah glikemik yaitu hba1c, gula
darah puasa, dan gula darah
Aditya Rachman, I Made post prandial. Dan pada
Pande D (2019) Analisa faktor perancu
terhadap diabetik neuropati,

13
yang diperiksa adalah usia,
hipertensi, merokok, dan
obesitas. Pada hasil yang
diperoleh menunjukan tidak
terdapat hubungan antara
faktor perancu terhadap
diabetik neuropati.
Prevalence and Risk factors DOI: Pasien dengan diabetes Cross sectional Pasien yang rutin Prevalensi DPN adalah
of diabetic Peripheral 10.4103/ijmbs melitus tipe 2 di Rumah control berobat dari 30,5% pada kelompok
Neuropathy in Patients with .ijmbs_3_19 Sakit Benghazi, Libya. awal bulan Mei 2015 yang diteliti. Statistik
Type 2 Diabetes Melitus sampai dengan akhir
signifikan
Oktober 2016.
hubungan ditemukan
antara DPN dan usia ( P =
Elbarsha, Abdulwahab,
Mohamed. A. I. Hamedh, 0,014), durasi DM
Muftah Elsaeiti. (2019) ( P <0,001), komplikasi
makrovaskular DM
( P <0,001), diabetes
retinopati ( P = 0,001),
nefropati diabetik
( P <0,001), kontrol
glikemik yang buruk
(HbA1c tinggi)
( P <0,001), hipertensi
( P = 0,011),
tekanan darah yang tidak
terkontrol (≥140 / 90
mmHg) ( P = 0,007), dan
pengobatan insulin

14
( P <0,001). Regresi
logistik bertahap bertahap
maju
analisis mengungkapkan
dua faktor risiko
independen yang
mempengaruhi DPN:
nefropati diabetik (OR =
1.976, 95% CI: 1.289-
3.027) ( P = 0,009) dan
pengobatan insulin (OR =
3,430, 95% CI: 2,021-
5,821), ( P <0,001).

Perbedaan Karakteristik E-ISSN: Semua pasien penderita Cross sectional Pengambilan sampel - Pada karakteristik
Penderita Diabetes Melitus 26656-7822, diabetes melitus dengan pada penelitian ini jenis kelamin tidak
dengan Komplikasi P-ISSN: komplikasi neuropati yang menggunakan cara terdapat perbedaan
Neuropati yang Berobat 2657-179x dating dan berobat jalan di consecutive sampling secara sinifikan yang
Jalan di RSU Anutapura
RSU Anutapura Palu. yaitu semua pasien mana perempuan
Palu setelah 6 Bulan
yang terdiagnosis lebih banyak
menderita diabetes ditemukan dnegan
melitus dnegan komplikasi neuropati
komplikasi neuropati yaitu awal bulan April
yang memenuhi – Mei 2018 lebih
kriteria peneliti.
banyak ditemukannya
(52,9%) dan setelah 6
bulannya sebanyak
62,2% perbedaan
yang bermakna

15
(<0,05) dimana nilai p
= 0,203.
- Pada karakteristik
usia sebagian besar
berkategori masa
lansia awal dimana
pada sebelum 6 bullan
berjumlah 22 orang
(40,7%) dan setelah 6
bulan sebanyak 30
orang (66,7%)
perbeedaan yang
bermakna
(<0,05)dimana nilai p
= 0,00 yang artinya
terdapat perbedaan
yang signifikan.
- Pada karakteristik
lamanya menderita
DM < 5 tahun pada
bulan April – Mei
2018 sebanyak 30
orang dan setelah 6
bulan sebanyak 6
orang dan lamaya
menderita DM > 5
tahun pada bulan
April – Mei 2018
sebanyak 24 orang
dan setelah 6 bulan

16
berikutnya sebanyak
39 orang. Perbedaan
yang bermakna
(<0,05) dimana nilai p
= 0,00 yang artinya
terdapat perbedaan
yang signifikan.
- Pada karakteristik
penderita obesitas
DM yang tipe I atau
obesitas tipe II pada
bulan April – Mei
2018 berjumlah 16
orang dan setelah 6
bulan selanjutnya
sebanyak 18 orang.
Penderita DM dengan
komplikasi neuropati
yang masuk kategori
underweight,
normoweight,
overweight pada
bulan April – Mei
2018 sebanyak 38
orang dan 6 bulan
selannjutnya
sebanyak 27 orang.
Perbedaan yang
bermakna (<0,05)
nilai p = 0,192 yang

17
artinya tidak terdapat
perbedeaan yang
signifikan.

18
1
BAB V

PEMBAHASAN

Menurut hasil yang di paparkan terdapat beberapa penjabaran dari mulai kuesioner yang digunakan dan metode penelitian dari jurnal
yang diteliti dan juga jumlah prevalensi terbesar. Hal ini berkaitan dengan beberapa pernyataan yang menunjukkan hasil signifikan
untuk menilai factor-faktor yang yang mempengaruhi Neuropati Perifer pada penderita DM tipe 2.

