Anda di halaman 1dari 6

EVIDENCE BASE MEDICINE DALAM SEGALA ASPEK

Sebagai tugas MKU

Oleh:

dr.Ira Anggraini & dr. Siti Sarah

Pembimbing:

Prof. Dr.dr. Dessy Rakhmawati Emril,Sp.S (K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

KELUARGA LAYANAN PRIMER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH


KUALA DARUSSALAM

BANDA ACEH

2024
Tugas Ketiga :
Jelaskan menurut anda semua, apa pentingnya EBM dalam segala aspek ?

Jawab :
Riset dan Penelitian tidak pernah lepas dalam perjalanan pendidikan dan karir
mahasiswa kedokteran atau setelah berprofesi sebagai dokter. Evidence based medicine telah
ditanamkan berulang-ulang agar dalam memberikan terapi, para dokter nantinya mengikuti
langkah ilmiah yang tepat. Oleh karena itu, memahami peran sebagai calon dokter dan insan
cendekia serta memanfaatkan fasilitas kampus yang ada seperti diharapkan dapat membantu
para mahasiswa untuk berperan aktif dan ikut andil dalam dunia evidence based medicine dan
penelitian Indonesia.

Pengobatan berbasis bukti (EBM) menggunakan metode ilmiah untuk mengatur dan
menerapkan data terkini guna meningkatkan keputusan perawatan kesehatan. Dengan
demikian, ilmu pengetahuan terbaik yang ada digabungkan dengan pengalaman klinis
profesional kesehatan dan nilai-nilai pasien untuk menghasilkan keputusan medis terbaik bagi
pasien. Ada 5 langkah utama untuk menerapkan EBM pada praktik klinis.

 Mendefinisikan pertanyaan yang relevan secara klinis


 Mencari bukti terbaik
 Menilai bukti secara kritis
 Menerapkan bukti
 Mengevaluasi kinerja EBM

EBM dimulai dengan pertanyaan klinis. Pertanyaan klinis adalah masalah yang ditangani
oleh penyedia layanan kesehatan dengan pasien. Setelah pertanyaan klinis dirumuskan, dicari
bukti ilmiah yang relevan, yang berkaitan dengan pertanyaan klinis tersebut. Bukti ilmiah
mencakup hasil studi dan opini. Tidak semua data mempunyai kekuatan yang sama.
Rekomendasi dari seorang ahli tidaklah sekuat hasil penelitian yang dilakukan dengan baik,
tidak pula sebaik hasil serangkaian penelitian yang dilakukan dengan baik. Jadi dalam
pengobatan berbasis bukti, tingkat bukti atau data harus dinilai berdasarkan kekuatan
relatifnya. Bukti yang lebih kuat harus diberikan bobot lebih ketika membuat keputusan klinis.

EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih baik agar
diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien, dengan cara memadukan
bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien. Penggunaan bukti ilmiah
terbaik memungkinkan pengambilan keputusan klinis yang lebih efektif, aman, bisa diandalkan
(reliable), efisien, dan cost-effective. Dua strategi digunakan untuk merealisasi tujuan EBM.
Pertama, EBM mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis berbasis bukti terbaik,
yaitu bukti dari riset yang menggunakan metodologi yang benar. Metodologi yang benar
diperoleh dari penggunaan prinsip, konsep, dan metode kuantitatif epidemiologi. Pengambilan
keputusan klinis yang didukung oleh bukti ilmiah yang kuat memberikan hasil yang lebih bisa
diandalkan. Dengan menggunakan bukti-bukti yang terbaik dan relevan dengan masalah pasien
atau sekelompok pasien, dokter dapat memilih tes diagnostik yang berguna, dapat
mendiagnosis penyakit dengan tepat, memilih terapi yang terbaik, dan memilih metode yang
terbaik untuk mencegah penyakit. Beberapa dokter mungkin berargumen, mereka telah
menggunakan bukti‖ dalam membuat keputusan. Apakah bukti tersebut merupakan bukti yang
baik? Tidak. Bukti‖ yang diklaim kebanyakan dokter hanya merupakan pengalaman
keberhasilan terapi yang telah diberikan kepada pasien sebelumnya, nasihat mentor/ senior/
kolega, pendapat pakar, bukti yang diperoleh secara acak dari artikel jurnal, abstrak, seminar,
simposium. Bukti itu merupakan informasi bias yang diberikan oleh industri farmasi dan
detailer obat. Sebagian dokter menelan begitu saja informasi tanpa menilai kritis kebenarannya,
suatu sikap yang disebut gullible yang menyebabkan dokter poorly-informed dan tidak
independen dalam membuat keputusan medis.

Poin Penting

 Pengobatan berbasis bukti (EBM) adalah penggunaan bukti penelitian terbaik secara
tepat waktu, kritis, dan sistematis dalam perawatan klinis.

 EBM mengandalkan tiga prinsip:


a. Praktik klinis yang optimal memerlukan pengetahuan tentang bukti terbaik.
b. Menilai kualitas dan kepercayaan bukti sangatlah penting.
c. Bukti saja tidak pernah cukup untuk membuat keputusan akhir.

 Sumber daya EBM membantu kami menemukan bukti terbaik.

 Pedoman klinis berbasis bukti adalah sumber EBM yang berharga, yang merupakan
pernyataan yang dikembangkan secara sistematis yang bertujuan untuk membantu
dokter dan pasien membuat keputusan mengenai situasi klinis tertentu.

LANGKAH LANGKAH EVIDENCE BASED MEDICINE

Evidence based medicine dapat dipraktekkan pada berbagai situasi, khususnya jika timbul
keraguan dalam hal diagnosis, terapi, dan penatalaksanaan pasien. Adapun langkah-langkah
dalam EBM adalah:

1. Memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berkaitan dengan masalah penyakit yang


diderita oleh pasien.
2. Penelusuran informasi ilmiah (evidence) yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi.
3. Penelaahan terhadap bukti-bukti ilmiah yang ada.
4. Menerapkan hasil penelaahan bukti-bukti ilmiah ke dalam praktek pengambilan
keputusan.
5. Melakukan evaluasi terhadap efikasi dan efektivitas intervensi.
Langkah I. Memformulasikan pertanyaan ilmiah

Setiap saat seorang dokter menghadapi pasien tentu akan muncul pertanyaan-pertanyaan ilmiah
yang menyangkut beberapa hal, seperti diagnosis penyakit, jenis terapi yang paling tepat,
faktor- faktor resiko, prognosis, hingga upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah yang dijumpai pada pasien.

Dalam situasi tersebut diperlukan kemampuan untuk mensintesis dan menelaah beberapa
permasalahan yang ada. Sebagai contoh, dalam skenario 1 disajikan suatu kasus dan bentuk
kajiannya.

Pertanyaan-pertanyaan yang mengawali EBM selain dapat berkaitan dengan diagnosis,


prognosis, terapi, dapat juga berkaitan dengan resiko efek iatrogenik, kualitas pelayanan
(quality of care), hingga ke ekonomi kesehatan (health economics). Idealnya setiap issue yang
muncul hendaknya bersifat spesifik, berkaitan dengan kondisi pasien saat masuk, bentuk
intervensi terapi yang mungkin, dan luaran (outcome) klinik yang dapat diharapkan.

Jenis-jenis pertanyaan klinik

Secara umum terdapat 2 jenis pertanyaan klinik yang biasa diajukan oleh seorang praktisi
medik atau klinisi pada saat menghadapi pasien.

Pertama, yang disebut dengan “background question” merupakan pertanyaan-pertanyaan


umum yang berkaitan dengan penyakit.

Langkah II. Penelusuran informasi ilmiah untuk mencari “evidence”

Setelah formulasi permasalahan disusun, langkah selanjutnya adalah mencari dan mencoba
menemukan bukti-bukti ilmiah yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Untuk
ini diperlukan keterampilan penelusuran informasi ilmiah (searching skill) serta kemudahan
akses ke sumber-sumber informasi. Penelusuran kepustakaan dapat dilakukan secara manual
di perpustakaan- perpustakaan Fakultas Kedokteran atau rumahsakit-rumahsakit pendidikan
dengan mencari judul-judul artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam
jurnal-jurnal.

Pada saat ini terdapat lebih dari 25.000 jurnal biomedik di seluruh dunia yang dapat di-akses
secara manual melalui bentuk cetakan (reprint). Dengan berkembangnya teknologi informasi,
maka penelusuran kepustakaan dapat dilakukan melalui internet dari perpustakaan, kantor-
kantor, warnet-warnet (warung internet), bahkan di rumah, dengan syarat memiliki komputer
dan seperangkat modem, serta saluran telepon untuk mengakses internet.

Langkah III. Penelaahan terhadap bukti ilmiah (evidence) yang ada

Dalam tahap ini seorang klinisi atau praktisi dituntut untuk dapat melakukan penilaian
(appraisal) terhadap hasil-hasil studi yang ada. Tujuan utama dari penelaahan kritis ini adalah
untuk melihat apakah bukti-bukti yang disajikan valid dan bermanfaat secara klinis untuk
membantu proses pengambilan keputusan. Hal ini penting, mengingat dalam kenyataannya
tidak semua studi yang dipublikasikan melalui majalah (jurnal-jurnal) internasional memenuhi
kriteria metodologi yang valid dan reliabel.
Untuk mampu melakukan penilaian secara ilmiah, seorang klinisi atau praktisi harus
memahami metode yang disebut dengan “critical appraisal” atau “penilaian kritis” yang
dikembangkan oleh para ahli dari Amerika Utara dan Inggris. Critical appraisal ini dilengkapi
dengan pertanyaan-pertanyaan kunci untuk menjaring apakah artikel-artikel yang kita peroleh
memenuhi kriteria sebagai artikel yang dapat digunakan untuk acuan.

Langkah IV. Penerapan hasil penelaahan ke dalam praktek

Dengan mengidentifikasi bukti-bukti ilmiah yang ada tersebut, seorang klinisi dapat langsung
menerapkannya pada pasien secara langsung atau melalui diskusi-diskusi untuk menyusun
suatu pedoman terapi. Berdasarkan informasi yang ada, maka dapat saja pada Skenario 1
diputuskan untuk segera memulai terapi dengan warfarin. Ini tentu saja didasarkan pada
pertimbangan resiko dan manfaat (risk-benefit assessment) yang diperoleh melalui penelusuran
bukti-bukti ilmiah yang ada.

Dalam Tabel Levels of evidence dipresentasikan derajat evidence, yaitu kategorisasi untuk
menempatkan evidence berdasarkan kekuatannya.

Evidence level 1a, misalnya, merupakan evidence yang diperoleh dari meta-analisis terhadap
berbagai uji klinik acak dengan kontrol (randomized controlled trials). Evidence level 1a ini
dianggap sebagai bukti ilmiah dengan derajat paling tinggi yang layak untuk dipercaya.

Tabel Levels of evidence

Langkah V. Follow-up dan evaluasi


Tahap ini harus dilakukan untuk mengetahui apakah current best evidence yang digunakan
untuk pengambilan keputusan terapi bermanfaat secara optimal bagi pasien, dan memberikan
resiko yang minimal. Termasuk dalam tahap ini adalah mengidentifikasi evidence yang lebih
baru yang mungkin bisa berbeda dengan apa yang telah diputuskan sebelumnya. Tahap ini juga
untuk menjamin agar intervensi yang akhirnya diputuskan betul-betul memberi manfaat yang
lebih besar dari resikonya (“do more good than harm”). Rekomendasi mengenai keputusan
terapi yang paling baik dibuat berdasarkan pengalaman klinik dari kelompok ahli yang
menyusun pedoman pengobatan.

Kesimpulan

Kedokteran berbasis bukti adalah bidang yang terus berkembang yang mengintegrasikan
kedokteran klinis dengan penemuan ilmiah. Selama 2 dekade terakhir, EBM telah memperbaiki
hierarki studi piramidal tradisional untuk menciptakan evaluasi kualitas studi yang dinamis dan
lebih akurat. Pedoman praktik klinis, bila dibuat dengan menggunakan metodologi yang tepat,
dapat membantu memandu dokter dan menghasilkan peningkatan hasil pasien. Integrasi EBM
ke dalam praktik sehari-hari memerlukan pemahaman tentang tingkat bukti dan proses
pembuatan rekomendasi klinis. Penyedia layanan kesehatan wajib menerapkan bukti dan
pedoman secara tepat kepada masing-masing pasien dan berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan bersama, dengan memasukkan nilai-nilai dan preferensi pasien,
sebelum bersama-sama sampai pada keputusan akhir pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai