Anda di halaman 1dari 35

Penetapan Kadar Vitamin C dalam Daun Kari atau Salam Koja (Murraya

koenigii L. Spreng) dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis

SKRIPSI

Oleh :

GALUH ANDRAINI

1951065

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI SARJANA FARMASI

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA

LUBUK PAKAM

T.A 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tubuh kita membutuhkan vitamin yang berfungsi untuk membantu

pengaturan atau proses metabolisme tubuh. Salah satu vitamin yang dibutuhkan

oleh tubuh adalah vitamin C. vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen

interseluler. Vitamin C atau asam askorbat adalah salah satu vitamin yang terbuat

dari turunan heksosa yang larut dalam air dan mudah teroksidasi. Proses tersebut

dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim serta oleh katalis temabaga dan besi.

Disamping itu, asam askorbat memiliki gugus kromofor yang peka terhadap

rangsangan cahaya (Badriyah and Manggara, 2015).

Vitamin C salah satu vitamin yang dibutuh oleh tubuh untuk

meningkatkan system imunitas tubuh. Mengkonsumsi vitamin C yang juga

berfungsi sebagai antioksidan terbukti dapat menangkal virus-virus seperti virus

flu, selain itu vitamin C juga berfungsi sebagai system pertahanan tubuh yang

bertanggung jawab penuh terhadap setiap gangguan psikis (misalnya stress, sedih,

marah) fisik (seperti terluka, kelelahan, sakit) (Widiastuti, 2016). Kekurangan

vitamin C terhadap makanan yang dikonsumsi akan menyebabkan penurunan

daya tahan tubuh. Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mengurangi

resiko kanker (Nasution et al., 2017). Vitamin C juga berperan sebagai

antioksidan yaitu mempercepat penyembuhan luka, proses hidroksilasi hormon

koteks adrenal, pembentukan kolagen dan dapat menurunkan kadar kolesterol di

dalam darah (Hasanah, 2018).


Kandungan vitamin C yang tinggi dapat ditemukan pada jeruk. Jeruk

sering dikonsumsi secara langsung atau diperas untuk diambil airnya. Jeruk yang

biasa digunakan untuk jeruk peras adalah jeruk siam. Jeruk paling sering

dikonsumsi dalam keadaan panas. Namun, karena sifat vitamin C yang tidak tahan

panas maka memungkinkan vitamin C yang dikonsumsi tersebut mengalami

kerusakan, sehingga manfaat vitamin C yang dikonsumsi dapat berkurang

(Pradana, 2017).

Selain sayur dan buah-buahan masih banyak lagi bahan yang mengandung

vitaminC yang belum banyak diketahui, salah satunya adalah daun kari. Daun kari

dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai rempah penyebab

masakan sehingga akan memberikan aroma yang sedap dan rasa nikmat pada

masakan. Selain itu, kandungan senyawa kimia dalam daun kari banyak memiliki

manfaat. Berdasarkan penelitian beberapa kegunaan diantaranya sabagai

antioksidan, mencegah pertumbuhan kanker, antidiabetes, menghambat

pertumbuhan mikroba, dan penolak serangga (Septiyaningsih, Cahyono and

Wijayanti, 2019).

Daun kari (Murraya koenigii) mengandung banyak komponen yang

bermanfaat untuk kesehatan. Salah satu komponennya adalah antioksidan yang

termasuk dalam golongan senyawa protein polifenol. Antioksidan bermanfaat

untuk menghambat aktifitas radikal bebas dan membantu proses pertumbuhan

dalam tubuh, serta mengganti sel-sel yang rusak (Fachraniah, 2012). Daun kari

mengandung protein, karbohidrat, serat, mineral, karoten, asam nikotinat, vitamin

C, asam oksalat dan alkaloid karbazol. Daun yang masih muda mengandung
kalsium, girinimbin, iso-mahanimbin, koenine, koenigine, koenidine dan

koenimbine (Mustanir et al., 2019).

Pengolahan daun kari biasanya dimasukkan kedalam masakan untuk

menambah aroma. Proses pengolahan seperti itu memerlukan suhu diatas 80°C.

Penggunaan suhu yang tinggi pada proses memasak akan berdampak pada kadar

zat-zat yang terkandung didalam daun kari tidak terkecuali kandungan vitamin C

(Sulhan, 2018).

Penentuan kadar vitamin C pada daun telah banyak dilakukan sebelumnya,

diantaranya oleh Pradana (2017) dengan judul “Penetapan Kadar Vitamin C pada

Daun Bayam Merah (Amaranthus gangecticus L.) dan Daun Bayam Besar

(Amaranthus hybridus L.) secara Spektrofotometri UV-Vis dengan Pereaksi 2,6-

Diklorofenol Indofenol”. Tanaman yang digunakan adalah daun bayam merah dan

daun bayam besar. Penelitian ini memperoleh kadar rata-rata secara berturut-turut

b b
yaitu 0,023% dan 0,085% . Dimana daun bayam merah merupakan daun yang
b b

memiliki kadar vitamin C tertinggi dari kedua sampel yang digunakan.

Kadar vitamin C dapat ditentukan dengan beberapa metode seperti titrasi

iodometri, titrasi 2,6-diklorofenol indofenol dan secara spektrofotometri UV-Vis

(Sulhan, 2018). Analisis kualitatif vitamin C dapat dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Spektrum serapan ultra violet dan

serapan tampak merupakan cara tunggal yang paling bermanfaat untuk

mengidentifikasi struktur vitamin C. Vitamin C mengandung system aromatis

yang berkonjugasi dan dapat menunjukkan pita serapan kuat pada daerah UV-Vis.

Metode tersebut juga dapat dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis yaitu


mengukur nilai absorbansinya. Absrobansi sebagai Analisa kuantitatif dilakukan

berdasarkan Hukum Lambert-Beer (Pradana, 2017).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui kandungan vitamin C

di dalam daun kari. Kandungan vitamin C bisa menjadi alternatif untuk

pemenuhan kebutuhan vitamin C pada tubuh.

1.2 Rumusan Masalah

Kebutuhan akan vitamin C di masyarakat semakin meningkat, didalam

daun kari terdapat kandungan vitamin C. Dalam penelitian ini akan dilakukan

penentuan kadar vitamin C yang terdapat pada daun kari:

1. Apakah bisa kandungan vitamin C pada daun kari dianalisis dengan

metode spektrofotomteri Uv-Vis?

2. Seberapa besar kandungan kadar vitamin C yang terdapat pada daun kari?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar vitamin C pada

daun kari

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis kandungan vitamin C pada daun kari

menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis

2. Menentukan kadar vitamin C pada daun kari yang dianalisis


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini bisa menambah wawasan dan

pengalaman bagi peneliti selanjutnya dalam menerapkan ilmu yang

diperoleh dalam perkuliahan terutama dibidang kimia.

1.4.2 Institut Pendidikan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan

bahan bacaan bagi mahasiswa dan mahasiswi Program Studi

Farmasi Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam dan dapat

digunakan sebagai dasar acuan penelitian selanjutnya.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Menjadi sumber informasi untuk masyarakat tentang

kandungan kadar vitamin C dari daun kari sehingga masyarakat

dapat menemukan alternatif lain untuk menambah kebutuhan

vitamin C dalam tubuh.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Daun Kari (Murraya koenigii L. Spreng)

Gambar 1. Tanaman Kari

(Koleksi pribadi 2022)

Temurui atau di sebut sebagai tanaman kari (Murraya koenigii L. Spreng)

termasuk dalam golongan famili Rutaceae (suku jeruk-jerukan). Tumbuhan ini

berasal dari wilayah India dan Sri Lanka dan tumbuh sumbur dalam iklim tropis.

Tumbuhan kari merupakan tumbuhan khas wilayah India, Sri Lanka, dan

beberapa wilayah di Asia Tenggara seperti Indonesia. Daun kari ini banyak

terdapat di Provinsi Aceh yang dikenal dalam bahasa daerah “Daun Temurui”.

Mayoritas masyarakat aceh menggunakan Tamanam temurui sebagai rempah

penyedap masakan. Secara tradisional temurui ini juga telah digunakan sebagai

pengobatan penyakit rematik, obat luka, disentri, diare dan gigitan ular (Sukma et

al., 2018).

Disamping digunakan sebagai rempah, daun M. koenigii ini juga digunakan

dalam pengobatan tradisional yang berkhasiat menyembuhkan pusing-pusing,

sakit perut, diare, influenza, reimatik, obat luka bahkan diabetes. Daun dan akar
M. koenigii dapat digunakan untuk menyembuhkan wasir dan menurunkan

demam, peradangan serta gatal-gatal. Selain sebagai obat tradisional, daun ini juga

dapat digunakan sebagai kosmetika dan obat jerawat, bahkan digunakan sebagai

conditioner bagi rambut yang dapat mengurangi panipisan dan uban pada rambut.

Daun ini juga digunakan sebagai parfum dan sabun karena memiliki aroma yang

menyengat yang disebabkan adanya kandungan minyak atsiri (Mustanir et al.,

2019).

1. Klasifikasi Tanaman

Sistematis dari tanaman kari (Murraya koenigii L. Spreng) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

sub Kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Rutaceae

Genus : Murraya

Spesies : Murraya koenigii L. Spreng (Akula et al., 2016).

2. Nama Lain

Tanaman kari disebut juga sebagai Murraya koenigii L. Spreng.

Beberapa daerah di Indonesia seperti temurui (Aceh), sicerek

(Minangkabau), ki becetah (Sunda). Pada negara lain seperti curry

(English), garupilai (Malaysia), kerriebladaren (Belanda), feuilles de cari


(Perancis), curryblatter (Jerman), fogli de cari (Italia), hoja (Spanyol)

(Gahlawat, Jakhar and Dahiya, 2014).

3. Morfologi Tanaman

Tanaman kari Murraya koenigii L. Spreng merupakan tanaman

yang mudah tumbuh dalam hutan hujan tropis yang mana membutuhkan

sinar matahari pada suhu minimal 55°C dan mekar di musim panas.

Tanaman ini dapat tumbuh setinggi 6-15 kaki atau 13-20 kaki (4-6m) dan

lebarnya 4-12 kaki. Daun kari ini beraroma khas pada daun yang muda

dan berwarna hijau. Setiap tangkai dain memiliki 11 hingga 21 lembar

daun, setiap daun mempunyai Panjang 2-4cm (0,79-1,57inci) dan lebar 1-

2cm (0,39-0,79inci). Daun-daun tipis ini, bulat telur, mengkilap, dan

berwarna hijau gelap. Tanaman ini menghasilkan bunga berwarna putih,

berukuran kecil, dan beraroma wangi (masing-masing 5-16cm) berjenis

majemuk yang tidak selalu mekar sepanjang tahun. Bunga kari dapat

melakukan penyerbukan sendiri untuk menghasilkan buah kecil yang

mengkilap berwarna hitam kebiruan (masing-masing diameter 2 atau 3

inci) yang berisi satu biji besar. Bentuk buah ini bulat telur hingga lonjong,

buah yang belum matang berwarna hijau dan buah matang berwarna hitam

keunguan (Mahavidyalaya, 2014).

4. Kandungan Kimia

Daun kari mengandung senyawa metabolit sekunder seperti

flavonoid, tannin, saponin, steroid, alkaloid, dan mengandung vitamin A,


vitamin C, vitamin E, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3. Daun kari juga

memiliki kandungan mineral Ca, Mg, Fe, Zn dan Cu (Igara et al., 2016).

4.1 Flavonoid

Flavonoid adalah suata kelompok senyawa fenol yang terbesar

ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah,

ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam

tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai kerangka besar karbon yang

terdiri dari 15 atom karbon, dimana cincin benzene (C6) terikat pada suatu

rantai propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 (Gafur,

Isa and Bialangi, 2012).

4.2 Tanin

Tannin adalah senywa organic yang terdiri dari campuran senyawa

polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta sering

membentuk molekul besar dan berat molekul lebih besar dari 2000.

Tannin adalah senyawa polifenol dan dari struktur kimianya dapat

digolongkan menjadi dua macam, yaitu tannin terhidrolisis dan tannin

terkondensasi.tanin dijumpai pada hamper semua jenis tumbuhan hijau di

seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan

kadar kualitas berbeda-beda (Sri Irianty and Yenti, 2014).

4.5 Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida komplek dengan berat

molekul tinggi yang dihasilkan terutama oleh tanaman, hewan laut tingkat

rendah dan beberapa bakteri. Istilah saponin diturunkan dari Bahasa latin
“sapo” yang berarti sabun, diambil dari kata Saponaria vaccaria, suatu

tanaman yang mengandung saponin digunakan sebagai sabun untuk

mencuci. Saponin juga berfungsi sebagai zat antioksidan, antiinflamasi,

anti bakteri dan anti jamur sehingga bisa digunakan untuk proses

penyambuhan luka (Novitasari and Putri, 2016).

4.5 Steroid

Steroid merupakan terpenoid lipid yang dikenal dengan empat

cincin kerangka dasar karbon yang menyatu. Struktur senyawanya pun

cukup beragam. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya gugus

fungsi teroksidasi yang terikat pada cincin dan terjadinya oksidasi cincin

karbonnya. Steroid berperan penting bagi tubuh dalam menjaga

keseimbangan garam, mengendalikan metabolisme dan meningkatkan

fungsi organ seksual serta perbedaan fungsi biologis lainnya antara jenis

kelamin (Nasrudin, wahyono, Mustofa, 2017).

4.5 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak yang

memiliki atom nitrogen, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan

hewan. Sebagian besar senyawa alkaloid bersumber dari tumbuh-

tumbuhan, terumatan angiosperm. Lebih dari 20%spesies angiosperm

mengandung alkaloid (Ningrum, Purwanti and Sukarsono, 2017).

5. Manfaat dan Kandungan Gizi

Manfaat dari daun kari mencegah anemia, memperlancar

pencernaan, meredakan diare, menjaga kesehatan organ hati, menjaga


kesehatan rambut, menjaga kadar gula darah tetap normal, menurunkan

kolesterol jahat (Syahroni, Helida and Jaya, 2021).

Daun kari juga digunakan untuk yang mengalami kekurangan

kalsium. Daun kari memiliki vitamin A, vitamin B, vitamin C, vitamin B2,

kalsium dan zat besi dalam jumlah banyak. Manfaat nilai gizinya baik

daun yang muda dan yang tua sama saja, Wanita yang menderita

kekurangan kalsium, osteoporosis dan lain-lain dapat menemukan

suplemen kalsium alami yang ideal di daun kari. Jus daun kari segar,

dengan jeruk nipis dan gula, merupakan obat yang efektuf dalam

mengobati mual dan muntah akibat gangguan pencernaan (Mahavidyalaya,

2014).

Daun kari kaya akan banyak mineral dan jejak mineral seperti besi,

seng dan tembaga. Mineral yang ditemukan dalam ekstrak daun kari

penting untuk mempertahankan normoglikemia, atau normal kandungan

glukosa darah (Mahavidyalaya, 2014). Daunnya mengandung protein,

karbohidrat, serat, mineral, karote, asalam nikotinat, vitamin C, asam

oksalat, kristal glikosida dan alkaloid karbazol. Daun muda segar

mengandung minyak atsiri berwarna kuning kaya vitamin A, kalsium,

girinimbine, iso-mahanimbin, koenine, koenigine, koenidine, dan

koenimbine (Gahlawat, Jakhar and Dahiya, 2014).


Table 1. Hasil kandungan unsur mineral daun kari

Mineral Nilai (mg/100g)

Kalsium 19.73 ± 0.02

Besi 0.16 ± 0.01

Magnesium 49.06 ± 0.02

Sodium 16.50 ± 0.021

Zinc 0.04 ± 0.001

Potasium 0.04 ± 0.001

Table 2. Hasil kandungan vitamin daun kari

Vitamin Nilai (mg/100g)

Vitamin A (B-karoten) 6.04 ± 0.02

Vitamin C (Asam Askorbat) 0.04 ± 0.002

Vitamin E 0.03 ± 001

Vitamin B1 (Thiamin) 0.89 ± 0.01

Vitamin B2 ( Riboflavin) 0.09 ± 0.002

Vitamin B3 ( Niacin) 2.73 ± 0.02

B. Vitamin C

1. Pengertian Vitamin C

Vitamin C adalah vitamin yang paling umum digunakan untuk

antioksidan. Vitamin C mempunyai nama lain yaitu asam askorbat adalah

vitamin yang larut dalam air dan tersedia di beberapa sumber makanan.
Vitamin C dengan dosis yang tepat berfungsi sebagai antioksidan yang

efektif dan menghambat radikal bebas. Vitamin C secara kimia mampu

beraksi dengan sebagian besar radikal bebas dan oksidan yang nada

didalam tubuh. Asupan harian yang direkomendasikan untuk Wanita

dewasa adalah 75mg dan pria dewasa adalah 90mg. Suplemen vitamin C

disarankan diberikan pasca melakukan kativitas fisik berat sebagai

perlindungan dan antioksidan terhadap stress oksidatif (Lengkana et al.,

2020).

2. Nama dan Struktur

Nama umumnya vitamin C, Asam askorbat, Asam ceritamat, nama ini

pertama kali diusulkan J.C.Drummond pada tahun 1920 untuk menamakan

suatu senyawa yang dapat mencegah dan mengobati penyakit “scurvy”.

Asam askorbat pertama kali diusulkan oleh Szent-Gyorgyi dan Hawort

pada tahun 1933. Asam ceritamat (Ceritamic Acid), nama ini

diperkenalkan oleh badan kimia dan farmasi Amerika Serikat ( Council

Pharmacy and Chemistry of the Amerika Medical Association).

Ornaganisasi ini kemudian mengu bah nama tersebut menjadi asam

askorbat (Pradana, 2017).

Nama Trivialnya asam heksuronat, Anti-scorbutin, Vitamin

scorbutamin Asam Heksuronat, nama ini diusulkan oleh Szent Gyorgyi

pada tahun 1928 untuk senyawa yang bersifat pereduksi kuat yang

diisolasi dari kelenjar anak ginjal (adrenal), jeruk dan kubis (Pradana,

2017).
Struktur vitamin C mirip dengan struktur monosakarida, tetapi

mengandung gugus enediol. Pada vitamin C gugus enediol yang berfungsi

dalam system perpindahan hydrogen yang menunjukkan peranan penting

dari vitamin ini. Vitamin C mudah teroksidasi menjadi menjadi bentuk

dehidro, keduanya secara fisiologis aktif dan ditemukan didalam tubuh.

Vitamin C dapat dioksidasi menjadi asam L-dehidroaskorbat jika terpapar

cahaya, pemanasan dan suasana alkalis. Selajutnya jika asam L-

dehidroaskorbat dioksidasi lebih lanjut akan berbentuk asam 2,3

diketogulonik, lalu dapat menjadi asam oksalat dan 1-asam treonik. Reksi

vitamin C menjadi asam L-dehidroaskorbat bersifat reversible, sedangkan

reaksi reaksi yang lainnya tidak (Wardani and Andria, 2012).

Gambar 2. Struktur Vitamin C (Depkes RI, 2020)

Vitamin C termasuk golongan vitamin yang sangat mudah larut dalam

air, sedikit larut dalm alcohol dan gliserol, tetapi tidak dapat larut dalam

pelarut non polar seperti eter, benzene, kloroform, dan lain-lain. Berbentuk

Kristal putih, tidak berbau, bersifat asam dan stabil dalam bentuk kering.

Karena mudah dioksidasi, maka vitamin C merupakan suatu reduktor yang

kuat (Wardani and Andria, 2012)


3. Sifat Vitamin C

Vitamin C merupakan vitamin yang dapat dibentuk oleh beberapa jenis

spesies tanaman dan hewan dari prekusor karbohidrat. Saying sekali

manusia tidak dapat mensitesis vitamin C dalam tubuhnya, karena tidak

memiliki enzim L-gulonolakton oksidase. Manusia mutlak memerlukan

vitamin C dari luar tubuh untuk memenuhi kebutuhannya (Wardani,

2012).

Asam askorbat atau vitamin C berbentuk kristal putih, tidak berbau,

meleleh pada suhu 190°C-192°C. rasanya sedikit masam, mudah larut

dalam air. Oleh karena itu, dalam ekstraksi tidak memerlukan pemanasan

seperti pada ekstraksi Analisa gula reduksi. Vitamin C stabil dalam

berbentuk kristal, namun mudah teroksidasi dalam larutan menjadi dehidro

askorbat yang juga memiliki fungsi fisiologis dalam tubuh manusua,

namun tidak memiliki kemamouan sebagai zat anti sariawan (WEKTI,

2018).

4. Fungsi Vitamin C

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh. Pertama, fungsi

vitamin V adalah sebagai sintesis kolagen. Asam askorbat penting untuk

mengaktifkan enzim prolil hidroksilase, yang menunjang tahap

hidroksipolin, suatu untuk integral kolagen. Tanpa asam askorbat, serabut

kolagen yang terbentuk di semua jaringan tubuh menjadi cacat dan lemah.

Oleh sebab itu. Vitamin C penting untuk pertumbuhan dan kekurangan


serabut di jaringan subkutan, kortilago, tulang dan gigi (Fitriana and Fitri,

2020).

Fungsi yang kedua adalah absorbs dan metabolisme besi. Vitamin C

mereduksi besi menjadi feri dan menjadi fero dalam usu halus sehingga

mudah untuk diabsorbsi. Fungsi yang ketiga adalah mencegah infeksi.

Vitamin C berperan dalam meningkatkan daya tahan tubuh terhadap

infeksi. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa vitamin C memegang

peranan penting dalam mencegah terjadinya aterosklerosis. Vitamin C

mempunyai hubungan dengan metabolisme kolestrol. Kekurangan vitamin

C menyebabkan peningkatan sintesis kolesterol (Fitriana and Fitri, 2020).

5. Metabolisme Vitamin C

Kelenjar adrenal kaya akan vitamin C. kelebihan vitamin C akan

dibuang lewat keringat serta air kencing. Vitamin C akan di tahan oleh

cairan tubuh apabila kondisi gizi dalam tubuh kurang bagus. Kandungan

vitamin C dalam darah mencapai puncaknya 2-3 jam. Supaya kandungan

vitamin C di dalam badan senantiasa stabil dengan konsumsi makanan

yang memiliki cukup vitamin (Khopipah, 2021).

Vitamin C mudah di absorsi secara aktif fan mungkin pula secara

difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui

vena porta. Rata-rata absorbansi adalah 90% untuk konsumsi diantaranya

20-120 mg/hari. Status vitamin C didalam tubuh di tetapkan melalui tanda-

tanda klinik dan pengukuran kadar vitamin C di dalam darah. Tanda-tanda


klinik antara lain, perdarahan gusi dan perdarahan pembuluh darah kapiler

di bawah kulit (Pradana, 2017).

Vitamin C dapat diserap sangat cepat dari alat pencernaan masuk

dalam saluran darah dan dibagi ke seluruh tubuh jaringan tubuh.

Umumnya tubuh menahan vitamin sangat sedikit, kelebihan vitamin C

dibuang melalui saluran air kemih. Konsentrasi vitamin C dalam plasma

darah sekitar 0,4 sampai 1,0 mg per 100 ml dianggap sudah sangat baik.

Bila konsentrasi sudah 0,1 mg, memberi indikasi plasma darah sudah

jenuh terhadap vitamin C (Pradana, 2017).

6. Kekurangan dan Kelebihan Vitamin C

6. 1 Kekurangan Vitamin C

Defisiensi vitamin C adalah suatu keadaan dimana kadar vitamin C

dalam darah seseorang berkurang dari kadar nornalnya. Nilai normal

untuk vitamin C dalam darah adalah: Dewasa : 0,06-2 mg/dL dalam

plasma dan 0,2-2 mg/dL dalam serum, Anak : 0,6-1,6 mg/dL dalam

plasma (Pradana, 2017).

Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan penyakit skorbut

dengan gejala lelah, lemas, napas pendek, kejang otot, kulit menjadi

kering dan gatal, perdarahan gusi, mulut dan mata kering, rambut

rontok dan dapat juga menyebabkan luka sukar sembuh, terjadi

anemia, depresi dan gangguan saraf (Dewi, 2018).

6. 2 Kelebihan Vitamin C

Overdosis vitamin C (>1000 mg/hari) dapat menimbulkan efek

toksik yang serius, yaitu baju ginjal, hiperoksaluria, diare yang


berlangsung trus menerus (severe diarrhea), serta iritasi mukosa

saluran cerna (Pradana, 2017). Selain itu, kelebihan vitamin C juga

dapat membahayakan kesehatan tubuh, seperti fungsi penyerapan

vitamin B12 yang terganggu, produksi asam lambung meningkat,

meningkatnya kadar asam urat didalam kantung kemih, menyebabkan

gangguan dan kerusakan pada otak dan menyebabkan alergi serta

iritasi pada bagian kulit (Haitami, Ulfa and Muntaha, 2017).

C. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu metode instrument yang

paling sering diterapkan dalam analisis kimia untuk mendeteksi senyawa

(padat/cair) berdasarkan absorbansi foton. Agar sampel dapat menyrap

foton pada daerah UV-Vis (Panjang gelombang foton 200 nm – 700 nm),

biasanya sampel harus diperlakukan atau derivatisasi, misalnya

penambahan reagen dalam pembentukan garam kompleks dan lain

sebagainya. Unsur diidentifikasi melalui senyawa kompleksnya.

Pernyaratan kualitas dan validitas kinerja hasil pengukuran

spektrofotometer dalam analisis kimia didasarkan pada acuan ISO 17025,

Good Laboratory Practice (GLP) atau rekomendasi dari Pharmacopeia

(EP, DAB, USP) (Irawan, 2019).

Kebanyakan penerapan spektrofotometri UV-Vis pada senyawa

organic didasarkan n-π* ataupun π-π* karena spektrofotometri UV-Vis

memerlukan hadirnya gugus kromofor dalam molekul itu. Transisi ini

terjadi dalam daerah spektrum (sekitar 200 ke 700 nm) yang nyaman
untuk digunakan dalam eksperimen. Spektrofotometri UV-Vis yang

kemoersial biasanya beroperasi dari sekitar 175 atau 200 ke 1000 nm.

Identifikasi kualitatif senyawa organic dalam daerah ini jauh lebih terbatas

daripada dalam daerah infra merah. Ini karena pita serapan terlalu besar

dan kurang terinci. Tetapi, gugus-gugus fungsional tertentu seperti

karbonil, nitro dan system tergabung, benar-benar menunjukkan puncak

yang karakteristik, dan sering dapat diperoleh informasi yang berguna

mengenai ada tidaknya gugus semacam itu dalam molekul tersebut

(Suarsa, 2015).

1. Prinsip Kerja Spektrofotometri UV-Vis

Prinsip kerja spektrofotomteri adalah bila cahaya (monokrommatik

maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari

sinar masuk akan dipantulkan sebagian diserap dalam medium itu dan

sisanya diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya yang diteruskan

dinyatakan dalam nilai absorbansi karena memiliki hubungan dengan

konsentrasi sampel (Elliwati Hasibuan, 2015).

Prinsip kerja pada spektrofotometri pada umumnya yaitu

berdasarkan korelasi radiasi elektromagnetik dengan materi. Energi

yang ditransfer pada kecepatan tinggi disebut radiasi elektromagnetik,

sedangkan materi dapat berupa ion atau molekul dan atom. Jika suatu

cahaya berinteraksi dengan suatu bahan atau senyawa maka molekul

didalamnya akan menyrap sebagian cahaya tersebut (Gulo, 2016).

Analisis organic dengan UV mempunyai keterbatasan, tetapi gugus

olefenik, asetilenik, dan karboksil akan memberikan serapa kuat dalam


saerah UV bila terkonjugasi satu dengan yang lainnya. Sebagian besar

gugus-gugus yang tidak menyerap daerah UV dekat menyerap pada

Panjang gelombang yang lebih pendek. Penambahan gugus kromofor

memperbesar system resonasi sehingga memperlihatkan Panjang

gelombang serapa bergeser ke daerah UV dekat (Pradana, 2017).