5.1. Kuesioner

Pada beberapa kuesioner yang tepat digunakan pada penelitian Suyanto (2016) dan Yang (2017), Musyafirah (2016) lebih menunjukan
hasil yang signifikan yaitu factor gender perempuan lebih dominan di lanjutkan dengan penelitian Komariah (2020) dan Prasetyani
(2019) bahwa obeseitas bukanlah factor terbesar pada neuropati perifer pada pasien DM tipe 2. Dan ada bebrapa kuesioner yang kurang
efisien digunakan seperti pada penelitian Suyanto (2017) dan Rahmawati (2017) karena dalam penelitiannya terdapat variable pernancu
yang membuat data yang deteliti harus di uji coba Kembali dimasa yang akan dating.

5.2. Metode

Ada beberapa metode yang digunakan dalam penelitian berbagai jurnal yang di dapatkan seperti Taslim (2016), Dewi (2016) yang
mengunakan metode penelitian quasi eksperimental yang menunjukan hasil cukup relevan dengan menunjukkan pernyataan bahwa
hipertensi dan dislipidemi menjadi factor penyebab neuropati perifer walau hasil dari keduanya berbeda signifikansinya. Dan pada
penelitian dengan metode penelitian cross sectional seperti pada penelitian Hestiana (2017), Suyanto (2016), Wahid (2019), Rahman
(2020), Komariah (2020), Mirawati (2016) menunjukan hasil yang lebih relevan yaitu jenis kelamin perempuan adalah factor terbesar
terjadina neuroparti perifer pada penderita DM tipe 2.

2
5.3. Prevalensi factor penyebab

Jumlah prevalensi terbesar pada factor penyeban terjadinya neuropati perifer pada penderita DM yaitu jenis kelamin perempuan seperti
pada penelitian Mildawati (2019), Mirawati (2016), Rahmawati (2017), Taslim (2016) menjadi factor terbesar di lanjutkan dengan usia
seperti pada penelitian Komariah (2020), Mirawati (2016), Rahman (2020) dan Hestiana (2017) dan dilanjutkan dengan factor lama
menderita DM menurut penelitian Prasetyani (2019) dan Suyanto (2017) lalu factor selanjutnya adalah dislipidemia menurut penelitian
Qadir (2019), Dewi (2016), dan Taslim (2016).

3
DAFTAR REFERENSI

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart, Jakarta, EGC.

Departemen Kesehatan Reoublik Indonesia. 2008. Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta, EGC.

PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta, EGC.

Decroli, eva. 2019. Buku Diabetes Melitus Tipe 2. Padang, Universitas Andalas.

Bidang Perencanaan. 2018. Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Jakarta, EGC.

Infodatin. 2018. Hari Diabetes Sedunia. Jakarta, EGC.

4
Riskesdas. (2018). Laporan Provinsi DKI Jakarta Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta, Balitbangkes.

International Diabetes federation (2019). Retrieved from https://www.diabetesatlas.org/en/.

Suyanto “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Neuropati Perifer Diabetik.” Nurscope. Jurnal Keperawatan dan
Pemikiran Ilmiah. (2016). 2 (6), 1-7.

Mirawati, Diana, Rahayu. “Hbungan nilai HbA1C dengan Neuropati Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di RSUD
Dr. H. Soewondo Kendal”. Karya Ilmiah STIKES. (2016)

Hendro, James & Vita. “Hubungan Kadar HbA1C dengan Neuropati Pada Pernderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik
Kimi Farma Husada Sario Manado”. E-journal Keperawatan. (2018). Vol 6 (1).

Agung, Rima. “Faktor Resiko Neuropati Perifer Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2”. Jurnal Keperawatan Abdurrab.
(2020) Vol.3 (2).

Ratna, Rialdy & Sapto “Pemberian Kombinasi Vitamin B1, B6 dan B12 sebagai Faktor Determinan Penurunan Nilai Total
Gejala Pada Pasien Neuropati Perifer Diabetik” Journal of Pharmaceutical Sciences & Community. (2016).

Andi Raden. “Pengaruh Lama Menderita dan Kadar HbA1C Terhadap Derajat Keparahan Neuropati Diabetik Perifer pada
Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di RSUD Dr. Moewardi.” (2019).

Dian, Musyafirah & Jumriani. :Faajtor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Komplikasi DM Pada Penderita DM di RS
Ibnu Sina.” Digilob Universitas Hasanuddin. (2016).

Sandika, Dinda. “Hubungan Kontrol Glukosa Darah Dengan Penurunan Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang.” Unissula Institutional Repository. (2018).

Lily S.. (Simposium WDD, 2017). Kebijakan Pengenedalian DM di Indonesia


5
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5628533/

https://dmsjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13098-018-0309-6

Anda mungkin juga menyukai