Anda di halaman 1dari 134

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INISIASI

INSULIN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

DI RUMAH SAKIT ITMUM DAERAH

KABUPATEN KUDUS

TESIS

DIANA TRI LESTARI

1006833621

MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAMPASCASARJANAFAKULTASILMUKEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, JANUARI 2013

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INISIASI

INSULIN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KABUPATEN KUDUS

TESIS

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Dmu Keperawatan

DIANA TRI LESTARI

1006833621

MAGISTERILMUKEPERAWATAN

KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAMPASCASARJANAFAKULTASILMUKEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, JANUARI 2013

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


SURAT PERNYATAAN DEDAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini
saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlak:u di
Universitas Indonesia

Jika dikemudian hari· temyata saya me1ak:ukan plagiarisme, saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia
kepadasaya

Jakarta, Januari 2013

Diana Tri Lestari

11

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Diana Tri Lestari


NPM : 1006833621

:~I!\.
Tanda Tangan

Tanggal Januari 2013

111

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diaiukan oJeh ;


Nama : Diana Tri Lestari
NP~ : 1006833621
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Judul Tesis : Faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Kudus

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister 11mu Keperawatan,
Fakultas 11mu Keperawatan Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : DR. Ratna Sitorus, S.Kp, M.App.Sc ~

..........

Pembimbing II : Masfuri, S.Kp, MN . . ..f.~~ .

Penguji I : Agung Waluyo, S.Kp, M.Sc, PhD

Penguji II : Emawati,S.Kp, ~.Kep, Sp.Kep.MB . . ff!tE.. .

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : Januari 2013

iv

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


HAL~PERNYATAANPERSETUSUANPlrnLlKASITUGAS~R
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama Diana Tri Lestari


NPM 1006833621
Program Studi Magister llmu Keperawatan
Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan
JenisKarya Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non Eksklusif Royalty Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul 'Faktor-faktor yang mempengaruhi inisiasi
insulin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Kudus' beserta perangkat yang ada (jika diperlukan)

Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak


menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data
base), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta ijin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik
Hak Cipta

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di : Depok
Pada Tanggal: Januari 2013

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


PROG~PASCASA]UANA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

Tesis, Januari 2013


Diana Tri Lestari

Faktor - faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Kudus

xv + 89 hal + 20 tabel + 8 lampiran

ABSTRAK

Inisiasi insulin merupakan langkah awal yang diperlukan pasien diabetes mellitus (DM)

tipe 2 dalam menerlma insulin untuk mengendalikan glukosa darah. Penelitian

bertujuan untuk mengidentifikasi faktor - faktor yang mempengaruhi iniasiai insulin

dengan menggunakan metode descriptive correlational dan desain cross sectional,

melibatkan sampel 110 pasien. Analisis menggunakan chi-square dan regresi logistik

ganda. Hasil penelitian didapatkan bahwa karakteristik responden (usia, jenis kelamin,

pendidikan, pendapatan, lama mengalami DM), keyakinan terhadap insulin tidak:

berhubungan dengan inisiasi insulin. Pengetahuan merupakan faktor yang paling

berpengaruh dalam inisiasi insulin (p : 0.00, a : 0.05, OR : 9.63). Variabel lain yang

memiliki hubungan signifikan dengan inisiasi insulin adalah sikap (p : 0.015,a : 0.05),

efikasi diri (p : 0.00, a : 0.05), interaksi dengan petugas kesehatan (p : 0.00, a : 0.05).

Perawat seharusnya meningkatkan pengetahuan dan efikasi diri melalui interaksi yang

baik dengan pasien guna mengubah sikap pasien dalam inisiasi insulin

KataKunci:

Inisiasi insulin, DM tipe 2, Peran Perawat

Referensi : 72 (1997 - 2012 )

VI

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


POST GRADUATE PROGRAM
FACULTY OF NURSING UNIVERSITAS INDONESIA

Thesis, December 2012


Diana Tri Lestari

Factors Affecting Insulin Initiation of patients with type 2 Diabetes Mellitus


at Kudus General Hospital

xv + 89 pages + 20 tables + 8 appendixes

ABSTRACT

Insulin initiation is a first stage of insulin acceptance for patients with Type 2 diabetes
mellitus to maintain blood glucose. The purpose of this study is to identifIed factors
that influence insulin initiation. Using cross sectional design and descriptive
correlational method, a total of 110 respondents participated in this study. Statistical
analysis used chi-square and multiple logistic regression. The result shows that
characteristic of respondents such as age, sex, education, income, duration of DM and
insulin's belief were not associated with insulin initiation. Knowledge was the most
predominant factor related to insulin initiation (p : O.OO,OR: 9.63). Other variables that
has significantly relationship to insulin initiation were attitude (p : 0.015), self efficacy
(p : 0.00), interaction between health care providers (p : 0.00). Nurses should increase
patient's knowledge, self efficacy by improving interaction in order to change patient's
attitude toward insulin initiation

Keyword:

Insulin initiation, Type 2 DM, Nurses's role

References: 72 (1997 - 2012)

Vll

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


KATAPENGANTAR

Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul " Faktor-faktor
yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus".

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dewi Irawaty, MA., PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia
2. Astuti Yuni Nursasi, SKp, MN selaku Ketua Program Studi Pasca Sarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
3. Agung Waluyo, SKp, M.Sc, PhD selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan motivasi dan arahan selama proses pendidikan
4. DR. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App. Sc. selaku Pembimbing I yang telah
memberikan masukan dan arahan selama penyusunan tesis
5. Masfuri, SKp, MN, selaku pembimbing II yang juga telah memberikan masukan
dan arahan selama penyusunan tesis
6. Mayor Ckm Totok Haryono, SKp, MH.Kes selaku Direktur Akper Kesdam
IV/Diponegoro Semarang yang telah memberikan dukungan selama proses
pendidikan
7. Drg. Syakib Arsalan, M.Kes. selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Kudus yang telah memberikan ijin penelitian
8. Orang tua, suamiku tercinta Efendi dan putri kecilku Jauza Bilqis Khasna yang
senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi selama mengikuti pendidikan.

Selanjutnya penulis sangat mengaharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan
tesis ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan
keperawatan

Depok, Januari 2013

Penulis
Vlll

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


DAFTARISI

Halaman

lIALAMAN" JlJDUL.................................................................................................... I

HALAMAN" PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME............................................ u

lIALAMAN" PERNYATAAN ORISINALITAS......................................................... 111

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................... IV

HALAMAN" PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................... V

ABSTRAK..................................................................................................................... VI

ABSTRACT................................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR................................................................................................... VUI

DAFTAR ISI............ ix

DAFTAR SKEMA........................................................................................................ Xl

DAFTAR TABEL.......................................................................................................... xu

DAFTAR LAMPlRAN... xiv

DAFTAR SINGKATAN............................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah. . . . .. . . . .. . . . . .. . .. . .. . . . .. . . .. . ... . . . .. . . .. . .. .. . .. . . .. . .. . . .. 6

1.3. Tujuan Penelitian. .. . ... .. . .. . . . . .. .. .. . .. . .. .. . .. . ... ... .. . . .. ... 7

1.4. Manfaat Penelitian '" . . . .. . .. . .. . . .. . . . .. . .. .. . . .. .. 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Diabetes Melitus
2.1.1. Pengertian 9

2.1.2. Klasifikasi 9

2.1.3. Patofisiologi.................................................................... 10

2.1.4. Manifestasi klinis 11

2.1.5. Faktor - faktor yang mempengaruhi DM............................. 11

2.1.6. Diagnosis............... 12

2.1.7. Manajemen Kontrol Glukosa Darah 13

2.1.8. Komplikasi DM.......................................................... 20

2.2. Inisiasi Insulin


2.2.1. Pengertian 21

2.2.2. Teori yang mendukung inisiasi insulin 21

2.2.3. Hambatan dalam inisiasi insulin 25

2.2.4. Peran perawat dalam inisiasi insulin... . .. . . . .. . . . 26

2.2.5. Faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin................ 28

2.2.6. Pengukuran inisiasi insulin , . .. .. . . .. . ... .. . . .. . . 32

2.3. Asuhan Keperawatan Pasien DM dengan inisiasi insulin


2.3.1. Pengkajian 34

2.3 .2. Diagnosa keperawatan 34

2.3.3. Intervensi Keperawatan.......... 35

BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL


3.1. Kerangka Konsep . 38

3.2. Hipotesis 38

3.3. Definisi Operasional 40

IX

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian 44

4.2. Populasi dan Sampel 44

4.3. Tempat Penelitian 46

4.4. Waktu Penelitian 46

4.5. Etika Penelitian 46

4.6. Alat Pengumpul Data 48

4.7. Prosedur Pengumpulan Data 51

4.8. Validitas dan Reliabilitas 52

4.9. Pengolahan Data....................................................................................... 54

4.10. Analisis Data.......................................................................................... 54

BAB 5 HASIL
5.1. Analisa Univariat...................................................................................... 57

5.2. Analisa Bivariat........................................................................................ 60

5.3. Analisa Multivariat................................................................................... 68

BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Interpretasi dan Hasil Diskusi.................................................................. 72

6.2. Keterbatasan Penelitian............................................................................ 84

6.3. Implikasi terhadap Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian....................... 85

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN


7.1. Simpulan.................................................................................................. 88

7.2. Saran...... 89

DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


DAFTARSKEMA

Halaman

Skema 2.1 Hubungan Antara Sekresi Insulin dan Resistensi Insulin. 10

Skema 2.2 Kerangka Teori 36

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 38

Xl

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan 41
Skala ukur

Tabel 4.1 Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi Tertentu dengan 45


TarafKesalahan 1%, 5% dan 10%

Tabel 4.2 Uji Statistik Berdasarkan Skala Variabel Independen dan 54


Variabel Dependen serta Uji Statistik

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik 58


di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aspek 59


Psikososial di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember
2012

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Inisiasi 60


Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012

Tabel 5.4 Analisa Hubungan Usia dan Inisiasi Insulin di RSUD 60


Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012

Tabel 5.5 Analisa Hubungan Jenis Kelamin dan Inisiasi Insulin di 61


RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012

Tabel 5.6 Analisa Hubungan Pendidikan dan Inisiasi Insulin di 62


RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012

Tabel 5.7 Analisa Hubungan Pendapatan dan Inisiasi Insulin di 63


RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012

Tabel 5.8 Analisa Hubungan Lama Mengalami DM dan Inisiasi 63


Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012

Tabel 5.9 Analisa Hubungan Sikap dan Inisiasi Insulin di RSUD 64


Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012

Tabel 5.10 Analisa Hubungan Kepercayaan Terhadap Insulin dan 65


Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan
Desember 2012

Tabel 5.11 Analisa Hubungan Pengetahuan dan Inisiasi Insulin di 66


RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012

XlI

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Tabel 5.12 Analisa Hubungan Efikasi Diri dan Inisiasi Insulin di 66
RSUD Kabupaten Kudus Bulan Desember 2012

Tabel 5.13 Analisa Hubungan Interaksi Dengan Petugas Kesehatan 67


dan Inisiasi Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Bulan
Desember 2012

Tabel 5.14 HasH Uji Bivariat Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat 68

Tabel 5.15 Hasil Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, Sikap, 69


Kepercayaan Terhadap Insulin, Pengetahuan, Efikasi Diri
dan Interaksi dengan Petugas Kesehatan

Tabel 5.16 Hasil Analisis Multivariat Variabel Interaksi Antara 70


Pengetahuan dan Pendidikan dengan Variabel Inisiasi
Insulin

Tabel 5.17 Hasil Akhir Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, 71


Sikap, Kepercayaan terhadap insulin, Pengetahuan, Efikasi
Diri dan Interaksi dengan petugas kesehatan dengan
Variabel Inisiasi Insulin

Xlll

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


DAFTAR LAMPmAN

Lampiran 1 Waktu Penelitian

Lampiran2 Penjelasan Riset

Lampiran3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran4 Kisi - kisi Instrumen

Lampiran5 Kuesioner Penelitian

Lampiran6 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 7 Surat Keterangan Lolos Uji Etik

Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup

XIV

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


DAFTARSINGKATAN

AACE : American Association ofDiabetes Educator

ADA : American Diabetes Association

BRFSS : Behavioral Risk Factor Surveillance System

BIT : Barriers to Insulin Treatment Questionaire

DM : Diabetes Mellitus

DCCT : Diabetes Control and Complication Trial

DNA : Deoxyribonucleaic Acid

GLP-1 : Glukagon Like Peptide -1

HbA1C : Hemoglobin Glikosilat

HBM : Helath BeliefModel

HCP : Health Care Provider

ITAS : Insulin Treatment Appraisal Scale

IDDM : Insulin Dependen Diabetes Mellitus

NIDDM : Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus

NGSP : National Glycohemoglobin Standardization Program

OHO : Obat Hipoglikemik Oral

PJK : Penyakit Jantung Koroner

5MBG : SelfMonitoring Blood Glucose

T2DM : Diabetes mellitus ripe 2

WHO : World Health Organization

xv

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


BABl

PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang penelitian, perwnusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian yang menjadi acuan penelitian ini
1.1. Latar Belakang Masalah
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang memerlukan
penangganan medis, edukasi tentang self management serta dukungan secara
berkelanjutan untuk mencegah terjadinya komplikasi baik akut maupun kronis
(American Diabetes Association[ADA], 2012). DM disebabkan oleh gangguan
pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak, dan juga protein dalam tubuh
karena kurangnya jumlah insulin ataupun kerja insulin. Menurunnya jumlah
insulin disebabkan kegagalan sel beta pankreas untuk memproduksi insulin
berhubungan dengan masalah genetik serta adanya kadar glukosa darah dan asam
lemak yang tinggi dalam kurun waktu lama. Berkurangnya kerja insulin
disebabkan oleh resistensi insulin akibat kurangnya stimulasi transpor glukosa
dalam otot, jaringan adiposa serta tidak adekuatnya supresi glukosa di hati
(Guyton & Hall, 2007; Black, Hawks, Keene, 2009)

Angka kejadian DM terus meningkat, berdasarkan survey dari Behavioral Risk


Factor Surveillance System (BRFSS) di United State selama dekade tahun 2005
sampai dengan 2007 terdapat 9,1 setiap 1000 orang penduduk mengalami DM.
Angka ini meningkat hampir 90% dibandingkan dengan tahun 1995 sampai
dengan 1997 yang hanya 4,8 per 1000 orang penduduk (Kirtland, Geiss,
Thompson, n.d). Survey yang telah dilakukan pada beberapa negara pada tahun
2010 menunjukkan bahwa terdapat 6,4% atau 285 juta penduduk antara umur 20
sampai dengan 79 tahun mengalami DM dan angka tersebut diprediksi akan terns
meningkat sebesar 7,7% atau 439 juta pada tahun 2030. Dalam rentang tahun
2010 sampai dengan tahun 2030 terjadi peningkatan sebesar 69% terutama di
negara - negara berkembang karena adanya perubahan budaya dan sosial secara
cepat serta perubahan gaya hidup (Shaw, Sicree, Zimmet, 2010).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


2

Peningkatan prevalensi DM diikuti pula dengan peningkatan prevalensi angka


kematian akibat DM. Angka kematian di beberapa negara pada tahun 2010,
hampir 4 juta kematian disebabkan DM pada rentang usia 20 sampai dengan 79
tahun. Jumlah angka terbesar kematian akibat DM terdapat di India, Cina, USA,
dan Rusia. Angka kematian ini meningkat sebesar 5,5% dari angka prakiraan di
tahun 2007 lalu ("Mortality", 2010). Demikian pula di Indonesia, prevalensi DM
dan kematian akibat DM juga mengalami peningkatan.

World Health Organization menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke


empat terbesar kasus DM dengan prevalensi mencapai 1,1% dan diperkirakan
akan mencapai 21,3 juta orang pada tahun 2030 dengan 80% diantaranya adalah
DM tipe 2 (Aditama, 2009). Prevalensi nasional DM berdasarkan pengukuran
kadar glukosa darah pada penduduk umur lebih dari 15 tahun di daerah perkotaan
adalah 5,7 %, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk dengan umur
lebih atau sarna dengan 15 tahun mencapai 10,3%. Proporsi penyebab kematian
akibat DM pada kelompok usia 45 - 54 tahun di daerah perkotaan menduduki
rangking ke 2 yaitu sebesar 14,7% dan didaerah pedesaan menduduki ranking ke
6 yaitu sebesar 5,8% (Riskesdas, 2007). Angka kesakitan DM di Jawa Tengah
merupakan urutan ketiga setelah penyakit jantung dan pembuluh darah dengan
prevalensi mencapai 17% dari golongan penyakit tidak menular (Dinas Kesehatan
Jawa Tengah, 2011). Hal ini perlu diwaspadai karena penyebab kematian DM
terbanyak tidak diakibatkan langsung karena hiperglikemia tetapi penyakit
jantung koroner (pJK) yang merupakan komplikasi DM (Capes & Brough, 2008)

Prevalensi komplikasi DM berupa gangguan kardiovaslruler mencapai 30.1%,


serebrovaslruler 6.8%, neuropathy 17.8%, nefropathy 10.7%, lesi okuler 14.8%
dan masalah kaki 0.8% (ZhaoIan et al. 2010). Komplikasi biasanya akan terjadi
dalam kurun waktu lima sampai dengan sepuluh tahun setelah diagnosis
ditegakkan (Smeltzer & Bare, 2010). Dampak adanya komplikasi DM akan
memperburuk kualitas hidup pasien DM sehingga upaya penangganan perlu
segera dilakukan dan bentuk penangganan difokuskan untuk mencegah terjadinya
hiperglikemia yang merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi pada DM
tipe 1 maupun DM tipe 2 (ADA, 2012).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


3

DM tipe 2 (T2DM) dikategorikan dalam DM yang tidak tergantung dengan


insulin. Istilah tersebut menggambarkan bahwa insulin tidak harus diberikan jika
pasien mampu melaksanakan kontrol glukosa dengan pengaturan diet, olahraga
dan obat anti diabetes oral (OHO) secara tepat, namun dalam penelitian yang
dilakukan novonordisk di 10 Puskesmas wilayah Surabaya ditemukan 99 pasien
yang memakai OHO selama 6 tahun tetap tidak bisa mengendalikan kadar
glukosa darah ditandai dengan kadar hemoglobin glikosilat (HbA1C) mencapai 11
%. Hal ini terjadi karena sel beta pankreas sudah mengalami kerusakan pada saat
didiagnosis sehingga insulin perlu diberikan secara dini (pranoto, 2012).

Insulin sangat efektif diberikan pada pasien karena mampu menurunkan kadar
HbA1C sebesar > 1% (Owen, Seetho, idris, 2010), menurunkan HbA1C dari
11,06% menjadi 8,04% setelah 12 minggu pemberian (pranoto, 2012), serta
mampu memperbaiki fungsi se1 beta dan remisi glikemik dengan pemberian lebih
dini pada pasien DM yang barn didiagnosa DM tipe 2 (Weng et al. 2008). Namun
demikian, inisiasi insulin masih menjadi masalah yang cukup besar sehingga
banyak pasien DM tidak mampu mengendalikan kadar glukosa darah.

Inisiasi insulin adalah suatu bentuk: keputusan dan persetujuan untuk:


menggunakan insulin antara healthcare provider (HCP) dan pasien dimana proses
pengambilan keputusan tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang
sosiokultural dan sistem pelayanan kesehatan (Tan, Muthusamy, Phoon, Ow, Tan
C, 2011). Masalah terbesar dalam inisiasi insulin adalah penolakan terhadap
terapi insulin. Hasil studi di Massachusetts menyatakan bahwa lebih dari 33%
pasien DM menolak insulin walaupun sudah disarankan untuk: menggunakan
insulin (Larkin et al. 2008). Penelitian lain di Netherland juga menunjukkan
angka yang hampir sama yaitu jumlah pasien DM yang menolak insulin sebesar
39% (Woudenberg, Lucas, Latour, Reimer, 2011). Hasil penelitian yang
dilakukan di Pakistan menunjukkan 210 dari 307 pasien DM menolak insulin
(Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, 2009). Di Indonesia tidak
diketemukan secara pasti jumlah pasien DM yang menolak untuk: menggunakan
insulin. Hanya saja seperlima hingga sepertiga pasien menolak pemberian insulin
dengan alasan takut (Republika, 2011).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


4

Penelitian tentang alasan penolakan penggunaan insulin pada pasien DM tipe 2


dengan menggunakan Insulin Treatment Appraisal Scale (ITAS) didapatkan data
bahwa 43,3% dari pasien DM yang menolak insulin mempercayai dengan insulin
menandakan adanya kegagalan dalam mengontrol glukosa darah serta rendahnya
keyakinan diri mereka dalam melakukan penatalaksanaan DM (polonsky, Fizher,
Guzman, Cabalerro, Edelman, 2005; Philips, 2007A; Funnel, 2007; Hermanns,
Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak, 2010). Kekhawatiran akan peningkatan berat
badan dan persepsi yang salah tentang insulin juga mempengaruhi inisiasi insulin
pada pasien DM tipe 2 (Yew, Ping, Jenn, 2012).

Penelitian lain tentang penolakan insulin dengan menggunakan Barriers to Insulin


Treatment Questionaire (BIT) didapatkan bahwa ketakutan akan terjadi
hipoglikemia berkonstribusi paling dominan terhadap inisiasi insulin (Polonsky,
Fizher, Guzman, Cabalerro, Edelman, 2005). Pasien cenderung menolak injeksi
insulin dengan alasan injeksi merupakan beban, ketidakpuasan dengan terapi
insulin, injeksi menyebabkan dampak negatif terhadap kualitas hidup (Rubin,
Peyrot, Kruger, Travis, 2009). Hasil studi lainnya, sebanyak 74% pasien
menyatakan tidak menyukai injeksi insulin, merasa tidak nyaman, merasa
kesulitan dalam menyiapkan pemberian insulin serta pengetahuan tentang injeksi
insulin dirasakan kurang (Funnel, 2007; Oliveria, 2007; Lau, Tang, Halapy,
Thorpe, Yu, 2012). Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa 49% pasien
merasa tidak mampu melakukan penatalaksanaan mandiri injeksi insulin
(Woudenberg, Lucas, Latour, Reimer, 2011).

Penolakan terhadap insulin pada pasien DM tipe 2 dipengaruhi oleh beberapa


faktor. Penelitian yang dilakukan oleh Soohyun (2009) di Sanfransisco dengan
judul faktor - faktor yang berhubungan dengan penolakan terhadap insulin dengan
menggunakan desain cross sectional menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh
adalah jenis kelamin, wanita lebih takut dengan injeksi (mean difference (MD)
4,5,p<.001) dan takut dengan stigma (MD 5,4,p=.01). Ras Asia memiliki tingkat
ketakutan dengan injeksi insulin lebih dibanding dengan ras yang lain (MD
5.4,p=.003). Pasien dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki tingkat
ketakutan yang lebih rendah terhadap kejadian hipoglikemia, pasien dengan usia
yang lebih muda lebih memiliki harapan positif dengan insulin tetapi lebih merasa
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


5

kesulitan dalam tatalaksana pemberian insulin. Pasien yang percaya akan manfaat
insulin lebih menerima insulin demikian pula dengan responden yang memiliki
efikasi diri yang tinggi dan memiliki interaksi yang baik dengan petugas
kesehatan.

Hasil studi yang dilakukan oleh Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt (2006)
tentang hambatan dalam inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 me1alui studi
kualitatif menyatakan bahwa hambatan yang dialami pasien dalam inisiasi insulin
adalah keyakinan yang salah tentang insulin, ketidakpatuhan, kurangnya
pengetahuan akan DM dan rendahnya ekonomi. Hasil studi ini seiring dengan
studi yang dilakukan oleh Brod, Kongso, Lessard, Christensen, (2009) dengan
systematic literature review 116 jurnal dari tahun 1985 - 2007 menyatakan bahwa
hambatan psikologis dalam menggunakan insulin dipengaruhi oleh keyakinan
serta pengetahuan tentang DM dan insulin, persepsi negatif, ketakutan akan efek
samping penggunaan insulin, adaptasi dengan perubahan gaya hidup dan adanya
stigma sosial

Penelitian lain yang pemah dilakukan dengan judul ketidakpatuhan terhadap


terapi insulin pada pasien DM dengan pendapatan rendah didapatkan hasil bahwa
ketidakpatuhan terhadap terapi insulin lebih banyak adalah jenis ke1amin wanita
(p = 0.05), rendahnya pengetahuan tentang DM (p = 0,02) dengan pengaruh
terbesar adalah sikap (Lerman et al. 2009).

Dampak dari penolakan insulin ataupun injeksi insulin akan mengakibatkan


buruknya kontrol glukosa darah yang mengakibatkan komplikasi, komorbiditas
psikologi, penurunan status kesehatan dan meningkatkan resiko kematian pasien
DM (Alex,Yin, Radican, 2009). Peran perawat dalam inisiasi insulin merupakan
faktor utama penentu transisi pasien karena perawat memiliki kesempatan lebih
lama bersama dengan pasien dan memiliki posisi penting dalam menye1esaikan
kesenjangan serta mampu untuk mengefektifkan penatalaksanaan DM. Namun
demikian, keberhasilan dalam inisiasi insulin sangat bergantung pada pasien itu
sendiri dan fenomena yang terjadi banyak yang menolak insulin dengan berbagai
alasan. Upaya Asuhan keperawatan yang dapat diberikan perawat dalam
mengatasi masalah tersebut adalah perawat perlu mengkaji adanya kesulitan
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


6

dalam inisiasi insulin yang dialami pasien seperti hambatan, persepsi yang salah,
kemampuan dalam memberikan insulin (Levich, 2011; Wallymahmed, 2012).

Peran perawat dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan inisiasi insulin
diperlukan dalam tatanan layanan primer maupun sekunder termasuk Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kudus. RSUD Kabupaten Kudus adalah
rumah sakit tipe B non pendidikan dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 271.
Rata - rata kunjungan pasien DM juga mengalami peningkatan dari rata - rata
297 perbulan pada tahun 2005 meningkat menjadi 376 per bulan pada tahun 2011
(Rekam Medis, 2012).

Fenomena yang terjadi di RSUD Kabupaten Kudus adalah sebagian besar pasien
yang dirawat dengan indikasi pemberian insulin menolak diberikan insulin,
menolak untuk melanjutkan terapi insulin setelah mereka pulang ataupun mereka
sengaja melewatkan untuk memberikan insulin mandiri di rumah sehingga datang
kembali dengan komplikasi yang lebih serius. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan beberapa perawat ruangan, kecenderungan pasien yang menolak untuk
melanjutkan terapi insulin adalah pasien yang rawat inap di ruang kelas 3 padahal
pasien mendapatkan pembiayaan secara penuh termasuk pembelian insulin dari
dana Jamkesmas. Pasien yang dirawat sudah mendapatkan informasi dari petugas
kesehatan tentang diabetes termasuk manfaat insulin dan perawat mengajarkan
cara pemberian injeksi insulin setiap kali perawat memberikan injeksi insulin
namun pemberian informasi serta melatih pasien masih bersifat insidential
(Zumiati, wawancara personal, 14 Juli 2012).

1.2. Rumusan Masalah


DM dikategorikan sebagai penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan tetapi
bisa dikontrol untuk menghindari komplikasi yang lebih serius. Komplikasi tidak
akan terjadi jika pasien mampu melakukan kontrol glukosa darah secara
berkesinambungan. Upaya untuk mempertahankan glukosa darah dalam batas
normal merupakan upaya yang sangat sulit dilakukan oleh hampir semua pasien.
Keberhasilan dalam kontrol glukosa darah hampir semuanya bergantung pada
keterlibatan pasien itu sendiri sehingga mereka harus dipersiapkan dalam inisiasi

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


7

insulin sehingga penatalaksanaan DM lebih efektif dan efisien. Perilaku pasien


dalam inisiasi insulin dipengaruhi oleh beberapa fak:tor yang hams diketahui oleh
perawat sebagai penyedia layanan kesehatan yang memiliki durasi waktu yang
relatif lama dengan pasien. Dengan diketahuinya fak:tor - fak:tor yang
mempengaruhi inisiasi insulin diharapkan perawat dapat melakukan intervensi
yang tepat guna meningkatkan status kesehatan pasien DM. Berdasarkan
fenomena tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah fak:tor - fak:tor
apa saja yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD
Kabupaten Kudus ?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui fak:tor - fak:tor yang
mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten
Kudus
1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi :

1.3.2.1. Karak:teristik pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus


meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lamanya
mengalami DM dan jumlah pendapatan.
1.3.2.2. Aspek psikososial pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
meliputi sikap, kepercayaan, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi
dengan petugas kesehatan
1.3.2.3. Hubungan karak:teristik (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
lamanya mengalami dan jumlah pendapatan) dengan inisiasi
insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
1.3.2.4. Hubungan aspek psikososial (sikap, kepercayaan terhadap insulin,
pengetahuan, efikasi diri, interaksi antara pasien dan petugas
kesehatan ) dengan inisiasi insulin pasien DM tipe 2 di RSUD
Kabupaten Kudus
1.3.2.5. Fak:tor yang paling berpengaruh terhadap inisiasi insulin pada
pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


8

104. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
104.1. Layanan dan Masyarakat
Manfaat penelitian bagi layanan dan masyarakat adalah dengan
diketahuinya faktor - faktor yang berpengaruh terhadap inisiasi insulin
termasuk hambatan dalam penerimaan insulin maka hasil penelitian ini
dapat menjadi masukan bagi institusi terkait dalam menentukan rencana
tindakan yang bertujuan agar pasien mampu melewati masa transisi dan
mampu untuk mengambil keputusan secara tepat terkait dengan manajemen
kontrol glukosa darah.

1.4.2. Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan


Manfaat untuk pendidikan keperawatan adalah sebagai acuan dalam
pengembangan pendidikan keperawatan khususnya peningkatan caring serta
meningkatkan interaksi dengan pasien sehingga perawat mengetahui
berbagai masalah yang dialami pasien terutama dalam inisiasi insulin.
Manfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan adalah sebagai acuan
dalam mengembangakan riset keperawatan khususnya faktor - faktor yang
mempengaruhi inisiasi isulin. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi acuan
untuk penelitian selanjutnya mengenai intervensi keperawatan yang perlu
dikembangkan terkait dengan hambatan dalam inisiasi insulin

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


BAH2
TINJAUAN TEORI

Bab ini menuliskan kajian kepustakaan yang berkaitan dengan konsep DM, Inisiasi
insulin dan asuhan keperawatan pada pasien DM tipe 2
2.1. Diabetes Mellitus
2.1.1. Pengertian
DM merupakan suatu bentuk kelainan kronik dan progresif yang ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh dalam metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang dapat memicu teIjadinya hiperglikemia, Hiperglikemia
mengakibatkan resistensi insulin, insulin yang diproduksi tidak dapat
digunakan secara efektif sehingga glukosa tidak dapat digunakan oleh sel
otot yang mengakibatkan glukosa dalam darah menjadi tinggi (Black,
Hawks, Keene, 2009)

2.1.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Secara umum DM klasifikasikan ke dalam DM tipe 1 dan DM ripe 2
(Black, Hawks, Keene, 2009). DM tipe 1 atau disebut juga IDDM (Insulin
Dependen Diabetes Mellitus) yang berarti pasien bergantung sepenuhnya
terhadap terapi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi
defisiensi insulin. DM tipe I adalah salah satu jenis DM yang mana pada
tubuh penderita jenis DM ini memang tidak ada produksi insulin akibat
adanya suatu peradangan ataupun kelainan pankreas sehingga terjadi
reaksi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel beta.

DM tipe 2 atau yang sering juga disebut NIIDM (Non Insulin Dependen
Diabetes Mellitus). Insulin tetap diproduksi sehingga jumlah insulin
cenderung normal atau lebih banyak tetapi reseptor insulin yang terdapat
pada permukaan sel berkurang sehingga glukosa tidak dapat masuk sel
akibatnya akan menumpuk dalam sirkulasi darah.

9
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


10

2.1.3. Patofisiologi
Kelainan dasar yang terjadi pada DM tipe 2 adalah menurunnya respon sel
beta pankreas dan terjadi resistensi insulin. Penurunan respon sel beta
pankreas disebabkan karena sel beta pankreas terpapar dengan kondisi
hiperglikemia yang cukup lama sehingga saat terjadi peningkatan kadar
glukosa darah responnya tidak efisien lagi.

Resistensi insulin disebabkan penurunan aktifitas biologi baik di hepar


maupun jaringan perifer sehingga resistensi insulin pada pasien DM tipe 2
mengakibatkan sensitifitas reseptor insulin akan menurun sehingga respon
terhadap kadar glukosa darah menurun walaupun produksi glukosa oleh
hepar meningkat. Kondisi ini juga sejalan dengan kegagalan otot dan
jaringan lemak untuk: glukosa sebagai energi untuk: proses metabolisme.

Penurunan respon sel beta pankreas dan resistensi insulin mengakibatkan


berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel - sel tubuh sehingga
konsentrasi glukosa darah akan naik, mobilisasi lemak dari daerah
penyimpanan lemak akan meningkat sehingga terjadi metabolisme lemak
yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh
darah yang mengakibatkan timbulnya gejala atherosklerosis serta
berkurangnya protein dalamjaringan tubuh (Guyton & Hall, 2007; Blacks,
Hawks, Keene 2009)
Skema2.1.
Skema hubungan antara sekresi insulin dan resistensi insulin

Peningkatan produksi Kegagalan fungsi sel


Defisiensi insulin

n
Penurunan pemakaij­
"Uk=OI~ )

glukosa akibat
berkurangnya sekresi hiperglikemia

/~

Penurunan respon insuli


pada jaringan

U Penurunan pemakaian Deject postreseptor


Resistensi Insulin glukosaoleh sel

Sumber : Guyton & Hall (2007) dan Black, Hawks, Keene (2009)
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


11

2.1.4. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis DM berkaitan dengan tingkat hiperglikemia yang
dialami oleh pasien. Tanda dan gejala khas yang terjadi pada seluruh tipe
diabetes meliputi trias poli, yaitu poliuria, polidipsi dan poliphagi. Poliuri
dan polidipsi terjadi karena adanya diuresis osmotik yang mengakibatkan
tubuh kehilangan cairan secara berlebihan. Poliphagi terjadi sebagai
respon dari kondisi metabolik yang diinduksi oleh adanya defisiensi
insulin serta pemecahan lemak dan protein. Kadar glukosa yang
meningggi akan diikuti dengan tingginya faktor penyulit terutama pada
jaringan vaskuler seperti stroke, kebutaan dan gagal ginjal. Faktor penyulit
tersebut akan membuat pasien mengalami kesulitan dalam menormalkan
gula darah sehingga pencegahan dini perlu untuk dilakukan seperti
mempertahankan diet yang seimbangan dengan membatasi makanan yang
memiliki glikemik indeks tinggi, protein dan lemak, mempertahankan
berat badan ideal dan olahraga (Black, Hawk, Keene, 2009; Smeltzer &
Bare, 2010).

2.1.5. Faktor - Faktor Yang Menpengaruhi Terjadinya DM Tipe 2


Genetik merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kejadian
DM. Kelainan yang diturunkan dapat langsung mempengaruhi sel beta
dan mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebar ransang
sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu tersebut
terhadap faktor - faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas dan
fungsi sel beta pankreas (Price & Wilson, 2006)

DM tipe 2 biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin meningkat


setelah usia 40 tahun dengan prevalensi sekitar 6% terjadi pada individu
berusia 45-64 tahun dan 11 % individu diatas usia 65 tahun. Degenerasi
akibat proses menua bisa mengakibatkan perubahan secara anatomis,
fisiologis dan biokimia dimulai dari tingkat sel, jaringan maupun organ
termasuk sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin
(Ignatavicius & Workman, 2006).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


12

Obesitas juga berpengaruh pada kejadian DM tipe 2. Soegondo (2011)


menyatakan obesitas dapat menyebabkan respon sel beta pankreas
terhadap peningkatan glukosa menjadi berkurang, selain itu reseptor
insulin di sel seluruh tubuh berkurang jumlah dan keaktifannya termasuk
di otot.

Stress juga merupakan faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya


hiperglikemia, Dengan kondisi stress dapat membuat seseorang
mengalami perubahan pola makan, latihan dan penggunaan obat yang
biasanya dipatuhi (Smeltzer & Bare, 2010). Stress memicu terjadinya
reaksi biokimia melalui sistem neuroendokrin. Saat seseorang mengalami
stress respon awal yang terjadi adalah sekresi sitem saraf simpatis yang
diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-medular, dan bila stress menetap
maka sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan. ACTH akan disekresi
sehingga menstimulasi produksi kortisol yang akan meningkatkan kadar
glukosa darah melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis (Guyton
& Hall, 2007; Smeltzer & Bare, 2010).

2.1.6. Diagnosis
ADA menetapkan kriteria diagnosis DM, yaitu kadar hemoglobin glikosilat
(HbAIC) ~ 6,5% atau kadar glukosa darah puasa (FPG) ~ 126 mg/dl (7,0
mmol/l) atau 2 jam glukosa pasca pembebanan ~ 200 mg/dl (11,1 mmol/l)
atau pasien mengalami krisis hiperglikemia. 2 jam glukosa pasca
pembebanan ~ 200 mg/dl (11,1 mmoVl) Pemeriksaan kadar HbAIC ini
harus dilakukan di laboratorium yang sudah menggunakan metode yang
tersertifikasi dari National Glycohemoglobin Standardization Program
(NGSP) atau Standarized or treaceble to the Diabetes Control and
Complication Trial (DCCl). Sementara glukosa darah puasa didefinisikan
sebagai tidak ada masukan kalori sedikitnya selama 8 jam atau 2 jam
glukosa pasca pembebanan ~ 200 mg/dl (11,1 mmoVl) selama TTGO. Test
hams sesuai dengan yang diuraikan oleh WHO, menggunakan glukosa
yang mengandung 75 g glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air ( ADA,
2012 ).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


13

2.1.7. Manajemen Kontrol Glukosa Darah


Upaya kontrol glukosa darah bertujuan agar nilai HbAIC < 7%, kadar
glukosa darah puasa 70 - 130 mg/dl dan 2 jam glukosa pasca pembebanan
2: 180 mg/dl sehingga akan mengurangi terjadi komplikasi vaskuler
maupun neuropatik (ADA, 2012). Komponen dalam penatalaksanaan DM
yaitu manajemen nutrisi, latihan, pemantauan, terapi farmakologi dan
pendidikan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2010).
2.2.3.1. Manajemen Nutrisi
Landasan utama manajemen DM adalah pengaturan nutrisi, diet
serta kontrol berat badan. Pengaturan nutrisi dan diet pada pasien
DM berfokus pada pengaturan asupan kalori untuk menjaga berat
badan agar tetap proporsional dan untuk menjaga kadar glukosa
darah dalam rentang normal. Pengaturan diet bukan merupakan
hal yang mudah untuk dilakukan, untuk itu perawat dan semua
tenaga kesehatan yang· terlibat harus mengetahui tentang
pengaturan nutrisi dan memberikan motivasi kepada pasien.
Pengaturan diet meliputi menyediakan sumber makanan esensial,
memenuhi kebutuhan energi tubuh, berupaya untuk tetap
mempertahankan berat badan ideal, mencegah terjadinya fluktuasi
glukosa darah yang terlalu jauh untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan yang terakhir menurunkan kadar lipid darah atau
mempertahankannya dalam rentang normal untuk mencegah
terjadinya komplikasi makrovaskuler. Pasien yang menggunakan
insulin diupayakan secara konsisten untuk menjaga asupan kalori
dan karbodidrat yang sudah disesuaikan dengan perencanaan
program nutrisi guna mencegah terjadinya hipoglikemia.

2.2.3.2. Latihan Fisik


Latihan atau olahraga merupakan bagian penting juga dalam
penatalaksanaan DM tipe 2 karena dengan olahraga secara teratur
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor
resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa
darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin oleh jaringan tubuh yang lain,
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


14

memperbaiki sirkulasi darah dan juga tonus otot. Jenis olahraga


ketahanan seperti angkat beban akan meningkatkan massa otot
sehingga dapat meningkatkan metabolisme. Olahraga jenis
tersebut juga mempunyai efek menurunkan berat badan,
mengurangi stress serta mempertahankan perasaan sejahtera.

2.2.3.3. Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa darah sendiri atau self-monitoring
blood glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi dan
mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia, serta berperan dalam
memelihara glukosa darah dalam rentang normal sehingga akan
mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang. Pemeriksaan ini
sangat dianjurkan bagi pasien dengan penyakit diabetes yang
tidak stabil, kecenderungan untuk mengalami ketosis berat atau
hiperglikemia, serta hipoglikemia tanpa gejala ringan. Untuk
paien yang tidak menggunakan insulin, 5MBG berguna untuk
memantau efektifitas dari diet, olahraga dan obat anti diabetes
oral. pasien dengan insulin, dianjurkan melakukan 5MBG dua
sampai empat kali sehari sebelum makan atau tidur sebagai acuan
untuk pemberian dosis insulin (Smeltzer & Bare, 2010).

2.2.3.4. Terapi Farmak.ologi


Terapi farmakologi yang bisa diberikan kepada pasien DM tipe 2
meliputi obat hipoglikemik oral, dibagi menjadi 5 golongan yaitu
a) pemicu sekresi insulin, obat ini berfungsi untuk meningkatkan
sekresi insulin sehingga hanya efektifjika sel beta pankreas masih
berfungsi book, contohnya adalah golongan sulfonileura dan
glinida, efek samping obat golongan sulfonileura relatif ringan
dan frekuensinya rendah antara lain gangguan pencemaan dan
gangguan susunan saraf pusat; b) sensitizer insulin, obat - obat ini
dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga
dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih
efektif. Contohnya adalah golongan biguanida dan tiazolidindion,
efek samping berupa nausea, muntah, diare dan asidosis laktat; c)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


15

penghambat glukoneogenesis, obat ini mempunyai efek utama


mengurangi produksi glukosa hati disamping juga memperbaiki
ambilan glukosa perifer. Contohnya adalah metformin, efek
samping metformin adalah mual sehingga dianjurkan waktu
pemberian adalah pada saat atau setelah makan; d) Penghambat
glukosidase alfa (acarbose), obat ini bekerja untuk menghambat
absorbsi glukosa di usus halus sehingga dapat menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Contohnya adalah golongan
inhibitor a glukosidase dan efek samping yang ditimbulkan
berupa perut tidak nyaman, flatus dan diare; e) DPP 4 Inhibitor,
Glukagon like peptide-l(GLP-l) merupakan suatu hormon
peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. GLP-l
merupakan perangsang kuat sekresi insulin dan menghambat
sekresi glukagon tetapi DPP 4 akan mengubah GLP-l menjadi
metabolit yang tidak aktif sehingga diperlukan DPP-4 inhibitor
(Perkeni, 2011)

Terapi farmakologi berikutnya adalah insulin. Insulin merupakan


jenis terapi untuk DM tipe 1 tetapi dalam kondisi tertentu pasien
DM tipe 2 membutuhkan insulin. Berdasarkan consensus
guidelines yang dikembangkan oleh American Association of
Clinical Endokrinologist /American College of Endocrinology
(AACE/ACE) merekomendasikan bahwa insulin hams mulai
diberikan pada pasien DM tipe 2 jika OHO yang diberikan gagal
dalam mempertahankan euglikemia, nilai hemoglobin glikosilat
mencapai lebih dari 9% atau pasien mengalami glucotoxicity yang
ditandai dengan poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan
secara drastis (Rodbard, Jellinger, Davidson, 2009).

Menurut Perkeni (2011) insulin diperlukan dalam keadaan


penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang
disertai ketosis, hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan
asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dasar optimal,

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


16

stress berat, kehamilan dengan DM, gangguan fungsi ginjal,


kontraindikasi dan atau alergi OHO.

Pemberian insulin pada pasien DM tipe 2 dilandasi pertimbangan


dengan beberapa alasan yang cukup kuat yaitu insulin merupakan
satu - satunya upaya terapi yang digunakan untuk pasien dengan
defisiensi sel beta pankreas dan insulin akan bekerja pada jaringan
secara langsung untuk membuat keseimbangan kadar glukosa
darah. Pertimbangan yang kedua, insulin tidak menimbulkan efek
yang berbahaya asalkan diberikan secara tepat karena pemberian
yang berlebihan akan mengakibatkan pasien mengalami
hipoglikemia. Efek insulin dalam menurunkan glukosa darah juga
bertahan cukup lama tidak seperti jenis terapi lainnya yang
bergantung pada sekresi insulin dari dalam tubuh untuk
mempertahankan efeknya. Insulin juga akan memperbaiki profil
lemak terutama kadar trigliserida serta yang terakhir berkaitan
dengan keamanan dan adaptasi tubuh terhadap pemakaian insulin
dalam waktu yang cukup lama (Meneghini & Reid, 2012).

Insulin tidak dianjurkan pada pasien yang mengalami gangguan


sistem persyarafan, komplikasi permanen seperti kebutaan dan
gagal ginjal kronis, hipoglikemia dan pasien yang tidak mampu
melakukan aktifitas pemenuhan kebutuhan dasar secara mandiri
(Smeltzer & Bare, 2010).

Insulin sintesis yang diberikan merupakan hasil pengembangan


tekhnologi recombinan deoxyribonucleic acid (DNA). Tekhnologi
ini dikembangkan sebagai tekhnologi biosintesis insulin analog
yang lebih bisa diterima oleh tubuh dan insulin ini dikembangkan
untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang, memiliki efek yang
bertahan cukup lama serta pengaruhnya cukup bisa diandalkan
(Black, Hawks, lCeene, 2009)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


17

Efek sampmg yang sering terjadi dengan penggunaan insulin


adalah hipoglikemia, kejadian hipoglikemia pada pasien dengan
insulin bervariasi antara 6% sampai dengan 64 % dengan nilai
kadar glukosa darah 3,0-3,1 mmollL (Kann, Wascher, zackova,
2006). Penelitian lain juga membuktikan bahwa kejadian
hipoglikemia lebih besar dialami oleh pasien dengan pemberian
insulin dibandingkan dengan pemberian obat oral. Hipoglikemia
ini terjadi karena dosis, waktu pemberian dan tipe insulin yang
tidak tepat (Lau, Tang, Halapy, Thorpe, Yu, 2012). Selain
hipoglikemia, efek yang mungkin terjadi adalah peningkatan berat
badan. Peningkatan berat badan bisa mencapai 0,3 - 6,4 kg yang
terjadi mulai minggu pertama sampai beberapa bulan setelah
menggunakan insulin (Owen, Seetho, Idris, 2010; Lau, Tang,
Halapy, Thorpe, Yu, 2012).

Ada beberapa jenis tipe insulin yang biasa digunakan untuk terapi
pada pasien DM (Lawton, 2000; Black, Hawks, Keene 2009).
Penggunaan jenis insulin disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi setiap individu. Untuk Insulin analog dengan kerja ekstra
cepat diberikan segera sebelum makan dan efek mulai muncul
setelah 15 menit. Jenis insulin ini memiliki efek yang cukup cepat
tetapi durasinya relatif lebih pendek. Contoh dari insulin jenis
extra rapid action adalah novorapid, humalog dan apidra

Insulin kerja cepat ( insulin soluble) diberikan ke pasien 30 menit


sebelum makan, efek maksimum dari jenis insulin ini adalah 1
sampai dengan 3 jam dan efeknya bisa bertahan selama 6 sampai
dengan 8 jam. Contoh insulin kerja cepat adalah actrapid,
insuman rapid. Untuk jenis Insulin kerja menengah seperti
humulin N dan humulin L ini, efeknya bisa bertahan selama 24
jam dengan efek maksimum setelah 4 sampai dengan 12 jam
setelah pemberian. Untuk sediaan insulin sekarang sudah ada
dalam bentuk campuran yang biasanya disebut sebagai premixed
insulin. Premixed insulin merupakan campuran dari jenis insulin
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


18

kerja ekstra cepat dan insulin kerja cepat. contoh novomix 30,
humalog mix 25, insuman komb 25, mixtard 30. Masih ada satu
lagi sediaan insulin yaitu jenis slow acting insulin. Kelebihan dari
insulin ini memiliki durasi kerja yang lama. Efeknya mulai terjadi
setelah 60 menit setelah diinjeksikan dan akan berlangsung
sampai 24 jam. Contoh : levemir, lantus

Penyimpanan insulin perlu diperhatikan karena akan


mempengaruhi molekul insulin (Black, Hawk, Keene, 2009). Vial
insulin yang telah dipakai oleh pasien dapat disimpan dalam suhu
ruangan «30°C) dalam jangka waktu maksimal 4 minggu.
Hindari paparan sinar matahari terlalu lama dan penyimpanan
insulin yang belum dipakai sebaiknya dalam lemari es. Saat
melakukan perjalanan, insulin dapat disimpan dalam termos atau
tas pendingin bukan dibekukan

Jenis prefilled syringe dapat bertahan selama 30 hari jika


disimpan dalam lemari es. Jenis syringe ini sangat cocok dengan
pasien yang mengalami penurunan penglihatan atau penurunan
kemampuan dalam mengisi insulin ke dalam syringe.
Penyimpanan prefilled syringe dengan cairan yang berwarna putih
sebaiknya disimpan dalam posisi vertikal dengan jarum
menghadap keatas untuk menghindari pengumpalan atau suspensi
menumpuk padajarum

Kerja insulin tidak bisa aktifjika terkena cairan lambung sehingga


perlu diperhatikan cara pemberian. Insulin tidak bisa diberikan
lewat oral sehingga injeksi merupakan cara yang dipakai untuk
memberikan insulin secara mandiri dan akhir - akhir ini telah
dikembangkan pemberian melalui inhalasi.

Terdapat empat lokasi yang bisa dipilih sebagai lokasi pemberian


insulin yaitu perut, lengan, paha dan panggul. Absorbsi insulin
tercepat di bagian abdomen dibanding bagian yang lainnya.
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


19

Pemilihan area injeksi dilakukan secara rotasi pada area yang


sarna misalnya pagi injeksi dilakukan pada bagian abdomen, sore
juga diberikan pada bagian abdomen tetapi lokasi injeksi dipilih
pada area injeksi yang berbeda dengan lokasi injeksi saat pagi
hari tadi. Penyuntikan insulin pada area kaki sesaat akan olahraga
juga perlu dihindari untuk mencegah terjadinya hipoglikemia
karena absorbsi akan meningkat saat otot bekerja aktif

Insulin memiliki manfaat yang cukup besar apabila diberikan


dengan proporsional, narnun apabila dalarn penggunaannya tidak
diperhatikan dengan teliti maka akan timbul berbagai masalah
seperti lipodistrophy pada area injeksi yang dilakukan tanpa
memperhatikan rotasi, efek somogyi dan down phenomenown jika
insulin diberikan dengan dosis yang berlebihan. Beberapa
diabetes mungkin merasakan reaksi alergi dengan penggunaan
insulin, keluhan yang dirasakan berupa gatal, rasa terbakar dan
eritema pada area injeksi

2.2.3.5. Pendidikan Kesehatan


Pendidikan kesehatan merupakan faktor yang perlu diperhatikan
dalarn penatalaksanaan DM. Semakin tinggi pengetahuan pasien
diharapkan akan meningkatkan pula kesadaran diri untuk
melakukan upaya manajemen kontrol glukosa secara mandiri.
DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan
sehingga memerlukan penanganan yang khusus seumur hidup.
Untuk itu pasien hams diajarkan untuk mengatur keseimbangan
berbagai faktor yang mempengaruhi pengendalian kadar glukosa
darah seperti pengaturan nutrisi, aktifitas fisik, dan stress fisik
serta emosional. Pasien tidak hanya belajar keterarnpilan untuk
merawat diri sendiri guna menghindari fluktuasi kadar glukosa
darah yang mendadak, tetapi juga hams memiliki perilaku
preventif dalarn gaya hidup untuk menghindari komplikasi
diabetik jangka panjang. Informasi yang harus diajarkan pada
pasien antara lain : Patofisiologi DM sederhana, cam terapi
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


20

termasuk efek samping obat, pengenalan dan pencegahan


hipoglikemi / hiperglikemi, tindakan preventif (perawatan kaki,
perawatan mata , hygiene umum ), meningkatkan kepatuhan
program diet dan obat (Smeltzer & Bare, 2010)

2.1.8. Komplikasi DM
Komplikasi DM dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi jangka
panjang. Komplikasi akut meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum
(DKA) dan Sindrom Non Ketotik Hiperosmolar Hiperglikemia (IllINS).
Komplikasi jangka panjang meliputi komplikasi makrovaskuler,
komplikasi mikrovaskuler dan neuropati (Smeltzer & Bare, 2010)

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang sering dialami oleh pasien DM


dimana kadar glukosa darah dibawah 50-60mg/dl. Penggunaan insulin atau
OHO, makan terlalu sedikit atau aktifitas yang terlalu banyak merupakan
penyebab terjadinya hipoglikemia dan kejadian hipoglikemia ini bisa
terjadi sewaktu - waktu.

DKA merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan hiperglikemia


(300 - 600 mg/dl, asidosis, dehidrasi, kehilangan elektrolit, osmolaritas
plasma meningkat (300 - 320 mOs/ml). Sedangkan IllINS merupakan
kondisi serius dimana tubuh mengalami hiperosmolaritas (330 - 380
mOs/ml) dan hiperglikemia (600 - 1200 mg/dl) serta penurunan kesadaran
tanpa tanda dan gejala asidosis. lllINS biasanya dialami oleh pasien
dengan usia lanjut antara umur 50 - 70 taboo dengan angka mortalitas
sebesar 10% - 40%.

Komplikasi makrovaskuler merupakan akibat adanya perubahan pada


pembuluh darah ditandai dengan pembuluh darah menebal, sklerosis dan
terjadi oklusi. Atherosklerosis lebih sering terjadi dan dialami pada usia
yang relatif lebih muda pada pasien DM dibanding non diabetes.
Komplikasi makrovaskuler biasanya berupa gangguan arteri koroner,
gangguan serebrovaskuler dan gangguan vaskuler perifer.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


21

Komplikasi mikrovaskuler merupakan komplikasi unik yang terjadi dimana


kapiler basal membran mengalami penebalan. Para pakar mempercayai
bahwa kondisi glukosa darah yang meningkat menyebabkan perubahan
biokimiawi yang berakibat menebalnya lapisan sel endothelial pada
membrana basalis kapiler. Dua area yang mengalami komplikasi
mikrovaskuler adalah retina dan ginjal sehingga bisa menyebabkan
terjadinya kebutaan serta gagal ginjal.

Neuropati diabetik merupakan sekumpulan penyakit yang mempengaruhi


semua jenis saraf termasuk saraf sensorik, otonom maupun spinal.
Neuropati dialami oleh 50% pasien dengan lama mengalami DM selama 25
tahun. Gangguan ini secara klinis akan muncul tergantung pada area yang
diinervasi oleh saraf yang mengalami gangguan.