2. Hukum Lambert Beer

Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa konsentrasi berbanding

lurus dengan absorbansi. Jika konsentrasinya tinggi makan

absorbansinya juga tinggi, begitupun sebaliknya. Jika nilai absrorbansi

larutan berkisar 0,2-0,8 maka korelasinya antara absorbansi dengan

konsentrasi akan linier (A≈C) disebut daerah berlakunya hukum

Lambert Beer. Apabila diperoleh nilai absorbansi yang lebih tinggi

maka korelasi absorbansi tidak linier lagi. Korelasi absorbansi dengan

konsentrasi akan linier (A≈C) jika nilai absorbansi larutan berkisar 0,2-

0,8 (nm) (0,2 ≤ A < 0,8), maka pada daerah ini berlaku hukum

Lambert-Beer (Suhartati, 2017).

Hukum Lambert-Beer :

A = a.b.c

Dimana :

A : Absorbansi

a : Absortifitas yang konstan

b : Tebal larutan yang dianalisis

c : Konsentrasi (mg/ml)
Beberapa istilah penting pada spectra elektronik :

Kromofor gugus tak jenuh kovalen yang menyebabkan serapan

elektronik (seperti C=C, C=O dan NO 2). Auksokrom, yaitu gugus

jenuh yang bila terikat pada suatu kromofor akan mempengaruhi

panjang gelombang dan intensitas serapan maksimumnya (seperti NH 2,

OH dan Cl). Pergeseran batokromik (pergeseran merah). Pergeseran

serapan kea rah Panjang gelombang lebih Panjang akibat pengaruh

substitusi atau pelarut. Pergeseran hipsokromik (pergeseran biru).

Pergeseran serapan ke arah oanjang gelombang lebih pendek akibat

substitusi pelarut. Efek hiperkromik. Suatu kenaikan intensitas serapan

Efek hipokromik. Suatu penurunan intensitas serapan (Pradana, 2017).

Hukum Lambert-Beer merupakan prinsip kerja spektrofotometer,

dimana apabila seberkas cahaya dilewatkan eleh suatu medium pada

Panjang gelombang tertentu maka cahaya tersebut sebagian diteruskan

dan sebagian lagi absorbansi oleh medium. Hubungan antara cahaya

absorbansi dengan konsentrasi penyerap dan jarak yang ditempuh

cahaya larutan (tebal larutan) adalah berbanding lurus. Jika nilai

absorbansi semakin besar maka konsentrasi penyerap dan jarak yang

ditempuh cahaya juga semakin besar, begitupun sebaliknya (Warono

and Syamsudin, 2013).

3. Instrumen Spektrofotometri UV-Vis

Instrument yang berfungsi untuk mengukur energi secara relative

jika energi tersebut ditransmisikan, dipantulkan atau dipancarkan

dinamakan spretrofotometer. Spektrofometer adalah gabungan dari


spektrometer dan fotometer. Spectrometer merupakan instrument yang

menghasilkan cahaya pada Panjang gelombang tertentu, sedangkan

fotometer merupakan instrument yang digunakan untuk mengukur

intensitas cahaya yang diserap (Neldawati, Ratnawulan and Gusnedi,

2013). Spektrofotometer adalah alat yang berfungsi mempelajari

absorbansi atau pancaran radiasi elektromagnetik yang memanfaatkan

fungsi panjang gelombang (Noviyanto, Tjiptasurasa and Utami, 2014).

Alat yang berfungsi mengukur absorbanatau transmitan suatu bahan

suatu panjang gelombang disebut spektrofotometer. Spektrofotometer

ini adalah perpaduan instrument elektronika dan optic secara sifat-sifat

kimia fisiknya. Dimana pada pengukuran intensitas cahaya yang

terpancar diserap oleh detector (Ahriani, 2021).

Spektrofotometer yang digunakan untuk mengukur spektrum UV

dan Visible yaitu suatu optic yang dapat memperoleh cahaya

monokromatis dengan Panjang gelombang 200nm-800nm. Adapun

komponen spektrofotometer UV-Vis diantaranya sumber sinar,

monokromator, kuvet dan system optic (Ahriani, 2021).

Pada umumnya konfigurasi dasar setiap spektrofotometer UV-Vis

berupa susunan peralatan optic yang terkonstruksi sebagai berikut :

1) Sumber Radiasi

Memiliki fungsi untuk memberikan energi radiasi pada daerah

Panjang gelombang yang tepat dalam pengukuran dan menjaga


intensitas cahaya yang konstan dalam pengukuran. Lampu filament

dan lampu hydrogen merupakan sumber radiasi dalam

spektrofotometer UV-Vis (Warono and Syamsudin, 2013).

2) Monokromator

Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis

dari sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis.

Monokromator pada spektrofotometer biasya terdiri atas : celah

(slit)-filter-prisma-kisi-celah keluar (Pradana, 2017).

3) Sel atau kuvet

Kuvet memiliki fungsi sebagai wadah yang akan diukur

absorbansinya. Syarat dari kuvet tersebut yaitu harus terbuat dari

material anti radiasi pada daerah yang digunakan, umumnya kuvet

terbuat dari kaca tembus sinar maupun terbuat dari plastic (Ahriani,

2021).

4) Fotosel

Memiliki fungsi menangkap cahaya yang diteruskan zat dan

kemudian mengubahnya menjadi energi listrik yang kemudian akan

disampaikan ke detector (Warono and Syamsudin, 2013).

5) Detector

Detector merupakan salah satu bagian dari spektrofotometer UV-

Vis yang penting. Oleh karena itu, detector akan menentukan

kualitas spektrofotometer UV-Vis. Fungsi detector adalah

mengubah sinyal radiasi yang akan diterima menjadi sinyal

elektronik (Pradana, 2017).


6) Display atau tampilan mengubah sinar listrik dari detector menjadi

pembacaan yang berupa meter atau angka yang sesuai dengan hasil

yang dianalisis (Warono and Syamsudin, 2013).

4. Keseksamaan

Keseksamaan adalah kedekatan hasil uji dengan cara memperoleh

pengukuran dan berbagai contoh yang homogeni dalam kondisi yang

normal. Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil individual, diukur melalui penyebaran hasil

individual rata-rata jika prosedur. Keseksamaan dinyatakan dengan

kecil persen RSD (Pradana, 2017).

Pada umumnya nilai keseksamaan dihitung mengguanakan standar

deviasi (SD) untuk menghasilkan Relative Standard Deviasion (RSD)

atau Coefficient Vriation (CV). Keseksamaan yang baik dinyatakan

dengan semakin kecil persen RSD maka nilai presisi semakin tinggi.

Kriteria seksama yang diberikan metode memberikan simpangan baku

relative atau koefosien variai 2% atau kurang RSD ≤ 15%. Makin kecil

nilai standar deviasi yang diperoleh, makin makin kecil pola nilai

variasinya. Nilai standar deviasidan persen koefisien variasi dapat

dihitung dengan mengikuti persamaan ekuivalen

SD= ε

(Xi−x )2
n−1

sd
%RSD = X 100%
x

Keterangan :

Xi = pengukuran tunggal
X = pengukuran rata-rata

N = jumlah

5. Penentuan Limit of Detection dan limit of quantification kurva

baku.

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang

dapat dideteksi yang masih memberikan respon yang signifikan

dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji

batas. Batas deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen bagian

permilyar) dalam sampel (Pradana, 2017).

Batas kuantitas merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel

yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama dan dapat

dikuantifikasi dengan akurasi dan presisi yang baik. Batas kuantitasi

adalah nilai parameter penentuan kuantitatif senyawa yang terdapat

dalam konsentrasi rendah dalam matriks. Makin kecil niali standar

deviasi yang diperoleh, maka makin kecil pola nilai variasinya.

Keseksamaan yang baik dinyatakan dengan semakin kecil persen RSD

maka nilai presisi semakin tinggi. Kriteria seksama yang diberikan

metode memberikan simpangan baku relative atau koefisien variasi 2%

(Pradana, 2017).
kxSD
Q =
SI

3 xSD
LoD (Limit of Detection) LOD =
slope

10 xSD
LoQ (Limit of Quantition) LOQ =
slope

SD

= Σ
( y− y 1)2
n−2

Dimana :

Q : LOD atau LOQ

K : 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi

SD : simpangan baku respon dari blanko

S1 : arah garis linier (kepekaan arah) dari kurva antara respon

terhadap konsentrasi slope (c pada persamaan garis y=a+bx)

D. Landasan Teori

Temurui atau disebut sebagai tumbuhan kari (Murraya koenigii L.

Spreng) termasuk golongan Rutaceae (suku jeruk-jerukan). Tumbuhan ini

berasal dari daerah india dan Sri Lanka dan tumbuh subur dalam iklim

tropis. Daun kari ini banyak terdapat di provinsi Aceh yang dikenal dalam

Bahasa daerah (daun temurui) (Sukma et al., 2018). Daun kari

mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, tannin,

saponin, steroid, alkaloid, dan mengandung vitamin A, vitamin C, vitamin

E, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3. Daun kari juga memiliki

kandungan mineral Ca, Mg, Fe, Zn dan Cu (Igara et al., 2016).


Kadar vitamin C ditetapkan berdasarkan titrasi dengan dye (2,6-

diklorofenol indofenol) dimna terjadi reaksi reduksi dye dengan adanya

vitamin c dalam larutan asam. Sebagai reduktor asam askorbat akan

mendonorkan satu electron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak

bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi disproporsionasi

membentuk dehidroaskorbat yang bersifat asam oksalat dan asam treonat.

Asam askorbat akan mereduksi indicator dye dalam larutan yang tidak

berwarna. Titik akhit titrasi asam askorbat yang terkandung dalam sampel

yang telah ditambahkan dye ditandai dengan adanya kelebihan dye yang

tidak tereduksi dan akan merubah warna larutan menjadi warna merah

muda dalam kondisi asam (Pradana, 2017).

Pada penelitian ini, Analisa kadar vitamin C pada daun kari

dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis karena metode ini

merupakan metode yang cukup mudah dalam pelaksaannya, mengguakan

alat dan bahan yang sederhana dan hasil yang cukup akurat.

E. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori maka hipotesis dari penelitian ini

adalah dengan metode spektrofotometri UV-Vis dan pereaksi 2,6-

diklorofenol indofenol dapat dilakukan untuk menentukan kadar vitamin C

pada daun kari (Murraya koenigii L. Spreng).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Sampel

Sampel yang digunakan adalah daun kari (Murraya koenigii L.

Spreng) yang kemudian akan diperlakukan secara direbus lalu dianalisis

secara spektrofotometri UV-Vis.

3.2. Variabel Penelitian

a. Identifikasi Variabel Utama

Variable utama memuat identifikasi dari sampel yang akan diteliti

langsung. Variable utama adalah kadar vitamin C pada daun kari

(Murraya koenigii L. Spreng) pada perlakuan direbus berdasarkan

reaksi antara 2,6-diklorofenol dengan vitamin C secara

spektrofotometri UV-Vis.

b. Klasifikasi Variabel Utama

Variabel utama memuat identifikasi terlebih dahulu yang diteliti

langsung. Variabel utama yang telah diidentifikasi terlebih dahulu

dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai macam variabel yakni

variable bebas, variable terkendali dan variabel tergantung.

Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah variabel

yang digunakan untuk diteliti terhadap variabel tergantung. Variabel

bebas adalah variabel utama yang sengaja diubah-ubah untuk


mempelajari pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Variabel

dalam penelitian ini adalah daun kari (Murraya koenigii L. Spreng)

dengan perlakuan direbus, sarinya dilakukan perlakuan pada hasil

reaksi dengan 2,6-diklorofenol indofenol.

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah titik pusat

permasalahan yang merupakan pilihan dalam penelitian ini adalah

intensitas warna pereaksi 2,6-diklorofenol indofenol.

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah variabel yang

mempengaruhi variabel tergantung selain bebas. Variabel terkendali

dalam penelitian ini adalah tahapan analisis spektrofotometri UV-Vis,

metode analisis, kondisi fisik daun kari dan kondisi penelitian.

3.3. Alat dan Bahan

a. Alat

1) Spektrofotometri UV-Vis

2) Kertas label

3) Blender

4) Kertas saring

5) Neraca analitik

6) Pipet volume

7) Labu takar

8) Syringe

9) Beaker glass

10) Botol kaca gelap

11) Pipet tetes


b. Bahan

1) Asam Askorbat (Vitamin C)

2) Asam oksalat indicator

3) Aquabidest

4) Etanol

5) Larutan biru metilen

6) NaOH 10%

7) Betadine

8) Daun kari

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1 Preparasi sampel

1) Dibersihkan daun kari dari kotoran kemudian ditimbang ±25 gram.

2) Lalu direbus daun kari selama 5 menit dengan metode digesti

dengan pelarut air, lalu diblender atau dihandurkan sampai halus

dengan menambahkan aquadest 100ml.

3) Kemudian diambil 5 ml lalu diencerkan dalam labu takar 50ml,

kemudian direaksikan dengan ditambah pereaksi 2,6-diklorofenol

indofenol.

4) Lalu dibaca absorbansinya

3.4.2 Pembuatan Larutan 2,6-diklorofenol indofenol

1) Ditimbang seksama 50mg natrium 2,6-diklorofenol indofenol yang

telah disimpan dalam eksikator, tambahkan 50 ml larutan

NaHCO30,05%, kocok kuat, dan jika sudah larut ditambahkan

aquadest hingga 200ml.


2) Disaring ke dalam botol bersumbat kaca berwarna coklat. Larutan

ini digunakan sebagai reagen untuk analisis pada spektrofotomteri

UV-Vis.

3.4.3 Analisa Kuantitatif

1) Pembuatan Larutan Induk Vitamin C 1000 ppm

Menimbang baku pembanding vitamin C secara seksama ±100 mg,

lalu dimasukkan dalam labu takar 100ml, kemudian dilarutkan

dengan aquadest sampai tanda batas , sehingga didapatkan

konsentrasinya 1000 ppm.

2) Penentuan Panjang gelombang maksimum

1. Larutan baku yang diperoleh (1000ppm) dipipet 10ml

dimasukkan labu takar 100ml dicukupkan dengan aquadest

sampai tanda batas sehingga konsentrasinya menjadi 100

ppm.

2. Dipipet 25 ml larutan baku kedalam beaker glass 50ml

dicukupkan dengan aquadest sampai tanda batas, sehingga

didapat konsentrasinya 50 ppm.

3. Larutan baku 50 ppm, kemudia dipipet 1 ml larutan

dimasukkan kedalam labu ukur 10ml dan ditambahkan 2,6-

diklorofenol hingga berubah warna menjadi merah muda,

lalu di ad kan dengan aquadest.

4. Mengukur serapan larutan pada gelombang 300-750 nm

dengan interval 5 nm. Panjang gelombang yang dihasilkan


serapan tertinggi adalah Panjang gelombang maksimum

vitamin C.

3) Penentuan operating time

Mengukur absorbansi pada lamda maksimal 535nm, dicari

absorbansi yang stabil mulai dari menit ke-0 sampai menit ke-30.

Dilihat absorbansi yang paling stabil dengan rentang waktu selama

5 menit.

4) Penentuan kurva baku

Larutan baku asam askorbat 50ppm dipipet sebanyak 0,5ml; 1ml;

2ml; 3ml; 4ml; dan 5ml dimasukkan ke dalam labu ukur 10ml

masing-masing volumenya dengan aquadest hingga tanda batas.

Diperoleh masing-masing konsentrasi 2.5; 5; 10; 20; 25 ppm.

Kemudian diukur serapan pada panjang gelombang maksimal.

3.4.4 Pengukuran kadar sampel Vitamin C

Larutan sampel daun kari dipipet kemudian dimasukkan ke dalam

kuvet, setelah itu ditambahkan dengan 2,6-diklorofenol indofenol

hingga batas tanda kemudian dikocok hingga homogen lalu diukur

serapannya dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

3.5. Metode Analisa

1. Regresi Linear

Y = a + bx

Keterangan : Y = serapan yang diperoleh


X = Konsentrasi

2. %Kadar =
Creg ( mgL ) x pengenceran x Vol . Pelarutan(ml) X 100 %
Berat sampel (gr )

3. Penetapan batas deteksi dan keuantitasi

k x SD
Q = SD = √ Σ¿ ¿ ¿
SI

3 x SD 10 x SD
LOD = LOQ =
slope slope

3.6. Skematis Jalannya Penelitian

Membuat laturan induk vitamin C standar 100 ppm

Membuat pereaksi 2,6-diklorofenol indofenol

Pembuatan kurva baku

Pengukuran lamda maksimal

Menentukan operating time

Preparasi sampel daun kari

Pengukuran masing-masing absorbansi sampel

Anda mungkin juga menyukai