Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK

BLOK 13 (KOMPROMIS MEDIS)


PEMICU 1

“Sariawan Tak Sembuh”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. drg. Wilda Hafni Lubis, M. Si


Prof. Dr. Ameta Primasari., Drg.,MDSc.,M.Kes.,Sp.PMM
drg. Martina Amalia, Sp.Perio.,Subsp.,MP(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
MEDAN
2024
TIM PENYUSUN

KETUA:
RAINVA GRACEA PURBA (220600046)

SERKETARIS:
FEBY AMANDA SEBAYANG (220600074)

ANGGOTA KELOMPOK:
REHULYNA BR SITOMPUL (220600041)
JIMMY PRANATA DAMANIK (220600042)
BEATRIX TRESNAWATI SIMAMORA (220600043)
M. YUDHA ABDILLAH LUBIS (220600044)
MARCHONEY MARIA SITUMORANG (220600045)
ABRAHAM SINAGA (220600048)
SARAH KRISTIN BR SIMANJUNTAK (220600049)
ABEL HANNA ELIZA PANGGABEAN (220600050)
NAUFAL AULIA RAIHAN (220600051)
ANANTA PUTRI (220600075)
SAJU AUZILA (220600077)
THISA SEFBLIANDA (220600084)
SYAFIRA YAN ATHIFA (220600085)
NAZRA AFIFAH (220600086)
RAHEL YOSELLIN SIBARANI (220600087)
YENSAPHIA SITORUS PANE (22060088)
DANIEL RAFAEL BATUBARA (220600089)
GRACIA ELISABETH (220600090)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Makalah ini berisi tentang
laporan hasil diskusi kelompok kami pada pemicu 1 blok 13 dengan judul “Sariawan Tak
Sembuh”.
Laporan ini tidak akan selesai tanpa bimbingan dari fasilitator yang sudah membantu
kami dalam diskusi dan memberikan kami masukan-masukan yang baik. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih kepada fasilitator atas waktu dan tenaga yang diberikan.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Kami juga
mengetahui masih banyak kekurangan dalam makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian kami sampaikan atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Medan, 4 April 2024

Kelompok 5
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kanker nasofaring menempati urutan keempat kanker yang paling sering terjadi di
Indonesia setelah kanker leher rahim, kanker payudara dan kanker kulit. Sementara itu,
kanker nasofaring adalah tumor ganas yang terletak pada area kepala dan leher.
Berdasarkan WHO terdapat 3 klasifikasi histologi kanker nasofaring yaitu tipe I, tipe II,
dan tipe III sedangkan menurut stadiumnya kanker nasofaring dibagi dalam beberapa
stadium. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah kanker nasofaring yaitu
pemberian vaksin pada orang-orang yang memiliki resiko tinggi untuk terkena kanker
nasofaring dan berhenti merokok. Sementara, perawatan medis serta bedah, diet, dan
pembatasan aktivitas merupakan 3 tatalaksana yang dapat dilakukan apabila sudah
terdiagnosis kanker nasofaring. Khemoterapi adalah salah satu pengobatan kanker untuk
membunuh sel-sel kanker, mencegah pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal yang
tidak terkendali yang cenderung menyerang jaringan di sekitarnya dan menyebar ke organ
lain. Efek samping khemoterapi seperti mual muntah, anemia, dan masalah tidur dapat
menyebabkan kelelahan/ kondisi lemas dan lainnya.
Mukositis oral dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien, meningkatkan risiko infeksi,
dan me- nyebabkan kegagalan perawatan kanker itu sendiri. Mukositis merupakan ulserasi
dan inflamasi yang menimbulkan rasa sakit pada lapisan membran mukosa yang
disebabkan efek perawatan kanker menggunakan khemoterapi dan radioterapi Kandidiasis
oral merupakan infeksi jamur yang sering terjadi bersamaan dengan mukositis oral pada
perawatan radioterapi. Kandidiasis oral disebabkan oleh spesies Candida albicans yang
dapat bersifat akut atau subakut, infeksi tersebut terlihat sebagai lapisan putih pada mukosa
pipi, lidah, bibir dan pala- tum. Jika lapisan tersebut terangkat, maka mukosa akan
berdarah, mulut terasa kering dan terbakar, serta kepekaan pengecapan di lidah berkurang.
Infeksi tersebut dapat menyebar ke dinding faring belakang. esofagus, trakea, dan seluruh
permukaan mukosa rongga mulut yang dapat menyebabkan ancaman jiwa. Untuk itu
diperlukan tindakan penatalaksanaan yang tepat untuk kasus kandidiasis pseudomembran
akut dan mukositis oral sebagai akibat radioterapi dan khemoterapi.

1.2 DESKRIPSI TOPIK


Pemicu 1
Nama Pemicu : Sariawan Tak Sembuh
Penyusun : Dr. drg. Wilda Hafni Lubis, M. Si; Prof. Dr. Ameta Primasari.,
Drg.,MDSc.,M.Kes.,Sp.PMM, drg. Martina Amalia, Sp.Perio.,Subsp.,MP(K)
Hari/Tanggal : Selasa/ 2 April 2024
Jam : 13.30-15.30 Wib

Seorang pasien wanita berusia 53 tahun, berat badan 40 kg dan tinggi badan 156 cm,
datang ke poli IPM, dirujuk dari Poli Onkologi dengan diagnosis kerja karsinoma nasofaring
(KNF) stadium IV dengan T1N2M0. Pasien telah diterapi khemoterapi. Pasien mengeluh ada
sariawan di dalam rongga mulut sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu, sakit bila makan dan
menelan. Tidak ada riwayat sariawan berulang sebelumnya. Lidah berwarna putih, kadang-
kadang gigi terasa sakit. Pasien sudah diberi obat kandistatin 1 botol dari Poli Onkologi tetapi
sudah habis dipakai. Pasien dirujuk ke Poli IPM karena keluhan di rongga mulut tersebut.
Keadaan umum pasien terlihat lemas, tetapi cukup kooperatif dan komunikatif. Pemeriksaan
ekstra oral dijumpai kelenjar limfe submandibula teraba, keras, tidak sakit, terdapat massa
berukuran 7x7x6 cm di leher sebelah kiri dan berukuran 2x2x4 cm di leher sebelah kanan.
Pemeriksaan intra oral OHI-S sedang, gingiva tampak bengkak dan merah. Permukaan dorsal
lidah tampak lapisan putih kekuningan tebal yang dapat dikerok dengan tekanan ringan dan
meninggalkan dasar eritema, tidak nyeri. Pada mukosa bukal kiri dan kanan tampak ulser
multiple. Ulser tersebut beberapa soliter dan beberapa menyatu, ±1x2 cm, warna putih
kekuningan, dikelilingi area eritema, bentuk oval, tepi irregular, dan terasa sakit.
Pertanyaan:
1. Bagaimana status nutrisi pasien tersebut?
2. Apakah makna T1N2M0 pada pasien ini?
3. Bagaimana cara pemeriksaan kelenjar limfe submandibula tersebut?
4. Mengapa pasien dirujuk ke Poli IPM?
5. Apakah keadaan umum pasien yang terlihat lemas berhubungan dengan perawatan
khemoterapi? Jelaskan!
6. Jelaskan diagnosis lengkap kelainan pada mukosa bukal pasien tersebut!
7. Apakah etiopatogenesis kelainan pada mukosa bukal pasien tersebut?
8. Apakah diagnosis kelainan pada lidah pasien? dan jelaskan faktor pencetusnya!
9. Jelaskan perubahan jaringan periodontal pada pasien yang menerima terapi radiasi!
10. Apakah perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk lesi rongga mulut pasien
tersebut? Jelaskan alasannya!
11. Bagaimanakah terapi kelainan pada mukosa bukal dan lidah?
12. Jelaskan instruksi yang harus diberikan pada pasien yang menjalani terapi radiasi?
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Bagaimana status nutrisi pasien tersebut?


Jawab :
- Indeks massa tubuh (BMI)
Status nutrisi pasien tersebut dapat dinilai dengan menggunakan indeks massa tubuh (BMI).
BMI dapat dihitung dengan rumus: BMI = {berat badan} / {tinggi badan2}

Kurus: IMT kurang dari 18,5


Normal: 18,5 – 22,9
Overweight (kelebihan berat badan): 23 – 27,5
Obesitas: IMT lebih dari 27,5

Berdasarkan skenario, pasien tersebut memiliki tinggi badan 156 cm dan berat badan 40 kg.
Dengan menghitung indeks massa tubuh (BMI), maka BMI pasien adalah 16,43 kg/m2 dari
40 x 1,562. Ini berarti pasien wanita tersebut tergolong kurus dimana status gizinya dapat
disimpulkan kurang gizi atau di bawah berat badan normal.1

- Pemeriksaan secara klinis

Berdasarkan skenario, keadaan umum pasien terlihat lemas dan terdapat Pseudomembran
candidiasis, gingiva tampak bengkak dan merah. Hal ini juga merupakan bentuk manifestasi
dari khemoterapi disertai kondisi tubuh yang kekurangan nutrisi. Pasien terlihat lemas salah satu
tanda kekurangan nutrisi pada pasien dimana saat khemoterapi, sel-sel abnormal dan sel sehat
ditubuh akan di rusak dan menyebabkan daya tahan tubuh pasti akan mengalami penurunan.
Kekurangan nutrisi pada pasien juga terlihat dari adanya Pseudomembran candidiasis, dengan
kondisi tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan susah untuk menyeimbangkan yang telah dirusak
melemahnya system pertahanan di rongga mulut pasien dan menyebabkan mudahnya
pertumbuhan jamur. Defisiensi nutrisi terkhususnya vitamin B2 dan vitamin C juga dapat
membuat gusi menjadi merah, bengkak, dan mudah berdarah yang merupakan tanda yang
terlihat pada pasien.

2. Apakah makna T1N2M0 pada pasien ini?


Jawab :
Sistem penentuan stadium TNM (system klasifikasi untuk tumor ganas) adalah sistem
penentuan stadium kanker yang diawasi dan diterbitkan oleh Union for International Cancer
Control (UICC). TNM secara sistematis menggambarkan tingkat keganasan terutama
berdasarkan anatominya dan mengkategorikan setiap keganasan berdasarkan status tumor
primer (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan penyakit metastasis (M).
Sistem Penentuan Stadium TNM
T- Tumor: digunakan untuk mengukur tumor primer dan invasi ke jaringan yang berdekatan. Nilai
T dinilai secara berbeda berdasarkan struktur anatomi yang terlibat. Dengan pembesaran progresif
dan menyebar dari T1 hingga T4.
 TX: tumor primer tidak dapat dinilai
 T0: tidak ada bukti adanya tumor
 Tis: karsinoma in situ
 T1: tumor terbatas pada nasofaring atau meluas ke orofaring dan/atau kavitas
nasal tanpa ekstensi parafaringeal
 T2: tumor meluas ke parafaringeal
 T3: tumor masuk ke struktur tulang pada dasar tengkorak dan/atau sinus paranasal
 T4: tumor dengan perluasan intracranial, hipofaring, orbita, atau infratemporal
fossa

N- Node: digunakan untuk menggambarkan keterlibatan kelenjar getah bening regional pada tumor.
Kelenjar getah bening memiliki fungsi sebagai filter biologis, karena cairan dari jaringan tubuh
diserap ke dalam kapiler limfatik dan mengalir ke kelenjar getah bening. Dengan penyebaran
semakin jauh dari N1 ke N3
 NX: node tidak dapat dinilai
 N0: tidak adanya penyebaran nodul regional
 N1: metastasis unilateral di kelenjar getah bening servikal, 6 cm atau kurang di atas
fossa suprakavikula, atau keterlibatan kelenjar getah bening retrofaringeal
bilateral atau unilateral, kurang dari 6 cm pada dimensi terbesarnya
 N2: metastasis bilateral di kelenjar getah bening, 6 cm atau kurang dalam dimensi
terbesar diatas fossa supraklavikula
 N3: metastasis di kelenjar getah bening, dengan ukuran lebih dari 6 cm
 N3a: ukuran lebih dari 6 cm
 N3b: perluasan ke fossa supraklavikula

M- Metastasis: adalah ketika tumor menyebar melalmpaui kelenjar getah bening regional.
Digunakan untuk mengidentifikasi adanya metastasis jauh dari tumor primer.
 MX: metastasis jauh tidak dapat dinilai
 M0: tidak ada metastasi jauh
 M1: terdapat metastasis jauh

Diidentifikasi sesuai dengan kasus, kanker T1N2M0 adalah kanker dengan tumor T1 (tumor
terbatas pada nasofaring atau meluas ke orofaring dan/atau kavitas nasal), keterlibatan N2
(metastasis bilateral di kelenjar getah bening, 6 cm atau kurang dalam dimensi terbesar diatas fossa
supraklavikula), dan M0 atau tidak ada metastasis (tidak menyebar ke seluruh tubuh).2

3. Bagaimana cara pemeriksaan kelenjar limfe submandibula tersebut?


Jawab :
A. Persiapan pasien
Pasien perlu dijelaskan mengenai hal ini, metode pemeriksaan, termasuk tujuan dan prosedurnya
sebagai informed consent lisan.3

B. Peralatan
Pemeriksaan kelenjar limfe dilakukan menggunakan handscoon sesuai standart WHO dan
menggunakan tangan pemeriksa dan pasien sebagai subjek yang diperiksa. Bisa menggunakan 2
tangan dengan 3 ataupun 2 jari tergantung dengan teknik yang dipilih pada tangan kanan kiri
yaitu, jari jempol, telunjuk, dan jari tengah.

C. Posisi pasien
Terdapat dua posisi dalam pemeriksaan kelenjar getah bening, yaitu duduk dengan tegak dan
berbaring (supinasi). Posisikan pasien duduk pada pemeriksaan kelenjar limfe bagian leher,
aksila, dan epitroklear. Posisi berbaring (supinasi) disarankan pada pemeriksaan bagian inguinal
dan popliteal.

D. Prosedural
Sebelum memeriksa kondisi kelenjar getah bening, langkah pertama yang perlu
dilakukan adalah menemukan lokasi kelenjar getah bening. Pemeriksaan kelenjar limfe tersebut
berlokasi pada submandibula. Lalu, instruksikam pasien untuk menekan kuat langit-langit
mulutnya dengan lidah. Setelah itu dilakukan palpasi 3 jari secara perlahan pada area bawah
rahang (submandibular) sambil menanyakan pasien apakah terasa nyeri saat dipalpasi.
Kemudian, nilai konsistensi kelenjar limfenya apakah kenyal, keras, nyeri atau tidak. Pada
kasus, menunjukan kelenjar limfenya membesar dan keras tapi tidak nyeri (kondisi keganasan)
menunjukkan kanker nasofaring level 1 dikarenakan metastasinya masi sampai di mandibula.

E. Follow up
Follow up dilakukan untuk tindak lanjut temuan hasil pembesaran kelenjar limfe
pemeriksaan harus didasarkan pada red flags pembesar kelenjar limfe dan etiologi.

4. Mengapa pasien dirujuk ke Poli IPM?


Jawab :
Pasien dirujuk ke Poli IPM karena ditemukan lesi di rongga mulut, terutama di lidah dan
mukosa bukal, yang menimbulkan gejala seperti sariawan yang persisten sehingga
menyebbakan kesulitan dalam makan, dan nyeri saat menelan. Serta terlihat pasien memiliki
massa di leher
Rujukan ke Poli IPM memungkinkan untuk pemeriksaan dan penilaian yang lebih
mendalam mengenai etiologi dan karakteristik lesi dan maasaa tersebut. Pasien juga akan
mendapat perawatan yang tepat dan terarah untuk mengurangi gejala mukositis oral, mencegah
infeksi sekunder, serta memperbaiki kualitas hidupnya selama dan setelah menjalani terapi
kanker.
Perlu dirujuk ke Poli IPM juga untuk mendapatkan perawatan mukositis oral di Poli IPM
mungkin meliputi pemberian obat-obatan topikal atau sistemik serta diberikan instruksi
mengenai perawatan mulut yang baik, termasuk cara membersihkan gigi dan mulut secara
efektif serta diet yang sesuai untuk mengurangi iritasi pada mukosa.4

5. Apakah keadaan umum pasien yang terlihat lemas berhubungan dengan perawatan
khemoterapi? Jelaskan!
Jawab :
keadaan pasien yang terlihat lemas berhubungan dengan perawatan kemoterapi yang ia
lakukan. Berdasarkan skenario, pasien sudah melakukan kemoterapi untuk pengobatan penyakitnya.
Hal tersebut menyebabkan pasien menjadi lelah dan lemas dikarenakan khemoterapi bekerja dengan
cara membunuh sel kanker yang aktif membelah..
Hunungan antara terjadinya lemas pada pasien dengan perawatan khemoterapinya, yaitu karena
anemia yang diderita pasien.
Anemia disebabkan karena efek samping kemoterapi yang menghancurkan banyak sel darah
merah sehat sehingga menyebabkan kurangnya sel darah merah. Hal ini membuat tubuh merasa
sangat lelah karena sel-sel di tubuh tidak bisa mendapatkan cukup oksigen dan nutrisi sehingga tidak
menghasilkan energi. Hal ini akan menyebabkan pasien menjadi lelah dan lemas. 5

6. Jelaskan diagnosis lengkap kelainan pada mukosa bukal pasien tersebut!


Jawab:
Pada mukosa bukal pasien tersebut dapat didiagnosis dengan mukositis oral yang diinduksi
khemoterapi dengan skala atau derajat 3. Mukositis oral merupakan peradangan pada mukosa
oral (mucositis) yang ditandai dengan beberapa lesi yang dapat berupa ulserasi, tampak
kemerahan dan menyebabkan gangguan pada fungsi dan integritas rongga mulut. Hal ini
diakibatkan oleh efek sitotoksik bahan kemoterapi. Dikategorikan skala 3 dikarenakan keluhan
pada bukal pasien sudah menunjukkan adanya tepi eritema dan lesi sudah termasuk ulserasi dan
pada skala 3-4 lesi tersebut dapat terkontaminasi dengan jamur, bakteri, virus, dan pada skenario
juga pasien merasakan nyeri saat makan dan menelan namun tidak dijelaskan apakah pasien
masih dapat makan atau tidak.6,7
Berikut adalah klasifikasi mucositis menurut WHO:
Skala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggabungkan ukuran subjektif dan objektif dari
mucositis mulut.

 Derajat 0 = Tidak ada mukositis mulut


 Derajat 1 = Eritema dan nyeri
 Derajat 2 = Maag, bisa makan makanan padat
 Derajat 3 = Maag, memerlukan diet cair (karena mucositis)
 Derajat 4 = Bisul, tidak bisa makan (karena mucositis)

Berikut adalah klasifikasi mucositis menurut WHO:


 -Skala 1: kemerahan (eritema), nyeri ringan;
 -Skala 2: membran mukosa kemerahan, timbul ulkus rata yang nyeri, pasien masih dapat makan;
 -Skala 3: ulkus terbentuk semakin dalam, pasien hanya dapat makan dengan konsistensi
cair;
 -Skala 4: mukositis semakin parah, pasien sudah tidak dapat makan.

7. Apakah etiopatogenesis kelainan pada mukosa bukal pasien tersebut?


Jawab :
Kelainan pada lidah pasien adalah pseudomembran candidiasis. Diagnosis ditegakkan
dari gambran klinis pasien yaitu lapisan putih kekuningan tebal yang dapat dikerok dengan
tekanan ringan dan meninggalkan dasar eritema, tidak nyeri yang merupakan gambaran khas
dari pseudomembran candidiasis. Kandidiasis oral disebakan oleh spesies Candida albicans.9
Ada beberapa faktor pencetus dari kandidiasis pada skenario, yaitu:
- Terjadinya opportunistic infection yang merupakan efek samping khemoterapi karena
menurunnya butiran sel darah putih sehingga mikroorganisme salah satunya jamur dapat
dengan mudah menyerang sistem pertahanan tubuh karena tidak ada yang menghambatnya
untuk masuk ke tubuh.
- Efek samping perawatan khemoterapi juga menyebabkan penurunan produksi saliva,
perubahan epitel mukosa, dan defisiensi nutrisi yang menyebabkan ekologi rongga mulut
menjadi rentan terhadap candidiasis.
o Saliva
Antibodi saliva (Slg A) dan faktor-faktor antimikroba nonspesifik penting untuk
menurunkan perlekatan dan kolonisasi fungal, oleh karena itu aliran/produksi saliva
yang menurun akibat terapi radiasi memacu infeksi candida pada pasien tersebut.
o Defisiensi nutrisi dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan hilangnya
integritas sel, yang akan mempermudah infeksi candidiasis.
o Perubahan epitel mukosa
Radiasi pada daerah kepala dan leher dapat merubah kecepatan pergantian epitel normal,
menyebabkan efek sitotoksik langsung yang dapat merubah integritas epitelium oral dan
memacu infeksi sekunder pada pasien tersebut.
- Efek samping obat
Pada anamnesis terdapat riwayat penggunaan obat kandistatin 1 botol dari Poli Onkologi dan
sudah habis dipakai, setelah pasien menjalani kemoterapi. Durasi, dosis, dan cara
pengaplikasian obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan pseudomembran candidiasis akut
pada rongga mulut pasien.
- Faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya kandidiasis adalah skala dari mucositis yang
dialami pasien sudah mencakup skala atau derajat 3 yang dimana mucositis skala 3 dan 4
lukanya terbuka sehingga mikroorganisme salah satunya jamur mudah masuk dan terjadi
invasi mikroorganisme yang menyebabkan pseudomembran candidiasis.9

8. Apakah diagnosis kelainan pada lidah pasien? dan jelaskan faktor pencetusnya!
Jawab :
Kelainan pada lidah pasien adalah pseudomembran candidiasis. Diagnosis ditegakkan
dari gambran klinis pasien yaitu lapisan putih kekuningan tebal yang dapat dikerok dengan
tekanan ringan dan meninggalkan dasar eritema, tidak nyeri yang merupakan gambaran khas
dari pseudomembran candidiasis. Candidiasis oral merupakan infeksi jamur yang sering terjadi
bersamaan dengan mukosistis oral pada pasien yang menjalani khemoterapi. Ada beberapa
faktor pencetus dari kandidiasis pada skenario, yaitu :
- Perawatan khemoterapi yang dijalankan pasin menimbulkan beberapa efek samping seperti
meningkatnya resiko terjadinya opportunistic infection karena menurunnya butiran sel darah
putih sehingga mikroorganisme salah satunya jamur dapat dengan mudah menyerang sistem
pertahanan tubuh karena tidak ada yang menghambatnya untuk masuk ke tubuh.
- Efek samping perawatan khemoterapi juga menyebabkan penurunan produksi saliva,
perubahan epitel mukosa, dan defisiensi nutrisi yang menyebabkan ekologi rongga mulut
menjadi rentan terhadap candidiasis. Defisiensi nutrisi dapat menyebabkan penurunan daya
tahan tubuh dan hilangnya integritas sel, yang akan mempermudah infeksi candidiasis.
Kebersihan mulut pasien berdasarkan nilai OHIS termasuk kategori sedang sehingga
kebersihan rongga mulut yang tidak baik juga dapat membantu meningkatkan kolonisasi
candida dan memperburuk candidiasis yang diderita.
- Faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya kandidiasis adalah skala dari mucositis yang
dialami pasien sudah mencakup skala atau derajat 3 yang dimana mucositis skala 3 dan 4
lukanya terbuka sehingga mikroorganisme salah satunya jamur mudah masuk dan terjadi
invasi mikroorganisme yang menyebabkan pseudomembran candidiasis.9

9. Jelaskan perubahan jaringan periodontal pada pasien yang menerima terapi radiasi!
Jawab :

Radioterapi atau terapi radiasi adalah pengobatan penyakit kanker dengan


menggunakan sinar pengion. Sinar pengion dapat berupa sinar-X dan sinar gamma, atau
dari kelompok partikel Alfa, Beta, dan Neutron. Pada prinsipnya pengobatan dengan
sinar pengion ini adalah dengan memaparkan sinar radioaktif pada jaringan kanker.
Terapi radiasi merupakan metode pengobatan penyakit kanker dengan menggunakan
radiasi elektromagnetik atau particular berenergi tinggi untuk menghancurkan sel kanker
dengan cara menimbulkan kerusakan reproduksi dari sel kanker di dalam tubuh.
Pemberian terapi radiasi pada penderita kanker nasofaring ( daerah leher, telinga, dan
kepala) akan menyebabkan perubahan morfologi sel epitel mukosa di dalam rongga
mulut, sehingga apat menimbulkan komplikasi pada mukosa mulut, kelenjar air ludah/
liur, gigi geligi dan tulang rahang. Efek lokal pada jaringan periodontal ketika dosis
fraksi tinggi digunakan melibatkan perubahan selularitas, vaskularisasi, dan
berkurangnya potensi penyembuhan/remodeling periodonsium.12
 Perubahan pada jaringan periodontal yang dapat dialami yaitu adanya
inflamasi pada tulang alveolar yang dapat menyebabkan Beberapa penyakit, yaitu:
a. Osteomyelitis adalah peradangan yang terjadi pada tulang termasuk pada
tulang rahang. Inflamasi ini menyebar dengan melibatkan sumsum pada spongios tulang
bahkan sampai ke korteks dan periosteum. Osteomielitis disebabkan adanya invasi dari
organisme piogenik yang masuk menginfeksi tulang dari berbagai macam cara.
Osteoradionekrosis merupakan kondisi kematian jaringan tulang dikarenakan bebrapa
hal seperti penggunaan radioterapi. Radioterapi merupakan salah satu penyebab umum
dikeranakan radioterapi dapat merusak jaringan veskularisasi dan darah pada tulang,
sehingga tulang menjadi kekurangan nutrisi yang akhirnya mengarah ke kondisi
nekrosis. Untuk menganalisis kedua kondisi ini, biasa digunakan cone beam computed
tomografi (CBCT).
Osteoradionekrosis adalah suatu kondisi dimana terjadi kematian jaringan tulang yang
disebabkan kerena tindakan radioterapi pada pengobatan kanker leher dan kepala. Para
ahli lain juga mendefiniskan osteoradionecrosis sebagai suatu kondisi dimana tulang
menerima paparan radiasi, dan tidak berhasil sembuh dalam waktu 3 bulan. Patofisologi
penyakit ini diawali dari kegiatan radioterapi yang bertujuan menghancurkan sel
kanker, namun dosis radiasi yang digunakan dapat menyebabkan sel rusak dan lemah.
Osteroradionekrosis merupakan akumulasi dari kerusakan yang disebabkan oleh terapi
radiasi. Radiasi menyebabkan gangguan metabolisme dan haemostasis, sehingga terjadi
gangguan pada transport oksigen yang menyebabkan jaringan menjadi hypoksia.
Keadaan hypoksia inilah yang diduga sebagai penyebabkan jaringa tulang nekrosis

10. Apakah perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk lesi rongga mulut pasien tersebut?
Jelaskan alasannya!
Jawab :

 Terdapat 2 lesi pada rongga mulut pasien, yaitu Mukosistis Oral pada mukosa
bukal dan Kandidiasis Pseudomembran Akut pada lidah.
 Kedua kasus tersebut tidak perlu menggunakan pemeriksaan histopatologi
karena 2 Lesi tersebut merupakan manifestasi dari terapi kanker atau kemoterapi.
 Pada konteks mukositis oral, tindakan kemoterapi dapat menimbulkan
kerusakan barier mukosa karena penurunan pembaruan sel epitel yang akhirnya
menyebabkan mucositis. Sedangkan pada konteks kandidiasis oral, penderita kanker
bagian kepala dan leher yangmendapat radioterapi memiliki risiko terjadinya
kandidiasis oral. Kandidiasis oral merupakan salah satu bentuk infeksi oportunistik,
yaitu infeksiyang terjadi karena ada kesempatan untuk munculpada kondisi-kondisi
tertentu terutama pada saat tubuh mengalami penurunan daya tahan tubuh. Lesi
kandidiasis oral dapat berupa bercak putih atau lesi eritema yang terdapat pada mukosa
mulut.Pemeriksaan subjektif pada penderita kandidiasis oral dapat ditemukan keluhan
nyeri dan panas dalam rongga mulut, yang dapat mempengaruhi fungsi makan, minum,
dan bicara. Namun, untuk mengetahui jumlah koloni Candida albicans dalam saliva,
dapat dilakukan pemeriksaan mikologi melalui saliva dengan cara berkumur dengan
PBS (phosphate buffered saline), kemudian dikultur pada biakan media Chromagar di
Laboratorium mikrobiologi.10,11
11. Bagaimanakah terapi kelainan pada mukosa bukal dan lidah?
Jawab :
1) Terapi untuk pseudomembran candidiasis akut
Kandidiasis orofaringeal ditangani dengan pengobatan topikal pada kasus yang lebih
ringan, dan antijamur sistemik diindikasikan ketika dicurigai adanya kandidiasis
diseminata, pasien mempunyai risiko lebih tinggi (mielosupresi, defisiensi imun) dan
jika tindakan topikal gagal. Pengobatan lini pertama meliputi flukonazol topikal,
mikonazol, atau nistatin. Ketika antijamur sistemik diindikasikan, flukonazol adalah
obat pilihan. Secara umum, terapi sistemik dengan flukonazol lebih efisien
dibandingkan antijamur topikal pada pasien kanker. Pasien harus disarankan untuk
menjaga kebersihan mulut dengan baik, melumasi mukosa mulut, dan menghindari
konsumsi tembakau dan alkohol.
 Pemberian Nystatin
Nistatin merupakan drug of choice untuk perawatan kandidiasis oral. Pemberian
nistatin pada pasien yang menjalani kemoterapi dapat menurunkan insidensi
mucositis. Dosis nystatin Drop 12 ml dengan instruksi pemakaian 2 ml 3x/ hari
diteteskan ke seluruh bagian yang terinfeksi kandida (pada dorsum lidah). Betadin
kumur 1% 100 ml dengan instruksi pemakaian 3x/hari 10 ml dengan cara berkumur
sehingga cairan berkontak dengan seluruh bagian yang terinfeksi kandida yakni
dorsum lidah. Pasien juga diberikan instruksi untuk menjaga kebersihan rongga
mulut, menggunakan obat teratur, dan kontrol teratur.
 Pemberian vitamin B12
2) Terapi untuk pengobatan mucositis
Mucositis mulut tanpa komplikasi biasanya dapat sembuh dengan sendirinya, dan
perawatan paliatif cenderung cukup. Rekomendasi penatalaksanaan utama mencakup
perawatan mulut dasar, saran diet, dan pengendalian nyeri. Terapi laser tingkat
rendah juga dianjurkan untuk mencegah atau mengurangi keparahan mukositis mulut
pada pasien dewasa yang menerima radioterapi saja atau dikombinasikan dengan
kemoterapi.
 Pemberian Antimikrobial (klorheksidin glukonat 0,2%)
Klorheksidin adalah obat kumur yang menunjukkan aktivitas antimikroba dan
antijamur sprektrum luas, efektif melawan bakteri gram positif dan gram negatif, juga
sel ragi dan jamur, dan terikat pada permukaan oral secara terus menerus.
Klorheksidin dilaporkan dapat mengurangi tingkat keparahan mukositis pada pasien
yang menjalani kemoterapi, meningkatkan kelangsungan hidup pasien, dengan biaya
yang efektif
 Pemberian anasthetik (daerah terjangkau) dan analgesik (daerah tidak terjangkau,
sakitnya luas)
Pedoman MASCC/ISOO merekomendasikan morfin topikal 0,2% untuk manajemen
nyeri. Tersedia formulasi lain seperti "obat kumur ajaib", yang mengandung obat
bius, difenhidramin, dan antasida, serta mungkin mengandung steroid dan
antimikotik. Namun morfin topikal 0,2% terbukti lebih efisien.
 Terapi asam folat bersama bitamin B12
Terapi asam folat bersama degan vitamin b12 membentuk senyawa S-
adenosylmethionine(SAMe) yang terlibat dalam fungsi kekebalan tubuh. Vitamin
B12 juga berfungsi menjaga dan meningkatkan energi, serta berperan penting dalam
pembentukan sel darah merah, mempercepat penyembuhan luka, serta memperbaiki
sel-sel tubuh yang rusak dan mengaktifkan sel T yang berfungsi mengatur respon
imun serta menyerang sel yang terinfeksi.
 Memakai coating agent
Melumasi mukosa mulut menggunakan mousses atau gel penghalang topikal, dan
menghindari bahan iritan seperti tembakau atau alkohol.
 Perawatan mulut dasar meliputi peningkatan kebersihan mulut pasien (meningkatkan
frekuensi menyikat gigi, membersihkan bagian proksimal, menggunakan sikat
lembut, dan lebih sering mengganti sikat gigi); membilas rongga mulut dengan obat
kumur lembut seperti air garam atau natrium bikarbonat setiap empat jam.
 Cryotherapy
Cryotherapy dengan meletakkan atau menggosokan kepingan es batu di mulut
sebelum khemoterapi dan lanjutkan 30 menit mengurangi keparahan mucositis.9

12. Jelaskan instruksi yang harus diberikan pada pasien yang menjalani terapi radiasi?
Jawab :
Instruksi yang penting untuk diberikan pada pasien yang menjalani terapi radiasi meliputi: 9
1. Perawatan Mulut:
a. Menjaga kebersihan mulut secara teratur dengan menyikat gigi setidaknya dua kali sehari
menggunakan sikat gigi yang lembut, Penggunaan benang gigi juga disarankan. Hindari
penggunaan obat kumur yang mengandung alkohol dan permen karet.
b. Hindari makanan atau minuman yang terlalu panas atau terlalu dingin dan terlalu pedas
atau keras yang dapat menyebabkan iritasi tambahan pada mulut.

2. Perawatan Gigi:
a. Periksakan gigi secara teratur ke dokter gigi untuk pemeriksaan rutin dan perawatan.
b. Hindari penggunaan tusuk gigi atau bahan yang dapat menyebabkan luka pada gusi atau
mulut.

3. Pola makan dan asupan nutrisi


a. Makan makanan lembut dan mudah dikunyah untuk menghindari iritasi pada mulut.
b. Konsumsi makanan yang kaya akan nutrisi dan cairan untuk menjaga nutrisi dan hidrasi
yang cukup.

4. Manajemen Nyeri:
a. Mengonsumsi obat penghilang rasa sakit yang diresepkan oleh dokter sesuai dengan
petunjuk yang diberikan.
b. Dapat menggunakan kompres dingin pada area yang nyeri untuk mengurangi rasa sakit.

5. Pantau Gejala Tambahan:


a. Segera hubungi dokter jika terdapat gejala tambahan seperti demam tinggi, perdarahan, atau
gejala infeksi lainnya.