2.2. Inisiasi insulin


2.2.1. Pengertian
lnisiasi insulin adalah suatu bentuk keputusan dan persetujuan untuk
menggunakan insulin antara healthcare provider (Hf'P) dan pasien (Tan et
al, 2011). Orem (2001) dalam teori self care menyatakan bahwa terdapat 3
kemampuan kompleks dalam self care agency, salah satunya yaitu
operational capabilities mencakup pemahaman dan pengetahuan yang
diperlukan untuk memastikan dan memutuskan apa yang harus dilakukan
dalam perawatan diri. Dari beberapa pengertian diatas inisiasi insulin dapat
didefinisikan sebagai suatu bentuk pemyataan persetujuan ataupun
kemampuan memutuskan untuk menggunakan insulin.

2.2.2. Teori yang mendukung tentang inisiasi insulin


2.2.2.1. Teori selfcare
Teori selfcare adalah teori keperawatan yang dikembangkan oleh
Dorothea Orem. Orem mengembangkan Teori Keperawatan Self­
Care Deficit (teori umum) terdiri dari 3 teori yang saling
berhubungan, yaitu : a) Teori Self-Care; b) Teori Self-Care
Deficit; c) Theory of nursing systems. Teori self-care
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


22

menggambarkan dan menjelasakan mengapa dan bagaimana


orang-orang melakukan perawatan dirinya. Sedangkan teori self­
care deficit menggambarkan dan menjelaskan mengapa manusia
dapat ditolong melalui ilmu keperawatan. Sementara teori
Nursing systems; menggambarkan dan menjelaskan hubungan
interpersonal yang harus dilakukan dan dipertahankan oleh
seorang perawat agar dapat berupaya secara produktif.

Secara konseptual, Orem mendefinisikan self care sebagai suatu


bentuk langkah nyata yang diprakarsai oleh individu dalam
memulai atau melakukan upaya untuk mempertahankan hidup,
sehat serta kondisi sejahtera (Orem, 2001). Semua tindakan dalam
Self care bertujuan untuk mengetahui kebutuhan akan self care
dan hasil akhir yang diinginkan adalah dapat bertahan hidup,
sehat dan sejahtera. Perubahan kesehatan atau status kesehatan
dapat terjadi setiap saat dan hal ini membutuhkan tindakan self
care yang spesifik pula sehingga dapat disimpulkan bahwa
tindakan untuk self care tergantung dengan kebutuhan akan self
care (Orem, 2001)

Sama halnya dengan pasien DM tipe 2, mereka mengalami


perubahan dalam status kesehatannya sehingga mereka
memerlukan perawatan diri berkaitan dengan DM yang
dialaminya Kebutuhan akan perawatan diri pada pasien DM tipe
2 meliputi monitor glukosa darah mandiri, mengatur pola nutrisi,
melakukan serangkaian latihan fisik dan mengatur regimen
terapeutik mandiri meliputi insulin, OHO, anti hipertensi serta
obat untuk menurunkan kadar lemak (ADA, 2012)

Dalam teori self care juga dikenalkan adanya self care agency
yaitu kemampuan yang komplek dari pendewasaan dan orang­
orang yang dewasa (matur) untuk mengetahui dan memenuhi
kebutuhannya yang ditujukan untuk mengatur fungsi dan
perkembangan manusia (Orem, 2001). Pengembangan konsep self

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


23

care agency didasarkan karena adanya asumsi bahwa self care


agency adalah sumber kekuatan atau kemampuan individu untuk
memperkirakan, mengubah dan me1akukan upaya produktif dalam
self care Hal ini dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia,
pengalaman hidup, orientasi sosial kultural tentang kesehatan dan
sumber-sumber lain yang ada pada dirinya.

Self care agency meliputi 3 tipe kemampuan kompleks yang


diperlukan dalam self care yaitu foundational capabilities,
enabling capabilities dan operational capabilities. Foundational
capabilities yang dimaksud dalam self care agency adalah
kemampuan secara umum berkenaan dengan sensasi, atensi,
memori, persepsi dan orientasi sedangkan enabling capabilities
atau kekuatan komponen dalam self care agency meliputi
kemampuan untuk me1akukan keterampilan selfcare, menilai arti
kesehatan, energy untuk selfcare dan pengetahuan akan selfcare.
Sementara operational capabilities adalah kemampuan yang
diperlukan untuk mengetahui dan memahami apa yang
seharusnya dilakukan berkaitan dengan perawatan diri,
kemampuan yang diperlukan untuk memastikan dan memutuskan
apa yang seharusnya dilakukan untuk perawatan diri dan
kemampuan untuk me1akukan perawatan diri sete1ah memutuskan
apa yang seharusnya dilakukan untuk perawatan dirinya (Orem,
2001).

Kemampuan self care agency pada pasien DM juga dipengaruhi


oleh adanya faktor psikososial sehingga pengkajian akan kondisi
psikologis dan situasi sosial pasien dengan diabetes mellitus tipe 2
diperlukan sebagai bagian dari manajemen DM (ADA, 2012).
Skrining psikososial dan tindak lanjutnya me1iputi sikap, harapan,
perasaan, kualitas hidup serta sumber - sumber yang lain seperti
sumber finansial, social dan emosional. Hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah kondisi psikososial seperti depresi,
kecemasan, gangguan makan dan gangguan kognitif apabila
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


24

ditemukan bahwa pasien mengalami keterpurukan dalam


manajemen mandiri DM (ADA, 2012)

Orem juga mengemukakan tentang basic conditioning factors


yaitu faktor internal dan ekternal individu yang dapat dalam kurun
waktu tertentu mempengaruhi kemampuan individu untuk: terlibat
dalam perawatan dirinya atau jenis dan jumlah dari kebutuhan self
care yang diinginkan. Basic conditioning factors yang dimaksud
adalah umur, jenis kelamin, riwayat perkembangan, status
kesehatan, orientasi sosisokultural, faktor sistem layanan
kesehatan dan sumber - sumber yang tersedia (Orem, 2001)

2.2.2.3. Konsep Health BeliefModel


Health belief model (HBM) adalah suatu bentuk: model yang
mencoba untuk: menjelaskan dan memperkirakan perilaku
berkenaan dengan kesehatan dan telah banyak digunakan sebagai
kerangka teori sebagai bentuk: intervensi yang mempengaruhi
perilaku individu. Teori ini menjelaskan tentang motivasi dalam
upaya promosi kesehatan serta upaya dalam pencegahan penyakit
kemudian teori ini dikembangkan untuk: mengetahui beberapa
bentuk: perilaku termasuk kepatuhan regimen tempi. Dalam
pengembangannya teori ini memasukan teori efikasi diri yang
digunakan sebagai kekuatan dalam HBM (Stretcher &
Rosenstock, 1997)

Komponen utama dalam teori HBM meliputi persepsi subyektif


terhadap kerentanan, keparahan, manfaat, hambatan, efikasi diri
dan isyarat untuk: melakukan tindakan. Persepsi subyektif
terhadap kerentanan adalah persepsi individu akan terkena kondisi
sakit serta perubahan status kesehatan, sementara persepsi
keparahan merujuk pada persepsi individu akan dampak yang
ditimbulkan baik secara klinis maupun sosial berkenaan dengan
penyakit. Sedangkan persepsi akan manfaat dijabarkan sebagai
persepsi individu berkenaan dengan adanya harapan akan adanya
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


25

sesuatu yang baik akan terjadi apabila seseorang itu melakukan


perilaku spesifik terutama perilaku yang mengurangi ancaman
terhadap kesehatan. Persepsi akan hambatan adalah persepsi
adanya kesulitan dalam melakukan perilaku tertentu yang menarik
dan sebagai dampaknya sesuatu yang negatif akan terjadi
(Stretcher & Rosenstock, 1997).

Selain keempat kepercayaan atau persepsi tersebut, HBM


menyatakan bahwa perilaku sesorang juga dipengaruhi oleh cues
to action. Cues to action didefmisikan sebagai suatu kejadian,
seseorang atau sesuatu yang mengerakkan seseorang untuk
melakukan perubahan. Contoh, ada anggota keluarga yang sakit,
berita dari media, saran dari orang lain atau petugas kesehatan

Komponen yang dikembangkan lagi yaitu efikasi diri. Efikasi diri


didefinisikan sebagai kepercayaan seseorang atau kepercayaan
diri seseorang dalam melakukan tindakan berkenaan dengan
perilaku sehat sedangkan isyarat melakukan tindakan berkenaan
dengan faktor fisik ataupun lingkungan yang mempengaruhi
motivasi untuk sehat (Rosenstock et al. 2004)

2.2.3. Hambatan dalam Inisiasi Insulin


Inisiasi insulin dipengaruhi oleh adanya hambatan yang dirasakan oleh
pasien DM yang mengakibatkan pasien cenderung menolak insulin.
Penolakan terhadap insulin mengakibatkan tidak efektifnya terapi yang
diberikan sehingga perawat perlu mengetahui berbagai hambatan yang
dialami pasien, seperti :
2.2.3.1.Hipoglikemia
Ketakutan terjadi hipoglikemia setelah pemberian insulin
merupakan alasan terbesar yang dikemukakan oleh pasien yang
menolak insulin. Kejadian hipoglikemia dengan insulin bervariasi
antara 6% sampai dengan 64 % dengan nilai kadar glukosa darah
3,0 - 3,1 mmol/L (Kann, Wascher, Zackova, 2006) dan terjadi
karena pemberian imsulin dengan dosis, waktu serta penggunaan
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


26

tipe insulin yang tidak tepat (Lau, Tang, Halapy, Thorpe, Yu,
2012).

2.2.3.2.Penambahan Berat Badan


Penambahan berat badan sering terjadi pada pasien setelah
pemberian insulin. Peningkatan berat badan bisa mencapai 0,3 - 6,4
kg yang terjadi mulai minggu pertama sampai beberapa bulan
setelah menggunakan insulin (Owen, Seetho, Idris, 2010; Lau,
Tang, Halapy, Thorpe, Yu, 2012) dan setelah satu tahun
peningkatan berat badan menjadi semakin rendah (Smith, 2004).
Peningkatan berat badan terjadi karena glukosuria tidak terjadi
sehingga sumber kalori tidak terbuang serta efek lainnya yang
disebabkan terkendalinya glukosa darah (AADE, 2011)

2.2.3.3.Mitos dan persepsi yang salah tentang insulin


Adanya persepsi yang salah pada sebagian besar pasien yang
menganggap terapi insulin diberikan karena adanya kegagalan
dalam kontrol glukosa darah sebelumnya dan hal ini menjadikan
hambatan dalam inisiasi insulin (AADE, 2011)

2.2.3.4.Efektifitas penggunaan terapi


Pemberian terapi insulin dirasa menyulitkan bagi pasien karena
adanya rasa tidak percaya diri untuk memberikan insulin secara
mandiri. Rasa tidak percaya diri muncul karena kurangnya
informasi dan ketidaktahuan pasien sehingga menjadi hambatan
dalam penggunaan insulin (Funnel, 2006). Terapi insulin juga
membuat ketidaknyamanan bagi pasien karena pemberiannya hams
memakaijarum suntik (AADE, 2011)

2.2.4. Peran perawat dalam inisiasi insulin


Peran perawat cukup penting untuk menghadapai hambatan dalam inisiasi
insulin, perawat perlu mengkaji berbagai hal yang dianggap hambatan
oleh pasien untuk menggunakan insulin (Clark, 2007) serta mengkaji
adanya persepsi yang salah tentang insulin (Levich, 2011). Perawat juga
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


27

perlu mengkaji kemarnpuan pasien dalarn memberikan insulin secara


mandiri dan pengkajian ulang juga perlu dilakukan sebagai bentuk follow
up apabila terjadi perubahan kondisi pasien (Wallymahmed, 2012).

Peran perawat dalarn mengatasi ketakutan akan hipoglikemia adalah


mendiskusikan tentang faktor resiko hipoglikemia dan upaya untuk
mencegah serta mengatasi hipoglikemi. Monitoring glukosa darah lebih
sering akan mencegah terjadinya hipoglikemia dan memberikan
keterarnpilan mengatasi hipoglikemia juga perlu diberikan (Clark, 2011;
Funnel, 2007).

Untuk mengatasi ketakutan akan adanya penarnbahan berat badan,


perawat perlu melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk
mengidentifikasi cam pencegahan penambahan berat badan (Cheyette,
2004; Funnel, 2007). Selain itu perlu juga dikaji adanya ketakutan akan
hipoglikemia, depresi, penggunaan obat penenang karena hal tersebut ikut
memicu peningkatan berat badan (Funnel, 2007)

Perawat memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan


pasien terkait pengetahuan tentang DM secara menyeluruh, efektifitas
penggunaan insulin termasuk mengajarkan, memonitor dan mengevaluasi
keterarnpilan injeksi insulin mandiri (Smith, 2004; Philips, 2007A;
Funnel, 2007 ).

Perawat memiliki posisi penting untuk menyelesaikan kesenjangan dan


memperbaiki efisiensi penatalaksanaan DM dengan membantu pasien
dalarn inisiasi insulin dan keseluruhan aspek kontrol glukosa darah
(Levich, 2011). Upaya yang dapat dilakukan perawat adalah dengan
memberikan pelatihan, dukungan dan bimbingan kepada rekan perawat
ataupun dokter yang sarna - sarna memiliki keinginan untuk
menyelesaikan masalah terkait inisiasi insulin pada pasien (philips,
2007B). Perawat juga perlu meyakinkan bahwa pasien yang berada dalarn
tanggung jawabnya sudah merasa mengalami perkembangan kearah yang

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


28

lebih baik dan merasa nyaman dengan beberapa peralatan yang


disesuaikan dengan kebutuhan pasien (Smith, 2004)

2.2.5. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin


Perilaku individu merupakan respon dari stimulus baik yang berasal dari
dalam diri individu maupun dari luar. Pengolahan stimulus dari luar tidak
akan langsung menimbulkan respon, untuk menerima stimulus tersebut
dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu meliputi persepsi, emosi,
perasaan, pemikiran, kondisi fisik dan lain sebagainya (Notoatmodjo,
2010).

Faktor internal yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku


dikelompokkan ke dalam faktor biologis dan sosiopsikologis. Beberapa
perilaku manusia merupakan bawaan biologis yang dipengaruhi oleh kerja
DNA yang tidak hanya membawa warisan fisiologis tetapi warisan perilaku
dan kegiatan manusia termasuk agama, kebudayaan dan sebagainya. Motif
biologis pasien DM tipe 2 dipengaruhi oleh kebutuhan fisiologis serta
kebutuhan lain seperti mempertahankan kelangsungan hidup. Persepsi akan
keparahan kondisi DM akan membuat pasien tergerak untuk me1akukan
perilaku yang bertujuan mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas
akibat DM. Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku manusia
mencakup faktor lingkungan dimana manusia itu berada atau bertempat
tinggal, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Dari beberapa hasil penelitian sebe1umnya tentang penolakan insulin pada


pasien DM tipe 2 dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
2.2.5.1. Usia
Orang dengan usia dewasa lebih memiliki harapan yang positif
dengan penggunaan insulin sehingga orang dengan usia dewasa
lebih bisa menerima insulin dibanding usia lanjut (Soohyun,
2009). Penelitian yang sama menyatakan pasien dengan usia 40­
59 tahun dan usia lanjut cenderung menolak inisiasi insulin
(Oliveria et al. 2007; Owen, Seetho, Idris, 2010; Peyrot, Rubin,
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


29

Kruger, Travis, 2010; Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter,


2009) Penelitian lain justru menunjukkan perbedaan yaitu pasien
dengan usia dewasa menolak insulin karena mereka cenderung
belum mengalami komplikasi (Hermanns, Mahr, Kulzer,
Skovlund, Haak:, 2010)

2.2.5.2. Jenis Kelamin


Wanita lebih banyak menolak insulin dibandingkan dengan laki­
laki (Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, 2005;
Soohyun, 2009; Lerman et al. 2009). Penolakan tersebut didasari
oleh kekhawatiran akan terjadi peningkatan berat badan, adanya
stigma sosial dan takut dengan injeksi (Soohyun, 2009), selain itu
wanita lebih merasa kesulitan dalam memberikan injeksi insulin
mandiri (Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, 2009).
Pene1itian yang dilak:ukan oleh Oliveria et al. (2007) juga
menyatakan hasil yang sarna yaitu wanita lebih menolak insulin
dibanding laki - laki tetapi setelah melewati tahap inisiasi justru
laki - laki lebih banyak yang berhenti menggunakan insulin.

2.2.5.3. Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan berkaitan dengan kemampuan seseorang
menyerap informasi yang diberikan guna perubahan untuk
mencapai hidup sehat (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2011).
Pasien dengan tingkat pendidikan yang tinggi tidak: begitu takut
dengan hipoglikemia akibat pemakaian insulin sehingga pasien
dengan tingkat pendidikan tinggi lebih menerima insulin
(Soohyun, 2009) sebaliknya pasien dengan tingkat pendidikan
rendah cenderung menolak insulin (Makine et al. 2009; Ahmed,
Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter 2009). Penelitian lain justru
berkebalikan, pasien dengan tingkat pendidikan setara perguruan
tinggi atau tingkat pendidikan tinggi lebih menolak inisiasi insulin
(Oliveria et al. 2007; Peyrot, Rubin, Kruger, Travis, 20 I0)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


30

2.2.5.4. Lama Mengalami DM


Lama waktu mengalami DM berkaitan dengan pengalaman dalam
penatalaksanaan DM dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi
jangka panjang akan terjadi setelah kurun waktu 5 - 10 tahun
sejak diagnosis awal yang disebabkan karena kerusakan sel beta
pankreas (Smeltzer & Bare, 2010). Hasil penelitian menunjukkan
pasien dengan durasi sakit yang lebih pendek justru lebih menolak
insulin karena mereka belum mengalami komplikasi (Hermanns,
Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak, 2010)

2.2.5.5. Pendapatan
Faktor rendahnya sosioekonomi berpengaruh terhadap inisiasi
insulin (Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt, 2005; Lerman
et al. 2009; Peyrot, Rubin, Kruger, Travis, 2010). Kondisi
sosisoekonomi erat kaitannya dengan kemampuan pasien untuk
mendapatkan insulin (Funnel, 2007B), kemampuan untuk
mengakses pendidikan kesehatan, mendapatkan informasi
kesehatan, kemampuan kontrol diluar rutinitas harlan dan
keterampilan untuk mengatasi masalah (Link, Phelan, Miech,
Westin, 2008)

2.2.5.6. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tau seseorang terhadap suatu objek
melalui indra yang dimilikinya (Notoadmodjo, 2010).
Pengetahuan tingkat awal yang harus diperkenalkan pada pasien
DM adalah perjalanan penyakit DM, pengendalian dan
pemantauan DM, penyulit DM, terapi farmakologis dan non
farmakologis, interaksi antara asupan makanan dengan aktifitas
fisik serta olahraga, cara pemantauan glukosa darah mandiri,
mengatasi hipoglikemia, pentingnya olahraga, perawatan kaki dan
mempergunakan fasilitas kesehatan yang ada (perkeni, 2011).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan
tentang DM menyebabkan pasien cenderung menolak insulin
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


31

(Haque, Navsa , Emerson, Dennison, Levitt, 2005; Lerman et al.


2009; Kong, Yein, Jenn, 2012).

2.2.5.7. Sikap
Sikap adalah respon tertutup individu terhadap suatu stimulus
atau objek yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (Campbell, 1950 dalam Notoadmodjo, 2010).
Sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk berpikir, merasa,
mencerap dan berperilaku terhadap suatu referen atau objek
kognitif. Sikap yang tidak mendukung perilaku yang diharapkan
tentunya akan menghambat dilaksanakannya perilaku tersebut.
Berbagai sikap yang perlu diketahui dari pasien DM meliputi
sikap terhadap diet, jenis pengobatan, kontrol glukosa darah
olahraga, manajemen mandiri, bahkan sampai pada sikap terhadap
dokter atau perawat (Basuki dalam Soegondo, 2011). Hasil
penelitian menunjukkan penolakan terhadap insulin dipengaruhi
juga oleh adanya sikap negatif karena mereka merasa terapi
insulin akan diberikan secara permanen, membatasi ruang gerak
serta permasalahan hipoglikemia (Polonsky, Fisher, Guzman,
Caballero, Edelman, 2005; Brod, Kongso, Lessard, Cristensen,
2009)

2.2.5.8. Kepercayaan terhadap insulin


Kepercayaan adalah bentuk kebenaran yang dipersepsikan
individu tentang penyakit dan strategi untuk mengurangi
timbulnya penyakit (Hochbaum, 1958 dalam stretcher &
Rosenstock, 1997). Kepercayaan itu sendiri dibentuk oleh
pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan untuk memastikan
benar atau salah (Notoadmodjo, 2010). Kepercayaan akan insulin
dipengaruhi oleh persepsi terhadap kerentanan, keparahan,
manfaat serta hambatan seperti ketakutan akan efek samping,
nyeri, kesulitan dalam memberikan terapi (stretcher &
Rosenstock, 1997). Beberapa penelitian menyatakan kepercayaan
yang salah pada pasien menyebabkan pasien menolak pemberian
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


32

insulin (polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, 2005;


Navsa, Emerson, Levitt, 2005; Brod, Kongso, Lessard,
Cristensen, 2009 )

2.2.5.9. Efikasi diri


Efikasi diri adalah keyakinan diri individu tentang
kemampuannya dalam melakukan sesuatu hal (Bandura dalam
Strecher & Rosenstock, 1997). Efikasi diri seseorang dipengaruhi
oleh persepsi adanya manfaat dan hambatan yang mempengaruhi
seseorang untuk bertindak (Strecher & Rosenstock, 1997). Pasien
DM dengan efikasi diri yang rendah cenderung menolak terapi
insulin yang diberikan (polonsky, Fisher, Guzman, Caballero,
Edelman, 2005)

2.2.5.10. Interaksi dengan petugas kesehatan


Interaksi adalah suatu tindakan yang terjadi antara dua orang atau
lebih dan saling menguntungkan. Interaksi terbentuk karena
adanya komunikasi, peran berupa perilaku yang diharapkan,
adanya upaya untuk mempertahankan diri dari stress, adanya
stressor dan transaksi yaitu perilaku yang dapat diobservasi saat
interaksi terjadi (King dalam Alligood & Tomay, 2006). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Soohyun, (2009) menyatakan
bahwa pasien yang memiliki interaksi yang baik dengan petugas
kesehatan memiliki penerimaan yang baik terhadap insulin

2.2.6. Pengukuran Inisiasi Insulin


Beberapa alat ukur yang dapat digunakan dalam pengukuran inisiasi
insulin:
2.2.6.1. Insulin Treatment Appraisal Scale (ITAS)
ITAS adalah instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur
penilaian pasien DM tipe 2 terhadap terapi insulin. ITAS
dikembangkan oleh Snoeck (2007), terdiri dari 20 pertanyaan
dengan 4 pertanyaan tentang penilaian negatif dan 16 pertanyaan
penilaian positif. Validitas ITAS dilakukan dengan validitas
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


33

dikriminan antara pasien yang menerima insulin dengan pasien


yang menolak insulin, hasilnya sesuai dengan fakta dimana pasien
yang menerima pemberian insulin memiliki skor penilaian negatif
terhadap inisiasi insulin lebih rendah dibanding dengan pasien
yang menolak insulin. Uji reliabilitas yang dilakukan memiliki
nilai koefisien korelasi Cronbach Alpha 0,89 untuk semua item
pertanyaan, 0,90 untuk pertanyaan penilaian negatif dan 0,68 untuk
pertanyaan penilaian positif. Instrument ini telah digunakan dalam
penelitian oleh Peyrot, Rubin, Kruger, Travis, (2010); Ahmed,
Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter, (2010); Polonsky, Fisher,
Guzman, Caballero, Edelman, (2005); Lerman et al. (2009);
Makine et al. (2009).

2.2.6.2. Barrier Of Insulin Treatment (BIT)


BIT dikembangkan oleh Petrak, et.al, (2007) yang digunakan
untuk mengukur adanya hambatan psikologis terkait dengan
pemberian insulin pada pasien DM tipe 2. Kuesioner ini terdiri dari
14 item pertanyaan yang terbagi menjadi 5 sub skala yaitu (1)
ketakutan akan injeksi insulin dan 5MBG, terdiri dari 3 item
pertanyaan; (2) harapan yang positif akan hasil terkait pemberian
insulin, terdiri dari 3 item pertanyaan; (3) kesulitan dalam
pemberian terapi insulin, terdiri dari 3 item pertanyaan; (4) stigma
terkait injeksi insulin, terdiri dari 3 item pertanyaan; (5) ketakutan
dengan hipoglikemia, terdiri dari 2 pertanyaan. Hasil uji validitas
menunjukkan interkorelasi sub skala dengan nilai uji pearson's ­
0.05 dan 0,36. Uji reliabiitas yang dilakukan memiliki nilai
koefisien korelasi Cronbach Alpha 0,62 - 0,85 dengan korelasi
Cronbach Alpha keseluruhan 0,78. Instrumen ini telah
dipergunakan oleh Sohyun (2009)

2.3. Asuhan Keperawatan pada Pasien DM Tipe 2 Dengan Inisiasi Insulin


Asuhan keperawatan pada pasien DM tipe 2 dengan inisiasi insulin dilakukan
melalui tahapan proses keperawatan meliputi pengkajian, perumusan diagnosa

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


34

keperawatan, merumuskan rencana keperawatan, tindakan keperawatan dan


evaluasi.
2.3.1. Pengkajian
Pengkajian yang perIu dilakukan pada pada yang mendapatkan terapi insulin
adalah aspek kognitif, psikomotor dan afektif. Pengkajian aspek kognitif
meliputi pengetahuan tentang alasan mengapa insulin diberikan sebagai
bagian dari penatalaksanaan DM, pengetahuan tentang konsep asepsis,
kombinasi insulin, kerja insulin, dan efek samping insulin. Pengkajian lain
terkait fungsi kognitif yang perIu diketahui perawat adalah kemampuan
mengingat apabila mendapatkan lebih dari satu dosis setiap harinya serta
menggunakan insulin tepat pada waktunya. Pengkajian psikomotor meliputi
kemampuan fisik dalam menyiapkan pemberian insulin dan memberikan
dosis secara tepat.untuk fungsi afektif perIu dilakukan pengkajian aspek
emosional serta sikap terhadap DM dan insulin (Robbins, Shaw, Lewis,
2007)

Sebelum inisiasi insulin, pasien perIu dikaji tentang riwayat penggunaan


OHO secara tepat sebelumnya, upaya yang pemah dilakukan untuk
menurunkan berat badan karena keberhasilan menurunan berat badan yang
dilakukan sebelumnya memberikan efek secara signifikan berkaitan dengan
penolakan insulin. Aktifitas fisik atau olahraga juga perIu dikaji karena
berkaitan dengan sensitifitas insulin ( Everett, 2007)

Pengkajian fisik terkait faktor yang mempengaruhi kemampuan diabetesi


dalam melakukan perawatan mandiri seperti penurunan fungsi penglihatan,
fungsi koordinasi serta defisit neurologi juga perIu dikaji karena kondisi
fisik ikut berpengaruh terhadap inisiasi insulin (Robbins, Shaw, Lewis,
2007; Smeltzer & Bare, 2010; Black, Hawks, Keene, 2009 ; AADE, 2011).

2.3.2. Diagnosa Keperawatan


Masalah keperawatan yang terjadi pada pasien DM dengan inisiasi insulin
yaituk Ketidakefektifan manajemen terapeutik berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan terkait diabetes dan penatalaksanaannya dan
menyatakan kebingungan tentang patofisiologi penyakit (Nanda, 2012)
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


35

2.3.3. Intervensi Keperawatan


Nursing Outcome (NOC) untuk mengatasi masalah ketidakefektifan
manajemen terapeutik adalah meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penatalaksanaan DM serta menyiapkan upaya penatalaksanaan mandiri
insulin (self care). Kriteria hasil yang diharapkan, pasien mampu
mendeskripsikan fungsi insulin, mendeskripsikan pentingnya diet untuk
mengontrol kadar glukosa darah, mendeskripsikan pentingnya olahraga
dalam mengontrol kadar glukosa darah, mendeskripsikan hiperglikemi
berikut tanda dan gejalanya, mendeskrisikan hipoglikemia berikut tanda dan
gejalanya, mendeskripsikan cara untuk mengatasi hipoglikemia,
mendeskripsikan pengaruh adanya penyakit lain yang bisa mempengaruhi
kadar glukosa darah dan mendeskripsikan kapan hams pergi ke layanan
kesehatan (Moorhead, Johnson, Mass, Swanson, 2006)

Nursing Intervention (NIC) yang dilakukan merupakan upaya unuk


meningkatkan pengetahuan pasien tentang DM yaitu dengan cara : berikan
pendidikan kesehatan tentang proses penyakit meliputi kaji pengetahuan
pasien tentang proses penyakit untuk menentukan informasi yang akan
diberikan perawat, jelaskan tentang proses penyakit, diskusikan rasionalisasi
tentang pemberian tempi dan upayakan pasien mengerti alasan mengapa
terapi itu diberikan berikut tatalaksana pemberian tempi termasuk
kemungkinan adanya perubahan gaya hidup, diskusikan tentang upaya untuk
merubah gaya hidup guna mencegah terjadinya komplikasi, jelaskan tentang
komplikasi jangka panjang sehingga pasien memiliki kesadaran diri untuk
mencegah terjadinya komplikasi, jelaskan kepada pasien tentang adanya
tanda dan gejala yang menghamskan pasien datang ke layanan kesehatan
(Closkey & Bulechek, 2006)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


36

Skema2.2
Kerangka teori

r------------- ------------------~
Support system:
Dukungan keluarga,
: Resiko: :: Defisiensi Insulin :
: Usia :: Resistensi insulin : perawat, sistem
: Obesitas :: : ~ layanan kesehatan,
11 stress !..
1I 1 1I Asuransi kesehatan
- ~fu~i klin""ik -., • ..
Poliuria 1- - - - - - - - - - - - "i 1- - - - - - - - - - --- --------------­
Polifagi ~ DM Tipe 2 :---+ : Penatalaksanaan
Polidipsi : : : 1. M~a~emen Faktor Psikososial :
Penurunan berat I - - - - - - - - - - - - .. 1 nutrisi I-- 1. Sikap
harlan : 2. Olabraga 2. Kepercayaan
I--------:----~ ~ 3. OHO 3. Pengetahuan
1- _
: Glukosa tidak 1 1 4. Pemantauan
4. Efikasidiri
.- - - - - - - - - - - - "j
:.. _ - -terkontrol : 1 5. Edukasi _
: 5. Depresi
: Ketoasidosis
1
:
1
--- 1
---
: Diabetikum
.- - - - - - - - - - - - "i
1
1
1
Non Ketosis 1
1
1
1

----------'"1
insulin
1
1
1
Karakterisitik
individu:
1. Usia
:_ ~~:r~~~~l~ __ I
: Komplikasi :
' DM :
2. Jenis kelamin
1 1 3. Tingkat
1- I
I--­
pendidikan
.- - - - - - - - - - - - "j ----------'"1 Inisiasi +--­ 4. Pendapatan
1 Makroangiopati 1 : Glukosa :
1 1
1 1 : terkontrol : insulin 5. Lama
1 1
1- I 1
1- I1 mengalami DM
t
.- - - - - - - - - - - - "j
: Mikroangiopati ---------------,


1
-------------------------,
Asuhan Keperawatan :
Status kesehatan

1- I secara urnum
1. Pengkajian meliputi aspek
seperti gangguan
kognitif, afektif dan
penglihatan,
psikomotor tentang iniasiasi pendengaran dan
insulin koordinasi
2. Perumusan diagnosa

keperawatan : ketidakefektifan

. .
manajemen regimen
terapeutik
3. Intervensi Keperawatan
1- pendidikan kesehatan I

Keterangan :
= tidak diteliti
= diteliti

Surnber :Smeltzer (2010), Black, Hawk, Keene, (2009), Guyton & Hall (2007),
Robbins, Shaw, Lewis (2007), Oliveria et al (2007), Owen, Seetho, Idris (2010),
Peyrot, Rubin, Kruger, Travis (2010), Ahmed et al (2010) Hermanns, Mahr, Kulzer,
Skovlund, Haak (2010) Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman (2005)
Soohyun (2009), Lerman et al (2009) Makine et al (2009)
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


BAB3

KERANGKA KONSEP, IDPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

Pada bab ini diuraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan definisi
operasional. Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk: oleh generalisasi dari hal ­
hal yang khusus dan kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian
yang dilakukan dan memberi landasan terhadap topik yang dipilih dalam penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga
atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian dan definisi
operasional memberlkan batasan terhadap variabel agar pengukuran variabel dapat
konsisten disamping itu dapat menjelaskan cara atau metode pengukuran, hasil ukur
atau kategorinya serta skala pengukuran yang digunakan (Notoatmodjo, 2010)

3.1. Kerangka Konsep


Komplikasi DM terjadi sebagai akibat ketidakmampuan pasien dalam mengontrol
kadar glukosa darah. Salah satu upaya dalam kontrol glukosa darah adalah
penggunaan insulin tetapi inisiasi insulin tidak begitu saja dapat dilakukan oleh
pasien. Inisiasi insulin dipengaruhi oleh aspek fisik, psikologis dan sosial (AADE,
2011; Black, Hawk, Keene, 2009). Kerangka konsep penelitian ini digambarkan
dalam bentuk: bagan yang terdiri dari variabel independen dan variabel dependen
sebagai berikut :

37

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


38

Skema3.1.

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel dependen

Karakterisitik individu :
• Usia
• Jenis kelamin
• Tingkat pendidikan
• Pendapatan
• Lama mengalami DM
Inisiasi Insulin

-----~
Faktor Psikososial :
• Sikap
• Kepercayaan
• Pengetahuan
• Efikasi diri
• Interaksi dengan

petugas kesehatan

Kerangka konsep dalam penelitian ini meliputi 2 komponen yaitu variabel


bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas adalah
karakteristik individu dan faktor psikososial meliputi usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, lama mengalami DM, pendapatan, sikap, kepercayaan,
pengetahuan, efikasi diri, dan interaksi dengan petugas kesehatan. Variabel
terikat adalah inisiasi insulin

3.2. Hipotesis
Hipotesis untuk penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
6.1.1. Hipotesis Mayor
Terdapat hubungan antara karakteristik demografi dan aspek
psikososial pasien DM tipe 2 terhadap inisiasi insulin di RSUD
Kabupaten Kudus
6.1.2. Hipotesis Minor
3.2.2.1. Terdapat hubungan antara usia pasien DM tipe 2 dengan
inisiasi insulin di RSIJD Kabupaten Kudus.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


39

3.2.2.2. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan inisiasi


insulin pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
3.2.2.3. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan
inisiasi insulin pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten
Kudus
3.2.2.4. Terdapat hubungan antara lama mengalami DM dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten
Kudus
3.2.2.5. Terdapat hubungan antara pendapatan dengan inisiasi
insulin pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
3.2.2.6. Terdapat hubungan antara sikap dengan inisiasi insulin
pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
3.2.2.7. Terdapat hubungan antara kepercayaan terhadap insulin
dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD
Kabupaten Kudus
3.2.2.8. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan inisiasi
insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
3.2.2.9. Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan inisiasi
insulin pada pasien DM ripe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
3.2.2.10. Terdapat hubungan antara interaksi dengan petugas
kesehatan dengan inisiasi insulin pada pasien ripe 2 di
RSUD Kabupaten Kudus

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


40

c. Def'misi Operasional
Tabel3.l

Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala ukur

Variabel Def'misi AlatUkur Hasil Ukur Skala


Operasional ukur
1 2 3 4 5
Independen
Usia Umur yang telah Kuesioner Dinyatakan dalam Ordinal
tahun,
dilalui oleh pasien karakteristik
Untuk analisa
DM tipe 2 dari responden tentang bivariat
dikategorikan
sejak lahir sampai umur dalam tahun
berdasarkan cut
wang tahun offpoint mean 55,
dinyatakan dalam
terakhir
kategori :
1. 2: 55 tahun
O. <55 tahun

Jenis Kelamin Sifat atau keadaan Kuesioner Jenis kelamin Nominal


responden
yang karakteristik
dinyatakan dalam
membedakan responden tentang
pasien DM tipe 2 jenis kelamin 1. Perempuan
O. Laki - laki
yang berbeda responden berupa
jenis yaitu laki - laki - laki atau
laki dan perempuan
perempuan

Tingkat Pendidikan Kuesioner Dinyatakan dalam Ordinal


1. SD
Pendidikan formal yang telah karakteristik
2. SMP
dilalui pasien DM responden tentang 3. SMA
4. Perguruan
tipe 2 tingkat pendidikan
Tinggi
berupa pendidikan
rendah dan
pendidikan tinggi

Lama Lama waktu sejak Kuesioner Dinyatakan dalam Ordinal


tahun.
mengalami pertama kali karakteristik
Untuk analisa
DM didiagnosa responden tentang bivariat
dikategorikan

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


41

mengalami DM lama mengalami berdasarkan nilai


cut off point
sampai waktu saat DM dalam taboo
median 3,
pengambilan data dinyatakan dalam
kategori :
1. 2: 3 taboo
O. <3 taboo

Pendapatan Jumlah Kuesioner Dinyatakan dalam Ordinal


rupiah
pendapatan rata - karakteristik
Untuk analisa
rata pasien DM responden tentang bivariat
dikategorikan
tipe 2 yang jumlah pendapatan
berdasarkan UMR
didapat dalam rata - rata per bulan Kabupaten Kudus
tahun 2012
satu bulan
dinyatakan dalam
kategori :
1. 2: 900000
O. < 900000
Sikap Respon pasien Kuesioner mengenai Skor nilai dalam Ordinal
sikap pasien rentang 20 - 100.
terhadap penyakit
modifikasi dari Pengkategorian
DM yang Diabetes Attitude berdasarkan nilai
Scale (DAS) berupa cut offpoint mean
melibatkan
20 pemyataan 67,dinyatakan
kemampuan dengan skala 1ikert dalam 2 kategori
untuk pemyataan yaitu :
untuk mencerap
positif: 1. Sikap positif
dan berperi1aku 1. Sangat tidak (skor2:67)
setuju O. Sikap negatif
terkait DM yang
2. Tidak setuju (skor<67)
dialaminya 3. Ragu - ragu
4. Setuju
5. Sangat setuju
Untuk pemyataan
negatif:
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Ragu - ragu
4. Tidak setuju
5. Sangat tidak
setuju
Kepercayaan Suatu bentuk Kuesioner mengenaiSkor nilai dalam Ordinal
rentang 0 - 10.
Terhadap kebenaran untuk kepercayaan
Pengkategorian
Insulin memutuskan terhadap insulin berdasarkan nilai
10 cut off point mean
benar atau salah berupa
6, dinyatakan
terkait insulin pemyataan dengan dalam 2 kategori

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


42

oleh pasien DM skala Guttman : yaitu :


1. Kepercayaan
tipe 2
O. Salah benar (skor ~6)
1. Benar O. Kepercayaan
salah (skor <6 )

Pengetahuan Pemahaman Kuesioner mengenai Skor total 14, Ordinal


pengkategorian
pasien DM tipe 2 pegetahuan berupa
berdasarkan cut 0.0
akan informasi 14 pertanyaan dalam point mean 8,
dinyatakan dalam
tentang DM bentuk pilihan ganda
2 kategori yaitu :
beserta dengan 1 jawaban 1. Pengetahuan
baik (skor ~8)
penatalaksanaann benar
O. Pengetahuan
ya kurang(skor<8)

Efikasi diri Kepercayaan diri Kuesioner mengenai Skor dalam Ordinal


efikasi diri berupa rentang 0 - 10,
pasien DM tipe 2
10 pemyataan dalam pengkategorian
untuk melakukan bentuk skala berdasarkan cut 0.0
Guttman dengan point mean 6,
penatalaksanaan
jawaban: dinyatakan dalam
DM dengan O. Tidak 2 kategori yaitu :
1. Iya 1. Efikasi diri
insulin
baik (skor ~6)
O. Efikasi diri
kurang
(skor<6)
Interaksi Bentuk tindakan Kuesioner mengenai Skor nilai dalam Ordinal
interaksi pasien DM rentang 10 - 50 ,
dengan yang terjadi
dengan petugas Pengkategorian
petugas setelah pasien kesehatan berupa 10 berdasarkan cut 0.0
pertanyaan dalam point mean 35,
kesehatan DM tipe 2 dan
bentuk skala likert : dinyatakan dalam
petugas kesehatan 1. Tidak pemah 2 kategori:
2. Jarang 1. Interaksi baik
bertemu dan
3. Kadang - kadang (skor ~ 35)
saling 4. Sering O. Interaksi
5. Selalu kurang
mempengaruhi
(skor<35)
untuk tujuan yang
saling
menguntungkan

Dependen
Inisiasi insulin Suatu keputusan Kuesioner mengenai Skor nilai dalam Ordinal
atau pemyataan inisiasi insulin rentang 13 - 65,

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


43

persetujuan oleh menggunakan pengkategorian


pasien DM tipe 2 modifikasi insulin berdasarkan cut off
untuk treatment appraisal point median 38,
menggunakan scale (ITAS) berupa dinyatakan dalam
insulin 13 pemyataan 2 kategori yaitu:
dengan jawaban 1. Menerima
menggunakan skala (skor~ 38)
likert. Untuk O. Menolak
pemyataan positif : (skor<38)
1. Sangat tidak
setuju
2. Tidak setuju
3. Ragu - ragu
4. Setuju
5. Sangat setuju
Untuk pemyataan
negatif:
1. Sangat setuju
2. Setuju
3. Ragu - ragu
4. Tidak setuju
5. Sangat tidak
setuju

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


BAB4

METODE PENELITIAN

Uraian dalam metodologi ini mencakup desain penelitian, populasi dan sampel, tempat
dan waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, prosedur pengumpulan
data dan analisa data
4.1. Rancangan Penelitian
Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk
melakukan suatu penelitian yang memberikan arab. terhadap jalannya penelitian
(Dharma, 20 11). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah descriptive
correlational karena penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan melihat
hubungan antar variabel pada situasi tertentu, dengan menggunakan desain cross
sectional karena diidentifikasi pada satu satuan waktu (Burn & Grove, 2009).
Rancangan tersebut peneliti gunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
untuk menjelaskan serta melihat hubungan antara karakteristik dan psikososial
pasien DM tipe 2 dengan inisiasi insulin di RSlID Kabupaten Kudus dalam satu
kali pengukuran dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner.

Keuntungan yang dapat peneliti peroleh dengan menggunakan cross sectional


adalah desain ini relatif lebih mudah, praktis karena dapat meneliti banyak
variabel sekaligus, ekonomis dan hasilnya cepat diperoleh. Peneliti juga
mempunyai kemungkinan kecil untuk kehilangan subjek karena penelitian
dilakukan dalam satu waktu (Sastroasmoro & Ismail, 20 I0).

4.2. Populasi dan Sampel


Populasi adalah subjek penelitian yang memiliki kuantitas dan karakteristik
tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
suatu kesimpulan (polit & Beck, 2006). Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh pasien DM tipe 2 dengan indikasi pemberian insulin yang dirawat atau
berobat jalan di RSUD Kabupaten Kudus dengan rata - rata kunjungan setiap
bulan sebanyak 136 orang selama kurun waktu I tahun

Sampel adalah sebagian dari kuantitas dan karakteristik dari populasi yang telah
ditetapkan oleh peneliti atau wakil dari populasi yang diteliti (polit dan Beck,
44 Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


45

2006; Dharma, 2011). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini


menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan
pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan
ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Dharna, 2011). Sampel
pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang dirawat di RSUD Kabupaten
Kudus, dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
4.2.1. Pasien DM tipe 2 yang bersedia ikut penelitian
4.2.2. Pasien DM tipe 2 yang diberlkan saran untuk menggunakan insulin
4.2.3. Tidak dalam kondisi mengalami serangan akut komplikasi DM
Kriteria eksklusi :
4.2.1. Mengalami gangguan fisik (pendengaran, penglihatan, dan koordinasi)
4.2.2. Tidak mendapatkan asuransi kesehatan

Besarnya sampel dihitung dengan menggunakan tabel penentuan jumlah sampel


dari populasi tertentu yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael dengan tingkat
kesalahan 5%, untuk N=136 dilakukan pembulatan pada N=140 maka jumlah
sampelnya adalah 100 orang. Untuk perkiraan drop out ditambah 10% sehingga
jumlah sampel yang diperlukan adalah 110 orang (Sugiyono, 2009)

Tabel4.1

Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi Tertentu

Dengan Taraf Kesalahan 1%, 5% dan 10%

S S
N N
1% 5% 10% 1% 5% 10%
10 10 10 10 110 94 84 78
20 19 19 19 120 102 89 83
30 29 28 27 130 109 95 88
40 38 36 35 140 116 100 92
50 47 44 42 150 122 105 97
60 55 51 49 160 129 110 101
70 63 58 56 170 135 114 105
80 71 65 62 180 142 119 108
90 79 72 68 190 148 123 112
100 87 78 73 200 154 127 115
Sumber : Sugiyono (2009)

Pada saat penelitian tidak terdapat responden yang drop out yang berarti semua
responden yang memenuhi kriteria sampel ikut dalam penelitian. Peneliti tetap
mengambil semua sampel secara keseluruhan yaitu 110 responden.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


46

4.3. Tempat Penelitian


Tempat penelitian dilaksanakan di RSUD Kabupaten Kudus yaitu di ruang rawat
inap penyakit dalam meliputi Cempaka I, Cempaka II, Cempaka III dan
Bougenville I. Tempat penelitian ini dipilih karena RSUD Kudus merupakan
rumah sakit dengan jumlah pasien DM yang dirawat cukup banyak dan
merupakan rumah sakit rujukan untuk karisedenan Pati. Rumah sakit memiliki
prosedur tetap tentang indikasi pemberian insulin pada pasien DM tipe 2 serta
menerima layanan pasien dengan Askes dan Jamkesmas dan hal ini merupakan
kebijakan dalam support system pasien DM tipe 2 untuk mendapatkan insulin.
Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit yang mendukung pengembangan
dalam bidang penelitian

4.4. Waktu Penelitian


Waktu penelitian dilaksanakan selama 5 bulan yaitu mulai September 2012
sampai dengan Januari 2013. Jadwal penelitian secara lengkap terlampir

4.5. Etika Penelitian


Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan usulan atau
proposal penelitian untuk mendapatkan rekomendasi dari komite etik Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Selanjutnya mengajukan izin kepada
pihak-pihak yang terkait dengan proses penelitian ini yaitu direktur dan komite
etik RSUD Kabupaten Kudus serta pihak-pihak di tempat dilakukannya penelitian
berikut responden yang terlibat dalam kegiatan penelitian. Sebagai bentuk
pertimbangan etik, peneliti berupaya untuk memenuhi The Five Rights OfHuman
Subjek in Research (ANA, 1985 dalam Wood & Haber, 2006). Lima hak tersebut
meliputi hak untuk self detemination; hak terhadap Privacy dan martabat; hak
terhadap anonimity dan confidentiality; hak untuk mendapatkan penagganan yang
adil dan hak terhadap perlindung Kemudian dilakukan penelitian dengan
menekankan pada aspek etika sebagai berikut:
4.8.1. SelfDetermination
Responden yang memenuhi kriteria sampel diberikan penjelasan terkait
dengan penelitian meliputi tujuan, manfaat, cara pengambilan data
termasuk hak responden untuk terlibat ataupun tidak: dalam penelitian ini.
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


47

Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada calon responden, calon


responden diberikan kesempatan untuk bertanya sebelum memberikan
persetujuan untuk menjadi responden. Selama proses pengambilan data,
tidak terdapat pasien yang menolak sebagai responden

4.8.2. Privacy
Selama proses pengambilan data, peneliti menggunakan ruang tertutup atau
ruang konseling yang disediakan disetiap ruangan sehingga kerahasiaan
informasi akan terjaga. Setelah informasi didapatkan, peneliti berupaya
menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dan
mempergunakannya hanya untuk kepentingan penelitian atau sebagai alat
bukti jika diminta oleh pengadilan.

4.8.3. Anonimity dan Confidentiality


Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama sampel
penelitian tetapi digunakan inisial nama atau kode responden pada lembar
kuesioner dan setelah pengambilan data, lembar persetujuan dipisahkan
dengan lembar kuesioner selanjutnya data tersebut disimpan oleh peneliti.
Kerahasiaan informasi dan responden dijamin peneliti dan hanya kelompok
data yang dilaporkan sebagai hasil penelitian bukan dalam bentuk data
masing-masing sampel penelitian.

4.8.4. Fear Treatment


Untuk memenuhi prinsip keadilan, peneliti memberikan hal dan perlakuan
yang sarna kepada semua responden dari tahap penentuan responden
sampai akhir penelitian. Peneliti melibatkan responden yang memenuhi
kriteria sarnpel tanpa memandang latar belakang sosial termasuk
didalamnya suku, agarna, ras dan budaya. Selama dan setelah penelitian,
peneliti juga akan memberikan hal yang sama kepada semua responden
meliputi penjagaan privasi, menjaga kerahasiaan identitas dan informasi
yang diberikan oleh responden.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


48

4.8.5. Protection From Discomfort


Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada ruang tertutup atau
ruang konseling sehingga bisa meningkatkan kenyamanan responden selain
untuk menjaga privasi. Untuk membatasi adanya ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi saat mengisi kuesioner, peneliti memberikan kesempatan
kepada responden untuk mengutarakan ketidaknyamanan dan memberikan
kesempatan kepada responden untuk istirahat serta melanjutkan kembali
pengisian kuesioner apabila responden sudah merasa siap. Untuk
menghindari ketidaknyamanan dalam membaca kuesioner, peneliti
menawarkan kepada responden untuk memilih melakukan pengisian
kuesioner secara langsung atau dengan wawancara namun pada saat
pengambilan data, semua responden meminta dalam bentuk wawancara

4.6. Alat Pengumpul Data


Alat pengumpul data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri
dari 7 kuesioner yaitu kuesioner tentang demografi responden, kuesioner sikap,
kuesioner kepercayaan, kuesioner pengetahuan, kuesioner efikasi diri, kuesioner
interaksi dengan petugas kesehatan dan kuesioner tentang inisiasi insulin
4.6.1. Kuesioner demografi responden
Kuesioner karakteristik demografi responden terdiri dari USIa, jems
kelamin, tingkat pendidikan, jumlah pendapatan dan lama mengalami
DM. Data demografi responden masuk dalam kuesioner A yang terdiri
dari 6 pertanyaan dan diisi dengan menuliskan jawaban singkat atau
check list (--1) padajawaban yang dipilih oleh responden

4.6.2. Kuesioner Sikap


Pengukuran sikap menggunakan kuesioner B. Instrumen sikap dalam
penelitian ini menggunakan modifikasi Diabetes Attitude Scale (DAS)
karena DAS merupakan kuesioner yang memiliki validitas berkisar
antara 0.40 sampai dengan 0.60 dan reliabilitas yang ideal dengan nilai
croncbach alpha 0.8 sehingga cukup baik dalam mengukur sikap
seseorang terkait DM (Anderson, Fitzgerald, Funnel, Gruppen, 1998).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


49

Pengukuran kuesioner dengan menggunakan skala likert yaitu 1= sangat


tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju, 5= sangat setuju.
Kuesioner ini berisi 20 pemyataan dengan 4 pemyataan yang
bertentangan (unfavourable) yaitu pertanyaan nomor 2, 12, 16 dan 18.
Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin baik sikap pasien
dengan skor dalam rentang 20 - 100. Untuk analisis selanjutnya sikap
dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap positif jika skor jawaban ~ 67 dan
sikap negatifjika skor jawaban < 67. Pembagian ini berdasarkan nilai cut
offpoint mean karena data berdistrubusi normal

4.6.3. Kuesioner Kepercayaan Terhadap Insulin


Kuesioner kepercayaan menggunakan kuesioner C, memuat pemyataan
tentang kepercayaan terhadap insulin dengan pemyataan yang dibuat
sendiri oleh peneliti dengan menggunakan referensi dari The BeliefAbout
Medicines Questionnaire oleh Home, Weinman, Hankins, (2007) dan
teori tentang insulin. Kuesioner ini memiliki validitas antara 0.44 sampai
0.46 untuk setiap iten dengan nilai croncbach alpha 0.78. Kuesioner ini
berisi 10 pemyataan dengan jawaban menggunakan skala Guttman yaitu
benar dan salah. Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin benar
kepercayaan pasien tentang insulin dengan skor total 10. Untuk analisis
selanjutnya keyakinan dikategorikan menjadi 2 yaitu kepercayaan benar
jika skor jawaban ~ 6 dan kepercayaan salah jika skor jawaban <6 .
Pembagian ini berdasarkan nilai cut off point mean karena data
berdistrubusi normal

4.6.4. Kuesioner Pengetahuan


Kuesioner pengetahuan menggunakan kuesioner D yang memuat
pertanyaan tentang pengetahuan tentang DM dan insulin dengan
pertanyaan yang dibuat sendiri oleh peneliti menggunakan referensi dari
Diabetes Knowledge Test oleh Fitzgerald, et.al (1998) dan berbagai teori
terkait. Kuesioner memiliki nilai cronbach alpha ~ 0.70 sehingga cukup
reliabel. Kuesioner ini berisi 14 pertanyaan pilihan ganda dengan 1
jawaban benar. Semakin tinggi total nilai menunjukkan semakin tinggi
pengetahuan pasien dengan skor total 14.
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


50

Untuk analisis selanjutnya pengetahuan dikategorikan menjadi 2 kategori


berdasarkan cut offpoint mean karena data berdistibusi normal sehingga
didapatkan kategori berupa pengetahuan tinggi jika skor jawaban 2: 8 dan
pengetahuan rendahjika skor jawaban <8.

