Anda di halaman 1dari 179

HUBUNGAN KESEIMBANGAN STATIS DENGAN KEKUATAN

OTOT PADA ANGGOTA GERAK BAWAH LANSIA


DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 1
CIPAYUNG - JAKARTA TIMUR
TAHUN 2023

SKRIPSI

Oleh
TIURMA IMELDA YULIANI SIMANGUNSONG
022121026

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN & TEKNOLOGI
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA
2023
HUBUNGAN KESEIMBANGAN STATIS DENGAN KEKUATAN
OTOT PADA ANGGOTA GERAK BAWAH LANSIA
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 1
CIPAYUNG - JAKARTA TIMUR
TAHUN 2023

SKRIPSI

Sidang Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana terapan (Fisioterapi)

Oleh
TIURMA IMELDA YULIANI SIMANGUNSONG
022121026

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN & TEKNOLOGI
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA
2023
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Kemandirian


Fungsional Terhadap Fungsi Keseimbangan pada Lansia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3, Margaguna, Jakarta Selatan” Adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Universitas
Binawan

Jakarta, Juli 2023

(Tiurma Imelda Yuliani Simangunsong)


NIM : 022121026

iii
© Hak Cipta Milik Universitas Binawan
Tahun 2022 Hak Cipta Dilindungi Undang- Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh skripsi ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan Universitas Binawan.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh skripsi ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin Universitas Binawan.

iv
LEMBARAN PENGESAHAN

Skripsi diajukan oleh :


Nama : Tiurma Imelda Yuliani Simangunsong
Nim : 022121026
Program Studi : Fisioterapi
Judul Skripsi : Hubungan Keseimbangan Statis Dengan Kekuatan Otot Pada
Anggota Gerak Bawah Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 1 Cipayung – Jakarta Timur Tahun 2023
Telah berhasil dipertahankan untuk kelayakan oleh tim pembahas yang terdiri dari
pembimbing dan pembahas sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan dalam
menyelesaikan program Sarjana Terapan Kesehatan (Fisioterapi) pada Program Studi
Fisioterapi Universitas Binawan.

TIM PEMBAHAS
Pembimbing
1. Drs. Slamet Sumarno, M. Fis.PT ( ........................................ )

2. Noraeni Arsyad, SST. Ft., M.Pd ( ........................................ )

Pembahas
1. Firdausiyah Rizki Amallia,S.Tr,Ftr.,M.Sc ( ........................................ )

2. Ftr. Zulfikar H Wada, S.Ft, M.Fis ( ........................................ )

Jakarta, 10 Juli 2023


Mengetahui
Ketua Program Studi Fisioterapi

( Noraeni Arsyad, SST.Ft., M.Pd )

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama: : Tiurma Imelda Yuliani Simangunsong

Tempat/ Tanggal lahir : Tangerang / 18 Juli 1982


Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat domisili : Jl. Kavling Pemda Bawah No 114 RT 04 RW 06
Kelurahan Panunggangan Barat Kecamatan Cibodas
Perumnas I Karawaci Tangerang, Banten

No. Telepon : 082114603744


Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Batak
Kewarganegaraan : Indonesia

PENDIDIKAN
RIWAYAT PENDIDIKAN UMUM
Pendidikan Nama Sekolah Program Studi Periode
SD SD Strada Slamet Riyadi I Pagi, - 1989 - 1995
Tangerang
SMP SMP Strada Slamet Riyadi I - 1995 – 1998
Pagi, Tangerang
SMA SMU Negeri I Tangerang IPA 1998 - 2001

vi
PENDIDIKAN
RIWAYAT PENDIDIKAN UMUM
DIPLOMA Rehabilitasi Medik Fisioterapi Fisioterapi 2001 - 2004
III Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta Pusat
DIPLOMA Universitas Binawan, Jakarta Alih Jenjang 2021 - Present
IV Fisioterapi

KURSUS
Penyelenggara Kursus Alamat Tahun Kursus
(Pengiriman personil Bahasa Jakarta Timur
karyawan dari Instansi Inggris
Kantor)
Rindam Jaya/Jakarta 2019

KURSUS
Seminar/Workshop Judul Penyelenggara Tanggal Pelaksanaan
Seminar sebagai Kuliah Penyegara Himpunan Mahsiswa D 18 Oktober 2003
peserta Dengan Tema : III Departemen
Fisioterapi Pada Nyeri Pendidikan & Profesi
Pinggang” Fisioterapi UI 2001
Seminar sebagai “Physiotherapy and Vokasi UI, Pusat Studi
peserta Yoga Sight forLow Jepang, Universitas
Back Pain Managemen” Indonesia, Depok 2 Oktober 2016

PENGALAMAN KERJA
Rumah Sakit/Instansi Posisi Periode
RS Patria IKKT, Jakarta Barat Physiotherapist Agustus 2004 – Desember 2009
RS TK II Moh. Ridwan Meuraksa Physiotherapist Desember 2009 - present
Jakarta Timur

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang senantiasa
memberikan double berkat, kesehatan, kekuatan dan rahmat Hikmat-NYA serta
muzizat pada saya setiap harinya, sehingga saya sebagai peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Hubungan Keseimbangan Statis Dengan Kekuatan Otot
Pada Anggota Gerak Bawah Lansia di Panti Sosial Werdha Budi Mulia 1
Cipayung Jakarta Timur Tahun 2023”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan banyak bantuan,
masukan, bimbingan, dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan
ini saya menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat kasih, kekuatan, kesehatan, kemampuan, hikmat
dan karunia-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
2. Kepada Orangtua saya, kakak saya, adik saya dan semua keluarga besar yang
selalu mendoakan dan mendukung kuliah saya hingga dalam proses penyelesaian
skripsi ini di Universitas Binawan.
3. Dr. Mia Srimiati, S.GZ, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan dan
Teknologi.
4. Drs. Slamet Sumarno, M. Fis.PT selaku dosen pembimbing I yang dengan sangat
sabar luar biasa mengajari saya dan memberikan ilmu yang tidak saya pahami
hingga saya benar benar mengerti serta paham akan judul skripsi yang saya buat
ini
5. Ibu Noraeni Arsyad, SST. Ft., M. Pd selaku Ketua Program Studi Fisioterapi
Universitas Binawan dan selaku dosen pembimbing II yang terus memberikan
masukan, arahan, dukungan untuk saya lanjut dalam mengambil data di tempat
lahan penelitian tersebut.
6. Bapak dan Ibu Dosen Prodi D-IV Fisioterapi Universitas Binawan beserta seluruh
staf pegawai Fisioterapi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namun tidak
mengurangi rasa hormat saya, terimakasih atas Ilmu, Arahan Informasi, motivasi
kepada saya selama kuliah di Universitas Binawan hingga saya dapat menempuh
pendidikan sarjana.

viii
7. Dinas Sosial Jakarta Timur yang telah memberikan perizinan untuk melakukan
penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia I Cipayung Jakarta Timur
8. Ibu Upi Suprihatini, SAP selaku Ka. Satuan Pelaksanaan Pembina Sosial yang
telah memberikan perizinan dan bimbingan melakukan penelitian di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia I Cipayung Jakarta Timur
9. Para Kakek dan Nenek yang telah ikhlas menjadi responden dan menyempatkan
waktu untuk berpartisipasi mengikuti penelitian
10. Kepada Karumkit, Wakarumkit di RS TK II Moh Ridwan Meuraksa Jakarta Timur
11. Teman-teman seperjuangan Fisioterapi Program B Ahli Jenjang 2021
12. Untuk diriku sendiri terimakasih telah bertahan, tidak boleh menyerah dan
semangat dan berjuang dalam menyelesaikan seminar proposal ini.
13. Rekan sejawat Fisioterapi (Karu Deddy, Ba Detty, Kaka Timoria, Dian
Kusumawaty, Mas Eko Supriatno, Mas Agus Winarno dan Ni Ketut Mustri) RS
TK II Moh. Ridwan Meuraksa yang selalu mensuport dan mendoakan saya untuk
dapat lulus tepat waktu.
Semoga Tuhan Yesus memberkati semua kebaikan dan diberikan kesehatan
untuk orang-orang yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Dengan
bantuan tersebut maka penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Terapan Fisioterapi di
Universitas Binawan
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari
sempurna yang tak lain disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
penulis, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Jakarta, Juli 2023

(Tiurma Imelda Yuliani Simangunsong)

ix
ABSTRAK
Nama : Tiurma Imelda Yuliani Simangunsong
Nim : 022121026
Program Studi : Fisioterapi
Judul Skripsi : Hubungan Keseimbangan Statis Dengan Kekuatan Otot Pada Anggota
Gerak Bawah Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1
Cipayung – Jakarta Timur Tahun 2023
Pendahuluan : Lanjut Usia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa
tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Lansia mengalami kemunduran
pada otot yang menyebabkan perubahan fungsional otot, yaitu terjadi penurunan
kekuatan dan kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan
waktu reaksi. Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan penurunan
kemampuan mempertahankan keseimbangan postural atau keseimbangan tubuh lansia.

Tujuan : Untuk mengetahui adanya hubungan keseimbangan statis dengan kekuatan


otot pada anggota gerak bawah lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1
Cipayung, Jakarta Timur tahun 2023

Metode : Studi ini menggunakan desain cross sectional study, yang dilakukan pada
bulan Maret- April 2023 penelitian di lakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 1 Cipayung. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 100 orang lansia (Teknik
sampel dengan accidental sampling). Analisa data yang dilakukan secara univariat dan
bivariat. Untuk mengetahui ada tidaknya antara hubungan kedua variabel dilakukan
uji Chi-Square. Uji Normaliatas Data dengan menggunakan Uji sig Kolmogrov
Smirnov bertujuan untuk menguji apakah dalam kedua variabel mempunyai distribusi
yang normal atau tidak normal.

Hasil : Hasil Uji Sig. Kolmogorov Smirnov pada kedua variabel adalah 0,000 atau
dibawah 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Hasil uji Chi-Square didapatkan
nilai p value = 0,000 atau p<0,05, Ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima berarti ada
hubungan keseimbangan statis dengan kekuatan otot anggota gerak bawah. Hasil uji
statik Spearman Rank Rho dimana α > 0, 05 (p value = 0,000, r = 0.544). Berdasarkan
hasil, nilai koefisien korelasi Spearman Rank Rho yaitu sebesar 0.544** maka arah
hubungan variabelnya yaitu positif yang mengindikasikan pola hubungannya searah
dan berada pada kategori kuat (moderat) (0,5<r<0,9)

Kesimpulan: Adanya hubungan yang signifikan antara keseimbangan statis dengan


kekuatan otot anggota gerka bawah pada lansia.

Kata Kunci: Keseimbangan Statis; Kekuatan Otot Anggota Gerak Bawah; Lansia

x
ABSTRACT
Name : Tiurma Imelda Yuliani Simangunsong
Student Number : 022121026
Major : Fisioterapi
Tittle : The Relationship between Static Balance and Muscle Strength
in Members Movement for the Elderly at the Tresna Werdha
Budi Mulia 1 Social Institution, Cipayung – East Jakarta in
2023
Introduction: Elderly is a natural process determined by God Almighty. Everyone will
experience the process of growing old and old age is the last human life span. The
elderly experience a setback in the muscles which causes functional changes in the
muscles, namely a decrease in muscle strength and contraction, muscle elasticity and
flexibility, as well as speed and reaction time. Decreased muscle function and strength
will result in a decrease in the ability to maintain postural balance or body balance in
the elderly.

Objective: To determine the relationship between static balance and muscle strength
in the lower extremities of the elderly at Tresna Werdha Budi Mulia 1 Social
Institution Cipayung, East Jakarta in 2023

Methods: This study used a cross-sectional study design, which was conducted in
March-April 2023. The research was carried out at the Tresna Werdha Budi Mulia 1
Cipayung Social Institution. The number of samples studied was 100 elderly people
(sample technique with accidental sampling). Data analysis was carried out using
univariate and bivariate methods. To find out whether there is a relationship between
the two variables, the Chi-Square test is carried out. The data normality test using the
Kolmogrov Smirnov sig test aims to test whether the two variables have a normal or
abnormal distribution.

Results: Sig. Test Results. Kolmogorov Smirnov on both variables is 0.000 or below
0.05, so the data is not normally distributed. The results of the Chi-Square test
obtained a p value = 0.000 or p <0.05. This means that H0 is rejected and Ha is
accepted, meaning that there is a relationship between static balance and lower limb
muscle strength. Spearman Rank Rho static test results where α > 0.05 (p value =
0.000, r = 0.544). Based on the results, the Spearman Rank Rho correlation
coefficient is 0.544**, the direction of the variable relationship is positive, which
indicates a unidirectional relationship pattern and is in the strong (moderate)
category. (0,5<r<0,9)

Conclusion: There is a significant relationship between static balance and lower limb
muscle strength in the elderly.

Keywords: Static Balance; Lower Limb Muscle Strength; Elderly

xi
DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN SUMBER INFORMASI iii


SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTAiii
© Hak Cipta Milik Universitas Binawan iv
LEMBARAN PENGESAHANv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
KATA PENGANTAR viii
ABSTRAK x
ABSTRACT xi
DAFTAR TABEL 2
DAFTAR LAMPIRAN 4
DAFTAR GAMBAR 5
PENDAHULUAN 6
1.1 Latar Belakang............................................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian.......................................................11
1.2.1 Rumusan Masalah........................................................................................11
1.2.2 Pertanyaan Penelitian..................................................................................12
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................12
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................................12
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................................12
1.4 Manfaat penelitian....................................................................................................13
1.4.1 Manfaat Bagi Akademis Ilmu Fisioterapi..................................................13
1.4.2 Manfaat Bagi Umum / Masyarakat............................................................13
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan.............................................................13
1.4.4 Manfaat Bagi Rumah Sakit / Klinik Kesehatan.........................................13
1.4.5 Manfaat Bagi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung,
Jakarta Timur......................................................................................................13
BAB II 14
KAJIAN PUSTAKA 14
2.1 Lanjut Usia (Lansia).................................................................................................14
2.1.1 Definisi Lansia..............................................................................................14
2.1.2 Klasifikasi Lansia.........................................................................................16
2.1.3 Prevalensi Lansia.........................................................................................16
2.1.4 Perubahan pada Lansia...............................................................................17

xii
2.2 Keseimbangan...........................................................................................................27
2.2.1 Definisi Keseimbangan.................................................................................27
2.2.2 Definisi Keseimbangan Statis......................................................................28
2.2.3 Manfaat Keseimbangan Statis Pada Lansia...............................................29
2.2.4 Jenis-jenis Keseimbangan............................................................................29
2.2.5 Fisiologi Keseimbangan...............................................................................30
2.2.6 Komponen Pengontrol Keseimbangan.......................................................31
2.2.7 Hubungan Keseimbangan Statik Pada Lansia...........................................35
2.2.8 Otot anggota gerak bawah yang mempengaruhi keseimbangan statik....36
2.2.9 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Statik...................................40
2.2.10 Hubungan Keseimbangan Statis Dengan Hipertensi pada Lansia...........44
2.2.11 Dampak Hipertensi Terhadap Keseimbangan Statis................................45
2.2.12 Hubungan Keseimbangan Statis Dengan Takikardia Pada Lansia.........47
2.2.13 Hubungan Keseimbangan Statis dengan Kekuatan Otot Pada Anggota
Gerak Bawah........................................................................................................47
2.2.14 Pemeriksaan Keseimbangan Statis dengan One Leg Standing Test..........48
2.2.15 Nama otot- otot yang bekerja saat one leg standing test dibagi 4: agonis,
antagonis, sinergis, stabilisator:...........................................................................51
2.2.16 Mekanisme pelaksanaan one leg standing test............................................53
2.3 Kekuatan Otot Pada Anggota Gerak Bawah..........................................................54
2.3.1 Definisi Kekuatan Otot Pada Anggota Gerak Bawah...............................54
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot Pada Anggota Gerak
Bawah...................................................................................................................55
2.3.3 Nama Otot Anggota Gerak Bawah Yang Bekerja Pada Saat Gerakan
Duduk Ke Berdiri................................................................................................57
2.3.4 Pengukuran Kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia................62
2.3.5 Hubungan Kekuatan otot pada anggota gerak bawah terhadap BOS,
COG, LOG...........................................................................................................66
2.3.6 Hubungan Kekuatan otot anggota gerak bawah terhadap Keseimbangan
statis pada lansia..................................................................................................67
2.3.7 Hubungan Kekuatan Otot Anggota Gerak Bawah Terhadap Hipertensi
Lansia....................................................................................................................68
2.3.8 Hubungan Hate Rate 110 Saat Istirahat Beresiko Tinggi bila Dilakukan
Isometrik terhadap Keseimbangan....................................................................69
2.3.9 Kebaharuan Penelitian................................................................................69
2.4 Kerangka Teori.........................................................................................................73

xiii
BAB III 74
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 74
3.1 Kerangka Konsep......................................................................................................74
3.2 Definisi Operasional Variabel..................................................................................76
3.3 Hipotesis Penelitian...................................................................................................78
BAB IV 79
METODE PENELITIAN 79
4.1 Desain Penelitian.......................................................................................................79
4.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian...........................................................79
4.2.1 Waktu Penelitian..........................................................................................79
4.2.2 Tempat Pelaksanaan Penelitian..................................................................79
4.3 Penentuan Populasi, Sample dan Tehnik Sampling...............................................80
4.3.1 Populasi.........................................................................................................80
4.3.2 Sampel dan Teknik Sampling......................................................................80
4.4 Karakteristik Penelitian...........................................................................................81
4.4.1 Kriteria Inklusi.............................................................................................81
4.4.2 Kriteria Eksklusi..........................................................................................82
4.4.3 Kriteria Drop Out........................................................................................82
4.5 Kelayakan Instrumen Penelitian.............................................................................82
4.5.1 Uji Validitas..................................................................................................82
4.5.2 Uji Reliabilitas..............................................................................................82
4.6 Instrumen Penelitian.................................................................................................83
4.6.1 Kuesioner Berupa Identitas Responden.....................................................83
4.6.2 Observasi......................................................................................................83
4.6.3 Pengukuran keseimbangan statis lansia dengan menggunakan test one leg
standing (OLS).....................................................................................................83
4.6.4 Pengukuran kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia dengan
menggunakan 30- Second Timed Chair Stand Test (30-s CST)..........................84
4.6.5 Dokumentasi.................................................................................................85
4.7 Teknik Pengumpulan Data.......................................................................................86
4.8 Perlengkapan/ Peralatan Dalam Pengumpulan Data.............................................86
4.9 Rencana Pengolahan Data dan Penyajian data......................................................87
4.9.1 Data Editing..................................................................................................87
4.9.2 Data Coding..................................................................................................87
4.9.3 Memasukkan Data (Data Entry) atau Processing Data..............................88

xiv
4.9.4 Pembersihan Data (Cleanning)....................................................................88
4.9.5 Tabulating.....................................................................................................88
4.10 Metode Analisis Data................................................................................................88
4.10.1 Analisis Univariat.........................................................................................88
4.10.2 Uji Normalitas..............................................................................................89
4.10.3 Analisa Bivariat............................................................................................89
4.10.4 Pengujian kekuatan hubungan antar variabel...........................................90
4.11 Etika Penelitian.........................................................................................................91
4.11.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)..................................................91
4.11.2 Anonimitas....................................................................................................91
4.11.3 Confidentiality (Kerahasiaan)......................................................................91
4.11.4 Sukarela........................................................................................................91
BAB V 92
HASIL PENELITIAN 92
5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian......................................................................................92
5.2 Hasil Analisa Univariat............................................................................................95
5.2.1 Hasil Analisis Frekuensi Karakteristik Responden...................................95
5.2.2 Hasil Analisis Deskriptif Karakteristik Variabel.....................................100
5.3 Hasil Uji Prasyarat Analisis (Uji Normalitas Data)..............................................103
5.4 Analisa Bivariat.......................................................................................................103
5.5 Uji Statistik Spearman Rank..........................................................................105
BAB VI 107
PEMBAHASAN 107
6.1 Deskripsi Variabel Penelitian.................................................................................107
6.1.1. Lansia..........................................................................................................107
6.1.2. Frekuensi Keseimbangan Statis Lansia......................................................114
6.1.3. Frekuensi Kekuatan Otot Anggota Gerak Bawah Lansia.......................116
6.1.4. Hasil Analisa Hubungan Keseimbangan Statis dengan Kekuatan Otot
Anggota Gerak Bawah Lansia..........................................................................118
6.2. Keterbatasan Penelitian..........................................................................................119
BAB VII 121
KESIMPULAN DAN SARAN 121
7.1 Kesimpulan..............................................................................................................121
7.2 Saran........................................................................................................................121
7.2.1 Bagi Panti Sosial Tresna werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur.....121

xv
7.2.2 Bagi Peneliti.................................................................................................122
DAFTAR PUSTAKA 124

xvi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori...................................................................... 74


Bagan 3.1 Kerangka Konsep................................................................... 76

1
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nama - nama otot anggota gerak bawah yang bekerja pada
saat one leg standing test..........................................................…… 31
Tabel 2.2 Nama otot-otot anggota gerak atas yang bekerja pada saat
Keseimbangan statis................................................................ 34
Tabel 2.3 Validitas one leg standing test………………………………. 46
Tabel 2.4 Penilaian one leg standing test pada kelompok lansia
Berdasarkan kemampuan lama berdiri …………………………. 47
Tabel 2.5 Nama -nama otot anggota gerak bawah kelompok
ekstensor……………………………………………………… 55
Tabel 2.6 Kategori penilaian untuk gerakan 30 - Second Timed Chair
Stand Test................................................................................. 64
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel................................................. 75
Tabel 4.1 Instrumen pengkajian pengukuran keseimbnagan statis lansia
test one leg standing (OLS) ………………………………… 82
Tabel 4.2 Instrumen pengkajian pengukuran keseimbnagan statis lansia
test 30 second Timed Chair Stand Test / 30-s CST ……………. 83
Tabel 5.1 Jadwal Kegiatan Bimbingan Warga Binaan Sosial …………... 93
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia…………… 94
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi reponden berdasarkan Jenis Kelamin………… 95
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan tinggi badan……………………. 95
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan berat badan lansia di Panti sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur…………….. 96
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh lansia di Panti
sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur………………. 97
Tabel 5.7 Distribusi responden berdasarkan tekanan darah lansia di Panti sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur…………….. 98
Tabel 5.8 Distribusi responden berdasarkan nadi lansia di Panti sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur…………….. 98
Tabel 5.9 Variabel Keseimbangan Statis …………………………………… 99
Tabel 5.10 Variabel Kekuatan Otot anggota Gerak Bawah ……………… 100

2
Tabel 5.11 Nilai Deskriptif statistic ……………………………….............. 101
Tabel 5.12 Hasil Uji Normalitas Data (Uji Sig. Kolmogrov Smirnov ……........ 102
Tabel 5.13 Tes Uji Chi-Square hubungan keseimbangan statis ……………. 103
Tabel 5.14 Hasil Analisis Hubungan antara Keseimbangan Terhadap
Kekuatan Otot …………………………………………………. 104
Tabel 4.3 Rencana Kegiatan dan Waktu…………………………..……... 122

3
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian………………………………………............. 137


Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Dinas Sosial Ibukota Jakarta……….. 138
Lampiran 3 Komite Etik Penelitian……………………………………. 139
Lampiran 4 Lembar Penjelasan dan Permohonan……………………... 140
Lampiran 5 Informed Consent................................................................. 142
Lampiran 6 Indentitas Responden Lansia............................................... 143
Lampiran 7 Kuesioner Identitas Responden, pemeriksaan tentang
keseimbangan statis dan kekuatan ototpada anggota gerak
bawah pada Lansia.............................................................. 144
Lampiran 8 Daftar Kehadiran Peneliti di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 1 Cipayung - Jakarta Timur Surat ………………….. 145
Lampiran 9 Hasil Olah Data SPSS …………………………………………… 150
Lampiran 10 Tabel Kegiatan dan Waktu …………………………………….. 157
Lampiran 11 Dokumentasi ………………………………………………….. 158

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Center Of Gravity................................................................ 37


Gambar 2.2 Line Of Gravity................................................................... 38
Gambar 2.3 Base Of Support.................................................................. 39
Gambar 2.4 Gerakan lansia perempuan untuk 30- Second Timed Chair
Stand Test (30-s CST) ........................................................ 62
Gambar 2.5 Gerakan lansia laki- laki untuk 30-Second Timed Chair
Stand Test (30-s CST)......................................................... 66
Gambar 5.1 Peta Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung,
Jakarta Timur ……………………………………………... 92
Gambar 5.2 Peta Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung,
Jakarta Timur ……………………………………………... 93

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tren hidup sehat yang belakangan marak dikampanyekan sejumlah
kalangan, telah menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
memelihara kesehatan. Dampak dari kesadaran masyarakat meningkat itu,
otomatis mendorong peningkatan kesehatan pada lansia (lanjut usia) di
Indonesia (Ratnawati, 2017). Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari segala
aspek yang berhubungan dengan masalah lanjut usia ditinjau dari segi
kesehatan, sosial, ekonomi, perilaku, hukum, lingkungan dan lain-lain. Tujuan
Geriatri / gerontologi adalah mewujudkan healthy aging dengan menjalankan
upaya di bidang kesehatan, yaitu peningkatan mutu kesehatan (promotion),
pencegahan penyakit (preventive), pengobatan penyakit (curative), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitation) (Sya’diyah, 2018).
Salah satu indikator dari keberhasilan pembangunan suatu negara adalah
semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin
meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk
lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah lanjut usia
akan berdampak terhadap peningkatan ketergantungan lanjut usia.
Ketergantungan yang terjadi disebabkan oleh penurunan fisik, psikis, dan sosial,
dan keterhambatan yang akan dialami seiring dengan proses penurunan akibat
dari proses menua (Samper, Pinontoan, and Katuuk, 2017).
Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi,
anak – anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Menua bukan suatu hal yang
bisa dihindarkan dan pasti akan dialami seluruh manusia apabila diberikan
kesempatan untuk hidup lebih panjang (Munawwarah, Melani and Maratis,
2021).
Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua
merupakan masa hidup manusia yang terakhir (Azizah, 2011).

6
Menurut Badan Pusat Stastistik Provinsi Jambi (Badan Pusat Statistik,
2017), lansia merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas,
kategori usia yaitu 40-59 tahun merupakan pra lansia, usia 60-69 tahun
merupakan lansia muda, usia 70-79 tahun merupakan lansia madya, dan 80-89
tahun merupakan lansia tua. Berdasarkan data BPS Tahun 2018, disebutkan
bahwa jumlah lansia di Indonesia mencapai sekitar 24,49 juta orang atau sebesar
9,27%. Nilai ini didominasi oleh lansia muda (usia 60-69 tahun) yang mencapai
63,39%, lalu lansia madya (usia 70-79) sebesar 27,92%, dan yang terakhir lansia
tua (usia lebih dari 80 tahun) sebesar 8,69%. Dalam data ini juga disebutkan dari
sisi ketenagakerjaan, fenomena lansia bekerja cukup banyak terjadi. Terdapat
dua motivasi lansia tetap bekerja, yang pertama karena kebutuhan ekonomi dan
alasan kedua agar tetap aktif. Menurut World Health Organization (WHO,
2015) di kawasan Asia Tenggara populasi lansia sebesar 8% atau sekitar 142
juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi lansia meningkat 3 kali lipat
dari tahun ini. Pada tahun 2000 jumlah lansia sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total
populasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah lansia 24,000,000 (9,77%) dari
total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai 28,800,000
(11,34%) dari total populasi (Kemenkes, 2013). Di Indonesia pada tahun 2022
diperkirakan jumlah Lansia sekitar 80.000.000 (Kemenkes, 2021)
Negara Indonesia sebagai suatu negara yang berkembang, dengan
perkembangannya yang cukup baik, diproyeksikan angka harapan hidupnya
dapat mencapai lebih dari 70 tahun pada tahun 2020 yang akan datang
(Sya’diyah, 2018). Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua tetapi tetap sehat
(healthy aging). Saat ini Indonesia mulai memasuki periode aging population,
dimana terjadi peningkatan umur harapan hidup yang diikuti oleh peningkatan
jumlah lansia (Kemenkes R1, 2019). Peningkatan umur harapan ini dipengaruhi
oleh 3 hal yaitu kemajuan dibidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi
dan meningkatkan pengetahuan masyarakat. Meningkatnya derajat kesehatan
dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan umur harapan
hidup (Johanna Christy & Lamtiur Junita Bacin, 2020). Menurut (Badan Pusat
Statistik (BPS) 2021, penduduk lanjut usia (lansia) di Jakarta semakin
meningkat setiap tahunnya. Sebanyak 942,8 ribu lansia berada di ibu kota pada

7
2020. Jumlah tersebut diproyeksikan naik menjadi 998,39 ribu jiwa pada tahun
ini dan 1,05 juta pada 2022. Lalu, jumlah lansia kembali bertambah menjadi 1,1
juta jiwa pada 2023 dan 1,17 juta jiwa pada 2024. Terakhir, BPS
memperkirakan jumlah lansia mencapai 1,2 juta jiwa pada 2025. Peningkatan
jumlah penduduk lansia tersebut menimbulkan konsekuensi yang kompleks.
Berbagai tantangan yang diakibatkan penuaan penduduk telah mencakup hampir
setiap aspek kehidupan. Dimana program pembangunan berkelanjutan yang
mampu mengayomi kehidupan lansia di Indonesia (BPS, 2021). 
Lansia mengalami kemunduran pada otot yang menyebabkan perubahan
fungsional otot, yaitu terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi otot, elastisitas
dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu reaksi. Penurunan fungsi dan
kekuatan otot akan mengakibatkan penurunan kemampuan mempertahankan
keseimbangan postural atau keseimbangan tubuh lansia. Lansia merupakan
kelompok umur yang paling beresiko mengalami gangguan keseimbangan
postural. Faktor penuaan adalah faktor utama penyebab gangguan keseimbangan
postural pada lansia. jika keseimbangan postural lansia tidak dikontrol, maka
akan dapat meningkatkan resiko jatuh pada lansia.
Keseimbangan merupakan kemampuan relatif untuk mengontrol gravitasi
(center of gravity) atau pusat massa tubuh (center of mass) terhadap bidang
tumpu (base of support). Pusat gravitasi (center of gravity) adalah suatu titik
dimana massa dari suatu obyek terkonsentrasi berdasarkan tarikan gravitasinya.
Pada manusia normal, pusat gravitasi terletak di perut bagian bawah dan sedikit
depan lutut. Agar dapat menjaga keseimbangan, pusat gravitasi tersebut harus
berpindah untuk mengkompensasi gangguan yang dapat menyebabkan orang
kehilangan keseimbangan (Nasution R, 2015). Keseimbangan merupakan
keahlian atau kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi tubuh
supaya tetap stabil atau tidak jatuh pada saat menumpu melawan gravitasi pada
bidang tertentu (I Putu Aditya et all, 2022). Keseimbangan statis
adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi tubuh dimana
Center Of Gravity (COG) tidak berubah (Permana, 2013). Contoh keseimbangan
statis adalah berdiri dengan satu kaki, menggunakan papan keseimbangan.

8
Keseimbangan statis yang digunakan oleh peneliti kepada responden dengan
menggunakan alat ukur one leg standing.
Keseimbangan seseorang dibagi menjadi 2 yakni keseimbangan statis dan
keseimbangan dinamis. Keseimbangan statis merupakan kemampuan seseorang
untuk mempertahankan posisi dan sikap tetap ditempat, biasanya ruang
geraknya sangatlah kecil contohnya berdiri di atas alas yang sempit, berdiri
diatas balok atau berdiri diatas papan keseimbangan dengan satu kaki dan mata
tertutup dan mempertahankan keseimbangannya. Sedangkan keseimbangan
dinamis adalah kemampuan mempertahankan keadaan seimbang dalam keadaan
bergerak, misalnya berlari, berjalan, melangkah dan sebagainya (I Putu Aditya
et all, 2022). Keseimbangan yang buruk bahkan dapat mempengaruhi tugas
sehari-hari seperti berdiri, meraih benda, bangun dari tempat tidur, dan lainnya
(Chou CH, Hwang CL, 2012). Keseimbangan yang buruk telah diakui sebagai
salah satu dari banyak prekursor jatuh (Pizzigalli L, et all, 2011).
Test One Leg Standing (OLS) atau berdiri satu kaki merupakan
kemampuan berdiri atau menumpu dengan satu tungkai atau berdiri dengan
beban tubuh yang disanggah oleh satu tungkai saja. Test One Leg Standing
untuk mengukur keseimbangan statis bagi lansia yang beresiko tinggi jatuh. Tes
ini mudah dilakukan baik untuk pemeriksa maupun peserta ujian, berkorelasi
baik dengan tes keseimbangan lainnya, tidak mahal dan efisien waktu, dan tidak
memerlukan penggunaan peralatan khusus.
Perubahan fisiologis sistem muskuloskeletal yang bervariasi. Salah satu
diantaranya adalah perubahan struktur otot, yaitu penurunan jumlah dan ukuran
serabut otot (atrofi otot) dapat menyebabkan seseorang bergerak menjadi
lamban, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot. Kekuatan adalah tenaga
maksimal yang dilakukan dengan usaha sepenuhnya, kemampuan otot untuk
mengatasi tahanan, baik tahanan internal maupun eksternal. Kekuatan otot
didefinisikan tegangan maksimal dari sebuah otot atau sekelompok otot yang
dapat dihasilkan dan biasanya diekspresikan dalam satu RM (Repetisi
Maksimal), kemampuan maksimal dapat dilakukan satu kali dengan gerakan
yang baik (Ida Bagus Wiguna, 2017). Kekuatan otot, dapat didefinisikan sebagai
kapasitas kekuatan seseorang mencapai puncaknya dan menunjukkan penurunan

9
progresif yang tidak terlihat hingga usia sekitar 50 tahun, dan kemudian mulai
menurun setelahnya, tingkat antara 1,4% sampai 2,5% per tahun lebih cepat
setelah usia 65 tahun (Lee and Park, 2013). Kekuatan otot anggota gerak bawah
dinyatakan sebagai faktor yang penting untuk seseorang dalam berdiri, bergerak
dan melakukan aktivitas sehari-hari (Robinder JS Dhillon, MD and Sarfaraz
Hasni 2017). Kelompok otot yang paling terpengaruh adalah anggota tubuh
bagian bawah, seperti plantar fleksor pada pergelangan kaki, fleksor dan
ekstensor pada panggul, dimana perubahan kekuatan otot-otot tersebut
membatasi lansia untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang sederhana seperti
bangkit dari kursi, berjalan, naik tangga, dan mencondongkan tubuh (Seene and
Kaasik, 2012). Menurut pendapat penulis penurunan kekuatan otot anggota
gerak bawah dapat menyebabkan gangguan keseimbangan postural, sehingga
dapat mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek-pendek,
penurunan irama, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih gampang
goyah, susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti
terpeleset dan tersandung. Penurunan kekuatan otot anggota gerak bawah juga
menyebabkan terjadinya penurunan mobilitas pada lansia sehingga dapat
meningkatkan resiko jatuh pada lansia. Karena kekuatan otot merupakan
komponen utama dari kemampuan melangkah, berjalan dan keseimbangan.
Mengukur kekuatan tubuh otot anggota gerak bawah (lower body
strength) dengan menggunakan 30 second chair stand test. 30 second chair
stand test ini mengukur berapa jumlah berdiri sempurna yang dapat dilakukan
seorang lansia dalam 30 detik dengan kedua tangan disilangkan di dada (Bruun
et all, 2019). Menurut pendapat penulis tujuan diberikan 30 second chair stand
test pada lansia adalah untuk mengukur kekuatan otot anggota gerak bawah
(lower body strength) dimana ini sangat penting bagi para lansia dibutuhkan
untuk melakukan banyak tugas seperti menaiki tangga, berjalan, dan juga
mengurangi resiko kesempatan jatuh bagi lansia. Test duduk ke berdiri termasuk
indikator dari kontrol postural, mengurangi resiko jatuh, kekuatan tungkai
bawah, dan keseimbangan dan sebagai alat ukur disabilitas. Berpindah dari
posisi duduk ke posisi berdiri adalah kegiatan sehari-hari pada manusia aktif dan
pembatasan fungsional dapat terjadi ketika kemampuan untuk berdiri dari

10
tempat duduk terganggu. Kemampuan untuk berdiri dari tempat duduk adalah
faktor krusial dalam kemandirian lansia yang tinggal di dalam komunitas.
Lamanya waktu duduk ke berdiri dapat membantu untuk memprediksikan
disabilitas.
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa keseimbangan dengan kekuatan otot
pada anggota gerak bawah lansia penting sekali karena pada usia lansia ini
rentan sekali untuk terjadinya resiko jatuh sehigga hal ini menjadi perhatian
penting untuk peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Keseimbangan Statis dengan Kekuatan Otot Pada Anggota Gerak Bawah Lansia
di Panti Werdha di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta
Timur tahun 2023. Peneliti mencoba menganalisa hubungan keseimbangan statis
dan kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia.
1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan
masalah pada penelitian ini adalah lanjut usia merupakan tahap akhir dari
siklus hidup manusia yang merupakan bagian dari proses alamiah
kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap
individu. Seiring bertambahnya usia seseorang pasti akan mengalami
proses menjadi tua secara alami dan memiliki usia 60 tahun ke atas.
Lansia merupakan kelompok umur yang paling beresiko mengalami
gangguan keseimbangan statik. Faktor penuaan adalah faktor utama
penyebab gangguan keseimbangan postural pada lansia. Jika
keseimbangan postural lansia tidak dikontrol, maka akan dapat
meningkatkan resiko jatuh pada lansia.
Lansia mengalami kemunduran pada otot yang menyebabkan
perubahan fungsional otot, yaitu terjadi penurunan kekuatan dan
kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu
reaksi. Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan
penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan postural atau
keseimbangan tubuh lansia.

11
Penurunan kekuatan otot anggota gerak bawah dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan postural, sehingga dapat mengakibatkan
kelambanan gerak, langkah yang pendek-pendek, penurunan irama, kaki
tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih gampang goyah, susah atau
terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset dan
tersandung. Penurunan kekuatan otot anggota gerak bawah juga
menyebabkan terjadinya penurunan mobilitas pada lansia sehingga dapat
meningkatkan resiko jatuh pada lansia. Karena kekuatan otot anggota
gerak bawah merupakan komponen utama dari kemampuan melangkah,
berjalan dan keseimbangan.
1.2.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti ingin mengetahui
bagaimana “hubungan keseimbangan statis dengan kekuatan otot pada
anggota gerak bawah pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur tahun 2023?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan keseimbangan statis dengan
kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur tahun 2023.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mendeskripsikan data pada lansia laki-laki dan lansia
perempuan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Cipayung,
Jakarta Timur tahun 2023.
1.3.2.2 Untuk mendeskripsikan data keseimbangan (test keseimbangan
statis) lansia laki-laki dan lansia perempuan di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur tahun
2023.
1.3.2.3 Untuk mendeskripsikan data kekuatan otot pada anggota gerak
bawah (test kekuatan otot pada anggota gerak bawah) lansia
laki-laki dan lansia perempuan di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur tahun 2023.

12
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Akademis Ilmu Fisioterapi
1.4.1.1 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi,
masukkan khususnya bagi tenaga medis fisioterapi mengenai
hubungan keseimbangan statis dengan kekuatan otot pada
anggota gerak bawah lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur tahun 2023.
1.4.1.2 Untuk bahan evaluasi mengenai pentingnya pendekatan
preventif, promotif dan rehabilitative pada lansia.
1.4.2 Manfaat Bagi Umum / Masyarakat
Dapat meningkatkan pengetahuan pada lansia dan keluarga serta
masyarakat tentang hubungan keseimbangan statis dan kekuatan otot
pada anggota gerak bawah lansia.
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan menjadi bahan referensi mahasiswa/i dalam menambah
wawasan informasi, bahan referensi, dan bahan masukan agar lebih peka
terhadap peningkatan keseimbangan statik dengan diberikan test
keseimbangan (OLST) One Leg Standing Test dan mengetahui kekuatan
otot pada anggota gerak bawah dengan 30 second chair stand test pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta
Timur tahun 2023.
1.4.4 Manfaat Bagi Rumah Sakit / Klinik Kesehatan
Sebagai referensi dalam memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga tentang hubungan keseimbangan statis dan kekuatan otot pada
anggota gerak bawah lansia.
1.4.5 Manfaat Bagi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung,
Jakarta Timur
Meningkatkan peran dari Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1
Cipayung, Jakarta Timur tahun 2023 dalam memberikan motivasi
kepada lansia untuk melakukan dan mengikuti berbagai kegiatan serta
meningkatkan kualitas program kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur tahun 2023.

13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia)


2.1.1 Definisi Lansia
Gerontologi berasal dari Bahasa Yunani, yakni geros artinya tua
dan logos artinya ilmu. Oleh Karena Itu Gerontologi dapat di definisikan
sebagai ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang terjadi
pada lansia (Dahlan, 2018). Dalam periode kehidupan manusia, ada
rangkaian tahapan yang harus dilalui oleh setiap manusia. Tahapan
tersebut dinamakan daur hidup atau siklus hidup manusia. Siklus hidup
manusia dimulai dari masa kehamilan, menyusui, bayi, anak-anak,
remaja, dewasa, lanjut usia sampai meninggal dunia (Ratnawati, 2017).
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan
yang maksimal, setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan
berkurangnya jumlah sel-sel yang ada didalam tubuh, penurunun fungsi
secara perlahan-lahan, hal ini masuk dalam proses penuaan (Maryam et
all., 2009).
Proses penuaan (Aging process) merupakan suatu proses biologis
yang tidak dapat dihindari dan akan dialami seiring pertambahan usia.
Akan terjadi proses menghilangnya secara perlahan (gradual) jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta dalam
mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap
cedera (Retnaningsih, 2018).
Lansia merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia yang
merupakan bagian dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat
dihindari dan akan dialami oleh setiap individu (Masruroh, Rosadi, and
Wardojo, 2016). Lansia adalah seseorang yang telah berusia lebih dari 60
tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017). Indonesia mulai
memasuki periode aging population, dimana terjadi peningkatan umur
harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lansia.

14
Meningkatnya jumlah penduduk lansia menjadi sesuatu yang tidak dapat
dihindari mengingat banyak dari mereka yang saat ini masih berusia
produktif dalam beberapa tahun yang akan datang akan berusia lanjut
atau pensiun. Untuk itu, perlu persiapan serius serta dukungan dari
berbagai elemen, baik pemerintah maupun masyarakat, sehingga
persentase yang akan menjadi lansia nantinya dapat menjadi lansia
tangguh dan terjamin kehidupannya di hari tua (Badan Pusat Statistik,
2020).
Pada lansia terjadi proses penurunan kemampuan fungsi organ dan
sistem tubuh yang bersifat fisiologis yang merupakan akibat dari proses
penuaan, seperti perubahan organ tubuh, penampakan kulit dan wajah,
perubahan penglihatan, perubahan kognitif, dan perubahan kualitas dan
kuantitas otot (Deniro, Sulistiawati, and Widajanti, 2017). Hal ini
ditandai dengan penurunan kuantitas dan kualitas otot yang
mengakibatkan terjadinya perlambatan gerakan dan penurunan kekuatan,
hilangnya massa dan kekuatan otot karena atrofi, hilangnya serat otot
yang terkait dengan hilangnya unit motorik, dan penurunan kualitas otot
secara bersamaan (Ryall et al., 2008) (Judith M, Wilkinson, 2012).
Penuaan merupakan suatu proses alamiah dalam hidup ini, tidak
mungkin di tolak ataupun di tunda. Penuaan akan diikuti pula dengan
penurunan fungsi-fungsi tubuh yang tentunya membuat penduduk usia
tua berkurang produktivitasnya (DR, Andhi Santika, et al., 2020). Proses
penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan tubuh untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi
normal agar dapat bertahan terhadap lingkungan aktivitasnya (Darmojo
B, 2013).
Lansia yang mengalami penurunan keseimbangan postural akan
sangat beresiko untuk terjadinya jatuh. Jatuh adalah ketidakmampuan
untuk mempertahankan pusat kekuatan anti gravitasi pada dasar
penyanggah tubuh (misalnya, kaki saat berdiri), atau memberi respon
secara cepat pada setiap perpindahan posisi atau keadaan statis (Lazdia
dkk, 2018). Saat ini, jatuh adalah penyebab utama cedera dan kematian

15
pada orang berusia di atas 65 tahun (Park et all, 2018). Telah ditunjukkan
bahwa di antara orang dewasa yang lebih tua berusia 65-74 tahun, 25%
mengalami jatuh setiap tahun, meningkat menjadi 29% di antara mereka
yang berusia 75-84 tahun dan hingga 39% pada orang dewasa yang lebih
tua di atas 85 tahun (Bergen et all, 2016). Peningkatan jumlah penduduk
lansia di masa depan dapat membawa dampak positif maupun negatif.
Akan berdampak positif apabila penduduk lansia berada dalam keadaan
sehat, aktif, dan produktif. Disisi lain peningkatan jumlah penduduk
lansia akan menjadi beban apabila lansia memiliki masalah penurunan
kesehatan, penurunan fisik, psikis, dan sosial, dan keterhambatan yang
akan dialami seiring dengan proses penurunan akibat dari proses menua
(Kementerian Kesehatan RI, 2017).
2.1.2 Klasifikasi Lansia
Di Indonesia lanjut usia adalah usia 60 tahun keatas. Menurut
Badan Pusat Stastistik Provinsi Jambi (BPS, 2023), lansia merupakan
seseorang yang mencapai usai 60 tahun ke atas, kategori usia yaitu 40-59
tahun merupakan pra lansia, usia 60-69 tahun merupakan lansia muda,
usia 70-79 tahun merupakan lansia madya, dan 80-89 tahun merupakan
lansia tua. Secara fisiologis pada lansia semakin meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia. Menurut Kementrian Kesehatan RI, 2015
Lanjut Usia dikelompokkakn menjadi usia lanjut (60-69 tahun) dan usia
lanjut dengan resiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan). Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60
tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).
2.1.3 Prevalensi Lansia
Jumlah Lansia di Negara Jepang mencapai rekor tertinggi di dunia
dimana angka 29,1 persen dari persentase data yang dirilis pada tahun
2021 memperkirakan populasi lansia berusia 65 tahun ke atas di negeri
matahari terbit 36,4 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 220.000 dari tahun
2020. Dimana jumlah lansia berusia 100 tahun atau lebih di Jepang
sebanyak 80.450 orang atau 9.176 lebih banyak dari tahun lalu atau

16
setara dengan satu orang dari setiap 1.565 orang. (Menurut data yang
dirilis dari Kementrian dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, 2021).
Jumlah penduduk lansia di Indonesia terdapat 30,16 juta jiwa, yang
berumur 60 tahun keatas mencapai 11,01% dari total penduduk
Indonesia yang berjumlah 273,88 juta jiwa, yang berusia 60-64 tahun
sebanyak 11,3 juta jiwa (37,48%), lansia berusia 65-69 tahun berjumlah
7,77 juta (25,77%), yang berusia 70-74 berjumlah 5,1 juta penduduk
(16,94%), dan lansia yang berusia di atas 75 tahun berjumlah 5,98 juta
(19,81%) (Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(Dukcapil), 2021).
Berdasarkan data diatas diantara negara Indonesia dan Jepang
bahwa jumlah lansia yang paling banyak adalah negara Jepang dan
jumlah umur lansia yang hidup negara Jepang dengan usia 100 tahun
atau lebih dengan jumlah 80.450 orang bahkan lansia di Jepang yang
masih bekerja 9,06 juta orang pada 2020. Angka ini merupakan
peningkatan tertinggi dalam 17 tahun terakhir dengan rasio terhadap
jumlah total orang yang bekerja 13,6 persen dan merupakan rekor
tertinggi di seluruh dunia.
2.1.4 Perubahan pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan
pada diri manusia tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,
sosial dan seksual (Lilik M, 2011). Terjadi perubahan fungsi
kemampuan organ-organ tubuh dan sistem tubuh bersifat fisiologis
dan hal ini terkait dengan proses menua. Proses penuaan yang terlihat
dari umur 45 tahun kemudian masalah timbul pada umur 60 tahun
Merry, 2008 dikutip dalam Henriques, 2018). Lansia mengalami
perubahan-perubahan fisik diantaranya sistem sensoris, sistem indra
penglihatan, sistem pendengaran, sistem perabaan, sistem integumen,
sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem pencernaan dan
metabolisme, dan sistem muskuloskeletal; perubahan fisiologis,
perubahan kognitif, perubahan psikososial, perubahan ingatan atau

17
memori, dan perubahan spiritual (Lilik M, 2011 didalam
Retnaningsih, 2018). Perubahan yang dialami lansia, antara lain:
2.1.4.1 Perubahan Fisik
2.1.4.1.1 Sistem Sensoris
Perubahan sistem sensoris yang terjadi pada
lansia adalah penurunan pada persepsi sensoris yang
dimiliki pada setiap indra dan merupakan kesatuan
integrasi dari persepsi sensori (Sunaryo et al, 2016).
2.1.4.1.2 Sistem Indra Penglihatan
Mata terlihat kurang bersinar dan cenderung
mengeluarkan kotoran yang menumpuk di sudut
mata, kebanyakan presbiopi, atau kesulitan melihat
jarak jauh atau dekat berkurang, menurunnya
akomodasi karena menurunnya elastisitas mata
(Ratnawati Emmelia Ns, 2017). Pada mata bagian
dalam perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil
menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan
terhadap akomodasi, lensa menguning dan menjadi
lebih burem mengakibatkan katarak, sehingga
mempengaruhi kemampuan untuk menerima dan
membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama
(Retnaningsih, 2018). Terjadi kekeruhan pada lensa
menyebabkan katarak, timbulnya sclerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, hilangnya daya
akomodasi, menurunnya kemampuan membedakan
warna biru dan hijau, meningkatnya ambang,
pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya
remang, kornea lebih berbentuk bola (DR.
Abednego Bangun, 2014). Pandangan dalam area
yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan

18
berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap)
menempatkan lansia pada resiko cedera. Sementara
cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan
membatasi kemampuan untuk membedakan objek-
objek dengan jelas, semua hal itu dapat
mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia
sehingga dapat menyebabkan lansia jatuh
(Retnaningsih, 2018).
2.1.4.1.3 Sistem Indera Pendengaran
Terjadinya gangguan dalam pendengaran
(Presbiakusis yaitu gangguan dalam pendengaran
pada telinga dalam terutama terhadap bunyi keras,
nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi diatas umur 65
tahun. Terjadinya otosklerosis akibat atropi
membrane timpani. Terjadinya pengumpulan
serumen dapat mengeras karena meningkatnya
keratin. Terjadinya perubahan penurunan
pendengaran pada lansia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress (Retnaningsih, 2018).
2.1.4.1.4 Sistem Indra Perabaan
Perubahan pada perabaan pada lansia
dipengaruhi oleh perubahan penglihatan dan
perubahan pendengaran. Perubahan akan sentuhan
dan sensasi taktil pada lansia akibat proses penuaan
yang diakibatkan oleh berkurangnya kontak fisik
dengan lansia (Sunaryo et al, 2016). Lansia terjadi
kehilangan sensasi dan propiosepsi informasi yang
mengatur pergerakan tubuh dan posisi.
2.1.4.1.5 Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur,
tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan

19
kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi
glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul
pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan
liver spot (Retnaningsih, 2018). Permukaan kulit
kasar dan bersisik karena kehilangan proses
keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-
bentuk sel epidermis, rambut dalam hidung dan
telinga menebal, keriput dan mengkerut karena
kehilangan keratinisasi, kulit kepala dan rambut
menjadi menipis, rambut berwarna kelabu, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, berkurangnya elastisitas
akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kelenjar
keringat berkurang jumlah dan fiungsinya (DR.
Abednego Bangun, 2014)
2.1.4.1.6 Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada
lansia adalah massa jantung bertambah, ventrikel
kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan
jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena
perubahan jaringan ikat dan penumpukan lipofusin,
klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat (Azizah, 2011). Terjadinya
penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung
menebal dan menjadi kaku, menurunnya
kemampuan jantung untuk memompa darah
sehingga menyebabkan gangguan kontraksi dan
volume jantung, kehilangan elastisitas pembuluh
darah dan kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang
dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari
tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri) yang dapat

20
mengakibatkan pusing mendadak, Tekanan darah
meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer (DR. Abednego Bangun, 2014).
Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang
sehingga kapasitas paru menurun.
2.1.4.1.7 Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan
ikat paru, kapasitas total paru tetap tetapi volume
cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi
kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi
torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu
dan kemampuan peregangan toraks berkurang
(Retnaningsih, 2018). Di dalam sistem pernafasan,
terjadi pendistribusian tulang kalsium pada tulang
iga yang kehilangan banyak kalsium dan sebaliknya
tulang rawan costa banyak kalsium. Hal ini
berhubungan dengan perubahan postural yang
menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru.
Berdasarkan alasan ini, lansia mengalami salah satu
hal terburuk yang dapat di lakukan yaitu istirahat di
tempat tidur dalam waktu lama. Perubahan dalam
sistem pernapasan membuat lansia lebih rentan
terhadap komplikasi pernapasan akibat istirahat
total, seperti infeksi pernafasan akibat penurunan
ventilasi paru (Azizah, 2011).
2.1.4.1.8 Sistem Pencernaaan dan metabolisme
Perubahan yang terjadi meliputi kehilangan
gigi, penyebab utama periodontal disease yang bisa
terjadi setelah 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
Indera pengecap menurun, adanya iritasi yang

21
kronis, dari selaput lendir, atropi indera pengecap
80%, hilangnya sensitivitas dari saraf pengecap
dilidah terhadap rasa asin, asam dan pahit. Pada
lambung rasa lapar menurun (sensitifitas lapar
menurun), asam lambung menurun, waktu
pengosongan lambung menurun. Peristaltik
melemah dan biasanya konstipasi. Fungsi absorpsi
melemah, Liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya
aliran darah (Retnaningsih, 2018).
2.1.4.1.9 Sistem Saraf
Sistem saraf pada lansia mengalami penurunan
akibat proses penuaan, dimana hal tersebut
menyebabkan terjadinya penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Penuaan akan menyebabkan terjadinya penurunan
fungsi kognitif, koordinasi, keseimbangan dan
kekuatan otot, reflex, penurunan propioceptif,
konduksi saraf perifer melambat, dan peningkatan
waktu reaksi, penurunan persepsi sensorik dan
respon motorik, hal ini terjadi karena susunan saraf
pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis
dan biokimia, dimana berat otak berkurang karena
berkurangnya kandungan protein dan lemak pada
otak (Azizah, 2011). Berat otak menurun 10-20%,
respon lambat, hubungan antara persyarafan
menurun, mengecilnya syaraf panca indera sehingga
mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan
dan pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan
perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan
tubuh terhadap suhu dingin rendah, kurang sensitive
terhadap sentuhan (Retnaningsih, 2018). Akson,

22
dendrit dan badan sel saraf banyak mengalami
kematian, sedang yang hidup banyak mengalami
perubahan. Dendrit yang berfungsi untuk
komunikasi antar sel mengalami perubahan yang
lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel. Daya
hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga
gerakan menjadi lamban. Akson dalam medulla
spinalis menurun 37% (Retnaningsih, 2018).
2.1.4.1.10Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia
antara lain:
1) Jaringan penghubung (Kolagen)
Kolagen sebagai pendukung utama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalami perubahan menjadi bentangan yang
tidak teratur dan penurunan pada jaringan
kolagen, merupakan alasan penurunan mobilitas
pada jaringan tubuh. Sel kolagen mencapai
puncaknya karena penuaan, kekakuan dari
kolagen mulai menurun (Retnaningsih, 2018).
Perubahan pada kolagen tersebut merupakan
penyebab turunnya fleksibiltas pada lansia
sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri,
penurunan kemampuan untuk meningkatkan
kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke
berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Upaya
fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut
adalah memberikan latihan untuk menjaga
mobilitas (Retnaningsih, 2018).
2) Kartilago

23
Jaringan kartilago pada persendian menjadi
lunak dan mengalami granulasi sehingga
permukaan sendi menjadi rata, kemudian
kemampuan kartilago untuk regenerasi
berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung kearah progresif. Proteoglikan yang
merupakan komponen dasar matriks kartilago
berkurang atau hilang secara bertahap sehingga
jaringan fibril pada kolagen kehilangan
kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung
mengalami fibrilasi (erosi/pengikisan). Fungsi
dari kartilago menjadi tidak efektif dan tidak
hanya sebagai peredam kejut, tetapi sebagai
permukaan sendi yang berpelumas.
Konsekuensinya kartilago pada persendiaan
menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan
tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu
berat badan Akibat perubahan tersebut sendi
mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri,
keterbatasan gerak dan terganggunya aktivitas
setiap hari (Retnaningsih, 2018)
3) Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang setelah
diamati adalah bagian dari penuaan fisiologis,
Trabekula longitudinal menjadi tipis dan
Trabekula transversal menjadi terabsorbsi
kembali. Sebagai akibat perubahan itu, jumlah
tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan lain
yang terjadi adalah penurunan estrogen sehingga
produksi osteoklas tidak terkendali, penurunan
penerapan kalsium di usus, peningkatan kanal
haversi sehingga tulang keropos. Berkurangnya

24
jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhan
menyebabkan kekakuan dan kekuatan tulang
menurun (Sulaiman, 2020). Tulang kehilangan
cairan dan rapuh, pergerakan pinggang, lutut dan
jari-jari menjadi terbatas (DR. Abednogo, 2014).
Hal ini mengakibatkan osteoporosis dan lebih
lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan
fraktur. Latihan fisik dapat diberikan sebagai
cara untuk mencegah adanya osteoporosis
(Retnaningsih, 2018).
4) Otot
Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot,
peningkatan jaringan penghubung dan jaringan
lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
Dampak perubahan morfologis pada otot adalah
penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas,
peningkatan waktu reaksi dan penurunan
kemampuan fungsional otot (Sulaiman, 2020).
Atrofi serabut (otot-otot serabut mengecil)
sehingga memperlambat gerak, otot-otot kram
dan menjadi tremor, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis (DR. Abednogo,2014).
Untuk mencegah perubahan lebih lanjut, dapat
diberikan latihan untuk mempertahankan
mobilitas (Azizah,2011).
5) Sendi
Pada lansia jaringan ikat sekitar sendi
seperti tendon, ligament dan fasia mengalami
penurunan elastisitas. Ligament, kartilago, dan
jaringan periartikular mengalami penurunan
daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi,
erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul

25
sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya
sehingga terjadi penurunan luas dan gerak sendi
(Sulaiman, 2020). Kelainan tersebut dapat
menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri
dan kekakuan sendi, gangguan jalan dan aktifitas
keseharian lainnya. Upaya pencegahan
kerusakan sendi antara lain dengan memberi
teknik perlindungan sendi dalam beraktivitas
(Retnaningsih, 2018).
2.1.4.2 Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia ini yaitu
perubahan pada kulit seperti terjadinya keriput, penurunan
pendengaran, penurunan penglihatan dan penipisan rambut
atau berubahnya warna rambut.
2.1.4.3 Perubahan Kognitif
Perubahan kognitif pada lansia dapat berupa sikap yang
semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau
tamak bila memiliki sesuatu. Bahkan cenderung ingin
mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap
berwibawa. Mereka mengharapkan tetap memiliki peranan
dalam keluarga maupun masyarakat. (Ratnawati, 2017).
2.1.4.4 Perubahan Psikososial
Perubahan psikologis pada lansia merupakan masalah
dan reaksi dari masing-masing individu dalam beragam
reaksi yang muncul, berupa adanya perasaan tidak aman,
merasa berpenyakitan, takut, bingung, panik, dan depresi
(Cahyaningrum et al., 2022).
2.1.4.5 Perubahan Ingatan (memory)
Pada lanjut usia, daya ingat (memory) merupakan salah
satu fungsi kognitif yang seringkali paling awal mengalami
penurunan. Ingatan jangka panjang (Long term memory)
kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka

26
pendek (short term memory) atau seketika 0-10 menit
memburuk. Lansia akan kesulitan dalam mengungkapkan
kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik
perhatiannya dan informasi baru seperti TV dan Film.
2.1.4.6 Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam
kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari (Retnaningsih, 2018).

2.2 Keseimbangan
2.2.1 Definisi Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan postur
tubuh ketika ditempatkan di berbagai posisi. Keseimbangan diartikan
kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass)
atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of
support) (Sulaiman, 2020).
Keseimbangan tubuh adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan tubuh dengan stabilitas ketika di tempatkan di berbagai
posisi (Priyanto and Putra, 2019). Keseimbangan juga bisa diartikan
suatu kemampuan untuk mempertahankan posisi badan secara tepat saat
melakukan gerakan secara cepat sesuai dengan keadaan yang dialami
saat itu (Zulvikar, 2016).
Pada keseimbangan, membutuhkan koordinasi dari input sensori
berupa 3 sistem yang terintegrasi yakni sistem penglihatan atau visual,
sistem somatosensori, dan sistem vestibular serta integrasi dari
sensorimotor yang berfungsi untuk memproses informasi sensoris yang
masuk pada basal ganglia, serebelum atau pada area gerak tambahan
yang kemudian akan menghasilkan gerakan (I Putu Aditya et all, 2022).
Kombinasi berbagai gangguan ini dapat mengakibatkan keterlambatan
gerak dan kaki cenderung tampak goyah dan tidak dapat menapak
dengan kuat yang berarti dari proses menua tersebut seseorang akan

27
dapat mengakibatkan risiko keseimbangan yang buruk (Hadhisuyatmana,
2018).
Keseimbangan sangat berpengaruh pada aktivitas fungsional sehari-
hari, mulai dari posisi duduk, berdiri, berjalan, dan berlari. Pada posisi
berjalan keseimbangan akan mempengaruhi postur agar tetap seimbang
sehingga berjalan akan menjadi lebih stabil. Berjalan adalah gerakan
dinamis yang dipengaruhi oleh keseimbangan statis dan dinamis
(Heyward, Vivian dan Gibson, 2014). Keseimbangan berdiri diartikan
sebagai kemampuan untuk berdiri tanpa bantuan, tanpa terjatuh atau
merubah dasar penyangga atau tanpa menggunakan tangan.
Keseimbangan pada lanjut usia berhubungan dengan sikap
mempertahankan keadaan keseimbangan ketika sedang diam atau sedang
bergerak. Lanjut usia yang mempunyai kebugaran jasmani dituntut untuk
tidak tergantung pada orang lain, maka diharapkan masih bisa tetap
berdiri dan berjalan dengan baik. (Sumintarsih, 2006 dalam Cahyoko
dkk, 2016).
2.2.2 Definisi Keseimbangan Statis
Keseimbangan statis adalah kemampuan yang seseorang butuhkan
agar bisa mempertahankan tubuhnya tanpa bergerak atau dalam posisi
diam. Keseimbangan pada dasarnya berupa kemampuan seseorang dalam
memelihara pusat massa tubuhnya dengan menjaga batasan stabilitas
berdasarkan pusat dasar penyangga. Usia yang semakin bertambah
seringkali menurunkan keseimbangan tubuh. Pada lansia memiliki
keseimbangan yang berbeda. Selain usia, faktor lain yang mempengaruhi
keseimbangan statis adalah jenis kelamin, pusat gravitasi, bidang tumpu,
garis gravitasi, indeks masa tubuh, kekuatan otot, dan tekanan darah. Hal
ini jelas terlihat pada lansia karena memiliki perbedaan letak pusat
gravitasi yaitu tinggi badan lansia. Lansia laki laki mempunyai pusat
gravitasi sekitar 56%, sedangkan perempuan hanya 55%. Letak pusat
gravitasi perempuan relatif lebih rendah karena panggul dan paha lebih
berat, ukuran kaki juga lebih pendek (Sinta Desi Arini, 2023).

28
2.2.3 Manfaat Keseimbangan Statis Pada Lansia
Keseimbangan statis dapat dicapai oleh kemampuan tubuh untuk
mempertahankan posisi lanjut usia pada saat posisi tegak agar tetap
seimbang saat diam (statik) dengan mengatur Center of Gravity (COG)
agar tetap berada dalam posisi tegak di atas landasan penopang tubuh.
Manfaat dari keseimbangan statis adalah menjaga postur tubuh
saat awal gerakan dari posisi duduk ke berdiri dan mempertahankan
pusat massa tubuh menjadi seimbang dengan titik tumpu serta
menstabilkan bagian tubuh saat bagian tubuh lainnya bergerak.
Interaksi kompleks antara interaksi sistem sensorik (vestibular, visual,
dan somatosensori termasuk propioseptor) dan muskuloskeletal (otot,
sendi dan jaringan lunak lainnya) yang dimodifikasi atau diatur di otak
(kontrol motorik, area sensorik, ganglia basal, otak kecil, dan asosiasi)
sebagai respons terhadap perubahan kondisi eksternal dan internal
diperlukan dalam mekanisme pengaturan keseimbangan statis.
Keseimbangan statis dapat dimaksimalkan dengan meningkatkan kerja
sistem musculoskeletal antara lain pergerakan otot ekstrimitas bawah
dan otot postural (Fatarudin Rois, 2018).
2.2.4 Jenis-jenis Keseimbangan
Keseimbangan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
2.2.4.1 Keseimbangan statis
Keseimbangan statis adalah ialah kemampuan untuk
mempertahankan posisi dan sikap tetap di tempat, biasanya ruang
geraknya sangatlah kecil contohnya berdiri diatas papan
keseimbangan dengan satu kaki dan mata tertutup/mata terbuka
dan mempertahankan keseimbangan (Sulaiman, 2020).
Keseimbangan statis yaitu kemampuan seseorang berada dalam
ruang gerak sangat kecil, misal berdiri di dasar yang sempit, dan
mempertahankan keseimbangan setelah berputar di tempat (Dr.
Ida Bagus Wiguna, 2017). Keseimbangan statis adalah
kemampuan untuk menahan postur tanpa gerakan, seperti saat
duduk atau berdiri (Supriyono, 2015).

29
2.2.4.2 Keseimbangan Dinamis
Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan di
berbagai posisi. Keseimbangan dinamis melibatkan kontrol tubuh
karena tubuh bergerak, seperti posisi duduk ke posisi berdiri
dalam ruang (National Throws Coaches Association) (Supriyono,
2015). Keseimbangan dinamis yaitu kemampuan seseorang untuk
bergerak dari suatu titik ke titik lain, atau dari satu ruang ke
ruang yang lain dengan tetap mempertahankan keseimbangan
(Dr. Ida Bagus Wiguna, 2017). Keseimbangan melibatkan
berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh
sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Keseimbangan
merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi sistem sensorik
(vestibular, visual, somatosensorik termasuk propioceptor) dan
musculoskeletal (otot, sendi, jaringan lunak) yang diatur dalam
otak (kontrol sensorik, motorik, basal ganglia, cerebellum, area
asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi eksternal
dan internal (Sulaiman, 2020). Hal ini dipengaruhi juga oleh
faktor lain seperti usia, motivasi, kondisi lingkungan, kelelahan,
dan pengaruh obat (Sulaiman, 2020).
2.2.5 Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan
kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari
faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan
keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah
menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk
mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang
tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain
bergerak (Irfan, 2016). Dalam posisi tegak untuk mempertahankannya
memerlukan integrasi sistem vestibular, visual, dan propioseptif dalam
memberikan informasi ke sistem saraf pusat sebagai proses, dan sistem
neuromuskuloskeletal sebagai efektor adaptasi dalam perubahan postur

30
dan posisi secara cepat. Kontrol postur yang normal yang tergantung
pada empat sistem yang berbeda dan antara ke empat sistem tidak saling
bergantung. Dalam sistem tersebut dibentuk oleh visual, propioseptif
atau somatosensorik, vestibular dan diintegrasikan oleh pusat sensorik
(Noohu et al, 2014). Seseorang yang berdiri diatas permukaan yang diam
visual yang stabil, maka input visual dan somatosensorik mendominasi
kontrol orientasi dan keseimbangan karena sistem visual dan vestibular
lebih sensitif terhadap perubahan posisi yang lebih lambat sedangkan
jika seorang yang berdiri di atas permukaan yang bergerak atau miring,
otot-otot batang tubuh dan tungkai bawah berkontraksi dengan cepat
untuk memulihkan pusat gravitasi tubuh ke posisi seimbang. Perubahan
posisi yang cepat terutama dikompensasi oleh sistem propioseptif, bahwa
kekuatan anggota gerak bawah adalah faktor yang penting dari fungsi
sensorimotorik dalam membantu mobilisasi karena akibat dari
penurunan kekuatannya dapat berhubungan dengan kejadian jatuh
(Maryam, 2009).
2.2.6 Komponen Pengontrol Keseimbangan
Keseimbangan dipengaruhi oleh komponen-komponen
keseimbangan yaitu sistem informasi sensoris (meliputi visual, vestibular
dan somato sensoris), respon otot postural yang sinergis, kekuatan otot,
sistem adaptif, dan lingkup gerak sendi (Munawwarah, M. dan Rahmani,
N. A., 2015). Proprioseptif berkaitan dengan kesadaran mengenai
orientasi dan posisi segmen tubuh. Sistem proprioseptif yang
memberikan informasi ke saraf pusat mengenai posisi tubuh melalui
sendi, tendon, otot, ligament, dan kulit, mengalami gangguan sehingga
turut berperan pada terjadinya gangguan keseimbangan. Melemahnya
kekuatan otot akibat inaktivitas, tidak digunakannya otot, dan
deconditioning dapat berperan pada terjadinya gangguan cara berjalan
serta memperbaiki posisi setelah kehilangan keseimbangan. Terjadinya
penurunan kekuatan otot akibat proses penuaan, bahkan pada lansia yang
sehat dan aktif (Munawwarah, M. dan Rahmani, N. A., 2015).

31
Penulis berpendapat bahwa komponen keseimbangan statik
termasuk komponen yang paling berperan dalam menetapkan posisi dan
gerakan tubuh, mulai dari duduk, jongkok, berdiri, jalan, berlari,
melompat dan berbagai gerakan tubuh lainnya. Makin keseimbangan
statik tubuh lansia tersebut tentu saja akan berdampak kekuatan otot pada
anggota gerak bawah makin tinggi. Pada keseimbangan membutuhkan
koordinasi dari input sensori berupa tiga sistem yang terintegrasi yakni
sistem penglihatan, sistem somatosensori dan sistem vestibular serta
integrasi dari sensori motor yang berfungsi untuk memproses informasi
sensoris yang masuk pada basal ganglia, serebellum yang kemudian
menghasilkan Gerakan seperti duduk berdiri, berlari dan berjalan (I Putu
Aditya Pradana Putra Muliawan, Ip Darmawijaya, et all, 2022))
Komponen pengontrol keseimbangan pada lansia, terdiri atas:
1. Sistem informasi sensori ada tiga macam, yaitu:
a. Sistem Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris.
keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan
membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk
mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh
selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga
merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan
tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk
mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan
tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima
sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2016).
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan
atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan
aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh. Dengan informasi Visual,
maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap
perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga sistem
visual langsung memberikan informasi agar sistem

32
muskuloskeletal (otot dan tulang) dapat bekerja secara sinergis
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan, 2016).
b. Sistem Vestibular
Sistem Vestibuler merupakan sistem reseptor yang terletak
di telinga bagian dalam dan memberikan informasi mengalami
gerakan kepala dan gerakan mata. Hal ini dimungkinkan untuk
melihat arah dan kecepatan gerakan kepala berkat sistem
vestibular, yang digabungkan dengan sistem visual dan
pendengaran. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis
semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem
sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem
labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan
perubahan sudut. Mampu mengontrol gerak mata, terutama
ketika melihat obyek (benda-benda) yang bergerak melalui
refleks vestibulo-occular. Mereka meneruskan pesan melalui
saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di
batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular
tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks
serebri (Watson, 2016). Nukleus vestibular menerima masukan
(input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum.
Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor
neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang
menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan
otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular
bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan
keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Irfan,
2016). Vertigo dan kelainan keseimbangan lainnya dapat
disebabkan oleh masalah fungsi vestibular (Vseteckova, 2017).
Neuron vestibular berkurang baik jumlah dan ukuran serat saraf
dengan penuaan, dimulai pada usia sekitar 40 tahun. Orang diatas
70 tahun, mungkin telah kehilangan 40% dari sel sensorik dalam

33
sistem vestibular. Dengan penuaan yang lebih lanjut, sensitivitas
reseptor perifer sistem vestibular berkurang (Vseteckova, 2017).
c. Sistem Somato sensoris (Propioseptif)
Somatosensoris memberikan informasi tentang posisi tubuh,
gerakan tubuh, dan informasi permukaan tumpuan. Sistem ini
sangat penting untuk keseimbangan dan kontrol motor,
menyediakan informasi yang berkaitan dengan kontak tubuh dan
posisi (Všetečková, 2017). Sistem somatosensoris terdiri dari
taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi
propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medulla
spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju
serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri
melalui lemnikus medialis dan thalamus (Irfan, 2016).
Ini termasuk reseptor kulit yang memberikan informasi
tentang sentuhan, getaran dan reseptor otot yang memberikan
informasi tentang posisi tungkai dan tubuh. Reseptor otot juga
memberi sinyal perubahan posisi tungkai dan tubuh. Kontrol
gerakan bergantung pada informasi yang konstan dan akurat dari
sistem somatosensori. Reseptor kulit memberi sinyal ketika
rangsangan mekanis diterapkan ke permukaan tubuh. Jadi ketika
kulit dikontakkan dan terjadi perubahan tekanan pada kulit,
impuls saraf diarahkan ke pusat. Individu normal sering
mengalami hilangnya reseptor ini ketika mereka duduk dalam
posisi yang sama dalam waktu yang lama, membatasi suplai
darah ke tungkai bawah. Sensasi kulit mulai kurang sensitif
karena penuaan (Vseteckova, 2017). Kesadaran akan posisi
berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada
impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat
indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat
di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor
raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks

34
menjadi kesadaran akan posisi tubuh agar menjaga keseimbangan
(Irfan, 2016).

2.2.7 Hubungan Keseimbangan Statik Pada Lansia


Postur tubuh dalam menjaga keseimbangan menjadi hal utama bagi
lansia supaya mereka dapat tetap melakukan aktivitas sehari-hari. Lansia
sudah mengalami perubahan postur akan sangat kesulitan untuk
mengontrol keseimbangan karena pusat gravitasi (COG=Center Of
Gravity) hampir selalu berubah. Kontrol keseimbangan tegak akan
memposisikan kepala hingga kaki dalam posisi segaris (Gea, W, J, P et
al., 2018). Keseimbangan pada lansia dapat berpengaruh saat melakukan
berdiri satu tungkai mata terbuka dan tertutup hal ini membuktikan
bahwa bidang tumpu (Based Of Support – BOS) juga dapat
mempengaruhi keseimbangan pada lansia, Selain itu terdapat
ketidakseimbangan tubuh pada lansia biasanya terjadi karena ada
perubahan keselarasan tulang belakang dan aktivitas lansia, aktivitas
lansia yang sering melakukan olahraga dan lansia yang kurang olahraga
akan berbeda dari segi daya tahan keseimbangannya, aktivitas yang
berlebih dapat menyebabkan penggunaan otot postural berlebihan
sebagai tindakan kompensasi menyebabkan penggunaan energi yang
berlebihan, kelelahan dan nyeri.
Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan
memungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi
sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan
alignment tubuh. Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon
yang tepat (kecepatan dan kekuatan). suatu otot terhadap otot yang
lainnya dala melakukan fungsi gerak tertentu. Respon otot-otot postural
yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok
otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol
postur (Muthiah Munawwarah & Nurul Arifyanti Rahmani, 2015).

35
2.2.8 Otot anggota gerak bawah yang mempengaruhi keseimbangan
statik
Tabel 2.1 Nama otot - otot anggota gerak bawah yang bekerja pada
saat keseimbangan statik:

No Nama otot Fungsinya


1 Otot Tibialis Anterior Fungsi Tibialis
Anterior terhadap
stabilitas ankle untuk
memberikan stabilitas
pada tungkai bawah
dan memfasilitasi kaki
inversi oleh kontraksi
dan membantu dalam
ankle plantar fleksi itu

2 Extensor digitorum longus Otot ini berfungsi


sebagai fleksi pada
jari-jari kaki dan
membantu plantar
fleksi pada kaki

3 Peroneus longus Yang berfungsi atau


yang menghasilkan
gerakan pada kaki,
yang berkerja sama

36
dengan otot
gastrocnemius untuk
melakukan plantar
fleksi dan bekerja
sama dengan otot
peroneus longus dan
peroneus brevis untuk
menghasilkan gerakan
eversi pada kaki
4 Gastrokneumius fungsi eksentrik
(mengatur gerakan
dorso fleksi ankle dan
ekstensi knee join),
fungsi konsentrik
(gerakan Plantar flexi
ankle dan flexi knee),
dan fungsi isometrik
(sebagai stabilisasi
knee dan ankle joint,
kemudian
mempertahankan
keseimbangan
berdiri statis).
5 Soleus Otot yang digunakan
untuk berjalan dan
berdiri, dan bekerja
dengan cara
membakar lemak serta
glukosa menjadi
energi.

37
Tabel 2.2 Nama otot – otot anggota gerak atas yang bekerja
pada saat keseimbangan statik adalah:

No Nama otot Fungsi


1 Tensor fasiae latae Otot membantu menjaga
keseimbangan panggul
pada saat berdiri,
berjalan, atau berlari.
Menstabilkan pinggul
dalam ekstensi
(membantu gluteus
maximus selama ekstensi
pinggul)

2 Rectus femoris Terdapat di bagian paha


depan berfungsi sebagai

38
fleksi dan ekstensi lutut

3 Abductor Sartorius Untuk melenturkan dan


memutar pinggul serta
menekuk lutut. Ini adalah
otot terpanjang dalam
tubuh manusia.

4 Vastus lateralis Berfungsi sebagai fleksi


dan ekstensi lutut. Otot
Vastus Lateralis terletak
di sisi lateral paha. Otot
ini merupakan otot paha
depan terbesar yang
meliputi rektus femoris,
vastus intermedius dan
vastus medialis, Bersama
Bersama pada depan
bekerja pada lutut dan
pinggul untuk
meningkatkan gerakan
serta kekuatan dan

39
stabilitas seperti berjalan,
duduk berdiri, berlari,
dan melompat.
5 Vastus medialis Bertindak sebagai
stabilisasi dinamis dari
sisi medial. Fungsi Knee
Flexion, menarik patella
secara medial. Otot
Vastus Medialis terletak
di bagian paha dalam.

2.2.9 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Statik


Selain yang tersebut diatas, yaitu: Sensorimotor, visual dan
vestibular juga dipengaruhi oleh:
2.2.9.1 Pusat Gravitasi (COG / Center Of Gravity)
Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda,
pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat
gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan
mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu
ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang.
Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah

40
atau perubahan berat (Irfan, 2016). Pusat gravitasi manusia
ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan
dan belakang vertebra sakrum ke dua (S2) (Sulaiman &
Anggriani, 2018). Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh
empat faktor, yaitu: ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan
bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi
dengan bidang tumpu, serta berat badan (Irfan, 2016).
Pusat gravitasi pada tubuh sangat penting diperhatikan
untuk meningkatkan keseimbangan. Keseimbangan ini dapat
diperkuat dengan adanya otot-otot dari leher serta stabilitator
utama (core stability) dan juga otot tungkai yang merupakan
otot yang sangat penting untuk mempertahankan tubuh agar
tetap seimbang. Otot ini sangat penting untuk dilatih dan
diperkuat agar dapat mempertahankan keseimbangan tubuh
(Irfan,2016). Akan tetapi, apabila terjadi perubahan postur
tubuh maka titik pusat gravitasi juga akan berubah, sehingga
mengakibatkan keseimbangan tubuh ikut terganggu (Sulaiman
& Anggraini, 2018).

Gambar 2.1 Center Of Gravity


2.2.9.2 Garis Gravitasi (Line of Gravity / LOG)
Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis imajiner yang
berada vertikal melalui pusat gravitasi (center of gravity)
dengan pusat bumi. Line of gravity dan center of gravity
gravitasi terhadap bidang tumpu berhubungan dalam
menentukan derajat stabilitas tubuh (Sulaiman, 2020). Maka

41
dari itu, derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor
meliputi ketinggian dari titik pusat gravitasi terhadap bidang
tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan
bidang tumpu, dan berat badan (Sulaiman, 2020).

Gambar 2.2 Line Of Gravity


Sumber : Irfan, 2019

2.2.9.3 Bidang Tumpu (Base of Support / BOS)


Bidang tumpuan adalah permukaan dari tubuh yang
berhubungan dari tubuh yang berhubungan langsung dengan
permukaan tumpu. Jika gravitasi berada tepat pada bidang
tumpuan, otomatis tubuh seimbang. Besar kecilnya tumpuan
juga sangat berpengaruh pada stabilnya tubuh (Sulaiman, 2020).
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan
dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada
di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas
yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin
besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri
dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan
satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi,
maka stabilitas tubuh makin tinggi (Irfan,2016). Tubuh akan
tetap seimbang apabila garis gravitasi berada tepat di titik

42
tumpu. Maka dari itu, kebanyakan manusia dapat berdiri lebih
stabil dengan dua kaki daripada satu kaki.
Ketika line of gravity (LOG) berada tepat pada base of
support (BOS), maka tubuh dalam kondisi seimbang.
Permukaan tumpu adalah dasar tempat bertumpu atau berpijak
baik di lantai, tanah, balok, kursi, meja, tali atau tempat lainnya.
Luas area bidang tumpu menjadi penentu terciptanya stabilitas
yang baik. Semakin luas landasan bidang tumpu, juga semakin
dekat jarak bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka
stabilitas tubuh semakin maksimal “dapat dilihat pada gambar
4(A). Berdiri dengan kedua kaki akan jauh lebih stabil jika
dibandingkan berdiri dengan satu kaki “dapat di lihat pada
gambar 4(B) dan 4(C). Seperti halnya pada gambar 4(E)
stabilitas tubuh ketika dua tangan dan kaki berada di atas tanah
akan jauh lebih stabil jika dibandingkan dengan gambar 4(D)
yang hanya menggunakan satu tangan dan dua kaki.

Gambar 2.3 Base Of Support


Sumber : Irfan, 2019

2.2.9.4 Graund Reaction Force (GRF)


Selain faktor yang telah disebutkan diatas, faktor lain yang
mempengaruhi keseimbangan yaitu Ground Reaction Force
(GRF). Ground Reaction Force (GRF) adalah suatu kekuatan
reaksi dari bidang tumpu seperti lantai atau tanah yang sama
besarnya dan berlawanan arah dengan kekuatan tekanan tubuh
pada permukaan tumpuan melalui kaki. Ground Reaction Force

43
(GRF) bukanlah satu-satunya kekuatan pada aksi persendian
selama berjalan. Beban dan inersia dari suatu perpindahan
segmen mempunyai satu efek terhadap segmen distal serta
proksimal, menggerakkan kaki bagian atas mempengaruhi
pergerakan kaki bagian bawah (Irfan, 2016).
2.2.10 Hubungan Keseimbangan Statis Dengan Hipertensi pada Lansia
Hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang
berada di atas normal yaitu 180 mmHg untuk sistolik dan 100 mmHg
untuk diastolik. Penyakit ini masuk dalam katergori the silent disease
karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap penyakit hipertensi.
Diagnosis hipertensi ditetapkan setelah melakukan minimal tiga kali
pengukuran pada lebih dari dua waktu yang berbeda.
Lansia dengan hipertensi mengalami penurunan kontrol
keseimbangan dan disertai dengan gejala pusing. Hal tersebut merupakan
efek sistemik dari hipertensi yang berasal dari kerusakan arteri dan
sirkulasi mikro pada pusat postural keseimbangan dalam sistem saraf
pusat (SSP) yaitu otak kecil dan cochleovestibular sistem. Kontrol
tekanan darah, semakin menurun seiring dengan meningkatnya usia
seseorang.
Hipertensi dapat mempengaruhi keseimbangan postural akibat
terbentuknya lesi pada substansia alba bagian dalam. Substansia alba
merupakan regio otak yang berperan dalam transmisi potensial aksi dari
sistem saraf pusat menuju perifer.
Substansia alba adalah bagian pada regio otak yang berperan dalam
penyaluran potensial aksi dari sistem saraf pusat menuju sistem saraf
perifer. Pengaruh hipertensi terhadap substansia alba yaitu terbentuknya
lesi yang diperkirakan akibat hipoperfusi kronis pada bagian dalam dari
hemisfer serebri.
Hipertensi juga dapat mempengaruhi keseimbangan statik secara
negatif dengan merusak arteri besar dan menurunkan sirkulasi mikro di
area fungsional tertentu. Hal ini akan mengakibatkan gangguan
penerimaan stimulus dari struktur dan lingkungan perifer, sehingga

44
menurunkan kemampuan untuk mempertahankan postur tubuh yang
stabil (Anile C, De Bonis P, Di Chitico A, dkk, 2009). Selain itu,
perubahan tekanan darah yang cepat terlihat pada hipertensi dan
penurunan aliran darah secara tiba-tiba berikutnya juga dapat
mengganggu mekanisme untuk mengontrol keseimbangan postural
(Abate M, Di Iorio A, Pini B, dkk, 2009).
Awal dari semua penyakit komplikasi itu yaitu kehilangan
keseimbangan. Ketika tekanan darah tinggi naik, maka seseorang akan
kesulitan berjalan karena tengkuk, leher, dan punggung akan terasa berat
dan pegal. Ini disebabkan oleh kadar kolesterol yang langsung
menyerang syaraf keseimbangan akibatnya bisa langsung jatuh secara
tidak sadar tiba-tiba. Hasil penelitian Badan Kesehatan Sedunia (WHO)
menunjukkan hampir setengah dari kasus serangan jantung disebabkan
oleh tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang terus meningkat dalam
jangka panjang akan menyebabkan terbentuknya kerak (plak) yang dapat
mempersempit pembuluh darah koroner. Padahal pembuluh darah
koroner merupakan jalur oksigen dan nutrisi (energi) bagi jantung.
Akibatnya, pasokan zat-zat penting (esensial) bagi kehidupan sel-sel
jantung jadi terganggu. Pada keadaan tertentu, tekanan darah tinggi dapat
meretakkan kerak (plak) di pembuluh darah koroner. Serpihan-serpihan
yang terlepas dapat menyumbat aliran darah sehingga terjadilah serangan
jantung. Penderita tekanan darah tinggi berisiko dua kali lipat menderita
penyakit jantung koroner. Penyumbatan pembuluh darah diawali dengan
Stroke (Kemenkes RI, 2022).
2.2.11 Dampak Hipertensi Terhadap Keseimbangan Statis
Hipertensi juga dapat mengakibatkan gangguan kemampuan
penglihatan akibat retinopati (Polak BC, Meenken CI, Smulders YM,
2009).Retinopati hipertensi adalah kerusakan pada retina dan pembuluh
darah di sekitar retina yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi atau
hipertensi yang berarti hipertensi menyebabakan pembuluh darah di
retina menebal. Penebalan itu memicu penyempitan pembuluh yang
kemudian menghambat darah mengalir ke retina. Akhirnya fungsi retina

45
terganggu dan menimbulkan gangguan penglihatan (visual) (Dr. Monika
Yuke Lusiani Sp. M, 2019). Melalui input visual tubuh manusia dapat
berdapatasi terhadap perubahan yang terjadi di selitar lingkungan karena
sistem visual menangkap objek dan keadaan lingkungan sekitar,
kemudian sistem visual langsung mengirimkan informasi ke otak untuk
diolah kemudian otak mengirimkan informasi kembali ke sistem
muskuloskeletal agar sistem muskuloskeletal dapat bekerja secara
sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh pada saat tubuh
berada diobjek atau lingkungannya, sehingga tubuh tidak terjatuh baik
dalam kondisi diam maupun bergerak (Kolb, 2011) Pada sebagian besar
penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak
sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang
dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi pada penderita hipertensi
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal (Andra,
2007). Tidak ada tanda dan gejala spesifik yang dapat dihubungkan
dengan penyakit hipertensi, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa (Chung, 1995). Keluhan pokok pada hipertensi antara
lain pusing, migren, insomnia, rasa berat di tengkuk, epitaksis, tinitus,
penglihatan berkunang-kunang, palpitasi, nokturi, sering marah (Mubin,
2008). Bila tidak merasakan satu gejala pun tekanan darah tinggi, tidak
berarti tekanan darah tinggi tidak merusak sistem sirkulasi. Oleh karena
itu tekanan darah tinggi sering disebut sebagai The Silent Killer (Palmer,
2007). Ketidakseimbangan yang juga disebut ketidakmantapan,
ketidakstabilan, dan inkoordinasi, tanpa vertigo merupakan dizziness'
tersering (Thane, 1991). Gangguan keseimbangan dinyatakan sebagai
pasien merasa tidak seimbang (subyektif) dan atau pasien terlihat tidak
seimbang (obyektif) (Bronstein, 2006). Pasien sering mengeluhkan
pusing untuk menyatakan perasaan tidak seimbang sewaktu berdiri atau
berjalan serta dirasakan tidak ada hubungan dengan sakit kepalanya
(Joesoef 2002)

46
2.2.12 Hubungan Keseimbangan Statis Dengan Takikardia Pada Lansia
Takikardia atau takikardia merupakan kondisi denyut jantung di
atas normal. Pada manusia normal, jantung berdenyut dengan teratur
sebanyak 60-100 kali per menit. Takikardi terjadi bila jantung berdenyut
lebih dari 100 kali per menit, baik itu denyut secara teratur atau tidak
teratur. Bahwa denyut jantung istirahat lebih dari 100 dalam
keseimbangan maka jantung lemah berakibat resiko jatuh dan pingsan
Gejala Takikardia dimana detak jantung yang terlalu cepat dapat
menyebabkan aliran darah yang masuk ke jantung berkurang. Kondisi
ini membuat jantung jantung tidak memilki cukup darah untuk
dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya organ dan jaringan yang tidak
dialiri darah kekurangan oksigen.
2.2.13 Hubungan Keseimbangan Statis dengan Kekuatan Otot Pada
Anggota Gerak Bawah
Keseimbangan yang baik berarti individu tersebut dapat
mengontrol dan mempertahankan posisi tubuh dengan baik dan nyaman.
Balance merupakan aktifitas fisik yang dilakukan untuk
meningkatkan kestabilan tubuh dengan meningkatkan kekuatan otot
ekstremitas bawah (Nyoman, 2013). Keseimbangan yang baik ditunjang
oleh otot-otot anggota gerak bawah, sistem somato sensoris dan
penglihatan/visual, sensasi tubuh dari kulit, otot, kaki dan sendi, juga
sinyal yang berasal dari telinga bagian dalam yang mengatur
keseimbangan. keseimbangan statik lebih membutuhkan peran dari
proprioseptif yang memiliki fungsi sebagai reseptor sensoris yang
menyampaikan informasi tentang posisi sendi, tekanan dan regangan otot
menuju ke otak dan lebih sedikit membutuhkan peran dari kekuatan otot
ekstremitas bawah (Song et al., 2021). Respon keseimbangan yang
efektif dapat terjadi apabila adanya kekuatan otot yang baik disertai
dengan struktur mekanik yang cukup. Menurut Komang, 2023 bahwa
jika kekuatan otot anggota gerak bawah berkurang pasti akan
menyebabkan efektifitas dan efisiensi keseimbangan menurun.

47
2.2.14 Pemeriksaan Keseimbangan Statis dengan One Leg Standing Test
Salah satu alat ukur keseimbangan yang dapat digunakan oleh
lansia adalah One leg standing merupakan kemampuan berdiri dan
menumpu dengan satu tungkai atau berdiri dengan beban tubuh yang
disangga oleh satu tungkai saja. OLS merupakan salah satu tes
keseimbangan statis yang sangat popular dilakukan untuk pemeriksaan
pada lansia dengan gangguan keseimbangan. OLS diketahui sangat
membantu dalam mengidentifikasi lansia terhadap risiko jatuh dan
tingkat kemandirian pasien lansia (Ika Guslanda Bustam, 2021).
One leg standing, yang merupakan bentuk aktivitas fisik untuk
meningkatkan kestabilan tubuh dan propioseptif dimana akan
menginformasikan presisi gerak dan refleks muskular yang berkontribusi
pada pembentukan stabilitas dinamis sendi, jika stabilitas sendi baik
maka keseimbangan terjaga (Nugraha, 2016).
Alat ukur keseimbangan pada lansia dengan one leg standing
memenuhi syarat:
2.2.14.1. Sensibilitas menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
adalah kemampuan untuk menafsirkan rangsangan dari luar
atau dari dalam tubuh; kepekaan. Sensibilitas dalam one leg
standing adalah mekanisme one leg standing terhadap
keseimbangan statis adalah Ketika reseptor yang diterima oleh
retina, maka akan mengirimkan impuls ke otak yang akan
memberikan isyarat terhadap visual. Kemudian informasi pada
propioceptif dari kulit, otot, dan sendi akan melibatkan
reseptor sensorik yang sensitif terhadap tekanan pada jaringan
sekitarnya. Dengan setiap gerakan kaki, lengan, dan bagian
tubuh lainnya, reseptor sensorik akan merespon dengan
mengirimkan impuls ke otak. Informasi yang diberikan oleh
sensoris perifer adalah organ-mata, otot, dan sendi, dan dua
sisi vestibuler sistem dikirim ke batang otak. Dengan
informasi yang diterima maka akan diterima oleh otak kecil
(pusat koordinasi otak) dan korteks serebral (pemikiran dan

48
memori pusat). Kemudian cerebellum akan memberikan
informasi tentang gerakan otomatis yang telah dipelajari
terhadap gerakan tertentu. Kontribusi dari serebral sebelumnya
termasuk informasi, karna yang diperlukan untuk
menggunakan pola berbeda dari setiap gerakan. Sebagai
integrasi sensorik yang terjadi, batang otak akan mengirimkan
impuls ke otot-otot yang mengontrol gerakan mata, kepala dan
leher, batang, dan kaki sehingga memungkinkan seseorang
untuk baik menjaga keseimbangan dan memiliki tujuan yang
jelas saat bergerak. Sehingga otot yang bekerja pada latihan
tersebut otot pada extremitas bawah yaitu otot obliqus
externus, vastus lateralis, biceps femoris, tibialis anterior,
extensor digitorum longus, rectus femoris, sartorius, vastus
medialis, gastrocnemius, extensor-flexor halluces (Muthiah
Munawwarah & Nurul Arifyanti Rahmani, 2015).
2.2.14.2. Sensitivitis alat ukur adalah tingkat kepekaan alat ukur terhadap
perubahan besaran yang diukur (cepat menerima rangsangan).
Sensitivitis pada one leg standing dengan tujuan untuk menilai
control postural dan keseimbangan statis. Tes one leg standing
adalah penilaian keseimbangan yang banyak digunakan dalam
pengaturan klinis untuk memantau kondisi neurologis dan
muskuloskeletal. Tes akan mengukur status keseimbangan
bagi mereka yang beresiko tinggi untuk jatuh dan tingkat
kemandirian lansia (Ika Guslam Bustam, 2021). One leg
standing bertujuan untuk mengontrol stabilitas postural untuk
mengurangi luas based of support, dengan melatih
sensorimotor. Sistem saraf pusat bertugas utuk menerima
intput propioseptif dari one leg standing test, sehingga dapat
meningkatkan control neuromuscular pada otot dan sendi
dengan mengubah respon saraf eferen (Palmer, 2007)
2.2.14.3. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

49
melakukan fungsi ukurnya. Pengertian validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan
suatu instrumen. Prinsip validitas adalah pengukuran atau
pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam
mengumpulkan data dengan angka/score, waktu dan nilai
kategori.
Tabel 2.3 Validitas one leg standing (Claudia K, 2009).

Angka & Score Waktu Keterangan


0 tidak mampu
1 < 5 detik beberapa oleng, mengayun,
sedikit menggerakkan kaki.
2 > 5 detik paling tinggi (mampu berdiri
dengan satu kaki selama 5
detik tanpa berpegangan
dengan benda apapun sebagai
penopang

Jurnal lain mengatakan penilaian one leg standing pada


kelompok lansia apabila dinilai berdasarkan kemampuan lama
berdiri adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4 penilaian one leg standing pada kelompok lansia
apabila dinilai berdasarkan kemampuan lama berdiri :

No Usia Closed eyes Open eyes


1 60-69 years-old 2.8 seconds 26.9 seconds
2 70-79 years-old 2 second 18.3 seconds
Sumber: https://www.physio-pedia.com/Single_Leg_Stance_Test
2.2.14.4. test one leg standing murah/mudah dan cepat dilakukan oleh
lansia
2.2.14.5. test one leg standing bisa dilakukan secara massal (bersama-
sama), memiliki korelasi yang tinggi dan tidak memerlukan
alat yang khusus.

50
2.2.15 Nama otot- otot yang bekerja saat one leg standing test dibagi 4:
agonis, antagonis, sinergis, stabilisator:
2.2.15.1 Agonis: Otot agonis adalah jenis otot yang berkaitan dengan
gerakan tubuh. Disebut sebagai penggerak utama karena dapat
menghasilkan gerakan utama atau serangkaian gerakan melalui
kontraksi otot. Salah satu contoh gerak otot agonis adalah saat
Anda menekuk lutut
1. Fleksor Hip: Musculus Iliopsoas, vastus medialis, vastus
lateralis, tensor fasciae latae, Psoas Mayor, psoas minor,
rectus femoris, Sartorius (memposisikan hip 90 derajat
fleksi)
2. Adduktor Hip: Musculus Pectineus, adductor Brevis,
adductor longus, adductor magnus, gracilis.
3. Fleksi Knee: group otot Hamstring yaitu bicep femoris,
semitendinosus, semimembranosus otot-otot lain yang juga
berkontribusi ketika gerakan fleksi lutut yaitu
gastrocnemius, plantaris, popliteus, gracillis, dan sartorius
(memposisikan lutut 90 derajat fleksi)
4. Dorsi Fleksi ankle: otot Tibialis Anterior, ekstensor
digitorium longus, Fibularis tertius, ekstensor hallucis
longus (mengangkat telapak kaki ke atas)
2.2.15.2 Antagonis: otot antagonis bekerja secara berlawanan. Artinya
jika satu otot berkontraksi, maka otot lainnya relaksasi. Macam-
macam gerak otot antagonis diantaranya yaitu fleksi dan
ekstensi, adduksi dan abduksi, elevasi dan depresi, supinasi dan
pronasi, inversi dan eversi.
1. Ekstensor Hip: Otot adductor magnus, otot semitendinosus,
semimembranosus, dan biceps femoris longum terdiri dari
kelompok otot Hamstring. 
2. Otot Gluteus Maximus (meluruskan kaki di pinggul saat
kaki melangkah/berjalan, naik tangga atau melompat dari
posisi membungkuk) (dr. Rusbandi Sarpini, 2017).

51
3. Otot Gastrocnemius dan Soleus: untuk gerakan plantar
fleksi ankle
2.2.15.3 Sinergis : Kebalikan dari otot antagonis, otot sinergis adalah
dua otot yang bekerja secara bersamaan ketika kontraksi
maupun relaksasi
1. Gerakan Fleksi hip: Otot Quadriceps merupakan suatu
group otot fleksor pada sendi pinggul (pada hip joint) yang
terletak pada sisi depan paha yang berfungsi sebagai
gerakan fleksi hip, ekstensi lutut
2. Gerakan fleksi knee: grup otot hamstring yaitu bicep
femoris, semitendinosus, semimembranosus otot-otot lain
yang juga berkontribusi ketika gerakan fleksi lutut yaitu
gastrocnemius, plantaris, popliteus, gracillis, dan sartorius
(Houglum & Bertoti, 2012). Biceps femoris terdiri dari 2
caput, yaitu caput longum dan caput brevis.
3. Plantar Fleksi Ankle: otot Tibialis anterior
2.2.15.4 Stabilisator: Otot yang berfungsi untuk penopang tulang untuk
bergerak agar tulang berfungsi sebagaimana fungsi fisiologinya
dan untuk menstabilkan sendi pada otot yang bergerak.
1. Nama otot anggota gerak bawah yang menumpu ketanah/
lantai dengan satu kaki adalah otot gluteus medius, gluteus
maximus, hamstring, Iliacus, psoas mayor, tensor fascia
latae, Hip, bicep femoris caput longum, pectineus, adductor
magnus, rectus femoris, vastus medialis, dan vastus
lateralis, knee, gastrocnemius, soleus, tibialis anterior,
ekstensor digitorum longus, dan ankle.
2. Nama Otot yang bekerja pada saat satu anggota gerak
bawah diangkat satu kaki adalah fleksor hip, vastus
lateralis, bicep femoris, obliqus externus, sartorius,
ekstensor digitorum longus, rectus femoris, quadrisep,
tibialis anterior, gastrocnemius, extensor-flexor halluces.

52
3. Otot penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dan
sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam
keadaan tegak. Kerja otot tersebut dibantu oleh M. Erector
spine, M. transversus spinalis dan paravertebralmuscle
(deep muscle) seperti M. intraspinalis dan M. intrasversaris,
M. transversus abdominal, M. lumbal multifidus, M.
diafragma, M. pelvic floor. Kelompok otot ekstrinsik yang
membentuk dan memperkuat dinding abdominal. Ada 4 otot
abdominal yang penting dalam fungsi spine, yaitu M. rectus
abdominis, M. obliqus external, M. obliqus internal dan M.
transversalis abdominis (globalmuscle).
2.2.16 Mekanisme pelaksanaan one leg standing test
2.2.16.1 Peralatan: Stopwatch (timer) dan lantai yang tidak licin
sehingga dapat menunjang dalam proses penilaian
keseimbangan lansia pada saat berdiri dengan satu kaki (One
leg Standing/OLS).
2.2.16.2 Petunjuk: Peneliti mencontohkan sambil memberikan instruksi
lisan.
2.2.16.3 Instruksi Peneliti saat memberikan aba-aba kepada
nenek/kakek: “Seorang lansia berdiri tegak lurus dengan
pandangan kedepan, kaki dibuka selebar bahu, selama tes mata
terbuka dan pandangan menghadap ke depan, saya mau
nenek/kakek mengangkat kaki kanan setinggi 6 inchi dari
lantai, Ujung ke dua jari kaki kanan menghadap ke bawah
lantai, kedua lengan disamping tubuh. Pertahankan posisi tubuh
tersebut selama 1 menit dan tangan tidak berpegangan”.
Peneliti menggunakan stopwatch digital untuk mengukur
jumlah waktu dalam detik subjek dapat berdiri dengan satu
tungkai. Waktu dimulai ketika subjek mengangkat kaki dari
lantai.
2.2.16.4 Waktu berakhir ketika nenek/kakek: kaki kanan menyentuh/
menopang pada kaki kiri, kaki kanan menyentuh lantai, posisi

53
lengan berpindah sejauh 6 inchi dari posisi awal/samping
tubuh, nenek/kakek kehilangan keseimbangan.
2.2.16.5 Nilai score one leg standing (1 menit = 60 detik) (Rossiter dan
Wolf et all, 1995):
1. Usia 60-69 tahun :22,5 +/- 8,6 = normal (aman)
1) Normal: 14-31 detik
2) Kurang dari Normal: < 14 detik
3) Lebih dari normal: > 31 detik
2. Usia 70-79 tahun :14,2 +/- 9,3 = normal (aman)
1) Normal: 5 - 24 detik
2) Kurang dari normal: < 5 detik
3) Lebih dari normal: > 24 detik
- Penilaian: percobaan ini diukur sebanyak 1x/subjek.

2.3 Kekuatan Otot Pada Anggota Gerak Bawah


2.3.1 Definisi Kekuatan Otot Pada Anggota Gerak Bawah
Kekuatan otot (muscle strength) adalah kemampuan otot atau group
otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik
secara dinamis maupun secara statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh
kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang
dapat berkontraksi dan rileksasi dengan baik, jika otot kuat maka
keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik
seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya (Dr.
Abdurachman, dr., M. Kes, PA (K), Acupuncturis Dion Krismashogi D.,
et all 2017).
Kekuatan dari sebuah otot umumnya diperlukan dalam melakukan
aktifitas. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot
menahan beban berupa beban eksternal (external force) maupan beban
internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan
sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf
mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi, sehingga semakin banyak

54
serat otot yang teraktivasi, maka semakin besar pula kekuatan yang
dihasilkan otot tersebut (I Putu A et all, 2022).
Kekuatan otot anggota gerak bawah adalah kemampuan seseorang
dalam mempergunakan kekuatan otot-otot tungkai bawah secara
maksimal dalam periode yang singkat.
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot Pada Anggota
Gerak Bawah
Kekuatan otot pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya:
2.3.2.1. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kekuatan otot dimana kekuatan otot akan berada pada
puncaknya ketika seseorang memasuki usia 20 tahun, dan akan
mengalami penurunan ketika menginjak usia 60 tahun dan terus
menurun lebih cepat seiring bertambahnya usia (Juntara, 2019).
2.3.2.2. Jenis Kelamin
Perkembangan otot pada laki-laki berbeda dimana hal inilah
yang mempengaruhi tingkat kekuatan otot pada laki-laki dan
perempuan. Sebelum memasuki masa pubertas atau sekitar usia
12- 14 tahun, perkembangan otot pada laki-laki dan perempuan
relatif sama. Namun setelah itu, perkembangan otot pada laki-
laki menjadi lebih kuat dibanding dengan perempuan yang
disebabkan oleh peningkatan jumlah hormon testosteron pada
laki-laki yang 10 kali lebih banyak daripada perempuan dimana
hormon ini merupakan anabolik steroid yang berperan dalam
pertumbuhan otot (Juntara, 2019). Hormon Testosteron yang
disekresi oleh laki-laki mempunyai efek anobalik yang sangat
kuat dalam menyebabkan peningkatan dalam penyimpanan
protein yang besar di seluruh bagian tubuh. Terutama bagian
otot, bahkan pada laki laki yang sangat sedikit melakukan
aktivitas tetapi dengan kadar testosteron yang normal akan
memiliki otot yang tumbuh sekitar 40% lebih besar

55
dibandingkan dengan perempuan yang tanpa testosteron (I Putu
A., et all, 2022). Penurunan kekuatan otot akibat proses
penuaan berkaitan dengan perbedaan kekuatan otot pada lansia
laki-laki dan perempuan, dimana pada laki-laki proses penuaan
yang dialami terjadi secara bertahap, sedangkan pada
perempuan proses penuaan terjadi secara drastis setelah
memasuki masa menopause sehingga menyebabkan kekuatan
otot pada lansia perempuan relatif lebih rendah dibanding lansia
laki-laki (Ratmawati et al., 2018).
2.3.2.3. Ukuran Otot
Kekuatan otot sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya
ukuran otot tersebut. Semakin besar serabut otot, maka akan
semakin besar pula kekuatan yang akan dihasilkan. Ukuran
besar dan panjangnya otot ini dipengaruhi oleh faktor bawaan
yang dimiliki seseorang namun dapat juga berubah tergantung
dengan tingkat latihan yang dilakukan (Juntara, 2019). Selain
itu, serat otot juga sangat berpengaruh terhadap kekuatan otot
dimana kehilangan serat otot akan mengurangi kapasitas
kekuatan otot (Lintin and Miranti, 2019)
2.3.2.4. Kemampuan Otot
Kemampuan otot pada laki-laki berpotensi memiliki
kekuatan yang lebih besar dari pada Wanita. Hal ini disebabkan
oleh adanya perbedaan dengan kekuatan massa otot.
Peningkatan massa otot setelah puber pria 50% lebih besar
dibandingkan Wanita (I Putu A., et all, 2022). Sebuah penelitian
(Peters et all, 2016) mengatakan bahwa kekuatan otot
perempuan lebih rendah dari kekuatan otot laki-laki.
Perempuan memiliki kekuatan otot 37-68% dari kekuatan
otot laki-laki (I Putu A., et all, 2022). Penurunan kekuatan otot
akibat proses penuaan berkaitan dengan perbedaan kekuatan
otot pada lansia laki-laki dan perempuan, dimana pada laki-laki
proses penuaan yang dialami terjadi secara bertahap, sedangkan

56
pada perempuan proses penuaan terjadi secara drastis setelah
memasuki masa menopause sehingga menyebabkan kekuatan
otot pada lansia perempuan relatif lebih rendah dibanding lansia
laki-laki (Rachman et al., 2018).
Kekuatan kontraksi dipengaruhi oleh ukuran relatif otot.
Semakin besar otot maka semakin kuat dan banyak serabut
ototnya. Semakin besar serabut maka menghasilkan kekuatan
semakin besar dibanding serabut yang kecil. Semakin banyak
serabut otot akan menghasilkan banyak kekuatan dibanding
sedikit serabut yang terlibat.
Jumlah serabut otot yang berkontraksi, semakin besar
jumlah unit motorik, akan menghasilkan kontraksi yang
semakin kuat dibanding jumlah yang sedikit. Derajat regangan
otot, otot berkontraksi paling kuat Ketika serabut otot
mempunyai 80-120% Panjang resting normalnya (Dr. Saryono,
2012).
Efek peningkatan penggunaan otot adalah ukuran otot
meningkat, kekuatan otot meningkat, efisien otot meningkat dan
otot menjadi lebih tahan terhadap kelelahan (Dr. Saryono,
2012). Kontraksi otot dibedakan menjadi dua macam yaitu
kontraksi otot isometric dan isotonic.
Kontraksi isometric adalah keadaan dimana otot melakukan
perlawanan terhadap suatu tahanan tanpa adanya perubahan
panjang dari otot, sedangkan kontraksi isotonic adalah kontraksi
otot dimana terdapat pemendekan otot (kontraksi konsentris)
dan pemanjangan otot (kontraksi eksentris) ketika otot
melakukan perlawanan terhadap suatu tahanan (Dr. Ida Bagus
Wiguna, 2017).
2.3.3 Nama Otot Anggota Gerak Bawah Yang Bekerja Pada Saat
Gerakan Duduk Ke Berdiri
Kekuatan otot dari kaki, lutut, pinggul serta trunk harus adekuat
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar.

57
Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot
untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara
terus menerus mempengaruhi posisi tubuh (Damajanty, 2012).
Tabel 2.5 Nama - nama otot anggota gerak bawah kelompok besar ekstensor
No Gerakan Otot
1 Extensi trunk Erector Spinae adalah
sekelompok otot di punggung,
Erector spinae juga dikenal
sebagai ekstensor spinae atau
otot anti-gravitasi. Erector
spinae terletak di sebelah
segmen tulang belakang kanan
dan kiri. Otot yang tergabung
dalam otot rangka di bagian
batang tubuh adalah kelompok
otot erector spinae yang terletak
di sisi-sisi tulang punggung ini
bertugas untuk membantu tubuh
mempertahankan posisi tegak
saat sedang berdiri maupun
duduk.
2 Ekstensi Hip Fungsi utama dari otot gluteus
maximus adalah ekstensi
pinggul. Gluteus maximus
adalah otot terbesar tubuh dan
ada di bokong untuk membantu
manusia mempertahankan
postur tegak. Mengambil titik
tetapnya dari bawah, bekerja di
atas panggul, menopangnya dan
batang tubuh di atas kepala
tulang paha; ini sangat jelas

58
dalam berdiri dengan satu
kaki. Tindakannya yang paling
kuat adalah menyebabkan tubuh
mendapatkan kembali posisi
tegak setelah membungkuk,
dengan menarik panggul ke
belakang, dibantu dalam
Tindakan Bersama-sama
dengan. Gluteus Maximus,
Semitendinosus, Semi
membranosus, dan Biceps
Femoris (longum)
3 Ekstensi Knee (Quardisep) Rectus femoris, Vastus lateralis,
Vastus medialis, Vastus
intermedius

4 Plantar Fleksi Ankle Gastrocnemius, Soleus

No Nama Otot Fungsi


1 Erector Spine (Spinalis Cervicis, Spinalis Meluruskan tulang belakang

59
Thoracis, Illiocostalis Cervicis, Illiocosatalis dan menekuknya ke
Thoracis, Illiocostalis Lumborum, belakang. Jika bertindak di
Longissiumus Capitis, Longissimus Cervicis, satu sisi tubuh saja, otot ini
Longissimus Thoracis berfungsi untuk
melenturkan batang tubuh
secara lateral

2 Rectus femoris, Vastus lateralis, Vastus Quadriceps femoris adalah


medialis, Vastus intermedius fleksor pinggul dan
ekstensor lutut. Fungsi Paha
depan terutama aktif dalam
menendang, melompat,
bersepeda, dan berlari.
Dalam kehidupan sehari-
hari, membantu bangun dari
kursi, berjalan, menaiki
tangga, dan jongkok, dalam
berjalan dan berlari pada
awal langkah dan saat
menuruni bukit
3 Gastrocnemius, Soleus fungsi otot gastrocnemius
adalah sebagai stabilisator
sehingga dapat berkontraksi
secara cepat dan kuat.
Gastrocnemius terutama
terlibat dalam berlari,

60
melompat, dan gerakan kaki
"cepat" lainnya, dan pada
tingkat yang lebih rendah
dalam berjalan dan berdiri.
Fungsi Soleus adalah
plantarflexion ankle saat
berjalan, berlari, melompat
dan juga mempertahankan
postur berdiri. Otot Soleus
dimulai di bagian atas betis
dan menempel pada tendon
Achilles di bagian bawah.

4 Gluteus Maximus, Semitendinosus, Semi


membranosus, Biceps Femoris (longum)

2.3.4 Pengukuran Kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia


2.3.4.1 Alat Ukur 30 - Second Timed Chair Stand Test (30-s CST)

61
30- Second Timed Chair Stand Test (30-s CST) adalah salah
satu test klinis evaluasi status fungsional untuk mengukur
kekuatan tubuh anggita gerak bawah dan kaitannya dengan
aktivitas sehari-hari yang paling menuntut (misalnya naik tangga,
turun dari kursi atau bak mandi atau, naik dari posisi horizontal)
(Millor et al., 2013). Tes ini dikembangkan oleh (Arimoto et al,
2021) untuk mengevaluasi kekuatan otot anggota gerak bawah.
30s-CST ini mengukur berapa jumlah berdiri sempurna yang
dapat dilakukan seseorang dalam 30 detik dengan kedua tangan
disilangkan di dada (Bruun et al., 2019).
Peralatan yang dibutuhkan permukaan yang rata, kursi
tanpa sandaran tangantetapi dengan sandaran belakang,
stopwatch. Petugas pemandu tes dan pencatat skor

Gambar 2.4 Gerakan lansia perempuan untuk 30- Second Timed Chair
Stand Test (30-s CST), Sumber: (De Melo TA; et all, 2019)
2.3.4.2 Pelaksanaan pengukuran 30- Second Timed Chair Stand (30-s
CST) bagi lansia
Sebelum responden melakukan pengukuran 30- Second
Timed Chair Stand (30-s CST) bagi lansia, sebaiknya peneliti
(Fisioterapi) mendemonstrasikan teknik yang benar untuk
melakukan tes, termasuk berdiri tegak, yang di definisikan
sebagai punggung tegak dengan pinggul dan lutut lurus.
1. Instruksi untuk responden lansia:

62
a. Duduk di tengah kursi
b. Kedua kaki dalam keadaan rapat di lantai
c. Arah pandang mata lurus ke depan
d. Letakkan tangan responden (lansia) secara menyilang di
depan dada
e. Jaga dengan kondisi punggung tetap / lurus dan tangan di
depan dada
f. Pada saat instruksi mengatakan “mulai” silahkan berdiri
secara sempurna dan kemudian duduk kembali dengan
posisi semula
g. Pada saat kata “mulai” instruktur mulai waktunya. Jika
responden lansia menggunakan tangannya untuk berdiri,
hentikan tes dan beri skor 0.
h. Hitung berapa kali repetisi yang mampu dilakukan oleh
responden (responden dapat berdiri sempurna) dalam 30
detik. Jika pasien setengah jalan ke posisi berdiri ketika 30
detik telah berlalu, hitung sebagai berdiri
i. Catat berapa kali lansia (responden) berdiri selama 30
detik lalu dimasukan dalam table pengukuran 30 second
chair stand test untuk melihat kriteria kekuatan otot
tungkai yang didapatkan.
2. Kategori penilaian untuk gerakan 30 - Second Timed Chair
Stand Test pada lansia laki-laki dan lansia perempuan:
a. Penilaian secara umum berdasarkan usia dan jenis kelamin
perempuan (60-69 tahun) dengan nilai normal jika 11-17
kali pengulangan repetisi yang mempu dilakukan oleh
responden, nilai kurang jika 11 kali pengulangan repetisi
yang mempu dilakukan oleh responden, dan nilai lebih jika
17 kali pengulangan repetisi yang mempu dilakukan oleh
responden (Madhusri et al, 2016).
b. Penilaian secara umum berdasarkan usia dan jenis kelamin
perempuan (70-79 tahun) dengan nilai normal jika 10-15

63
kali pengulangan repetisi yang mempu dilakukan oleh
responden, nilai kurang jika 10 kali pengulangan repetisi
yang mempu dilakukan oleh responden, dan nilai lebih jika
15 kali pengulangan repetisi yang mempu dilakukan oleh
responden (Madhusri et al, 2016).
c. Penilaian secara umum berdasarkan usia dan jenis kelamin
laki-laki (60-69 tahun) dengan nilai normal jika 12-19 kali
pengulangan repetisi yang mempu dilakukan oleh
responden, nilai kurang jika 12 kali pengulangan repetisi
yang mempu dilakukan oleh responden, dan nilai lebih jika
19 kali pengulangan repetisi yang mempu dilakukan oleh
responden (Madhusri et al, 2016).
d. Penilaian secara umum usia dan jenis kelamin laki-laki
(70-79 tahun) dengan nilai normal jika 11-17 kali
pengulangan repetisi yang mempu dilakukan oleh
responden, nilai kurang jika 11 kali pengula ngan repetisi
yang mempu dilakukan oleh responden, dan nilai lebih jika
17 kali pengulangan repetisi yang mempu dilakukan oleh
responden (Madhusri et al, 2016).
Nilai test 30-s CST dapat disimpulkan berdasarkan usia
dan jenis kelamin yang disajikan dalam tabel sebagai
berikut

Tabel 2.6
Kategori penilaian untuk gerakan 30 - Second Timed Chair Stand Test :
No Usia Jenis Kelamin
Responden Perempuan Laki – laki

64
(Lansia)
Kurang Normal Lebih Kurang Normal Lebih
1. 60 – 69 < 11 kali 11-17 > 17 <12 12 – 19 >19
tahun repetisi Kali kali kali kali kali
repetisi repetisi repetisi repetisi repetisi
2. 70-79 < 10 kali 10 -15 >15 <11 11 – 17 >17
tahun repetisi kali kali kali kali kali
repetisi repetisi repetisi repetisi repetisi
(Sumber Madhusri et all, 2016)
2.3.4.3 Manfaat pemberian 30-Second Timed Chair Stand Test (30-s
CST)
Untuk mengukur kekuatan tubuh atau otot anggota gerak
bawah bawah (lower body strength) dimana ini sangat penting
bagi para lansia dibutuhkan untuk melakukan banyak tugas
seperti menaiki tangga, berjalan, dan juga mengrangi resiko
kesempatan jatuh bagi lansia (Resa Palwaguna, 2015). Kekuatan
otot merupakan kualitas penting untuk mobilitas (Cadore, E.L et
all, 2013) dan kemandirian fungsional orang karena gerakan
sangat penting untuk pengembangan ADL Tes duduk ke berdiri
dapat dilakukan dengan 30- Second Timed Chair Stand Test (30-s
CST) adalah metode yang efisien dalam biaya dan waktu untuk
menilai kekuatan fungsional ekstremitas bawah dan
keseimbangan. Duduk dan berdiri dianggap sebagai prasyarat
mendasar untuk mobilitas. Gerakan duduk berdiri merupakan
aktivitas yang membutuhkan torsi sendi yang besar, kekuatan otot
anggota gerak bawah, koordinasi sensorimotor, keseimbangan,
dan keterampilan psikologis (Khuna et all, 2020). Dengan
demikian, tindakan ini merupakan gerakan kritis yang dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan kemampuan
fungsional untuk mengontrol pusat gravitasi sambil
menggerakkan dasar penyangga dari pinggul ke kaki untuk

65
mencapai postur tegak (Janssen et all, 2002 dalam Laura Muñoz-
Bermejo et all, 2021). Jadi tes ini umumnya digunakan sebagai
indikator kekuatan tungkai bawah (khususnya pada orang dewasa
dan populasi yang lebih tua (Suzuki Y;et all, 2019 di dalam Jones,
S.E; et all, 2013), kontrol keseimbangan (Lord et all,2002 dalam
Laura Muñoz-Bermejo et all, 2021) dan risiko jatuh (Buatois,S;et
all, 2010 di dalam Laura Muñoz-Bermejo et all, 2021)

Gambar 2.5 Gerakan lansia laki-laki untuk 30- Second Timed Chair
Stand Test (30-s CST) (Madhushri et all.,2016)

2.3.5 Hubungan Kekuatan otot pada anggota gerak bawah terhadap BOS,
COG, LOG
2.3.5.1 Pusat gravitasi (Centre of Gravity-COG) Pusat gravitasi
merupakan titik utama pada tubuh yang mendistribusikan massa
tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini,
maka tubuh dalam keadaan yang seimbang. Gangguan
keseimbangan dapat terjadi karena adanya perubahan postur
sebagai akibat dari perubahan titik pusat gravitasi. Pada manusia,
pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat.
Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas
pinggang di antara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua.

66
Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang
tumpu akan menentukan derajat stabilitas tubuh. Garis gravitasi
seseorang yang sedang berdiri berjalan mulai dari prosesus
mastoideus pada tulang temporal, bagian anterior sakral ke-dua,
bagian posterior dari hip, dan anterior knee dan ankle (Neumann,
2002).
2.3.5.2 Bidang tumpu (Base of Support-BOS) Garis gravitas berada pada
bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang
baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar
bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan
kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki.
Base of Support pada gerak manusia akan memberikan reaksi
pada pola gerak individu. Semakin dekat bidang tumpu dengan
pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi (Wen Chang Yi
et, all 2009).
2.3.6 Hubungan Kekuatan otot anggota gerak bawah terhadap
Keseimbangan statis pada lansia
Lansia pada umumnya aktifitas fisiknya mulai menurun dan
kemampuan mobilisasi berkurang sehingga membuat otot mengalami
atrofi (penyusutan), seperti jalan mulai melamban. Buruknya
kemampuan otot postural dalam menopang tubuh akan menyebabkan
keseimbangan statis pada lansia mengalami penurunan. Dengan adanya
perubahan tersebut tentunya akan berpengaruh pada keadaan postural
dan kemampuan lansia dalam menjaga keseimbangan tubuhnya terhadap
bidang tumpu. Intinya muskuloskeletal yang mengalami penurunan juga
berpengaruh pada kemampuan otot dan postural termasuk otot-otot
anggota gerak bawah. Akibat dari keadaan tersebut lansia sering
mengalami gangguan keseimbangan saat berdiri dan rentan untuk jatuh.
Hubungan Kekuatan otot anggota gerak bawah terhadap keseimbangan
statis terhadap lansia adalah aktivitas yang sering dilakukan oleh lansia
dalam kehidupan sehari hari adalah duduk ke berdiri, berjalan dan
aktivitas lainnya yang memerlukan kekuatan otot anggota gerak bawah

67
dan keseimbangan yang baik. Penurunan kekuatan otot pada lansia akan
mengakibatkan resiko jatuh pada lansia semakin tinggi. Penurunan
tersebut akan menyebabkan kelambanan dalam bergerak sehingga terjadi
penurunan keseimbangan pada lansia, jika kekuatan otot anggota gerak
bawah bawah pada lansia bagus maka akan memiliki keseimbangan
statik yang bagus (baik) pada lansia.
Kemampuan otot besar yang baik akan meningkatkan respon otot-
otot postural yang sinergis. Pada tungkai, gerakan dari lansia akan
memperkuat kemampuan otot tungkai dalam mempertahankan
keseimbangan. Kemampuan ankle strategy yang ditopang oleh otot-otot
plantaris, Gastroc, grup Quadriceps dan Hamstrings serta gluteal akan
lebih optimal. Otot tungkai yang baik akan mampu menyangga tubuh
bagian atas secara lebih sempurna sehingga keseimbangan lebih terjaga.
Aktivasi dari otot Hamstrings dan otot-otot paraspinal mempertahankan
sendi panggul dan sendi lutut dalam keadaan ekstensi. (Scott, M.,2013)
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak
dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan dan kontrol postural. Beberapa kelompok otot baik pada
tubuh bagian atas (kelompok otot abdomen dan back muscle) maupun
bawah (otot-otot tungkai) berfungsi mempertahankan postur saat berdiri
tegak serta mengatur keseimbangan tubuh terhadap base of support
(Suhartono,2005)
2.3.7 Hubungan Kekuatan Otot Anggota Gerak Bawah Terhadap
Hipertensi Lansia
Hubungan kekuatan otot berhubungan dengan hipertensi. Kekuatan
otot berhubungan dengan keseimbangan. Adapun salah satu faktor yang
memengaruhi keseimbangan adalah visual. Gejala -gejala mudah yang
dapat diamatiseperti terjadi pada gejala ringan yaitu pusing atau sakit
kepala, wajah tampak kemerehan, sulit tidur, cemas, rasa berat di
tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mual, muntah, langkah
menjadi tidak seimbang, pandangan seseorang menjadi berkurang. Pada
saat pandangan berkurang, tubuh akan menjadi tidak stabil.

68
2.3.8 Hubungan Hate Rate 110 Saat Istirahat Beresiko Tinggi bila
Dilakukan Isometrik terhadap Keseimbangan
Frekuensi denyut nadi istirahat atau juga disebut denyut nadi basal
adalah denyut nadi yang diukur pada pagi hari ketika belum beranjak
dari tempat tidur. Denyut nadi ini memberikan informasi tentang kondisi
fisik dari seseorang. Di samping dengan menggunakan frekuensi denyut
nadi, kondisi fisik dapat juga diukur dengan waktu pengembalian denyut
nadi setelah latihan. Makin cepat denyut nadi ke dalam keadaan istirahat,
maka semakin baik kondisi fisik seseorang dan sebaliknya semakin
lambat denyut nadi pemulihan, maka kondisi fisik semakin menurun.
Juga dinyatakan bahwa denyut nadi istirahat menurun seiring dengan
peningkatan periode Latihan. Bompa, TO. Haff, GG, (2009). Dalam
keadaan istirahat, saraf simpatis pengaruhnya lebih dominan
dibandingkan dengan saraf vagus. Apabila saraf otonom ke jantung
diblokir, maka frekuensi denyut nadi istirahat dari rata-rata 70 denyut
permenit akan meningkat menjadi 100 denyut permenit. Guyton, Ac.,
Hall, JE, (2012). Takikardi berarti HR cepat yg cepat. Pada saat HR
cepat, RR juga meningkat. Pada saat RR meningkat, otak akan lebih
fokus pada otot-otot yg menunjang untuk pernafasan agar RR kembali
normal sehingga umumnya orang akan lebih mudah merasa lelah, pada
saat mengalami takikardi.
2.3.9 Kebaharuan Penelitian
Sebagai upaya menunjukkan adanya kebaruan (novelty) antara
penelitian ini dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelum-
sebelumnya yang mengkaji tentang lansia dengan karakteristik
permasalahan yang dihadapi lansia saat ini, namun masing-masing
daerah tentu memiliki karakteristik tersendiri terkait tema tersebut, maka
peneliti berusaha untuk membandingkan ragam variabel, metode
penelitian, dan hasil penelitian yang akan dilakukan berdasarkan tema
Hubungan keseimbangan statis dan kekuatan otot pada anggota gerak
bawah lansia di Panti Werdha di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
1 Kel. Cipayung, Kec. Cipayung, Kota Jakarta Timur. Kegiatan dan

69
hasil tersebut menjadi kebaruan dalam penelitian tentang permasalahan
yang terjadi pada lansia dengan bertambahnya usia yang tentu saja
menjadi pokok permasalahan yang akan di gali serta diteliti oleh peneliti
sebelumnya dengan berbagai macam judul yang diambil oleh peneliti
sebelumnya yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Mely Erlika Sari, Dwi Rosella
Komalasari, S. Fis., M. Fis, Wijianto, S. Ft., Ftr., M. Or, Adnan
Faris Naufal, S. Fis., M. Bmd, 2022. Dengan judul Hubungan
Kekuatan Otot Ekstremitas bawah, Fungsi Kognitif Dan
Keseimbangan tubuh pada lanjut usia Di Daerah Rural Surakarta.
Physio Journal Aisyiyah Surakarta. Dengan metode cross
sectional dengan 94 responden. Penelitian dilakukan di Surakarta.
Hasil terdapat hubungan antara kekuatan otot ekstremitas bawah,
fungsi kognitif dengan keseimbangan dinamik. Riwayat jatuh
menjadi faktor dominan yang mempengaruhi keseimbangan
static, status pekerjaan menjadi faktor dominan dan kekuatan otot
ekstremitas bawah menjadi faktor kedua yang mempengaruhi
dinamik.
2. Penelitian yang dilakukan oleh I Putu Aditya Pradana Putra
Muliawan, IP Darmawijaya, Luh Putu Ayu Vitalistyawati, 2022.
Dengan judul Hubungan Kekuatan Otot Tungkai Dengan
Keseimbangan Dinamis lansia di Desa Buruan Kaja. Tempat
penelitian di Desa Buruan Kaja Bali. Penelitian cross sectional
dengan 15 orang lansia laki-laki. Hasil Hal ini menunjukan bahwa
terdapat hubungan antara kekuatan otot tungkai dengan
keseimbangan dinamis pada lansia laki-laki yang dibuktikan
dengan nilai korelasi negatif yang didapatkan nilai -0,701 yang
artinya tingkat korelasi yang dilakukan kuat. Nilai negatif yang di
dapat artinya memiliki hubungan yang tidak searah
3. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Mastha, 2022. Cerdika Jurnal
Ilmiah Indonesia. Dengan judul hubungan antara kekuatan otot
ekstremitas bawah dan fungsi kognitif dengan keseimbangan

70
tubuh pada lanjut usia di desa Gonilan kecamatan Kartasura
Sukoharjo. Penelitian dengan cross sectional dengan 94
responden. Tempat penelitian di Desa Gonilan Kecamatan
Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian lansia dengan
riwayat jatuh akan mempengaruhi keseimbangan statis pada.
Sedangkan kekuatan otot tungkai bawah dan fungsi kognitif
berpengaruh dominan terhadap keseimbangan dinamis lansia.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Praval Khanal, Lingxiao He,
Georgina K. Stebbings, Gladys L. Onambele Pearson, Hans
Degens, Alun G. Williams, Martine Thomas, Christopher I.
Morse, 2021. Penelitian ini dengan judul Tes keseimbangan
berdiri satu kaki statis sebagai alat skrining untuk massa otot
rendah pada wanita lanjut usia yang sehat. Tujuan penelitian ini
menetapkan ambang waktu tes keseimbangan berdiri satu kaki
(OLST) untuk massa otot rendah, menguji kemampuan ambang
tersebut untuk menilai gangguan otot pada kelompok
keseimbangan yang buruk. Metode OLST dengan mata terbuka
(durasi maksimal 30 detik) dilakukan dengan kaki kanan dan kiri
pada 291 wanita (usia 71±6 tahun). Waktu OLST dihitung
sebagai jumlah waktu OLST kaki kanan dan kiri. Kesimpulan
OLST, yang dapat dilakukan dengan mudah di komunitas tanpa
memerlukan pengukuran massa otot yang lebih kompleks, dapat
membantu mengidentifikasi wanita yang berisiko mengalami
sarkopenia.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Ika Guslanda Bustam, 2022.
Penelitian ini menjelaskan tentang Perbedaan Protokol
Pemeriksaan Keseimbangan Statis Dengan One Leg Standing
Pada Lansia. Dengan sampel 34 lansia. Penelitian dengan
eksperimen. Penelitian dilakukan di Muhammadiyah Palembang.
Hasil penelitian Ada Perbedaan yang signifikan diantara OLS
Mata terbuka dengan OLS dengan Mata tertutup (One leg

71
Standing dengan mata terbuka signifkan lebih lama daripada
dengan mata tertutup.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Julian Alcazar, Jose Losa-Reyna,
Carlos Rodriguez-Lopez, Ana Alfaro Acha, Leocadio Rodriguez-
Mañas, Ignacio Ara, Francisco J. García-García, Luis M. Alegre,
2018. Penelitian dengan judul Tes kekuatan otot duduk-ke-
berdiri: Prosedur yang mudah, murah dan portabel untuk menilai
kekuatan otot pada orang tua. Empat puluh subjek yang lebih tua
(24 wanita) berpartisipasi dalam substudi validasi. Kesimpulan:
Tes kekuatan otot STS terbukti valid, dan secara umum, alat yang
lebih relevan secara klinis untuk menilai lintasan fungsional pada
orang tua dibandingkan dengan nilai waktu STS tradisional.
7. Penelitian yang dilakukan oleh Siswo Poerwanto, Qoryatulstya,
Imam Waluyo, Sri Harsodjo, Alfi Isra, 2012. Jurnal Ilmiah
Fisioterapi Volume 2 nomer 1. Penelitian dengan judul korelasi
antara keseimbangan berdiri satu kaki melalui Tes OLS (One Leg
Stance) & FSST (Four Square Step Test) dengn usia, panjang
tungkai, dan IMT pada wanita lansia berusia 55-74 tahun di
Wreda Rineksa Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis Depok, Jawa
Barat. Metode Penelitian yang digunakan Cross sectional.
Penelitian di Klub lansia Werdha Rineksa Kelurahan Kelapa Dua
Cimanggis Depok, Jawa Barat. Kesimpulan setiap faktor-faktor
yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu usia, panjang tungkai dan
IMT memiliki hubungan korelasi terhadap kedua tes
keseimbangan OLS dan FSS.

2.4 Kerangka Teori

Perubahan pada Lansia

72
Proses penurunan fisiologis tubuh Lansia

Sistem Muskuloskeletal: Sistem Sensorik: -Penurunan daya ingat


- Kartilago - Penglihatan -Penurunan Psikososial
- Kolagen - Pendengaran -Penurunan Ingatan
- Tulang - Somatosensori -Penurunan Spritual
- Otot
- Sendi

Faktor yang mempengaruhi


Faktor yang kekuatan otot pada anggota
mempengaruhi gerak bawah:
keseimbangan 1. Usia
statis: 2. Jenis kelamin
1. Berat Badan 3. Ukuran otot
2. Tinggi Badan 4. Kemampuan otot
3. Gravitasi tubuh
4. Saturasi
Oksigen
5. Tekanan Darah Kekuatan otot
6. Nadi Keseimbangan Hubungan pada anggota
statis gerak bawah

Test keseimbangan statis Test kekuatan otot pada


(One Leg Standing Test) anggota gerak bawah dengan
selama 1 menit mengunakan 30 second chair
seat test (30-s CST)

2.1 Bagan Kerangka Teori

73
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep


Lansia atau disebut lanjut usia adalah suatu siklus manusia yang
merupakan bagian dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan
dan akan dialami oleh setiap manusia seiring dengan bertambahnya usia
sehingga terjadi proses penuaan seiring berjalannya waktu setiap harinya.
Lansia mengalami perubahan pada beberapa sistem tubuh. Salah satunya pada
sistem muskuloskeletal yang terlihat pada perubahan massa otot ekstremitas
bawah Sistem muskuloskeletal sangat dipengaruhi oleh proses pertambahan
usia. Perubahan di otot meliputi penurunan jumlah masa otot yang digantikan
dengan jaringan fibrosa menyebabkan penurunan kekuatan otot, tonus dan
massa otot sehingga terjadi penurunan elastisitas tendon, ligamen, kartilago
dan tulang mengalami kelemahan berpotensi lansia terganggu mobilitas dan
keseimbangannya sehingga berisiko jatuh (Nuraeni dan Hartini, 2019).
Menurunnya kekuatan otot tungkai bawah adalah kondisi yang akan
menyebabkan terjadinya jatuh dan dapat berdampak pada kemampuan dalam
mempertahankan keseimbangan tubuh statis ataupun dinamis pada lansia. Hal
ini disebabkan saat kekuatan otot menurun, kaki akan sulit menapak dengan
kuat, lebih mudah goyah, dan pastinya jika terjadi gangguan seperti terpeleset,
tersandung, lansia akan terlambat atau susah mengantisipasi untuk
mempertahankan keseimbangannya. Jatuh ini juga didefinisikan sebagai
bentuk penurunan keseimbangan pada seseorang termasuk lansia karena
kelemahan otot dan terganggunya sistem keseimbangan, sehingga membuat
seseorang mengalami jatuh secara tidak sengaja. Bahkan jatuh ini termasuk
penyebab utama yang meningkatkan risiko kematian pada lansia.
Penelitian dengan studi Cross-sectional dengan metode Slovin. Sampel
penelitian sendiri merupakan gambaran umum populasi yang mampu mewakili
populasi yang diamati. Penentuan jumlah sampel bisa dilakukan dengan
beberapa alternatif, salah satunya adalah rumus Slovin.

74
Data dikumpulkan dari Maret hingga April 2023 di dilakukan di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur. Adapun
kerangka konsep yang akan diteliti oleh peneliti adalah sebagai berikut:

Lansia
Laki- laki &Perempuan
(Usia 60-79 tahun)

Penglihatan Keseimbangan Hubungan Kekuatan otot pada


&Vestibular sensori motor anggota gerak bawah
`

Pengukuran Keseimbangan
Pengukuran Kekuatan otot
(One Leg Standing Test/OLST) dengan mata
pada Lower Extremitas
terbuka
(30 second Timed Chair
Keterangan : Stand Test / 30-s CST)

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Bagan 3.1. Kerangka Konsep

75
3.2 Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel yaitu variabel
pengukuran kekuatan otot pada tungkai bawah dengan menggunakan 30 second
Timed Chair Stand Test / 30-s CST) sedangkan variabel fungsi keseimbangan
dengan menggunakan One Leg Standing Test (OLST).
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Skala
No Variabel Definisi Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
1 Variabel Keseimbangan Tes One leg Standing Ordinal Pada tes keseimbangan berdiri
Keseimbangan adalah Kemampuan merupakan satu kaki ini, lansia
untuk mengontrol kemampuan berdiri dipersilahkan berdiri dengan
serta dan menumpu dengan menggunakan 1 kaki dengan
mempertahankan satu tungkai dengan mata terbuka selama
posisi tubuh ketika beban tubuh yang kemampuannya dalam detik
bergerak. disanggah oleh satu dan tangan tidak berpegangan.
Kemampuan ini tungkai saja. NILAI:
memerlukan aktivasi lansia berdiri dengan  Umur 60 – 69 tahun:
otot yang optimal salah satu kaki (1) Normal: 14 – 31 detik
pada sisi tubuh yang dominan dan kaki (2) Kurang dari normal: <14
digunakan sebagai lainnya diangkat. detik
tumpuan. Dengan Mata tetap terbuka (3) Lebih dari Normal: > 30
kemampuan berdiri dan mengarah ke detik
dan menumpu satu depan. Pertahankan  Umur 70 - 79 tahun:
tungkai yang posisi ini selama yang (1) Normal: 5 – 24 detik
optimal akan sangat bisa dipertahankan (2) Kurang dari normal: < 5
mendukung dalam detik. Apabila detik
kemampuan tubuh sudah merasa (3) Lebih dari normal: > 24
keseimbangan goyang, maka catat detik
dinamisnya. waktu maksimal yang Keterangan:
dapat dipertahankan. Normal
Kurang dari normal
Lebih dari normal
(Sumber: Rossiter dan Wolf et
all, 1995)

76
2 Variable Kekuatan otot pada 30 second Timed Ordinal Hasil test 30s-CST dapat
Kekuatan Otot anggota gerak Chair Stand Test / 30- disimpulkan berdasarkan usia
Pada Anggota bawah adalah s CST adalah salah dan jenis kelamin:
Gerak Bawah kemampuan otot satu tes klinis untuk  Perempuan:
anggota gerak mengukur kekuatan  (Umur 60-69):
bawah untuk otot ekstremitas Normal:11-17 kali repetisi
melakukukan bawah dan kaitan Kurang dari normal: < 11 kali
fungsinya antara lain dengan aktivitas repetisi
berpindah tempat, sehari hari yang Lebih dari normal: > 17 kali
penopangan beban paling banyak repetisi
berat, dan menjadi dilakukan (seperti  (Umur 70-79) :
tumpuan yang stabil naik turun tangga, Normal: 10-15 kali repetisi
sewaktu berdiri. turun dari kursi, dan Kurang dari normal: <10 kali
Otot yang bekerja naik dari posisi repetisi
pada anggota gerak horizontal). 30 second Lebih dari normal: > 15 kali
bawah pada saat Timed Chair Stand repetisi
gerakan 30 second Test / 30-s CST  Laki-laki :
Timed Chair Stand dimana para peserta  (Umur 60-69):
Test / 30-s CST melakukan gerakan Normal: 12-19 kali repetisi
adalah Ekstensi berdiri dan duduk Kurang: < 12 kali repetisi
trunk, Ektensi Hip, berulang-ulang Lebih : >19 kali repetisi
Ekstensi Knee, sebanyak mungkin  Umur 70-79:
plantar fleksi Ankle selama 30 detik. Normal: 11-17 kali repetisi
Kurang dari normal: < 11 kali
repetisi
Lebih dari normal: > 17 kali
repetisi
(Sumber : Madhusri et all,
2016)

77
3.3 Hipotesis Penelitian
Dari kajian diatas tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Ho : Tidak adanya hubungan keseimbangan statis dan kekuatan otot pada
tungkai bawah lansia di Panti Werdha di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur tahun 2023.
Ha : Adanya hubungan keseimbangan statis dan kekuatan otot pada tungkai
bawah lansia di Panti Werdha di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
1 Cipayung Jakarta Timur tahun 2023.

78
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Pendekatan
cross sectional adalah pendekatan penelitian yang pengumpulan datanya
dilakukan bersamaan secara serentak dalam satu waktu yang sama (Masturoh
& Anggita T., 2018). Pengumpulan informasi dari sejumlah populasi yang
telah di tentukan sebelumnya (sampel). Tujuan penelitian kuantitatif, yaitu
menggunakan dan mengembangkan model matematis, teori, dan/atau
hipotesis yang berkaitan dengan fenomena yang sedang terjadi (Ahyar,
Hardani et al., 2020).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keseimbangan
statis dan kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia. Pada penelitian ini
yaitu pengambilan data test Keseimbangan dengan menggunakan one leg
standing test (OLS) dan pengambilan data test kekuatan otot pada tungkai
bawah dengan menggunakan 30 second Timed Chair Stand Test / 30-s CST
yang dilakukan pada satu kelompok yang subjeknya lansia yang dipilih sesuai
inklusi penelitian, tidak menggunakan kursi roda atau tongkat, lansia
perempuan dan lansia laki laki yang berumur 60-79 tahun.
4.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai April 2023
(setelah mendapat persetujuan Komite Etik URINDO). Pengambilan data
dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2023.
4.2.2 Tempat Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 1 Cipayung yang terletak di jalan Bina Marga No.
58, RT 7/ RW.5 Cipayung, Jakarta Timur.

79
4.3 Penentuan Populasi, Sample dan Tehnik Sampling
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian merupakan seluruh unsur dari objek penelitian
yang memiliki karakteristik dan kualitas yang telah ditentukan oleh
penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Masturoh & Anggita T, 2018).
4.3.2 Sampel dan Teknik Sampling
Sampel merupakan sebagai bagian kecil dari anggota populasi yang
diambil menurut prosedur tertentu yang dapat mewakili populasinya.
Sampel yang akan digunakan dari populasi haruslah benar-benar dapat
mewakili populasi yang diteliti (Siyoto dkk, 2015).
Penelitian ini menggunakan rumus slovin. Rumus ini pertama kali
diperkenalkan oleh Slovin pada tahun 1960. Rumus slovin adalah rumus
atau formula untuk menghitung jumlah sampel minimal apabila perilaku
dari sebuah populasi yang tidak diketahui secara pasti. Rumus slovin
dapat dilihat berdasarkan notasi sebagai berikut:

Keterangan :
N : Populasi
n : Jumlah sampel minimal
e : Margin of Errror Maximum, yaitu tingkat kesalahan maksimum yang
masih bisa ditolerir (0,05) derajat kepercayaan 95% . Populasi target
lansia dalam penelitian yang dilakukan penulis ini adalah 125 lansia
yang berumur 60-79 tahun, tidak menggunakan alat bantu berupa
tongkat atau kursi roda, kooperatif (mudah diajak komunikasi), dan
yang memenuhi kriteria inklusi, serta yang berada di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur. Maka hasil
sampel yang akan digunakan sebagai berikut:

80
Maka dapat disimpulkan bahwa sample yang akan digunakan untuk
penelitian sebesar 95,2380 orang lansia, dan dibulatkan menjadi 100
sampel yang sudah termasuk dalam karakteristik penelitian ini.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah metode
accidental sampling. Metode accidental sampling adalah mengambil
responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang
secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data
(Sugiyono, 2016). Teknik pengambilan sampel dengan accidental
sampling sebagai berikut:
1. Lansia Laki-laki dan lansia perempuan yang berusia 60-79 tahun,
memenuhi kriteria inklusi dianggap sebagai sampel langsung, setelah
mencapai 100 sampel dianggap selesai
2. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan sesuai proposal di rencana
kegiatan dan waktu
3. Penentuan jumlah sampel menggunakan Rumus Slovin.

4.4 Karakteristik Penelitian


Adapun karakteristik penelitian ini adalah sebagai berikut :
4.4.1 Kriteria Inklusi
1. Lansia yang berusia 60 –79 tahun
2. Lansia Laki – laki dan Lansia Perempuan
3. Lansia yang kooperatif dan mampu berkomunikasi dengan baik

81
4. Lansia yang mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari sendiri
5. Lansia yang bersedia menjadi sampel penelitian
6. Lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi
Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur
4.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Lansia yang tidak mampu mobilisasi secara mandiri
2. Lansia yang mengkonsumsi obat obatan psikotik
3. Lansia yang tidurnya kurang dari 8 jam tadi malam
4. Lansia dengan tekanan darah (tensi/TD) Sistol diatas 180 mmHg dan
Diastolik 100 mmHg.
5. Lansia yang memiliki Heart Rate (Nadi) diatas 100 x/menit
6. Lansia yang menggunakan alat bantu berjalan (tongkat, kursi roda,
tongkat tripod, tongkat kuadripot, dll)
4.4.3 Kriteria Drop Out
1. Sampel mengundurkan diri dengan alasan tertentu yang disetujui oleh
peneliti
2. Lansia tidak mengikuti test keseimbangan dan test kekuatan otot pada
tungkai bawah
3. Sampel tiba-tiba jatuh sakit atau cidera saat penelitian berlangsung
4.5 Kelayakan Instrumen Penelitian
4.5.1 Uji Validitas
Adalah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) itu valid dan dapat digunakan untuk mengukur apa yang
hendak diukur.
4.5.2 Uji Reliabilitas
Adalah penelitian yang menunjukkan sejauh mana stabilitas dan
konsistensi dari alat ukur yang akan kita gunakan sehingga memberikan
hasil yang realtif konsisten jika pengukuran tersebut diulangi.

82
4.6 Instrumen Penelitian
Dalam memperoleh data maupun informasi dari responden, peneliti
menggunakan instumen penelitian dengan menggunakan kuesioner berupa data
lembar responden, form data test keseimbangan. form data test kekuatan otot
anggota gerak bawah lansia. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini
mengunakan data primer yang diambil dengan kuesioner, yaitu:
4.6.1 Kuesioner Berupa Identitas Responden
Instrumen dengan pertanyaan mengenai data dari responden yang
meliputi, nomer responden, nama ruangan responden di PSTW (Nama
Wisma), usia dan jenis kelamin.
4.6.2 Observasi
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini juga dilakukan
dengan observasi di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur.
Observasi dilakukan dengan cara memeriksa tekanan darah, nadi, tinggi
badan, berat badan, suhu, dan saturasi oksigen lansia
4.6.3 Pengukuran keseimbangan statis lansia dengan menggunakan test
one leg standing (OLS)
One leg standing test (OLST), yang merupakan bentuk aktivitas fisik
untuk meningkatkan kestabilan tubuh dan propioseptif dimana akan
menginformasikan presisi gerak dan refleks muskular yang berkontribusi
pada pembentukan stabilitas dinamis sendi, jika stabilitas sendi baik
maka keseimbangan terjaga (Nugraha, 2016).
Tabel 4.1 Instrumen pengkajian pengukuran keseimbnagan
statis lansia dengan menggunakan test one leg standing (OLS) :
No Alat Ukur Aktivitas Hasil Ukur (Kategori
Umur Lansia):
Umur 60- Umur 70-
69 tahun 79 tahun
1 Test One Leg Pada tes (1) Normal: (1) Normal:
Standing keseimbangan 14 – 31 detik 5 – 24 detik
berdiri satu kaki (2) Kurang (2) Kurang
ini, lansia dari normal: dari normal:

83
dipersilahkan <14 detik < 5 detik
berdiri dengan (3) Lebih dari (3) Lebih
menggunakan 1 Normal: > 30 dari normal:
kaki dengan detik > 24 detik
mata terbuka
selama
kemampuannya
dalam detik dan
tangan tidak
berpegangan

4.6.4 Pengukuran kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia dengan
menggunakan 30- Second Timed Chair Stand Test (30-s CST)
Pengukuran Tes duduk ke berdiri dapat dilakukan dengan 30-
Second Timed Chair Stand Test (30-s CST) adalah metode yang efisien
dalam biaya dan waktu untuk menilai kekuatan fungsional ekstremitas
bawah dan keseimbangan statis. Duduk dan berdiri dianggap sebagai
prasyarat mendasar untuk mobilitas. Gerakan duduk berdiri merupakan
aktivitas yang membutuhkan torsi sendi yang besar, kekuatan otot
ekstremitas bawah, koordinasi sensorimotor, keseimbangan, dan
keterampilan psikologis (Khuna et all, 2020).
Tabel 4.2 Instrumen pengkajian pengukuran keseimbnagan
statis lansia dengan menggunakan test 30 second Timed Chair Stand
Test / 30-s CST:
No Alat Aktivitas Hasil Ukur Hasil Ukur
Ukur (Kategori Jenis (Kategori Jenis
Kelamin Laki-laki Kelamin
dan Umur Lansia): Perempuan dan
Umur Lansia):
Umur Umur 70- Umur Umur
60-69 79 tahun 60-69 70-79

84
tahun tahun tahun
1 Test 30 Pada tes (1). (1). Normal: (1). (1).
second kekuatan otot Normal: 11-17 kali Normal:11- Normal:
Timed anggota gerak 12-19 repetisi 17 kali 10-15
Chair bawah ini, kali (2). Kurang repetisi kali
Stand responden repetisi dari normal: (2). Kurang repetisi
Test / lansia laki- (2). < 11 kali dari (2).
30-s laki dan Kurang: repetisi normal: < Kurang
CST responden < 12 kali (3). Lebih 11 kali dari
perempuan repetisi dari normal: repetisi normal:
dipersilahkan (3)Lebih > 17 kali (3), Lebih <10 kali
melakukan : >19 repetisi dari repetisi
gerakan kali normal: > (3).
berdiri dan repetisi 17 kali Lebih
duduk repetisi dari
berulang- normal:
ulang > 15 kali
sebanyak repetisi
mungkin
selama 30
detik.

4.6.5 Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah profil
PSTW Budi Mulia 1, Cipayung, Jakarta Timur dan data para lansia.
Dokumen merupakan data sekunder yang digunakan untuk memberikan
informasi kuantitatif seperti jumlah para lansia di PSTW Budi Mulia 1,
Cipayung, Jakarta Timur dan untuk melengkapi data primer yang
didapatkan oleh peneliti

85
4.7 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan data primer yang dilakukan pada bulan
Maret – April tahun 2023, yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner.
Dalam pengambilan data pada penelitian ini ada beberapa tahap yang dilakukan,
yaitu:
4.7.1 Peneliti mengajukan surat permohonan ijin untuk melakukan penelitian,
setelah mendapat ijin, selanjutnya peneliti menghubungi kepala Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur untuk
mendapatkan calon responden dengan kriteria yang telah ditentukan.
4.7.2 Setelah peneliti mendapat calon responden sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan, maka peneliti melakukan (formulir kesediaan)
infromend consent, kepada calon responden
4.7.3 Setelah lembar persetujuan di tanda tangani oleh responden, selanjutnya
peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner dan identitas data pribadi
calon responcen selanjutnya apabila ada pertanyaan atau pernyataan
yang kurang jelas maka dianjurkan untuk bertanya.
4.7.4 Dalam pengisian kuesioner dan identitas data pribadi, untuk masing-
masing responden diberikan waktu kurang lebih 15 menit. Responden
diharapkan menjawab seluruh pertanyaan yang ada di dalam kuesioner.
4.8 Perlengkapan/ Peralatan Dalam Pengumpulan Data
Peralatan, bahan maupun instrumen yang akan digunakan selama penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Alat tulis
2. Absensi kehadiran peserta yang mengikuti penelitian dengan judul hubungan
keseimbangan statis dengan kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia
di Panti Sosial Werdha Jakarta Timur tahun 2023 .
3. Absensi responden yang mengikuti test keseimbangan (OLS) One Leg
Standing dan test kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia dengan
menggunakan 30 second chair seat test (30-s CST).
4. Formulir informed consent yang berisi tentang pernyataan tentang
ketersediaan menjadi subjek penelitian atau responden untuk mengikuti
penelitian dari awal sampai akhir penelitian.

86
5. Formulir kuesioner yang terdiri dari identitas individu, pemeriksaan Tensi
(Tekanan Darah), Denyut Nadi, saturasi oksigen, suhu, berat badan, dan
tinggi badan
6. Kursi (tanpa lengan penyangga)
7. Stopwatch
8. Alat pengukur tekanan darah yaitu sphygmomanometer dan stetoskop.
9. Alat pengukur timbangan berat badan
10.Alat pengukur tinggi badan (Microtoise/stature meter)
11.Alat pengukur saturasi oksigen (Oksimeter)
12.Pengukur suhu (Thermogun)
13.Form kertas penilaian one leg standing test (OLST)
14.Form kertas penilaian 30 second chair seat test (30-s CST)
4.9 Rencana Pengolahan Data dan Penyajian data
Data yang akan diperoleh dari responden penelitian lemudian dikumpulkan
dengan lengkap dan diolah dengan cara :
4.9.1 Data Editing
yaitu pengecekan, keseragaman data dan kejelasan jawaban responden
pada pengisian kuesioner, hasil test pemeriksaan keseimbangan dan
kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia selengkap-lengkapnya.
Editing untuk data kuantitatif dari penelitian hubungan keseimbangan
dan kekuatan otot pada lansia adalah dilakukan pada saat penelitian
berlangsung responden mengisi kuesioner dengan berbagai pertanyaan
yang terkait dengan penelitian apakah jawaban tersebut sesuai dengan
pertanyaan yang diberikan peneliti kepada responden dengan tujuan
untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan
dilapangan dan bersifat koreksi (Notoatmodjo, 2018).
4.9.2 Data Coding
yaitu menggunakan sistem accidental sampling lansia. Coding yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah kuantitatif untuk pemeriksaan
kekuatan otot pada anggota gerak bawah dan keseimbangan statis data
individu tiap tiap lansia yang sudah bersedia menjadi responden
penelitian ini, untuk pemeriksaan hasil test keseimbangan statis dan hasil

87
test pemeriksaan kekuatan otot pada anggota gerak bawah lansia. Data
tersebut diberi kode responden berupa angka agar mempermudah saat
pengolahan data (Notoatmodjo, 2018).
4.9.3 Memasukkan Data (Data Entry) atau Processing Data
yakni langkah-langkah dari masing-masing responden yang dalam
bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau
“software” komputer. Software komputer ini bermacam-macam, masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Dalam penelitian ini
peneliti melakukan entry data dengan menggunakan program komputer
IBM SPSS Statistics 24 (Notoatmodjo, 2018).
4.9.4 Pembersihan Data (Cleanning)
merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan,
dilakukan apabila terdapat kesalahan dalam melakukan pemasukan data
yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variable-variabel yang
diteliti (Notoatmodjo, 2018).
4.9.5 Tabulating
Tabulating yaitu membuat tabel-tabel data, sesuai dengaan tujuan
penelitian atau yang dinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2018).
Peneliti membuat tabulasi dalam penelitian ini yaitu dengan memasukan
data kedalam tabel yang digunakan yaitu tabel distribusi frekuensi.
4.10 Metode Analisis Data
4.10.1 Analisis Univariat
Pengertian Analisis Univariat adalah suatu teknik analisis data
terhadap satu variabel secara mandiri, tiap variabel tanpa di kaitkan
dengan variabel lainnya. Analisis Univariat bertujuan untuk
menjelaskan karakteristik setiap variabel penelitian dan untuk melihat
distribusi dari variabel yang akan disajikan pada tabel yang di
dalamnya terdapat nilai rata-rata, standar deviasi, minimum dan
maximum dan CI 95%. Dimana data umum yang digunakan usia, jenis
kelamin, tinggi badan, berat badan, tekanan darah, dan nadi.

88
4.10.2 Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek apakah
data peneitian kita berasal dari populasi yang sebarannya normal. Uji
normalitas bertujuan untuk apakah data sampel berdistribusi
normal/tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas menggunakan uji
Kolmogorov Smirnov dengan sampel > 30 orang. Uji Kolmogorov
Smirnov pertama kali di temukan oleh Vladimir Ivanovich Smirnov.
Vladimir Ivanovich Smirnov adalah seorang matematikawan Rusia yang
mencestukan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov. Uji Kolmogorov
Smirnov adalah tes nonparametrik dari persamaan kontinu, distribusi
probabilitas satu dimensi yang dapat digunakan untuk membandingkan
sebuah sampel dengan distribusi probabilitas referensi (Wikipedia,
2020). Jika pada tabel test of normality dengan menggunakan
Kolmogorov Smirnov nilai α > 0,05 maka data berdistribusi normal.
Sebaliknya untuk nilai α < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
Jika data terdistribusi tidak normal metode yang digunakan Chi Square.
4.10.3 Analisa Bivariat
Analisa bivariant merupakan teknik analisa statistik yang
digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabe atau lebih.
Uji Chi-Square bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel
1yang terdapat pada baris dan kolom. Untuk data yang menggunakan
ordinal mennggunakan spss tipe 25 dengan crostabulasi kemudian uji
chi-square. Dalam penelitian ini menggunakan uji statistic Chi-Square
dalam data ordinal, dan uji normalitas variabel bersifat tidak normal.
Untuk mengetahui kebermaknaan dari hasil pengujian tersebut dilihat
dari p-value, p-value kemudian dibandingkan dengan nilai α = 5%
(0,05) atau dengan ketentuan:
4.10.3.1. Bila p value atau α < (0,05) berarti ada hubungan keseimbangan
statis dengan kekuatan otot anggota gerak bawah lansia, berarti
Ho di tolak dan Ha di terima.

89
4.10.3.2. Bila p value atau α > (0,05) berarti tidak terdapat hubungan
keseimbangan statis dengan kekuatan otot anggota gerak bawah
lansia, berarti Ho diterima dan Ha di tolak.
4.10.4 Pengujian kekuatan hubungan antar variabel
Korelasi Rank Spearman atau yang biasanya disebut dengan
Spearman Rank Correlation Coefficient merupakan salah satu penerapan
koefisien korelasi dalam metode analisis data statistik non parametrik.
Statistik non parametrik ini merupakan suatu ukuran asosiasi atau
hubungan yang dapat digunakan pada kondisi satu atau kedua variabel
yang diukur adalah skala ordinal. Penelitian ini mengunakan SPSS tipe

25. Uji Spearman merupakan metode korelasi yang dikemukakan oleh


Carl Spearman pada tahun 1904. Metode ini diperlukan untuk mengukur
keeratan hubungan antara dua variabel. Variabel keseimbangan statis
dengan test one leg standing dan variabel kekuatan otot anggota gerak
bawah dengan test 30- Second Timed Chair Stand Test (30-s CST).
Koefisian korelasi Spearman berkisar dari -1 sampai 1. Apabila koefisian
mendekati 1 dan - 1 menunjukkan hubungan yang semakin kuat.
Sebaliknya apabila mendekati nilai 0, maka hubungan semakin lemah
Tabel 4.1 Tingkat hubungan Antar Variabel (Spearman Rank)
No Arti R Interval R
1 Negatif Sempurna -1
2 Negatif Kuat -1 < r < - 0,9
3 Negatif Moderat - 0,9 < r < - 0,5
4 Negatif Lemah - 0,5 < r < 0
5 Tidak Berkolerasi 0
6 Positif Lemah 0 < r < 0,5
7 Positif Moderat 0,5 < r < 0,9
8 Positif Kuat 0,9 < r < 1
9 Positif Sempurna 1

(Sudarno, 2017)

90
4.11 Etika Penelitian
Penelitian yang berjudul: Hubungan keseimbangan statis dengan kekuatan
otot pada anggota gerak bawah lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2023” telah melalui prosedur kaji etik
dan dinyatakan layak untuk dilaksanakan dengan nomor
110/SK.KEPK/UNR/III/2023. Etika penelitian ini yaitu untuk menghindari
terjadinya tindakan yang tidak etis dalam melakukan penelitian (Masturoh &
Anggit, (2018), sehingga akan dilakukan beberapa prinsip yaitu sebagai
berikut:
4.11.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Lembar persetujuan berisi tentang apa yang dilakukan tujuan
penelitian, manfaat yang di dapat responden, tata cara penelitian,
resiko yang mengkin terjadi. Untuk responden yang bersedia maka
mengisi dan menadatangani lembar persetujuan secara sukarela.
Semua pernyataan tersebut dituliskan dilembar persetujuan dengan
jelas dan mudah dipahami oleh responden.
4.11.2 Anonimitas
Untuk menjaga sebuah kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan
nama, namun peneliti akan menuliskan kode di lembar kuesioner-
kuesioner sehingga lebih menjaga privasi responden.
4.11.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Confidentiality yaitu masalah etika yang akan memberikan
jaminan kerahasiaan dari hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah yang lainnya. Informasi yang telah dikumpulkan peneliti
akan dijamin kerahasiannya. Namun hanya beberapa kelompok data
saja yang akan dilaporkan pada hasil riset
4.11.4 Sukarela
Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau
tekanan secara langsung maupun tidak langsung dar peneliti kepada
calon responden lansia yang akan diteliti dalam penelitian ini.

91
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian


Sejarah berdirinya Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung,
Jakarta Timur dimulai pada tahun 1968 yang memiliki luas area sebesar 9.999
m2 yang dikukuhkan menjadi PANTI WERDHA 1 Cipayung melalui SK
Gubernur DKI Jakarta No.CA11/29/1/1972. Selanjutnya mengalami pergantian
nama menjadi PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) Budi Mulia 1
Cipayung melalui SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 736 Tahun 1996.
PSTW Budi Mulia 1 merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial
Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesejahteraan
sosial dalam menampung lanjut usia (lansia) yang terlantar.
Tujuan berdirinya Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung,
Jakarta Timur yaitu meningkatkan taraf kesehateraan, kualitas hidup dan
keberfungsian sosial lansia terlantar sehingga dapat membuat hari tuanya dengan
mengikuti ketentraman lahir dan batin. Dengan berlakunya Perda (Peraturan
Daerah) No. 3 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
dan Sekretaris DPRD, SK Gubernur DKI Jakarta No. 41 tahun 2002 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Bina Mental Spritual dan
Kesejahteraan Sosial Provonsi DKI Jakarta, Panti Tresna Werdha Budi Mulia 1
Cipayung, dikukuhkan kembali berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 163
tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis di lingkungan Dinas Bintal dan Kesos Provinsi DKI Jakarta, dan
Peraturan Gubernur No. 57 tahun 2010 tentang Organisasi Tata Kerja PSTW
Budi Mulia 1.
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur
mempunyai Visi dan Misi dalam menjalankan perannya. Visi yaitu Mengangkat
Harkat dan Martabat Lansia Terlantar menuju Kehidupan Layak, Sehat,
Normatif dan Manusiawi. Misi yaitu: Menyelenggarakan penampungan lanjut
usia terlantar dalam rangka perlindungan sosial; Menyelenggarakan pelayanan
sosial, psikologis, perawatan medis, bimbingan fisik, mental spiritual, dan

92
bimbingan pemanfaatan waktu luang; Menyelenggarakan penyaluran bina lanjut
dan pemulasaraan jenazah; Menjalin keterpaduan dan kerjasama lintas social;
Menggalang peran serta sosial masyarakat dan dunia usaha.
Sarana dan prasarana di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1
Cipayung, Jakarta Timur terdiri dari sarana dan kegiatan (5 buah barak, wisma
asoka, wisma Bougenville, wisma catelya, wisma flamboyan, wisma cempaka
wisma dahlia, wisma edelweiss, gedung kantor utama, didalam gedung kantor
utama yang berfungsi sebagai ruang kantor dan tempat dilaksanakannya case
conference, maupun rapat-rapat untuk para staf, kamar mandi lansia. Fasilitas
umum seperti poliklinik umum, lobby utama, aula, ruang ibadah, dapur umum,
lapangan (lapangan ini digunakan untuk melakukan kegiatan senam sekaligus
dijadikan lahan parkir untuk para tamu atau staff), ruang pemulasaraan jenazah,
teras ruang pertemuan, ruang keperawatan, sarana olah raga, kendaraan darurat
dan wc umum. Kompleks bangunan panti asuhan ini menghadap ke dalam dan
terdiri dari blok bangunan dengan halaman tengah. PSTW Budi Mulia 1
beralamat di Jalan Bina Marga No. 58 7 6 Rt.7/Rw.5, Cipayung, Kota Jakarta
Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13840.

Gambar 5.1
Peta Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur

93
Gambar 5.2
Peta Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur
Tabel 5.1
Jadwal Kegiatan Bimbingan Warga Binaan Sosial
Di PSTW Budi Mulai 1 Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2023
NO Hari Nama Kegiatan Jadwal
1. Senin 1 Berjemur dan Senam Ringan 4 x dalam 1 bulan
2 Bimbingan Rohani Islam 4 x dalam 1 bulan
3 Bimbingan Rohani Kristen 4 x dalam 1 bulan
4 Fisioterapi Kesehatan 2 x dalam 1 bulan
5 Kegiatan TAK (Permainan) 4 x dalam 1 bulan
2. Selasa 1 Senam Bersama 4 x dalam 1 bulan
2 Instruktur Keterampilan Menjahit 4 x dalam 1 bulan
3 Bimbingan Keterampilan 4 x dalam 1 bulan
Anyaman Keset, dll
3. Rabu 1 Berjemur dan Senam Ringan 4 x dalam 1 bulan

94
2 Kesenian Angklung 2 x dalam 1 bulan
3 Panggung Gembira 2 x dalam 1 bulan
4 Bimbingan Ketrampila 4 x dalam 1 bulan
Handycraft/manik-manik
4. Kamis 1 Berjemur dan Senam Ringan 4 x dalam 1 bulan
2 Rientasi Lingkungan Panti 4 x dalam 1 bulan
3 Bimbingan Rohani Islam 4 x dalam 1 bulan
4 Bimbingan Rohani Kristen 4 x dalam 1 bulan
5. Jumat 1 Senam Bersama 4 x dalam 1 bulan
2 Kegiatan TAK (Permainan) 4 x dalam 1 bulan
3 Kesenian Rebana Islam / Qasidah 4 x dalam 1 bulan
4 Nonton Bersama 4 x dalam 1 bulan
Keterangan : TAK (Terapi Aktifitas Kelompok)

5.2 Hasil Analisa Univariat


5.2.1 Hasil Analisis Frekuensi Karakteristik Responden
5.2.1.1 Responden berdasarkan usia
Berikut paparan tabel frekuensi (Tabel 5.2) berdasarkan usia
dibawah ini:
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia:

No Variabel Frekuensi Presentase


(%)
1 60-69 tahun 66 66 %
2 70-79 tahun 34 34 %
Total 100 100%

Pada Tabel 5.2 diatas menyatakan bahwa lansia kelompok usia


60 – 69 tahun sebanyak 66 orang dengan frekuensi sebesar 66%, dan
kelompok usia 70-79 tahun sebanyak 34 orang dengan frekuensi
sebesar 34 % (N=100 responden lansia).

95
5.2.1.2 Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Berikut paparan tabel frekuensi (Tabel 5.3) berdasarkan Jenis
kelamin dibawah ini:
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi reponden berdasarkan Jenis
Kelamin dibawah ini:

No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase


1 Laki – laki 45 45 %
2 Perempuan 55 55 %
Total 100 100%
Berdasarkan tabel 5.3 diatas menyatakan bahwa sebagian besar
lansia dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 55 orang
dengan frekuensi sebesar 55 % sedangkan lansia jenis kelamin
laki-laki sebanyak 45 orang dengan sebesar 45% (N=100
responden lansia).
5.2.1.3 Responden berdasarkan Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi
badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Tinggi badan
merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang telah
lalu dan keadaan sekarang.
Berikut Paparan tabel 5.4 distribusi responden berdasarkan
tinggi badan lansia:
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan tinggi badan:

Mean Median Standar CI 95% Minimum Maksimum


Deviation
153 153 9,466 151,12 ± 154,88 134 185
Berdasarkan tabel 5.4 diatas menyatakan bahwa tinggi badan
responden dengan rata-rata (mean) 153, median 153, standar
deviation 9,466, taraf kepercayaaan 95% (CI 95%) adalah
151,12 ± 154,88, skor tinggi badan minimum 134 cm dan skor
tinggi badan maksimum 185 cm, (N=100).

96
5.2.1.4 Responden berdasarkan Berat Badan
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan
gambaran tentang massa tubuh seseorang. Berat badan diukur dengan
alat ukur dengan alatukur berat badan dalam satuan kilogram, dengan
mengetahui berat badan seseorang maka kita akan dapat
memperingatkan tingkat kesehatan atau gizi seseorang.
Berikut paparan tabel distribusi responden (Tabel 5.5)
berdasarkan berat badan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi
Mulia 1 dibawah ini:
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan berat badan lansia di
Panti sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung
Jakarta Timur tahun 2023:

Mean Median Standar CI 95% Minimum Maksimum


Deviation
53,52 52 10,922 51,35 ± 55,69 30 88

Berdasarkan tabel 5.5 diatas menyatakan bahwa bahwa berat


badan rata-rata (mean) 53,52; median 52, standar deviation 10,992
taraf kepercayaaan 95% (CI 95%) adalah 51,35 ± 55,69, skor tinggi
badan minimum 30 kg dan skor tinggi badan maksimum 88 kg,
(N=100).
5.2.1.5 Responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat ukur yang sederhana
dalam pemantauan status gizi orang dewasa terkait dengan kelebihan
dan kekurangan berat badan (Supariasa N 2019) Indeks massa tubuh
(IMT) adalah hasil dari berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan
(m) yang dikuadratkan. IMT sering dikaitkan dengan obesitas.
(Widyaningsih 2019)

Saat proses penuaan, terjadi penurunan aktivitas fisik pada lansia,


mengakibatkan tubuh mengalami ketidakseimbangan dalam
menggunakan energi, sehingga komposisi tubuh seperti otot, tulang,
dan lemak yang tergambar dalam indeks massa tubuh (IMT) akan

97
terganggu yang mengakibatkan pula adanya gangguan di otot,
termasuk penurunan massa otot. (Widyaningsih 2019) Saat proses
penuaan, terjadi penurunan aktivitas fisik pada lansia, mengakibatkan
tubuh mengalami ketidakseimbangan dalam menggunakan energi,
sehingga komposisi tubuh seperti otot, tulang, dan lemak yang
tergambar dalam indeks massa tubuh (IMT) akan terganggu yang
mengakibatkan pula adanya gangguan di otot, termasuk penurunan
massa otot.

Pengukuran Indeks Massa Tubuh dengan menghitung berat badan


(kilogram) dibagi tinggi badan (meter2) Berikut paparan tabel
distribusi responden (Tabel 5.6) berdasarkan Indeks Massa Tubuh di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 dibawah ini:

Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan Indeks Massa


Tubuh lansia di Panti sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1
Cipayung Jakarta Timur tahun 2023:
Mean Median Standar CI 95% Minimum Maksimum
Deviation
2.24 2.00 1.031 2.09± 2.39 0 4
Berdasarkan tabel 5.6 diatas menyatakan bahwa Indeks Massa
Tubuh rata-rata (mean) 2.24; median 2.00, standar deviation 1.031
taraf kepercayaaan 95% (CI 95%) adalah 2.09 ± 2.39, skor Indeks
Massa Tubuh minimum 0 ( IMT = < 17,0 (sangat kurus)) dan skor
Indeks Massa Tubuh maksimum 4 (IMT = < 27,0 (obesitas)) ,
(N=100).

98
5.2.1.6 Responden berdasarkan Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan alat berupa
tensimeter atau sphygmomanometer serta stetoskop. Berikut paparan
tabel distribusi responden (Tabel 5.7) berdasarkan tekanan darah di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 dibawah ini:
Tabel 5.7 Distribusi responden berdasarkan tekanan darah lansia
di Panti sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung
Jakarta Timur tahun 2023:

N Mean Median Standar CI 95% Minimum Maximum


o Deviation
Sist Diasto Sist Dias Sist Dias Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik Sistoli Diastoli
olik lik olik tolik olik tolik k k
1 118 77,20 120 80 10.0 6,20
116,19 ± 75,97 ± 100 60 138 90
.18 47 8120,17 78,43
Berdasarkan tabel 5.7 diatas menyatakan bahwa tekanan darah
dengan sistolik rata-rata (mean) 118,18; median 120, standar deviation
10,047; taraf kepercayaaan 95% (CI 95%) adalah 116,19 ± 120,17;
skor tekanan darah minimum 100 mmHg dan skor tekanan darah
maksimum 138 mmHg, sedangkan tekanan darah dengan diastolik
rata-rata (mean) 77,20; median 80; standar deviation 6,208; taraf
kepercayaan 95% (CI 95%) adalah 75,97 ± 78,43; skor tekanan darah
minimum 60 mmHg dan skor tekanan darah maximum 90 mmHg,
(N=100).
5.2.1.7 Responden berdasarkan Nadi
Berikut paparan tabel 5.8 distribusi responden berdasarkan nadi
di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 dibawah ini:
Tabel 5.8 Distribusi responden berdasarkan nadi di Panti sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur
tahun 2023:

Mean Median Standar CI 95% Minimum Maksimum


Deviation
77,83 80 4,860 76,87 ± 78,79 70 88

Berdasarkan tabel 5.8 diatas menyatakan bahwa nadi dengan


rata-rata (mean) 77,83; median 80, standar deviation 4,860; taraf

99
kepercayaaan 95% (CI 95%) adalah 76,87 ± 78,79; skor nadi
minimum 70 x/menit dan skor nadi maksimum 88 x/menit, (N=100).
5.2.2 Hasil Analisis Deskriptif Karakteristik Variabel
5.2.2.1 Keseimbangan Statis
Tabel 5.9 Variabel Keseimbangan Statis

No Keseimbangan Statis Frekuensi Presentase


1 Normal (Umur 60-69 tahun) 40 40%
2 Kurang dari Normal (Umur 60-69 tahun) 15 15%
3 Lebih dari Normal (Umur 60-69 tahun) 11 11%
4 Normal (Umur 70-79 tahun) 28 28%
5 Kurang dari Normal (Umur 70-79 tahun) 3 3%
6 Lebih dari Normal (Umur 70-79 tahun) 3 3%
Total 100 100%

Berdasarkan table 5.9 diatas menyatakan bahwa lansia umur 60-


69 tahun memiliki keseimbangan normal sebanyak 40 orang dengan
frekuensi sebesar 40%, lansia umur 60-69 tahun memiliki
keseimbangan kurang dari normal sebanyak 15 orang dengan
frekuensi sebesar 15%, lansia umur 60-69 tahun memiliki
keseimbangan lebih dari normal sebanyak 11 orang dengan frekuensi
sebesar 11%, sedangkan lansia umur 70-79 tahun memiliki
keseimbangan normal sebanyak 28 orang dengan frekuensi sebesar
28%, lansia umur 70-79 tahun memiliki keseimbangan kurang dari
normal sebanyak 3 orang dengan frekuensi sebesar 3%, lansia umur
70-79 tahun memiliki keseimbangan lebih dari normal sebanyak 3
orang dengan frekuensi sebesar 3%, (N=100 responden lansia).

100
5.2.2.2 Kekuatan Otot Pada Anggota Gerak Bawah
Tabel 5.10 Variabel Kekuatan Otot anggota Gerak Bawah

No Kekuatan Otot Anggota Gerak Bawah Frekuensi Presentase


1 Normal (Perempuan Umur 60-69 tahun) 28 28%
2 Kurang dari Normal (Perempuan Umur 12 12%
60-69 tahun)
3 Lebih dari Normal (Perempuan Umur 60- 3 3%
69 tahun)
4 Normal (Perempuan Umur 70-79 tahun) 11 11%
5 Kurang dari Normal (Perempuan Umur 2 2%
70-79 tahun)
6 Normal (Laki-laki Umur 60-69 tahun) 14 14%
7 Kurang dari Normal (Laki-laki Umur 60- 9 9%
69 tahun)
8 Lebih dari Normal (Laki-laki Umur 60-69 1 1%
tahun)
9 Normal (Laki-laki Umur 70-79 tahun) 11 11%
10 Kurang dari Normal (Laki-laki Umur 70- 9 9%
79 tahun)
Total 100 100%

Berdasarkan table 5.10 diatas menyatakan bahwa lansia


perempuan umur 60-69 tahun memiliki kekuatan otot normal
sebanyak 28 orang dengan frekuensi sebesar 28%, lansia perempuan
umur 60-69 tahun memiliki kekuatan otot kurang dari normal
sebanyak 12 orang dengan frekuensi sebesar 12%, lansia perempuan
umur 60-69 tahun memiliki kekuatan otot lebih dari normal
sebanyak 3 orang dengan frekuensi sebesar 3%, sedangkan lansia
perempuan umur 70-79 tahun memiliki kekuatan otot normal
sebanyak 11 orang dengan frekuensi sebesar 11%, dan lansia
perempuan umur 70-79 tahun memiliki kekuatan otot kurang dari

101
normal sebanyak 2 orang dengan frekuensi sebesar 2%. Lansia laki-
laki umur 60-69 tahun memiliki kekuatan otot normal sebanyak 14
orang dengan frekuensi sebesar 14%, lansia laki-laki umur 60-69
tahun memiliki keseimbangan kurang dari normal sebanyak 9 orang
dengan frekuensi sebesar 9%, lansia laki-laki umur 60-69 tahun
memiliki kekuatan otot lebih dari normal sebanyak 1 orang dengan
frekuensi sebesar 1%, sedangkan lansia laki-laki umur 70-79 tahun
memiliki kekuatan otot normal sebanyak 11 orang dengan frekuensi
sebesar 11%, dan lansia laki-laki umur 70-79 tahun memiliki
kekuatan otot kurang dari normal sebanyak 9 orang dengan frekuensi
sebesar 9%. (N=100 responden lansia).
5.2.2.3 Nilai Deskriptif Variabel
Tabel 5.11 Nilai Deskriptif statistik
Karakteristik Median Standar CI 95 Minim Maximum
Variabel Deviation % um
Keseimbangan 15 10,655 16,17 ± 2 60
Statis 20,40
Kekuatan otot 12 2,976 10,94 ± 5 20
anggota gerak 12,12
bawah

Berdasarkan tabel 5.11 menyatakan bahwa nilai variabel


deskriptif keseimbangan statis dengan median 15; standar deviation
10,655; taraf kepercayaan (CI 95%) (16,17 ± 20,40); nilai minimum
2 dan nilai maksimum 60. Sedangkan nilai variabel deskriptif
kekuatan otot anggota gerak bawah dengan median 12; standar
deviation 2,976; taraf kepercayaan (CI 95%) (10,94 ± 12,12); nilai
minimum 5 dan nilai maksimum 20.

5.3 Hasil Uji Prasyarat Analisis (Uji Normalitas Data)


Metode pengujian distribusi data bersifat normal atau tidak dilakukan
dengan melihat nilai signifikansi variabel, Bila nilai (alfa) α > 0,05 maka data

102
berdistribusi normal. Sebaliknya untuk nilai α < 0,05 maka data tidak
berdistribusi normal.
Pengujian prasyarat analisis dilakukan dengan menggunakan uji
normalitas sebelum pengujian hipotesis. Uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam kedua variabel mempunyai distribusi yang normal atau
tidak normal (Ghozali, 2011).
Dalam penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan Uji sig Kolmogrov
Smirnov dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 5.12 Hasil Uji Normalitas Data (Uji Sig. Kolmogrov Smirnov
Hasil Uji
No Variabel Keterangan
Normalitas
1 Keseimbangan Statis 0,000 Distribusi Tidak
Normal
2 Kekuatan Otot Anggota 0,000 Distribusi Tidak
Gerak Bawah Normal

Berdasarkan hasil tabel 5.12 di atas menyatakan bahwa nilai


keseimbangan statis pada lansia adalah 0,000 atau dibawah 0.05 maka data
tidak berdistribusi normal. Sedangkan kekuatan otot pada anggota gerak bawah
lansia adalah 0,000 atau dibawah 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
Maka data terdistribusi tidak normal mengingat ada data yang tidak normal
maka menggunakan uji Chi-Square.
5.4 Analisa Bivariat
Analisa Bivariat adalah metode statistik yang meneliti bagaimana dua
hal yang berbeda saling berhubungan. Analisa bivariat bertujuan untuk
menentukan apakah ada hubungan statistik antara dua variabel. Dalam
penelitian ini menggunakan uji Chi-Square. dimana untuk melihat apakah ada
hubungan keseimbangan statis dengan kekuatan otot anggota gerak bawah
lansia.

103
Tabel 5.13 Tes Uji Chi-Square hubungan keseimbangan statis dengan
kekuatan otot anggota gerak bawah lansia
Variabel Kekuatan Otot anggota Gerak Bawah Tot Sig

Norma Kurang Lebih Normal Kuran Norma Kuran Lebih Norma Kurang al

l (P) dari dari (P) (70- g dari l (L) g dari dari l (L) dari
(60-69 normal normal 79 normal (60-69 norma norma (70-79 normal
thn) (P) (60- (P) 60- tahun) (P) (70- thn) l (L) l (L) thn) (L) (70-
69 thn) 69 thn) 79 thn) (60-69 (60-69 79 thn)
thn) thn)

Keseimb Normal 19 7 2 0 0 7 4 1 0 0 40 .000


angan (60-69
Statis tahun)
Kurang 4 5 0 0 0 -3 3 0 0 0 15
dari
normal
(60-69
tahun)
Lebih 4 0 1 0 0 4 2 0 0 0 11
dari
normal
(60-69
tahun)
Normal 1 0 0 9 1 0 0 0 10 7 28
(70-79
tahun)
Kurang 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 3
dari
normal
(70-79
tahun)
Lebih 0 0 0 1 0 -0 0 0 1 1 3
dari
normal
(70-79
tahun)
Total 28 12 3 11 2 14 9 1 11 9 10
0

Berdasarkan dari tabel 5.13 dalam bentuk 2x2 untuk uji Chi-Square
Secara statistik dapat diperoleh nilai p < α yaitu 0,000 < 0,05. Ini berarti H0

104
ditolak dan Ha diterima, dengan demikian terdapat hubungan keseimbangan
statis dengan kekuatan otot anggota gerak bawah lansia secara
signifikan/bermakna.
5.5 Uji Statistik Spearman Rank
Tabel 5.14 Hasil Analisis Hubungan antara Keseimbangan
Terhadap Kekuatan Otot
Uji Spearman’s Nilai
Variabel Frek p-value
Rank Rho Korelasi (r)
Keseimbangan 100 0,000 0,544
Kekuatan Otot

Hasil Uji Statistik Spearman Rank Rho diperoleh :


5.5.1. Melihat Siginifikansi Hubungan variabel Keseimbangan statis
dengan kekuatan otot anggota gerak bawah lansia
Berdasarkan out put diatas, diketahui nilai signifikansi atau sign.
(2-tailed)/nilai p sebesar 0,000, karena nilai sig. (2-tailed) 0,000 <
Lebih kecil dari 0,05 maka artinya ada Hubungan yang signifikan
(berarti) antara Keseimbangan statis dengan kekuatan otot anggota
gerak bawah lansia.
5.5.2. Melihat tingkat kekuatan (keeratan) Hubungan variabel
Keseimbangan statis dengan kekuatan otot anggota gerak
bawah lansia.
Dari out put SPSS, diperoleh angka koefisien korelasi
sebesar 0,544**Artinya, tingkat kekuatan Hubungan
(korelasi) antara variabel keseimbangan statis dengan
kekuatan otot anggota gerak bawah lansia adaalah sebesar
0,544 tingkat kekuatan korelasi / hubungannya adalah
hubungan kuat (moderat).
5.5.3. Melihat arah (jenis) hubungan variabel keseimbangan
statis dengan kekuatan otot anggota gerak bawah lansia.
Angka koefisien korelasi di atas bernilai positif, yaitu
sebesar 0.544** maka arah hubungan variabelnya yaitu

105
positif yang mengindikasikan pola hubungannya searah,
dimana semakin tinggi tingkat keseimbangan statis maka
semakin tinggi kekuatan otot anggota gerak bawah lansia
yang terjadi, begitupun sebaliknya semakin tinggi tingkat
kekuatan otot anggota gerak bawah maka makin tinggi
keseimbangan satatis lansia. Hasil korelasi penelitian ini
termasuk dalam interval positif moderat (0,5<r<0,9).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak
dan Ha diterima yang searah dengan tingkat korelasi
hubungan kuat berarti ada hubungan signifikan yang kuat
dan searah pada keseimbangan statis dengan kekuatan otot
anggota gerak bawah lansia di Panti sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur tahun 2023

106
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Deskripsi Variabel Penelitian


6.1.1. Lansia
Data lansia pada sampel penelitian ini memiliki beberapa karakteristik
seperti usia (60-79 tahun) dan jenis kelamin, tinggi badan, berat badan,
tekanan darah, nadi, suhu, saturasi oksigen :
6.1.1.1. Pada karakteristik berdasarkan usia,
Frekuensi dan distribusi data dapat ditemukan pada tabel
5.2 dimana jumlah sampel terbanyak berada pada usia 60 hingga
69 tahun sebanyak 66 orang atau sebesar 66%, sedangkan
rentang usia 70 hingga 79 sebanyak 34 orang atau sebesar 34%
(N=100 responden lansia).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cabrera, (2015)
dengan judul “Theories of Human Aging of Molecules to
Society. MOJ Immunology” menyatakan lansia adalah
seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun dan banyak
mengalami penurunan dan perubahan fisik, psikologi, sosial
yang saling berhubungan satu sama lain sehingga berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan fisik dan mental pada lansia.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rindu Febriyeni Utami dan Irhas Syah, 2022 dengan judul”
“Analisis Faktor yang mempengaruhi keseimbangan lansia.
dimana semakin tinggi usia seseorang akan berisiko mengalami
masalah Kesehatan seperti perubahan fisik, ekonomi, psikologi,
kogniti dan spiritual.
Penelitian lainnya oleh Murtiani et., all (2019) dengan judul
“Pengaruh Pemberian Intervensi 12 Balance Exercise Terhadap
Keseimbangan Postural Pada Lansia.” menunjukkan bahwa
seiring bertambahnya usia yang diikuti proses menua, terjadi
penurunan kemampuan fisik yang disebabkan penurunan

107
kemampuan berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh seperti
sistem muskuloskeletal, sistem vestibula, sistem proprioseptif,
dan gangguan mata disebabkan karena proses degeneratif yang
bersifat fisiologis.
6.1.1.2. Pada karakteristik jenis kelamin lansia
Berdasarkan tabel 5.4 diatas menyatakan bahwa lansia
frekuensi lansia perempuan lebih banyak daripada lansia Laki-
laki sebesar 55 orang dengan frekuensi sebesar 55 %, sedangkan
lansia jenis kelamin laki laki sebanyak 45 orang dengan sebesar
45 % (N = 100 responden lansia).
Penelitian yang dilkaukan oleh Mifta Nurmalasari, Novira
Widyjanti, dan Rwahiyta Satyawati Dharmanta, 2018 dengan
judul Hubungan Riwayat jatuh dan Timed Up go Test pada pasien
Geriatri”, menyatakan bahwa subjek penelitian terdiri dari 32
laki-laki dan 41 perempuan. Distribusi usia mayoritas pada subjek
lakilaki adalah rentang usia 70–79 tahun (53,12%), sedangkan
pada subjek perempuan adalah rentang usia 60–69 tahun
(53,66%). Perempuan cenderung lebih mudah jatuh daripada laki-
laki dikarenakan terdapat perbedaan anatomi yang menyusun
komponen ekstremitas bawah. Struktur pelvis perempuan yang
lebar menyebabkan adduksi pinggul abduksi lutut yang lebih
besar sehingga ekstremitas bawah perempuan cenderung terjadi
valgus (Graci V, Van Dillen LR, Salsich GB, 2012) Terdapat
hubungan antara kinematik pinggul dan pola aktivasi kelompok
otot pinggul yang berpengaruh terhadap momentum dan gaya
pada persendian tibiofemoral. Penelitian telah menunjukkan
bahwa m. gluteus medius memiliki peran penting terhadap
kontrol kinematic multi-planar persendian pinggul. Serat
intermediet dan posterior dari m. gluteus medius berfungsi untuk
abduksi pinggul dan rotasi lateral (Chang JS, Kwon YH, Choi JH,
Lee HS.2012)

108
Penelitian yang dilakukan Peters RM, McKeown MD,et all,
(2016) dengan judul Losing touch: age-related changes in plantar
skin sensitivity, lower limb cutaneous reflex strength, and
postural stability in older adults, menyatakan bahwa kemampuan
otot pada laki-laki berpotensi memiliki kekuatan yang lebih besar
dari wanita. Pada umumnya laki-laki lebih kuat dibandingkan
dengan perempuan. Sebuah penelitian mengatakan bahwa
kekuatan otot pada perempuan lebih rendah dari kekuatan otot
laki-laki. Perempuan memiliki kekuatan otot 37-68% dari
kekuatan otot laki-laki.
Berdasarkan penelitian dari Ratmawati et al.,(2018), dengan
judul “Asuhan Keperawatan Gerotik”, menyatakan bahwa
penurunan kekuatan otot akibat proses penuaan berkaitan dengan
perbedaan kekuatan otot pada lansia laki-laki dan perempuan,
dimana pada laki-laki proses penuaan yang dialami terjadi secara
bertahap, sedangkan pada perempuan proses penuaan terjadi
secara drastis setelah memasuki masa menopause sehingga
menyebabkan kekuatan otot pada lansia perempuan relatif lebih
rendah dibanding lansia laki-laki.
Penelitian lainnya oleh Sudiartawan et all. (2017), dengan
judul “Analisis Faktor Risiko Penyebab Jatuh Pada Lanjut Usia”,
menyatakan bahwa lansia wanita memiliki kontrol muskular yang
kurang daripada lansia laki-laki sehingga mempengaruhi
ekstremitas bawah serta ketidakseimbangan posisi tegak atau
dinamis.
Penelitian yang dilakukan oleh Surti et all, (2017), dengan
judul “Hubungan Antara Karakteristik Lanjut Usia Dengan
Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Fisik Lansia Di Kelurahan
Tlogomas Kota Malang.” Menyatakan bahwa terdapat perbedaan
kebutuhan aktivitas fisik pada lansia Pria dan wanita, seperti Pria
ketika memasuki lanjut usia akan lebih sedikit melakukan
aktivitas berbeda dengan wanita walaupun sudah memasuki usia

109
lanjut, dia akan tetap melakukan aktivitas fisik di dalam rumah
tangga sehingga lansia wanita lebih aktif dibandingkan lansia
pria.
6.1.1.3. Pada Karakteristik Tinggi Badan
Tinggi badan dapat memiliki pengaruh terhadap
keseimbangan statis dan kekuatan otot anggota gerak bawah pada
lansia. Umumnya, lansia yang memiliki tinggi badan lebih tinggi
cenderung memiliki keseimbangan statis yang lebih baik dan
kekuatan otot yang lebih besar pada anggota gerak bawah.
Keseimbangan statis mengacu pada kemampuan seseorang
untuk menjaga posisi tubuhnya dengan stabil saat berdiri atau
berjalan tanpa bergantung pada dukungan eksternal. Tinggi badan
dapat mempengaruhi distribusi berat tubuh, pusat gravitasi, dan
kestabilan tubuh secara keseluruhan. Lansia dengan tinggi badan
lebih tinggi biasanya memiliki pusat gravitasi yang lebih tinggi,
yang dapat membantu meningkatkan keseimbangan dan stabilitas.
Berdasarkan tabel 5.4 diatas menunjukkan mean skor tinggi
badan responden adalah 19,00; median 19,00; standar deviasi
9,466; uji estimasi interval dengan kepercayaan 95 % yaitu 17,12
± 20,88; dan skor tinggi badan minimum 134 cm dan skor tinggi
badan maksimum 185 cm (total 100 responden lansia).
Pengukuran Tinggi badan (TB) merupakan komponen yang
fundamental sebagai indikator status gizi, sehingga pengukuran
tinggi badan seseorang secara akurat sangatlah penting untuk
menentukan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT).
6.1.1.4 Pada karakteristik Berat badan dan Indeks Massa Tubuh
Berdasarkan tabel 5.5 diatas menyatakan bahwa bahwa berat
badan rata-rata (mean) 53,52; median 52, standar deviation
10,992 taraf kepercayaaan 95% (CI 95%) adalah 51,35 ± 55,69,
skor tinggi badan minimum 30 kg dan skor tinggi badan
maksimum 88 kg, (N=100).

110
Berdasarkan tabel 5.6 diatas menyatakan bahwa Indeks
Massa Tubuh rata-rata (mean) 2.24; median 2.00, standar
deviation 1.031 taraf kepercayaaan 95% (CI 95%) adalah 2.09 ±
2.39, skor Indeks Massa Tubuh minimum 0 (IMT = < 17,0
(sangat kurus)) dan skor Indeks Massa Tubuh maksimum 4
(IMT = < 27,0 (obesitas)). (N=100).
Pada Penelitian Natasya Valentina (2018), dengan judul
Korelasi kekuatan otot tungkai bawah dan indeks massa tubuh
dengan keseimbangan tubuh pada lansia ditemukan tiga puluh
sembilan responden yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi
dan ekslusi diambil datanya mengenai pengukuran berat dan
tinggi badan untuk IMT, besar kekuatan otot tungkai bawah
menggunakan alat leg dynamometer, dan keseimbangan tubuh
berdasarkan resiko jatuh menggunakan skala keseimbangan
Berg. Didapatkan nilai signifikansi 0,000 untuk korelasi
kekuatan otot tungkai bawah dengan keseimbangan tubuh pada
lansia, dan korelasi IMT dengan keseimbangan tubuh pada
lansia. Simpulan: Terdapat korelasi positif kuat untuk korelasi
kekuatan otot tungkai bawah dan keseimbangan tubuh pada
lansia. Ditunjukkan dengan semakin bagus kekuatan otot maka
resiko jatuh pada lansia juga semakin rendah. Terdapat korelasi
positif kuat untuk korelasi IMT dengan keseimbangan tubuh
pada lansia. Ditunjukkan dengan semakin IMT menjauhi normal
maka resiko jatuh semakin tinggi. Berat badan yang tidak ideal
juga menjadi masalah hingga saat ini. Jika kekurangan berat
badan, maka energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas
juga tidak mencukupi dan menyebabkan lansia menjadi lemas
lalu mengurangi aktivitas fisiknya, sehingga jika dibiarkan
lama-kelamaan akan menyebabkan atrofi otot pada lansia terjadi
lebih cepat dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Begitu pula
dengan berat badan berlebih juga dapat mempengaruhi
keseimbangan tubuh. Keseimbangan yang terganggu

111
menyebabkan lansia membatasi aktivitasnya karena takut akan
jatuh maupun terjadinya jatuh berulang. Hal ini menyebabkan
lansia menarik diri dari lingkungan luar dan menjadi tergantung
pada orang lain yang berada di sekitarnya.
Menurut hasil penelitian Karunia et all, (2015) dengan
judulnya Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), dengan
keseimbangan statis pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana menyatakan bahwa Penurunan kekuatan
otot serta meningkatnya massa tubuh akan mengakibatkan
masalah keseimbangantubuh saat berdiri tegak maupun berjalan,
dan masalah kardiovaskuler. Massa otot yang rendah juga dapat
menyebabkan kegagalan biomekanik dari respon otot serta
hilangnya mekanisme keseimbangan tubuh.
6.1.1.5 Pada Karakteristik Tekanan Darah dengan menggunakan
alat berupa tensimeter atau sphygmomanometer serta
stetoskop
Berdasarkan tabel 5.7 diatas menyatakan bahwa variabel
tekanan darah normal sejumlah 68 orang (68%) dan kondisi pre
hipertensi sejumlah 32 orang (32%) (N=100 responden lansia).
Menurut hasil penelitian Utami dan Sukmaningtyas (2020),
nilai uji Chi- Square menunjukkan nilai p-value = 0,009 < 0,05.
Nilai tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara hubungan BMI dengan hipertensi pada lansia.
Meningkatnya usia akan menyebabkan tekanan darah
meningkatnya. Hal itu diakibatkan karena dinding pembuluh
arteri pada lansia akan menebal sehingga akan menyebabkan
penumpukan kolagen pada lapisan otot. Kemudian pembuluh
darah akan secara perlahan menyempit dan kaku.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lacey dan kawan-
kawan (2018) nilai rata-rata tekanan darah sistolik pada lansia
baik perempuan atau pun laki-laki meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Angka prevalensi terjadinya hipertensi pada

112
pria sama saja dengan wanita. Akan tetapi wanita sebelum masa
menopause akan terlindung dari penyakit kardiovaskuler. Wanita
yang belum mengalami menopause akan dilindungi oleh hormon
estrogen yang berperan penting dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein atau HDL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan salah satu faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis atau terjadinya penyempitan dan
pengerasan pada pembuluh darah (Palmer et al, 2007, dalam
Konita et al., 2014).
6.1.1.6 Pada Karakteristik Nadi Responden Lansia
Pada tabel 5.10 diatas menyatakan bahwa frekuensi responden
lansia laki dan lansia perempuan dengan jumlah responden 100
lansia (100%) memiliki nadi normal (N=100 responden lansia).
Denyut nadi adalah gelombang yang dirasakan pada arteri
yang diakibatkan karena pemompaan darah oleh jantung menuju
pembuluh darah. Denyut nadi dapat dirasakan atau diraba pada
arteri yang dekat dengan permukaan tubuh, seperti areri
temporalis yang terletak di atas tulang temporal, arteri dorsalis
pedis yang terletak di belokan mata kaki, arteri brakhialis yang
terletak di depan lipatan sendi siku, arteri radialis yang terletak di
depan pergelangan tangan. Banyak hal yang mempengaruhi
frekuensi denyut nadi di antaranya adalah; jenis kelamin, umur,
posisi tubuh, dan aktivitas fisik.
Penelitian yang dilakuian oleh I Nengah Sandi, 2016 dengan
judul “, Pengaruh Latihan Fisik Terghadap Frekuensi Denyut
Nadi”, menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi frekuensi denyut nadi istirahat yaitu jenis kelamin,
umur, posisi tubuh, dan aktivitas fisik. Peningkatan intensitas
latihan akan meningkatkan frekuensi denyut nadi, begitu juga
sebaliknya akan terjadi penurunan apabila intensitas latihan
diturunkan. Efek ini merupakan efek akut dari latihan fisik
terhadap frekuensi denyut nadi. Efek kronis latihan

113
terhadap frekuensi denyut nadi adalah denyut nadi istirahat
menurun apabila melakukan latihan fisik aerobik secara teratur
dan berkesinambungan.
6.1.2. Frekuensi Keseimbangan Statis Lansia
Berdasarkan table 5.10 diatas menyatakan bahwa lansia umur 60-69
tahun memiliki keseimbangan normal sebanyak 40 orang dengan frekuensi
sebesar 40%, lansia umur 60-69 tahun memiliki keseimbangan kurang dari
normal sebanyak 15 orang dengan frekuensi sebesar 15%, lansia umur 60-
69 tahun memiliki keseimbangan lebih dari normal sebanyak 11 orang
dengan frekuensi sebesar 11%, sedangkan lansia umur 70-79 tahun
memiliki keseimbangan normal sebanyak 28 orang dengan frekuensi
sebesar 28%, lansia umur 70-79 tahun memiliki keseimbangan kurang
dari normal sebanyak 3 orang dengan frekuensi sebesar 3%, lansia umur
70-79 tahun memiliki keseimbangan lebih dari normal sebanyak 3 orang
dengan frekuensi sebesar 3%, (N=100 responden lansia).
Dapat disimpulkan bahwa keseimbangan statis pada lansia baik yang
berumur 60-69 tahun sebanyak 40 orang dan yang berumur 70-79 berada
pada keseimbangan yang normal sebanyak 28 orang dengan frekuensi
28%.
Penelitian yang dilakukan oleh Ni Komang Artini Yanti, Anak Ayu
Nyoman Trisna Narta Dewi, I Nyoman Adi Putra, I Gusti Ayu Artini
(2022), dengan judul “Aktifitas Fisik berhubungan dengan keseimbangan
statis dan dinamis lansia”, menyatakan bahwa Hubungan Aktivitas Fisik
terhadap Keseimbangan Statis Berdasarkan statistik yang dilakukan
dengan uji statistik spearman’s rho menunjukkan bahwa ada hubungan
antara aktivitas fisik terhadap keseimbangan statis pada lansia dengan nilai
p=0,000 di mana nilaip<0,05. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi
aktivitas fisik maka semakin baik juga keseimbangan statis pada lansia,
begitu juga sebaliknya. Selain itu hasil uji statistic didapatkan koefisien
korelasi (r) sebesar 0,665 hal ini menyatakan aktivitas fisik mempunyai
hubungan kuat terhadap keseimbangan statis. Variabel keseimbangan statis
mempunyai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,44 yang berarti 44%

114
keseimbangan statis dipengaruhi oleh aktivitas fisik, sedangkan 56%
sisanya merupakan pengaruh variabel lainnya. Dalam mekanisme
fisiologis, keseimbangan mulai muncul ketika reseptor visual
menginformasikan input mengenai orientasi mata serta posisi kepala dalam
keterkaitan tubuh dengan lingkungan sekitarnya. Sistem saraf pusat
mendapat informasi tentang gerakan dan posisi kepala dari organ
vestibular ke mata melalui reseptor makula serta krista di telinga. Reseptor
yang terletak di otot, ligamen, sendi, tendon, dan kulit dapat menerima
stimulus proprioseptif melalui letak tubuh terhadap keadaan fisik
sekitarnya serta antar bagian tubuh. Semua masukan dan rangsang sensorik
yang diterima akan diarahkan ke nukleus vestibular di batang otak,
sehingga proses di serebelum dapat dikoordinasikan dan informasi yang
diperoleh dari serebelum diarahkan kembali ke nukleus vestibular. Karena
itu, neuron motorik otototot tubuh dan anggota badan memiliki output atau
keluaran yang mempertahankan keseimbangan serta postur yang
dikehendaki, dan outputnya adalah gerakan mata yang dikeluarkan ke
sistem saraf pusat, persepsi gerak dan orientasi. Ketika proses ini
berlangsung, jika terjadi secara optimal, keseimbangan statis normal akan
dapat terjadi (Agustina M, 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh Henry and Baudry, (2019), dengan judul
“Age-related changes in leg proprioception: implications for postural
control” menyatakan bahwa keseimbangan tubuh melibatkan berbagai
komponen seperti kemampuan dari sistem visual, vestibular dan
somatosensoris, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan tubuh dengan
mengkontraksikan otot-otot postural tubuh dan otot-otot ekstremitas
bawah agar tubuh tidak terjatuh.
Penelitian oleh Ranti et all, (2021), menyatakan bahwa keseimbangan
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan
aktifitas seseorang dalam menjaga keseimbangan postural dan aktivitas.
Penelitian oleh Syah et al., (2017), bahwa keadaan seimbang
merupakan komponen sangat penting dari suatu keterampilan gerak, dan
keseimbangan dapat dicapai saat mempertahankan pusat gravitasi.

115
Keseimbangan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena dapat
mencegah seseorang dari jatuh baik ketika jalan, bangkit dari duduk, naik
tangga serta menuntun saat berjalan pada permukaan yang tidak rata.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Salsabilla, et al (2023) yang memaparkan karakteristik responden
berdasarkan keseimbangan. Responden dengan keseimbangan normal
berjumlah 36 orang (52%) dan responden dengan keseimbangan tidak
normal berjumlah 33 orang (48%), sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa responden terbanyak adalah responden dengan keseimbangan
normal.
6.1.3. Frekuensi Kekuatan Otot Anggota Gerak Bawah Lansia
Berdasarkan table 5.11 diatas menyatakan bahwa lansia perempuan
umur 60-69 tahun memiliki kekuatan otot normal sebanyak 28 orang
dengan frekuensi sebesar 28%, lansia perempuan umur 60-69 tahun
memiliki kekuatan otot kurang dari normal sebanyak 12 orang dengan
frekuensi sebesar 12%, lansia perempuan umur 60-69 tahun memiliki
kekuatan otot lebih dari normal sebanyak 3 orang dengan frekuensi sebesar
3%, sedangkan lansia perempuan umur 70-79 tahun memiliki kekuatan
otot normal sebanyak 11 orang dengan frekuensi sebesar 11%, dan lansia
perempuan umur 70-79 tahun memiliki kekuatan otot kurang dari normal
sebanyak 2 orang dengan frekuensi sebesar 2%. Lansia laki-laki umur 60-
69 tahun memiliki kekuatan otot normal sebanyak 14 orang dengan
frekuensi sebesar 14%, lansia laki-laki umur 60-69 tahun memiliki
keseimbangan kurang dari normal sebanyak 9 orang dengan frekuensi
sebesar 9%, lansia laki-laki umur 60-69 tahun memiliki kekuatan otot
lebih dari normal sebanyak 1 orang dengan frekuensi sebesar 1%,
sedangkan lansia laki-laki umur 70-79 tahun memiliki kekuatan otot
normal sebanyak 11 orang dengan frekuensi sebesar 11%, dan lansia laki-
laki umur 70-79 tahun memiliki kekuatan otot kurang dari normal
sebanyak 9 orang dengan frekuensi sebesar 9%. (N=100 responden lansia).

116
Dapat disimpulkan bahwa kekuatan pada lansia perempuan dan laki
yang berumur 60-69 tahun dan lansia perempuan dan laki-laki yang
berumur 70-79 berada pada kekuatan otot yang normal.
Penelitian lainnya oleh Ariyanto, et all, (2022) dengan judul
“Aktivitas Fisik Terhadap Kualitas Hidup Pada Lansia” menunjukkan
bahwa pada sistem muskuloskeletal terjadi penurunan kekuatan otot,
fleksibilitas, elastisitas otot dan pada sistem saraf terjadi penurunan
konsentrasi neurotransmitter sehingga laju penghantaran saraf menjadi
terganggu yang akan menimbulkan berbagai permasalahan dikarenakan
proses menua yang terjadi pada lanjut usia. (kekuatan)
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian (Setiorini, 2021) bahwa
lansia yang memiliki kekuatan otot yang baik akan memiliki kualitas hidup
yang baik. Pada umur 70 tahun diperkirakan kekuatan otot sekitar 35 –
45% lebih rendah dari nilai puncak saat muda, walaupun penurunannya
bervariasi tergantung dari kelompok otot dan jenis kelamin. Pada
umumnya laki-laki lebih kuat dibandingkan dengan perempuan, karena
adanya perbedaan massa otot, Perempuan memiliki kekuatan otot 37-68%
dari kekuatan otot laki-laki.
Menurut Karunia et al., (2015), penurunan kekuatan otot serta
meningkatnya massa tubuh akan mengakibatkan masalah keseimbangan
tubuh saat berdiri tegak maupun berjalan, dan masalah kardiovaskuler.
Penelitian yang dilakukan oleh (Eckardt, 2016, Dhillon and Hasni,
2017), dengan judul Pathogenesis and Management of Sarcopenia
menyatakan bahwa kekuatan otot ekstremitas bawah dinyatakan sebagai
faktor yang penting untuk seseorang dalam berdiri, bergerak dan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Sebuah penelitian Peters RM, Mc Keown MD, Carpenter MG, Inglis
JT, (2016), menyatakan bahwa kemampuan otot pada laki-laki berpotensi
memiliki kekuatan yang lebih besar dari wanita. Pada umumnya laki-laki
lebih kuat dibandingkan dengan perempuan. Hal itu disebabkan oleh
adanya perbedaan massa otot.

117
Berdasarkan tabel diatas bahwa terdapat perbedaan kekuatan otot
disebabkan jumlah responden laki laki lebih sedikit dibandingkan jumlah
responden lansia perempuan.
6.1.4. Hasil Analisa Hubungan Keseimbangan Statis dengan Kekuatan Otot
Anggota Gerak Bawah Lansia
Berdasarkan dari tabel 5.15 dalam bentuk 2x2 untuk uji Chi-Square
secara statistik dapat diperoleh nilai p < α yaitu 0,000 < 0,05. Ini berarti
H0 ditolak dan Ha diterima, dengan demikian terdapat hubungan
keseimbangan statis dengan kekuatan otot anggota gerak bawah lansia
secara signifikan/bermakna.
Pada Tabel 5.15 pada penelitian yang saya lakukan berdasarkan hasil Uji
statistik Spearman Rank Rho diperoleh nilai p = 0,000 berarti nilai p = < α
(0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan (berarti) antara keseimbangan statis dengan kekuatan otot anggota
gerak bawah lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung
Jakarta Timur tahun 2023. Dari output SPSS, diperoleh angka koefisien
korelasi sebesar 0.544** artinya tingkat kekuatan korelasi / hubungannya
adalah hubungan kuat (moderat).
Pada Tabel 5.15 dalam penelitian saya ini untuk melihat arah (jenis)
hubungan variabel keseimbangan statis dengan kekuatan otot anggota gerak
bawah lansia. Angka koefisien korelasi di atas bernilai positif, yaitu sebesar
0.544** maka arah hubungan variabelnya yaitu positif yang mengindikasikan
pola hubungannya searah, dimana semakin tinggi tingkat keseimbangan statis
maka semakin tinggi kekuatan otot anggota gerak bawah lansia yang terjadi,
begitupun sebaliknya semakin tinggi tingkat kekuatan otot anggota gerak
bawah maka makin tinggi keseimbangan satatis lansia. Hasil korelasi
penelitian ini termasuk dalam interval positif moderat (0,5<r<0,9).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Song et al, (2021), dengan judul
menyatakan bahwa keseimbangan statik membutuhkan peran penting dari
proprioception, sensitivitas kulit dan bantuan dari kekuatan otot ekstremitas
bawah karena dalam keseimbangan statik lebih memerlukan kerja dari

118
kekuatan otot ekstremitas bawah untuk menjaga keseimbangan ketika
seseorang berdiri diam dibandingkan dengan saat seseorang bergerak.
Penelitian yang telah dilakukan oleh (Sari et al. 2023) dengan judul
“Hubungan antara keseimbangan postural dengan aktivitas kehidupan sehari-
hari lansia di desa Pucangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah”, bahwa
hasil uji normalitas kormogolov smirnov yang didapatkan dari keseimbangan
statis dengan aktivitas kehidupan sehari-hari adalah nilai p=0,945 dan nilai
r=0,670, sedangkan hasil uji kormogolov Smirnov dari keseimbangan
dinamis dengan aktivitas kehidupan sehari-hari adalah nilai p=0,719 dan nilai
r=-0,817, hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah antara
keseimbangan statis dan dinamis bahwa keseimbangan statis memiliki
hubungan yang lebih kuat dengan aktivitas kehidupan sehari-hari lansia
dibandingkan dengan keseimbangan dinamis.
Hasil penelitian ini sejalan pada penelitian oleh Komang et al., (2023)
dengan judul “Aktivitas Fisik Berhubungan Dengan Keseimbangan Statis
Dan Dinamis Lansia-Sebuah Studi Potong Lintang”, ketika seorang lansia
yang akan pada posisi diam dan stabil maka system visual dan vestibular akan
lebih sensitive terhadap pergerakan tubuh sehingga akan menyebabkan otot-
otot ekstremitas bawah berkontraksi untuk mempertahankan posisi tubuh.
Apabila lansia yang memiliki aktivitas yang rendah maka akan memilik
kekuatan otot ekstremitas yang lemah sehingga sulit mempertahankan tubuh
pada posisi dengan keseimbangan statis

6.2. Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan yang dialami peneliti dalam melaksanakan penelitian
adalah sebagai berikut :
6.2.1. Tidak semua lansia mampu memberikan informasi kepada peneliti
karena faktor usia diantaranya : suara yang kurang jelas dan
pendengaran yang kurang, sehingga banyak waktu yang terbuang
hanya untuk satu responden.
6.2.2. Aktivitas responden tidak dapat dikontrol peneliti sehingga
tidak mengetahui aktivitas yang dapat mempengaruhi resiko.

119
6.2.3. Pengambilan data sample tidak dapat dilakukan dalam satu
waktu dikarenakan sample yang akan diteliti juga sedang
dalam satu kegiatan yang ada di Panti sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur, sehingga peneliti harus
melakukan penelitian dalam beberapa hari.
6.2.4. Saat dilakukan wawancara dan pemeriksaan, beberapa lansia
ternyata mengalami keterbatasan dalam memahami pertanyaan
dan instruksi dari peneliti sehingga peneliti menghentikan
pertanyaan dan instruksi terhadap sample tersebut dan mencari
sample lain yang bisa diteliti.

120
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada lansia yang dilakukan di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur dapat disimpulkan
sebagai berikut:
7.1.1. Berdasarkan frekuensi data subyek penelitian didapatkan usia responden
terbanyak berada pada usia 60 - 69 tahun sebanyak 66%, jenis kelamin
didapatkan bahwa responden didominasi oleh lansia perempuan sebesar
55 % dari total 100 responden lansia.
7.1.2. Berdasarkan Uji Chi-Square dengan nilai p-value 0,000 < 0,05
menunjukkkan adanya hubungan keseimbangan statis dengan kekuatan
otot anggota gerak bawah pada lansia.
7.13. Berdasarkan uji Spearman‟s rank rho didapatkan hasil p value = 0,000,
yang artinya adamya hubungan keseimbangan statis dengan kekuatan
otot anggota gerak bawah lansia, dengan nilai korelasi r = 0,544 yang
artinya tingkat kekuatan hubungan (korelasi) antara variabel
keseimbangan statis dengan kekuatan otot anggota gerak bawah lansia
adalah sebesar 0,544 maka tingkat kekuatan korelasi / hubungannya
adalah hubungan kuat (moderat). Angka koefisien korelasi di atas
bernilai positif, yaitu sebesar 0.544** maka arah hubungan variabelnya
yaitu positif yang mengindikasikan pola hubungannya searah
7.2 Saran
Saran yang diberikan, saya harap dapat dikaji kembali dan dijadikan acuan
dalam penelitian di masa yang akan datang.
7.2.1 Bagi Panti Sosial Tresna werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta
Timur
1. Petugas lebih bertanggung jawab, sabar, telaten (ulet) terhadap lansia
di ruangan masing-masing dapat mengontrol lansia dalam melakukan
aktifitas sehari-hari sehingga mencegah terjadinya cidera atau jatuh.

121
2. Mengidentifikasi faktor resiko lainnya dari gangguan keseimbangan
tubuh seperti jatuh dari kamar mandi, hal ini terkait dengan kamar
mandi licin, tangga licin/ tidak ada pegangannya, ruangan lampu
redup, lantai ruangan tidak bersih dan licin serta jorok, ruangan panas.
3. Untuk melatih kekuatan otot anggota gerak bawah dengan cara olah
raga yang sudah tercantum dalam jadwal kegiatan yang ada di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur
7.2.2 Bagi Peneliti
1. Bagi Peneliti berikutnya untuk dapat melanjutkan penelitian dengan
metode test yang berbeda dan lebih simple dalam mendukung
kemampuan lansia pada keseimbangan statis dengan kekuatan otot
anggota gerak bawah sehingga hasil yang didapatkan dapat lebih
mengembangkan hasil dari penelitian ini.
2. Dalam bidang akademik hasil penelitian ini diaharapkan sangat
berguna untuk menjadi kajian teori dan praktisi dalam penangan
kasus geriatric bagi mahasiswa untuk mengurangi cidera jatuh
dengan cara menjaga lingkungan tempat tinggal yang nyaman, bersih
dan sehat serta dengan berolah raga agar tubuh dan stamina lansia di
Indonesia tetap sehat, energik, kuat serta berumur panjang.

122
4.10. Rencana kegiatan dan waktu

Tabel. 4.3 Rencana Kegiatan dan Waktu


No Kegiatan Bulan Mei 2023 Bulan Juni 2023 Bulan Juli 2023
I II III IV I II III IV I II III IV
1 Sidang *
Proposal
2 Revisi hasil * * *
sidang
Skripsi
Proposal
3 Revisi *
Proposal 1
Juni 2023
4 Revisi hasil * * *
sidang
Proposal
5 Pengajuan *
Sidang
Skripsi
Tanggal 16
Juni 2023
6 Sidang * *
Skripsi 3-
10 Juli2023
7 Revisi hasil * *
sidang
Skripsi

123
DAFTAR PUSTAKA

Abate M, Di Iorio A, Pini B, dkk.: Efek hipertensi pada keseimbangan dinilai dengan
posturografi terkomputerisasi pada lansia. Arch Gerontol Geriatr, 2009,
49: 113–117. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18619684/.

Agustina M. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Keseimbangan Dinamis pada Lansia


di Komunitas Sasana Arjosari Malang Skripsi. Published online 2020.

Ahyar, Hardani, and Dkk. (2020). Buku Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif;
Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu.

Andarmoyo, S. (2018). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: ArRuzz.

Andi Kasrida Dahlan, S.S.T., M. Keb & A.St. Umrah, S.S.T dkk. (2018). Buku
Kesehatan Lansia Kajian Teori Gerontologi dan pendekatan Asuhan
pada Lansia; Penerbit: Intimedia Kelompok Intrans Publishing; ISBN:
978-602-6293-42-8.

Anggita, Imas Masturoh & Nauri. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
307.

Anggi Setiorini. (2021). Kekuatan Otot Pada Lansia. Volume 5 Nomer 1.

Anile C, De Bonis P, Di Chirico A, dkk.: Autoregulasi aliran darah serebral selama


hipertensi intrakranial: mekanisme sederhana, murni hidrolik? Childs
Nerv Syst, 2009, 25: 325–335, diskusi 337–340.

Ariyanto, Andry, Nurwahida Puspitasari, and Dinda Nur Utami. 2020. “Aktivitas
Fisik Terhadap Kualitas Hidup Pada Lansia” Jurnal Kesehatan Al-
Irsyad XIII(2): 145–51.

Ashari, Muh Hidayat et al. 2022. “Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Kualitas
Tidur Pada Lansia The Relationship Between Physical Activity and
Sleep Quality In Elderly.” Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi 6(1): 35–
41.
Arimoto A, Ishikawa S, & Takada E. (2021). Empirical study of the 30-s chair-stand
test as an indicator for musculoskeletal disorder risk of sedentary
behaviour in Japanese office workers: a crosssectional empirical study.
Community Health Nursing, Yokohama City University, Yokohama,
Kanagawa 236-0027, Japan.

Azizah Lilik Ma’rifatul (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Pustaka


Graha Ilmu. ISBN: 978-979-756-751-4.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2018). Statistik Penduduk Lanjut Usia (Jakarta: Badan Pusat
Statistik, 2018), 53.

124
Badan Pusat Statistik (BPS). (2020). Statistik Penduduk Lanjut Usia. Badan Pusat
Statistik.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2020). Lansia yang Berdaya, Lansia yang Merdeka.
Badan Pusat Statistik.
https://jambi.bps.go.id/news/2022/08/25/275/lansia-yang-berdaya--
lansia-yang-merdeka.html. (Diakses tanggal 14 April 2023, 16.00 WIB)

Badan Pusat Statistik. (2021). Pengertian Bekerja Badan Pusat Statistik.


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/03/jumlah-lansia-
jakarta-diproyeksi-capai-12-juta-jiwa-pada-2025. (Diakses tanggal 25
November 2022, jam 18.00 WIB).

Bergen, G.; Stevens, M.R.; Burns, E.R. Falls and Fall Injuries Among Adults Aged
≥65 Years—United States. (2016). Morb. Mortal. Wkly. Rep. 2016, 65,
993–998.edition. Champaign: Kendall/Hunt Publishing.

Bompa, TO. Haff, GG. 2009. Periodization Training for Sports: Theory and
Methodology of Training. Fifth Edition. United State of
America: Human Kinetic.

Bruun, I. H. et al. (2019). ‘Validity and Responsiveness to Change of the 30-Second


Chair-Stand Test in Older Adults Admitted to an Emergency
Department’, Journal of Geriatric Physical Therapy, 42(4), pp. 265–274.
doi: 10.1519/JPT.0000000000000166.

Bruun, Inge Hansen, PT, MR., Christian B. Mogensen, MD, PhD; Birgitte Nørgaard,
PhD; Berit Schiøttz-Christensen, MD, PhD; Thomas Maribo, PT, PhD,
(2019). Validity and Responsiveness to Change of the 30-Second Chair-
Stand Test in Older Adults Admitted to an Emergency Department’,
Journal of Geriatric Physical Therapy, 42(4), pp. 265–274; doi:
10.1519/JPT.0000000000000166; The Academy of Geriatric Physical
Therapy, APTA. Unauthorized reproduction of this article is prohibited.

Buatois, S.; Perret-Guillaume, C.; Gueguen, R.; Miget, P.; Vançon, G.; Perrin, P.;
Benetos, A. A simple clinical scale to stratify risk of recurrent falls in
community-dwelling adults aged 65 years and older. Phys. Ther. (2010),
90, 550–560.

Cabrera, Á. J. R. (2015). Theories of Human Aging of Molecules to Society. MOJ


Immunology, 2(2). https://doi.org/10.15406/moji.2015.02. 00041

Cadore, E.L.; Rodríguez-Mañas, L.; Sinclair, A.; Izquierdo, M. Effects of different


exercise interventions on risk of falls, gait ability, and balance in
physically frail older adults: A systematic review. Rejuvenation Res.
(2013). 16, 105–114.

125
Cahyoko Wahyu Debby & Rr. Adun Sudijandoko, M.Kes. (2016). Pengaruh
Peregangan Terhadap Keseimbangan Dinamis Pada Wanita Usia 60-70
tahun Club Lansia Angrek Karang Pilang Kota Surabaya. Journal
Kesehatan Olahraga Vol.04. Nomer 01 Halaman 92-97.

Cahyoko Wahyu Debby & Rr. Adun Sudijandoko, M. Kes. (2016). Pengaruh
Peregangan Terhadap Keseimbangan Dinamis Pada Wanita Usia 60-70
tahun Club Lansia Angrek Karang Pilang Kota Surabaya. Journal
Kesehatan Olahraga Vol.04. Nomer 01 Halaman 92-97.

Chang JS, Kwon YH, Choi JH, Lee HS. Gender differences in lower extremity
kinematics and kinetics of the vertical ground reaction force peak in
drop-landing by flatfooted subjects. J Physic Ther Sci. 2012;24(3):267-
70

Chou CH, Hwang CL, Wu YT. (2012). Pengaruh olahraga pada fungsi fisik, aktivitas
hidup sehari-hari, dan kualitas hidup pada orang dewasa tua yang
lemah: metaanalisis; Rehabilitasi Arch Phys Med; 93:237.

Claudia K, dkk. 2009. Buku Saku Pemeriksaan Neuromuskuler. E G C: Jakarta 

Damajanty H. C. Pangemanan, Joice N. A. Engka, Siantan Supit. (2012).


GAMBARAN KEKUATAN OTOT DAN FLEKSIBILITAS SENDI
EKSTREMITAS ATAS DAN EKSTREMITAS BAWAH PADA
SISWA/I SMKN 3 MANADO. Jurnal Biomedik, Volume 4, Nomor 3,
Suplemen, hlm. S109-118.

Darmojo B, Martono H. (2013). Teori Proses Menua Dalam Buku Ajar Geriatri.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Data Kementrian dalam Negeri dan Komunikasi Jepang. (2021).


https://www.geriatri.id/artikel/1129/capai-36-juta-orang-jumlah-lansia-
di-jepang-torehkan-rekor-tertinggi (Diakses Tanggal 20 November
2022, Jam 16.00 WIB).
https://www.tribunnews.com/internasional/2021/09/20/jumlah-lansia-
di-jepang-capai-rekor-tertinggi-364-juta-orang. (Diakses Tanggal 05
November 2022, Jam 17.00 WIB).

De Melo, T.A., Duarte, A.C.M., Bezerra, T. S., Franca, F., Soares, N. S., & Brito, D.
(2019). The five times sit- to-stand test: Safety and reability with older
intensivecare unit patients at discharge. Revista Brasilera de Terapia
Intensiva. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30892478/

Deniro AJN, Deniro AJ, Sulistiawati NN, Widajanti N. Hubungan antara Usia dan
Aktivitas Sehari-Hari dengan Risiko Jatuh Pasien Instalasi Rawat Jalan
Geriatri. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. (2017). 4(4):199.

126
Dhillon, R. J., & Hasni S. (2017). Pathogenesis and Management of Sarcopenia; Clin
Geriatr Med, 33(1), 17-26; doi:10.1016/j. cger.2016.08.002.

Direktorat Jenderal Kependuduk dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). (2021). Jumlah


Penduduk Lansia menurut Kelompok Umur.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/05/30/ada-30-juta-
penduduk-lansia-di-indonesia-pada-2021 (Diakses tanggal 5 November
2022, Jam 18.00 WIB).

DR, Andhi Santika, Agus H. Hidayat, Fadel Basrianto S.P, Melly Setiawati, S.H,
Moch. Slamet Raharjo, S.H, Yossa Nainggolan, M.P.P. (2020). Lansia
dari Kalangan Minoritas dan Rentan: Tantangan dalam Menghadapi
Keterbatasan; Penerbit Lembaga Ladang Kata.

Dr. Abdurachman, dr., M. Kes., PA (K), Acupuncturis Dion Krismashogi D., dr.
Irmawan Farindra, dr. Etha Rambung. (2017). Indahnya seirama
Kinesiologi dalam Anatomi. Penerbit CV. Cita Intrans Selaras. Malang.

DR. Abednogo Bangun, S.H., M.H.A. (2014). Sehat Dan Bugar Hingga Lansia.
Penerbit: Indonesia Publishing House. ISBN:978-979-504-252-5.

Dr. Ida Bagus Wiguna, M.Pd. (2017). Teori dan Aplikasi Latihan Kondisi Fisik.cv
Penerbit. PT Raja Grafindo Persada, Depok. ISBN: 978-602-425-173-4.

Dr. Ida Bagus Wiguna, Mpd. (2017). Teori dan Aplikasi Latihan Kondisi Fisik; Ed.1,
Cet1; PT. Raja Grafindo Persada Depok.

Dr. Mona Yuke Lusiana, Sp M, 2019. Retinopati Hipertensi-penyebab, gejala dan


penanganannya. https://www.klinikmatanusantara.com/id/ketahui-
lebih-lanjut/info-kesehatan-mata-dari-kmn-eyecare/artikel/retinopati-
hipertensi-penyebab-gejala-dan-penanganannya/ (Diakses Tanggal 23
Mei 2023, jam 10. 00 WIB)

Dr. Saryono, SKp., M. Kes. (2011). Buku Biokimia Otot. Penerbit: Muha Medika
Yogyakarta. ISBN:978602-9129-08-3.

Eckardt, N. (2016). Lower-extremity resistance training on unstable surfaces


improves proxies of muscle strength, power and balance in healthy
older adults: a randomised control trial; BMC Geriatr, 16(1), 191.
doi:10.1186/s12877-016-0366-3.

Fatarudin Rois, R. W. (2018). Manfaat Ankle Strategy Exercise Terhadap


Keseimbangan Statis Pada Lansia di Posyandu Lansia Ngudi Waras
Dusun Bugel Sukoharjo. The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta, 2012, 392–399.

127
Garwahusada, Eganda, and Bambang Wirjatmad. 2020. “Hubungan Jenis Kelamin,
Perilaku Merokok, Aktivitas Fisik Dengan Hipertensi Pada Pegawai
Kantor.” Media Gizi Indonesia 15(1): 60–65.
https://ejournal.unair.ac.id/MGI/article/view/12314/9068

Gea, W. J. P. 2018. Pengaruh Balance Exercise Terhadap Keseimbangan Postural


Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Medan Tahun 2018.

Graci V, Van Dillen LR, Salsich GB. Gender differences in trunk, pelvis, and lower
limb kinematics during a single leg squat. Gait Posture.
2012;36(3):461-6.

Guyton, AC., Hall, JE. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
Kesebelas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Gunawan, Adham dan Mohammad Adnan Latief Rukminingsih. (2020). Metode


Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Erhaka Utama.

Ghozali, I. (2016) Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS 23.
Edisi 8. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hadhisuyatmana. (2018). Studi Resiko Jatuh Melalui Pemeriksaan Dynamic Gait


Index (DGI) Pada Lansia di Panti Werdha Hargodelali Surabaya. The
Risk Fails Studies With Dynamic Gait Index (DGI) Assesment on the
Elderly, May.

Handayani, Ririn. (2020). Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Trussmedia


Grafika.

Hardani, Auliya, N. H., Andriani, H., Fardani, R. A., Ustiawaty, J., Utami, F. E., et
al., (2020). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif; Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Ilmu.

Henry, M., & Baudry, S. (2019). Age – related changes in leg proprioception:
implications for postural control. J Neurophysiol, 122(2), 525-538.
doi:10.1152/jn.00067.2019

Heyward, V.H., & Gibson, A. L. (2014). Cardiorespiratory Fitness Assesment and


Prescription. Environtments (7 ed). United States of American: Human
Kinetics.

Heyward, V.H., & Gibson, A. L. (2014). Cardiorespiratory Fitness Assesment and


Prescription. Environtments (7 ed). United States of American: Human
Kinetics.

128
Ika Guslanda Bustam. (2021). Perbedaan Protokol Pemeriksaan Keseimbangan Statis
Dengan One. Jurnal Ilmiah Fisioterapi.Volume 21 Nomer 1.

I Putu A, IP D, Luh Putu A V. (2022). Hubungan Kekuatan Otot Tungkai Dengan


Keseimbangan Dinamis Lansia Di Desa Buruan Kaja. Jurnal of
Innovation Research and Knowledge. Vol.2 No.4.

I Putu Aditya Putra Muliawan, Ip Darmawijaya, Luh Putu Ayu Vitalistyawati.


(2022). Hubungan Kekuatan otot Tungkai Dengan Keseimbangan
Dinamis Lansia di Desa Buruan Kaja, Vol 2 No.4.

In-Hee Lee PT., PhD & Sang-young Park PT, PhD. (2013). Balance Improvement by
Strength Training for the Elderly; Department of Phy, Tudorsical
Medicine and Rehabilitation, Keimyung University Dongsan Hospital,
Republic of Korea; Journal The Society of Physical Therapy Science.

Irfan, M. (2016). Keseimbangan pada Manusia. Ikatan Fisioterapi Indonesia.


Retrieved from https://ifi.or.id/artikel02.html# (Diakses Tanggal 22
Januari 2023., jam 14.00 WIB).

Janssen, W.G.; Bussmann, H.B.; Stam, H.J. Determinants of the sit-to-stand


movement: A review. Phys. Ther. (2002). 82, 866–879.

Johanna Christy & Lamtiur Junita Bacin. (2020). Status Gizi lansia; Yogyakarta:
Penerbit Deepublish CV Budi Utama; ISBN: (78-623-1064-8.

Joint National Committee. (2003). Jnc 7 Express: New Thinking In


Hypertension Treatment. In American Family Physician (Vol. 68,
Issue 2).

Jones, S.E.; Kon, S.S.; Canavan, J.L.; Patel, M.S.; Clark, A.L.; Nolan, C.M.; Polkey,
M.I.; Man, W.D. The five-repetition sit-to-stand test as a functional
outcome measure in COPD. Thorax (2013). 68, 1015–1020.

Juntara, P. E. (2019). Latihan kekuatan dengan beban bebas metode circuit training
dan plyometric. Altius: Jurnal Ilmu Olahraga Dan Kesehatan, 8(2), 6–
19.

Kemenkes RI. (2013). Pusat Data dan Informasi; Gambaran Kesehatan Lanjut Usia
di Indonesia; Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Buku Kesehatan lanjut Usia. Indonesia.


Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat.

Kementrian Kesehatan RI. (2017). Analisis Lansia di Indonesia. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.

129
Kementrian Kesehatan RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018, Jakarta:
Kemenkes RI: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kemenkes RI. (2021a). Bersama Lansia Keluarga. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia.

Kementrian kesehatna RI. (2022). Hipertensi, Penyakit Jantung dan Pembuluh


Darah. https://p2ptm.kemkes.go.id/informasi-p2ptm/hipertensi-
penyakit-jantung-dan-pembuluh-darah/page/2

Khuna, L.; Thaweewannakij, T.; Wattanapan, P.; Amatachaya, P.; Amatachaya, S.


Five times sit-to-stand test for ambulatory individuals with spinal cord
injury: A psychometric study on the effects of arm placements. Spinal
Cord (2020). 58, 356–364.

Komang, N., Yanti, A., Ayu, A., Trisna, N., Dewi, N., Nyoman, I., Putra, A., &
Artini, G. A. (2023). Aktivitas Fisik Berhubungan Dengan
Keseimbangan Statis Dan Dinamis Lansia-Sebuah Studi Potong
Lintang. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, 11(1),
18–24.https://doi.org/10.24843/MIFI.2023.v11.i01.p04

Kusnanto, Retno Indarwati, dan Nisfil Mufidah. (2007). Peningkatan stabilitas


postural pada balance exercise.

Laura Muñoz-Bermejo, José Carmelo Adsuar, María Mendoza-Muñoz, Sabina


Barrios-Fernández, Miguel A. Garcia-Gordillo, Jorge Pérez-Gómez and
Jorge Carlos-Vivas. (2021). Test-Retest Reliability of Five Times Sit to
Stand Test (FTSST) in Adults: A Systematic Review and Meta-
Analysis. Biology. 510. https://www.mdpi.com/2079-7737/10/6/510

Lazdia, dkk. (2018). Balance Patihan Untuk Saldo Postural Lansia di PTSW Kasih
Sayang Ibu, Batu Sangkar Jurnal Pendidikan Dan Klinik Indonesia
Keperawatan Indonesia.

Lilik Ma’rifatul Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia.Yogyakarta: Pustaka


Graha Ilmu. ISBN: 978-979-756-751-4.

Lintin, G. B. R., & Miranti. (2019). Hubungan penurunan kekuatan otot dan massa
otot dengan proses penuaan pada individu lanjut usia yang sehat secara
fisik. Jurnal Kesehatan Tadulako, 5(1), 1–62.

Lord, S.R.; Murray, S.M.; Chapman, K.; Munro, B.; Tiedemann, A. Sit-to-stand
performance depends on sensation, speed, balance, and psychological
status in addition to strength in older people. J. Gerontol. Ser. A Biol.
Sci. Med. Sci. (2002). 57, M539–M543.

130
Macaluso A & De Vito G, (2004). Kekuatan otot, kekuatan dan adaptasi terhadap
latihan ketahanan pada orang tua; Eur J Appl Physiol, 91: 450–472.

Madhushri, P. et al. (2016) ‘An mHealth Tool Suite for Mobility Assessment’,
Information (Switzerland), 7(47), pp. 1–19. doi: 10.3390/info7030047.

Maryam, dkk. (2009). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya; Jakarta: Salemba
Medika.

Maryam, dkk. (2009). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.

Masturoh, I., & N. Anggita. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan; Kementerian


Kesehatan RI; Jakarta.

Mifta Nurmalasari, Novira Widajanti, Rwahita Satyawati Dharmanta (2018),


Hubungan Riwayat Jatuh dan Timed Up and Go Test pada Pasien
Geriatri Jurnal Penyakit Dalam Indonesia,Vol. 5, No. 4 Desember 2018

Miller, C.A. (2012). Nurshing for Wellness in Older Adults.

Millor, N., Lecumberri. P., Gomez, M., Martinez- Ramirez, A., & Izquierdo, M.
(2013). An Evaluation of the 30-s chair stand test in older adults:
Frailty detection based on kinematic parameters from a single inertial
unit. Journal of NeuroEngineering and Rehabilitation.
https://doi.org/10.1186/1743-0003-10-86.

Munawwarah, M. dan Rahmani, N. A. (2015). Perbedaan Four Square Step Exercise


dan Single Leg Stand Balance Exercises dalam meningkatkan
keseimbangan berdiri pada Lansia 60-70 Tahun. Jurnal Fisioterapi. 15
(2): 95 – 104.

Munawwarah, M., Melani Yohana, Maratis Jerry. (2021). Penambahan Lower


Extremity Strengthening Exercise pada Core Stability Exercise Dalam
Mengurangi Risiko Jatuh Pada Lansia; Jurnal Fisiomu; Volume
2(2):107-116.

Nasution R. (2015). Latihan jalan tandem lebih baik daripada swiss bell untuk di
Panti Jompo Tresna Werdha, Denpasar Timur.

Natasya Valentina, 2018. Korelasi Kekuatan otot tungkai bawah dan Indeks Massa
tubuh dengan Keseimbangan tubuh pada lansia. Program Studi
Kedokteran Univeristas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Ninik Murtiyani, Hartin Suidah 2019. PENGARUH PEMBERIAN INTERVENSI 12


BALANCE EXERCISE TERHADAP KESEIMBANGAN

131
POSTURAL PADA LANSIA. Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1,
Januari 2019

Noohu M., Dey A. B., Hussain M. E. (2014). Relevance of balance measurement tools
and balance training for fall prevention in older adults. Journal of
Clinical Gerontology and Geriatrics. New Delhi.

Noohu M., Dey A. B., Hussain M. E. (2014). Relevance of balance measurement


tools and balance training for fall prevention in older adults. Journal of
Clinical Gerontology and Geriatrics. New Delhi.

Ns. Heru Ginanjar Triyono, S.Kep.,M.Kep. (2020). Buku Keperawatan Komunitas


Dan Aplikasi Penggunaan Model Family Center Nursing. Penerbit
Gosyen Publishing.

Nugraha. (2016). Pelatihan 12 Balance Exercise Lebih Meningkatkan Keseimbangan


Dinamis Dari pada Balance Strategy Exercise Pada Lansia Di Banjar
Bumi Shanti, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/article/view/18382/211905.
(diakses pada tanggal 20 November 2022, jam 18.00WIB).

Nuraeni, A. and Hartini, S. (2019) ‘Penurunan Risiko Jatuh Melalui Penilaian Tinetti
Performance Oriented Mobility Assessment (Poma) Dengan Latihan
Keseimbangan Fisik Pada Lansia’, Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal, 9(1), pp. 56–61
https://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM/article/view/419(Dia
kses tanggal 14 April 2023, jam 18.00 WIB).

Nurmalasari, Mifta, Novira Widajanti, and Rwahita Satyawati Dharmanta. 2018.


“Correlation between History of Fall and Timed Up and Go Test in
Geriatric.” Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | 5(4): 164–68.

Palmer, G.T. 2007. Single-Leg Balance Training: An Intervention Tool in the


Reduction of Injuries. Human Kinetics-Att 12(5), pp 26-30.

Park, S.-H. Tools for assessing fall risk in the elderly: A systematic review and meta-
analysis. Aging Clin. Exp. Res. (2018). 30, 1–16.

Peters RM, McKeown MD, Carpenter MG, Inglis JT. (2016). Losing touch: age-
related changes in plantar skin sensitivity, lower limb cutaneous reflex
strength, and postural stability in older adults. J Neurophysiol
[Internet].;116(4):1848-58.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27489366. (Diakses tanggal 20
Januari 2023 jam 12.00 WIB)

132
Pinem, Saroha. 2009. Kesehatan Reproduksi Dan Kontrasepsi. Cetakan Pertama.
Jakarta: Trans Info Medika

Pizzigalli L, Filippini A, Ahmaidi S, Jullien H, Rainoldi A. (2011). Pencegahan


risiko jatuh pada orang lanjut usia: relevansi kekuatan otot dan simetri
tungkai bawah dalam stabilitas postural; J Strength Cond Res;25: 567 -
74.

Polak BC, Meenken CI, Smulders YM: [Visual loss as a sign of hypertension]. Ned
Tijdschr Geneeskd, 2009, 153: A379.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4395739/pdf/jpts-27-
901.pdf (Diakses Pada Tanggal 23 Mei 2023, Jam 11.00 Wib)

Putri Winda Lestari, S.SKM., M. Kes. (2021). Modul Pengolahan Dan Analisis Data
Menggunakan SPSS. Universitas Binawan

Priyanto, A., & Pramuno Putra, D. (2019). PENGARUH BALANCE EXERCISE


TERHADAP KESEIMBANGAN POSTURAL PADA LANSIA (Studi
di Wilayah Kerja Puskesmas Burneh).

Rachman, A., & Azima, M. F. (2018). Pengaruh latihan plyometrics side hop
terhadap daya ledak otot tungkai. Multilateral: Jurnal Pendidikan
Jasmani Dan Olahraga, 17(1).

Ratnawati Emmelia, Ns., M. Kep. Sp. Kep. Kom, (2017). Asuhan Keperawatan
Gerontik; Yogyakarta: Pustaka Baru Press ;ISBN : 978-602-6237-32-2.

Ratnawati, E. 2017. Asuhan keperawatan gerontik.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Resa Palwaguna. (2015). PERBANDINGAN HEALTH RELATED PHYSICAL FITNESS


ANTARA LANSIA YANG MENGIKUTI SENAM DENGAN LANSIA
YANG TIDAK MENGIKUTI SENAM Universitas Pendidikan Indonesia.

Retnaningsih Dwi Ns, S.Kep.,M.Kes. (2018). Buku Referensi Keperawatan


Gerontik; In Media; ISBN: 978-602-6469-81-6.

Rindu Febriyeni Utami, Irhas Syah. (2022). Analisis Faktor yang mempengaruhi
keseimbangan lansia. Jurnal Endurace: Kajian Ilmiah Problema
Kesehatan Vol 7(1).
Rossiter dan Wolf et all. (1995). Single Leg Stance Test. Delaware Physical Therapy
Clinic. University of Delaware Newark, DE.

Ryall, J. G., Schertzer, J. D., & Lynch, G. S. (2008). Cellular and molecular
mechanisms underlying age-related skeletal muscle wasting and
weakness. Biogerontology, 9(4), 213-228.
https://link.springer.com/article/10.1007/s10522-008-9131-0 (Diakses
tanggal 1 April 2023, jam 16.00 WIB).

133
Samper, T. P., Pinontoan, O. R., & Katuuk, M. E. (2017). Hubungan Interaksi Sosial
dengan Kualitas Hidup Lansia di BPLU Senja Cerah Provinsi Sulawesi
Utara; Journal Keperawatan (e-KP), 5(1), 1–9.

Samekto Budi Pramono. (2021). Sehat dan Bugar di Usia Emas-Ragam Olahraga di
usia 50-an.CV Andi off set. Edisi 1. Cetak 1.

Scott, M. Balance Basic. Serial online 2013. [Cited 2014 Mar. 18]. Available from:
http://www.physioanswers.com/201 3/03/balance-basics.html

Seene T & Kaasik P. (2012). Muscle weakness in the elderly: role of sarcopenia,
dysnapenia, and possibilities for rehabilitation; European Review of
Aging and Physical Activity;109–17. Literasi Media Publishing.

Song, Q., Zhang, X., Mao, M., Sun, W., Zhang, C., Chen, Y., & Li, L. (2021).
Relationship of proprioception, cutaneous sensitivity, and muscle
strength with the balance control among older adults. J Sport Health
Sci, 10(5), 585-593. doi:10.1016/j.jshs.2021.07.005

Suhartono. Pengaruh Kelelahan Otot Anggota Gerak Bawah Terhadap


Keseimbangan Postural Pada Subjek Sehat [Tesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro. 2005.

Surti, Erlisa Candrawati, and Warsono. 2017. “Hubungan Antara Karakteristik


Lanjut Usia Dengan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Fisik Lansia Di
Kelurahan Tlogomas Kota Malang.” Nursing News 2(3): 103– 11.
https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/view/450/368

Sudiartawan, Wayan et al. 2017. “Analisis Faktor Risiko Penyebab Jatuh Pada
Lanjut Usia.” Jurnal Ners Widya Husada 4(3): 95–102

Siyoto, Sandu dan Sodik, M. Ali. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:


Literasi Media Publishing
https://www.kajianpustaka.com/2020/11/populasi-dan-sampel-
penelitian.html (diakses tanggal 13 Maret 2023, jam 17.00 WIB).

Sinta Desi Arini. (2023) Pengertian Keseimbangan Statis, cara melatih, Faktor dan
contoh https://www.harapanrakyat.com/2023/01/pengertian-
keseimbangan-statis/ (diakses tanggal 8 Mei 2023 jam 17.02 WIB).

Sudarno. (2017). Penjelasan Dan Langkah Mudah Uji Korelasi Spearman Rho Di
RStudio. https://exsight.id/blog/2021/04/27/penjelasan-dan-langkah-
mudah-uji-korelasi-spearman-rho-di-r-studio/ (Diakses Tanggal 28
Februari 2023, Jam 18.00 WIB).

134
Sulaiman & Anggraini. (2018). Efek Postur Tubuh Terhadap Keseimbangan Lanjut usia di
Desa Suka Raya Kecamatan Pancur Batu. Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan.
3(2). 127-140.

Sulaiman S.T., M.K.M. (2020). Buku Gangguan Keseimbangan Pada Lansia, Jawa
Timur: Kun Fayakun. ISBN :978-623-267-302-1.

Sumintarsih. (2006). Kebugaran Jasmani Untuk Lansia. Olahraga , 147-160,


Supariasa N. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.
Supriyono, E. (2015). Aktifitas Fisik Keseimbangan Guna Menguranngiresiko Jauh
Pada Lansia, Jurnal Olahraga Prestasi, Vol.11 (2).

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, CV.

Suzuki, Y.; Kamide, N.; Kitai, Y.; Ando, M.; Sato, H.; Yoshitaka, S.; Sakamoto, M.
Absolute reliability of measurements of muscle strength and physical
performance measures in older people with high functional capacities.
Eur. Geriatr. Med. (2019). 10, 733–740.

Sya’diyah Hidayatus. (2018). Keperawatan Lanjut Usia Teori Dan Aplikasi; Sidoarjo
Indomedia Pustaka; ISBN 978-602-6417-76-3.

Usman, H.&R. Purnomo Setiady Akbar. (2000). Buku Pengantar Statistika. Bumi
Aksara

Všetečková. (2017). Measuring the Balance control System-Review Researchgate.

Wardojo. (2021). IBM Unit Pelayanan Rehabilitasi Fisik Lansia Pasca Stroke di
Panti Lansia Kota Malang; 1-9.

Watson M A, and Black F A. (2016). “The Human Balance System” A Complex


Coordination Of Central And Peripheral Systems By The Vestibular
Disorders Association.

Widyaningsih. Hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan tingkat fleksibilitas otot
hamstring pada lansia di posyandu lansia Pandanwangi Blimbing Kota
Malang [skripsi].[Malang]: Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammdiyah Malang; 2019.

Wilkinson, Judith M. (2018). Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC ed.9. Jakarta : EGC

Wikipedia.(2020).Kolmogorov– Smirnov Test. Diakses


2020.https://en.wikipedia.org/wiki/Kolmogorov

135
%E2%80%93Smirnov_test (Diakses tanggal 28 Juni 2022, Jam 12.00
WIB).

World Health Organization. (2015). World Report on Ageing and Health;


Luxembourg: WHO Library Cataloguing-in-Publication Data.

World Health Organization.,2016; Tentang Populasi Lansia.

Young, Her, JG., Taesung K., Chung, SH., Kim H. (2012). Effects of standing on
one Leg Exercise on Gait and balance oh Hemiplegia Patients; Journal
of physical Therapy Science; Vol.24(7):571.

Young, Her, JG., Taesung. K., Chung, SH., Kim H. (2012). Effects of Standing on
One leg Exercise on Gait and Balance of Hemiplegia Patient. Journal of
Physical Therapy Science. Vol.24(7):571.

Zulvikar, J. (2016). Pengaruh Latihan Core Stability Statis (Plank dan Side Plank)
dan Core Stability Dinamis (Side Lying Hip Abduction dan Oblique
Crunch) Terhadap Keseimbangan. Journal of Physical Education Health
and Sport, 3(2), 96– 103. ISSN: 2354-7901.

Zulvikar, J. (2016). Pengaruh Latihan Core Stability Statis (Plank dan Side Plank)
dan Core Stability Dinamis (Side Lying Hip Abduction dan Oblique
Crunch) Terhadap Keseimbangan. Journal of Physical Education Health
and Sport, 3(2), 96– 103. ISSN: 2354-7901.

136
LAMPIRAN

Lampiran 1
Surat Izin Penelitian

137
Lampiran 2
Surat Perizinan Penelitian Dinas Sosial

138
Lampiran 3
Surat Izin Persetujuan Komite Etik

139
Lampiran 4
Lembar Penjelasan Sebelum Penelitian

Program Studi Fisioterapi Universitas Binawan


Jl. Kalibata Raya No. 25-30 Jakarta 13630

Phone: (62-21) 80880882

LEMBAR PENJELASAN SEBELUM PENELITIAN

Yang terhormat Bapak/Ibu, bersama ini saya sampaikan bahwa:


Nama : Tiurma Imelda Yuliani Simangunsong, Amd.FT
Status : Mahasiswa
No kontak : 082114603744
Perguruan Tinggi : Universitas Binawan, Program Studi D-IV Fisioterapi
Alamat : Jalan Kavling Pemda Bawah no. 114 Rt 04 Rw 06
Kelurahan Panunggangan Barat Kecamatan Cibodas
Perumnas I Karawaci Tangerang-Banten
Bermaksud akan melaksanakan penelitian dengan judul “Hubungan
Keseimbangan Statis Dengan Kekuatan Otot Pada Anggota Gerak Bawah
Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta
Timur Tahun 2023”. Dan untuk kategori usianya dari 60 tahun keatas.
Untuk itu, saya mengharapkan kesediaan Bapak atau Ibu untuk
berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana hubungan
keseimbangan dengan kekuatan otot pada tungkai bawah bapak/ibu untuk
itu dilakukan pemeriksaan keseimbangan dan kekuatan otot tungkai bawah
dilingkungan Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipinang Jakarta
Timur.

140
Dalam penelitian ini Bapak atau Ibu akan melakukan pengisian
kuesioner sebelum pemeriksaan. Bapak atau Ibu dimohon mengisi kuesioner
identitas yang meliputi nama, usia, dan jenis kelamin Dilanjutkan
pemeriksaan oleh peneliti meliputi vital sign termasuk tinggi badan, berat
badan, saturasi oksigen, pemeriksaan suhu. Tahap ke dua dilakukan
pemeriksaan keseimbangan dan kekuatan otot tungkai bawah. Dalam
pemeriksaan ini akan diajarkan cara - cara pemeriksaannya. Saya menjamin
bahwa pemeriksaan ini tidak membahayakan Bapak atau Ibu. Saya juga
berjanji akan merahasiakan identitas, saya mohon untuk tidak
mencantumkan nama, Bila keberatan tidak diwajibkan memberikan nama
hasil pemeriksaan ini kecuali untuk kepentingan penelitian akademik.
Keikutsertaan Bapak atau Ibu ini bersifat sukarela. Bapak atau Ibu
memiliki kebebasan memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Bapak atau Ibu berhak menerima kompensasi / tanda kenangan.
Setelah mendengar penjelasan yang saya uraikan ini. Bapak atau Ibu
yang berkenan mengisi lembar persetujuan pemeriksaan dalam penelitian.
Demikian penjelasan dari saya. Atas pehatian dan kerja sama Bapak
atau Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Tiurma Imelda Yuliani Simangunsong, Amd.FT

141
Lampiran 5
Lembar Informed Consent
(Pernyataan persetujuan Ikut Penelitian

142
Lampiran 6
Lembar Identitas Responden Lansia
Kuesioner

143
Lampiran 7
Kuesioner Identitas Individu & Pemeriksaan Tentang keseimbangan Statis
Lansia & Pemeriksaan Kekuatan Otot pada anggota gerak bawah

144
Lampiran 8
Daftar Kehadiran Peneliti di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 1 Cipayung - Jakarta Timur Surat

145
115
147
148
149
Lampiran 9
Hasil Olah Data SPSS

1. Usia

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 60-69 tahun 66 66.0 66.0 66.0
70-79 tahun 34 34.0 34.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Statistics

Usia
N Valid 100

Missing 0

Mean 66.80

Median 65.50

Mode 60

Std. Deviation 6.735

Minimum 60

Maximum 79

Sum 6680

Percentiles 25 60.00

50 65.50

75 72.00

2. Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 45 45.0 45.0 45.0
Perempuan 55 55.0 55.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

Statistics

Jenis Kelamin

150
N Valid 100

Missing 0

Mean 1.55

Median 2.00

Mode 2

Std. Deviation .500

Minimum 1

Maximum 2

Sum 155

Percentiles 25 1.00

50 2.00

75 2.00

3. Tinggi Badan

Statistics
TB
N Valid 100
Missing 0
Mean 153.00
Std. Error of Mean .947
Median 153.00
Mode 160
Std. Deviation 9.466
Variance 89.596
Minimum 134
Maximum 185
Sum 15300
Percentiles 25 145.25
50 153.00
75 160.00

One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference 95% Confidence Interval of the
Difference

151
Lower Upper
TB 161.639 99 .000 153.000 151.12 154.88

4. Berat Badan

Statistics
BB
N Valid 100
Missing 0
Mean 53.52
Std. Error of Mean 1.092
Median 52.00
Mode 50
Std. Deviation 10.922
Minimum 30
Maximum 88
Sum 5352

One-Sample Test
Test Value = 0
95% Confidence Interval of the
Difference
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Lower Upper
BB 49.004 99 .000 53.520 51.35 55.69

5. Tekanan Darah

Statistics
Sistolik Diastolik
N Valid 100 100
Missing 0 0
Mean 118.18 77.20
Std. Error of Mean 1.005 .621
Median 120.00 80.00
Mode 110 80
Std. Deviation 10.047 6.208
Minimum 100 60
Maximum 138 90

One-Sample Test

152
Test Value = 0
95% Confidence Interval of the
Difference
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Lower Upper
Sistolik 117.630 99 .000 118.180 116.19 120.17
Diastolik 124.346 99 .000 77.200 75.97 78.43

6. Indeks Massa Tubuh


Statistics
Indeks Massa Tubuh
N Valid 190
Missing 0
Mean 2.24
Std. Error of Mean .075
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation 1.031
Minimum 0
Maximum 4
Sum 426

Indeks Massa Tubuh


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IMT = < 17,0 (sangat kurus) 10 5.3 5.3 5.3
IMT = 17,0 - 18,5 (kurus) 17 8.9 8.9 14.2
IMT = 18,5 - 25,0 (normal) 116 61.1 61.1 75.3
IMT = 25 0 - 27,0 (gemuk) 11 5.8 5.8 81.1
IMT = < 27,0 (obesitas) 36 18.9 18.9 100.0
Total 190 100.0 100.0

One-Sample Test
Test Value = 0
95% Confidence Interval of the
Difference
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Lower Upper
Indeks Massa Tubuh 29.979 189 .000 2.242 2.09 2.39

153
154
7. Nadi
Statistics
Nadi
N Valid 100
Missing 0
Mean 77.83
Std. Error of Mean .486
Median 80.00
Mode 80
Std. Deviation 4.860
Minimum 70
Maximum 88
Sum 7783

One-Sample Test
Test Value = 0
95% Confidence Interval of the
Difference
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Lower Upper
Nadi 160.152 99 .000 77.830 76.87 78.79

Tabel frekuensi dan percent Variabel Keseimbangan Statis Lansia

Keseimbangan_Statis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal (Umur 60-69 tahun) 40 21.1 40.0 40.0
Kurang dari normsl (umur 15 7.9 15.0 55.0
60-69 tahun)
Lebih dari normal (umur 60- 11 5.8 11.0 66.0
69 tahun)
Normal (Umur 70-79 tahun) 28 14.7 28.0 94.0
Kurang dari Normal (Umur 3 1.6 3.0 97.0
70-79 tahun)
Lebih dari normal (Umur 70- 3 1.6 3.0 100.0
79 tahun)
Total 100 52.6 100.0
Missing System 90 47.4

155
Total 190 100.0

Tabel Frekuensi dan percent variabel Kekuatan Otot Anggota Gerak


Bawah Lansia

Kekuatan_Otot
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal ( Perempuan umur 28 14.7 28.0 28.0
60-69 tahun)
Kurang dari normal 12 6.3 12.0 40.0
(Perempuan umur 60-69
tahun)
Lebih dari normal 3 1.6 3.0 43.0
(Perempuan umur 60-69
tahun)
Normal (Perempuan umur 11 5.8 11.0 54.0
70-79 tahun)
Kurang dari normal 2 1.1 2.0 56.0
(Perempuan umur 70-79
tahun)
Normal (Laki-laki umur 60-69 14 7.4 14.0 70.0
tahun)
Kurang dari normal (Laki-laki 9 4.7 9.0 79.0
umur 60-69 tahun)
Lebih dari normal (Laki-laki 1 .5 1.0 80.0
umur 60-69 tahun)
Normal (Laki-laki umur 70-79 11 5.8 11.0 91.0
tahun)
Kurang dari normal (Laki-laki 9 4.7 9.0 100.0
umur 70-79 tahun)
Total 100 52.6 100.0
Missing System 90 47.4
Total 190 100.0

Nilai Deskripsi Variabel Keseimbangan statis dengan Kekuatan Otot anggota


Gerak Bawah Lansia:

156
Statistics
Keseimbangan Kekuatan
N Valid 100 100
Missing 0 0
Mean 18.29 11.53
Std. Error of Mean 1.066 .298
Median 15.00 12.00
Mode 15 12
Std. Deviation 10.655 2.976
Minimum 2 5
Maximum 60 20
Sum 1829 1153

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
Keseimbangan 100 2 60 18.29 1.066 10.655
Kekuatan 100 5 20 11.53 .298 2.976
Valid N (listwise) 100

One-Sample Test
Test Value = 0
95% Confidence Interval of the
Difference
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Lower Upper
Keseimbangan 17.162 99 .000 18.286 16.17 20.40
Kekuatan 38.741 99 .000 11.530 10.94 12.12

Uji Chi Square

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 126.063 a
45 .000

157
Likelihood Ratio 136.438 45 .000
Linear-by-Linear Association 26.851 1 .000
N of Valid Cases 100
a. 57 cells (95.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .03.

Uji Normalitas (Uji Sig Kolmogorov Smirnov)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Keseimbangan Kekuatan
N 100 100
Normal Parameters a,b
Mean 18.29 11.53
Std. Deviation 10.655 2.976
Most Extreme Differences Absolute .161 .127
Positive .161 .127
Negative -.070 -.113
Test Statistic .161 .127
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 c
.000c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

Hasil Analisa Bivariat dengan Spearman Rank Rho

Correlations
Keseimbangan_
Statis Kekuatan_Otot
Spearman's rho Keseimbangan_Statis Correlation Coefficient 1.000 .544**
Sig. (2-tailed) . .000
N 100 100
Kekuatan_Otot Correlation Coefficient .544** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

158
Lampiran 10
Tabel Kegiatan dan Waktu

No Kegiatan Bln Mei 2023 Bulan Juni 2023 Bulan Juli 2023
I II III IV I II III IV I II III IV

1 Sidang Proposal 3 Mei 2023 *


2 Revisi hasil sidang Skripsi * * *
Proposal
3 Bab 5-7 * *
4 Revisi bab 5-7 * *
5 Sidang Skripsi * * * *
6 Revisi Sidang Skripsi * *

159
Lampiran 11
Dokumentasi

160
161

Anda mungkin juga menyukai