6. Konsultasi Lanjutan:
Pasien harus diinstruksikan mengikuti jadwal konsultasi dan tinjauan yang direkomendasikan
untuk memantau respons terhadap terapi radiasi dan mengelola efek samping yang mungkin
muncul.
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kanker nasofaring merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan adanya


pertumbuhan sel yang tidak normal yang terjadi pada bagian rongga belakang hidung dan
belakang langit-langit rongga mulut, letaknya kadang tersembunyi dan berhubungan langsung
dengan banyak daerah vital. Tindakan kemoterapi dan radioterapi merupakan terapi yang
sering dilakukan pada pasien dengan kanker nasofaring. Namun kemoterapi sering
menimbulkan efek yang merugikan pada status gizi pasien. Penelitian menunjukkan bahwa
40% pasien yang menjalani kemoterapi mengalami malnutrisi akibat keseimbangan nitrogen
negatif dan penurunan berat badan yang tidak diinginkan selama pasien menderita kanker.
Kemoterapi dan radiasi merupakan modalitas terapi perawatan kanker di regio leher dan
kepala.
Mukositis oral merupakan salah satu efek samping yang dapat terjadi pada individu
yang menjalani terapi radiasi dan kemoterapi yang umum terjadi di rongga mulut. Tingginya
angka kejadian mukositis oral pada pasien yang menjalani kemoterapi dan/atau radiasi untuk
kanker regio leher dan kepala menyebabkan pentingnya penatalaksaan yang menyeluruh untuk
keadaan tersebut. Penanggulangan rasa sakit yang terjadi merupakan tujuan utama
penatalaksanaan pasien dengan mukositis oral. Hal ini biasanya dilakukan dengan
menggunakan bahan-bahan seperti obat kumur yang mengandung lidokain, sulcralfate sampai
penggunaan golongan opioid secara topikal maupun sistemik untuk kasus yang parah. Pada
kasus tersebut juga terdapat kelainan pada lidah yang terjadi berupa Pseudomembran
Candidiasis yaitu lapisan putih kekuningan tebal yang dapat dikerok dengan tekanan ringan
dan meninggalkan dasar eritema, tidak nyeri yang merupakan gambaran khas dari
pseudomembran candidiasis. Candidiasis oral merupakan infeksi jamur yang sering terjadi
bersamaan dengan mukosistis oral pada pasien yang menjalani khemoterapi. Dapat dilakukann
terapi berupa pemberian Nystatin dan pemberian vitamin B12.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tricia F, Rahaju P, Suheryanto R. Hubungan status nutrisi penderita karsinoma nasofaring


stadium lanjut dengan kejadian mukositis sesudah radioterapi. 2012; 42(1).
2. Kang, M., Zhou, P., Long, J., Li, G., Yan, H., Feng, G., Liu, M., Zhu, J., & Wang, R. (2017).
A new staging system for nasopharyngeal carcinoma based on intensity-modulated radiation
therapy (IMRT). Oncotarget, 8(55), 94188–94196.
https://doi.org/10.18632/oncotarget.21615
3. Ugga, L., Ravanelli, M., Pallottino, A. A., Farina, D., & Maroldi, R. (2017). Diagnostic
work-up in obstructive and inflammatory salivary gland disorders. Work-up diagnostico nella
patologia ostruttiva e infiammatoria delle ghiandole salivari. Acta otorhinolaryngologica
Italica : organo ufficiale della Societa italiana di otorinolaringologia e chirurgia cervico-
facciale, 37(2), 83–93. https://doi.org/10.14639/0392-100X-1597
4. Pengurus Besar PDGI. Panduan Praktis Klinis Ilmu Penyakit Mulut. Edisi 1. 2020.
5. Tunas K, Yowani S, Indrayathi P, Noviyani R, Budiana N. Penilaian Kualitas Hidup Pasien
Kanker Serviks dengan Kemoterapi Paklitaksel–Karboplatin di RSUP Sanglah. Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia 2016; 5(1): 35-46.
6. Bell A, Kasi A. Oral Mucositis. 2023 May 29. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2024 Jan–. PMID: 33351407.
7. Atay H, Kelkitii E, Aslan NA, Turgut M. Safety and Efficacy of ABS in the Chemotheraphy-
Induced Oral Mucositis. International Journal of Hematology and Oncology 2015; 25(3):
166-171.
8. Irie, M. S., Mendes, E. M., Borges, J. S., Osuna, L. G., Rabelo, G. D., & Soares, P. B.
(2018). Periodontal therapy for patients before and after radiotherapy: A review of the
literature and topics of interest for clinicians. Medicina oral, patologia oral y cirugia
bucal, 23(5), e524–e530. https://doi.org/10.4317/medoral.22474
9. Arya L, Brizuela M. Oral Management of Patients Undergoing Radiation Therapy. 2023 Mar
19. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan–. PMID:
36512664.
10. Traktama, D. O., & Sufiawati, I. Keparahan mukositis oral pada pasien kanker kepala leher
akibat kemoterapi dan/atau radioterapi.
11. Kemenkes Rs Sardjito. Mukositis Oral Pada Pasien Kemoterapi Dan Penanganannya. 01
September 2023. https://sardjito.co.id/2023/09/01/mukositis-oral-pada-pasien-kemoterapi-
dan- penanganannya/#:~:text=Pada%20konteks%20ini%2C%20tindakan%20kemot erapi
%20dapat%20menimbulkan%20sejumlah,akan%20meningkatkan%20ker entanan
%20terhadap%20infeksi%20%28Hasibuan%2C%20dkk.%202019%2 9. (01 April 2024)
12. Chitapanarux, I., & Iamaroon, A. (2020). Salivary glands and dental complications after
radiotherapy for nasopharyngeal carcinoma.

Anda mungkin juga menyukai