4.6.5. Kuesioner Efikasi diri


Kuesioner efikasi diri menggunakan kuesioner E yang memuat
pemyataan tentang efikasi diri pasien DM dalam tatalaksana insulin
dengan pemyataan yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan referensi dari
Diabetes Management Self Efficacy Scale (DMSES) oleh Sturt,
Heamshaw, Wakelin, (2009) dan teori terkait. Kuesioner ini cukup baik
untuk mengukur efikasi diri pasien DM karena hasil Pearson's
correlation coefficient 0.46 (P,O.OOOl) dengan cronbach alpha 0.89.
Kuesioner ini berisi 10 pemyataan dengan jawaban menggunakan skala
Guttman yaitu ya dan tidak. Semakin tinggi total nilai menunjukkan
semakin baik efikasi diri responden dengan skor total 10. Untuk: analisis
selanjutnya efikasi diri dikategorikan berdasarkan cut offpoint mean 6
sehingga didapatkan kategori efikasi diri baik jika skor jawaban 2: 6 dan
efikasi diri kurang jika skor jawaban < 6

4.6.6. Kuesioner Interaksi


Kuesioner interaksi menggunakan kuesioner F yang memuat pertanyaan
tentang interaksi responden dengan petugas kesehatan (dokter, perawat)
yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan referensi dari
Interpersonal Processes Of Care Questionnaire (IPC-I) oleh Steward,
(2002). Kuesioner ini berisi 10 pertanyaan dengan pengukuran
menggunakan skala likert yaitu 1= tidak pemah, 2 = jarang, 3 = kadang ­
kadang, 4 = sering, 5= selalu. Semakin tinggi total nilai menunjukkan
semakin baik interaksi responden dengan skor dalam rentang 10 - 50.
Untuk analisis selanjutnya interaksi dikategorikan menjadi 2 kategori
berdasarkan nilai cut off point mean 35 sehinggadidapatkan kategori
interaksi baik jika skor jawaban 2: 35 dan interaksi kurang jika skor
jawaban <35

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


51

4.6.7. Kuesioner Inisiasi Insulin


Pengukuran inisiasi insulin menggunakan kuesioner G. Instrumen inisiasi
insulin menggunakan modifikasi Insulin Treatment Appraisal Scale
(ITAS) dari Snoeck (2007). Uji reliabilitas yang dilakukan memiliki nilai
koefisien korelasi Cronbach Alpha 0,89 untuk: semua item pertanyaan,
0,90 untuk: pertanyaan penilaian negatif dan 0,68 untuk pertanyaan
penilaian positif. Peneliti memakai kuesioner ITAS untuk: mengukur
inisiasi insulin karena kuesioner ini telah banyak dipakai oleh beberapa
peneliti pada penelitian sebelumnya dan ITAS memiliki validitas
konstruk yang baik dan nilai reliabilitas yang tinggi. Penggunaan
instrument ITAS dalam penelitian ini, dengan pengukuran menggunakan
skala likert yaitu 1= sangat setuju, 2 = setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = tidak
setuju, 5= sangat tidak setuju. Kuesioner ini berisi 13 pemyataan dengan
4 pemyataan positif dan 9 pemyataan negatif. Untuk: analisis selanjutnya
inisiasi insulin dikategorikan menjadi 2 yaitu menerimajika skor jawaban
2:38 dan menolakjika skor jawaban < 38. Pengkategorian ini didasarkan
pada nilai cut offpoint median 38 karena distribusi data tidak normal

4.7. Prosedur Pengumpulan data


Prosedur dalam pengumpulan data digunakan untuk: mengumpulkan data
penelitian. Cara yang digunakan dalam pengumpulan data hams objektif yang
berarti bebas dari bias, keyakinan, nilai - nilai atau sikap pribadi peneliti dan
sistematik yang berarti pengumpulan data hams dilakukan secara resmi, konsisten
dan sesuai standar (Wood & Haber, 2010). Langkah - langkah dalam
pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi
4.7.1. Prosedur administratif
Peneliti mengajukan uji etik ke komite etik penelitian keperawatan
Fakultas Imu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) yang
dilanjutkan dengan proses perijinan oleh Dekan ke Direktur RSUD
Kabupaten Kudus dengan meminta rekomendasi penelitian kepada
Kepala Kesbangpolinmas Provinsi Jawa Barat dilanjutkan ke Kepala
Kesbangpolinmas Provinsi Jawa Tengah kemudian dilanjutkan lagi ke
Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Kudus dan Bupati Kudus melalui
kepala Bappeda.
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


52

4.7.2. Prosedur Teknis


Peneliti meminta ijm kepada penanggung jawab ruangan kemudian
mensosialisasikan maksud dan tujuan penelitian. Selama proses
pengumpulan data peneliti dibantu oleh 2 orang perawat, sebelum
pengumpulan data peneliti menjelaskan tentang tehnik dan cara
pengumpulan data serta melakukan persamaan persepsi terhadap isi
kuesioner kepada asisten peneliti. Saat pengumpulan data peneliti
menentukan responden yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eklusi
terlebih dahulu. Setelah mendapatkan responden, peneliti memberikan
penjelasan penelitian meliputi semua aspek yang tercantum dalam lembar
penjelasan penelitian dan peneliti meminta tanda tangan responden
apabila responden bersedia untuk terlibat dalam penelitian. Selanjutnya,
peneliti menawarkan kepada responden untuk mengisi kuesioner secara
langsung atau dengan wawancara. Selama proses pengambilan data,
responden memilih untuk wawancara sehingga data yang terkumpul
lengkap dan langkah selanjutnya adalah mengolah data.

4.8. Validitas dan Reliabilitas


Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan uji
validitas dan uji reliabilitas untuk mengetahui tingkat kesahihan dan konsistensi
instrumen (Sugiyono, 2007). Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas pada
30 responden di RSUD Kabupaten Kudus agar karakteristik respondennya sama
4.8.1. Validitas
Instrumen yang valid berarti instrumen yang digunakan dapat mengukur
apa yang seharusnya diukur. Pengukuran validitas secara statistik
dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing - masing pemyataan
dengan menggunakan core/asi product moment. Kuesioner dinyatakan
valid jika nilai korelasi masing - masing item pertanyaan dengan nilai
total setiap variabel menunjukkan angka 2: r tabel (n : 30, r tabel : 0.361)
(Sugiyono, 2010). Setelah dilakukan uji validitas, apabila diketemukan
item pertanyaan tidak valid, peneliti akan membuang item pertanyaan
tersebut apabila jumlah item yang tersisa masih bisa mewakili indikator
pertanyaan dan peneliti akan merevisi apabila item pertanyaan yang
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


53

mewakili indikator pertanyaan memiliki jumlah yang terbatas. Uji


validitas terhadap kuesioner sikap didapatkan 13 item yang tidak valid
kemudian peneliti membuang item tersebut sehingga tersisa 20 item
dengan nilai r hitung antara 0.501 sampai dengan 0.748 untuk tiap item
pernyataan. Uji validitas terhadap 10 item kuesioner kepercayaan
terhadap insulin didapatkan semua item valid dengan nilai r hitung antara
0.465 sampai dengan 0 .815. Uji validitas kuesioner pengetahuan
didapatkan 8 item tidak valid kemudian peneliti membuang 6 item dan
melakukan revisi 2 item, tersisa 14 item dengan nilai r hitung antara 0.469
sampai dengan 0.774 untuk. Uji validitas terhadap 10 kuesioner efikasi
diri didapatkan semua item valid dengan nilai r hitung antara 0.508 sampai
dengan 0.789, demikian pula uji validitas terhadap kuesioner interaksi
dengan petugas kesehatan didapatkan semua 10 item valid dengan nilai r
hitung 0.451 sampai dengan 0.687, sedangkan uji validitas terhadap
kuesioner inisiasi insulin didapatkan 14 item valid dengan nilai r hitung
0.488 sampai dengan 0.687 sehingga jumlah keseluruhan item kuesioner
yang valid adalah 83 item

4.8.2. Reliabilitas
Kuesioner reliabel jika kuesioner yang dipakai menunjukkan hasil
pengukuran yang relatif konsisten apabila pengukuran digunakan secara
berulang (Dharma, 2011). Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini
dilakukan setelah peneliti mendapatkan item kuesioner yang valid.
Pengukuran reliabilitas menggunakan Cronbach alpha. Uji ini dilakukan
untuk mengukur rata - rata konsistensi internal diantara item pertanyaan
dengan hasil perhitungan statistik dalam rentang 0-1. Kuesioner
dinyatakan reliable jika instrumen memiliki nilai reliabilitas > 0,70
(Sugiyono, 2010). Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner sikap mendapakan
hasil nilai cronbach alpha sebesar 0.753, kuesioner kepercayaan terhadap
insulin 0.763, kuesioner pengetahuan 0.767, kuesioner efikasi diri 0.770,
kuesioner interaksi dengan petugas kesehatan 0.757 dan kuesioner inisiasi
insulin 0.924. dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kuesioner
dalam penelitian ini reliabel karena memiliki nilai cronbach alpha lebih
dari 0.70.
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


54

4.9. Pengolahan Data


Sete1ah data yang diperlukan terkumpul selanjutnya dilakukan proses pengolahan
sebagai berikut (Hastono & Luknis, 2008):
4.9.1. Pemeriksaan data (editing), yaitu memeriksa atau mengoreksi data yang
telah dikumpulkan meliputi kelengkapan, kesesuaian, keje1asan, dan
kekonsistenan jawaban.
4.9.2. Pemberian kode (coding), yaitu memberi kode pada setiap komponen
variabel, dilakukan untuk: mempermudah proses tabulasi dan analisis
data. Pemberian kode dilakukan sesudah pengumpulan data.
4.9.3. Memasukan data (entry), setelah kuesioner terisi seluruhnya, dan te1ah
dilakukan pengkodean, se1anjutnya dilakukan pemprosesan data dengan
memasukkan data dalam program komputer agar dapat dianalisis.
4.9.4. Pembersihan data (cleaning),memeriksa kembali data yang sudah di­
entry kedalam program komputer apakah ada kesalahan atau tidak
sebelum dilakukan analisis.

4.10. Analisis data


4.10.1. Analisis univariat
Tujuan dari analisis univariat adalah untuk: mendeskripsikan masing­
masing variabel yang diteliti. Peringkasan data kategorik hanya
menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase masing ­
masing kelompok. Penyajian masing - masing variabel dengan
menggunakan tabe1 dan diinterpretasi berdasarkan hasil yang diperoleh.

4.10.2. Analisis bivariat


Analisis bivariat dilakukan untuk: membuktikan hipotesis pene1itian pada
a: 0.05 yaitu menguji hubungan masing - masing variabel independen
dengan variabel dependen. Uji statistik untuk: analisis bivariat penelitian
ini menggunakan chi square karena bentuk: data kategorik (Hastono,
2007). Uji analisis untuk: setiap variabel disajikan dalam tabel4.2

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


55

Tabel4.2
Tabel uji statistik berdasarkan skala variabel independen dan variabel
dependen serta jenis uji statistik

No Variabel Independen Variabel Jenis Uji Statistik


Dependen
1 Usia Inisiasi insulin Uji Chi Square
( data kategorik ) ( data kategorik )

2 Jenis Kelamin Inisiasi insulin Uji Chi Square


( data kategorik ) ( data kategorik )

3 Tingkat pendidikan Inisiasi insulin Uji Chi Square


( data kategorik ) ( data kategorik)

4 Pendapatan Inisiasi insulin Uji Chi Square


( data kategorik ) ( data kategorik )

5 Lama mengalami DM Inisiasi insulin Uji Chi Square


( data kategorik ) ( data kategorik )

6 Sikap Inisiasi insulin Uji Chi Square


( data kategorik ) ( data kategorik )

7 Kepercayaan Inisiasi insulin Uji Chi Square


( data kategorik ) ( data kategorik )

8 Pengetahuan Inisiasi insulin Uji Chi Square


( data kategorik ) ( data kategorik )

9 Efikasi diri Inisiasi insulin Uji Chi Square


( data kategorik ) ( data kategorik )

10 Interaksi dengan Inisiasi insulin Uji Chi Square


petugas kesehatan ( data kategorik )
(data kategorik)

4.10.3. Analisis multivariat


Analisis multivariat digunakan untuk mempelajari beberapa variabel
bebas dengan dengan satu atau beberapa variabel terikat. Uji statistik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik ganda
karena variabel terikat merupakan data kategorik dikotomi (Hastono,
2007)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


56

Analisa multivariat dalam penelitian 1111 digunakan untuk


mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh terhadap inisiasi
insulin pada pasien DM tipe 2. Analisis multivariat dilakukan
melalui model prediksi yaitu untuk memperoleh model yang terdiri
dari beberapa variabel prediktor yang terbaik untuk memprediksi
kejadian variabel dependen (Hastono, 2007). Prosedur pemodelan
dapat dijelaskan sebagai berikut :
4.10.3.1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel
independen dan dependen. Bila hasil uji variat mempunyai
nilai p < 0,25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam
model multivariat. Variabel dengan p > 0,25 dapat masuk
dalam model multivariat jika secara substansi variabel
tersebut penting.
4.10.3.2. Memilih variabel yang dianggap penting dengan cara
mempertahankan variabel yang mempunyai p < 0,05 dan
mengeluarkan variabel yang mempunyai p > 0,05 secara
bertahap mulai dari variabel yang memiliki p paling besar.
4.10.3.3. Setelah variabel-variabel penting didapatkan, langkah
selanjutnya adalah memeriksa kembali OR masing ­
masing variabel untuk menentukan mana yang paling
berinteraksi dengan variabel dependen.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


BAB5

HASIL PENELITIAN

Bab 5 ini menjelaskan hasil penelitian mengenai faktor - faktor yang mempengaruhi
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kudus. Penelitian
dilakukan pada bulan Desember 2012 dengan jumlah responden 110 responden pasien
DM tipe 2 yang diberikan saran untuk menggunakan insulin, diperoleh dari ruang rawat
inap meliputi ruang Cempaka I, II, III dan Baougenville II sebanyak 77 responden dan
melalui kunjungan rumah sebanyak 33 responden. Hasil penelitian berupa analisis
univariat, bivariat dan multivariat.

5.1. Analisis Univariat


Hasil analisis univariat menggambarkan distribusi responden berdasarkan
karakteristik (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama mengalami DM,
jumlah pendapatan) dan aspek psikososial (sikap, kepercayaan terhadap insulin,
pengetahuan, efikasi diri, interaksi dengan petugas kesehatan) serta inisiasi
insulin.

57

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


58

5.1.1. Karakteristik responden

Tabel5.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik

di RSUD Kabupaten Kudus bulan Desember 2012

n: 110

Variabel Jumlah Persentase (%)


2: 55 tahun 49 44.5
Usia
< 55 tahun 61 55.5
Total 110 100
Lakilaki 49 44.5
Jenis Kelamin
Perempuan 61 55.5
Total 110 100
Pendidikan SD 39 35.5
SMP 32 29.1
SMA 22 20
PT 17 15.5
Total 110 100
Pendapatan 2: 900000 50 45.4
< 900000 60 54.6
Total 110 100
Lama mengalami 2: 3 tabun 52 47.2
DM
< 3 tabun 58 52.8
Total 110 100

Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar


responden adalah pasien dengan usia < 55 (55.5%), berjenis kelamin
perempuan (55.5%), pendidikan SD (35.5%), memiliki pendapatan < Rp
900.000,00 (54.6%) dan lama mengalami DM < 3 tahun (52.8 %)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


59

5.1.2. Aspek Psikososial Responden

Tabel5.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aspek Psikososial

di RSUD Kabupaten Kudus bulan Desember 2012

(n: 110)

Variabel Jumlah Persentase (%)


Negatif 79 71.8
Sikap
Positif 31 28.2
Total 110 100
Salah 38 34.5
Kepercayaan
Terhadap Insulin Benar 72 65.5
Total 110 100
Pengetahuan Kurang 49 44.5
Baik 61 55.5
Total 110 100
Efikasi Diri Kurang 55 50
Baik 55 50
Total 110 100
Interaksi Dengan Kurang 33 30
Petugas
Baik 77 70
Kesehatan
Total 110 100

Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar


responden adalah pasien yang memiliki sikap negatif (71.8%),
kepercayaan benar terhadap insulin (65.5%), pengetahuan yang baik
(55.5%), efikasi diri baik (50%) dan interaksi yang baik dengan petugas
kesehatan (70%)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


60

5.1.3. Inisiasi Insulin

Tabel5.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Inisiasi Insulin

di RSUD Kabupaten Kudus bulan Desember 2012

(n: 110)

Inisiasi Insulin Jumlah Persentase (%)


Menolak 61 55.5
Menerima 49 45.5
Total 110 100

Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar


responden menolak insulin (55.5%)

5.2. Analisis Bivariat


Analisi bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan masing - masing variabel
independen meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, lama mengalami DM, sikap,
kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan
petugas kesehatan dengan variabel dependen yaitu inisiasi insulin.

5.2.1. Hubungan Usia Pasien dengan Inisiasi Insulin

Tabel5.4

Analisis Hubungan Usia Pasien dan Inisiasi Insulin

di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012

(n: 110)

0.899

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara usia dan inisiasi insulin pada
tabel 5.4 dengan menggunakan chi square memperlihatkan bahwa ada

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


61

sebanyak 28 (57.1%) pasien DM berusia 2: 55 tahun menolak insulin.


Sedangkan diantara pasien DM berusia < 55 tahun terdapat 33 (54.1%)
pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.899,
a : 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi
kejadian penolakan insulin antara pasien DM berusia 2: 55 tahun dan
pasien DM berusia < 55 tahun ( tidak ada hubungan antara usia dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ).

5.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Inisiasi Insulin


Tabe15.5

Analisis Hubungan Jenis Kelamin dan Inisiasi Insulin

di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012

(n: 110)

Inisiasi Insulin
Total
Menolak Menerima p
Variabel
n % n % n %
Jenis Laki -laki 26 53.1 23 46.9 49 100
Kelamin Perempuan 35 57.4 26 42.6 61 100 0.795
Total 61 55.5 49 45.5 110 100

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dan inisiasi


insulin pada tabel 5.5 dengan analisis chi square memperlihatkan bahwa
ada sebanyak 26 (53.1%) pasien DM berjenis kelamin laki - laki menolak
insulin. Sedangkan diantara pasien DM berjenis kelamin perempuan,
terdapat 35 (57.4%) pasien DM yang menolak insulin. Hasil uji statistik
diperoleh nilaip = 0.795, a:0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak: ada
perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara jenis kelamin laki ­
laki dengan perempuan (tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


62

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dan inisiasi


insulin pada tabel 5.6 dengan analisis chi square memperlihatkan bahwa
ada sebanyak 25 (64.1%) pasien DM dengan pendidikan SD menolak
insulin, 20 (62.5%) pasien DM dengan pendidikan SMP menolak insulin
sedangkan pasien DM dengan pendidikan SMA terdapat 9 (40.9%) pasien
menolak insulin dan 7(41.2%) pasien DM dengan pendidikan Perguruan
tinggi menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.16, a : 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD
Kabupaten Kudus

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


63

5.2.4. Hubungan Pendapatan dengan Inisiasi Insulin


Tabe15.7

Analisis Hubungan Pendapatan dan Inisiasi Insulin

di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012

(n: 110)

Inisiasi Insulin
Total
Menolak Menerima p
Variabel
n % N % n %
~ Rp.900.000 28 56 22 44 50 100
Pendapatan
< Rp.900.000 33 55 27 45 60 100 1.00
Total 61 55.5 49 44.5 110 100

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pendapatan dan inisiasi insulin


pada tabel5.7 dengan chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak 28
(56%) pasien DM dengan pendapatan ~ Rp.900.000 menolak insulin.
Sedangkan diantara pasien DM dengan pendapatan < Rp.900.000, terdapat
33 (55%) pasien DM yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh
nilai p = 1.00, u:0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM dengan pendapatan
~ Rp.900.000 dan pasien DM dengan pendapatan < Rp.900.000 (tidak ada
hubungan antara pendapatan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2
di RSUD Kabupaten Kudus).

5.2.5. Hubungan Lama Mengalami DM dengan Inisiasi Insulin


Tabe15.8

Analisis Hubungan Lama Mengalami DM dan Inisiasi Insulin

di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012

(n: 110)

Inisiasi Insulin
Total
Menolak Menerima p
Variabel
n % n % n %
Lama Mengalami ;;:: 3 taboo 26 50 26 50 52 100
DM < 3 taboo 35 60.3 23 39.7 58 100 0.369
Total 61 55.5 49 44.5 110 100

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara lama mengalami DM dan


inisiasi insulin pada tabel 5.8 dengan analisis chi square memperlihatkan

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


64

bahwa ada sebanyak 26 (50%) pasien DM dengan lama mengalami DM 2:


3 taboo menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM dengan lama
mengalami DM < 3 taboo, terdapat 35 (60.3%) pasien DM yang menolak
insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.369, a:0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian penolakan
insulin antara pasien DM dengan lama mengalami DM 2: 3 taboo dan
pasien dengan lama mengalami DM < 3 taboo (tidak ada hubungan antara
lama mengalami DM dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di
RSUD Kabupaten Kudus).

5.2.6. Hubungan Sikap dengan Inisiasi Insulin


Tabel5.9

Analisis Hubungan Sikap dan Inisiasi Insulin di RSUD

Kabupaten Kudus Desember 2012

(n: 110)

Inisiasi Insulin
Total
Menolak Menerima p
Variabel
n % n % n %
Negatif 50 63.3 29 36.7 79 100
Sikap
Positif 11 35.5 20 64.5 31 100 0.015
Total 61 55.5 49 44.5 110 100

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara sikap dan inisiasi insulin pada
tabel 5.9 dengan menggunakan analisis chi square memperlihatkan bahwa
ada sebanyak 50 (63.3%) pasien DM yang memiliki sikap negatifmenolak
insulin. Sedangkan diantara pasien DM dengan sikap positif, terdapat 11
(35.5%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p =

0.015, a: 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi


kejadian penolakan insulin antara responden yang memiliki sikap negatif
dan sikap positif (ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


65

5.2.7. Hubungan Kepercayaan Terhadap Insulin dengan Inisiasi Insulin

Tabel5.10

Analisis Hubungan Kepercayaan Terhadap Insulin dan Inisiasi Insulin

di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012

(n: 110)

Inisiasi Insulin
Total
Menolak Menerima p
Variabel
n % n % n %
Kepercayaan Salah 17 44.7 21 55.3 38 100
Terhadap Benar 44 61.1 28 38.9 72 100
0.149
Insulin
Total 61 55.5 49 44.5 110 100

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kepercayaan terhadap insulin


dan inisiasi insulin pada tabel 5.10 dengan analisis chi square
memperlihatkan bahwa ada sebanyak 17 (44.7%) pasien DM dengan
kepercayaan yang salah terhadap insulin menolak penggunaan insulin.
Sedangkan diantara pasien DM dengan kepercayaan yang benar terhadap
insulin, terdapat 44 (61.1%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p = 0.149, a: 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM
yang memiliki kepercayaan salah terhadap insulin dengan pasien DM
yang memiliki kepercayaan yang benar terhadap insulin (tidak ada
hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dengan inisiasi insulin pada
pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus ).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


66

5.2.8. Hubungan Pengetahuan dengan Inisiasi Insulin


Tabel5.11

Analisis Hubungan Pengetahuan dan Inisiasi Insulin

di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012

(n: 110)

Inisiasi Insulin
Total
Menolak Menerima p
Variabel
n % n % n %
Kurang 38 77.6 11 22.4 49 100
Pengetahuan
Baik 23 37.7 38 62.3 61 100 0.0001
Total 61 55.5 49 44.5 110 100

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pengetahuan dan inisiasi


insulin pada tabel 5.11 dengan analisis chi square memperlihatkan bahwa
ada sebanyak 38 (77.6%) pasien DM dengan pengetahuan kurang menolak
insulin. Sedangkan diantara pasien DM yang memiliki pengetahuan baik,
terdapat 23 (37.7%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0.00, a:0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada

perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien DM yang


memiliki pengetahuan kurang dengan pasien DM yang memiliki
pengetahuan baik (ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten
Kudus).

5.2.9. Hubungan Efikasi Diri dengan Inisiasi Insulin


Tabel5.12

Analisis Hubungan Efikasi Diri dan Inisiasi Insulin

di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012

(n: 110)

Inisiasi Insulin
Total
Menolak Menerima p
Variabel
n % n % n %
Kurang 41 74.5 14 25.5 55 100
Efikasi Diri
Baik 20 36.4 35 63.6 55 100 0.0001
Total 61 55.5 49 45.5 110 100

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


67

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara efikasi diri dan inisiasi insulin
pada tabel 5.18 dengan chi square memperlihatkan bahwa ada sebanyak
41 (74.5%) pasien DM dengan efikasi diri kurang menolak insulin.
Sedangkan diantara pasien DM yang memiliki efikasi diri baik, terdapat
20 (36.4%) pasien yang menolak insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p = 0.00, u:0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara efikasi diri dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2
di RSUD Kabupaten Kudus.

5.2.10. Hubungan Interaksi Dengan Petugas Kesehatan dengan Inisiasi Insulin


Tabel5.13

Analisis Hubungan Interaksi Dengan Petugas Kesehatan dan Inisiasi

Insulin di RSUD Kabupaten Kudus Desember 2012

(n: 110)

Inisiasi Insulin
Total
Menolak Menerima p
Variabel
n % n % n %
Kurang 28 84.8 5 15.2 33 100
Interaksi
Baik 33 42.9 44 57.1 77 100 0.0001
Total 61 55.5 49 44.5 110 100

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara interaksi dengan petugas


kesehatan dan inisiasi insulin pada tabel 5.13 memperlihatkan bahwa ada
sebanyak 28 (84.8%) pasien DM yang kurang berinteraksi dengan petugas
kesehatan menolak insulin. Sedangkan diantara pasien DM berinteraksi
baik dengan petugas kesehatan, terdapat 33 (42.9%) pasien yang menolak
insulin. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.00 maka dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan proporsi kejadian penolakan insulin antara pasien
DM yang memiliki interaksi kurang dengan pasien DM yang memiliki
interaksi baik (ada hubungan yang signifikan antara interaksi dengan
petugas kesehatan dan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD
Kabupaten Kudus ).

