Anda di halaman 1dari 73

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN DERAJAT SINDROMA

DISPEPSIA PADA PENDERITA SINDROMA DISPEPSIA DI


PUSKESMAS ANDALAS

Skripsi
Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai
Pemenuhan Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan
Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh

PUTRI SYELI

NO. BP. 1310311034

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas i


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ii
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas iii
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah

SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul "Hubungan Tingkat Stres dengan Derajat

Sindroma Dispepsia pada Penderita Sindroma Dispepsia di Puskesmas

Andalas". Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar

Sarjana Kedokteran (S. Ked) di Universitas Andalas Padang.

Keberhasilan dalam penelitian dan penyusunan skripsi tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini

dengan hati yang tulus penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Dr. dr Masrul, MSc,

SpGK yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.

2. dr. Arina Widya Murni, SpPD-KPsi, FINASIM selaku pembimbing I

yang telah meluangkan waktu, memberikan ilmu, bimbingan, dan

pengarahan yang sangat banyak dalam penyusunan skripsi ini.

3. dr. Hudila Rifa Karmia, SpOG selaku pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk, bimbingan dan saran

dalam penyusunan skripsi ini.

4. dr. Dwitya Elvira, SpPD, FINASIM; dr. Taufik Ashal, Sp. KJ; Drs. Julizar

Nazar, Apt, M.Kes, selaku tim penguji yang telah memberikan banyak

saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas v


5. Kepala Puskesmas, Dokter dan Perawat Puskesmas Andalas yang telah

mendampingi selama penelitian, membantu dan memberikan kesempatan

kepada penulis untuk mengambil sampel yang diperlukan.

6. Kedua orang tua, Ir. Gusmalini, Msi dan Syamsir Alam, SE yang selalu

memberikan motivasi dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini.

7. Serta semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat dan

hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu. Akhir kata, segala kritik

dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Padang, 28 Desember 2016

Penulis

Putri Syeli

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas vi


RELATION BETWEEN THE LEVEL OF STRESS WITH
THE DEGREE OF DYSPEPSIA SYNDROME AT
ANDALAS PUBLICH HEALTH CENTER
By :
Putri Syeli

ABSTRACT
Dyspepsia syndrome is complaints or group of symptoms which consists
of pain or discomfort around epigastrium, nausea, vomiting, bloated, full feeling
in the stomach, and burning. Dyspepsia syndrome is related with stress, where the
higher the stress level, the higher the risk to experience dyspepsia. This research
aims to know the co-relation between stress level with the degree of dyspepsia
syndrome on patient with dyspepsia syndrome at Andalas Public Health Center.
This research is analytical research with cross sectional design and was
done at Andalas Public Health Center from June to August 2016. The sampling
technique that was used is consecutive sampling non probability technique with
the total sample of 107 people. The data collection was done using dyspepsia
score guideline to determine the stage of dyspepsia syndrome and DASS 42 was
used to determine the level of stress. After the data was obtained, the analysis was
done using Pearson co-relation test.
It was obtained that, without looking at the stage of dyspepsia syndrome,
many patient with dyspepsia syndrome experience normal level of stress (26,2%),
while looking at the stage of dyspepsia sydrome, it was obtained that most
patients with mild degree of dyspepsia experience normal level of stress (38,5%).
Most patients with medium degree of dyspepsia experience high level of stress
(28,1%) and most patients with severe degree of dyspepsia experience high level
of stress (25%). Based on Pearson co-relation test, was obtained the value of p =
0,001.
It can be concluded that there is corelation between level of stress and the
degree of dyspepsia syndrome on patient with dyspepsia syndrome at Andalas
Public Health Center.

Keyword : dyspepsia syndrome, level of stress, level of dyspepsia syndrome

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas vii


HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN DERAJAT SINDROMA
DISPEPSIA PADA PENDERITA SINDROMA DISPEPSIA DI
PUSKESMAS ANDALAS
Oleh :
PUTRI SYELI

ABSTRAK
Sindroma dispepsia merupakan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri
dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat
kenyang, rasa perut penuh, sendawa. Sindroma dispepsia berhubungan dengan
stres, dimana semakin tinggi tingkat stres semakin tinggi risiko untuk mengalami
dispepsia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stres
dengan derajat sindroma dispepsia pada penderita sindroma dispepsia di
Puskesmas Andalas.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional
(potong lintang) dan dilakukan di Pusksesmas Andalas Padang pada Juni
hingga Agustus 2016. Teknik pengambilan sampel dengan consecutive sampling
non probability dan jumlah sampel 107 orang. Pengumpulan data menggunakan
pedoman skor dispepsia untuk menentukan derajat sindroma dispepsia dan
kuesioner DASS 42 digunakan untuk menentukan tingkat stres. Setelah
didapatkan data dilakukan analisis dengan menggunakan uji kolerasi pearson.
Didapatkan penderita sindroma dispepsia tanpa melihat derajat sindroma
dispepsia banyak mengalami tingkat stres normal (26,2%), sedangkan dilihat dari
derajat sindroma dispepsia didapatkan penderita sindroma dispepsia derajat
ringan sebagian besar mempunyai tingkat stres normal (38,5%). Penderita
sindroma dispepsia derajat sedang sebagian besar mempunyai tingkat stres berat
(28,1%) dan penderita sindroma dispepsia derajat berat sebagian besar memiliki
tingkat stres berat (25%) dan sangat berat (25%). Berdasarkan uji kolerasi
Pearson didapatkan nilai p value = 0,001.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan tingkat stres dengan derajat
sindroma dispepsia pada penderita sindroma dispesia di Puskesmas Andalas.
Kata kunci : sindroma dispepsia, tingkat stres, derajat sindroma dispepsia

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas viii


DAFTAR ISI

Halaman
Sampul Depan
Sampul Dalam i
Halaman Orisinilitas ii
Persetujuan Skripsi oleh Pembimbing iii
Pengesahan Penguji iv
Kata Pengantar v
Abstract vii
Abstrak viii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Istilah xii
Daftar Lampiran xiii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum 4
1.3.2 Tujuan Khusus 4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Instansi 4
1.4.2 Bagi Peneliti 5
1.4.3 Bagi Masyarakat 5
1.4.4 Bagi Bidang Penelitian 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dispepsia
2.1.1 Definisi Dispepsia 6
2.1.2 Klasifikasi dan Etiologi Dispepsia
2.1.2.1 Dispepsia Organik 6
2.1.2.1 Dispepsia Fungsional 7
2.1.3 Patofisiologi Dispepsia 10
2.1.4 Gejala Klinis 13
2.1.5 Diagnosis 14
2.1.6 Derajat Sindroma Dispepsia 14
2.2 Stres
2.2.1 Definisi Stres 15
2.2.2 Klasifikasi Stres 15
2.2.3 Stresor 16
2.2.4 Tahapan Stres 16
2.2.5 Tingkat Stres 18
2.2.6 Hubungan Stres dengan Sindroma Dispepsia 20
BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 24
3.2 Hipotesis Penelitian 25

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ix


BAB 4. METODELOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian 26
4.2 Lokasi dan WaktuPenelitian 26
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian 26
4.3.2 Sampel Penelitian
4.3.2.1 Besar Sampel 26
4.3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel 28
4.3.2.3 Kriteria Inklusi 28
4.3.2.4 Kriteria Ekslusi 28
4.3.3 Variabel Penelitian
4.3.3.1 Klasifikasi Variabel 29
4.3.3.2 Definisi Operasional 29
4.5 Instrumen Penelitian 30
4.6 Prosedur Penelitian 30
4.7 Cara Pengolahan dan Analisa Data
4.7.1 Cara Pengolahan Data 31
4.7.2 Analisis Data 31
4.8 Alur Penelitian 32
BAB 5. HASIL PENELITIAN
5.1 Data Penelitian 33
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia 33
Berdasarkan Derajat Dispepsia di Puskesmas
Andalas
5.2.2 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia 34
Berdasarkan Tingkat Stres di Puskesmas Andalas
5.3 Analisa Bivariat 34
BAB 6. PEMBAHASAN
6.1 Analisa Univariat 36
6.1.1 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia 36
Berdasarkan Derajat Sindroma Dispepsia
6.1.2 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia 37
Berdasarkan Tingkat Stres
6.2 Analisa Bivariat
6.2.1 Hubungan Tingkat Stres dengan Sindroma Dispepsia 38
6.3 Keterbatasan Penelitian 39
BAB 7. PENUTUP
7.1 Kesimpulan 40
7.2 Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 42
LAMPIRAN

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas x


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Penyebab Dispepsia Organik 7
Tabel 2.2 Indeks Tingkat Keparahan Depresi, Kecemasan, dan Stres 19
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia
Berdasarkan Derajat Sindroma Dispepsia di Puskesmas Andalas 32
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia
Berdasarkan Tingkat Stres di Puskesmas Andalas 33
Tabel 5.3 Hubungan Tingkat Stres dengan Derajat Sindroma Dispepsia
di Puskesmas Andalas 33

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xi


DAFTAR ISTILAH

ACTH : Adrenocorticotropic hormone


CRH : Corticotropin-releasing hormone
DASS-42 : Depression Anxiety Stress Scale 42
FTKP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
HPA : Hipothalamic-Pituitary-Adrenal
IBS : Irritable Bowel Syndrome
OAINS : Obat Anti Inflamasi Non Steroid
USG : Ultrasonografi
Hp : Helicobacter Pylori

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xii


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan 45
Lampiran 2 : Biaya Penelitian 46
Lampiran 3 : Formulir Penjelasan untuk Pasien 47
Lampiran 4 : Persetujuan Ikut Serta 50
Lampiran 5 : Pedoman Skor Dispepsia 51
Lampiran 6 : Tes DASS 42 52
Lampiran 7 : Pertanyaan Mengenai Tingkat Stres 54
Lampiran 8 : Master Tabel 56
Lampiran 9 : Uji Statistik 58

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xiii


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindroma dispepsia merupakan keluhan/kumpulan gejala yang terdiri dari

nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat

kenyang, rasa perut penuh, sendawa. Keluhan sindroma dispepsia merupakan

keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada

praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia ini (Djojoningrat,2014).

Dispepsia merupakan gejala bukan diagnosis, hal ini dapat didefinisikan secara

luas sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas

(Jones, 2005).

Data prevalensi dispepsia bervariasi di dunia berkisar dari 8,5% - 56%

(Yazdanpanah et al, 2012). Di Amerika Serikat, 25% dari seluruh penduduknya

terkena sindrom dispepsia (tidak termasuk keluhan refluks) dimana hanya 5%

dari jumlah penderita tersebut pergi ke dokter pelayanan primer. Berdasarkan

penelitian pada populasi umum didapatkan data 15-30% orang dewasa pernah

mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2014).

Profil Kesehatan Indonesia 2007 menyatakan dispepsia menempati peringkat

ke-10 untuk kategori penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun

2006 dengan jumlah pasien 34.039 (Profil Kesehatan Indonesia, 2007). Pasien

yang mengalami sindrom dispepsia cukup tinggi di Indonesia, data yang

diperoleh dari Depkes RI tahun 2010 bahwa dispepsia di Indonesia menempati

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


urutan ke-5 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di RS di Indonesia

dengan jumlah 9.594 pasien laki-laki dan 15.122 pasien perempuan, dan

menimbulkan kematian pada 166 orang, serta menempati urutan ke-6 dari

penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan dengan jumlah 34.981 pasien laki-laki

dan 53.618 pasien perempuan dengan jumlah kasus dispepsia baru 88.599 kasus

(Depkes, 2010). Dari data-data tersebut menunjukkan adanya peningkatan yang

signifikan terhadap kejadian sindroma dispepsia di mana dalam rentang 4 tahun

dari 2006 ke 2010, kasus dispepsia dari peringkat 10 di tahun 2006 menjadi

peringkat 5 di tahun 2010.

Penelitian Rahmaika (2014) memperlihatkan data di Puskesmas

Purwodiningratan Jebres Surakarta, dari 13 pasien dispepsia dan 13 pasien tidak

dispepsia didapatkan bahwa pasien dispepsia lebih banyak mengalami stres

dibandingkan tidak stres, yaitu berjumlah 12 orang dengan persentase 92,3% dan

yang mengalami tidak stres hanya berjumlah satu orang dengan persentase 7,7%.

Sedangkan pasien tidak dispepsia lebih banyak tidak stres dibandingkan yang

mengalami stres, yaitu berjumlah 10 orang dengan persentase 76,92% dan yang

mengalami stres berjumlah tiga orang dengan persentase 23,08%. Hal tersebut

menjelaskan korelasi antara stres dan sindroma dispepsia pada responden

bermakna .

Menurut penelitian Nesia (2014), terdapat hubungan yang bermakna antara

stres dengan sindroma dispepsia (p= 0,038), dari 112 responden mahasiswa FK

Unsyiah angkatan 2009 didapatkan 66 (58,9%) mengalami dispepsia dan 34

diantaranya mengalami stres, terdiri dari 22 orang (64,7%) stres ringan, 10 orang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


(29,4) stres sedang, dan 2 orang (5,9%) stres berat. Tingkatan stres yang paling

sering dialami adalah stres ringan yaitu sebanyak 22 orang (64,7%).

Penelitian Susanti et al (2011) yang meneliti tentang faktor risiko dispepsia

pada mahasiswa IPB didapatkan lebih dari separuh responden berada pada tingkat

stres kategori sedang, tingkat stres berhubungan dengan nyata dengan gejala

dispepsia, yaitu semakin tinggi tingkat stres akan berhubungan dengan semakin

tinggi risiko untuk mengalami dispepsia.

Gejala khas dari gastritis adalah sindroma dispepsia (Susanti et al,2011).

Berdasarkan ketentuan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) terdapat 155 penyakit

yang harus bisa ditangani oleh dokter umum di Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama (FKTP) yaitu Puskesmas, salah satunya gastritis. Umummya di

Puskesmas sindroma dispepsia ini didiagnosis sebagai gastritis, sementara

ketimpangan yang terjadi adalah pasien gastritis tersebut belum mendapatkan

pemeriksaan endoskopi, sedangkan untuk diagnosis pasti gastritis harus

berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi (Hirlan, 2014). Penderita

sindroma dispepsia boleh dirujuk ke rumah sakit atau ke fasilitas kesehatan

tingkat lanjutan jika terdapat alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat

badan >10% yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, anemia, muntah hebat

dengan dugaan obstruksi, hematemesis, melena, keluhan sudah berlangsung lama

dan terjadi pada usia > 55 tahun (Djojoningrat,2014; Shaukat, 2015).

Dinas Kesehatan Kota Padang melaporkan bahwa dari seluruh puskesmas

yang ada di Kota Padang tahun 2015, jumlah pasien yang mengalami gastritis

13.453 untuk kasus baru dan 11.882 untuk kasus lama. Data gastritis terbanyak

adalah di Puskesmas Andalas, Kecamatan Padang Timur dengan total kasus 3091

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


terdiri dari 895 kasus lama dan 2196 kasus baru (Dinas Kesehatan Kota Padang,

2015). Melihat eratnya hubungan tingkat stres dengan kejadian sindroma

dispepsia, peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang hubungan tingkat stres

dengan derajat sindroma dispepsia. Berdasarkan data di atas peneliti memilih

Puskesmas Andalas sebagai lokasi penelitian.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan tingkat stres dengan derajat sindroma dispepsia di

Puskesmas Andalas ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat stres dengan derajat sindroma dispepsia di

Puskesmas Andalas ?

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian sindroma dispepsia dan derajat

sindroma dispepsia pada penderita sindroma dispepsia di Puskemas Andalas.

2. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat stres pada penderita sindroma

dispepsia di Puskesmas Andalas.

3. Mengetahui hubungan tingkat stres dengan derajat sindroma dispepsia pada

penderita sindroma dispepsia di Puskesmas Andalas.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Bidang Penelitian dan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah data dan informasi ilmiah dalam

bidang ilmu penyakit dalam dan psikosomatik tentang sindroma dispepsia, dan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


dapat menjadi data dan bahan informasi bagi penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan sindroma dispepsia.

1.4.2 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan menambah

pengetahuan selain ilmu yang diperoleh selama proses perkuliahan.

1.4.3 Bagi Instansi

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada Dinas

Kesehatan Kota Padang, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, dan

Puskesmas Andalas mengenai prevalensi sindroma dispepsia dengan stres.

1.4.4 Bagi Masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang faktor stres yang

mempengaruhi sindroma dispepsia, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya

gangguan dispepsia yang diakibatkan oleh stres.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dispepsia

2.1.1 Definisi

Dispepsia (dis-pep’se-ǝ) berasal dari dua kata dys dan peptein (mencerna),

yang didefinisikan menjadi gangguan kemampuan atau fungsi pencernaan,

biasanya merujuk pada rasa tidak nyaman di daerah epigastrium sehabis makan

(Dorland, 2010). Sindroma dispepsia merupakan gejala bukan diagnosis, secara

luas didefinisikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut

bagian atas, ketidaknyamanan menunjukkan perasaan tidak menyenangkan yang

singkat dan menyakitkan, termasuk rasa penuh perut bagian atas, cepat kenyang,

kembung, mual dan muntah (Djojoningrat, 2014; Jones, 2003).

2.1.2 Klasifikasi dan Etiologi

Dispepsia yang telah diinvestigasi menggunakan endoskopi diklasifikasikan

menjadi dua kelompok, yaitu dispepsia organik (seperti tukak peptik, gastritis,

batu kandung empedu, dll) dan kelompok dimana sarana penunjang diagnostik

(endoskopi, radiologi, laboratorium) tidak memperlihatkan adanya gangguan

patologik struktural atau biokimiawi yang disebut dispepsia fungsional

(Djojoningrat, 2014). Sedangkan sindroma dispepsia yang belum diinvestigasi

disebut uninvestigated dispepsia (Martin et al., 2011).

2.1.2.1 Dispepsia Organik

Dispepsia organik merupakan sindroma atau keluhan yang disebabkan oleh

berbagai penyakit, antara lain tukak peptik, gastritis, hepatitis, kolestitis,

kolelitiasis, pankreatitis dan keganasan. Beberapa penyakit di luar gastrointestinal

dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindroma dispepsia seperti gangguan

kardiak, penyakit tiroid, obat-obatan dan sebagainya (Djojoningrat, 2014).

Penjelasan lebih rinci tentang penyebab dispepsia organik dijelaskan oleh Martin

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


(2011) seperti yang terdapat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penyebab dispepsia organik (Martin,2011)

Gastroesophageal reflux disease (GERD)

Peptic ulcer disease

Gastric or esophageal cancer

Biliary pain

Medications (including pottasium supplements, digitalis, iron, theophyline,

oral antibiotics, especially ampicilin, and erythromycin, NSAIDs,

corticosteroids, niacin, gemfibrozil, narcotics, colchicine, quinidine,

estrogens, and levodopa)

Gastroparesis

Pancreatitis

Carbohydrate malabsorption

Infiltrative diseases of the stomach (e.g. Crohn’s disease, sarcoidosis)

Metabolic disturbances (hypercalcemia, hyperkalemia)

Hepatoma

Ischemic bowel disease

Systemic disorders (diabetes mellitus, thyroid, and parathyroid disorders,

connective tissue disease)

Intestinal parasites (giardia, strongyloides)

Abdominal cancer, especially pancreatic cancer

2.2.2.2 Dispepsia Fungsional

Dispepsia fungsional merupakan keluhan tidak enak pada perut bagian atas

yang bersifat intermiten sedangkan pada pemeriksaan tidak didapatkan kelainan

organik (Djojoningrat, 2014)

Rome III (2006) mendefinisikan dispepsia fungsional sebagai berikut :

1. Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


nyeri ulu hati / epigastrik, rasa terbakar di epigastrium.

2. Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk di dalamnya pemeriksaan

endoskopi saluran cerna bagian atas) yang dapat meneranglkan keluhan tersebut.

3. Keluhan ini terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum

diagnosa ditegakkan.

Menurut Ringel (2013) penyebab dispesia fungsional adalah :

1. Kelainan motilitas

Penurunan motilitas lambung distal (hipomotilitas antral) dan keterlambatan

pengosongan lambung, gangguan nada lambung (gangguan akomodasi lambung)

dalam menanggapi makna yang dapat menyebabkan penurunan kemampuan perut

untuk memperluas dan memungkinkan konsumsi makanan dalam jumlah besar,

dan gangguan aktivitas listrik lambung yang dicatat oleh elektroda yang

ditempatkan di perut bagian atas (electrogastrography/ EGG).

Temuan ini menunjukkan bahwa beberapa pasien dengan dispepsia fungsional

memiliki gangguan motorik atau listrik lambung namun kelainan motilitas dan

listrik lambung hanya terdapat korelasi kecil antara gejala dispepsia dengan

motorik yang terdeteksi. Dengan kata lain, kelainan motilitas dan listrik lambung

tidak dapat menjelaskan gejala dispesia disebagian besar pasien.

2. Kelainan sensorik viseral

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pasien dengan dispepsia

fungsional secara signifikan lebih sensitif terhadap distensi perut dibandingkan

dengan orang sehat. Pasien dispesia fungsional telah mengurangi respon motorik

duodenum dan lebih sensitif terhadap infus asam intra duodenum.

Hipersensitivitas terhadap distensi mekanik ditemukan berkorelasi dengan gejala

rasa sakit, bersendawa, dan penurunan berat badan, sedangkan asam

intraduodenal lebih berkorelasi dengan gejala mual. Dilaporkan pada kelainan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


motilitas lambung, kelainan sensorik lambung dan duodenum hanya ditemukan

pada sebagian pasien dispepsia fungsional. Maka hal ini tidak dianggap sebagai

temuan yang universal.

3. Faktor psikologis

Menurut Murni (2011), gangguan psikis dapat mempengaruhi fisiologis organ

tubuh dengan adanya hal hal sebagai berikut :

a). Gangguan keseimbangan saraf otonom vegetatif

Konflik emosi yang timbul diteruskan melalui korteks serebri ke sistem

limbik kemudian hipotalamus dan akhirnya ke sistem saraf otonom vegetatif.

Gejala klinis dapat berupa hipertonis simpatik, hipotoni simpatik, hipertoni

parasimpatik, ataksia vegetatif (koordinasi simpatik dan parasimpatik tidak ada

lagi), amfotoni (gejala hipertoni simpatik dan parasimpatik terjadi silih berganti).

b). Gangguan konduksi impuls melalui neurotransmiter

Gangguan ini disebabkan oleh adanya kelebihan atau kekurangan

neurotransmiter di presinaps atau adanya gangguan sensivitas pada reseptor -

reseptor postsinaps. Neurotransmitter yang sudah dikenal berupa amin biogenik,

nor adrenalin, dopamin dan serotonin.

c). Hiperalgesia alat viseral

Adanya respon rerfleks yang berlebihan pada beberapa bagian alat viseral.

d). Gangguan sistem edokrin/hormonal

Perubahan fisiologi tubuh akibat stres dapat terjadi akibat adanya gangguan

pada sistem hormonal, yang terjadi melalui hipothalamic -pituitary -adrenal axis

(HPA axis). Hormon yang berperan antara lain adalah growth hormone, prolaktin,

ACTH (kortisol) dan katekolamin.

e). Perubahan sistem imun

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


Stres dapat mempengaruhi sistem imun seseorang sehingga mempermudah

timbulnya infeksi dan penyakit neoplastik. Fungsi imun terganggu karena

perubahan pada sel-sel imunitas seperti pada depresi di mana jumlah neutrofil

meningkat, jumlah sel Natural Killer (NK) menurun, limfosit T, dan limfosit B

menurun, sel T helper dan sel T supressor menurun. Faktor yang dapat

mempengaruhi imunitas adalah :

- kemampuan individu dalam mengatasi stres secara efektif

- lamanya stres

- latar belakang sosial kultural pasien

- faktor diri pasien (umur, jenis kelamin).

2.1.3 Patofisiologi

Beberapa faktor yang menyebabkan sindroma dispepsia :

- peningkatan asam lambung

- dismotilitas lambung

- gastritis dan duodenitis kronis (melibatkan Helicobacter pylori)

- stres psikososial

- faktor lingkungan (Djojoningrat,2014)

Beberapa mekanisme yang menerangkan sindroma dispepsia (Djojoningrat,

2014) :

1. Sekresi asam lambung

Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi

asam lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulas pentagastrin,

yang rata-rata normal. Diduga adanya peningkatan sensivitas mukosa

lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.

2. Helicobacter pylori

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum

sepenuhnya dimengerti dan diterima. Dari berbagai laporan kekerapan Hp

pada dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda makna dengan

angka kekerapan Hp pada kelompok orang yang sehat. Mulai ada

kecenderungan untuk melakukan eradikasi Hp pada dispepsia fungsional

dengan Hp positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku.

3. Dismotilitas gastrointestinal

Berbagai laporan menyatakan bahwa dispepsia fungsional terjadi

perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum, gangguan

akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster dan hipersensitifitas

viseral. 23 % kasus yang mengalami perlambatan pengosongan lambung dan

berkorelasi dengan adanya keluhan mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati.

Pada 35% kasus hipersensitifitas terhadap distensi lambung dan berkorelasi

dengan keluhan nyeri, sendawa dan adanya penurunan berat badan,

sedangkan pada 40 % kasus gangguan akomodasi lambung ditemukan

adanya rasa cepat kenyang dan penurunan berat badan. Konsep ini yang

mendasari adanya pembagian subgroup menjadi tipe dismolititas, tipe seperti

ulkus dan tipe campuran. adanya perlambatan pengosongan lambung akan

mempengaruhi prognostik, mengingat adanya peran obat prokinetik.

4. Ambang rangsang persepsi

Peningkatan sensitifitas viseral atau hiperalgesia dimana terjadi asupan

sensorik yang meninggi dari dan ke lambung. Situasi hipersensitif terhadap

rangsangan ini dapat timbul sebagai respon terhadap mekanik (distensi),

kimiawi, atau makanan/nutrisi, asam lambung, atau hormon. Kasus dispepsia

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


mempunyai hipersensitifitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau

duodenum, bagaimana mekanismenya belum dipahami. Penelitian

menggunakan balon intragastrik didapatkan hasil bahwa 50% populasi

dispepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri atau tidak nyaman di perut pada

inflasi balon dengan volume yang lebih rendah dibandingkan volume yang

menimbulkan rasa nyeri pada populasi kontrol.

5. Gangguan relaksasi fundus

Akomodasi lambung saat makanan masuk adalah adanya relaksasi fundus

dan korpus gaster. Dilaporkan bahwa 40 % kasus dispepsia fungsional

mengalami penurunan kapasitas relaksasi fundus dan menimbulkan keluhan

cepat kenyang.

6. Difungsi autonom

Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitifitas

gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Neuropati vagal juga diduga

berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu

menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung

dan rasa cepat kenyang.

7. Faktor diet

Faktor diet sebagai faktor pencetus keluhan dispepsia. Kasus dispepsia

fungsional biasanya ada perubahan pola makan, seperti makan hanya mampu

porsi kecil dan tidak toleran terhadap porsi besar. Adanya intoleransi

makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional

dibandingkan kassus kontrol terutama makanan berlemak.

8. Psikologis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


Stres akut mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan

pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang

mendahului keluhan mual setelah stimulus stres.

2.1.4 Gejala Klinis

Menurut kriteria Roma II tahun 2000, keluhan atau gejala dominan dispepsia

dibagi menjadi 3 tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia) dengan gejala :

nyeri epigastrium terlokalisasi.

2. Dispepsia dengan keluhan seperi dismotilitas (dysmotility like dyspepsia),

dengan gejala :

- mudah kenyang

- perut cepat terasa penuh saat makan

- mual

- kembung abdomen bagian atas (upper abdominal bloating)

- rasa tidak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepsia mixed (gabungan) terdapat gabungan antara nyeri di ulu hati dan

rasa mual, kembung, dan muntah tapi tidak ada yang dominan.

Beberapa sumber lain mengategorikan gejala klinis dispepsia menjadi 4

kategori (Yazdanpanah dkk, 2012) :

1. Ulcer like dyspepsia, nyeri perut bagian atas dengan setidaknya 2 dari gejala : -

nyeri sering berkurang dengan makanan

- nyeri sering berkurang dengan antasida atau makanan

- nyeri sebelum makan atau saat lapar

- nyeri saat malam

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


2. Dysmotility like dyspepsia, nyeri perut bagian atas dengan setidaknya 3 dari 4

gejala : - perut kembung

- nyeri bertambah dengan makan

- nyeri berkurang dengan sendawa

- cepat kenyang

3. Reflux like dyspepsia, jika ada heartburn atau acid regurgitation

4. Non spesific dyspepsia, nyeri perut bagian atas atau mual yang tidak cocok

dengan kategori yang di atas.

2.1.5 Diagnosis

Menurut kriteria diagnosis Roma IIII (2010), sindroma dispepsia fungsional

didiagnosa jika dalam 3 bulan terakhir terdapat gejala dan onset munculnya

gejala 6 bulan, adanya salah satu atau lebih gejala seperti cepat kenyang, nyeri

epigastrium, rasa terbakar di epigastrium dan tidak ditemukannya kelainan

struktur saat pemeriksaan endoskopi.

Pada dasarnya langkah pemeriksaan penunjang diagnostik pada dispepsia

adalah untuk mengekslusi gangguan organik atau biokimiawi, untuk mengetahui

sindroma dispepsia : dispepsia organik atau dispepsia fungsional. Pemeriksaan

laboratorium (gula darah, fungsi tiroid, fungsi pankreas, dan sebagainya),

radiologi (barium meal, USG, endoskopi ulltrasonografi) dan endoskopi

merupakan langkah yang paling penting untuk eklusi penyebab organik ataupun

biokimiawi (Djojoningrat,2014)

2.1.6 Derajat Sindroma Dispepsia

Derajat sindroma dispepsia diukur dengan skor dispepsia, skor dispepsia

adalah skor untuk menentukan derajat berat ringannya dispepsia. Yang dinilai

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


nyeri di ulu hati, nausea, rasa cepat kenyang / tak nyaman di perut bagian atas,

kembung, muntah sendawa dan rasa panas di bawah tulang dada (Murni,2010).

Skor dispepsia memiliki nilai dari 0 berarti tidak ada keluhan, nilai 1 berarti

keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas fisik sehari-hari, dan nilai 3

berarti keluhan berat di mana penderita sindroma dispepsia membutuhkan

perawatan di rumah sakit. Dari nilai tersebut derajat sindroma dispepsia

dibedakan derajat ringan, sedang dan berat :

- Dispepsia ringan : bila didapatkan skor <6

- Dispepsia sedang : bila didapatkan skor 7-12

- Dispepsia berat : bila didapatkan skor >13

2.2 Stres

2.2.1 Definisi

Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap kebutuhan tubuh yang

terganggu dan memberikan dampak pada individu dari segi fisik, sosial,

psikologis maupun spiritual (Rasmun, 2004). Stres merupakan respon individu

terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam

dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping) (Santrock,

2003).

2.2.2 Klasifikasi stres

Stres tidak selalu memiliki konotasi negatif, ada yang bersifat positif yang

dikatakan eustres (Hawari, 2008). Selye menggolongkan stres menjadi dua

golongan, penggolongan ini berdasarkan atas persepsi individu terhadap stres

yang dialaminya :

a). Eustres (stres positif)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


Eustres bersifat baik dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Eustres

dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewasapadaan, kognisi, dan perfomance

individu. Eustres juga meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan

sesuatu.

b). Distres (stres negatif)

Distres merupakan sres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan.

Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas,

ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan

psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul keinginan untuk

menghindarinya (Selye, 1950).

2.2.3 Stresor

Jenis stresor meliputi fisik, psikologis, dan sosial. Stresor fisik berasal dari

luar individu seperti suara, polusi, dan latihan fisik yang terpaksa. Stresor

psikologis berasal dari dalam individu yang bersifat negatif dan menimbulkan

kecemasan, rasa khawatir, marah, benci dan rasa rendah diri. Stresor sosial yaitu

tekanan dari luar disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungannya

(Isnaneni, 2010).

2.2.4 Tahapan Stres

1. Tahap pertama

Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai adanya semangat

berkerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada umumnya, mampu

menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya, kemudian merasa senang

akan pekerjaannya akan tetapi kemampuan yang dimilikinya semakin berkurang.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


2. Tahap kedua

Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut: adanya

perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah setelah

makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut

tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot

pungung dan tengkuk semakin tegang dan tidak bisa santai.

3. Tahap ketiga

Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti pada

lambung dan usus misalnya ada keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur,

ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola tidur

seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur,

lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga.

4. Tahap keempat

Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaannya yang

menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi

kehilangan kemampuan untuk merespon secara adekuat, tidak mampu

melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak

ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun

karena adanya perasaan kerakutan dan kecemasan yang tidak diketahui

penyebabnya.

5. Tahap kelima

Stres tahap ini ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak

mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada

sistem pencernaan semakin berat dan perasaaan ketakutan dan kecemasan

semakin meningkat.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17
6. Tahap keenam

Tahap ini merupakan tahap puncak yaitu seseorang mengalami panik dan

perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin keras,

susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan bisa

hingga pingsan (Hawari, 2008).

2.2.5 Tingkat Stres

Tingkat stres adalah hasil penelitian terhadap berat ringannya stres yang

dialami seseorang. Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala, salah satu

diantaranya adalah Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS42) atau lebih

diringkaskan sebagai Depression Anxiety Stress Scale 21 (DASS21) oleh

Lovibond & Lovibond (1995).

Tes DASS ini terdiri dari 42 item yang mengukur general psychological

distress seperti depresi, kecemasan dan stres. Tes ini terdiri dari tiga skala yang

masing-masing terdiri dari 14 item, yang selanjutnya terbagi menjadi beberapa

sub-skala yang terdiri dari 2 sampai 5 item yang diperkirakan mengukur hal yang

sama. Jawaban tes DASS ini terdiri dari 4 pilihan yang disusun untuk menilai

pada tingkat manakah mereka mengalami setiap kondisi yang disebutkan tersebut

dalam satu minggu terakhir. Selanjutnya, skor dari setiap sub-skala tersebut

dijumlahkan dan dibandingkan dengan norma yang ada untuk mengetahui

gambaran mengenai tingkat depresi, kecemasan dan stres individu tersebut

(Damanik, 2006).

DASS yang telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia divalidasi oleh

Damanik (2006). Uji reliabilitas dan validitas dilakukan terhadap dua kelompok

sampel, yaitu penduduk Yogyakarta dan Bantul yang mengalami bencana

mengalami gempa bumi dan kelompok sampel Jakarta dan sekitarnya yang tidak

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


mengalami gempa bumi. Dari uji reliablitas dan validitas tersebut didapatkan

hasil reliabilitas DASS sangat baik yaitu α = .9483.

Dalam penelitian ini item-item untuk skala stres yang terdapat pada tes

DASS yaitu nomor 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39. Item untuk

skala ansietas yaitu nomor 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28, 30, 36, 40,

41.Pertanyaan untuk skala depresi yaitu nomor 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26, 31,

34, 37, 38, 42 (Crawford dan Henry, 2003). Adapun kategori penilaian tes DASS

disajikan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Indeks Tingkat Keparahan Depresi, Kecemasan dan Stres berdasarkan
tes DASS
Interpretasi Depresi Kecemasan Stres
Normal 0-9 0-7 0-14
Ringan 10-13 8-9 15-18
Sedang 14-20 10-14 19-25
Berat 21-27 15-19 26-33
Sangat Berat >28 >20 >34
(Sumber: Manual for the depression Anxiety Stres Scale)

Setiap orang memiliki respon yang berbeda-beda terhadap stres. Respon

yang berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor lingkungan, pengalaman masa lalu

dengan stres, mekanisme coping. Berdasarkan studi pustaka tingkat stres dibagi

menjadi lima, yaitu: (Purawati, 2012)

1. Stres Normal

Stres normal merupakan bagian ilmiah dari kehidupan, seperti dalam

keadaan takut tidak lulus ujian, kelelahan setelah menyelesaikan tugas.

2. Stres Ringan

Stres ringan merupakan stresor yang dialami secara teratur, dapat

berlangsung dalam beberapa menit atau jam. Stresor ini dapat menimbulkan

gejala seperti bibir sering kering, kesulitan bernafas, sulit menelan, berkeringat

berlebihan ketika temperatur tidak panas dan tidak setelah beraktivitas.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


3. Stres Sedang

Stres ini terjadi lebih lama, antara beberapa jam sampai beberapa hari.

Misalnya perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan teman. Stresor ini

dapat menimbulkan gejala seperti sulit beristirahat, mudah tersinggung, bereaksi

berlebihan terhadap suatu situasi.

4. Stres Berat

Stres berat merupakan situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa

minggu sampai beberapa tahun, seperti kesulitan finansial yang berkepanjangan

atau penyakit fisik jangka panjang. Stresor ini dapat menimbulkan gejala seperti

merasa tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan, merasa tidak ada lagi

harapan dimasa depan, merasa tidak berharga sebagai manusia, kehilangan minat

terhadap segala hal. Semakin meningkat stres yang dialami, maka akan semakin

menurunkan energi dan respon adaptif.

5. Stres Sangat Berat

Stres sangat berat merupakan situasi kronis yan dapat terjadi dalam beberapa

bulan dan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Stresor ini dapat

menimbulkan gejala seperti pasrah dan tidak memiliki motivasi untuk hidup.

Seseorang dalam tingkatan stres ini biasanya mengalami depresi berat.

2.2.6 Hubungan Stres dengan Sindroma Dispepsia

Gangguan psikis seperti stres emosional merupakan salah satu yang

menyebabkan sindroma dispepsia, karena dapat meningkatkan asam lambung,

dismotilitas saluran cerna, inflamasi dan hipersensitif viseral (Longstreth, 2004).

Faktor psikis dan emosi dapat mempengaruhi saluran cerna dan mengakibatkan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


perubahan sekresi asam lambung, mempengaruhi motilitas dan vaskularisasi

lambung serta menurunkan ambang rangsang nyeri (Djojoningrat,2014).

Stres mengaktifkan HPA axis, aktivasi dari HPA axis dari dua jalur yaitu jalur

hormonal dan saraf otonom, jalur hormonal akan menghasilkan peningkatan

produksi hormon kortisol dan akan mempengaruhi mukosa lambung melalui

peningkatan pH lambung dan penekanan prostaglandin. Sehingga menganggu

keseimbangan mukosa lambung dan menimbulkan kerusakan mukosa. Kortisol

juga memicu aktifitas H.Pylori dan aktivasi makrofag, dimana berujung pada

peningkatan koloni H.Pylori dan aktivasi makrofag memicu aktivasi IL-8 serta

sitokin IL-6 yang akan meningkatkan inflamasi dan menambah rusaknya mukosa

lambung. Jalur neuronal dari HPA axis juga memicu aktifitas saraf otonom,

sehingga menyebabkan disfungsi motorik gaster (Murni,2011).

Rangsangan psikis/emosi secara fisiologis dapat mempengaruhi lambung

dengan dua jalur :

1. Jalurn neurogen

Rangsangan konflik emosi pada kortek serebri mempengaruhi kerja

hipotalamus anterior dan selanjutnya ke nukleus vagus dan kemudian ke

lambung.

2. Jalur neurohormonal

Rangsangan pada korteks serebri diteruskan ke hipotalamus anterior

selanjutnya ke hipofisis anterior yang mengeluarkan kortikotropin. Hormon ini

menstimulasi korteks adrenal dan kemudian menghasilkan hormon adrenal yang

selanjutnya menstimulasi produksi asam lambung (Djojoningrat,2014).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


Menurut Tarigan (2003), Stres akan merangsang pusat hormonal di otak yang

bernama hipotalamus, selanjutnya hipotalamus akan mengendalikan dua sistem

neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan korteks adrenal (Pariante, 1996).

Respon simpatis pada saluran cerna cenderung menyebabkan vasokontriksi pada

saluran tersebut sehingga menghambat kontraksi dan sekresi sistem tersebut, lalu

akan terjadi perlambatan dalam pengosongan lambung. Pengosongan lambung

yang tidak normal sangat erat kaitannya dengan gejala yang dirasakan oleh

penderita dispepsia, yaitu distensi, perut cepat terasa penuh saat makan dan rasa

tidak nyaman bertambah saat makan (Fisher and Parkman, 1998).

Lambung saat mengalami distensi akan terjadi refleks vagal yang

menstimulasi terjadinya relaksasi korpus lambung, menstimulasi kontraksi

antrum lambung sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan

pankreas. sekresi asam lambung meningkat sedangkan motilitas berkurang aliran

darah juga berkurang .Hal inilah menimbulkan nyeri pada perut bagian atas

seperti yang dialami penderita sindroma dispepsia (Hausken et al, 1993).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Stres

HPA axis

Neuroendokrin Neurohumoral

Respon saraf otonom Kortisol Meningkat

 Perlambatan pengosongan
lambung (dismotilitas
lambung)
 Peningkatan sekresi asam
lambung

Sindroma Dispepsia

 Dispepsia ringan
 Dispepsia sedang
 Dispepsia berat

Keterangan

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


3.2 Hipotesa

Terdapat hubungan antara tingkat stres dengan derajat sindroma dispepsia

pada penderita sindroma dispepsia di Puskesmas Andalas.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain potong lintang

(cross sectional) yaitu pemilihan subjek dilakukan secara random dari populasi

yang ada, lalu diperiksa apakah menderita dispepsia atau tidak dan diperiksa

tingkat stresnya (Dahlan, 2014).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Andalas, Padang, Sumatera Barat.

Waktu penelitian dimulai dari Juni - Agustus 2016.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian merupakan penderita sindroma dispepsia yang berobat ke

Puskesmas Andalas pada bulan April - Agustus 2016. Penelitian ini merupakan

bagian dari penelitian dispepsia fungsional (pohon penelitian) sub bagian

psikosomatik bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr.M.Djamil, Padang.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah penderita sindroma dispepsia yang memenuhi

kriteria inklusi serta tidak memiliki kriteria ekslusi.

4.3.2.1 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus (Dahlan,2014)

Z 2 PQ
n
d2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


Keterangan :

n = besar sampel

Zα = deviat baku alfa (1,96)

P = proporsi kategori variabel yang diteliti (0,5 karena tidak diketahui)

Q = (1-P) = 1 - 0,5 = 0,5

d = derajat penyimpangan atau tingkat ketepatan absolut yang diinginkan

(10%)

(1,96) 2  0,5  0,5


n
(0,1) 2

0,9604
n
0,01

n  96,04

Maka, didapatkanlah sampel sebesar 96 orang. Untuk mencegah terjadinya

drop out maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel, maka perlu

dilakukan koreksi terhadap besar sampel agar besar sampel tetap terpenuhi

(Madiyono,2014), dengan formula :

n
n' 
1 f

n’ = jumlah subyek yang direncanakan diteliti

n = besar sampel yang dihitung

f = perkiraan proporsi drop out

96
n' 
1  0,1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


96
n' 
0,9

n'  106,67

Jadi, dalam penelitian ini diperlukan sebanyak 107 orang penderita dengan

sindroma dispepsia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling

non probability yaitu semua subjek yang datang memenuhi kriteria inklusi

sampai jumlah subyek terpenuhi (Sastroasmoro, 2014).

4.3.2.3 Kriteria Inklusi

1. Penderita sindroma dispepsia yang berkunjung ke Puskesmas Andalas.

2. Penderita sindroma dispepsia yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

3. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar

persetujuan ikut serta yang telah disediakan.

4.3.2.4 Kriteria Ekslusi

1. Penderita yang sudah terdiagnosa penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes

melitus, sirosis hepatis, penyakit ginjal kronik, Irritable Bowel Syndrome

(IBS), dan keganasan.

2. Penderita yang memiliki gangguan jiwa berat dan perilaku yang tidak

terkontrol.

3. Penderita yang menggunakan steroid dan Obat Anti inflamasi Non Streoid

(OAINS).

4. Hamil

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Klasifikasi Variabel

Variabel bebas : tingkat stress

Variabel terikat : derajat dispepsia

4.4.2 Definisi Operasional

1. Sindroma Dispepsia

Definisi : keluhan/kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak

nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut

penuh, sendawa (Djojoningrat,2014).

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : skor dispepsia

Hasil ukur : 1. Dispepsia ringan, total skor 1-6

2. Dispepsia sedang, total skor 7-12

3. Dispepsia berat, total skor 13-18

Berdasarkan pedoman skor dispepsia (Murni, 2011).

Skala ukur : Ordinal

2. Stres

Definisi : respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan

pada seseorang (Selye, 1950).

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : kuesioner depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42)

(Lovibond & Lovibond, 1995).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


Hasil ukur :

1. Normal = 0-14

2. Stres ringan = 15-18

3. Stres sedang = 19-25

4. Stres berat = 26-33

5. Stres sangat berat = >34

Skala : Ordinal

4.5 Instrumen Penelitian

1. Formulir penjelasan untuk pasien (terlampir)

2. Lembar persetujuan ikut serta (terlampir)

3. Pedoman skor dispepsia (terlampir)

4. Kuesioner Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) (terlampir)

4.6 Prosedur Penelitian

1. Setiap penderita yang mempunyai keluhan sindroma dispepsia dengan

didampingi dokter di Puskesmas Andalas diikutkan dalam penelitian.

2. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria

ekslusi diminta persetujuannya secara sukarela untuk menandatangani

informed conscent.

3. Setiap penderita yang setuju untuk menjadi responden dicatat identitasnya

4. Kemudian setiap penderita sindroma dispepsia diwawancarai dengan skor

dispepsia untuk menentukan derajat dispepsia

5. Setiap penderita diwawancarai dengan kuesioner DASS 42 untuk

menentukan tingkat stres.

6. Data dikumpulkan dan dilakukan analisis statistik berdasarkan

variabel-variabel yang dinilai.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


4.7 Cara Pengolahan Data dan Analisis Data

4.7.1 Cara pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka hasil penelitian ini akan diolah melalui

tahapan :

1. Pemeriksaan data (editing)

Kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa kelengkapan semua data

yang diperlukan untuk memudahkan penilaian.

2. Pengkodean data (coding)

Memberi kode pada data yang telah dikelompokkan untuk

memudahkan penilaian.

3. Pemindahan data (entry)

Data yang telah dilakukan pengeditan dan pengkodean diolah dan

dianalisis dengan mengggunakan komputerisasi.

4. Pentabulasian data (tabulating)

Setelah itu data ditabulasikan dan disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi. Data yang telah diolah kemudian dianalisa secara

univariat dan bivariat.

5. Pembersihan data (cleaning)

Memeriksa kembali data yang dimasukkan ke dalam komputer

apakah ada kesalahan atau tidak.

4.7.2 Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari

masing-masing variabel independen dan variabel dependen, kemudian data

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


disajikan secaara deskriptif dan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen. Hubungan dua variabel tersebut

dianalisisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Nilai yang digunakan

untuk melihat ada tidaknya hubungan dua variabel adalah nilai p

(probabilitas), bila p<0,05 berarti ada hubungan bermakna.

4.8 Alur Penelitian

Penderita Sindroma Dispepsia

Dimintai persetujuannya untuk mengikuti penelitian

Menandatangani secara sukarela informed conscent

Pencatatan identitas penderita (umur, jernis kelamin,tingkat


pendidikan, status perkawinan, dan pekerjaan)

Nilai derajat dispepsia penderita dengan menggunakan


skor dispepsia

Nilai tingkat stres dengan penderita dengan tes DASS 42

Data dikumpulkan

Analisis statistik

Hasil penelitian

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Data Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Andalas Padang pada bulan Juni –

Agustus 2016 terhadap pasien sindroma dispepsia yang berkunjung ke Puskesmas

Andalas untuk berobat. Pasien sindroma dispepsia yang memenuhi kriteria

inklusi dan tidak memiliki kriteria ekslusi dijadikan responden untuk penelitian

ini. Sebanyak 107 responden yang didapat, dikumpulkan data hasil penelitian dan

dianalisis, berikut uraian hasil analisis data dan hasil penelitian.

5.2 Analisi Univariat

5.2.1 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia Berdasarkan

Derajat Dispepsia di Puskesmas Andalas

Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan derajat dispepsia di

Puskesmas Andalas Padang dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah ini :

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia Berdasarkan


Derajat Dispepsia di Puskesmas Andalas
Derajat Dispepsia f %
Ringan 26 24,3
Sedang 57 53,3
Berat 24 22,4
Jumlah 107 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita

sindroma dispepsia mengalami dispepsia derajat sedang, yaitu sebanyak 54 orang

(53,3%).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 32


5.2.2 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia Berdasarkan

Tingkat Stres di Puskesmas Andalas

Tabel 5.2 di bawah ini memperlihatkan distribusi frekuensi penderita

sindroma dispepsia berdasarkan tingkat stres di Puskesmas Andalas Padang.

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi penderita sindroma dispepsia berdasarkan tingkat


stres di Puskesmas Andalas
Tingkat Stres f %
Normal 28 26,2
Ringan 20 18,7
Sedang 19 17,8
Berat 26 24,3
Sangat Berat 14 13,1
Jumlah 107 100,0

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 107 responden yang

mengalami sindroma dispepsia didapatkan 28 orang (26,2%) tergolong tingkat

stres normal. Sedangkan yang tergolong tingkat stres ringan sebanyak 20 orang

(18,7%), tingkat stres sedang 19 orang (17,8%), tingkat stres berat 26 orang

(24,3%), dan tingkat stres sangat berat hanya 14 orang (13,1%).

5.3 Analisis Bivariat

Berdasarkan uji statistik, hubungan tingkat stres dengan derajat sindroma

dispepsia pada penderita sindroma dispepsia di Puskesmas Andalas Padang dapat

dilihat pada tabel 5.3 di bawah ini :

Tabel 5.3 Hubungan tingkat stres dengan derajat dispepsia di Puskesmas Andalas
Derajat Dispepsia
Tingkat p
Ringan Sedang Berat Total
Stres value
f % f % f % f %
Normal 10 38,5 14 24,6 4 16,7 28 26,2
Ringan 6 23,1 9 15,8 5 20,8 20 18,7
Sedang 4 15,4 12 21,1 3 12,5 19 17,8 0,001
Berat 4 15,4 16 28,1 6 25,0 26 24,3
Sangat
2 7,7 6 10,5 6 25,0 14 13,1
Berat
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33
Total 26 100,0 57 100,0 24 100,0 107 100,0
Berdasarkan tabel 5.3 penderita sindroma dispepsia derajat ringan

berjumlah 26 orang (22,4%), dimana pada penderita ini tingkat stres terbanyak

adalah stres normal (38,5%). Penderita sindroma dispepsia derajat sedang

didapatkan tingkat stres terbanyak yaitu stres berat (28,1%), sedangkan pada

penderita sindroma dispepsia derajat berat ditemukan tingkat stres terbanyak

adalah stres berat (25%) dan sangat berat (25%).

Berdasarkan data pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara tingkat stres dengan derajat sindroma dispepsia

pada penderita sindroma dispepsia secara statitsik dengan p value = 0,001.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 34


BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Analisis Univariat

6.1.1 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia Berdasarkan

Derajat Dispepsia

Data dari hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat sindroma dispepsia

yang paling banyak ditemukan adalah penderita sindroma dispepsia derajat

sedang, yaitu 53,3%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di RSUP M

Djamil pada tahun 2015 didapatkan bahwa penderita sindroma dispepsia

terbanyak adalah penderita sindroma dispepsia derajat sedang yaitu 45,7% (Sari,

2015). Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian Murni (2011) di RSUP M

Djamil didapatkan bahwa sindroma dispepsia derajat sedang merupakan jumlah

terbanyak, yaitu 67,5%.

Sindroma dispepsia derajat sedang dapat mengganggu aktifitas sehari-hari

dan mengakibatkan suatu dampak yang bermakna terhadap kualitas hidup dan

peningkatan biaya pengobatan. Sebagian besar pasien masih merasakan nyeri

abdomen dengan tingkat yang bermakna sehingga menghentikan aktifitas

sehari-hari dan pemberian terapi yang masih belum memuaskan (Pardiansyah dan

Yusran, 2011).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 35


6.1.2 Distribusi Frekuensi Penderita Sindroma Dispepsia Berdasarkan

Tingkat Stres

Data dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres pada penderita

sindroma dispepsia bervariasi yaitu tingkat stres normal (26,2 %), tingkat stres

berat (24,3%), tingkat stres ringan (18,7%), tingkat stres sedang (17,8%), dan

tingkat stres sangat berat (13,1%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat

stres sebagian besar responden adalah tingkat stres normal (26,2%).

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di

Bukittinggi yaitu penderita sindroma dispepsia banyak mengalami tingkat stres

ringan dan sedang masing-masing 40%, disusul tingkat stres berat dan normal

masing-masing 20%, terakhir tingkat stres sangat berat 0% (Chaidir dan Maulina,

2015). Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan karakteristik responden

kedua penelitian. Penelitian yang dilakukan di Bukittinggi memiliki karakteristik

umur <23 tahun dan pekerjaan mahasiswa, sedangkan penelitian ini memiliki

karakteristik umur bervariasi dengan responden terbanyak pada rentang usia

45-54 tahun.

Perbedaan karakteristik responden akan mempengaruhi tingkat stres

responden. Penelitian lain yang dilakukan di RSUP M Djamil pada tahun 2015

menunjukkan bahwa penderita sindroma dispepsia usia <45 tahun lebih banyak

mengalami stres (85,7%) dari pada yang tidak stres (14.3%) (Silvia, 2015).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 36


6.2 Analisis Bivariat

6.2.1 Hubungan tingkat stres dengan derajat sindroma dispepsia

Data hasil analisis statistik menggunakan uji korelasi Pearson didapatkan

nilai p = 0,001, ini berarti terdapat hubungan yang signifikan (p< 0,05). Hasil

analisis tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan tingkat stres dengan

derajat sindroma dispepsia pada penderita sindroma dispepsia di Puskesmas

Andalas. Adanya hubungan tingkat stres dengan derajat sindroma dispepsia ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Giorgi et al (2012) , tingkat stres

mempengaruhi keparahan dari gejala dispepsia pada penderita dispepsia, dimana

tingginya hormon stres seperti kortisol mempengaruhi derajat gejala dispepsia.

Hal ini sejalan dengan penelitian Murni (2011) bahwa terdapat perbandingan nilai

kortisol serum pada penderita dispepsia sedang dengan dispepsia berat,

didapatkan peningkatan kortisol serum pada penderita dispepsia berat

dibandingkan dispepsia sedang.

Peningkatan kortisol akan merangsang produksi asam lambung dan

menghambat prostaglandin, dengan demikian terjadi gangguan keseimbangan

antara peningkatan asam lambung (faktor agresif) dengan penurunan

prostaglandin (faktor defensif) sehingga menimbulkan keluhan sebagai

sindroma dispepsia (Djojoningrat, 2014).

Berdasarkan hasil analisis data didapatkan nilai r (koefisien korelasi) sebesar

0,307 yang menunjukkan eratnya hubungan tingkat stres dengan derajat sindroma

dispepsia pada penderita sindroma dispepsia. Hal tersebut sesuai dengan hasil

penelitian Khotimah dan Ariani (2012) bahwa tingkat stres merupakan pengaruh

paling besar terhadap kejadian sindroma dispesia, tingkat stres sedang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 37


mempengaruhi 10 kali lebih besar terhadap gejala sindroma dispepsia

dibandingkan tingkat stres ringan. Ini juga serupa dengan penelitian Susanti

(2011) bahwa tingkat stres berhubungan nyata dengan gejala dispepsia, yaitu

semakin tinggi tingkat stres maka akan berhubungan dengan sering munculnya

gejala dispepsia.

Tingkat stres mempunyai pengaruh dan hubungan yang erat terhadap derajat

sindroma dispepsia, semakin tinggi tingkat stres maka semakin tinggi risiko

untuk mengalami dispepsia, dan semakin tinggi tingkat stres maka semakin tinggi

pula derajat sindroma dispepsia pada penderita sindroma dispepsia.

6.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penelitian ini hanya melihat dari

tingkat stres dan derajat sindroma dispepsia, penelitian ini tidak melihat berbagai

penyebab dari sindroma dispepsia selain stres. Penelitian ini tidak mengkaji

faktor-faktor penyebab stres dan yang menyebabkan peningkatan tingkat stres.

Sehingga hasil penelitian belum mengambarkan secara keseluruhan keadaan

pasien sindroma dispepsia, meskipun penelitian ini memiliki keterbatasan tetapi

diharapkan tetap dapat memberikan manfaat terhadap upaya tatalaksana sindroma

dispepsia sehingga pasien sindroma dispepsia bisa ditatalaksana dengan optimal

dan juga diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi untuk

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan tingkat stres dan derajat

sindroma dispepsia.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 38


BAB 7

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka pada penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa :

1. Penderita sindroma dispepsia di Puskesmas Andalas lebih banyak

mengalami sindroma dispepsia derajat sedang.

2. Penderita sindroma dispepsia memiliki tingkat stres yang bervariasi,

dimana tingkat stres terbanyak adalah tingkat stres normal dan tingkat

stres berat.

3. Terdapat hubungan yang bermakna hubungan tingkat stres dengan derajat

sindroma dispepsia di Puskesmas Andalas.

7.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti ingin menyampaikan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Disarankan kepada tenaga medis dan dokter diharapkan dapat

meningkatkan pelayanan dan perawatan terhadap penanganan sindroma

dispepsia dengan tidak mengabaikan aspek psikologis dari penderita

sindroma dispepsia, sehingga penanganan sindroma dispepsia yang

disebabkan oleh stres dapat ditangani dengan baik.

2. Disarankan kepada tenaga medis dan dokter untuk memberikan edukasi

tentang manajemen stres pada penderita sindroma dispepsia.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 39


3. Disarankan kepada petugas pencatatan rekam medik untuk lebih

memperhatikan kelengkapan data pasien terutama alamat pasien sehingga

memudahkan peneliti lain yang akan menggunakan data rekam medik

sebagai data pendukung penelitian.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 40


DAFTAR PUSTAKA

Appendix B (2010). Rome III diagnostic criteria for functional gastrointestinal


disorders. http://www.romecriteria.org/criteria

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (2014). Info bpjs kesehatan. Edisi
XI. Jakarta:BPJS Kesehatan.
http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/1c406147f4e869a66664f9d
021e17fb4.pdf - Diakses pada tanggal 26 Maret 2016, pukul 22.30 WIB.

Chaidir R, Maulina H (2015). Hubungan tingkat stres dengan kejadian sindrom


dispepsia fungsional pada mahasiswa akhir prodi s1 keperawatan stikes
yarsi sumbar bukittinggi. Jurnal Ilmu Kesehatan ‘Afiyah. 2(2) : 1-6.

Crawford JR, Henry JD (2003). The depression anxiety stres scales (DASS):
Normative data and latent structure in a large non-clinical sample. British
Journal of Clinical Psychology, 42: 111-131.

Dahlan S (2014). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang


kedoteran dan kesehatan. Jakarta: CV Sagung Seto.

Damanik ED (2006). Pengujian reliabilitas, validitas, analisis item dan pembuatan


norma Depression Anxiety Stress Scale (DASS): Berdasarkan penelitian
pada kelompok sampel Yogyakarta dan Bantul yang mengalami gempa
bumi dan kelompok sampel Jakarta dan sekitarnya yang tidak mengalami
gempa bumi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok. Thesis.

Dinas Kesehatan Kota Padang (2015). Laporan data kesakitan dinas kesehatan
kota padang tahun 2015.

Djojodiningrat D (2014a). Dispepsia fungsional. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo


AW, Simadibrata M, Setyohadi B, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 1805-1810.

Djojodiningrat D (2014b). Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. In: Setiati


S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setyohadi B, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp:
1729-1736.

Dorland, WAN (2010). Kamus Kedokteran, Ed 31. EGC : Jakarta, p: 678

Drossman DA (2000). Rome II. The Functional Gastrointestinal disorders.


Diagnosis, pathophysiolgy and treatment: A multinational consenssus.
Degnon Associated.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 41


Fisher RS, Parkman PH (1998). Management of non ulcer dyspesia. The New
England Journal of Medicine. 19: 1376-1378.

Giorgi FD et al (2013). Increased severity of dyspeptic symptoms related to


mental stress is associated with sympathetic hyperactivity and enhanced
endocrine response in patients with postprandial distress syndrome.
Neurogastroenterol Motil. 25 (1) : 31 – e3

Hausken T. et al (1993). Low vagal tone and antral dysmotylity in patiens with
functional dyspepsia. Psychosomatic Medicine. 55: 12-22.

Hawari D (2008). Manajemen stres, cemas dan depresi. Edisi ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, pp: 23-33.

Hirlan (2014). Gastritis. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,


Setyohadi B, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 6th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 1768-1771.

Isnaeni DN (2010). Hubungan antara stres dengan pola menstruasi pada


mahasiswa d IV kebidanan jalur reguler universitas sebelas maret
surakarta.Jurusan Kebidanan Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret,Surakarta.

Kementerian Kesehatan (2007). Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan


Indonesia Tahun 2006. Depkes RI: Jakarta.

Kementerian Kesehatan (2011). Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan


Indonesia Tahun 2010. Depkes RI: Jakarta.

Kotimah N, Ariani Y (2012). Sindroma dispepsia mahasiswa fakultas keperawatan


universitas sumatera utara. Jurnal Keperawatan Holistik. 1(1) : 19- 24

Jones, M. P. (2003). Evaluation and treatment of dyspepsia. Postgraduate medical


journal, pp: 9-25.

Longstreth. (2004). Functional Dyspepsia. www.uptodate.com. Diakses pada


tanggal 20 maret 2016, pukul 20.00 WIB.

Lovibond PF, Lovibond SH (1995). Manual for the depression anxiety stres
scales. 2nd Ed. Sydney: Psychology Foundation.
http://drrepole.com/clients/16465/documents/Depression-Anxiety-and-Str
es-Questionnaire.pdf-Diakses pada tanggal 20 Maret 2016, pukul 18:51
WIB.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 42


Madiyono B, Mz MS, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH (2014).
Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto, pp:
352-386.
Martin DS, Quigley EMM (2011). The definition of dyspepsia. In: Duvnjak M,
editor. Dyspepsia in clinical practice. Zagreb: Springer.

Murni AW (2010). Hubungan depresi dengan infeksi Helicobacter pylori serta


perbedaan gambaran histopatologi mukosa lambung pada penderita
dispepsia fungsional. Universitas Indonesia, Jakarta. Thesis.

Murni AW (2011). Plasma cortisol levels in dyspepsia with psychosomatic. The


21st World Congress On Psychosomatic Medicine.
http://repository.unand.ac.id/18327/1/PLASMA%20CORTISOL%20LEV
ELS%20IN%20DYSPEPSIA.pdf- diakses pada tanggal 3 maret 2016,
pukul 20.30 WIB

Nesia EP (2012). Hubungan antara stres dengan sindroma dispepsia pada


mahasiswi fakultas kedokteran universitas syiah kuala banda aceh.
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Banda Aceh. Skripsi.

Pariante CM (2007). Depression, stress and the adrenal axis. British Sociaty for
Neuroendrokinology.

Rahmaika BD (2014). Hubungan antara stres dengan kejadian dispepsia di


puskesmas purwodiningratan jebres surakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi.

Ringel Y (2013). Functional Dyspepsia. UNC Division of Gastroenterology and


Hepatology, pp: 1-4

Pardiansyah R, Yusran M (2016). Upaya pengelolaan dispepsia dengan


pendekatan pelayanan dokter keluarga. J Medula Unila, 5 (2) : 86-90.

Rasmun (2004). Stres, koping, dan adaptasi. Jakarta : Sagung Seto, pp: 9-26

Rome Foundation (2006). Rome III diagnostic criteria for functional


gastrointestinal disorders.
http://www.romecriteria.org/assets/pdf/19_RomeIII_apA_885-898.pdf-
diakses pada tanggal 3 april 2016, pukul 21.00 WIB.

Sari UL (2015). Hubungan derajat sindroma dispepsia dengan kualitas hidup


pada pasien dispepsia fungsional di rsup m djamil. Universitas Andalas.
Skripsi.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja.edisi keenam. Alih


bahasa, Shinto BA; Sherly Saragih.Editor, dkk. Jakarta: Erlangga,.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 43


Sastroasmoro S, Ismael S (2014). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.
Jakarta: Sagung Seto.

Selye H (1950). The physiology and pathology of exposure to stress. Montreal.


Acra Medical publishing.

Shaukat A, Wang A, Acosta RD, Bruining DH, Chandrasekhara V, Chathadi KV,


et al., (2015). The role of endoscopy in dyspepsia. J Gie 82 (2): 227-232.

Silvia P (2015). Hubungan karakteristik dengan stres pada penderita dispepsia


fungsional di bagian ilmu penyakit dalam rsup dr m djamil padang.
Universitas Andalas. Skripsi.

Susanti A, Briawan D, Uripi Vera (2011). Faktor risiko dispepsia mahasiswa


institut pertanian bogor. Jurnal Kedokteran Indonesia. 2 (1) : 80-91

Tarigan CJ (2003). Perbedaan depresi pada pasien dispepsia fungsional dan


dispepsia organik. Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Tim Skripsi FK Unand (2016). Pedoman umum penulisan skripsi mahasiswa.


Padang: Andalas University Press.

Yazdanpanah K, Moghimi N, Yousefinejad V, Ghaderi E, Azizi A, Nazem SF


(2012). Dyspepsia prevalence in general population aged over 20 in the
west part of iran. Journal of Pakistan Medical Association. 62 (7) :
672-676

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 44


Lampiran 1

Jadwal Kegiatan

Bulan
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pengesahan Judul
2 Pembuatan Proposal
3 Ujian Proposal
4 Revisi Proposal & Penelitian
5 Ujian Skripsi
6 Revisi Skripsi & Memperbanyak
Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 45


Lampiran 2

Biaya Penelitian

No Kegiatan Biaya (Rp)


1 Observasi 0
2 Transpostasi (Angkot)(40 hari x @8000) 100.000
3 Pengambilan Data 0
4 Bahan Habis Pakai (Bensin 3L x @7000) 100.000
5 Penelitian (Fotokopi Kuesioner 107 x @3000) 320.000
6 Perbanyak Proposal dan Skripsi 400.000
TOTAL 920.000
BIAYA

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 46


Lampiran 3

FORMULIR PENJELASAN UNTUK PASIEN

Judul Penelitian

Hubungan Tingkat Stres dengan Derajat Dispepsia di Puskesmas Andalas

Peneliti : Putri Syeli

Sebelum anda nenyatakan setuju ikut serta dalam penelitian ini, mohon untuk

membaca dan memahami semua informasi berikut. Bila ada sesuatu yang tidak

jelas atau tidak dipahami dapat meminta penjelasan lebih lanjut pada peneliti.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penlitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan

tingkat stres seseorang yang mengalami sindroma dispepsia dengan derajat

dispepsia, sindroma dispepsia merupakan kumpulan gejala keluhan/kumpulan

gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual,

muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa. Stres merupakan

salah satu hal yang menimbulkan sindroma dispepsia. Tingkat stres dikategorikan

menjadi normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Sedangkan derajat

dispepsia dikategorikan menjadi dispepsia ringan, sedang,dan berat. Sehingga

dari hasil penelitian nanti dapat kemungkinan ada hubungan tingkat stres dengan

derajat dispepsia.

Cara Penelitian

Anda akan diwawancarai mengenai keluhan-keluhan yang berkaitan dengan

sindroma dispepsia yang anda rasakan. Kemudian dilanjutkan dengan wawancara

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 47


untuk menilai tingkat stres menggunakan kuesioner DASS 42 yang terdiri dari 14

pertanyaan.

Manfaat yang Anda Dapatkan

Manfaat yang bisa anda dapatkan dari penelitian ini adalah anda dapat

mengetahui tingkat stres yang anda alami, anda dapat mengetahui derajat

sindroma dispepsia yang anda derita.

Risiko dan Efek yang Tidak diharapkan

Secara umum, penelitian ini tidak ada risiko dalam mengikuti penelitian ini.

Aturan lain Selama Penelitian

Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan sangat diperlukan kerelaan dan

kejujuran Anda dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Keberhasilan

penelitian ini akan sangat ditentukan oleh partisipasi Anda dalam menjawab

pertanyaan sejelas-jelasnya dan sejujur-jujurnya. Selama penelitian ini Anda tidak

dipungut biaya apapun.

Kondisi Keikutsertaan

Keikutsertaan Anda pada penelitian ini sepenuhnya bersifat sukarel.

Keputusan Anda tidak akan mempengaruhi perawatan kesehatan yang Anda

terima dari dokter. Anda bebas untuk menanyakan pertanyaan sebelum dan

selama penelitian ini kepada peneliti.

Kerahasiaan

Identitas Anda dalam penelitian ini bersifat rahasia. Anda setuju bahwa data-data

tersebut dapat dipakai oleh mereka yang terkait dengan penelitian ini dengan

sepengetahuan peneliti.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 48


Lampiran 4

PERSETUJUAN IKUT SERTA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No HP / telepon :

Setuju untuk ikut serta pada penelitian “HUBUNGAN TINGKAT STRES

DENGAN DERAJAT DISPEPSIA DI PUSKESMAS ANDALAS”.

Saya telah diberi penjelasan lengkap oleh Putri Syeli yang melakukan penelitian

mengenai tujuan dan manfaat penelitian ini.

Saya setuju bahwa data-data tersebut dapat diperiksa oleh mereka yang terkait

dengan penelitian ini atas sepengetahuan peneliti.

Tanda tangan peneliti Tanda tangan pasien

( Putri Syeli ) (................................)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 49


Lampiran 5

Pedoman Skor Dispepsia

Dalam dua minggu terakhir apakah anda mengalami

No 0 1 2 3

1 Rasa sakit di ulu hati

2 Rasa tidak enak di perut


bagian atas

3 Rasa kembung

4 Mual

5 Muntah

6 Sendawa

Nilai:

0. Tidak ada keluhan

1. Ringan, tidak mengganggu aktifitas

2. Keluhan sedang, mengganggu aktifitas sedang

3. Keluhan berat, butuh perawatan di RS

Hasil:

Dispepsia Ringan skor 1–6

Dispepsia Sedang skor 7 – 12

Dispepsia Berat 13 - 18

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 50


Lampiran 6

TES DASS 42

Petunjuk Pengisian
Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan
pengalaman Bapak/Ibu/Saudara dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari.
Terdapat empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu:
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.
1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang kadang.
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau
lumayan sering.
3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.
Selanjutnya, Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk menjawab dengan cara
memberi tanda silang (X) pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan
pengalaman Bapak/Ibu/Saudara selama satu minggu belakangan ini. Tidak
ada jawaban yang benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan
diri Bapak/Ibu/Saudara yang sesungguhnya, yaitu berdasarkan jawaban pertama
yang terlintas dalam pikiran Bapak/Ibu/ Saudara.

No PERNYATAAN 0 1 2 3
Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal
1
sepele.
2 Saya merasa bibir saya sering kering.
3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif.
Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya: seringkali
4 terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya).
Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu
5
kegiatan.
6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.
7 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau ’copot’).
8 Saya merasa sulit untuk bersantai.
Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang
9 membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa
sangat lega jika semua ini berakhir.
Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa
10
depan.
11 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 51


Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa
12
cemas.
13 Saya merasa sedih dan tertekan.
Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika
14 mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas,
menunggu sesuatu).

15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan.


16 Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal.
Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang
17
manusia.
18 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.
Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan
19 berkeringat), padahal temperatur tidak panas atau tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya.
20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.
21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.
22 Saya merasa sulit untuk beristirahat.
23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan.
Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai hal
24
yang saya lakukan.
Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak sehabis
25 melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa detak jantung
meningkat atau melemah).
26 Saya merasa putus asa dan sedih.
27 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.
28 Saya merasa saya hampir panik.
Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat saya
29
kesal.
Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh tugas-tugas
30
sepele yang tidak biasa saya lakukan.
31 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun.
Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan terhadap
32
hal yang sedang saya lakukan.
33 Saya sedang merasa gelisah.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 52


34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga.
Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi
35
saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.
36 Saya merasa sangat ketakutan.
37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.
38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti.
39 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.
Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin
40
menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri.
41 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan).
Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam
42
melakukan sesuatu.

(sumber : Damanik, 2008)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 53


Lampiran 7

Pertanyaan Mengenai Tingkat Stres

Petunjuk Pengisian

Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan

pengalaman Anda dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Terdapat empat

pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu:

0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.

1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang kadang.

2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau

lumayan

sering.

3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.

Selanjutnya, Anda diminta untuk menjawab dengan cara memberi tanda

silang (X) pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman Anda

selama satu minggu belakangan ini. Tidak ada jawaban yang benar ataupun

salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri Anda yang sesungguhnya,

yaitu berdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam pikiran Anda.

No PERNYATAAN 0 1 2 3
Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal
1
sepele.
2 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.
3 Saya merasa sulit untuk bersantai.
4 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.
5 Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 54
cemas.
Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika mengalami
6
penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas, menunggu sesuatu).
7 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.
8 Saya merasa sulit untuk beristirahat.
9 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.
Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat saya
10
kesal.
Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan terhadap hal
11
yang sedang saya lakukan.
12 Saya sedang merasa gelisah.
Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi saya
13
untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.
14 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 55


Lampiran 8 (Master Tabel)

Nama Stres Dispepsia Nama Stres Dispepsia

A1 11 (normal) 8 (sedang) 36 (sangat


G2 berat)
16 (berat)
B1 4 (normal) 3 (ringan)
H2 15 (ringan) 6 (ringan)

C1 23 (sedang) 4 (ringan) I2 25 (sedang) 6 (ringan)

D1 12 (normal) 8 (sedang) J2 18 (ringan) 6 (ringan)

E1 12 (normal) 15 (berat) K2 13 (normal) 7 (sedang)

F1 13 (normal) 4 (ringan) L2 8 (normal) 8 (sedang)

G1 2 (normal) 3 (ringan) M2 25 (sedang) 11 (sedang)

H1 25 (sedang) 9 (sedang) N2 2 (normal) 6 (ringan)

I1 27 (berat) 6 (ringan) O2 3 (normal) 12 (sedang)

J1 28 (berat) 6 (ringan) P2 5 (normal) 6 (ringan)

K1 21 (sedang) 5 (ringan)
Q2 14 (normal) 11 (sedang)
L1 26 (berat) 7 (sedang)
36 (sangat
R2 berat)
15 (berat)
M1 15 (ringan) 12 (sedang)
36 (sangat S2 24 (sedang) 9 (sedang)
N1 berat)
7 (sedang)
35(sangat
O1 19 (sedang) 7 (sedang) T2 berat))
14(berat)

P1 28 (berat) 9 (sedang) U2 28 (berat)) 15(berat)

Q1 18 (ringan) 8 (sedang)
V2 33 (berat) 18 (berat)
R1 30 (berat) 16 (berat)
36 (sangat W2 24 (sedang) 10 (sedang)
S1 berat)
12 (sedang)
38 (sangat
T1 18 (ringan) 10 (berat) X2 berat)
12 (sedang)

U1 32 (berat) 12 (sedang) Y2 22 (sedang) 11 (sedang)

V1 17 (ringan) 6 (ringan)
Z2 15 (ringan) 12 (sedang)
W1 27 (berat) 8 (sedang) 39 (sangat
A3 berat)
6 (ringan)
X1 16 (ringanl) 18 (berat)
B3 25 (sedang) 18 (berat)
Y1 19 (sedang) 7 (sedang)

Z1 15 (ringan) 2 (berat) C3 14 (normal) 5 (ringan)

A2 28 (berat) 11 (sedang) D3 2 (normal) 10 (sedang)

B2 22 (sedang) 10 (sedang)
E3 11 (normal) 6 (ringan)
C2 28 (berat) 11 (sedang)
F3 24 (sedang) 10 (sedang)
D2 18 (ringan) 4 (ringan)

E2 16(ringan) 9 (berat) G3 25 (sedang) 7 (sedang)

F2 26 (berat) 7 (sedang) H3 30 (berat) 12 (sedang)

I3 12 (normal) 14 (berat)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 56


J3 14 (normal) 15 (berat) G4 30 (berat) 18 (berat)

K3 15 (ringan) 9 (sedang) H4 14 (normal) 11 (sedang)

L3 27 (berat) 7 (sedang) I4 27 (beratl) 14(berat)

41 (sangat
M3 berat)
10 (sedang) J4 2 (normal) 2 (ringan)

N3 3 (normal) 9 (sedang) K4 18(ringan) 18(berat)

O3 32 (berat) 6 (ringan) L4 33 (berat) 12 (sedang)

P3 7 (normal) 8 (sedang) M4 29 (berat) 11 (sedang)

Q3 13 (normal) 9 (sedang) N4 18 (ringan) 12 (sedang)

R3 16(ringan) 15(berat) O4 0 (normal) 9 (sedang)

S3 31 (berat) 8 (sedang) P4 12 (normal) 18 (berat)

T3 15 (ringan) 10 (sedang) Q4 23 (sedang) 6 (ringan)

35 (sangat
U3 berat)
10 (sedang) R4 24 (sedang) 12 (sedang)

V3 30 (berat) 8 (sedang) S4 29 (berat) 6 (ringan)

38 (sangat
W3 18 (ringan) 12 (sedang) T4 berat)
18 (berat)

34 (sangat
X3 12 (normal) 10 (sedang) U4 berat)
6 (ringan)

Y3 17(ringan) 15(berat) V4 17 (ringan) 6 (ringan)

Z3 28 (berat) 10 (Sedang) W4 7 (normal) 4 (ringan)

34 (sangat
A4 berat)
18 (berat) X4 20(sedang) 17(berat)

B4 14 (normal) 3 (ringan) Y4 30 (berat) 12 (sedang)

35(sangat
C4 18 (ringan) 16 (berat) Z4 berat))
12 (ringan)

36 (sangat
D4 berat)
16 (berat) A5 25 (sedang) 13 (berat)

E4 8 (normal) 11 (sedang) B5 24 (sedang) 7 (sedang)

F4 30 (berat) 13 (berat) C5 30 (berat) 9 (sedang)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 57


Lampiran 9

Frequencies

Statistics

stres2 dispepsia2

N Valid 107 107

Missing 0 0

Frequency Table

stres2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid berat 26 24.3 24.3 24.3

normal 28 26.2 26.2 50.5

ringan 20 18.7 18.7 69.2

sangat berat 14 13.1 13.1 82.2

sedang 19 17.8 17.8 100.0

Total 107 100.0 100.0

dispepsia2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid berat 24 22.4 22.4 22.4

ringan 26 24.3 24.3 46.7

sedang 57 53.3 53.3 100.0

Total 107 100.0 100.0

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 58


Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

stres2 * dispepsia2 107 100.0% 0 .0% 107 100.0%

stres2 * dispepsia2 Crosstabulation

dispepsia2

berat ringan sedang Total

stres2 Berat Count 6 4 16 26

% within dispepsia2 25.0% 15.4% 28.1% 24.3%

normal Count 4 10 14 28

% within dispepsia2 16.7% 38.5% 24.6% 26.2%

ringan Count 5 6 9 20

% within dispepsia2 20.8% 23.1% 15.8% 18.7%

sangat berat Count 6 2 6 14

% within dispepsia2 25.0% 7.7% 10.5% 13.1%

sedang Count 3 4 12 19

% within dispepsia2 12.5% 15.4% 21.1% 17.8%

Total Count 24 26 57 107

% within dispepsia2 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 59


Correlations

Correlations

stres dispepsia

Stres Pearson Correlation 1 .307**

Sig. (2-tailed) .001

N 107 107

Dispepsia Pearson Correlation .307** 1

Sig. (2-tailed) .001

N 107 107

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 60

Anda mungkin juga menyukai