Anda di halaman 1dari 68

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG

TANDA-TANDA BAHAYA MASA NIFAS


DI RSAL MINTOHARDJO PERIODE
MARET – APRIL
2015

Oleh :
DESI MURIATI
12.03.11.1927.008

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI PERTWI INDONESIA
JAKARTA
2015
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG
TANDA-TANDA BAHAYA MASA NIFAS
DI RSAL MINTOHARDJO PERIODE
MARET – APRIL
2015

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb)

Oleh :
DESI MURIATI
12.03.11.1927.008

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI PERTWI INDONESIA
JAKARTA
2015
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Desi Muriati


Alamat : Jl. Belimbing jagakarsa rt/rw
03/13 jaksel.
Telp / hp : 089650001007
Tempat, Tanggal Lahir : Pontianak, 19 Des 1992

Riwayat Pendidikan
1. Program D III Kebidanan STIKes Bhakti Pertiwi Indonesia tahun 2012-
2013
2. Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 1, Sambirejo Mantingan Ngawi
Jatim-Indonesia Tahun 2007-2008
3. Mtsn 1 Siantan tahun 2004-2007
4. SDN 02 Jungkat 1998-2004
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah


Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda-Tanda Bahaya Nifas
Di RSAL Mintohardjo Periode Maret – April 2015

Laporan karya tulis ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan


sidang KTI Program D III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Bhakti Pertiwi Indonesia

Jakarta, 04 juli 2015


Pembimbing I Pembimbing II

( Hj.Ella Nurlelawati, S.SiT, SKM, M.Kes ) ( Kursih Sulastriningsih,S.SiT,M.Kes)


LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH


TELAH DIUJI PADA TANGGAL 08 JULI 2015
SEBAGAI PERSYARATAN LULUS UJIAN AKHIR D-III KEBIDANAN
STIkes BHAKTI PERTIWI INDONESIA

Penguji I Penguji II

(Hj. Lilik, S.SiT, SKM, MARS) (Hj.Ella Nurlelawati, S.SiT, SKM, M.Kes)

Mengetahui

Ketua STIKes Bhakti Pertiwi Indonesia

( Hj. Maimunah, SSiT, SKM, M.Kes )


SURAT PERNYATAAN

Dengan Hormat
Saya yang bertandatangan dibawah ini
Nama : Desi Muriati
NPM : 120811.1927.008
Mahasiswa D III Kebidanan angkatan 2012-2013
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan yang
berjudul ‘Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda-Tanda
Bahaya Masa Nifas Di RSAL Mintohardjo Periode Maret – April
2015’.
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka
saya akan menerima sangsi yang telah ditetapkan. Demikian surat
permohonan ini saya buat sebenar-benarnya.

Jakarta, 03 April 2015

Desi Muriati
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG
TANDA-TANDA BAHAYA MASA NIFAS
DI RSAL MINTOHARDJO PERIODE
MARET – APRIL 2015

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk diujikan dihadapan penguji Program
Studi Diploma 3 Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bhakti Pertiwi Indonesia

Jakarta, 3 April 2015


Pembimbing I Pembimbing II

Hj.Ella Nurlelawati, S.SiT, SKM, M.Kes Kursih Sulastriningsih,S.SiT , M.Kes


SURAT TANDA KESEDIAAN MENJADI PEMBIMBING KTI
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI PERTIWI INDONESIA

Yang bertandatangan dibawah ini :


Nama : Hj.Ella Nurlelawati , S.SiT, SKM, M.Kes
Jabatan : Pembimbing I
Institusi Kerja : STIkes Bhakti Pertiwi Indonesia
Nama : Kursih Sulastriningsih,S.SiT, M.Kes
Jabatan : Pembimbing II
Institusi Kerja : STIkes Bhakti Pertiwi Indonesia

Menyatakan sanggup membimbing KTI mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu


Kesehatan Bhakti Pertiwi Indonesia Program Studi Diploma 3 Kebidanan tersebut
dibawah ini :
Nama : Desi Muriati
NIM : 120311.1927.008
Judul : Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda-Tanda
Bahaya Masa Nifas Di RSAL Mintohardjo Periode Maret
– April 2015.

Jakarta, 3 April 2015


Pembimbing I Pembimbing II

Hj.ELLA NURLELAWATI, S.SiT, SKM, M.Kes Kursih Sulastriningsih,S.SiT, M.Kes


SURAT KETERANGAN MENYETUJUI JUDUL KTI PROGRAM
STUDI DIPLOMA 3 KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN BHAKTI PERTIWI INDONESIA

Yang bertandatangan dibawah ini :


Nama : Hj.Ella Nurlelawati , S.SiT, SKM, M.Kes
Jabatan : Pembimbing I
Nama : Kursih Sulastriningsih,S.SiT, M.Kes
Jabatan : Pembimbing II

Menyatakan bahwa telah menyetujui judul KTI mahasiswa Program Studi


Diploma 3 Kebidanan tersebut dibawah ini :
Nama : Desi Muriati
NIM : 120311.1927.008
Judul : Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda-Tanda Bahaya
Masa Nifas Di RSAL Mintohardjo Periode Maret – April 2015.

Jakarta, 3 April 2015


Pembimbing I Pembimbing II

(Hj.Ella Nurlelawati , S.SiT, SKM, M.Kes) ( Kursih Sulastriningsih,S.SiT,M.Kes)


BUKTI BIMBINGAN KTI PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI PERTIWI INDONESIA

NAMA : Desi Muriati


NIM : 120311. 1927. 008
JUDUL :

PEMBIMBING : Kursih Sulastriningsih,S.ST

NO HARI/TGL MATERI TTD KET


PEMBIMBING

Jakarta, 2015
Pembimbing

Kursih Sulastriningsih,S.SiT, M.Kes


BUKTI BIMBINGAN KTI PROGRAM STUDI DIPLOMA 3
KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI PERTIWI INDONESIA

NAMA : Desi Muriati


NIM : 120311. 1927. 008
JUDUL :

PEMBIMBING : Hj.Ella Nurlelawati , S.SiT, SKM, M.Kes

NO HARI/TGL MATERI TTD KET


PEMBIMBING

Jakarta, 2015
Pembimbing

Hj.Ella Nurlelawati , S.SiT, SKM, M.Kes


STIkes Bhakti Pertiwi Indonesia
Karya Tulis Ilmiah, 04 Juli 2015

Desi Muriati
120311.1927.008

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG TANDA-TANDA


BAHAYA MASA NIFAS DI RSAL MINTOHARDJO PERIODE MARET -
APRILTAHUN 2015

ABSTRAK

Nifas (Puerperium) adalah dimulai setelah kelahiran placenta dan berakhir


ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6-8 minggu (Prawirohardjo, 2012) Masa nifas
(puerperium) adalah di mulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat – alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira – kira 6 minggu (Prawirohardjo, 2012). Periode pasca partum adalah
masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intra
partum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil
(Varney, 2008). Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah partus selesai dan
berakhir setelah kira – kira 6 minggu (Arif Mansjoer, 2011).

Tanda bahaya nifas adalah suatu tanda yang abnormal yang


mengindikasikan adanya bahaya/ komplikasi yang dapat terjadi selama masa
nifas, apabila tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan kematian
ibu (Pusdiknakes,2008).

Penulis hanya membatasi gambaran pengetahuan ibu nifas tentang tanda-


tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo periode Maret - April 2015 ini
hanya meliputi pengetahuan, pendidikan, usia, pekerjaan, informasi, dan paritas
ibu.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian statistik
deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh ibu nifas yang ada diruangan nifas di
RSAL Mintohardjo Maret – April 2015 yaitu sebanyak 50 ibu nifas dan terambil
sampel penelitian dengan jumlah sebanyak 50 responden.

Data diolah dengan menggunakan software analisis data, melalui analisis


statistik univariat, yaitu analisis presentase dengan tujuan untuk melihat gambaran
distribusi frekuensi dan presentase dari variabel yang diteliti dan disajikan dalam
bentuk tabel. frekuensi berdasarkan gambaran pengetahuan ibu nifas tentang
tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo didapatkan ibu nifas yang
kurang atau buruk pengetahuannya tentang tanda-tanda bahaya masa nifas
sebanyak 40 orang (80%) dengan kejadian terbanyak pada kategori berdasarkan
informasi ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo
sebagian besar didapatkan pada ibu nifas yang tidak mendapatkan informasi yaitu
42 orang (84%),dan berdasarkan pendidikan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya
masa nifas di RSAL Mintohardjo didapatkan pada ibu nifas yang berpendidikan
rendah ( SD dan SMP ) yaitu 36 orang (72%).

Kepustakaan : (2008 – 2012)


Kata Kunci : Tanda – Tanda Bahaya Nifas
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
memberikan rahmat dan karunianya pula penulis berhasil menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah Yang berjudul “ Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Tanda – Tanda Bahaya Masa Nifas di RSAL Mintohardjo Periode Maret –
April 2015 “ Laporan ini diajukan sebagai syarat Ujian Akhir Program D III
Stikes Bhakti Pertiwi Indonesia Jakarta Selatan.
Dalam penulisan studi kasus ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang tidak terhingga kepada :
1. Ibu Hj. Maimunah, S.SiT, SKM, M.Kes, selaku Ketua Yayasan Stikes
Bhakti Pertiwi Indonesia.
2. Ibu Hj. Lilik, S.SiT, SKM, MARS selaku penguji I.
3. Ibu Hj. Ella Nurlelawati, S.SiT, SKM, M.Kes selaku selaku pembimbing
karya tulis ilmiah I dan penguji II.
4. Ibu, Kursih Sulastriningsih,S.ST,M.Kes selaku pembimbing karya tulis
ilmiah II.
5. Ibu, Niky Wahyuning Gusti, SST, M.Kes sebagai Ka Prodi D-3
Kebidanan.
6. Ibu, Tria Enirafika Devi,S.ST, M.Kes selaku pembimbing format.
7. Seluruh staff STIKes Bhakti Pertiwi Indonesia atas segala bimbingan dan
kontribusinya selama ini.
8. RSAL Mintohardjo, Jakarta Pusat yang telah memberikan kesempatan dan
membimbing saya untuk belajar dan praktek klinik.
9. Ibu nifas di RSAL Mintohardjo yang bersedia dan mau bekerjasama untuk
menjalankan penelitian saya pada karya tulis ilmiah sebagai tugas akhir.
10. Kedua Orangtua serta keluarga saya yang sudah memberikan dukungan
baik meteri maupun moril.
11. Kepada Erik Krisdianto yang telah membantu selama proses penyusunan
penelitian karya tulis ilmiah dan dalam perkuliahan kebidanan ini.
12. Kepada Yulia Handrayani, Susi Silvia, dan Martina Safitri yang telah
membantu selama proses penyusunan karya tulis ilmiah maupun di lahan
praktik.
13. Teman–teman seperjuangan (Angkatan X1) selalu berusaha kompak dalam
suka dan duka dan tetap semangat, saling memberikan dukungan dan
kompak selalu.
14. Serta pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, semoga Allah
SWT membalas segala jasanya.

Penulis menyadari masih banyak kesalahan dalam penyusunan laporan ini


Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun baik
dari segi teori maupun penyusunan laporan ini. Harapan penulis semoga Karya
Tulis ini bermanfaat bagi penulis khusunya dan pembaca umumnya.
Akhirnya semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat dalam
perkembangan ilmu kebidanan dimasa yang akan datang.

Jakarta, 04 Juli 2015

Desi Muriati
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………i


ABSTRAK……………………………………………………………………..iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………...v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah …………...……………………………………..4
1.3 Tujuan Peneliti
1. Tujuan Umum ………...…………………………………….…..5
2. Tujuan Khusus ………………………………………………….5
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………….5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………….6
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Pengetahuan.......….…………………..............……...7
2.2 Konsep Nifas......……………………………………………………13
2.3 Kerangka Konseptual..……………………………...………...…….26
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep………..........……………………………………..29
3.2 Definisi Operasional………........…………………………………...30
3.3 Hipotesis.............................................................................................31
BAB IV KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Desain Penelitian …………………………………………………...32
3.2 Populasi Dan Sampel Penelitian…………….......…………………..32
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian.............................................................33
3.4 Pengumpulan Data..............................................................................33
3.5 Teknik Analisa Data...........................................................................34
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Tempat Penelitian……...………..………………………36
5.2 Hasil Penelitian…………....………………………………………...40
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan…………………………………………..................…..44
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan ……………………...………………………………….51
7.2 Saran ……………………...………………………………………...52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna menurunkan
angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dari berbagai pengalaman dalam
menanggulangi kematian ibu dan bayi di banyak Negara, para pakar kesehatan
menganjurkan upaya pertolongan difokuskan pada periode intrapartum. Upaya
ini terbukti telah menyelamatkan lebih dari separuh ibu bersalin dan bayi baru
lahir disertai dengan penyulit proses persalinan atau komplikasi yang
mengancam keselamatan jiwa. Namun, tidak semua intervensi yang sesuai
bagi suatu Negara dapat dengan serta merta dijalankan dan memberi dampak
menguntungkan bila diterapkan di Negara lain. (Prawirohardjo,2012)
Masa nifas masih potensial mengalami komplikasi sehingga perlu
perhatian dari tenaga kesehatan. Kematian ibu masih dapat terjadi pada masa
ini karena perdarahan atau sepsis, serta kematian bayi baru lahir. Ibu-ibu
pascapersalinanlebih-lebih yang sosial ekonomi dan pendidikan kurang sering
tidak mengerti potensi bahaya masa nifas ini. (Prawirohardjo,2012)
Menurut WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan
atau kelahiran terjadi di negara – negara berkembang. Rasio kematian ibu di
negara – negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian
ibu per 100.000 kelahiran hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu
di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran. Menurut WHO,
Angka Kematian Ibu (AKI) 81% akibat komplikasi selama hamil dan bersalin
dan 25% selama masa nifas. (WHO,2012)
Mortalitas dan morbiditas merupakan masalah besar di negara
berkembang. Diperkirakan setiap jam, dua perempuan mengalami kematian
karena hamil atau melahirkan akibat komplikasi pada masa hamil atau
persalinan. (Saparinah Sadli, 2010). Di negara miskin, sekitar 25-50%
kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan, dan nifas. WHO memperkirakan di seluruh dunia
setiap tahunnya lebih dari 585.000 meninggal saat hamil atau bersalin.
(Depkes RI, 2011)
Menurut WHO pada tahun 2000 Maternal Mortality Rate (MMR) di dunia
400 per 100.000 kelahiran hidup, MMR di negara berkembang 440 per
100.000 kelahiran hidup sedangkan di negara maju hanya 20 per kelahiran
hidup. MMR di Asia 330 per 100.000 kelahiran hidup, Asia Timur 55 per
100.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 520 per 100.000 kelahiran hidup, Asia
Tenggara 210 per 100.000 kelahiran hidup dan Asia Barat 190 per 100.000
kelahiran hidup. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)
Indonesia masih tertinggi di Asia. Tahun 2002 kematian ibu melahirkan
mencapai 307 per 100.000 kelahiran. Angka ini 65 kali kematian ibu di
Singapura, 9,5 kali dari Malaysia. Bahkan 2,5 kali lipat dari Filipina. Begitu
juga dengan AKB Indonesia pada tahun 2002 sebesar 45 per 1000 kelahiran
hidup. (CH Maulina, 2010)
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), rata-rata
angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup.
Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang
mencapai 228 per 100 ribu. menunjukan tahun 2002-2003 Angka Kematian
Ibu 307 per 100.000 kelahiran hidup, angka tersebut menurun menjadi 262 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 , 253 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2006, meskipun demikian angka itu masih jauh dari harapan.
Terlebih Angka Kematian Ibu di Indonesia masih menduduki urutan tertinggi
di ASEAN. (SDKI, 2012).
Tahun 2013, AKI di DKI Jakarta mencapai 97 orang per 100.000 kelahiran
hidup. Jumlah ini berhasil diturunkan menjadi 93 orang ditahun 2013 juga,
atau berkurang 4 orang. Jumlah tertinggi di Jakarta Timur sebanyak 31 orang
disusul Jakarta Barat Berjumlah 22 orang. (hhtp://beritasatu.com,21 April
2014).
Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan
Milenium adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan
perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa yang dimulai
September tahun 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun
2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan
masyarakat pada 2015. Dari delapan butir tujuan MDGs, tujuan kelima adalah
meningkatkan kesehatan ibu, dengan target menurunkan angka kematian ibu
sebesar tiga perempatnya antara 1990 – 2015, serta yang menjadi indikator
untuk monitoring yaitu angka kematian ibu, proporsi pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih, dan angka pemakaian kontrasepsi.
Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per
100.000 kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) (yang
berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini masih cukup jauh dari target yang harus dicapai
pada tahun 2015.
Salah satu cara untuk menurunkan AKI di Indonesia adalah dengan
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan melakukan
persalinan difasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan terlatih yaitu
dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan secara nasional pada tahun 2013 adalah
sebesar 90,88%. Cakupan ini terus menerus meningkat dari tahun ke tahun.
Sementara itu jika dilihat dari cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan yang terlatih menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2013, tiga
provinsi dengan cakupan tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah dengan
cakupan 99,89%, Sulawesi Selatan 99,78%, dan Sulawesi Utara 99,59%.
Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua 33,31%,
Papua Barat (73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%). (Data Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2013).

Kondisi sosial budaya dimasing-masing daerah turut memberikan


konstribusi, masih banyak daerah yang masih menggunakan dukun sebagai
penolong persalinan, khususnya didesa-desa. Berdasarkan data Riskesdas
2013, Penolong saat persalinan dengan kualifikasi tertinggi dilakukan oleh
bidan (68,6%), kemudian oleh dokter (18,5%), lalu non tenaga kesehatan
(11,8%). Namun sebanyak 0,8% kelahiran dilakukan tanpa ada penolong, dan
hanya 0,3% kelahiran saja yang ditolong oleh perawat.

Hal ini ditunjang pula dengan kondisi sosial ekonomi sebagian masyarakat
yang masih berada digaris kemiskinan. Selain itu, tidak meratanya fasilitas
kesehatan dan tenaga kesehatan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
turut menjadi salah satu penyebab masalah kesehatan ibu.

Dengan pentingnya penurunan AKI di Indonesia, sehingga diperlukan


program terobosan yang memfokuskan pada kesehatan ibu, khususnya
didaerah-daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan. Meningkatkan
pengetahuan para ibu sehingga mereka mau, sadar dan mampu mencegah
masalah kesehatannya, dan perlu ditunjang dengan peningkatan kualitas
fasilitas pelayanan kesehatan dan sarana prasarana lainnya.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk memilih RSAL.Mintohardjo sebagai


latar belakang penulis untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul
Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas
DI RSAL Mintohardjo periode Maret - April 2015.

2. Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini membahas gambaran pengetahuan
ibu nifas tentang tanda bahaya masa nifas yang dilakukan di wilayah RSAL
Mintohardjo Jakarta Pusat periode Maret – April 2015 terdapat 75 ibu nifas
pada bulan Maret-April tetapi peneliti hanya ingin meniliti sebanyak 50
sample ibu nifas dengan tehnik penelitian menggunakan wawancara atau
kuesioner kepada responden yang tertuju atau ibu nifas di wilayah RSAL
Mintohardjo periode Maret – April 2015 tentang bagaimana gambaran
pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya maa nifas.
3. Tujuan Penelitian
3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas DI RSAL Mintohardjo periode Maret -
April 2015.
3.2 Tujun khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan ibu
tentang bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan usia ibu tentang
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan ibu
tentang bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015.
d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ibu
tentang bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015.
e. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan paritas ibu tentang
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015.

4. Manfaat Penelitian
4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga dan wadah untuk menambah
wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan
yang telah diterima selama kuliah dan Merupakan sarana untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan mendapatkan pengalaman
nyata dalam bidang penelitian.
4.2 Manfaat Bagi Institusi
Merupakan bahan referensi,menambahkan ilmu, dan wawasan untuk
penelitian selanjutnya bagi pembaca khusunya mahasisiwi Stikes Bhakti
Pertiwi Indonesia dan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya terutama yang
berhubungan dengan masalah nifas.
4.3 Manfaat Bagi Tempat Peneliti
Sebagai bahan masukan dalam hal perencanaan asuhan untuk ibu nifas
dengan pemberian pengetahuan tentang bahaya masa nifas di RSAL
Mintohardjo tahun 2015 dan manfaat bagi bidan untuk tetap melayani
dengan pengetahuan dan ilmu terbaru dari pelayanan kesehatan.
4.4 Bagi Ibu Nifas
Sebagai masukan bagi ibu nifas agar lebih meningkatkan kesadaran
terhadap perlunya pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya masa nifas
sehingga mereka dapat mengetahui dan mengenali apa yang termasuk
dalam tanda-tanda bahaya nifas dengan demikian diharapkan
gangguan/komplikasi dalam masa nifas dapat dideteksi secara dini.
5. Ruang Lingkup
Peneliti ini akan membahas tentang ” Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas
Tentang Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas DI RSAL Mintohardjo periode
Maret - April 2015”. Variabel independent dalam penelitian ini adalah
pendidikan, usia, pekerjaan, Informasi, Pengalaman, Lingkungan, sosial
ekonomi, sosial budaya. Sedangkan variabel dependen adalah tanda bahaya
nifas. Penelitian ini dilakukan di RSAL Mintohardjo Maret – April 2015.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah


seseorang melakukan suatu pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan tejadi melalui panca indra manusia yaitu indra
penglihatan, penciuman, rasa, raba, dan pengecapan. Sebagian besar
pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga
(Notoadmodjo, 2012).

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia. Yang


sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia,
apa alam, dan sebagainya (Notoatmojo, 2012).

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung 2


aspek positif dan aspek negatif. Ke-2 aspek inilah yang akan
menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak
aspek positif dari objek di ketahui maka menimbulkan sikap makin
positif terhadap objek tesebut.

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2012), tingkat pengetahuan di dalam


domain kognitif terdiri dari 6 tingkatan :

1) Tahu ( Know )

Pengetahuan di artikan sebagai mengingat suatu materi yang


telah di pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali ( Recall ) terhadap yang
spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang
telah di terima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain, menyebutkan
menguraikan mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2) Memahami ( Comprehension )

Memahami di artikan sebagai suatu kemampuan untuk


menjelaskan secara benar tentang objek yang di ketahui dan dapat
di interpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

3) Aplikasi ( Aplication )

Aplikasi dapat di artikan sebagai kemampuan untuk


menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya ). Aplikasi di sini dapat di artikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip,
dan sebagainya. Dalam konteks atau kondisi yang lain.

4) Analisis ( Analysis )

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan


materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat di lihat
dari penggunaan kata kerja seperti : pengelompokan, membedakan,
dan sebagainya.
5) Sintesis ( Syntesis )

Syntesis adalah suatu kemampuan meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi-formulasi yang ada misal: dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah
ada.

6) Evaluasi ( Evaluation )

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan


justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian- penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ada,
misal: dapat menafsirkan tanda bahaya nifas.

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2012), cara memperoleh pengetahuan


untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat di
kelompokkan menjadi 2, yaitu :

1) Cara Tradisional atau Non-Ilmiah

Cara tadisional untuk memperoleh pengetahuan, antara lain meliputi:

a) Cara Coba-Salah ( Trial and Error )

Cara ini paling tradisional yang pernah di gunakan oleh manusia


untuk memperoleh pengetahuan yaitu melalui cara coba-coba. Cara
ini telah di pakai orang sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu
seseorang apabila menghadapi masalah, upaya pemecahan nya
dengan cara coba-coba saja. Cara coba-coba ini di lakukan dengan
menggunakan kemungkinan memecahkan masalah, apabila tidak
berhasil di coba kemungkinan yang lain sampai masalah
terselesaikan.

b) Cara Kekuasaan atau Otoriter

Sumber pengetahuan tersebut berupa pemimpin-pemimpin


masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang
pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tesebut
dapat diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik
tradisi otoritas pemerintahan, otoritas pemerintahan agama maupun
ahli ilmu pengetahuan. Dimana prinsip ini orang lain berpendapat
yang di kemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa
menguji dulu atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan
fakta empiris atau penalaran sendiri.

c) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi dapat di gunakan sebagai upaya untuk


memperoleh pengetahuan. Hal ini di lakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang di peroleh dalam memecahkan
permasalahan yang di hadapi pada masa yang lalu, bila gagal dengan
cara tersebut ia tidak akan mengulangi cara itu dan berusaha untuk
mencari cara lain sehingga dapat berhasil memecahkannya.

d) Melalui Jalan Pikiran

Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya


dalam memperoleh pengetahuan. Dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik
melalui pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum di sebut
induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan umum kepada yang khusus.
2) Cara Modern atau Ilmiah

Cara baru memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih


sistematis, logis, dan ilmiah yang di sebut metode penelitian ilmiah.
Kemudian metode berpikir induktif yang di kembangkan oleh B.Bacon
di lanjutkan oleh Van Dalen bahwa dalam memperoleh kesimpulan di
lakukan dengan mengadakan observasi langsung dan membuat
pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang di
amati.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2012) mengemukakan ada 5 faktor yang


mempengaruhi tingkat pengetahuan, sebagai berikut :

1. Pendidikan

Menurut Kuncoroningrat yang di kutip oleh Nur Salam (2008)


menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
semakin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pula
pengetahuan yang di miliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang di
perkenalkan.

Jadi pendidikan menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi


kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan,
pendidikan di perlukan untuk mendapatkan informasi.

2. Usia

Menurut Elisabeth yang di kutip oleh Nur Salam (2008), usia


adalah umur individu yang terhitung mulai saat di lahirkan sampai saat
berulang tahun, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Menurut Long yang di kutip oleh Nur Salam (2008), makin tua
umur seseorang, makin konstruktif dalam menghadapi masalah yang di
hadapi.

3. Pekerjaan

Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada


seseorang yang tidak bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan
mempunyai banyak informasi dan pengalaman( Nur Salam 2008 ).

4. Informasi

Dengan memberikan informasi tentang kebiasaan hidup sehat dan


cara pencegahan penyakit diharapkan akan terjadi peningkatan
pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan dalam diri individu /
kelompok sasaran yang berdasarkan kesadaran dan kemauan individu
yang bersangkutan (Notoatmodjo: 2008).

5. Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh


seorang wanita (BKKBN 2011).

Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat dibedakan menjadi


primipara,multipara dan grandemultipara.

Paritas adalah jumlah kehamilan yang dihasilkan janin yang


mampu hidup diluar lahir (28 minggu) (JHPIEGO 2008).

Sedangkan menurut Manuaba 2008 paritas adalah wanita yang


pernah melahirkan bayi aterem.
2.1.5 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2011), mengemukakan bahwa untuk mengetahui


secara kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat
dibagi menjadi empat tingkat yaitu :

1) Baik : 76 – 100 %

2) Cukup : 56 – 75 %

3) Kurang : 40 - 55 %

4) Buruk : <40>

2.2 Konsep Nifas

2.2.1 Pengertian Nifas

Nifas (Puerperium) adalah dimulai setelah kelahiran placenta dan


berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6-8 minggu
(Prawirohardjo, 2012)

Masa nifas (puerperium) adalah di mulai setelah placenta lahir dan


berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira – kira 6 minggu
(Prawirohardjo, 2012).

Periode pasca partum adalah masa dari kelahiran plasenta dan


selaput janin (menandakan akhir periode intra partum) hingga kembalinya
traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney, 2008).

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah partus selesai dan


berakhir setelah kira – kira 6 minggu (Arif Mansjoer, 2011).
2.2.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas

Menurut Prawirohardjo (2012), tujuan asuhan masa nifas :

1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.


2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi sehat.
4) Memberikan pelayanan keluarga berencana.

2.2.3 Periode Masa Nifas

Menurut Arif Mansjoer (2012), nifas di bagi dalam 3 periode :

1) Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah diperbolehkan


berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih
dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-
minggu, bulanan, atau tahunan.

2.2.4 Kunjungan Masa Nifas

Menurut Prawirohadjo (2012) paling sedikit 4 kali kunjungan masa


nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi dan untuk mencegah,
mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
1) 6 - 8 jam setelah melahirkan
a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan rujuk bila
perdarahan berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
2) 6 (enam) hari setelah melahirkan (persalinan)
a. Memastikan involusi uterus berjalan baik (normal) uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan
abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari.

3) 2 (dua) minggu setelah persalinan


a. Memastikan involusi uterus berjalan baik (normal) uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan
abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda penyuIit.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari hari.
4) 6 (enam) minggu setelah persalinan
a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ibu atau bayi alami.
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini.

2.2.5 Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas

Adalah suatu tanda yang abnormal yang mengindikasikan adanya


bahaya/ komplikasi yang dapat terjadi selama masa nifas, apabila tidak
dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu
(Pusdiknakes,2008).

Tanda-tanda bahaya masa nifas, sebagai berikut :

1) Perdarahan Post Partum

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml


dalam masa 24 jam setelah anak lahir (Prawirohardjo, 2012)

Menurut waktu terjadinya di bagi atas 2 bagian :

a. Perdarahan Post Partum Primer (Early Post Partum Hemorrhage) yang


terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir. Penyebab utama adalah atonia
uteri, retensio placenta, sisa placenta dan robekan jalan lahir.
Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b. Perdarahan post partum sekunder (Late Post Partum Hemorrhage)
yang terjadi setelah 24 jam, biasanya terjadi antara hari ke 5 sampai 15
post partum. Penyebab utama adalah robekan jalan lahir dan sisa
placenta (Prawirohardjo, 2012).
c. Menurut Manuaba (2010), perdarahan post partum merupakan
penyebab penting kematian maternal khususnya di negara
berkembang.
Faktor-faktor penyebab perdarahan post partum adalah :
a. Grandemultipara.
b. Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun.
c. Persalinan yang di lakukan dengan tindakan : pertolongan kala uri
sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun,persalinan
dengan tindakan paksa, persalinan dengan narkosa.

2) Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina)

Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina


dalam masa nifas sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari
pengeluaran darah dan lendir waktu menstruasi dan berbau anyir
(cairan ini berasal dari bekas melekatnya placenta).

Lochea dibagi dalam beberapa jenis (Rustam Mochtar, 2012) :

a. Lochea rubra (cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput


ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum,
selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir
hari ke 3-7 pasca persalinan.
c. Lochea serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari
ke 7-14 pasca persalinan.
d. Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu.
e. Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk.
f. Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya.

Apabila pengeluaran lochea lebih lama dari pada yang


disebutkan di atas kemungkinan adanya :

a. Tertinggalnya placenta atau selaput janin karena kontraksi uterus yang


kurang baik.
b. Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lochea rubra lebih
banyak karena kontraksi uterus dengan cepat.
c. Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi uterus kurang baik sehingga
lebih lama mengeluarkan lochea dan lochea berbau anyir atau amis.

Bila lochea bernanah dan berbau busuk, disertai nyeri perut


bagian bawah kemungkinan diagnosisnya adalah metritis. Metritis
adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu
penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau
kurang adekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis, syok septik
(Rustam Mochtar, 2012).

3) Sub-Involusi Uterus (Pengecilan Rahim yang Terganggu)

Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim


dimana berat rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-
60 mg 6 minggu kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik atau
terganggu di sebut sub-involusi (rustam Mochtar, 2012).

Faktor penyebab sub-involusi, antara lain: sisa plasenta dalam


uterus, endometritis, adanya mioma uteri (Prawirohardjo, 2012).

Pada pemeriksaan bimanual di temukan uterus lebih besar dan


lebih lembek dari seharusnya, fundus masih tinggi, lochea banyak dan
berbau, dan tidak jarang terdapat pula perdarahan (Prawirohardjo,
2012).

Pengobatan di lakukan dengan memberikan injeksi Methergin


setiap hari di tambah dengan Ergometrin per oral. Bila ada sisa
plasenta lakukan kuretase. Berikan Antibiotika sebagai pelindung
infeksi (Prawirohardjo, 2012).

4) Nyeri pada perut dan pelvis


Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat menyebabkan
komplikasi nifas seperti : Peritonitis. Peritonitis adalah peradangan
pada peritonium, peritonitis umum dapat menyebabkan kematian 33%
dari seluruh kematian karena infeksi.

Menurut Rustam Mochtar (2012) gejala klinis peritonitis dibagi 2


yaitu:

a) Peritonitis pelvio berbatas pada daerah pelvis

Tanda dan gejalanya demam, nyeri perut bagian bawah


tetapi keadaan umum tetap baik, pada pemeriksaan dalam kavum
daugles menonjol karena ada abses.

b) Peritonitis umum

Tanda dan gejalanya: suhu meningkat nadi cepat dan kecil,


perut nyeri tekan, pucat muka cekung, kulit dingin, anorexsia,
kadang-kadang muntah.

5) Pusing dan lemas yang berlebihan

Menurut Manuaba (2010), pusing merupakan tanda-tanda


bahaya pada nifas, pusing bisa disebabkan oleh karena tekanan darah
rendah (Sistol <> 160 mmHg dan distolnya 110 mmHg. Pusing dan
lemas yang berlebihan dapat juga disebabkan oleh anemia bila kadar
haemoglobin <>

Lemas yang berlebihan juga merupakan tanda-tanda bahaya,


dimana keadaan lemas disebabkan oleh kurangnya istirahat dan
kurangnya asupan kalori sehingga ibu kelihatan pucat, tekanan darah
rendah (sistol <>

a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.


b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,
mineral dan vitamin yang cukup.
c. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari.
d. Pil zat besi harus di minum untuk menambah zat setidaknya
selama 40 hari pasca bersalin.
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan
kadar vitaminnya kepada bayinya.
f. Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan.
g. Kurang istirahat akan mempengaruhi produksi ASI dan
memperlambat proses involusi uterus.

6) Suhu Tubuh Ibu > 38 0C

Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit


baik antara 37,20C-37,80C oleh karena reabsorbsi benda-benda dalam
rahim dan mulainya laktasi, dalam hal ini disebut demam reabsorbsi.
Hal itu adalah normal.

Namun apabila terjadi peningkatan melebihi 380C beturut-turut


selama 2 hari kemungkinan terjadi infeksi. Infeksi nifas adalah
keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam
masa nifas (Rustam Mochtar, 2012).

Penanganan umum bila terjadi Demam :

a. Istirahat baring
b. Rehidrasi peroral atau infuse
c. Kompres atau kipas untuk menurunkan suhu
d. Jika ada syok, segera beri pengobatan, sekalipun tidak jelas gejala
syok, harus waspada untuk menilai berkala karena kondisi ini dapat
memburuk dengan cepat (Prawirohardjo, 2012).
Pencegahan Infeksi Nifas:

Menurut Rustam Mochtar (2012), pencegahan infeksi nifas


sebagai berikut:

a) Masa kehamilan

Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti


anemia, malnutrisi, dan kelemahan, serta mengobati penyakit-
penyakit yang diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan
kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil
tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati- hati
karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau ini terjadi
infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.

b) Masa persalinan

1 Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada


indikasi dengan sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah
pecah.
2 Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
3 Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat
harus suci hama.
4 Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik
pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-
baiknya dan menjaga sterilitas.
5 Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan
dengan penderita harus terjaga kesucihamaannya.
6 Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang
hilang harus segera diganti dengan transfusi darah.
c) Masa nifas

1 Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi,


begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan
dengan alat kandungan harus steril.
2 Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam
ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
3 Tamu yang berkunjung harus dibatasi.

7) Penyulit dalam Menyusui

Kelenjar mamae telah dipersiapkan semenjak kehamilan.


Umumnya produksi ASI baru terjadi pada hari ke 2 atau 3 pasca
persalinan. Pada hari pertama keluar kolostrum. Cairan yang telah
kental lebih dari air susu, mengandung banyak protein, albumin,
globulin dan kolostrum. Untuk dapat melancarkan ASI, dilakukan
persiapan sejak awal hamil dengan melakukan massase,
menghilangkan kerak pada puting susu sehingga duktusnya tidak
tersumbat (Arif Mansjoer, 2011).

Untuk menghindari putting rata sebaiknya sejak hamil, ibu


dapat menarik-narik putting susu dan ibu harus tetap menyusui agar
putting selalu sering tertarik (Arif Mansjoer, 2011).

Sedangkan untuk menghindari putting lecet yaitu dengan


melakukan tehnik menyusui yang benar, putting harus kering saat
menyusui, putting diberi lanolin monelia di terapi dan menyusui pada
payudara yang tidak lecet. Selain itu putting lecet dapat disebabkan
oleh karena cara menyusui dan perawatan payudara yang tidak benar
dan infeksi monelia, bila lecetnya luas, menyusui 24-48 jam dan ASI
dikeluarkan dengan tangan atau dipompa (Arif Mansjoer, 2011).
Pengeluaran ASI pun dapat bervariasi seperti tidak keluar sama
sekali (agalaksia), ASI sedikit (aligolaksia), dan terlalu banyak
(poligalaksia) dam pengeluaran berkepenjangan (galaktoria)
(Manuaba, 2010).

Beberapa keadaan Abnormal pada masa menyusui yang


mungkin terjadi:

a) Bendungan ASI

Adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus


laktoferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan
sempurna/karena kelainan pada putting susu (Arif Mansjoer,
2011).

1) Penyebab

a. Penyempitan duktus laktiferus


b. Kelenjar kelenja yang tidak dikosongkan dengan sempurna
c. Kelainan pada puting susu.

2) Gejala

a. Timbul pada hari ke 3-5


b. Payudara bengkak, keras, tegang, panas dan nyeri
c. Suhu tubuh naik.

3) Penatalaksanaan

a. susukan payudara sesering mungkin


b. kedua payudara disusukan
c. kompres hangat payudara sebelum disusukan
d. bantu dengan rnemijat payudara untuk permulaan menyusui
sangga payudara

e. kompres dingin pada payudara diantara menyusui.


f. bila diperlukan berikan parasetamol 500 Mg. Peroral setiap
4 jam. (Arif Mansjoer, 2011).

b) Mastitis

Adalah suatu peradangan pada payudara biasanya terjadi


pada 3 minggu setelah melahirkan. Penyebab kuman terutama
stapilokokus aureus melalui luka pada puting susu atau melalui
peredaran darah (Arif Mansjoer, 2011).

Tanda dan Gejala :

1 Payudara membesar dan keras


2 Payudara nyeri, dan bengkok
3 Payudara memerah dan membisul
4 Suhu badan naik dan menggigil (Arif Mansjoer, 2011).

Penatalaksanaan :

1 Beri antibiotik 500 mg/6 jam selama 10 hari.


2 Sangga payudara
3 Kompres dingin
4 Susukan bayi sesering mungkin
5 Banyak minum dan istirahat yang cukup
6 Bila terjadi abses lakukan insisi radial. (Arif Mansjoer, 2011).

c) Abses Payudara

Adalah terdapat masa padat mengeras di bawah kulit yang


kemerahan terjadi karena mastistis yang tidak segera diobati.
Gejala sama dengan Mastistis terdapat bisul yang pecah dan
mengeluarkan pus (nanah) (Arif Mansjoer, 2011).

2.3 Kerangka Teori

Menurut Notoadmodjo (2012), Konsep merupakan abstraksi yang


terbentuk oleh generalisasi suatu pengertian, sedangkan Kerangka Konsep
Penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu dengan
konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diamati atau diukur melalui
penelitian.

Dari uraian di atas, peneliti membuat kerangka konsep penelitian


sebagai berikut:

Gambar 2.1

kerangka teori pengetahuan ibu nifas tentang

tanda–tanda bahaya masa nifas.

Indepedent dependent

1. pendidikan
pengetahuan ibu nifas tentang
2. usia
3. pekerjaan
tanda – tanda bahaya masa nifas
4. Informasi
5. Paritas

Sumber : Notoatmodjo (2012), Modifikasi Nursalam (2008).


Penjelasan kerangka konseptual gambaran pengetahuan ibu nifas

tentang tanda-tanda bahaya masa nifas.

Berdasarkan pengetahuan dari kerangka konseptual di atas dapat di

jelaskan bahwa pengetahuan ibu di pengaruhi oleh faktor yang terdiri dari

pendidikan, usia, pekerjaan, informasi, dan paritas. Dari faktor pengetahuan

tersebut, semuanya tidak di teliti. Sedangkan pada tingkat pengetahuan yang

di teliti hanya pada sebatas tahu saja yaitu tentang tanda-tanda bahaya masa

nifas.
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Dari tinjauan teori diperoleh dari gambaran pengetahuan ibu nifas tentang
bahaya-bahaya masa nifas.Kerangka konsep yang dibuat disini didasarkan
pada tinjauan teori yang dapat diketahui dan diukur dalam penilitian nantinya.
Dan berdasarkan sistematika kerangka konsep penelitian ini meliputi variable
independent yaitu: pendidikan, usia, pekerjaan, Informasi, Pengalaman,
Lingkungan, sosial ekonomi, sosial budaya. Sedangkan variabel dependen
adalah tanda-tanda bahaya nifas. Dari uraian diatas sesuai dengan tujuan
penelitian maka dibawah ini digunakan kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

6. pendidikan
7. usia Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Tanda Bahaya Masa nifas
8. pekerjaan
9. Informasi
10. Paritas

3.2 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Alat/caraUkur Hasil Ukur Skala

1. Independen hasil tahu dari manusia. Yang Kuesioner / 1. Baik Ordinal


sekedar menjawab pertanyaan wawancara 2. Cukup
Pengetahuan
“what”, misalnya apa air, apa 3. Kurang
manusia, apa alam, dan 4. Buruk
sebagainya (Notoatmojo, 2012).
1. Dependent semakin tinggi tingkat Kuesioner / 1. SD Ordinal
pendidikan seseorang, semakin wawancara 2. SMP
Pendidikan 3. SMA
mudah menerima informasi,
4. PT
sehingga semakin banyak pula
pengetahuan yang di miliki,
sebaliknya (nur salam 2008)
2. Usia umur individu yang terhitung Kuesioner / 1. Rendah Ordinal
mulai saat di lahirkan sampai wawancara (20-26 th)
saat berulang tahun (nur salam 2. Tinggi
2008) (27-31 th)

3. Pekerjaan Kegiatan sehari-hari yang Kuesioner / 1. Irt Nominal


dilakukan ibu di luar rumah wawancara 2. Tani
3. Ptt
untuk mendapatkan gaji atau
4. Wraswta
upah (Rosita, 2009). 5. Pn
4. Informasi Informasi tentang kebiasaan hidup Kuesioner / 1. Media Nominal
sehat dan cara pencegahan penyakit wawancara (cetak dan
diharapkan akan terjadi elektronik)
2. Non Media
peningkatan pengetahuan sikap dan
(Penyuluha
perilaku kesehatan dalam n)
diriindividu/kelompok sasaran yang 3. Tdk
berdasarkan kesadaran dan Mendapat
kemauan (Notoatmodjo: 2012). Informasi

5. Paritas jumlah anak yang telah Kuesioner / 1. Primipara Ordinal


dilahirkan oleh seorang ibu baik wawancara 2. Multipara
3. Grande
lahir hidup maupun lahir mati.
multi
(Notoatmodjo, 2012)
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu nifas
tentang tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo periode
Maret – April 2015.
2. Ada hubungan antara usia ibu dengan pengetahuan ibu nifas tentang tanda-
tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo periode Maret – April
2015.
3. Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pengetahuan ibu nifas tentang
tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo periode Maret –
April 2015.
4. Ada hubungan antara informasi yang didapat ibu dengan pengetahuan ibu
nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo periode
Maret – April 2015.
5. Ada hubungan antara paritas ibu dengan pengetahuan ibu nifas tentang
tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo periode Maret –
April 2015.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu desain
yang bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) pengetahuan ibu nifas
tentang tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo periode Maret -
April 2015. Dalam penulisan ini menggunakan desain penelitian survei, yaitu
suatu desain yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan
dengan prevalensi, distribusi dan hubungan antar variabel dalam suatu
populasi (Nursalam, 2013).

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2011). Pada


penelitian ini populasinya adalah ibu nifas yang ada di Wilayah RSAL
Mintohardjo periode maret – April 2015 dengan jumlah 50 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang di ambil dari keseluruhan objek penelitian


dan di anggap mewakili populasi (Suyanto & Umi Salamah, 2009).
Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang ada di
Wilayah RSAL Mintohardjo periode maret – April 2015 dengan jumlah 50
orang.

Menurut Nursalam (2013), sampling adalah proses menyeleksi porsi dari


populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling, yang digunakan
dalam penelitian ini adalah non propability sampling dengan metode total
sampling (Nursalam, 2013).
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah RSAL Mintohardjo Jakarta Pusat.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian di mulai dari bulan Maret – April 2015.

4.4 Pengumpulan Data


Setelah mendapat izin di RSAL Mintohardjo dan untuk memperoleh data
yang relevan. Maka peneliti mulai pengumpulan data dan sebelum nya peneliti
membuat informed concent (persetujuan) dari klien sebagai responden
penilitian. Setelah responden bersedia akan dilakukan penelitian, maka
peneliti membagikan kuisioner yang berisi daftar pernyataan yang diajukan
secara tertulis dan responden tinggal memberikan jawaban/pendapat sesuai
dengan pengetahuan nya (Notoatmodjo,2012). Sedangkan daftar pernyataan
tersebut sesuai dengan variabel-varibel penelitian.
Untuk data yang relevan dengan tujuan penelitian maka peneliti
menggunakan instrumen pengumpulan data berupa angket atau kuesioner.
Kuesioner yaitu suatu cara pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai
suatu masalah dengan menyediakan pernyataan kepada sejumlah objek
(Notoatmodjo, 2012).
Dalam pengumpulan pada penelitian di gunakan alat berupa kuesioner
tertutup yang di berikan pada responden. Untuk kuesioner pengetahuan ibu
tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, menggunakan skala Guttman yaitu
nilai jawaban yang benar di beri nilai 1, sedangkan untuk jawaban yang salah
di beri nilai 0 (Notoatmodjo, 2012).
4.5 Teknik Analisa Data

4.5.1 Teknik Pengolahan Data

Dari hasil data dengan menggunakan rekam medik secara deskriptif


melalui tabel distribusi yang dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase dan
narasi .

Langkah – langkah pengolahan data sebagai berikut :

1. Editing
Proses editing dengan memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan
reka medik ini berarti semua data harus diteliti kelengkapan data yang
diberikan.
2. Coding
Untuk memudahkan dalam pengolahan data maka untuk setiap jawaban
dari kuesioner yang telah disebarkan diberi kode sesuai dengan karakter.
3. Skoring
Tahap ini di lakukan setelah di tetapkan kode jawaban atau hasil observasi.
Sehingga setiap jawaban dari responden atau hasil observasi dapat di
berikan skor. Tidak ada pedoman yang baku untuk skoring, namun skoring
harus di berikan.
4. Tabulating

Mentabulasi dengan memuat tabel – tabel sesui dengan analisis yang


dibutuhkan.

4.5.2 Analisa data


Untuk variabel pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa
nifas di kumpulkan melalui kuesioner kemudian di tabulasi dan di
kelompokkan, kemudian di beri skor. Untuk jawaban yang benar di
beri nilai 1, sedangkan untuk jawaban yang salah di beri nilai 0. Dari
hasil jawaban responden, selanjutnya diadakan presentasi dengan
membagi frekuensi setiap alternatif jawaban dengan jumlah skor
maksimal semua jawaban yang benar kemudian dikalikan 100%.
Menurut Eko Budiarto (2006), aspek pengetahuan diukur dengan :

Keterangan :

P : Prosentase

∑F : Jumlah jawaban yang benar

n : Jumlah skor maksimal semua jawaban yang benar

Kemudian data penelitian (Arikunto, 2011) tersebut di interprestasikan dengan


menggunakan kriteria tingkat pengetahuan :

1 Baik : 76 – 100 % (10-12 jawaban yang benar)


2 Cukup : 56 – 75 % ( 7-9 jawaban yang benar)
3 Kurang : 40 - 55 % (4-6 jawaban yang benar)
4 Buruk : <40 style=""> (1-3 jawaban yang benar)
BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
DAN HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Tempat Penelitian


5.1.1 Profil Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo
Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo
Kelas Rumah Sakit : Tingkat II
Status Rumah Sakit : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
Alamat : Jalan Bendungan Hilir No. 17 Jakarta Pusat
Kecamatan : Bendungan Hilir
Kabupaten : Jakarta Pusat
Provinsi : DKI Jakarta
No Tlp : (021)5703081-85 / 5749037
F ax : (021)571997

5.1.2 Sejarah Lokasi Penelitian


Diresmikan tanggal 1 Agustus 1957 dengan nama Rumah Sakit
Angkatan Laut Djakarta. Berdiri diatas lahan seluas 42.586 M2.
Bertempat di jalan Bendungan Hilir No 17 Jakarta Pusat.
Pada tanggal 5 Mei 1974 berganti nama menjadi Rumah Sakit Angkatan
Laut Dr. Mintohardjo dengan surat keputusan kepala staf Angkatan Laut
No. Skep/5041.2/li/1974 pada tanggal 20 Februari 1974.

5.1.3 Visi, Misi, dan Tujuan Lokasi Penelitian


Visi
Menjadi rumah sakit rujukan TNI Angkatan Laut wilayah barat yang
unggul dalam bidang pelayanan, pendidikan, dan penelitian di bidang
kesehatan di tingkat nasional dan diakui di tingkat internasional.
Misi
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan terpadu yang bermutu
dan mengutamakan keselamatan pasien yang terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, serta dukungan kesehatan yang
optimal.
b. Menyelenggarakan pelayanan rujukan yangberfungsi sebagai
pusat rujukan tertinggi unit – unit kesehatan TNI AL wilayah
barat serta masyarakat umum.
c. Melaksanakan proses pendidikan dan penelitianyang menunjang
pelayanan kesehatan yang prima berdasarkan standar nasional
dan internasiaol.
d. Melaksanakan kegiatan pengabdian bagi kepentingan kesehatan
masyarakat umum.
e. Mengembangkan manajement Sumber Daya Manusia ( SDM )
dan penataan kelembagaan Rumah Sakit yang berorentasi pada
mutu.

5.1.4 Fasilitas yang dimiliki Lokasi Penelitian


Fasilitas yang dimiliki RSAL Mintohardjo yaitu terdiri dari :
1 Departemen Sawere (saraf, psikiatri,/psikologi, rehabilitasi
medik/fisioterapi )
2 Departemen Gilut (bedah mulut, orthodonti, prostodonti, periodonti,
pedodonti, konservasi )
3. Departemen Penunjang Klinik (gizi klinik, loboratorium, radiologi,
akupuntur )
4. Departemen KIA (kebidanan kandungan, ibu dan anak )
5. Departemen Kutema (kulit, tht, mata )
6. Aesthetic Center
7. Departemen Kesla ( poli umum, ugd, hiperbarik, medical check up )
8. Departemen Kitlam (penyakit dalam, alergi, jantung, paru, hemodialisa,
dan endoskopi )
9. Departemen Bedah (bedah umum, syaraf, ortopedi, urologi, plastik,
onkologi, digestif, dan icu)
10. Instalasi Farmasi (apotek dinas, apotek askes, apotek yanmasum )
11. Pelayanan Krisis Terpadu (PKT) Pelayanan bagi korban – korban
perempuan dan anak diresmikan tahun 2011.
12. Ruang Perawatan ( VIP DAN VVIP )
13. Hiperbarik Chamber
14. CT Scan 64 Slices
15. Angiografi
16. Jumlah Tempat Tidur : 261

5.1.5 Keterangan Lokasi Penelitian


1. Susunan pejabat aselon pemimpin RSAL Mintohardjo adalah
sebagai berikut :
a. Karumkit RSAL Mintohardjo
b. Wakamed dan Wakabin RSAL Mintohardjo
2. Susunan aselon pembantu pemimpin yantu sekertariat RSAL
Mintohardjo Sususan Staf terdiri dari :
a. Staf sekertariat urusan dalam
b. Staf administrasi pembayaran
c. Staf medical pembayaran
3. Esolon pelaksana
a. Departemen Saware
( saraf, psikiatri/psikologi, rehabilitasi medik/fisioterapi )
b. Departemen Gilut
( bedah mulut, orthodonti, prostodonti, periodonti, pedodonti,
konservasi )
c. Departemen Penunjang Klinik
( gizi klinik, labratorium, radiologi, akupuntur )
d. Departemen KIA
( kebidanan kandungan, ibu dan anak )
e. Departemen Kutema
( kulit, tht, mata )
f. Aesthetic Center
g. Departemen Kesla
( poli umum, ugd, hiperbarik, medical check up )
h. Departemen Kitlam
( penyakit dalam, alergi, jantung, paru, hemodialisa, dan
endoskopi )
i. Departemen Bedah
( bedah umum, bedah syaraf, ortopedi, urologi, plastik,
onkologi, digestif, dan icu )
j. Instalasi Farmasi
( apotek dinas, apotek askes, apotek yanmasum )
k. Pelayanan Krisis Terpadu (PKT)
Pelayanan bagi korban – korban perempuan dan anak
diresmikan tahin 2001
l. Ruang Perawatan ( VIP dan VVIP )
m. Hiperbarik Chamber
n. CT Scan 64 Slices
o. Angiografi

4. Personal
Dokter Umum : 29 orang
Dokter Gigi : 3 orang
Dokter Gigi Spesialis : 10 orang
Dokter Spesialis : 68 orang
Dokter Spesialis Penunjang : 7 orang
Dokter Subspesialis : 3 orang
Perawat : 370 orang
Analisis : 30 orang
Fisioterapi dan Terapi Wicara : 17 orang
Radiologi : 11 orang

5.2 Hasil Penelitian


Dari hasil penelitian di RSAL Mintohardjo Periode Maret - April 2015
diperoleh data dari pengambilan sample 50 responden dari 50 populasi sebagai
berikut :
Tabel 5.2
Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda-Tanda Bahaya Nifas
di RSAL Mintohardjo Periode Maret - April 2015
No Kriteria Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%)
1.
Baik 3 6%

2.
Cukup 7 14%

3.
Kurang 25 50%

4.
Buruk 15 30%

Jumlah 50 100%

Berdasarkan tabel 5.1 gambaran pengetahuan ibu nifas tentang tanda


bahaya - bahaya nifas di RSAL Mintohardjo periode Maret - April 2015
didapatkan sebagian besar responden yang kurang mengetahui tentang tanda
bahaya nifas 35 orang (80%), sedangkan berpengetahuan baik 10 orang (20 %).

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi berdasarkan pendidikan ibu tentang
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret – April 2015
No Pendidikan Frekuensi (f) Prosentase (%)
1.
SD 20 40%
2.
SMP 16 32%

3.
SMA 10 20%

4.
Perguruan tinggi 4 8%

Jumlah 50 100%

Berdasarkan tabel 5.2 distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan di


RSAL Mintohardjo sebagian kecil didapatkan pada ibu hamil yang
berpendidikan tinggi ( PT ) yaitu 4 orang ( 8 % ) dan sebagian besar
terdapat pada ibu hamil dengan pendidikan dasar atau menengah ( SD,
SMP, dan SMA ) yaitu 46 orang ( 92 % ).

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi berdasarkan usia ibu tentang bahaya
masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret – April 2015
Usia Jumlah Presentase
Rendah (20-26 tahun) 36 72%
Tinggi (27–31 tahun) 14 28%
Jumlah 50 100%

Berdasarkan tabel 5.3 distribusi frekuensi berdasarkan usia ibu


tentang bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015
yaitu paling banyak 36 orang (72 %) pada umur 20-26 tahun dan paling
sedikit usia 27-31 tahun sebanyak 14 orang (28 %).
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi berdasarkan pekerjaan ibu tentang bahaya
masa nifas di RSALMintohardjo Maret – April 2015
No Pekerjaan Frekuensi (f) Presentase (%)
1. Ibu Rumah Tangga
26 52%

2. Tani
6 12%

3. Pegawai Tidak Tetap


3 6%

4. Wiraswasta
10 20%

5. Pegawai Negeri
5 10%

Jumlah 50 100%

Berdasarkan tabel 5.4 distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan


ibu tentang bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret - April 2015
yaitu paling banyak 26 orang (52 %) pada ibu yang tidak bekerja dan
paling sedikit pada ibu tidak bekerja sebanyak 24 orang (48%).

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi berdasarkan informasi yang didapat ibu
tentang bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo Maret – April
2015
Frekuensi Prosentase
No Sumber Informasi
(f) (%)
1.
Media (cetak dan elektronik) 5 10%

2.
Non Medis (Penyuluhan) 3 6%

3.
Tidak Mendapat Infomasi 42 84%
Jumlah 50 100

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat diketahui sebagian besar responden


tidak memperoleh informasi sehingga kurangnya pengetahuan yaitu 42
responden (84%).

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi berdasarkan paritas ibu tentang bahaya masa
nifas di RSAL Mintohardjo Maret – April 2015
Paritas Jumlah Presentase
Primipara 35 70 %
Multipara 10 20 %
Grande Multipara 5 10 %
Jumlah 50 100 %

Berdasarkan tabel 5.6 distribusi frekuensi berdasarkan Paritas di


RSAL Mintohardjo sebagian besar didapatkan pada ibu hamil yang
Primipara sejumlah 30 orang ( 60% ) dan sebagian kecil terdapat pada
ibu hamil grande multipra sejumlah 5 orang ( 10% ).
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 PEMBAHASAN
6.1.1 Gambaran pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya masa nifas
Dari hasil penelitian didapatkan gambaran pengetahuan ibu nifas tentang
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo di dapatkan ibu yang kurang atau buruk
pengetahuannya tentang tanda-tanda bahaya masa nifas sebanyak 40 orang (80%)
dan sebagan kecil didapatkan ibu dengan pengetahuan baik atau cukup sebanyak
10 orang (20%).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah seseorang
melakukan suatu pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan tejadi
melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa, raba, dan
pengecapan. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan
telinga (Notoadmodjo, 2012).
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia. Yang sekedar
menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan
sebagainya (Notoatmojo, 2012).
Sedangkan menurut peneliti pada Maret – April 2015 dengan hasil yang
didapatkan ibu dengan pengetahuan kurang atau buruk sebanyak 40 orang (80%),
maka itu dapat menyebabkan terjadinya tanda bahaya nifas pada masa nifas.
Peneliti sebelumnya telah didapatkan hasil penelitian ibu dengan
pengetahuan kurang atau buruk sebanyak 30 orang ( 60% ) dari 50 sample ibu
nifas. Jadi, didapatkannya kenaikan dari penelitian sebelumnya ibu dengan
pengetahuan kurang atau buruk.
Dari hasil penelitian sebagian besar responden di RSAL Mintohardjo tidak
mengetahui tentang tanda-tanda bahaya nifas dengan memungkinkan kurangnya
pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya nifas yaitu pendidikan, umur,
pekerjaan, informasi, dan paritas.
6.1.2 Pendidikan ibu tentang tanda bahaya masa nifas di RSAL
Mintohardjo
Dari hasil penelitian distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan di RSAL
Mintohardjo sebagian besar didapatkan pada ibu nifas yang berpendidikan rendah
( SD dan SMP ) yaitu 36 orang ( 72% ) dan sebagian kecil terdapat pada ibu
hamil dengan pendidikan tinggi ( SMA dan PT ) yaitu 14 orang ( 28% ).
Notoadmojo (2010) menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu
kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan
kemampuan.
Menurut Nursalam (2008), bahwa makin tinggi pendidikan seseorang,
maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Responden yang berpendidikan tinggi akan mudah
menyerap informasi, sehingga ilmu pengetahuan yang dimiliki lebih tinggi namun
sebaliknya orang tua yang berpendidikan rendah akan mengalami hambatan dalam
penyerapan informasi sehingga ilmu yang dimiliki juga lebih rendah yang
berdampak pada kehidupannya.
Menurut peneliti dengan hasil didapatkan pada ibu nifas yang
berpendidikan dasar atau menengah (SD, SMP dan SMA) sebanyak 46 orang (92
%) maka akibat rendahnya tingkat pendidikan dapat menyebabkan terjadinya
bahaya nifas pada ibu nifas.
Sedangkan peneliti sebelumnya telah didapatkan pada ibu nifas yang
berpendidikan dasar atau menengah (SD, SMP, dan SMA) sebanyak 26 orang
(52%) dari 50 sample ibu nifas, maka hasil penelitian mengalami kenaikan pada
ibu berpendidikan dasar atau menengah (SD, SMP, dan SMA).
Penelitian ini didapatkan bahwa pengetahuan responden tentang tanda-
tanda bahaya masa nifas 80% kurang dan buruk. Untuk 20% responden yang lain
berpengetahuan cukup dan baik. Hal ini dikarenakan pengetahuan tanda-tanda
bahaya masa nifas adalah informasi khusus, yang tidak didapatkan di bangku
sekolah atau Perguruan Tinggi umum kecuali sekolah kesehatan. Adapun
informasi mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas biasanya diperoleh melalui
penyuluhan kesehatan atau konseling dari tenaga kesehatan.
6.1.3 Frekuensi usia ibu tentang pengetahuan tanda bahaya masa nifas
Dari hasil penelitian yang didapatkan distribusi frekuensi berdasarkan
umur terbanyak pada usia 20 – 26 tahun yaitu 36 orang ( 72% ) dan paling sedikit
pada usia 27 – 31 tahun sebanyak 14 orang ( 28% ).
Umur 20-35 tahun merupakan usia yang reproduktif bagi seseorang untuk
dapat memotivasi diri memperoleh pengetahuan yang sebanyak- banyaknya.
Menurut Elisabeth yang di kutip oleh Nur Salam (2008), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat di lahirkan sampai saat berulang tahun,
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja.
Menurut Elisabeth yang di kutip oleh Nur Salam (2008), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat di lahirkan sampai saat berulang tahun,
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja.
Menurut Long yang di kutip oleh Nur Salam (2008), makin tua umur
seseorang, makin konstruktif dalam menghadapi masalah yang di hadapi.
Menurut peneliti dengan hasil yang didapatkan usia ibu 20 – 26 tahun
sebanyak 36 orang (72%), maka dengan usia yang masih dini menyebabkan
kurangnya pengetahuan tentang tanda bahaya nifas pada ibu nifas.
Sedangkan peneliti sebelumnya telah didapatkan hasil pada usia ibu 20 – 26
tahun sebanyak 36 orang ( 72% ) dari 50 sample ibu nifas, maka didapatkan hasil
yang sama dengan penelitian sebelumnya pada usia ibu nifas 20 – 26 tahun.
Semakin banyak umur atau semakin tua seseorang maka akan mempunyai
kesempatan dan waktu yang lebih lama dalam mendapatkan informasi dan
pengetahuan. Dengan demikian semakin tua umur responden maka tingkat
pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas semakin baik.
Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa dari hasil penelitian umur dengan
pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya nifas tidak sesuai.
6.1.4 Frekuensi pekerjaan ibu tentang pengetahuan tanda bahaya masa nifas
Dari hasil penelitian distribusi frekuensi berdasarkan Pekerjaan ibu tentang
pengetahuan tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo sebagian besar
didapatkan pada ibu nifas yang sebagai ibu rumah tangga sejumlah 26 orang
(52%) dan sebagian kecil terdapat pada ibu nifas yang sebagai pegawai tidak tetap
sejumlah 3 orang ( 6 % ).
Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada
seseorang yang tidak bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan mempunyai
banyak informasi dan pengalaman( Nur Salam 2008 ).
Dari faktor usia dan sumber informasi, dimana mayoritas responden bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Maka menyebabkan responden mempunyai waktu yang
cukup untuk mendapatkan informasi disebabkan karena hanya melakukan
pekerjaan rumah tangga. Responden mempunyai waktu yang cukup untuk
mendapatkan penyuluhan kesehatan dan konseling dari tenaga kesehatan,
memperoleh informasi dari media masa terutama berkaitan dengan tanda-tanda
bahaya masa nifas. Hal ini sebagaimana yang dikutip oleh Kuntjoroningrat yang
dikutip oleh Nursalam dan Pariani (2003), menyebutkan bahwa bekerja umumnya
pekerjaan yang menyita waktu untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan
yang benar.
Menurut peneliti dengan hasil berdasarkan pekerjaan ibu didapatkan
banyak sebagai ibu rumah tangga sejumlah 26 orang (52 %), maka dengan fakum
nya ibu dirumah dapat mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang
tanda bahaya masa nifas.
Sedangkan peneliti sebelumnya telah didapatkan hasil berdasarkan
pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga sejumlah 10 orang (20%) dari 50 sample
ibu nifas, maka hasil penelitian Maret – April 2015 lebih banyak didapatkan
pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga dibanding penelitian sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa dari hasil penelitian seorang ibu yang
tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga tidak selalu mengetahui
pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya masa nifas.
6.1.5 Frekuensi informasi ibu tentang pengetahuan tanda bahaya masa nifas
Hasil pada penelitian distribusi frekuensi berdasarkan informasi ibu
tentang pengetahuan tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo
sebagian besar didapatkan pada ibu nifas yang tidak mendapatkan informasi yaitu
42 orang (84%) dan sebagian kecil ibu mendapatkan informasi dari media cetak,
eletronik maupun penyuluahan yaitu 8 orang (16%).
Menurut Notoatmodjo (2012), tingkat pengetahun masyarakat juga
dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh baik melalui tenaga kesehatan,
majalah, surat kabar ataupun yang lainnya. Karena dengan mendapatkan informasi
tentang tanda-tanda bahaya masa nifas maka masyarakat akan lebih tahu dan
tanggap tentang tanda-tanda bahaya masa nifas. Di harapkan dengan adanya
pengetahuan lebih tentang tanda-tanda bahaya masa nifas oleh masyarakat maka
angka bahaya masa nifas di masyarakat dapat di tekan seminimal mungkin.
Berdasarkan analisa dan interpretasi data yang di dapat sebagian besar
responden mempunyai pengetahuan kurang dan buruk 40 yaitu responden (80%).
Hal ini dapat di lihat dari jawaban yang kurang benar pada kuesioner tentang
pengertian tentang tanda-tanda bahaya masa nifas. Hal ini dapat di lihat dari latar
belakang mayoritas pendidikan responden yaitu SD dan SMP, di samping itu juga
telah dapat diketahui sebelumnya responden tidak mendapatkan informasi tentang
tanda-tanda bahaya masa nifas dari media atau penyuluhan.
Menurut peneliti dengan hasil berdasarkan informasi ibu didapatkan ibu
nifas yang tidak mendapatkan informasi dari media cetak, eletronik, maupun
penyuluhan sebanyak 42 orang (84 %), maka dapat mengakibatkan kurangnya
pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya nifas.
Sedangkan peneliti sebelumnya telah didapatkan hasil berdasarkan
informasi, didapatkan ibu nifas yang tidak mendapatkan informasi sebanyak 40
orang (80%) dari 50 sample ibu nifas, maka berdasarkan penelitian Maret – April
2015 didapatkan kenaikan berdasarkan kurangnya informasi yang didapatkan ibu
nifas dibanding penelitian sebelumnya.
Hal ini sesuai teori karena informasi yang telah didapatkan ibu nifas bisa
meningkatkan pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas dan
sebaliknya jika tidak atau kurang mendapatkan informasi akan kurang juga
pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas.

6.1.6 Frekuensi paritas ibu tentang pengetahuan tanda bahaya masa nifas
Hasil pada penelitian distribusi frekuensi berdasarkan paritas ibu tentang
pengetahuan tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo sebagian besar
didapatkan pada ibu nifas primipara sebanyak 35 orang (70%), sebagian kecil ibu
dengan multipara sebanyak 10 orang (20%), dan grande multipara sebanyak 5
orang (10%).
Notoadmojo ( 2012 ) menyatakan bahwa paritas adalah jumlah anak yang
telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu
yang sering melahirkan mempunya risiko mengalami anemia pada kehamilan
berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil
zat – zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya.
Menurut peneliti dengan hasil berdasarkan paritas atau jumlah anak ibu
didapatkan sebagian besar ibu nifas pada anak pertama atau primapara sebanyak
35 orang (70 %), maka dengan pengalaman pertama ibu mempunyai anak dapat
mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya masa nifas.
Sedangkan penelitian sebelumnya telah didapatkan hasil berdasarkan
paritas atau jumlah anak didapatkan sebagian besar pada anak pertama atau
primipara sebanyak 35 orang (70%) dari 50 sample ibu nifas, maka didapatkan
penelitian Maret – April 2015 berdasarkan paritas dengan hasil yang sama pada
ibu nifas dengan primipara.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa dari hasil penelitian seorang ibu dengan
primipara atau anak pertama berarti memungkinkan kurangnya pengetahuan
tentang tanda-tanda bahaya nifas, sedangkan ibu nifas dengan multipara atau
grande multipara memungkinkan mengetahui tentang tanda-tanda bahaya nifas
dikarnakan sudah berpengalan pada anak sebelumnya.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Hasil yang didapatkan dari penelitian terhadap Gambaran Pengetahuan Ibu
Nifas Tentang Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas Di RSAL Mintohardjo
Periode Maret – April Tahun 2015, ini menunjukkan bahwa:
7.1.1 Distribusi frekuensi berdasarkan gambaran pengetahuan ibu nifas tentang
tanda-tanda bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo didapatkan ibu nifas
yang kurang atau buruk pengetahuannya tentang tanda-tanda bahaya masa
nifas sebanyak 40 orang (80%) dan sebagan kecil didapatkan ibu dengan
pengetahuan baik atau cukup sebanyak 10 orang (20%).
7.1.2 Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ibu nifas tentang tanda-tanda
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo didapatkan pada ibu nifas yang
berpendidikan rendah ( SD dan SMP ) yaitu 36 orang ( 72% ) dan
sebagian kecil terdapat pada ibu hamil dengan pendidikan tinggi ( SMA
dan PT ) yaitu 14 orang ( 28% ).
7.1.3 Distribusi frekuensi berdasarkan usia ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya
masa nifas di RSAL Mintohardjo terbanyak pada usia 20 – 26 tahun yaitu
36 orang ( 72% ) dan paling sedikit pada usia 27 – 31 tahun sebanyak 14
orang ( 28% ).
7.1.4 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan ibu nifas tentang tanda-tanda
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo sebagian besar didapatkan pada
ibu nifas yang sebagai ibu rumah tangga sejumlah 26 orang (52%) dan
sebagian kecil terdapat pada ibu nifas yang sebagai pegawai tidak tetap
sejumlah 3 orang ( 6 % ).
7.1.5 Distribusi frekuensi berdasarkan informasi ibu nifas tentang tanda-tanda
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo sebagian besar didapatkan pada
ibu nifas yang tidak mendapatkan informasi yaitu 42 orang (84%) dan
sebagian kecil ibu mendapatkan informasi dari media cetak,eletronik
maupun penyuluahan yaitu 8 orang (16%).
7.1.6 Distribusi frekuensi berdasarkan paritas ibu nifas tentang tanda-tanda
bahaya masa nifas di RSAL Mintohardjo sebagian besar didapatkan pada
ibu nifas primipara sebanyak 35 orang (70%), sebagian kecil ibu dengan
multipara sebanyak 10 orang (20%), dan grande multipara sebanyak 5
orang (10%).

7.2 Saran
7.2.1 Bagi RSAL Mintohardjo
Khususnya bagi tenaga kesehatan untuk memberikan konseling
secara detail dan jelas kepada ibu khususnya ibu nifas mengenai tanda-
tanda bahaya masa nifas yang mungkin terjadi pada saat masa nifas
berlangsung seperti Perdarahan Post Partum, Lochea yang berbau busuk
(bau dari vagina), Sub-Involusi Uterus (Pengecilan Rahim yang
Terganggu), Nyeri pada perut dan pelvis, Pusing dan lemas yang
berlebihan, Suhu Tubuh Ibu > 38 0C, Penyulit dalam Menyusui. Wajib
mengevaluasi setiap kali kunjungan postpartum atau setelah melahirkan 6-
8 jam setelah melahirkan, 6 (enam) hari setelah melahirkan (persalinan), 2
(dua) minggu setelah persalinan, 6 (enam) minggu setelah persalinan.
Dengan kunjungan tersebut ibu nifas dapat mendeteksi dini tanda bahaya
masa nifas dan dapat pelayanan kesehatan.

7.2.2 Bagi Institusi pendidikan Stikes Bhakti Pertiwi Indonesia


Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengatasi masalah
bahaya masa nifas pada ibu postpartum atau ibu setelah bersalin dengan
pembekalan materi dari institusi dan lebih memahami dan melakukan yang
terbaik sesuai kemampuan yang kita miliki dan Lebih meningkatkan mutu
dan kualitas mahasiswi kebidanan, dan upayakan waktu yang memadai
dalam menyelesaikan karya ilmiah sehingga hasil penelitian yang akan
datang lebih baik lagi.
7.2.3 Bagi Mahasiswi Stikes Bhakti Pertiwi
Penelitian yang dilakukan penulis masih jauh dari sempurna, namun
tidak ada salah kita melakukan penelitian yang dapat berguna untuk diri
sendiri atau orang lain. Untuk itu peneliti dapat belajar dari pengalaman
dan meningkatkan wawasan dan keterampilan, dan selalu up to date dalam
mendapatkan informasi tentang pengetahuan terbaru, supaya hasil
penelitian menjadi lebih baik dan supaya para pembaca lebih memahami
secara detail tentang tanda-tanda bahaya masa nifas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes R.I. (2009). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan


Ibu dan Anak Jakarta : Depkes R.I.
2. Http://sehatiturizky.blogspot.com/2015/04/tanda bahaya nifas-pada-ibu-
nifas sering-jadi.html
3. Manuaba, I.B.G. (2010). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidkan Bidan. Jakarta : EGC
4. Mochtar, R. (2009). Sinopsis Obstetri dan Patologi. Jakarta : EGC
5. Notoatmodjo Soekidjo, 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta,
PT Rineka Cipta
6. Saifuddin, A.B. (2012). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan dan
Neonatal. Jakarta : JNPKKR – POGI.
7. Saifuddin, A.B. (2012). Buku Acuan Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP – SP.
8. Sarwono, 2008, Ilmu Kebidanan, Jakarta, Pustaka Utama
9. Winkjosastro, Hanifa. (2012). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YPB – SP.
10. Manuaba Ida Ayu Chandranita, dkk, Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi
dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan,EGC,Jakarta 2010
11. Notoatmodjo S, Metode Penelitian Kesehatan, PT Rineka Cipta, Jakarta
2005
12. Saifuddin AB, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,Jakarta
2005
13. www.SDKI. 2012. Com
14. www.Depdiknas. 2012.com

Anda mungkin juga menyukai