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


68

5.3. Analisis Multivariat


Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan semua variabel
independen meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, lama mengalami
DM, sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri, interaksi
dengan petugas kesehatan dengan variabel dependen yaitu inisiasi insulin dan
mencari variabel yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen. Pada
penelitian ini digunakan regresi logistik dengan model prediksi. Langkah
pemodelannya adalah sebagai berikut :
5.3.1. Pemilihan variabel kandidat multivariat
Pemilihan dilakukan dengan melakukan analisis bivariat masing masing
variabel independen dengan variabel dependen. Bila hasil uji mempunyai p
< 0.25, maka variabel tersebut dapat masuk pada model multivariat.
Variabel yang diduga berhubungan dengan inisiasi insulin adalah usia, jenis
kelamin, pendidikan, pendapatan, lama mengalami DM, sikap, kepercayaan
terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas
kesehatan. Hasil analisis bivariat variabel - variabel penelitian ditampilkan
pada tabel 5.14 berikut ini :

Tabel5.14
Hasil Uji Bivariat Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat
No Variabel P
1 Usia 0.52
2 Jenis Kelamin 0.65
3 Pendidikan 0.14*
4 Lamamengalami DM 0.94
5 Pendapatan 0.29
6 Sikap 0.01*
7 Kepercayaan terhadap insulin 0.10*
8 Pengetahuan 0.0001*
9 Efikasidiri 0.0001*
10 Interaksi dengan petugas kesehatan 0.0001*
Ket:* = Variabel dengan p < 0.25 (kandidat multivariat)

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


69

Berdasarkan basil analisis bivariat didapatkan bahwa variabel yang masuk


dalam pemodelan selanjutnya adalah variabel pendidikan, sikap,
kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri, interaksi dengan
petugas kesehatan

5.3.2. Memilih variabel yang dianggap penting untuk: masuk kedalam model
dengan cara mempertahankan variabel yang mempunyai p < 0.05 dan
mengeluarkan variabel yang mempunyai p > 0.05 seperti tercantum dalam
tabel 5.15

Tabel5.15

Hasil Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, Sikap, Kepercayaan

Terhadap Insulin, Pengetahuan, Efikasi Diri dan Interaksi dengan

Petugas Kesehatan

No Variabel p OR 95%CI
1 Pendidikan 0.53 0.67 0.20-2.28
2 Sikap 0.10 2.88 0.79-10.5
3 Kepercayaan 0.04 0.31 0.10-0.94
4 Pengetahuan 0.0001 9.63 3.11-29.76
5 Efikasi Diri 0.0001 8.25 2.67-25.49
6 Interaksi Dengan Petugas 0.016 5.13 1.35-19.44
Kesehatan

Berdasarkan tabel 5.15 terlihat ada 2 variabel memiliki p > 0.05 yaitu
pendidikan dan sikap, yang terbesar adalah pendidikan sehingga pemodelan
selanjutnya variabel pendidikan dikeluarkan dari model kemudian dilakukan
pengujian ulang, dengan tahapan yang sama dilakukan pengujian terhadap
variabel sikap. Hasil analisis perbandingan OR setelah variabel pendidikan
dikeluarkan, OR variabel sikap berubah > 10% sehingga variabel
pendidikan dimasukan lagi kedalam model. Sementara basil analisis
perbandingan OR setelah variabel sikap dikeluarkan, OR variabel
pendidikan dan interaksi dengan petugas kesehatan berubah > 10% sehingga
variabel sikap dimasukkan lagi kedalam model.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


70

5.3.3. Setelah memperoleh model yang memuat variabel - variabel penting,


langkah terakhir adalah memeriksa kemungkinan interaksi variabel kedalam
model

Uji interaksi dilakukan untuk menilai variabel yang diduga secara substansi
ada interaksi. Dalam penelitian ini uji interaksi dilakukan untuk variabel
pendidikan dan pengetahuan. Hasil uji didapatkan bahwa tidak ada interaksi
antara pendidikan dan pengetahuan (p : 0.529, a : 0.05) sehingga
disimpulkan tidak ada interaksi antar variabel independen yang masuk
pemodelan seperti yang terlihat dalam tabel 5.16

Tabe15.16

Hasil Analisis Multivariat Variabel Interaksi Antara Pengetahuan dan

Pendidikan dengan Variabel Inisiasi Insulin

No Variabel p OR 95%CI
1 Pendidikan 0.38 0.43 0.06-2.77
2 Sikap 0.10 2.90 0.79-10.6
3 Kepercayaan 0.03 0.29 0.09-0.91
4 Pengetahuan 0.0001 7.53 1.97-28.77
5 Efikasi Diri 0.0001 8.10 2.61-25.13
6 Interaksi Dengan Petugas 0.016 4.94 1.32-18.45
Kesehatan
7 Pendidikan by 0.529 2.07 0.21-20.15
pengetahuan

Setelah dilakukan anaisis lanjut, variabel yang masuk pemodelan adalah


pendidikan, sikap, kepercayaan terhadap insulin, pengetahuan, efikasi diri dan
interaksi. Model secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5.17

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


71

Tabel5.17

Hasil Analisis Multivariat Variabel Pendidikan, Sikap, Kepercayaan terhadap

insulin, Pengetahuan, Efikasi Diri dan Interaksi dengan petugas kesehatan

dengan Variabel Inisiasi Insulin

No Variabel p OR 95%CI
1 Pendidikan 0.53 0.67 0.20-2.28
2 Sikap 0.10 2.88 0.79-10.5
3 Kepercayaan 0.04 0.31 0.10-0.94
4 Pengetahuan 0.0001 9.63 3.11-29.76
5 Efikasi Diri 0.0001 8.25 2.67-25.49
6 Interaksi Dengan 0.016 5.13 1.35-19.44
Petugas Kesehatan

Dari analisis multivariat pada tabel 5.25 didapatkan kesimpulan bahwa


pengetahuan memiliki pengaruh yang paling besar terhadap inisiasi insulin
dengan OR : 9.63

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


BAB6

PEMBAHASAN

Bab 6 ini membahas tentang interpretasi dan hasil diskusi, keterbatasan penelitian dan
implikasi basil untuk keperawatan
6.1. Interpretasi dan Hasil Diskusi
6.1.1. Usia dan Inisiasi Insulin
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata - rata umur pasien adalah 55
tahun dan penolakan insulin justru hampir sarna besarnya baik pada pasien
dengan usia ~ 55 dan < 55 tahun dengan melihat hasil terdapat 28 (57.1%)
pasien DM berusia ~ 55 tahun menolak insulin dan 33 (54.1%) pasien
berusia < 55 tahun yang menolak insulin. Nilai p = 0.899 sehingga dapat
diarnbil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan inisiasi
insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus.

Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan


Soohyun, (2009) dengan rata - rata usia responden 64.3 tahun dan standar
deviasi 13.5 tahun, Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pasien DM
dengan usia yang lebih muda lebih bisa menerima insulin dibanding usia
lanjut karena pasien DM dengan usia muda lebih memiliki harapan positif
dengan pemberian insulin.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Peyrot, Rubin, Lauritzen, Snoeks,


Matthews, Skovlund, (2004) tentang hambatan untuk mengembangkan
penatalaksanaan DM yang melibatkan beberapa Negara. Hasil penelitian
tersebut mengambarkan bahwa penerimaan pasien untuk melakukan
penatalaksanaan DM tidak dipengaruhi oleh usia karena dengan rentang
rata - rata usia 54.6 sampai dengan 64.1 justru persentase penerimaan
penatalaksanaan DM tidak mengikuti rentang umur yang ada. Hasil
penelitian yang dilakukan di beberapa negara tersebut memperkuat hasil
penelitian ini bahwa usia tidak berpengaruh terhadap perilaku pasien.

Menurut peneliti, usia tidak lagi menjadi pengaruh walaupun usia mampu
mempengaruhi kematangan berpikir seseorang tetapi persepsi pasien
72 Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


73

tentang keparahan penyakit lebih memotivasi pasien berperilaku.


Pemyataan tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Owen,
Seetho, Idris, (2010) yang menyatakan pasien DM berusia dewasa
cenderung menolak insulin karena pasien DM dengan usia dewasa belum
mengalami komplikasi dibanding usia lanjut. Sementara dalam penelitian
ini, berdasarkan pengamatan dari catatan medis pasien memperlihatkan
komplikasi sudah terjadi saat pasien tersebut masuk RS dari rentang usia
yang termuda sampai tertua.

Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah rata - rata usia pasien dalam
penelitian ini lebih muda dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dan
bisa dilihat komplikasi terjadi lebih awal, kondisi ini bisa disebabkan
kesadaran diri pasien yang kurang dan lebih memprihatinkan lagi
kurangnya kesadaran ini mengakibatkan keterlambatan untuk datang ke
layanan kesehatan sehingga pasien datang ke layanan kesehatan sudah
dalam keadaan terjadi komplikasi serius. Gambaran serupajuga didapatkan
oleh Pranoto, (2012) dari hasil survey yang dilakukan memperlihatkan
hasil bahwa pasien datang ke layanan kesehatan sudah dalam kondisi
penurunan fungsi pankreas. Fenomena tersebut merupakan tantangan bagi
perawat untuk meningkatkan pengetahuan pasien karena dengan semakin
tinggi pengetahuan pasien diharapkan meningkat pula kesadaran diri
pasien.

6.1.2. Jenis kelamin dan inisiasi insulin


Penelitian ini mengikutsertakan pasien DM berjenis kelamin laki laki
sebanyak 49 orang dan perempuan sebanyak 61 orang. Pasien DM berjenis
kelamin laki - laki dan perempuan memiliki kecenderungan yang sama
untuk menolak insulin dengan melihat hasil penolakan insulin dilakukan
oleh 53.1% pasien laki laki dan 57.44% pasien perempuan. Hasil analisis
bivariat memperlihatkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2.

Hasil Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya yang


dilakukan oleh Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005)
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


74

dimana hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa jenis kelamin


berhubungan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2, hasil penelitian
tersebut menjelaskan bahwa perempuan lebih menolak insulin dibandingkan
dengan pasien berjenis kelamin laki - laki. Studi kualitatif yang dilakukan
oleh Kwang, Hsu, Yu, Yuh, (2012) tentang hambatan dalam inisiasi insulin
pada pasien DM tipe 2 di Taiwan menyatakan hambatan yang dialami oleh
pasien DM perempuan adalah ketakutan akan injeksi serta masalah
psikologis seperti perasaan bersalah, merasa gagal, cemas dengan
penatalaksanaan insulin serta takut efek samping insulin.

Hasil penelitian ini memperkuat penelitian sebelurnnya yang dilakukan oleh


Lerman et al. (2009) di Meksiko dengan melibatkan 62% pasien DM
perempuan. Hasil analisa antara jenis kelamin perempuan dengan penolakan
insulin menunjukkan p = 0.06, a : 0.05 yang berarti tidak ada hubungan
yang signifikan antara jenis kelamin dengan penolakan insulin. Penelitian
yang dilakukan oleh Woudenberg, Lucas, Latour, Reimer, (2011) di
Amsterdam dengan rata - rata jenis kelamin laki - laki 54% juga
menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keputusan
untuk menerima insulin (p = 0.727, a : 0.05)

Hasil penelitian ini dapat menumbangkan pendapat tentang perempuan


yang cenderung lemah dari sisi fisik maupun psikologis seperti yang
tercermin dalam penelitian yang dilakukan di Taiwan. Peran gender tidak
bisa diartikan secara sempit hanya terkait peran kodrati saja tetapi peran
secara luas meliputi sosial budaya dan psikologis. Secara sosial budaya dan
psikologis peran gender lebih memfokuskan pada persamaan dan perbedaan
agresifitas, percaya diri dan kecemasan. Sosiopsikologis pasien erat
kaitannya dengan persepsi pasien akan keparahan penyakit, resiko,
hambatan dan manfaat. Persepsi pasien dibentuk dari pengalaman baik dari
diri sendiri atau orang lain sehingga pasien tahu tentang masalah
kesehatannya (Stretcer & Rosenstock, 1997). Pernyataan tersebut dapat
memberikan gambaran bahwa pengetahuan pasien terhadap penyakit akan
mempengaruhi kondisi sosiopsikologis pasien lebih dibanding perbedaan
jenis kelamin.
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


75

Dari pemyataan diatas, peneliti dapat mengambil kesimpulan tidak


berpengaruhnya jenis kelamin terhadap inisiasi insulin dalam penelitian ini
terletak pada pengetahuan sehingga pasien tidak mengalami masalah
sosiopsikologi terutama pada pasien dengan pengetahuan kurang. Pemikiran
peneliti diperkuat dengan hasil penelitian yang memperlihatkan
pengetahuan memiliki pengaruh terbesar dalam inisiasi insulin dimana
pasien yang memiliki pengetahuan kurang lebih banyak menolak insulin
yaitu sebesar 77.6%.

Pemyataan ini diperkuat oleh teori self care menurut Orem (1990), yang
menyatakan bahwa setiap orang memiliki faktor penentu dasar seperti jenis
kelamin tetapi faktor tersebut tidak bisa secara langsung mempengaruhi
perilaku seseorang, diperlukan kemampuan dasar (foundational capabilities)
yang meliputi persepsi, sensasi, atensi, memori dan orientasi individu untuk
seseorang itu dapat memutuskan dan melakukan upaya perawatan mandiri
(self care).

6.1.3. Pendidikan dan inisiasi insulin


Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berpendidikan SD 39 (35.5%). Presentase penolakan insulin tidak
memperlihatkan hasil dengan alur yang sesuai dengan tingkat pendidikan.
Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSlJD
Kabupaten Kudus.

Hasil penelitian yang berkebalikan dengan penelitian ini adalah hasil


penelitian yang dilakukan oleh Ahmed, Junaidi, Akhter, Salahudin, Achter,
(2010) tentang hambatan dalam inisiasi insulin pada komunitas muslim di
Pakistan menyatakan bahwa pasien DM dengan tingkat pendidikan tinggi
lebih menerima insulin karena pasien yang berpendidikan tinggi
menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


76

Penelitian yang dilakukan oleh Oliveria et al. (2007) tentang hambatan


dalam inisiasi insulin dan penolakan terhadap terapi insulin di Amerika
Serikat. Hasil yang didapatkan sebanyak 82% pasien menolak insulin yang
terdistribusi di setiap tingkat pendidikan dengan persentase penolakan
tertinggi adalah pasien dengan pendidikan setara sarjana, kemudian SMA,
diploma, paska sarjana, sekolah kejuruan dan yang terkecil persentasenya
adalah pendidikan profesi. Penelitian ini memperlihatkan pendidikan tidak
mempengaruhi penolakan insulin

Penelitian yang dilakukan oleh Lerman et al. (2009) tentang ketidakpatuhan


terapi insulin pada masyarakat berpenghasilan rendah di Meksiko dengan
melibatkan kurang dari 50% pasien yang telah menyelesaikan pendidikan
dasar. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan kepatuhan terapi insulin (p = 0.54)

Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan


oleh Lerman et al. (2009) dimana pendidikan tidak selalu berkorelasi positif
dengan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebagai contoh adalah hasil
penelitian yang dilakukan oleh Oliveria et al. (2007), hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa penolakan insulin justru lebih banyak terjadi
pada pasien dengan pendidikan setara perguruan tinggi barn disusul oleh
pasien yang berpendidikan SMA.

Pandangan secara umum, semakin tinggi tingkat pendidikan pasien akan


menunjukkan semakin baik pula perilaku kesehatan karena tingkat
pendidikan selalu dikaitan dengan kemampuan seseorang untuk menyerap
informasi guna perubahan perilaku hidup sehat. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Oliveria et al. (2007) memperlihatkan bahwa bukan
pendidikan yang menjadi elemen penting dalam perubahan perilaku pasien,
tetapi informasi atau ketersediaan informasi yang memiliki pengaruh kuat.
Hal yang menjadi pembeda adalah penelitian tersebut dilakukan di negara
maju dengan tekhnologi informasi yang juga tinggi, sedangkan penelitian ini
berada dalam kondisi yang berkebalikan dimana menurut peneliti akses
informasi dan ketersediaan informasi kurang. Hal tersebut berdasarkan
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


77

pengamatan selama mengambil data memperlihatkan infonnasi yang


diberikan ke pasien masih bersifat lisan dan belum terstruktur. Dari asumsi
tersebut menurut peneliti, tidak berpengaruhnya pendidikan terhadap inisiasi
insulin dalam penelitian ini lebih dipengaruhi oleh kurangnya ketersediaan
sumber infonnasi.

6.1.4. Pendapatan dan inisiasi insulin


Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden adalah
pasien dengan pendapatan kurang dari Rp. 900.000,00. Hasil analisis
bivariat menyatakan tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan
inisiasi insulin.

Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan


oleh Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt, (2005), Peyrot, Rubin,
Kruger, Travis, (2010). Kedua penelitian ini menyatakan hasil yang sama
dimana rendahnya sosioekonomi berpengaruh terhadap penolakan insulin
pada pasien DM. Penelitian yang dilakukan oleh Larkin et al. (2009) dengan
kriteria responden adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah,
menyatakan hasil bahwa sikap memiliki pengaruh terbesar pada kepatuhan
pasien terhadap insulin.

Untuk mendapatkan insulin diperlukan dana yang cukup besar sehingga


pasien DM cenderung menolak insulin karena kesulitan mendapatkan
insulin. Pemyataan ini diperkuat oleh pendapat dari Funnel (2007B) yang
menyatakan bahwa sosioekonomi erat kaitannya dengan kemampuan pasien
dalam mendapatkan insulin. Peneliti sebenamya ingin melihat kaitan antara
pendapatan dengan kemampuan untuk mengakses infonnasi dan
keterampilan untuk mengatasi masalah seperti yang diungkapkan oleh Link,
Phelan, Miech, Westin, (2008) sehingga penolakan terhadap insulin tidak
berdasarkan hanya pada kemampuan untuk mendapat insulin saja. Namun,
hasil penelitian menyatakan bahwa pendapatan tidak memiliki pengaruh
terhadap inisiasi insulin. Hal ini justru memperlihatkan bahwa
kecenderungan penolakan insulin dipengaruhi oleh kemampuan
mendapatkan insulin lebih dibanding kemampuan untuk mengakses
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


78

infonnasi serta keterampilan untuk mengatasi masalah. Peneliti menyatakan


kesimpulan tersebut karena dalam penelitian ini peneliti telah membatasi
kriteria sampel penelitian yaitu hanya pasien yang mendapatkan asuransi
kesehatan sehingga pasien bisa mengakses insulin secara gratis.

Hal yang lebih menarik bisa dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh
Lerman et al. (2009) yang telah mengkhususkan penelitiannya tentang
kepatuhan terapi insulin pada masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Diantara masyarakat yang berpenghasilan rendah justru sikap pasien
terhadap DM yang memiliki pengaruh kuat. Sikap pasien dibentuk: oleh
persepsi, pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan (Notoadmodjo, 2010).
Berdasarkan hal tersebut, peneliti memiliki pemikiran, dalam inisiasi insulin
sosioekonomi merupakan hal yang penting tetapi sikap pasien adalah yang
terpenting.

6.1.5. Lama mengalami DM dan Inisiasi insulin


Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden adalah pasien yang
mengalami DM kurang dari 3 tahun, Hasil analisa bivariat menunjukkan
tidak ada hubungan antara lama mengalami DM dengan inisiasi insulin.

Penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh


Hermanns, Mahr, Kulzer, Skovlund, Haak, (2010) tentang hambatan dalam
terapi insulin pada pasien DM tipe2 di Jerman. Hasil penelitian tersebut
memperlihatkan bahwa pasien dengan periode sakit yang lebih pendek
dengan rata - rata lama DM 6,8 tahun justru lebih menolak insulin
dibandingkan pasien yang memiliki rata - rata lama sakit 12.7 tahun. Hal
tersebut terjadi karena pada pasien dengan periode waktu yang lebih lama
menunjukkan lebih banyak mengalami komplikasi dibanding dengan
periode waktu yang relatif pendek.

Penelitian yang dilakukan oleh Kwang, Hsu, Yu, Yuh, (2012)


memperlihatkan hubungan antara karakteristik durasi sakit dengan
hambatan dalam menerima insulin dalam perawatannya. Penelitian itu
memperlihatkan hasil bahwa pasien dengan durasi waktu terpendek yaitu 2
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


79

tahun dengan pasien dengan durasi waktu terlama yaitu 16 tahun memiliki
hambatan yang sama dalam penerimaan insulin. Hal ini membuktikan
bahwa durasi sakit tidak memberikan pengaruh terhadap penerimaan
insulin.

Penelitian yang dilakukan oleh Peyrot, Rubin, Lauritzen, Snoeks, Matthews,


Skovlund, (2004) dengan sampel penelitian dari beberapa negara. Hasil
penelitian tersebut memperlihatkan rata - rata durasi mengalami DM dari
yang terpendek secara berurutan yaitu India kemudian Australia, Jepang,
Belanda, Scandinavia, Amerika Serikat, Inggris dan Jerman merupakan
negara dengan durasi mengalami DM terlama.

Lama waktu mengalami DM seiring dengan komplikasi, dalam arti semakin


lama mengalami DM maka semakin tinggi pula kejadian komplikasi yang
dialami oleh pasien seperti yang terlihat dalam penelitian Hermanns, Mahr,
Kulzer, Skovlund, Haak, (2010). Dari pemyataan tersebut, peneliti dapat
mengambil kesimpulan bahwa lama mengalami DM tidak mempengaruhi
inisiasi insulin disebabkan komplikasi sudah terjadi pada pasien dengan
rentang waktu terpendek sampai terlama. Data tersebut berdasarkan catatan
medis pasien.

Lama waktu mengalami DM berkaitan dengan penurunan fungsi sel beta


pankreas sehingga menimbulkan komplikasi yang secara umum terjadi pada
pasien dengan lama sakit 5 - 10 tahun (Smeltzer & Bare, 2010). Sementara
dalam penelitian ini memperlihatkan komplikasi sudah terjadi pada durasi
waktu yang relatif lebih pendek. Menurut peneliti, waktu yang disebutkan
oleh pasien tidak menjamin bahwa waktu tersebut menggambarkan waktu
sebenarnya pasien mengalami DM, hanya saja pasien baru mengetahui
mengalami DM setelah terjadi komplikasi yang memaksa pasien untuk
datang ke layanan kesehatan. Seperti terlihat dalam penelitian yang
dilakukan pada beberapa negara menunjukkan India memiliki rata - rata
durasi waktu terpendek diantara negara - negara lainnya. Pada dasarnya
India dan Indonesia memiliki karakteristik yang sama dari segi budaya dan
sosial karena sama - sama negara berkembang
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


80

6.1.6. Hubungan Sikap dengan inisasi insulin


Hasil penelitian memperIihatkan pasien DM yang bersikap negatif
cenderung menolak insulin dibanding pasien DM yang bersikap positif,
dengan melihat hasil 63.3% yang memiliki sikap negatif menolak insulin
dan pasien dengan sikap positif hanya 35.5% yang menolak insulin. Hasil
analisa bivariat menyatakan ada hubungan yang signifikan antara sikap
dengan inisiasi insulin.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelunya yang dilakukan


oleh Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005) dan Brod,
Kongso, Lessard, Cristensen, (2009). Kedua penelitian ini menyatakan hal
yang sama yaitu penolakan terhadap insulin dipengaruhi juga oleh adanya
sikap negatif karena mereka merasa terapi insulin akan diberikan secara
permanen, membatasi ruang gerak serta permasalahan hipoglikemia.

Hasil penelitian ini menguatkan pemyataan bahwa sikap yang tidak


mendukung perilaku yang diharapkan tentunya akan menghambat
dilaksanakannya perilaku tersebut (Campbell, 1950 dalam Notoadmodjo,
2010). Sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk berpikir, merasa,
mencerap dan berperilaku terhadap suatu referen atau objek kognitif. Sikap
yang positif terhadap DM akan mendukung pasien dalam inisiasi insulin.
Berbagai sikap yang perIu diketahui dari pasien DM meliputi sikap terhadap
diet, jenis pengobatan, kontrol glukosa darah olahraga, manajemen mandiri,
bahkan sampai pada sikap terhadap dokter atau perawat (Basuki dalam
Soegondo,2011).

6.1.7. Hubungan kepercayaan terhadap insulin dengan iniasi insulin


Hasil penelitian menunjukkan pasien DM yang memiliki kepercayaan yang
benar terhadap insulin cenderung menolak insulin dibanding pasien yang
memiliki kepercayaan salah terhadap insulin. Hasil analisa bivariat
menyatakan tidak ada hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dan
inisiasi insulin.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


81

Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan


oleh Polonsky, Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005) yang
menyatakan bahwa kepercayaan yang salah pada pasien menyebabkan
pasien menolak pemberian insulin. Penelitian yang dilakukan oleh Brod,
Kongso, Lessard, Christensen, (2009) tentang resistensi psikologis :
kepercayaan pasien dan implikasi terhadap DM memperlihatkan hasil
bahwa kepercayaan dan pengetahuan, persepsi negatif dan sikap
berpengaruh terhadap resistensi psikologis.

Penelitian yang dilakukan oleh Haque, Navsa, Emerson, Dennison, Levitt,


(2005) tentang hambatan dalam inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2
melalui studi kualitatif menyatakan hasil bahwa beberapa pasien
mempunyai kepercayaan yang salah terhadap insulin disebabkan karena
pasien tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang DM dan tidak
mengetahui bagaimana cara aman menggunakan insulin.

Hasil penelitian ini cukup unik karena penolakan insulin justru lebih besar
pada pasien yang memiliki kepercayaan benar tentang insulin. Peneliti
memiliki pendapat hal tersebut terjadi karena tidak adanya faktor penggerak
untuk mencapai perubahan perilaku yang diharapkan. Pemyataan tersebut
berdasarkan konsep teori HBM yang menyatakan bahwa perubahan perilaku
seseorang dipengaruhi oleh kepercayaan atau persepsi akan adanya manfaat,
hambatan, keparahan dan kerentanan suatu penyakit tetapi untuk mencapai
suatu perubahan perilaku diperlukan faktor penggerak yang mampu
mengarahkan pasien dan dalam teori HBM dikatakan sebagai cues to action.
Cues to action diartikan sebagai suatu kejadian, seseorang atau sesuatu yang
menggerakan seseorang seperti nasehat orang lain atau petugas kesehatan
(Stretcher & Rosenstock, 1997). Nasehat dari petugas kesehatan ini akan
tersampaikan jika ada interaksi yang baik antara pasien dan petugas
kesehatan, sementara dalam penelitian ini memperlihatkan penolakan
terhadap insulin cenderung dilakukan oleh pasien yang memiliki interaksi
kurang dengan petugas kesehatan sehingga peneliti memiliki pendapat
bahwa fenomena unik ini terjadi karena kurangnya interaksi pasien dengan
petugas kesehatan menyebabkan perubahan perilaku yang diharapkan tidak
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


82
terjadi padahal pasien sudah memiliki dasar yang baik dengan memuuo
kepercayaan yang benar terkait insulin.

Selain itu, tidak ada hubungan antara kepercayaan terhadap insulin dengan
inisiasi insulin mungkin disebabkan pengetahuan pasien tentang insulin
secara umum masih rendah walaupun dalam penelitian ini peneliti tidak
mengukur pengetahuan pasien tentang insulin secara khusus tetapi dari hasil
pengamatan saat pengumpulan data memperlihatkan pasien kesulitan dalam
menjawab pertanyaan tentang insulin sehingga peneliti memiliki pendapat
bahwa kepercayaan pasien terhadap insulin tidak dilandasi dengan
pengetahuan yang benar tentang insulin sehingga untuk penelitian
selanjutnya peneliti merekomendasikan untuk melihat pengetahuan yang
dikhususkan tentang insulin.

6.1.8. Hubungan pengetahuan dengan inisiasi insulin


Hasil penelitian memperlihatkan kecenderungan penolakan insulin
dilakukan oleh pasien yang memiliki pengetahuan rendah dengan melihat
hasil bahwa pasien DM yang memiliki pengetahuan baik 37.7% menolak
insulin dan pasien DM yang memiliki pengetahuan kurang 77.6 % menolak
insulin. Hasil analisa bivariat menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dan inisiasi insulin dan hasil analisa multivariat
menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan variabel yang paling
berpengaruh terhadap inisiasi insulin

Hasil penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh


Haque, Navsa , Emerson, Dennison, Levitt, (2005) ; Lerman et al. (2009)
dan Kong, Vein, Jenn, (2012). Ketiga penelitian tersebut menyatakan hasil
bahwa kurangnya pengetahuan tentang DM menyebabkan pasien cenderung
menolak insulin.

Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui indra
yang dimilikinya (Notoadmodjo, 2010). Dalam teori self care yang
dikemukakan oleh Orem (2001), pengetahuan merupakan bagian dari
operational capabilities yang akan menguatkan kemampuan individu (self
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


83

care agency) untuk mencapai perilaku self care. Dari hasil penelitian yang
menguatkan teori diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengetahuan
akan mempengaruhi kemampuan pasien DM untuk mengambil keputusan
termasuk dalam inisiasi insulin.

Pengetahuan tingkat awal yang harus diperkenalkan pada pasien DM adalah


perjalanan penyakit DM, pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM,
terapi farmakologis dan non farmakologis, interaksi antara asupan makanan
dengan aktifitas fisik serta olahraga, cara pemantauan glukosa darah
mandiri, mengatasi hipoglikemia, pentingnya olahraga, perawatan kaki dan
mempergunakan fasilitas kesehatan yang ada (Perkeni, 2011).

6.1.9. Efikasi diri tentang inisiasi insulin


Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan penolakan insulin dilakukan
oleh pasien dengan efikasi diri kurang. Hal tersebut terlihat dari persentase
pasien DM yang memiliki efikasi diri kurang terdapat 74,5% pasien yang
menolak insulin sedangkan pasien dengan efikasi diri baik hanya 36,4%
pasien yang menolak insulin. Hasil analisa bivariat menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan insiasi insulin.

Hasil penelitian menyatakan bahwa pasien DM dengan efikasi diri kurang


memiliki kecenderungan lebih besar untuk menolak insulin. Hasil penelitian
ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Polonsky,
Fisher, Guzman, Caballero, Edelman, (2005) yang menyatakan bahwa
pasien dengan efikasi diri rendah cenderung menolak terapi insulin yang
diberlkan.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pasien dengan efikasi diri


kurang cenderung menolak insulin. Hal tersebut menguatkan pemyataan
yang dikemukakan oleh Bandura, (1977) terkait kepercayaan diri individu
tentang kemampuan dalam melakukan sesuatu. Secara umum seseorang
tidak akan pemah mencoba untuk melakukan sesuatu sampai orang tersebut
yakin untuk melakukannya, walaupun seseorang yakin bahwa perubahan
yang dilakukan akan bermanfaat tetapi apabila seseorang tersebut merasa
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


84

tidak bisa untuk melakukannya maka perubahan tidak akan terjadi (Strecher
& Rosenstock, 1997).

6.1.10. Interaksi dengan petugas kesehatan tentang inisiasi insulin


Hasil penelitian memperlihatkan kecenderungan penolakan insulin
dilakukan oleh pasien yang memiliki interaksi kurang dengan petugas
kesehatan, dengan melihat hasil 84,8% pasien yang menolak insulin adalah
pasien dengan interaksi yang kurang. Hasil analisa bivariat menunjukkan
ada hubungan yang signifikan antara interaksi dengan petugas kesehatan
dan inisiasi insulin.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Soohyun,


(2009) tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan penolakan insulin,
memperlihatkan hasil bahwa pasien dengan interaksi yang baik dengan
petugas kesehatan memiliki penerimaan yang baik terhadap insulin dan
interaksi dengan petugas kesehatan ini merupakan faktor yang paling
dominan.

Hasil penelitian ini menguatkan pernyataan yang dikemukakan oleh King


bahwa dalam interaksi ada upaya untuk saling mempengaruhi dan saling
menguntungkan karena didalamnya terdapat komunikasi, peran berupa
perilaku yang diharapkan, adanya upaya untuk mempertahankan diri dari
stress, adanya stressor dan transaksi yaitu perilaku yang dapat diobservasi
saat interaksi terjadi (Alligood dan Tomay, 2006).

6.2. Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu variabel yang diteliti hanya faktor
internal pasien sedangkan faktor eksternal seperti support system baik berupa
dukungan keluarga dan perawat serta sistem layanan kesehatan belum dilakukan
penelitian. Faktor eksternal tersebut mungkin saja memiliki pengaruh yang kuat
dalam inisisiasi insulin. Selain itu, dalam penelitian ini peneliti membatasi sampel
penelitian adalah pasien yang mendapatkan asuransi sehingga kondisi yang
tergambar dalam penelitian ini hanya mencerminkan pasien yang mendapat
asuransi.
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


85

6.3. Implikasi Hasil Untuk Keperawatan


6.3.1. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat untuk meningkatkan
mutu asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa faktor
yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 adalah sikap,
efikasi diri, interaksi dengan petugas kesehatan dan pengetahuan
memberikan pengaruh terbesar dalam inisiasi insulin. Berdasarkan
penelitian ini sebagai perawat spesialis medikal bedah diharapkan mampu
memberikan layanan keperawatan secara menyeluruh. Upaya tersebut
dapat dilakukan melalui penambahan program layanan yaitu dengan
memberikan edukasi secara terstruktur dengan metode yang tepat
sehingga informasi bisa dipahami oleh pasien. Pelaksanaan edukasi
tersebut melibatkan beberapa pasien dengan kondisi yang sarna sehingga
bisa saling memberikan dukungan dan bimbingan. Selain itu, perlu
dilakukan pelatihan edukator untuk perawat termasuk profesi lain yang
berkeinginan untuk menyelesaikan masalah pasien. Hal yang terpenting
adalah perawat spesialis harus berperan sebagai role model baik: bagi
perawat generalis maupun pasien sehingga hambatan dalam inisiasi
insulin dapat terselesaikan.

Hal lain yang perlu dilakukan perawat adalah mengaplikasikan asuhan


keperawatan secara komprehensif dari pengkajian sampai evaluasi. Sikap,
pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas kesehatan
merupakan prediktor inisiasi insulin. Inisiasi insulin merupakan tahap
awal pasien DM tipe 2 untuk terlibat dalam perawatan diri berkaitan
dengan upaya pengendalian gula darah. Dengan ketepatan inisiasi insulin
diharapkan gula darah pasien bisa terkendali yang berimbas pada
peningkatan kualitas hidup pasien DM tipe 2.

Pada pengkajian kognitif perlu diperdalam pengetahuan tentang alasan


mengapa insulin diberikan sebagai bagian dari penatalaksanaan DM,
pengetahuan tentang konsep asepsis, kombinasi insulin, kerja insulin, dan
efek samping insulin. Selain itu pengkajian psikososial perlu ditambahkan
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


86

pengkaj ian tentang sikap, efikasi diri dan interaksi dengan petugas
kesehatan. Pengkajian tersebut sebagai dasar untuk membuat perencanaan
dan intervensi asuhan keperawatan. Intervensi yang dapat dilakukan pada
pasien DM tipe 2 untuk mengatasi hambatan dalam inisiasi insulin adalah
meningkatkan pengetahuan tentang proses penyakit dan meningkatkan
efikasi diri.

Seluruh tahap asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien


membutuhkan interaksi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan
terutama perawat yang memiliki waktu lebih lama bersama pasien
sehingga perawat memiliki peran yang cukup penting sebagai rujukan
untuk pasien DM dengan inisiasi insulin

6.3.2. Penelitian Keperawatan


Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya
yang berfokus pada inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2. Penelitian
selanjutnya bisa mengembangkan penelitian tentang faktor - faktor yang
mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 diluar variabel yang
telah diteliti pada penelitian ini seperti faktor komplikasi, pengetahuan
yang dikhususkan tentang insulin, dukungan informasi dan layanan
kesehatan. Selain itu, penelitian bisa dikembangkan sampai bentuk
intervensi yang dapat digunakan untuk mengatasi hambatan pasien dalam
inisiasi insulin.

6.3.3. Pendidikan Keperawatan


Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai evidence based practice untuk
pengembangan pendidikan perawatan. Kurikulum tentang keperawatan
bisa memasukkan materi yang dapat mendukung peningkatan interaksi
dengan pasien karena interaksi dengan pasien merupakan faktor utama
perawat untuk melakukan asuhan keperawatan. Keseluruhan aspek seperti
upaya untuk merubah sikap pasien, meningkatkan pengetahuan,
meningkatkan efikasi diri dapat dicapai dengan meningkatkan interaksi
dengan pasien.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


87

Tahapan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi


memerlukan keterlibatan pasien dan perawat baik dalam bentuk
komunikasi, upaya untuk menyampaika peran yang diharapkan sampai
koping terhadap stress

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


BAB7

SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan disampaikan hasil simpulan dan saran


7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Kudus tentang
faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di
RSUD Kabupaten Kudus dapat disimpulkan sebagai berikut :
7.1.1. Karakteristik Responden di RSUD Kabupaten Kudus mayoritas adalah
pasien dengan usia < 55, pasien dengan jenis kelamin perempuan,
pendidikan SD, memiliki pendapatan < Rp 900.000,00 dan lama
mengalami DM < 3 tahun
7.1.2. Aspek psikososial pasien di RSUD Kabupaten Kudus secara umum
adalahpasien dengan sikap negatif, memiliki kepercayaan yang benar
tentang insulin, memiliki pengetahuan yang baik, efikasi diri yang baik
serta interaksi yang baik pula dengan petugas kesehatan, namun demikian
sebagian besar pasien menolak insulin. Kecenderungan penolakan insulin
dilakukan oleh pasien yang memiliki sikap negatif terhadap DM,
memiliki kepercayaan yang benar terhadap insulin, memiliki
pengetahuan yang kurang tentang DM dan insulin, efikasi diri yang
rendah dan kurang interaksi dengan petugas kesehatan
7.1.3. Tidak ada hubungan antara karakteristik (usia, jenis kelamin, pendidikan,
pendapatan, lama mengalami DM) dengan inisiasi insulin pada pasien
DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
7.1.4. Terdapat hubungan yang signifikan antara aspek psikososial (sikap,
pengetahuan, efikasi diri dan interaksi dengan petugas kesehatan) dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
sedangkan kepercayaan terhadap insulin tidak ada hubungan dengan
inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus
7.1.5. Faktor yang paling berpengaruh terhadap inisiasi insulin pada pasien DM
tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus adalah pengetahuan.

88 Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


89

7.2. Saran
Berdasarkan simpulan diatas, saran yang peneliti sampaikan adalah sebagai
berikut:
7.2.1. Bagi Pelayanan Keperawatan
7.2.1.1. Perawat perIu meningkatkan pengetahuan pasien tentang insulin
dan DM secara keseluruhan untuk meminimalkan hambatan
dalam inisiasi insulin. Upaya peningkatan pengetahuan tersebut
berupa pemberian edukasi secara terstruktur sehingga pasien
mendapatkan infonnasi yang tepat. Adanya informasi yang tepat
dapat mengubah persepsi pasien sehingga pasien bisa bersikap
positif dalam inisiasi insulin yang pada akhirnya efikasi diri
pasien juga akan meningkat
7.2.1.2. Perawat perIu meningkatkan interaksi dengan pasien karena
dengan interaksi yang baik, komunikasi akan terjalin dengan baik
dan infonnasi tentang DM dan insulin akan tersampaikan dengan
baik pula sehingga pengetahuan pasien akan meningkat

7.2.1. Bagi Penelitian Keperawatan


7.2.2.1. Penelitian 1nI dapat digunakan sebagai dasar dalam
mengembangkan penelitian selanjutnya tentang intervensi yang
tepat dalam mengatasi hambatan pasien dalam inisiasi insulin.
7.2.2.2. Variabel penelitian yang perIu dikembangkan lagi dari penelitian
ini adalah faktor komplikasi penyakit, pengetahuan khusus tentang
insulin, ketersediaan infonnasi serta dukungan layanan kesehatan

7.2.2. Bagi Pendidikan Keperawatan


PerIu adanya pengembangan kurikulum yang bertujuan agar mahasiswa
terIatih untuk dapat melakukan interaksi yang baik dengan pasien.
Pengembangan tersebut bisa berupa penambahan materi caring dan
pengembangan soft skill seperti kepribadian

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


DAFfAR PUSTAKA

Alligood, M.R, Tomay, A.M. (2006). Nursing Theories ang Their Work. (6th Edition).
USA : Mosby Elsevier

American Diabetes Association. (2012). Standard of Medical Care in Diabetes 2012.


Diabetes Care, January 2012.

American Association of Diabetes Educator. (2011). Strategis for Insulin Therapy in


Diabetes Self Management. Simenerio, L., Kulkarni, K., Meece, 1., Williams,
A., Cypress, M., Haas, L, Pearson, T., Rodbard, H., Lavemia, F. Diabetes Care,
April 2011

Anonim. (2009). Morbidity and Mortality. www.idf.org . Diunduh pada tanggal20 Juli
2012

Anderson, R.M, Fitzgerald, J.T, Funnel, M.M, Gruppen, L.D. (1998). The Third
Version Of The Diabetes Attitude Scale. Diabetes Care, September 1998.

Aditama, Tjandra. (2009, November). Prevalensi di Indonesia. Makalah disampaikan


dalam seminar memperingati hari diabetes sedunia. Jakarta.

Alex, Z.F, Ying, Q., Radican L. (2009). Impact of Fear of Insulin or Fear of Injection
on Treatment Outcomes of Patients with Diabetes. Current Medical Research
and Opinions, 25(6),1413-1433

Ahmed, U.S, Junaidi, A.W, Akhter, O. Salahuddin, Achter, J. (2009). Barriers Initiation
of Insulin Tharpy Among Asian Diabetes. Diabetic Medicine Journal
Compilation, 27, 169-174.

Basuki, E. (2011). Teknik Penyuluhan Diabetes Mellitus dalam S. Soegondo, P.


Soewondo, I. Subekti. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta :
FKUI

Black, J., Hawks J., Keene A. M. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical
Management for Positive Outcomes. USA: Elsevier Saunders Company

Brod, M., Kongso, J.H., Lessard, S., Christensen, T.L. (2008). Psychological Insulin
Resistence: Patient Beliefs and Implications for Diabetes Management. Quality
Life Research, 18, 23-32.

Capes, S., Bourgh, S. (2008). Preventing Coronary Artery Disease in People with
Diabetes. Canadian Diabetes Association, 21(4),27-35

Clark, Marie. (2007). Psychological insulin resistance: A guide for practice nurses.
Journal ofDiabetes Nursing, 11( 2),53-56

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Cheyette, Chris. (2004) .Weight management programme for type 2 diabetes patients
on insulin. Journal ofDiabetes Nursing, 8(2), 52-56.

Dharma, Kelana. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan Panduan Melaksanakan


dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2011). Profil Kesehatan 2011. www. Dinkesjateng
prov.go.id Diunduh pada tanggal12 Oktober 2012

Everett, Joan. (2007). Insulin initiation in type 2 diabetes: experience and insights.
Journal ofDiabetes Nursing,II(8), 311-318

Fitzgerald, J.T, Funnel, M.M, Hess, G.E, Barr, P.A, Anderson, RM, Hiss, RG, Davis,
W.K. (1998). The Reliability and Validity ofa Brief Diabetes Knowledge Test.
Diabetes Care, May 1998.

Funnel,Martha. (2006). The Diabetes Attitudes, Wishes and Needs (DAWN) Study.
Clinical Diabetes, 24(4), 154-155

Funnel,Martha. (2007). Overcoming Barriers to The Initiation of Insulin Therapy.


Clinical Diabetes, 25(1), 36-38

Guyton, C.A., Hall, J.E. (2007). Texbook of Medical Physiology. (9 th Edition).


Philadelphia: W.B Saunders Company

Haque, M., Navsa, M., Emerson, S.H, Dennison, c.R, Levitt, N.S. (2005). Barriers to
initiating insulin therapy in patients with type 2 diabetes mellitus in public
sector primary health care center in Cape town. Journal of Endocrinology
Metabolism and Diabetes ofSouth Africa, 95 (10),798-802

Hastono,Sutanto. (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Indonesia

Hastono, S.P, Sabri,L. (2008). Statistik Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafmdo Perkasa

Hermanns, N, Mahr, M., Kulzer ,B., Skovlund, S.E, Haak,T. (2010). Barriers Toward
Insulin Tharapy in Type 2 Diabetic Patients: Result of an Observational
Longitudinal Study. Health and Quality ofLife Outcomes, 8(113), 1-6.

Home, R, Weinman, J., Hankins, M. (2007). The beliefs about medicines questionnaire
: The development and evaluation of a new method for assessing the cognitive
representation of medication. Psychology & Health, 14(1), 1-24.

Ignatavicius, D., Workman, M.L. (2006). Medical Surgical Nursing.Critical Thinking


for Collaborative Care. (5 th Edition). St. Louis: Missouri

Kirtland, K.A, Li, Y.F, Geiss, L.S, Thompson, T.J. State Specific Incident of Diabetes
Among Adult, Participating States, 1995-1997 dan 2005 - 2007.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


http://apps.nccd.cdc.gov/ddt_strs2/nationaldiabetesprevalenceestimates.aspx.
Diunduh pada tanggal13 Agustus 2012

Lau, A.N., Tang, T., Halapy, H., Thorpe, K., Yu, C.H. (2012). Initiating Insulin in
Patients with Type 2 Diabetes. Canadian Medical Association
Journal,184(7),767-775.

Larkin, M., Capasso, V., Chen, C., Mahoney, E., Hazard, B., Cagliero, E., & Nathan,
D. (2008). Measuring psychological insulin resistance: Barriers to insulin use.
Diabetes Educator, 34(3), 511-517.

Lewis, S.L., Heitkemper, M.M, Dirksen, S.R, O'brien, P.G, Bucher, L. (2000). Medical
Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems. (2nd
edition). USA: Mosby

Lerman, I, Diaz, J.P, Ibarguengoitia, M.L, Perez, F.J, Villa, A.R, Velasco, M.L, Cruz,
R.B, Rodrigo, J.A. (2009). Nonadherence to insulin therapy in low-income, type
2 diabetes. Endocrine Practice. 15(1),41- 46.

Levich,Bridget. (2011). Diabetes management; optimizing roles for nurses in insulin


initiation. Journal ofMultidisiplinary Healthcare,4,15-24.

McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. (2006). Nursing Intervention Classification (NIC) 2nd
ed. St Louis: Mosby Years Book

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L, Swanson, E. (2006). Nursing outcomes
classification. 4th ed. St Louis: Mosby Years Book

Nakar,Yithzaki, Rosenberg, Vinker. (2007). Transition to Insulin in Type 2 Diabetes:


Family Physicians' Misconception of Patients' Fears Contributes to Existing
Barriers,21 (4), 220-226.

Nanda Intemasional. (2012). Nursing Diagnosis Definition and Classification 2012 ­


2014. United Kingdom: Wiley Blackwell Publishing Ltd

Nichols,G.A., Kimes, T.M., Harp, J.B., Tzuyung, D.K., Brodovics, K.G. (2012).
Glycemic Response and Attainment of Al C Goals Following Newly Initiated
Insulin Therapy for Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 35(3),495-502

Notoadmodjo,Soekidjo (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Notoadmodjo,Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta

Orem,Dorotha. (2001). Nursing: Concepts of Practice. (6 th Edition). St Louis:


Mosby

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Oliveria,S.A, Menditto, L.A, Yood, M.U, Yuri, H.K, Wells, K.E, McCarthy, B.D.
(2007). Barriers to The Initiation of, and Persistence with, Insulin Therapy.
Current Medical research and opinion, 23( 1),1-7

Owen,V., Seetho,I., Idris,I. (2010). Predictors of Responders to Insulin Therapy at 1


Year Among Adults with Type 2 Diabetes. Diabetes, Obesity and Metabolism
Journal, 12(10),865-870

Peyrot, M. Rubin, R.R, Lauritzen, T., Snoeks, F.J, Matthews, D.R, Skovlund, S.B.
(2004). Psychosocial Problems and Barriers to Improved Diabetes Management
: Result of The Cross-National Diabetes Attitudes, Wishes and Needs (DAWN)
Study. Diabetes Medicine Insulin Therapy, 22(10), 1379-1452

Petrak, F.Stridde, B., Leverkus, F., Crispin, A.A, Forst, T. Pfutzner, A. (2007).
Development and Validation of a New Measure to Evaluate Psychological
Resistance to Insulin Treatment. Diabetes Care, September 2007.

Perkeni. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di


Indonesia 2011. Jakarta

Pranoto,Agung. (2012). Insulin Daily Practice. Disampaikan dalam diabetes workshop


VII. Surabaya

Prices, S.A, Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi Klinis Konsep - Konsep Penyakit.
Jakarta: EGC

Philips,Atone.(2007A). Experiences of Patients with Type 2 Diabetes Starting Insulin


Therapy. Nursing Standard, 21(3),35-39.

Phillips, Atone. (20018). Starting patients on insulin therapy: Diabetes nurse specialist
views. Nursing Standard, 21(30), 35-40.

Polonsky,W.H., Fisher,L., Guzman,S., Caballero,L.V., Edelman. (2005). Psychological


Insulin Resintance in Patients With Type 2 Diabetes. Diabates Care, 28(10),
2543-2548

Polit, D.F, Beck, C.T (2010). Essentials of Nursing Research Appraising Evidence for
Nursing Practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Polit, D.F, Hungler,G. (2001). Essentials of Nursing Research: Methods, Appraisal


and Utilization. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins

Riskesdas. (2007). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes


RI

Rubin, R.R., Peyrot, M., Kruger, D.F., Travis, L.B. (2009). Barriers to Insulin Injection
Therapy : Patient and Health Care Provider Perspectives. The Diabetes
Educator, 35(6), 1014-1036

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Sastroasmoro & Ismail.(2011). Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta :
CV Sagung Seto

Siminerio, L.M., Funnell, M.M., Peyrot, M., Richard, R., Rubin. (2005). A us Nurses'
Perceptions of Their Role in Diabetes Care, Results of the Cross-national
Diabetes Attitudes Wishes and Needs (DAWN) Study. The Diabetes Educator,
33(1), 152-162

Smeltzer & Bare,. (2010). Brunner & Suddarth's Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philadelpia: Lippincott

Smith.Mark. (2004). How can the DSN help overcome barriers to insulin use? Journal
of Diabetes Nursing, 8(4), 152-155

Snook, F.J., Skovlund, S.E., Pouwer, F. (2007). Development and Validation of The
Insulin Treatment Appraisal Scale (ITAS) in Patients with Type 2 Diabetes.
Health and Quality ofLife Outcomes. 18(2), 104-110

Soohyun, N. (2009). Factors Associated with Insulin Reluctane in Individuals with


Type 2 Diabetes. Diabetes care, 33(8),1747-1749

Shaw, J.E., Sicree, R.A., Zimmet, P.Z. (20lOkGlobal estimates of the prevalence of
diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research And Clinical Practice, 87 (1), 4­
14

Strecher, V., Rosenstock, LM. (1997). The Health Belief Model. In Glanz K, Lewis,
F.M, Rimer, B.K. Health Behaviour and Health Education: Theory, Research
and Practice. San Fransisco : Jossey Bass

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV


Alfabeta

Tan, A.M., Muthusamy, L., Phoon, K.Y., Ow, J.H, Tan, N.C. (2011). Initiation of
Insulin for Type 2 Diabetes Mellitus Patients; What are the Issues? A
Qualitative Study. Singapore Medicine Journal, 52(11), 801-810

Wallymahmed, Ian MacFarlane. (2005). The value of group insulin starts in people
with type 2 diabetes. Journal ofDiabetes Nursing, 9(8), 287-290

Weng,J., Li,Y., Shi, Y., Zheng, Q., Zhu, D., Hu, Y., Zhou, Y.,...Cheng, H., (2008).
Effect of Intensive Insulin Therapy on Beta Cell Function and Glycaemic
Control in Patient with Newly Diagnosed Type 2 Diabetes: a Multicentre
Randomised Parallel Group Trial. Lancet, 371, 1753-1813

Woudenberg, YJ.C., Lucas, C., Latour, C., Reimer, S.O., (2011). Education and
Psychological Issues Acceptance of Insulin Therapy a Long Shot ?
Psychological Insulin Resintance in Primary Care. Diabetic Medicine Journal,
29, 796-802

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Wood, J., Haber. (2010). Nursing Research: Methods and Critical Appraisalfor
Evidence Based Practice. USA: Mosby

Yew,K.L,Ping,Y.L,Chirk,J.N.(2012). A Qualitative Study on Healthcare Professionals


Perceived Barriers to Insulin Initiation in a Multi Ethnic Population. BMC
Family Practice Journal, July 2012.

Zhaolan, L., Ewen, L.N., Kim, C., Ettner, S.L., Herman, W.H., Karter, A.J., ...Brown,
A.F. (2010). Prevalence of Cronic Complications of Type 2 Diabetes Mellitus
Outpatients- A Cross Sectional Hospital Based Survey in Urban China. Health
and Quality ofLife Outcomes, 8(1),62-67.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


WAKTU PELAKSANAAN TESIS

No IWaktulKegiatan Oktober Nonember Desember Januari


2 I 3 I 4 1 2 I 3 I 4 I 1 2 I 3 I 4 1 I 2 I 3
H Pengajuan Fenomena & judul
2 Penyusunan Bab 1 dan 2
3 IPenyusunan Bab 3 dan 4
4 ISidang proposal
5 IUji Etik
6 lBirokrasi perijinan
7 IPenzambilan data
8 ITabulasi
9 IPembahasan hasil
10 ISidang hasil
11 ISidang Tesis

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Lampiran 2

PENJELASAN PENELITIAN

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus

Peneliti Minta kesediaan bapak/ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku untuk
menerima dan memulai penggunaan insulin (inisiasi insulin) sebagai salah satu upaya
perawatan dengan tujuan mengendalikan kadar gula darah.

Nama peneliti adalah Diana Tri Lestari, peneliti pengajar di Akademi Keperawatan
Kesdam IV/Diponegoro Semarang dan sekarang sedang melanjutkan studi S2 di
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang beralamat di Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia kampus Depok, 16424. Peneliti dapat dihubungi di
nomor telepon 08156537538. Penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk
Program Pendidikan Magister di Universitas Indonesia. Pembimbing saya adalah DR.
Ratna Sitorus, S.Kp, M.App. Sc dan Masfuri, S.Kp, MN dari Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

Penelitian ini melibatkan pasien DM Tipe 2 (kencing Manis) yang diberikan saran
untuk menggunakan insulin dan mendapatkan asuransi kesehatan serta tidak dalam
kondisi mengalami komplikasi (akibat lanjut) mendadak DM. Keputusan bapak/ibu
untuk ikut ataupun tidak dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap perawatan
yang dilakukan oleh petugas kesehatan di RSD Kabupaten Kudus. Dan apabila
bapak/ibu memutuskan berpartisipasi, bapak/ibu bebas untuk mengundurkan diri dari
penelitian kapan pun.

Sekitar llO pasien DM tipe 2 (kencing Manis) akan terlibat dalam penelitian ini.
Penelitian ini akan dilakukan di ruang rawat inap dan poliklinik penyakit dalam di RSD
Kabupaten Kudus.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Kuesioner yang akan peneliti berikan terdiri dari 7 bagian. Bagian pertama berisi
pertanyaan tentang demografi seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah
pendapatan dan lama mengalami DM. Bagian kedua berisi pemyataan tentang sikap
terhadap DM dan upaya penatalaksanaannya, bagian ketiga berisi pemyataan tentang
kepercayaan terhadap insulin, bagian keempat berisi pertanyaan mengenai pengetahuan
DM dan insulin, bagian kelima berisi pemyataan tentang kepercayaan diri dalam
penatalaksanaan insulin, bagian keenam berisi pemyataan tentang interaksi dengan
petugas kesehatan dan bagian ketujuh berisi pemyataan tentang keputusan/persetujuan
menggunakan insulin (inisiasi insulin). Pengisian kuesioner ini bisa dilakukan secara
langsung oleh bapak/ibu atau dengan wawancara yang dilakukan oleh peneliti/asisten
peneliti. Jika bapak/ibu memilih mengisi kuesioner secara langsung diharapkan
bapak/ibu dapat menyelesaikan kuesioner dalam waktu 30-45 menit.

Saya akan menjaga kerahasiaan bapak/ibu dan keterlibatan bapak/ibu dalam penelitian
ini. Nama bapak/ibu tidak akan dicatat dimanapun. Semua kuesioner yang telah terisi
hanya akan diberikan nomor kode yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi
identitas bapak/ibu. Apabila hasil penelitian ini dipublikasikan, tidak ada satu
identifikasi yang berkaitan dengan bapak/ibu akan ditampilkan dalam publikasi
tersebut. Siapapun yang bertanya tentang keterlibatan bapak/ibu dan apa yang
bapak/ibu jawab di penelitian ini, bapak/ibu berhak untuk tidak menjawabnya. Namun,
jika diperlukan catatan penelitian ini dapat dijadikan barang bukti apabila pengadilan
memintanya. Keterlibatan bapak/ibu dalam penelitian ini, sejauh peneliti ketahui tidak
menyebabkan risiko yang lebih besar daripada risiko yang biasa bapak/ibu hadapi
sehari - han.

Walaupun keterlibatan dalam penelitian ini tidak memberikan keuntungan langsung


pada bapak/ibu, namun hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui
faktor - faktor yang mempengaruhi keputusan/persetujuan untuk menggunakan insulin
(inisiasi insulin) sehingga dapat dijadikan landasan bagi perawat dalam merencanakan
dan membantu pasien untuk menggunakan insulin. Apabila setelah terlibat penelitian
ini bapak/ibu masih memiliki pertanyaan, bapak/ibu bisa telepon atau SMS peneliti di
nomor yang telah peneliti sebutkan sebelumnya.

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Lampiran 3

SURAT PERNYATAAN BERSEDIA

BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertandatangan di bawah ini saya:


Nama
Umur
Alamat
TIp:

Setelah membaca informasi diatas dan memahami tujuan penelitian dan peran yang
diharapkan dari saya di dalam penelitian ini, saya setuju untuk berpartisipasi dalam
penelitian yang berjudul " Faktor - faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada
pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus".
Adapun bentuk kesediaan saya ini adaIah:
1. Bersedia untuk meluangkan waktu untuk diwawancarai atau mengisi kuesioner
2. Memberikan informasi yang benar dan sejujumya terhadap apa yang diminta atau
ditanyakan oleh peneliti

Keikutsertaan saya ini sukarela tidak ada unsur paksaan dari pihakmanapun.

Demikian surat pemyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya..
Kudus, .2012

Mengetahui Yang membuat pemyataan

Peneliti

Diana Tri Lestari Nama & Tanda tangan

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Lampiran4

KISI - KISI INSTRUMEN PENELITIAN

Variabel Indikator No item Jumlah Keterangan


Favorable Unfavorable
Independen
Sikap Pengetahuan 1, 13, 6 Item item
manajemen 14, 15, 1, 13, 14, 15, 18
mandiri 17, 18 17
Pengobatan 3, 12 2 Item item
3 12
Komplikasi 2, 5, 7, 5 Item item
9, 10 5, 7, 9, 10 2
Kontrol gula 8, 16, 3 Item item
darah 19 8, 19 16
Dukunga Petugas 4,6, 11, 4
kesehatan & 20
Keluarga
Kepercayaan Pemahaman 2,3, 7 3

Kebutuhan 1, 6, 8, 4
10
Kepentingan 4,5,9 3

Pengetahuan Perjalanan 5,6 2


penyakit

Pengendalian 2,3 2
DM dengan diet
dan olahraga

Terapi 9,10 2
farmakologi

Interaksi insulin 4,11 2


dengan asupan
makanan
&olahraga
Pemantauan gula 1,8 2
darah mandiri
Mengatasi 2, 7, 12 3
penyulit

Perawatan kaki 14 I

Fasilitas 13 1
Kesehatan

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Efikasi diri Manfaat 1, 4, 6, 6
8,9, 10
Hambatan 2, 3, 5, 4
7
Interaksi Komunikasi 1,3 2
dengan
petugas Peran yang 2, 4, 5, 4
kesehatan diharapkan 8

Coping stress 7,10 2

Stressor 6,9 2

Dependen
Inisiasi Persepsi 4, 6, 11, 4 4 6, 11, 13
insulin kerentanan 13

Persepsi 1 1 1
keparahan

Persepsi 3, 7, 8, 5 3,7,8,9,10
Hambatan 9, 10
Persepsi Manfaat 2, 5, 12 3 2,5, 12

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Lampiran 5

Kode:

KUESIONER PENELITIAN
Kuesioner A

PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner diisi langsung oleh responden atau digunakan oleh peneliti sebagai
pedoman wawancara dalam mengumpu/kan data
Pengisian di/akukan dengan memberi tanda ceklis (-.J) atau menu/is singkat
I. Biodata Responden
1. Nama (inisial)
2. Umur tahun
3. Jenis kelamin LIP
4. Pendidikan:
o Tidak tamat SD o SLTA/sederajat
o Tamat SD/sederajat o AkademiIPT
o SLTP/sederajat o Lain-lain .

5. Berapa rata-rata pendapatan perbulan .

6. Sudah berapa lama mengalami sakit DM .

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


KuesionerB

Il. Sikap
Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis f") pada salah satu jawaban
yang sesuai menu rut pendapat bpklibu
Keterangan :
1 : Sangat tidak setuju
2 : Tidak Setuj u
3 : Ragu - ragu
4 : Setuju
5 : Sangat Setuju

NO PERNYATAAN 1 2 3 4 5
1 Pasien DM yang tidak mendapatkan anjuran untuk
menggunakan insulin adalah pasien DM yang
ringan
2 Pasien DM tidak perlu mengontrol gula darah
karena komplikasi (akibat lanjut) pasti akan terjadi.
3 Semua keputusan yang berkenaan dengan
perawatan DM dibuat oleh pasien itu sendiri
4 Petugas kesehatan seharusnya memikirkan
bagaimana perawatan DM akan mempengaruhi
kehidupan pasien disetiap harinya
5 Pasien DM perlu menjaga kadar gula darah dalam
rentang normal agar tidak mengalami komplikasi
DM
6 Petugas kesehatan harus memberitahukan beberapa
pilihan kepada pasien yang berkaitan dengan
rencana perawatan pasien
7 Pasien DM yang telah memilih perawatannya hanya
dengan mengatur pola makan tidak perlu khawatir
akan terjadi komplikasi jangka panjang
8 Semua pasien DM harus berusaha dengan berbagai
cara untuk menjaga agar gula darahnya dalam
rentang normal
9 Pasien DM memiliki kemungkinan sangat kecil
mengalami gangguan emosional (stress, depresi)
10 Sebagian besar orang memiliki resiko mengalami
kadar gula yang rendah
11 Petugas kesehatan harus merencanakan tujuan
perawatan DM dengan pasien dan tidak hanya
memberitahu saja ke pasien tentang apa yang
seharusnya dilakukan
12 DM merupakan penyakit yang berat karena pasien
tidak akan pemah sembuh

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


NO PERNYATAAN 1 2 3 4 5
13 DM tipe 2 merupakan jenis penyakit yang sangat
serius
14 Pasien DM hams belajar banyak tentang
penyakitnya sehingga mereka dapat bertanggung
jawab terhadap perawatan dirinya.
15 DM tipe 2 sarna seriusnya dengan DM tipe 1
16 Mengontrol gula darah secara ketat merupakan
pekerjaan yang sangat berat
17 Perawatan yang dilakukan pasien akan lebih
bermanfaat dibandingkan petugas kesehatan
18 Pasien DM akan mengalarni frustasi dalarn
melakukan perawatan untuk melawan penyakitnya
19 Pasien DM memiliki hak untuk memutuskan usaha
untuk mengendalikan kadar gula darah
20 Dukungan dari keluarga dan ternan penting dalam
melawanDM

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


KuesionerC

ill. Kepercayaan terkait insulin

Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (V) pada salah satu jawaban yang
sesuai dengan keyakinan bpklibu
NO PERNYATAAN YA TlDAK
Saya Jercaya:
I Kondisi kesehatan saya sekarang tergantung dengan insulin

2 Insulin merupakan obat untuk menurun kadar gula darah

3 Pemberian insulin menimbulkan efek samping

4 Penggunaan insulin akan menganggu kehidupan saya

5 Saya khawatir akan bergantung pada insulin

6 Insulin akan melindungi saya dari komplikasi akibat kegagalan


dalam mengendalikan gula darah

7 Sangat sulit bagi saya untuk memberikan insulin tepat sesuai saran
dati petugas kesehatan (dokter/perawat)

8 Tanpa insulin saya tidak bisa mengendalikan gula darah

9 Untuk mengetahui kemajuan penggunaan insulin saya harus


datang ke rumah sakit

10 Saya senang untuk merubah perawatan saya dengan menggunakan


insulin

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


Kuesioner D

IV. Pengetahuan tentang DM dan insulin

Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (...JJ pada salah satu jawaban
1 Pemeriksaan kadar gula darah yang efektif adalah pemeriksaan dengan
menggunakan bahan berupa ?
o A. darah
o B. urin (kencing)
o C. Kedua cukup efektif
2. Apakah upaya yang perlu dilakukan agar tidak terjadi komplikasi DM?
o A. Olahraga
o B. Mengatur pol a makan
o C. Kedua jawaban benar
3. Bagaimanakah pengaturan makan pada pasien DM ?
o A. Pengaturan pola makan sehat dengan memperhitungkan jumlah makanan
yang dimakan
o B. Pengaturan makan dengan makan nasi aking
o C. Pengaturan makan dengan hanya menghindari makanan manis - manis dan
gula
4. Bagaimanakah efek dati olahraga dalam mempengaruhi kadar gula darah ?
o A. Menaikkan kadar gula darah
o B. Menurunkan kadar gula darah
o C. Tidak berimbas pada perubahan gula darah
5. Penyebab luka yang sulit sembuh pada pasien DM adalah ?
o A. Meningkatnya kadar gula.darah
o B. Menurunnya kadar gula darah
o C. Tidak ada kaitan dengan gula darah
6. Pcrtanda apakah mati rasa dan kcscmutan (gringingcn) pada pasicn DM ?
o A. Masalah pada ginjal
o B. Masalah pada saraf
o C. Masalah pada hati
7. Apakah tanda dan gejala kadar gula darah dibawah normal ?
o A. Merasa baal (mati rasa)
o B. Sering merasa pusing
o C. Tidak berkeringat
8. Berapakah kadar gula darah normal ?
o A. 30 - 60 mg/dl
o B. 60 - 90 mg/dl
o C. 80 - 110 mg/dl
9. Dimanakah lokasi yang paling aman untuk penyuntikan insulin?
o A. Paha
o B. Lengan atas
o C. Perut
Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


10. Berapa lama insulin yang sudah dibuka masih bisa digunakan ?
o A.I minggu

DB. I bulan

Dc. I tahun

II. Apakah kemungkinan yag terjadi dengan gula darah pasienjika pasien DM lupa
sarapan padahal sebelumnya telah menyuntikkan insulin ?
o A.menurun
o B. meningkat
o C. Tidak ada perubahan
12. Tindakan apa yang harus dilakukanjika sehabis menyuntikkan insulin tiba - tiba
merasa pusing dan lemas ?
o A. Minum teh manis

DB. Tidur

o c. Menambah dosis insulin


13. Berapa lama kontrol ke rumah sakit dilakukan?
o A. 1 bulan sekali
o B. 3 bulan sekali
o C. hanya jika sakit saja
14. Berikut adalah alas kaki yang sebaiknya digunakan oleh pasien DM kecuali
o A.lentur
o B. Pas/tidak terlalu sempit
o C. alasnya tidak rata/ada tonjolan

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


KuesionerE

v. Efikasi diri (kepercayaan diri)

Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (..J) pada salah satu jawaban

Pernyataan :

NO PERNYATAAN YA TIDAK
I Saya mampu untuk melakukan pemeriksaan gula darah
sendiri saat saya merasakan tubuh saya lemas

2 Saya mampu untuk menormalkan gula darah jika hasil


pemeriksaan menunjukkan gula darah saya tinggi walaupun
hams meninggalkan segala hal yang saya sukai

3 Saya mampu untuk mempertahankan berat badan saya setelah


menggunakan insulin

4 Saya mampu untuk rutin memeriksakan diri minimal sebulan


sekali ke rumah sakit

5 Saya mampu untuk memberikan obat secara teratur sesuai


dengan aturan walaupun saat sedang bepergian

6 Saya mampu untuk menyuntikkan insulin sendiri sebagai


upaya untuk mengendalikan gula darah saya

7 Saya mampu menyiapkan insulin sendiri agar tidak


merepotkan orang lain

8 Saya mampu untuk menentukan lokasi injeksi (suntikan)


sendiri

9 Saya mampu untuk menyimpan insulin dengan benar agar


khasiat insulin tidak berubah

10 Saya mampu menanggani kemungkinan efek samping


penggunaan insulin

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


KuesionerF

VI. Interaksi dengan petugas kesehatan

Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (V) pada salah satu jawaban
Keterangan :
1 : tidak pernah
2 : jarang
3 : kadang - kadang
4 : sering
5 : selalu

NO PERTANYAAN 1 2 3 4 5
1. Seberapa sering petugas kesehatan menggunakan
kata - kata medis yang bpk/ibu kesulitan untuk
mengerti?
2 Seberapa sering petugas kesehatan mau
menyempatkan waktu untuk mendengarkan keluhan
atau pertanyaan bpk/ibu ?
3 Seberapa sering petugas kesehatan memberikan
informasi mengenai perkembangan masalah DM
yang bpk/ibu alami ?
4 Seberapa sering petugas kesehatan mengajari bpk/ibu
untuk melakukan perawatan dirumah secara mandiri
terkait dengan DM ?
5 Seberapa sering petugas kesehatan mengajari bpk/ibu
untuk memberikan insulin sendiri di rumah ?
6 Seberapa sering petugas kesehatan mengabaikan apa
yang bpk/ibu sampaikan ?
7 Seberapa sering petugas kesehatan mencoba untuk
melibatkan bpk/ibu dalam mengambil keputusan
terkait dengan perawatan bpk/ibu ?
8 Seberapa sering petugas kesehatan merawat bpk/ibu
dengan ramah?
9 Seberapa sering petugas kesehatan membeda­
bedakan bpk/ibu dengan pasien yang lain?
10 Seberapa sering petugas kesehatan menenangkan
bpk/ibu terkait sakit yang bpk/ibu alami ?

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


KuesionerG

VI. Inisiasi Insulin

Pengisian dilakukan dengan memberi tanda ceklis (~ pada salah satu jawaban
Keterangan :
1 : 8angat tidak setuju
2 : Tidak Setuju
3 : Ragu ­ ragu
4 : Setuju
5 : 8angat Setuju

NO PERNYATAAN 1 2 3 4 5
1 Saya menilai dengan menggunakan insulin
menandakan bahwa DM yang saya alami semakin
memburuk
2 Saya menilai dengan menggunakan insulin akan
mencegah terjadinya komplikasi (akibat lanjut) dati
DM
3 Saya takut memberikan suntikan insulin sendiri

4 Pemakaian insulin akan meningkatkan resiko


penurunan kadar gula darah dibawah normal
(hipoglikemi)
5 Saya percaya dengan menggunakan insulin kondisi
kesehatan saya akan membaik
6 Insulin dapat meningkatkan berat badan

7 Saya menilai bahwa dengan menggunakan suntikan


insulin akan menghabiskan banyak tenaga dan wak:tu
8 Saya menilai dengan menggunakan insulin saya akan
tidak bisa menikmati aktifitas yang saya sukai
9 Saya menilai bahwa memberikan suntikan insulin
adalah hal yang rnenyakitkan
10 Saya menilai bahwa akan sangat sulit untuk
memberikan suntikan insulin dengan dosis dan waktu
yang tepat setiap harinya
11 Saya menilai dengan menggunakan insulin membuat
saya kesulitan dalam memenuhi tanggung jawab saya
baik ditempat kerja maupun dirumah
12 Saya menilai dengan menggunakan insulin saya akan
mampu menjaga kadar gula darah saya dalam batas
normal
13 Saya menilai dengan menggunakan insulin saya akan
lebih bergantung kepada petugas kesehatan

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Diana Tri Lestari


Tempat, tanggallahir Kudus, 16 Oktober 1980
Jenis Kelamin Perempuan
Pekerjaan Staf pengajar Akper Kesdam IV/Diponegoro Semarang
Alamat Rumah Dk. Krajan RT 003IRW 001, Desa Glagah Kulon,
Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

Riwayat Pendidikan

Sekolah Dasar Negeri 01 Glagah Kulon Tahun 1986 - 1992


Sekolah Menengah Pertama Negeri 03 Pati Tahun 1992 - 1995
Sekolah Menengah Umum Negeri 02 Pati Tahun 1995 - 1998
D III Keperawatan di Akper Depkes Semarang Tahun 1998 - 2001
SI Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Tahun 2002 - 2004
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Profesi Ners di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Tabun 2004 - 2005
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Riwayat Pekerjaan

Perawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi Tahun 2001 - 2002
Semarang
Staf Pengajar di Akademi Keperawatan Kesdam IV/Diponegoro Tahun 2004
Semarang

Universitas Indonesia

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


PEMERINTAH KABUpATEN KUDUS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

JI. Dr Lukmonohadi No 19 Telp. 0291 444001 Fax. 0291438195

KUDUS 59348

Kudus, ? Desember 2012.

Nomor :4!2.1J {;27~ {:<3 .01.0 ((;20\2-­ Kepada Yth :


Sifat Yth. Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Lampiran Universitas Indonesia
Perihal : Ijin Penelitian di
JAKARTA

Menunjuk surat Saudara tanggal 07 November 2012, nomor :


4364/H2.F12.D/PDP.04.00/2012, perihal Permohonan Ijin Penelitian.
Sehubungan dengan hal tersebut kami beritahukan bahwa
pada prinsipnya kami tidak keberatan mahasiswa Saudara :
Nama : Diana Tri Lestari
NPM : 1006833621
Program Studi : Magister IImu Keperawatan
Universitas Indonesia
melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Kudus dalam rangka pembuatan Tesis dengan judirl "Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien DM Tipe 2 di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus", sepanjang tidak
mengganggu tugas-tugas kedinasan, mentaati segala ketentuan dan
peraturan yang berlaku serta bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Demikian kami beritahukan untuk menjadikan maklum dan
atas kerjasamanya diucapkan terima kasih.

RUMAH -IT UMUM DAERAH

~
Tembusan:
1. Kabid Keperawatan RSUO Kab. Kudus
2. Ka Ruang Cempaka 2 RSUO Kab. Kudus.
c

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS
BADANPERENCANAANPEMrnANGUNANDAERAH

JI. Simpang Tujuh No.1 Kudus II (0291) 430080 Fax. 445324

KUDU S 59312

SURAT REKOMENDASI RESEARCH I SURVEY


Nomor : 072/29311S12012

I. DASAR 1. Sural Menleri Dalam Negeri Nomor 070 1 225 Tanggal 18 Juni 1981, Perihal
Surat Keputusan Direkloral Jenderal Sosial Polilik Nomor 14 1 1981 Tenlang
Surat Pemberitahuan Penelitian.

2. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Organisasi


dan Tata Ke~a Inspektorat, Sadan Perencanaan Pembangunan Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dan Kantor Pelayanan
Perijinan Terpadu Kabupaten Kudus.

II. Menunjuk Surat 1. Surat Rekomendasi Survey dari Kepala Kantor Kesbangpollinmas Provinsi

Jawa Tengah Tanggal 26 Nopember 2012 Nomor. 070/2438/2012.

2. Legalisasi izin survey dan Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan
Masyarakat Kabupaten Kudus tanggal 27 Nopember 2012 Nomor
070/283/20.02/2012.

III. Yang bertandatangan di bawah ini, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kudus bertindak
atas nama Supati Kudus, bahwa pada prinsipnya menyatakan tidak keberatan t dapat mengijinkan atas
pelaksanaan Research t Survey datam Wilayah Kabupaten Kudus yang dilaksanakan oleh :

1. Nama DIANA TRI LESTARI


2. Pekerjaan Mahasiswa
3. Satuan Kerja Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia
4. Penanggung Jawab DR. Ratna Sitorus, S.Kpf M.App.Sc
5. Maksud TUjuan
Research 1 Survey Perminlaan Data dan Informasi lerkait persiapan penyusunan Tesls jUdul :
"Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inislasi Insulin Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 dl Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus"

6. Lakasi Rumah Sakit Daerah Kudus.

dengan kelentuan sebagai berikut :


a. Pelaksanaan Research I Survey tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu
kestabilan Pemerintah.
b. Sebelum melaksanakan Research I Survey langsung kepada responden harus terlebih dahulu
melaporkan kepada pimpinan wilayah setempat,
c. Setelah Research t Survey selesai, supaya melaporkan dan menyerahkan hasilnya ke Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kudus.

IV. Surat Rekomendasi ini berlaku dari langgal 27 Nopember 2012 sampai dengan tanggal 28 Pebruari 2012.

Dikeluarkan di Kudus
Pada tanggal : 27 Napember 2012

KEPALA BAPPEDA

TEMBUSAN Yth. :
1. Kepala Kanlor Kesaluan Bangsa, Politik dan
Perlindungan Masyarakat Kabupalen Kudus.
2. Kepafa Dinas Ilnslansi lerkai!.

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK DAN PERLINDUNGAN MASYARAKA"
JI. A" YANI NO, 160TELP. (024) 8454990 FAA, (024) 84i 4205, 8~1312~
'; SEMARANG - 50136

SURAT REKOMENDASI SURVEY / RISET


Nomor : 070/2439 t 2012

I. DASAR 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Nomor


64 Tahun 2011. Tanqqal 20 Desember 2011.
2. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah. Nomor 070 /
265/2004. Tanggal 20 Februari 2004.
II. MEMBACA Surat dari Gubernur Jawa Barat. Nomor 070 / 1344 / MHS /

HAL. Tanggal 21 November 2012.

III. Pada Prinsipnya kami TIOAK KEBERATAN / Oapat Menerima atas


Pelaksanaan Penelitian I Survey di Kabupaten Kudus.
IV. Yang dilaksanakan oleh
1. Nama : OIANATRI LESTARI.
2. Kebangsaan : Indonesia.
3. Alamat : Os. Glagah Kulon 14.03/ RW .01 Kec: Oawe Kab. Kudus
4. Pekerjaan : Mahasiswa.
5. Penanggung Jawab : Dr. Ratna Sitorus, S.Kp, M.App, Sc.
6. Judul Penelitian : Faktor - factor Yang Mempengaruhi Inisiasi Insulin
pada Pasien OM Tipe 2 di RSUD Kbupaten Kudus.
7. Lokasi : Kabupaten Kudus.

V. KETENTUAN SEqAGAI BERIKUT :


1. Sebelum melakukan keqiatan terlebih dahulu melaporkan kepada Pejabat
Setempat / Lembaga Swasta yang akan dijadikan obyek lokasi untuk
mendapatkan petunjuk seperlunya dengan menunjukkan Surat Pemberitahuan ini.
2. Pelaksanaan survey / riset tidak disalah gunakan untuk tujuan tertentu yang dapat
mengganggu kestabilan pemerintahan. Untuk penelitian yang mendapat dukungan
dana dari sponsor baik dari dalam negeri maupun luar negeri, agar dijelaskan
pada saat mengajukan perijinan. Tidak membahas masalah Politik dan / atau
agama yang 1japat menimbulkan terganggunya stabilitas keamanan dan
ketertiban.
3. Surat Rekomendasidapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku apabila pemegang
Surat Rekomendasi ini tidak mentaati / mengindahkan peraturan yang berlaku atau
obyek penelitian menolak untuk menerima Peneliti.

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


4. Setelah survey / riset selesai, supaya menyerahkan hasilnya kepada Badan
Kesbangpol Dan Linmas Provinsi Jawa Tengah.
Surat Rekomendasi'Penelitian / Riset ini berlaku dar; :
November 2012 s.d Pebruari 2013.
Demikian harap menjadikan perhatian dan maklum.

Semarang, 26 November 2012

""I+--~' :

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT

BADAN KESATUAN BANGSA, POLITIK

DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAERAH

Jalan Supratman No. 44 Telp. 720674 -7106286


BANDUNG
Kode Pos 40121

SURAT KETERANGAN
Nomor 070/1344IMHSIHAL

1. Yang bertanda tangan di bawah ini :

Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Daerab Provinsi
Jawa Barat.

Berdasarkan Surat dari Dekan Universitas Indonesia Fakultas llmu., Keperawatan


No.44561H2.F.12.DIPDP.04.00/2012 Tanggal, 14 Nopember
.. 2012.
Menerangkan bahwa

a Nama ·· DIANA TRI LESTARI


B lIP ·· 08156537538
c; Tempat/tgl lahir Kudus, 16 Oktober 1980
·
d. Agama ·· Islam
e. Pekerjaan ··Dosen
f. Alamat ·· Ds. Glagah Kulon 14.03/RW.Ol Kec. Dawe Kab. Kudus
g. Peserta ·· -
h. Maksud ·· Penelitian
l. Untuk Keperluan ·· Penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inisiasi
Insulin pada Pasien DM Tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus"
J. Lokasi ·· Provinsi Jawa Tengah
k Lembaga/Instansi ·· Badan Kesbang Pol Linmas Provinsi Jawa Tengah
Yang Dituju

2. Sehubungan dengan maksud tersebut, diharapkan agar pihak yang terkait dapat memberikan bantuan/
fasilitas yang diperlukan.
3. Demikian Surat Keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya, dan berlaku sampai
dengan tanggal 31 Desember 2012.

Bandung, 21 Nopember 2012

~!~EFtAONO, SH.
'~--r<":610126 199103 1003
Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Kampus UI Depok Telp. (021 )78849120.78849121 Faks.7864124
. Email: humasfik@ui.ac.id Web Site: www.fik.ui.ac.id .

Nomor : t..fLfSt /H2.F12.D/PDP.04.00/2012 14 November 2012


l.arnpiran
Perihal : Permohonan Ijin Penelitian

Yth. Gubernur Jawa Barat


Up.Ka.Badan Kesbangpolinmas
Provinsi Jawa Sarat

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Tesis mahasiswa Program Pendidikan


Magister Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI) dengan
Peminatan Keperawatan Medikal Bedah atas nama:

Sdr. Diana Tri Lestari


NPM 1006833621

akan mengadakan penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi"


Inisiasi Insulin pada Pasien OM Tipe 2 di RSUD Kabupaten Kudus".

Sehubungan dengan hal tersebut, bersama ini kami mohon dengan horrnat
kesediaan Saudara mengijinkan yang bersangkutan untuk mengadakan
penelitian di Wilayah Jawa Tengah.

Atas perhatian Saudara dan kerjasama yang baik, disampaikan terima kasih

Tembusan Yth. :
1. Sekretaris FIK-UI
2. ManajerPendidikan dan Riset FIK-UI
3. Ketua Program Magister dan Spesialis FIK-UI
4. Gubernur Jawa Tengah
5. Bupati Kudus Jawa Tengah
6. Koordinator M.A.Tesis FIK-UI
7. Pertinqqal

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Kampus UI Depok Telp. (021)78849120, 78849121 Faks.7864124

Email: humasfik@uLac.id Web Site: www.fik.uLac.id

KETERANGAN LOLOS KAJI ETIK


No. 56/H2.F12.D/HKP.02.04/2012

Komite Etik Penelitian, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dalam upaya
melindungi hak azasi dan kesejahteraan subyek penelitian keperawatan, telah mengkaji
dengan teliti proposal berjudul :

Faktor-faktor yang mempengaruhi Inisiasi Insulin pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
di RSD Kabupaten Kudus.

Nama peneliti utama : Diana Tri Lestari

Nama institusi : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Dan telah menyetujui proposal tersebut.

Jakarta,8 Desember 2012


Ke a,
,~Q~,k.a:rw), {t)''>1
--', .>,~

-: .'

-:'::Q~wi.ka~aty, MA, PhD ~rDra.s


"'" .
NIP. 195206011974112001 NIP. 19511427 197703 2001

Faktor-faktor..., Diana Tri Lestari, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai