Anda di halaman 1dari 25

Konsep Evidence

Based Practice part 2

Bdn.Rahma Kusuma Dewi,ST.,SST.,M.P.H


Mengapa evidence based
practice diperlukan dalam
bidang kesehatan?
Karena…

Informasi harus selalu diperbarui Informasi-informasi tradisional


(update) mengenai diagnosis, (misalnya yang terdapat dalam
prognosis, terapi, pencegahan, promotif textbook) sudah sangat tidak adekuat
dan rehabilitatif yang sangat pada saat ini, beberapa justru sering
dibutuhkan dalam praktek sehari-hari keliru dan menyesatkan

Dengan bertambahnya pengalaman klinik seseorang,


Dengan meningkatnya jumlah pasien,
maka kemampuan/ketrampilan untuk mendiagnosis dan
waktu yang diperlukan untuk pelayanan
menetapkan bentuk terapi (clinical judgement) juga
semakin banyak. Akibatnya, waktu
meningkat. Namun pada saat yang bersamaan,
yang dimanfaatkan untuk meng-update
kemampuan ilmiah serta kinerja klinik menurun secara
ilmu menjadi berkurang
bermakna (signifikan)
EBP merupakan perpaduan antara:
1. Best research evidence
Bukti-bukti ilmiah harus berasal dari penelitian yang dilakukan dengan metodologi yang terpercaya
dan dilakukan secara benar. Penelitian juga harus menggunakan variabel yang dapat diukur dan
dinilai secara obyektif dan menggunakan metode pengukuran yang dapat menghindari resiko
“bias” dari peneliti.
2. Clinical expertise
Untuk menjabarkan evidence based diperlukan suatu keterampilan klinik (clinical skills) yang
memadai, termasuk keterampilan untuk secara cepat mengidentifikasi kondisi pasien dan
menentukan diagnosis secara cepat dan tepat, mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang
menyertai serta memperkirakan kemungkinan manfaat dan resiko dari bentuk intervensi yang akan
diberikan.
3. Patient values
Setiap pasien, dari manapun berasal, dari suku atau agama apapun, tentu mempunyai nilai-nilai
yang unik tentang status kesehatan dan penyakitnya. Pasien juga tentu mempunyai harapan-
harapan atas upaya penanganan dan pengobatan yang diterimanya. Hal ini harus dipahami benar
oleh seorang klinisi atau praktisi medis, agar setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan,
selain dapat diterima dan didasarkan pada bukti-bukti ilmiah, juga mempertimbangkan nilai-nilai
subyektif yang dimiliki oleh pasien.
Evidence based practice
merupakan suatu cara pendekatan
ilmiah yang digunakan untuk
pengambilan keputusan terapi.
Maka dari itu perlu diuji
kebenarannya untuk mendapatkan
hasil penelitian yang selain update
juga dapat digunakan sebagai
dasar untuk pengambilan
keputusan.
Langkah-langkah dalam Proses EBP

Menumbuhkan semangat penyelidikan Evaluasi hasil dari perubahan praktek Menyebarluaskan hasil (disseminate
(inquiry) setelah penerapan EBP outcome)

Mengintegrasikan bukti dengan keahlian


Mengajukan pertanyaan PICO(T)
klinis dan pilihan pasien untuk membuat
question keputusan klinis terbaik

Melakukan penilaian (appraisal)


Mencari bukti-bukti terbaik
terhadap bukti-bukti yang ditemukan
1. Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry)

• Semangat untuk melakukan penyelidikan terhadap


kejadian yang ditemui dalam praktek
• Dalam menerapkan EBP perlu dukungan dari
administrasi dan kepemimpinan, serta motivasi
dan konsistensi individu itu sendiri
2. Mengajukan pertanyaan PICO(T) question
P (patient atau populasi)
I (intervention atau tindakan atau pokok persoalan
yang menarik)
C (comparison intervention atau intervensi yang
dibandidngkan)
O (outcome atau hasil)
T (time frame atau kerangka waktu)
3. Mencari bukti-bukti terbaik
• Kata kunci yang sudah disusun dengan
menggunakan PICO(T) digunakan untuk memulai
pencarian bukti terbaik.
• Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence
atau bukti terbaik adalah metaanalysis dan
systematic riview.
4. Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang
ditemukan
Level atau tingkat critical appraisal sangat dipengaruhi oleh
kedalaman dan pemahaman individu dalam menilai evidence
• Sarjana (S1) : mengidentifikasi langkah-langkah proses penelitian
kuantitatif, mengidentifikasi bagian dari penelitian qualitatif
• Master (S2) : menentukan tingkat kekuatan dan kelemahan
penelitian kuantitatif dan kualitatif, evalauasi tingkat
kepercayaan, makna serta kontribusi penelitian dalam praktek
kebidanan
• Doktor (S3) : Sintesis berbagai penelitian melalui meta-analysis,
systematic review serta mix methode sistematic review
5. Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan
pasien untuk membuat keputusan klinis terbaik

• Sesuai dengan definisi dari EBP, untuk mengimplementasikan EBP


ke dalam praktik klinis kita harus bisa mengintegrasikan bukti
penelitian dengan informasi lainnya.

• Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan pengetahuan yang kita
miliki, ataukah dari pilihan dan nilai yang dimiliki oleh pasien.

• Selain itu juga, menambahkan penelitian kualitatif mengenai


pengalaman atau perspektif klien bisa menjadi dasar untuk
mengurangi resiko kegagalan dalam melakukan intervensi terbaru.
6. Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah
penerapan EBP

Evaluasi terhadap pelaksanaan evidence based sangat


perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif
evidence yang telah diterapkan, apakah perubahan yang
terjadi sudah sesuai dengan hasil yang diharapkan dan
apakah evidence tersebut berdampak pada peningkatan
kualitas kesehatan pasien.
7. Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)

Langkah terakhir dalam evidence based practice


adalah menyebarluaskan hasil. Jika evidence yang
didapatkan terbukti mampu menimbulkan perubahan
dan memberikan hasil yang positif maka hal tersebut
tentu sangat perlu dan penting untuk dibagi.
Kategori EBP menurut WHO

Evidence based Evidence based Evidence based Evidence based


medicine policy midwifery report

Bentuk penulisan laporan kasus


Pemberian informasi obat- Pemberian informasi kebidanan yang baru berkembang,
Sistem peningkatan mutu
obatan berdasarkan bukti dari berdasarkan bukti dari memperlihatkan bagaimana
pelayanan kesehatan dan
penelitian yang bisa penelitian yang bisa hasil penelitian dapat
kedokteran.
dipertanggungjawabkan. dipertanggungjawabkan diterapkan pada semua tahapan
penatalaksanaan pasien.
Evidence
Based
Medicine
(EBM)
Evidence Based Medicine
● Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan
medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk
kepentingan pelayanan kesehatan klien.
● Dalam praktek, EBM memadukan antara kemampuan dan
pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang
paling dapat dipercaya.
● Salah satu syarat utama untuk memfasilitasi pengambilan
keputusan klinik yang evidence based adalah dengan
menyediakan bukti-bukti ilmiah yang relevan dengan masalah
klinik yang dihadapi, serta diutamakan yang berupa hasil
meta-analisis, dan review sistematik.
Evidence based medicine
Langkah-langkah dapat dipraktekkan pada
berbagai situasi, khususnya
evidence based jika timbul keraguan dalam
medicine hal diagnosis, terapi, dan
penatalaksanaan pasien
Langkah-Langkah dalam EBM
2 Acquire 4 Apply
Penelusuran informasi Menerapkan hasil
ilmiah (evidence) yang penelaahan bukti-bukti
berkaitan dengan masalah ilmiah ke dalam praktek
yang dihadapi pengambilan keputusan

1 3 5
2 4
1 Ask 3 Appraise 5 Asses
Memformulasikan Penelaahan terhadap Melakukan evaluasi
pertanyaan ilmiah yang bukti-bukti ilmiah yang terhadap efikasi dan
berkaitan dengan masalah ada efektivitas intervensi
penyakit yang diderita
oleh pasien
1. Memformulasikan Pertanyaan Ilmiah

Setelah formulasi permasalahan disusun, langkah selanjutnya adalah mencari


dan mencoba menemukan bukti-bukti ilmiah yang dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Untuk ini diperlukan keterampilan
penelusuran informasi ilmiah serta kemudahan akses ke sumber-sumber
informasi.
Jenis Pertanyaan Klinik
Background questions

• Pertanyaan umum yang berkaitan dengan penyakit


• Bagi klinisi,pertanyaan latar belakang mudah dijawab dengan menggunakan pengetahuan yang
diperoleh dari pendidikan, pengalaman praktik klinis, mengikuti seminar, continuing medical
education (CME), membuka buku teks, ataupun membaca kajian pustaka.
• Contoh:
• Bagaimana cara mendiagnosis preeklamsia?
• Apakah penyebab hiperbilirubinemia?
• Apakah kontra-indikasi pemberian kortikosteroid?

Foreground question

• Pertanyaan spesifik yang berkaitan dengan upaya penatalaksanaan


• Bertujuan untuk memperoleh informasi spesifik yang dibutuhkan untuk membuat
keputusan klinis
• Contoh:
• Apakah vaksin MMR (mumps, measles, rubella) menyebabkan autisme pada anak,
sehingga sebaiknya tidak diberikan kepada anak?
2. Penelusuran informasi ilmiah untuk mencari
“evidence”
• Setiap saat seorang dokter/perawat/bidan menghadapi pasien tentu akan muncul
pertanyaan-pertanyaan ilmiah yang menyangkut beberapa hal, seperti diagnosis
penyakit, jenis terapi yang paling tepat, faktor- faktor resiko, prognosis, hingga
upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang dijumpai pada
pasien.
• Dalam situasi tersebut diperlukan kemampuan untuk mensintesis dan menelaah
beberapa permasalahan yang ada.
• Idealnya setiap issue yang muncul hendaknya bersifat spesifik, berkaitan dengan
kondisi pasien saat masuk, bentuk intervensi terapi yang mungkin, dan luaran
(outcome) klinik yang dapat diharapkan.
3. Penelaahan terhadap bukti ilmiah (evidence) yang
ada
• Dalam tahap ini seorang klinisi atau praktisi dituntut untuk dapat melakukan
penilaian (appraisal) terhadap hasil-hasil studi yang ada.
• Tujuan utama dari penelaahan kritis ini adalah untuk melihat apakah bukti-bukti
yang disajikan valid dan bermanfaat secara klinis untuk membantu proses
pengambilan keputusan.
• Untuk mampu melakukan penilaian secara ilmiah, seorang klinisi atau praktisi
harus memahami metode yang disebut dengan “critical appraisal” atau “penilaian
kritis” yang dikembangkan oleh para ahli. Critical appraisal ini dilengkapi dengan
pertanyaan-pertanyaan kunci untuk menjaring apakah artikel-artikel yang kita
peroleh memenuhi kriteria sebagai artikel yang dapat digunakan untuk acuan.
4. Penerapan hasil penelaahan ke dalam praktek

Dengan mengidentifikasi bukti-bukti ilmiah yang ada tersebut, seorang klinisi


dapat langsung menerapkannya pada pasien secara langsung atau melalui
diskusi-diskusi untuk menyusun suatu pedoman terapi yang didasarkan pada
pertimbangan resiko dan manfaat (risk-benefit assessment) yang diperoleh
melalui penelusuran bukti-bukti ilmiah yang ada.
5. Follow-up dan evaluasi
• Tahap ini harus dilakukan untuk mengetahui apakah current best evidence
yang digunakan untuk pengambilan keputusan terapi bermanfaat secara
optimal bagi pasien, dan memberikan resiko yang minimal.
• Tahap ini juga untuk menjamin agar intervensi yang akhirnya diputuskan
betul-betul memberi manfaat yang lebih besar dari resikonya (“do more
good than harm”).
• Rekomendasi mengenai keputusan terapi yang paling baik dibuat
berdasarkan pengalaman klinik dari kelompok ahli yang menyusun
pedoman pengobatan.
Thank you
Do you have any questions?

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai