Oleh :
DESI MURIATI
12.03.11.1927.008
Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb)
Oleh :
DESI MURIATI
12.03.11.1927.008
Riwayat Pendidikan
1. Program D III Kebidanan STIKes Bhakti Pertiwi Indonesia tahun 2012-
2013
2. Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 1, Sambirejo Mantingan Ngawi
Jatim-Indonesia Tahun 2007-2008
3. Mtsn 1 Siantan tahun 2004-2007
4. SDN 02 Jungkat 1998-2004
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Penguji I Penguji II
(Hj. Lilik, S.SiT, SKM, MARS) (Hj.Ella Nurlelawati, S.SiT, SKM, M.Kes)
Mengetahui
Dengan Hormat
Saya yang bertandatangan dibawah ini
Nama : Desi Muriati
NPM : 120811.1927.008
Mahasiswa D III Kebidanan angkatan 2012-2013
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan yang
berjudul ‘Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda-Tanda
Bahaya Masa Nifas Di RSAL Mintohardjo Periode Maret – April
2015’.
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka
saya akan menerima sangsi yang telah ditetapkan. Demikian surat
permohonan ini saya buat sebenar-benarnya.
Desi Muriati
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG
TANDA-TANDA BAHAYA MASA NIFAS
DI RSAL MINTOHARDJO PERIODE
MARET – APRIL 2015
Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk diujikan dihadapan penguji Program
Studi Diploma 3 Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bhakti Pertiwi Indonesia
Jakarta, 2015
Pembimbing
Jakarta, 2015
Pembimbing
Desi Muriati
120311.1927.008
ABSTRAK
Desi Muriati
DAFTAR ISI
1. Latar Belakang
Masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna menurunkan
angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dari berbagai pengalaman dalam
menanggulangi kematian ibu dan bayi di banyak Negara, para pakar kesehatan
menganjurkan upaya pertolongan difokuskan pada periode intrapartum. Upaya
ini terbukti telah menyelamatkan lebih dari separuh ibu bersalin dan bayi baru
lahir disertai dengan penyulit proses persalinan atau komplikasi yang
mengancam keselamatan jiwa. Namun, tidak semua intervensi yang sesuai
bagi suatu Negara dapat dengan serta merta dijalankan dan memberi dampak
menguntungkan bila diterapkan di Negara lain. (Prawirohardjo,2012)
Masa nifas masih potensial mengalami komplikasi sehingga perlu
perhatian dari tenaga kesehatan. Kematian ibu masih dapat terjadi pada masa
ini karena perdarahan atau sepsis, serta kematian bayi baru lahir. Ibu-ibu
pascapersalinanlebih-lebih yang sosial ekonomi dan pendidikan kurang sering
tidak mengerti potensi bahaya masa nifas ini. (Prawirohardjo,2012)
Menurut WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan
atau kelahiran terjadi di negara – negara berkembang. Rasio kematian ibu di
negara – negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian
ibu per 100.000 kelahiran hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu
di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran. Menurut WHO,
Angka Kematian Ibu (AKI) 81% akibat komplikasi selama hamil dan bersalin
dan 25% selama masa nifas. (WHO,2012)
Mortalitas dan morbiditas merupakan masalah besar di negara
berkembang. Diperkirakan setiap jam, dua perempuan mengalami kematian
karena hamil atau melahirkan akibat komplikasi pada masa hamil atau
persalinan. (Saparinah Sadli, 2010). Di negara miskin, sekitar 25-50%
kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan, dan nifas. WHO memperkirakan di seluruh dunia
setiap tahunnya lebih dari 585.000 meninggal saat hamil atau bersalin.
(Depkes RI, 2011)
Menurut WHO pada tahun 2000 Maternal Mortality Rate (MMR) di dunia
400 per 100.000 kelahiran hidup, MMR di negara berkembang 440 per
100.000 kelahiran hidup sedangkan di negara maju hanya 20 per kelahiran
hidup. MMR di Asia 330 per 100.000 kelahiran hidup, Asia Timur 55 per
100.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 520 per 100.000 kelahiran hidup, Asia
Tenggara 210 per 100.000 kelahiran hidup dan Asia Barat 190 per 100.000
kelahiran hidup. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)
Indonesia masih tertinggi di Asia. Tahun 2002 kematian ibu melahirkan
mencapai 307 per 100.000 kelahiran. Angka ini 65 kali kematian ibu di
Singapura, 9,5 kali dari Malaysia. Bahkan 2,5 kali lipat dari Filipina. Begitu
juga dengan AKB Indonesia pada tahun 2002 sebesar 45 per 1000 kelahiran
hidup. (CH Maulina, 2010)
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), rata-rata
angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup.
Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang
mencapai 228 per 100 ribu. menunjukan tahun 2002-2003 Angka Kematian
Ibu 307 per 100.000 kelahiran hidup, angka tersebut menurun menjadi 262 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 , 253 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2006, meskipun demikian angka itu masih jauh dari harapan.
Terlebih Angka Kematian Ibu di Indonesia masih menduduki urutan tertinggi
di ASEAN. (SDKI, 2012).
Tahun 2013, AKI di DKI Jakarta mencapai 97 orang per 100.000 kelahiran
hidup. Jumlah ini berhasil diturunkan menjadi 93 orang ditahun 2013 juga,
atau berkurang 4 orang. Jumlah tertinggi di Jakarta Timur sebanyak 31 orang
disusul Jakarta Barat Berjumlah 22 orang. (hhtp://beritasatu.com,21 April
2014).
Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan
Milenium adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan
perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa yang dimulai
September tahun 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun
2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan
masyarakat pada 2015. Dari delapan butir tujuan MDGs, tujuan kelima adalah
meningkatkan kesehatan ibu, dengan target menurunkan angka kematian ibu
sebesar tiga perempatnya antara 1990 – 2015, serta yang menjadi indikator
untuk monitoring yaitu angka kematian ibu, proporsi pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih, dan angka pemakaian kontrasepsi.
Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per
100.000 kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) (yang
berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini masih cukup jauh dari target yang harus dicapai
pada tahun 2015.
Salah satu cara untuk menurunkan AKI di Indonesia adalah dengan
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan melakukan
persalinan difasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan terlatih yaitu
dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan secara nasional pada tahun 2013 adalah
sebesar 90,88%. Cakupan ini terus menerus meningkat dari tahun ke tahun.
Sementara itu jika dilihat dari cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan yang terlatih menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2013, tiga
provinsi dengan cakupan tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah dengan
cakupan 99,89%, Sulawesi Selatan 99,78%, dan Sulawesi Utara 99,59%.
Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua 33,31%,
Papua Barat (73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%). (Data Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2013).
Hal ini ditunjang pula dengan kondisi sosial ekonomi sebagian masyarakat
yang masih berada digaris kemiskinan. Selain itu, tidak meratanya fasilitas
kesehatan dan tenaga kesehatan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
turut menjadi salah satu penyebab masalah kesehatan ibu.
2. Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini membahas gambaran pengetahuan
ibu nifas tentang tanda bahaya masa nifas yang dilakukan di wilayah RSAL
Mintohardjo Jakarta Pusat periode Maret – April 2015 terdapat 75 ibu nifas
pada bulan Maret-April tetapi peneliti hanya ingin meniliti sebanyak 50
sample ibu nifas dengan tehnik penelitian menggunakan wawancara atau
kuesioner kepada responden yang tertuju atau ibu nifas di wilayah RSAL
Mintohardjo periode Maret – April 2015 tentang bagaimana gambaran
pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya maa nifas.
3. Tujuan Penelitian
3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas DI RSAL Mintohardjo periode Maret -
April 2015.
3.2 Tujun khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan ibu
tentang bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan usia ibu tentang
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan ibu
tentang bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015.
d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ibu
tentang bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015.
e. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan paritas ibu tentang
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga dan wadah untuk menambah
wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan
yang telah diterima selama kuliah dan Merupakan sarana untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan mendapatkan pengalaman
nyata dalam bidang penelitian.
4.2 Manfaat Bagi Institusi
Merupakan bahan referensi,menambahkan ilmu, dan wawasan untuk
penelitian selanjutnya bagi pembaca khusunya mahasisiwi Stikes Bhakti
Pertiwi Indonesia dan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya terutama yang
berhubungan dengan masalah nifas.
4.3 Manfaat Bagi Tempat Peneliti
Sebagai bahan masukan dalam hal perencanaan asuhan untuk ibu nifas
dengan pemberian pengetahuan tentang bahaya masa nifas di RSAL
Mintohardjo tahun 2015 dan manfaat bagi bidan untuk tetap melayani
dengan pengetahuan dan ilmu terbaru dari pelayanan kesehatan.
4.4 Bagi Ibu Nifas
Sebagai masukan bagi ibu nifas agar lebih meningkatkan kesadaran
terhadap perlunya pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya masa nifas
sehingga mereka dapat mengetahui dan mengenali apa yang termasuk
dalam tanda-tanda bahaya nifas dengan demikian diharapkan
gangguan/komplikasi dalam masa nifas dapat dideteksi secara dini.
5. Ruang Lingkup
Peneliti ini akan membahas tentang ” Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas
Tentang Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas DI RSAL Mintohardjo periode
Maret - April 2015”. Variabel independent dalam penelitian ini adalah
pendidikan, usia, pekerjaan, Informasi, Pengalaman, Lingkungan, sosial
ekonomi, sosial budaya. Sedangkan variabel dependen adalah tanda bahaya
nifas. Penelitian ini dilakukan di RSAL Mintohardjo Maret – April 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Tahu ( Know )
2) Memahami ( Comprehension )
3) Aplikasi ( Aplication )
4) Analisis ( Analysis )
6) Evaluasi ( Evaluation )
1. Pendidikan
2. Usia
3. Pekerjaan
4. Informasi
5. Paritas
1) Baik : 76 – 100 %
2) Cukup : 56 – 75 %
3) Kurang : 40 - 55 %
4) Buruk : <40>
b) Peritonitis umum
a. Istirahat baring
b. Rehidrasi peroral atau infuse
c. Kompres atau kipas untuk menurunkan suhu
d. Jika ada syok, segera beri pengobatan, sekalipun tidak jelas gejala
syok, harus waspada untuk menilai berkala karena kondisi ini dapat
memburuk dengan cepat (Prawirohardjo, 2012).
Pencegahan Infeksi Nifas:
a) Masa kehamilan
b) Masa persalinan
a) Bendungan ASI
1) Penyebab
2) Gejala
3) Penatalaksanaan
b) Mastitis
Penatalaksanaan :
c) Abses Payudara
Gambar 2.1
Indepedent dependent
1. pendidikan
pengetahuan ibu nifas tentang
2. usia
3. pekerjaan
tanda – tanda bahaya masa nifas
4. Informasi
5. Paritas
jelaskan bahwa pengetahuan ibu di pengaruhi oleh faktor yang terdiri dari
di teliti hanya pada sebatas tahu saja yaitu tentang tanda-tanda bahaya masa
nifas.
BAB III
KERANGKA KONSEP
Dari tinjauan teori diperoleh dari gambaran pengetahuan ibu nifas tentang
bahaya-bahaya masa nifas.Kerangka konsep yang dibuat disini didasarkan
pada tinjauan teori yang dapat diketahui dan diukur dalam penilitian nantinya.
Dan berdasarkan sistematika kerangka konsep penelitian ini meliputi variable
independent yaitu: pendidikan, usia, pekerjaan, Informasi, Pengalaman,
Lingkungan, sosial ekonomi, sosial budaya. Sedangkan variabel dependen
adalah tanda-tanda bahaya nifas. Dari uraian diatas sesuai dengan tujuan
penelitian maka dibawah ini digunakan kerangka konsep sebagai berikut:
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
6. pendidikan
7. usia Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Tanda Bahaya Masa nifas
8. pekerjaan
9. Informasi
10. Paritas
1. Populasi
2. Sampel
1. Lokasi
2. Waktu penelitian
1. Editing
Proses editing dengan memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan
reka medik ini berarti semua data harus diteliti kelengkapan data yang
diberikan.
2. Coding
Untuk memudahkan dalam pengolahan data maka untuk setiap jawaban
dari kuesioner yang telah disebarkan diberi kode sesuai dengan karakter.
3. Skoring
Tahap ini di lakukan setelah di tetapkan kode jawaban atau hasil observasi.
Sehingga setiap jawaban dari responden atau hasil observasi dapat di
berikan skor. Tidak ada pedoman yang baku untuk skoring, namun skoring
harus di berikan.
4. Tabulating
Keterangan :
P : Prosentase
4. Personal
Dokter Umum : 29 orang
Dokter Gigi : 3 orang
Dokter Gigi Spesialis : 10 orang
Dokter Spesialis : 68 orang
Dokter Spesialis Penunjang : 7 orang
Dokter Subspesialis : 3 orang
Perawat : 370 orang
Analisis : 30 orang
Fisioterapi dan Terapi Wicara : 17 orang
Radiologi : 11 orang
2.
Cukup 7 14%
3.
Kurang 25 50%
4.
Buruk 15 30%
Jumlah 50 100%
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi berdasarkan pendidikan ibu tentang
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret – April 2015
No Pendidikan Frekuensi (f) Prosentase (%)
1.
SD 20 40%
2.
SMP 16 32%
3.
SMA 10 20%
4.
Perguruan tinggi 4 8%
Jumlah 50 100%
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi berdasarkan usia ibu tentang bahaya
masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret – April 2015
Usia Jumlah Presentase
Rendah (20-26 tahun) 36 72%
Tinggi (27–31 tahun) 14 28%
Jumlah 50 100%
2. Tani
6 12%
4. Wiraswasta
10 20%
5. Pegawai Negeri
5 10%
Jumlah 50 100%
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi berdasarkan informasi yang didapat ibu
tentang bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret – April
2015
Frekuensi Prosentase
No Sumber Informasi
(f) (%)
1.
Media (cetak dan elektronik) 5 10%
2.
Non Medis (Penyuluhan) 3 6%
3.
Tidak Mendapat Infomasi 42 84%
Jumlah 50 100
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi berdasarkan paritas ibu tentang bahaya masa
nifas di RSAL Mintohardjo Maret – April 2015
Paritas Jumlah Presentase
Primipara 35 70 %
Multipara 10 20 %
Grande Multipara 5 10 %
Jumlah 50 100 %
6.1 PEMBAHASAN
6.1.1 Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya masa nifas
Dari hasil penelitian didapatkan gambaran pengetahuan ibu nifas tentang
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo di dapatkan ibu yang kurang atau buruk
pengetahuannya tentang tanda-tanda bahaya masa nifas sebanyak 40 orang (80%)
dan sebagan kecil didapatkan ibu dengan pengetahuan baik atau cukup sebanyak
10 orang (20%).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah seseorang
melakukan suatu pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan tejadi
melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa, raba, dan
pengecapan. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan
telinga (Notoadmodjo, 2012).
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia. Yang sekedar
menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan
sebagainya (Notoatmojo, 2012).
Sedangkan menurut peneliti pada Maret – April 2015 dengan hasil yang
didapatkan ibu dengan pengetahuan kurang atau buruk sebanyak 40 orang (80%),
maka itu dapat menyebabkan terjadinya tanda bahaya nifas pada masa nifas.
Peneliti sebelumnya telah didapatkan hasil penelitian ibu dengan
pengetahuan kurang atau buruk sebanyak 30 orang ( 60% ) dari 50 sample ibu
nifas. Jadi, didapatkannya kenaikan dari penelitian sebelumnya ibu dengan
pengetahuan kurang atau buruk.
Dari hasil penelitian sebagian besar responden di RSAL Mintohardjo tidak
mengetahui tentang tanda-tanda bahaya nifas dengan memungkinkan kurangnya
pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya nifas yaitu pendidikan, umur,
pekerjaan, informasi, dan paritas.
6.1.2 Pendidikan ibu tentang tanda bahaya masa nifas di RSAL
Mintohardjo
Dari hasil penelitian distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan di RSAL
Mintohardjo sebagian besar didapatkan pada ibu nifas yang berpendidikan rendah
( SD dan SMP ) yaitu 36 orang ( 72% ) dan sebagian kecil terdapat pada ibu
hamil dengan pendidikan tinggi ( SMA dan PT ) yaitu 14 orang ( 28% ).
Notoadmojo (2010) menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu
kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan
kemampuan.
Menurut Nursalam (2008), bahwa makin tinggi pendidikan seseorang,
maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Responden yang berpendidikan tinggi akan mudah
menyerap informasi, sehingga ilmu pengetahuan yang dimiliki lebih tinggi namun
sebaliknya orang tua yang berpendidikan rendah akan mengalami hambatan dalam
penyerapan informasi sehingga ilmu yang dimiliki juga lebih rendah yang
berdampak pada kehidupannya.
Menurut peneliti dengan hasil didapatkan pada ibu nifas yang
berpendidikan dasar atau menengah (SD, SMP dan SMA) sebanyak 46 orang (92
%) maka akibat rendahnya tingkat pendidikan dapat menyebabkan terjadinya
bahaya nifas pada ibu nifas.
Sedangkan peneliti sebelumnya telah didapatkan pada ibu nifas yang
berpendidikan dasar atau menengah (SD, SMP, dan SMA) sebanyak 26 orang
(52%) dari 50 sample ibu nifas, maka hasil penelitian mengalami kenaikan pada
ibu berpendidikan dasar atau menengah (SD, SMP, dan SMA).
Penelitian ini didapatkan bahwa pengetahuan responden tentang tanda-
tanda bahaya masa nifas 80% kurang dan buruk. Untuk 20% responden yang lain
berpengetahuan cukup dan baik. Hal ini dikarenakan pengetahuan tanda-tanda
bahaya masa nifas adalah informasi khusus, yang tidak didapatkan di bangku
sekolah atau Perguruan Tinggi umum kecuali sekolah kesehatan. Adapun
informasi mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas biasanya diperoleh melalui
penyuluhan kesehatan atau konseling dari tenaga kesehatan.
6.1.3 Frekuensi usia ibu tentang pengetahuan tanda bahaya masa nifas
Dari hasil penelitian yang didapatkan distribusi frekuensi berdasarkan
umur terbanyak pada usia 20 – 26 tahun yaitu 36 orang ( 72% ) dan paling sedikit
pada usia 27 – 31 tahun sebanyak 14 orang ( 28% ).
Umur 20-35 tahun merupakan usia yang reproduktif bagi seseorang untuk
dapat memotivasi diri memperoleh pengetahuan yang sebanyak- banyaknya.
Menurut Elisabeth yang di kutip oleh Nur Salam (2008), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat di lahirkan sampai saat berulang tahun,
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja.
Menurut Elisabeth yang di kutip oleh Nur Salam (2008), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat di lahirkan sampai saat berulang tahun,
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja.
Menurut Long yang di kutip oleh Nur Salam (2008), makin tua umur
seseorang, makin konstruktif dalam menghadapi masalah yang di hadapi.
Menurut peneliti dengan hasil yang didapatkan usia ibu 20 – 26 tahun
sebanyak 36 orang (72%), maka dengan usia yang masih dini menyebabkan
kurangnya pengetahuan tentang tanda bahaya nifas pada ibu nifas.
Sedangkan peneliti sebelumnya telah didapatkan hasil pada usia ibu 20 – 26
tahun sebanyak 36 orang ( 72% ) dari 50 sample ibu nifas, maka didapatkan hasil
yang sama dengan penelitian sebelumnya pada usia ibu nifas 20 – 26 tahun.
Semakin banyak umur atau semakin tua seseorang maka akan mempunyai
kesempatan dan waktu yang lebih lama dalam mendapatkan informasi dan
pengetahuan. Dengan demikian semakin tua umur responden maka tingkat
pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas semakin baik.
Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa dari hasil penelitian umur dengan
pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya nifas tidak sesuai.
6.1.4 Frekuensi pekerjaan ibu tentang pengetahuan tanda bahaya masa nifas
Dari hasil penelitian distribusi frekuensi berdasarkan Pekerjaan ibu tentang
pengetahuan tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo sebagian besar
didapatkan pada ibu nifas yang sebagai ibu rumah tangga sejumlah 26 orang
(52%) dan sebagian kecil terdapat pada ibu nifas yang sebagai pegawai tidak tetap
sejumlah 3 orang ( 6 % ).
Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada
seseorang yang tidak bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan mempunyai
banyak informasi dan pengalaman( Nur Salam 2008 ).
Dari faktor usia dan sumber informasi, dimana mayoritas responden bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Maka menyebabkan responden mempunyai waktu yang
cukup untuk mendapatkan informasi disebabkan karena hanya melakukan
pekerjaan rumah tangga. Responden mempunyai waktu yang cukup untuk
mendapatkan penyuluhan kesehatan dan konseling dari tenaga kesehatan,
memperoleh informasi dari media masa terutama berkaitan dengan tanda-tanda
bahaya masa nifas. Hal ini sebagaimana yang dikutip oleh Kuntjoroningrat yang
dikutip oleh Nursalam dan Pariani (2003), menyebutkan bahwa bekerja umumnya
pekerjaan yang menyita waktu untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan
yang benar.
Menurut peneliti dengan hasil berdasarkan pekerjaan ibu didapatkan
banyak sebagai ibu rumah tangga sejumlah 26 orang (52 %), maka dengan fakum
nya ibu dirumah dapat mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang
tanda bahaya masa nifas.
Sedangkan peneliti sebelumnya telah didapatkan hasil berdasarkan
pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga sejumlah 10 orang (20%) dari 50 sample
ibu nifas, maka hasil penelitian Maret – April 2015 lebih banyak didapatkan
pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga dibanding penelitian sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa dari hasil penelitian seorang ibu yang
tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga tidak selalu mengetahui
pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya masa nifas.
6.1.5 Frekuensi informasi ibu tentang pengetahuan tanda bahaya masa nifas
Hasil pada penelitian distribusi frekuensi berdasarkan informasi ibu
tentang pengetahuan tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo
sebagian besar didapatkan pada ibu nifas yang tidak mendapatkan informasi yaitu
42 orang (84%) dan sebagian kecil ibu mendapatkan informasi dari media cetak,
eletronik maupun penyuluahan yaitu 8 orang (16%).
Menurut Notoatmodjo (2012), tingkat pengetahun masyarakat juga
dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh baik melalui tenaga kesehatan,
majalah, surat kabar ataupun yang lainnya. Karena dengan mendapatkan informasi
tentang tanda-tanda bahaya masa nifas maka masyarakat akan lebih tahu dan
tanggap tentang tanda-tanda bahaya masa nifas. Di harapkan dengan adanya
pengetahuan lebih tentang tanda-tanda bahaya masa nifas oleh masyarakat maka
angka bahaya masa nifas di masyarakat dapat di tekan seminimal mungkin.
Berdasarkan analisa dan interpretasi data yang di dapat sebagian besar
responden mempunyai pengetahuan kurang dan buruk 40 yaitu responden (80%).
Hal ini dapat di lihat dari jawaban yang kurang benar pada kuesioner tentang
pengertian tentang tanda-tanda bahaya masa nifas. Hal ini dapat di lihat dari latar
belakang mayoritas pendidikan responden yaitu SD dan SMP, di samping itu juga
telah dapat diketahui sebelumnya responden tidak mendapatkan informasi tentang
tanda-tanda bahaya masa nifas dari media atau penyuluhan.
Menurut peneliti dengan hasil berdasarkan informasi ibu didapatkan ibu
nifas yang tidak mendapatkan informasi dari media cetak, eletronik, maupun
penyuluhan sebanyak 42 orang (84 %), maka dapat mengakibatkan kurangnya
pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya nifas.
Sedangkan peneliti sebelumnya telah didapatkan hasil berdasarkan
informasi, didapatkan ibu nifas yang tidak mendapatkan informasi sebanyak 40
orang (80%) dari 50 sample ibu nifas, maka berdasarkan penelitian Maret – April
2015 didapatkan kenaikan berdasarkan kurangnya informasi yang didapatkan ibu
nifas dibanding penelitian sebelumnya.
Hal ini sesuai teori karena informasi yang telah didapatkan ibu nifas bisa
meningkatkan pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas dan
sebaliknya jika tidak atau kurang mendapatkan informasi akan kurang juga
pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas.
6.1.6 Frekuensi paritas ibu tentang pengetahuan tanda bahaya masa nifas
Hasil pada penelitian distribusi frekuensi berdasarkan paritas ibu tentang
pengetahuan tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo sebagian besar
didapatkan pada ibu nifas primipara sebanyak 35 orang (70%), sebagian kecil ibu
dengan multipara sebanyak 10 orang (20%), dan grande multipara sebanyak 5
orang (10%).
Notoadmojo ( 2012 ) menyatakan bahwa paritas adalah jumlah anak yang
telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu
yang sering melahirkan mempunya risiko mengalami anemia pada kehamilan
berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil
zat – zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya.
Menurut peneliti dengan hasil berdasarkan paritas atau jumlah anak ibu
didapatkan sebagian besar ibu nifas pada anak pertama atau primapara sebanyak
35 orang (70 %), maka dengan pengalaman pertama ibu mempunyai anak dapat
mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya masa nifas.
Sedangkan penelitian sebelumnya telah didapatkan hasil berdasarkan
paritas atau jumlah anak didapatkan sebagian besar pada anak pertama atau
primipara sebanyak 35 orang (70%) dari 50 sample ibu nifas, maka didapatkan
penelitian Maret – April 2015 berdasarkan paritas dengan hasil yang sama pada
ibu nifas dengan primipara.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa dari hasil penelitian seorang ibu dengan
primipara atau anak pertama berarti memungkinkan kurangnya pengetahuan
tentang tanda-tanda bahaya nifas, sedangkan ibu nifas dengan multipara atau
grande multipara memungkinkan mengetahui tentang tanda-tanda bahaya nifas
dikarnakan sudah berpengalan pada anak sebelumnya.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Hasil yang didapatkan dari penelitian terhadap Gambaran Pengetahuan Ibu
Nifas Tentang Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas Di RSAL Mintohardjo
Periode Maret – April Tahun 2015, ini menunjukkan bahwa:
7.1.1 Distribusi frekuensi berdasarkan gambaran pengetahuan ibu nifas tentang
tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo didapatkan ibu nifas
yang kurang atau buruk pengetahuannya tentang tanda-tanda bahaya masa
nifas sebanyak 40 orang (80%) dan sebagan kecil didapatkan ibu dengan
pengetahuan baik atau cukup sebanyak 10 orang (20%).
7.1.2 Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ibu nifas tentang tanda-tanda
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo didapatkan pada ibu nifas yang
berpendidikan rendah ( SD dan SMP ) yaitu 36 orang ( 72% ) dan
sebagian kecil terdapat pada ibu hamil dengan pendidikan tinggi ( SMA
dan PT ) yaitu 14 orang ( 28% ).
7.1.3 Distribusi frekuensi berdasarkan usia ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya
masa nifas di RSAL Mintohardjo terbanyak pada usia 20 – 26 tahun yaitu
36 orang ( 72% ) dan paling sedikit pada usia 27 – 31 tahun sebanyak 14
orang ( 28% ).
7.1.4 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan ibu nifas tentang tanda-tanda
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo sebagian besar didapatkan pada
ibu nifas yang sebagai ibu rumah tangga sejumlah 26 orang (52%) dan
sebagian kecil terdapat pada ibu nifas yang sebagai pegawai tidak tetap
sejumlah 3 orang ( 6 % ).
7.1.5 Distribusi frekuensi berdasarkan informasi ibu nifas tentang tanda-tanda
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo sebagian besar didapatkan pada
ibu nifas yang tidak mendapatkan informasi yaitu 42 orang (84%) dan
sebagian kecil ibu mendapatkan informasi dari media cetak,eletronik
maupun penyuluahan yaitu 8 orang (16%).
7.1.6 Distribusi frekuensi berdasarkan paritas ibu nifas tentang tanda-tanda
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo sebagian besar didapatkan pada
ibu nifas primipara sebanyak 35 orang (70%), sebagian kecil ibu dengan
multipara sebanyak 10 orang (20%), dan grande multipara sebanyak 5
orang (10%).
7.2 Saran
7.2.1 Bagi RSAL Mintohardjo
Khususnya bagi tenaga kesehatan untuk memberikan konseling
secara detail dan jelas kepada ibu khususnya ibu nifas mengenai tanda-
tanda bahaya masa nifas yang mungkin terjadi pada saat masa nifas
berlangsung seperti Perdarahan Post Partum, Lochea yang berbau busuk
(bau dari vagina), Sub-Involusi Uterus (Pengecilan Rahim yang
Terganggu), Nyeri pada perut dan pelvis, Pusing dan lemas yang
berlebihan, Suhu Tubuh Ibu > 38 0C, Penyulit dalam Menyusui. Wajib
mengevaluasi setiap kali kunjungan postpartum atau setelah melahirkan 6-
8 jam setelah melahirkan, 6 (enam) hari setelah melahirkan (persalinan), 2
(dua) minggu setelah persalinan, 6 (enam) minggu setelah persalinan.
Dengan kunjungan tersebut ibu nifas dapat mendeteksi dini tanda bahaya
masa nifas dan dapat pelayanan kesehatan.