Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KELOMPOK

Clinical Based Evidence dan Riset Klinik

Dosen Pembimbing : KurniawanYudianto, Skp, MKep

Untuk Memenuhi Tugas Individu dari Mata Kuliah Tata Kelola Klinik KMB

Disusun Oleh :
Kelompok 7
1. Fitri Rahayu (220120130041)
2. Hesti Platini (220120130027)
3. Isni Lailatul Maghfiroh (220120130055)

Program Pasca Sarjana


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawat merupakan tenaga kesehatan professional yang memiliki tugas untuk
mengembangkan praktek yang berkontribusi terhadap kesehatan pasien.
Profesionalisme diartikan sebagai tingkat komitmen individu untuk nilai dan
karakteristik perilaku terhadap identitas karir tertentu. Hal ini merupakan karakteristik
penting yang menekankan nilai dan komitmen dalam pemberian pelayanan kesehatan
kepada masyarakat (Kim-Godwin, Baek, & Wynd, 2010). Dengan demikian,
profesionalisme harus menjadi bagian yang mendasar dan melekat dari seluruh
kelompok perawat, baik yang bekerja di tatanan klinis maupun akademis.
Peran professional dari seorang perawat di pelayanan klinis telah berkembang
menjadi kemandirian dalam melakukan pengambilan keputusan klinis untuk diagnosis
keperawatan, pengujian, dan pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan
kondisi pasien (Facchiano & Snyder, 2012). Oleh karena itu, untuk memenuhi tanggung
jawab peran profesional tersebut, diperlukan suatu penelitian klinis yang dapat menjadi
bukti kuat bahwa suatu intervensi keperawatan tidak membahayakan dan memiliki efek
yang menguntungkan bagi pasien, baik ditinjau dari segi klinis dan juga ekonomis
(Forbes, 2009).
Salah satu metode dalam mendapatkan hasil penelitian klinis yang terbukti
manfaatnya adalah dengan melakukan kajian terkait evidence based practice dan riset
klinis keperawatan. Pemahaman dan penerapan hasil-hasil riset/penelitian di tatanan
pelayanan keperawatan akan membantu meningkatkan mutu dan kualitas pemberihan
asuhan keperawatan. Namun, dalam kenyataannya di tatanan klinis, masih banyak
tindakan atau intervensi keperawatan yang dilakukan hanya berdasarkan kepada
kebiasaan yang turun temurun tanpa berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan yang
baru. Kebiasaan seperti ini perlu dihilangkan dan digantikan dengan kebiasaan tindakan
yang berdasarkan pada bukti riset dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, disusnlah
makalah ini untuk membahas secara komperhensif terkait evidence based practice dan
riset klinis keperawatan, sehingga perawat dapat memahami dan mengaplikasikannya
dengan baik.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk menjelaskan dan menelaah situasi
tentang Clinical Based Evidence dan Clinical Research di tatanan klinis keperawatan
dan mampu menyusun solusi tepat sesuai temuan data yang ada.

1.3 Metode
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan melakukan
pencarian artikel elektronik dari database Proquest dan Google Scholar dengan kata
kunci evidence based practice, medical surgical, clinical research. Artikel yang diambil
adalah artikel yang dipublikasi dalam bahasa Indonesia dan atau bahasa Inggris. Selain
itu, sumber juga diambil dari buku-buku yang terkait dengan topik bahasan. Artikel dan
yang memenuhi kriteria kemudian dibaca, dianalisis, dibandingkan satau sama lain dan
kemudian dibahas serta disimpulkan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Clinical Based Evidence


2.1.1 Definisi
Clinical Based Evidence atau Evidence Based Practice (EBP) adalah tindakan
yang teliti dan bertanggung jawab dengan menggunakan bukti (berbasis bukti) yang
berhubungan dengan keahlian klinis dan nilai-nilai pasien untuk menuntun pengambilan
keputusan dalam proses perawatan (Titler, 2008). EBP merupakan salah satu
perkembangan yang penting pada dekade ini untuk membantu sebuah profesi, termasuk
kedokteran, keperawatan, sosial, psikologi, public health, konseling dan profesi
kesehatan dan sosial lainnya (Briggs & Rzepnicki, 2004; Brownson et al., 2002; Sackett
et al., 2000).
Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk menentukan,
menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun
medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP
merupakan salah satu langkah empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu
penelitian dapat diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode
dengan critical thinking dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara
maksimal.

2.1.2 Tingkatan Evidence


Tingkatan evidence disebut juga dengan hierarchy evidence yang digunakan untuk
mengukur kekuatan suatu evidence dari rentang bukti terbaik sampai dengan bukti yang
paling rendah. Tingkatan evidence ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
EBP. Hirarki untuk tingkatan evidence yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan
Penelitian dan Kualitas (AHRQ), sering digunakan dalam keperawatan (Titler, 2010).
Adapun level of evidence tersebut adalah sebagai berikut :
a. Level 1 : Evidence berasal dari systematic review atau meta-analysis dari RCT yang
sesuai.
b. Level 2 : Evidence berasal dari suatu penelitian RCT dengan randomisasi.
c. Level 3 : Evidence berasal dari suatu penelitian RCT tanpa randomisasi.
d. Level 4 : Evidence berasal dari suatu penelitian dengan desain case control dan kohort.
e. Level 5 : Evidence berasal dari systematic reviews dari penelitian descriptive dan
qualitative.
f. Level 6 : Evidence berasal dari suatu penelitian descriptive atau qualitative.
g. Level 7 : Evidence berasal dari suatu opini dan atau laporan dari para ahli.

2.1.3 Evidence Based Practice dan Decicion Making


Melnyk & Fineout-Overholt (2011), menggambarkan keterkaitan antara evidence
based practice dengan proses decision making yang digambarkan dalam kerangka
sebagai berikut :

External evidence from research,


Evidence Based Theories, Opinion
Leaders, and Expert Panels

Clinical expertise (i.e external


evidence generated from outcomes Evidence Based
management or quality Clinical
improvement projects, a thorough Decisoin Making
patient assessment, and evaluation,
and use of available resources

Patient Preferences and Values

Penerapan hasil temuan penelitian keperawatan juga dipengaruhi oleh suatu


kerangka pemikiran atau model yang digunakan sebagai acuan. Salah satunya adalah
model Evidence-Based Clinical Decisions yang dikembangkan dalam membuat suatu
keputusan klinis terkait tindakan atau terapi yang akan diberikan pada pasien, terdapat
tiga hal yang dapat dijadikan sumber yaitu : clinical expertise, resources, research
evidench dan patients preferences (Haynes, Sackett, Gray, Cook, & Guyatt, 1996 ;
Dicenso, Cullum, & Ciliska, 1998). Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut
Dari gambar di atas, dapat diungkapkan bahwa pasien tetap memiliki pilihan dan
kesukaan masing-masing terhadap tindakan yang akan dilakukan pada dirinya. Pasien
memiliki hak untuk memilih pengobatan alternative, menolak pengobatan, menyiapkan
surat wasiat terlebih dahulu, dan mencari pendapat dari pihak lain (Dicenso et al.,
1998). Saat ini, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi juga
memungkinkan pasien untuk mencari informasi terkait tindakan dan terapi pengobatan
tersebut secara mandiri melalui akses yang terbuka sangat lebar dan luas.

2.1.4 Langkah-langkah Implementasi EBP


Terdapat tujuh langkah yang harus dilewati ketika akan mengimplementasikan
suatu Evidence Based Practice yaitu (Melnyk & Fineout-Overholt, 2011):
a. Menumbuhkan semangat terhadap penelitian
Sebelum memulai dalam tahapan yang sebenarnya didalam EBP, harus ditumbuhkan
semangat dalam penelitian sehingga klinikan akan lebih nyaman dan tertarik mengenai
pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan perawatan pasien.
b. Merumuskan pertanyaan klinis dalam format PICOT
Pertanyaan klinis dalam format PICOT untuk menghasilkan evidence yang lebih baik
dan relevan.
P : Patient Population (kelompok / populasi pasien)
I : Intervention or Issue of Interest (intervensi atau issue yang menarik)
C : Comparison intervention of group (perbandingan intervensi didalam populasi)
O : Outcome (tujuan)
T : Time frame (waktu)
c. Mencari dan mengumpulkan literatur evidence yang berhubungan
Mencari evidence yang baik adalah langkah pertama didalam penelitian, untuk
menjawab pertanyaan tindakan dengan melakukan systematic reviews dengan
mempertimbangkan level kekuatan dari evidence yang digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan (Guyatt & Rennie, 2002).
d. Melakukan telaah atau penilaian kritis terhadap evidence
Langkah ini merupakan langkah vital, didalamnya termasuk penilaian kritis terhadap
evidence. Kegiatannya meliputi evaluasi kekuatan dari evidence tersebut, yaitu tentang
kevalidan dan kegeneralisasiannya.
e. Mengintegrasikan evidence terbaik dengan pengalaman klinis dan rujukan serta nilai-
nilai pasien didalam pengambilan keputusan atau perubahan.
Konsumen dari jasa pelayanan kesehatan menginginkan turut serta dalam proses
pengambilan keputusan klinis dan hal tersebut merupakan tanggung jawab etik dari
pemberi pelayanan kesehatan dengan melibatkan pasien didalam pengambilan
keputusan terhadap tindakan (Melnyk & Fineout-Overholt, 2005).
f. Mengevaluasi tujuan di dalam keputusan praktis berdasarkan evidence.
Pada tahap ini dievaluasi EBP yang dipakai, bagaimana atau sejauh mana perubahan
yang dilakukan berefek terhadap tujuan pasien atau apakah efektif pengambilan
keputusan yang dilakukan.
g. Menyebarluaskan tujuan EBP atau perubahan
Sangat penting menyebarluaskan EBP baik yang sesuai ataupun yang tidak sesuai,
dengan cara melakukan oral atau poster presentation diwilayah local, regional, nasional
atau internasional.

2.1.5 Pengkajian dan Alat untuk Clinical Based Evidence


Penerapan konsep praktek klinis berbasis bukti menandai pergeseran dari
pelayanan tradisional menjadi pelayanan kesehatan professional yang dalam
pelaksanaannya berdasar pada pendapat dari otoritas, data, studi klinis yang relevan, dan
penelitian. Terdapat beberapa kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga kesehatan
professional untuk dapat menerapkan praktek klinis berbasis bukti, yaitu :
a. Mengindentifikasi gap/kesenjangan antara teori dan praktek,
b. Memformulasikan pertanyaan klinis yang relevan,
c. Melakukan pencarian literature yang efisien,
d. Mengaplikasikan peran dari bukti, termasuk tingkatan/hierarki dari bukti tersebut untuk
menentukan tingkat validitasnya,
e. Mengaplikasikan temuan literature pada masalah pasien, dan
f. Mengerti dan memahami keterkaitan antara nilai dan budaya pasien dapat
mempengaruhi keseimbangan antara potensial keuntungan dan kerugian dari pilihan
manajemen/terapi (Jette et al., 2003).
Dalam penerapan praktek klinis berbasis bukti, perlu adanya beberapa pengkajian
awal, diantaranya kesiapan; kepercayaan; sikap; pengetahuan; dan perilaku terhadap
EBP, hingga implementasi dari EBP sendiri. Beberapa instrument telah dikembangkan
untuk membantu mengkaji hal-hal tersebut.Kesiapan implementasi dapat dikaji
menggunakan Organizational Culture and Readiness for System-Wide Implementation
of EBP (OCRSIEP).Instrument ini dikembangkan oleh Fineout-Overholt and Melnyk
tahun 2006, terdiri dari 25 item yang diukur dengan 5 point skala Likert. Semakin tinggi
total skor yang didapat, menunjukkan semakin tinggi pula kesiapan organisasi tersebut
dalam implementasi EBP. Koefisien alpha Cronbachs berada pada rentang 0.93 0.94
(Wallen & Mitchell, 2011).
Instrument lain yaitu EBP Beliefs Scale (EBPB) yang dikembangkan oleh
Fineout-Overholt and Melnyk tahun 2003, terdiri dari 16 item yang diukur dengan 5
point skala Likert dengan rentang sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (5).
Terdapat dua item yang terdiri dari pernyataan negatif. Semakin tinggi total skor yang
didapat, menunjukkan semakin tinggi pula kepercayaan/keyakinan dan kemampuan
seseorang untuk mengimplementasikan EBP dan koefisien alpha Cronbachs berada
pada rentang 0.90 0.92 (Wallen & Mitchell, 2011).
Implementasi dari EBP pun dapat dikaji pelaksanaannya, yaitu dengan
menggunakan EBP Implementation Scale (EBPI) yang juga dikembangkan oleh
Fineout-Overholt and Melnyk tahun 2003, terdiri dari 18 item.Pada tiap item
mengindikasikan seberapa sering individu tersebut menggunakan EBP dalam waktu 8
minggu. Respon mulai dari tidak pernah sama sekali dalam 8 minggu sampai lebih dari
8 kali dalam 8 minggu dengan koefisien alpha Cronbachs berada pada rentang 0.92
0.94 (Wallen & Mitchell, 2011).
2.1.6 Model Implementasi Evidence Based Practice
a. Model Settler
Merupakan seperangkat perlengkapan/media penelitian untuk meningkatkan
penerapan Evidence based. 5 langkah dalam Model Settler:
Fase 1 : Persiapan
Fase 2 : Validasi
Fase 3 : Perbandingan evaluasi dan pengambilan keputusan
Fase 4 : Translasi dan aplikasi
Fase 5 : Evaluasi
b. Model IOWA Model of Evidence Based Practice to Promote Quality Care
Model EBP IOWA dikembangkan oleh Marita G. Titler, PhD, RN, FAAN. Model
IOWA diawali dari pemicu/masalah. Pemicu/masalaih ini sebagai fokus ataupun fokus
masalah. Jika masalah mengenai prioritas dari suatu organisasi, tim segera dibentuk.
Tim terdiri dari stakeholders, klinisian, staf perawat, dan tenaga kesehatan lain yang
dirasakan penting untuk dilibatakan dalam EBP. Langkah selanjutnya adalah
mensintesis EBP. Perubahan terjadi dan dilakukan jika terdapat cukup bukti yang
mendukung untuk terjadinya perubahan. Kemudian dilakukan evaluasi dan diikuti
dengan diseminasi (Jones & Bartlett, 2004; Bernadette Mazurek Melnyk, 2011).
Pendekatan EBP model IOWA dari perspektif organisasi dan menggunakan berbagai
evidence dengan fokus padaevaluasidan menerapkan EBP untuk meningkatkan proses
perawatan (Eizenberg, 2010).
Model IOWA menyoroti pentingnya mempertimbangkan seluruh sistem
pelayanan kesehatan mulai dari pemberi layanan, pasien, dan infrastruktur lainnya
menggunakan riset dalam pedoman pengambilan keputusan klinik. Model Iowa ini,
penting sekali untuk perawat klinik mempertimbangkan apakah masalah yang telah
diidentifikasi merupakan prioritas untuk ruangan/instansi.
Berikut ini adalah gambar bagan yang menggambarkan tahapan EBP model
IOWA :
Trigger berupa problem focus: Trigger berupa knowledge focus:
1. Data managemen risiko 1. Penelitian atau literature terbaru
2. Proses peningkatan data 2. Standart atau guideline organisasi atau agency
3. Data keuangan nasional
4. Data benchmark internal/eksternal 3. Filosofi pelayanan
5. Identifikasi masalah klinik 4. Pertanyaan atau masukan dari standar komite
institusi

Tidak
Cari trigger Apakah ini prioritas yang logis bagi
yang lain organisasi?

Ya

Mengumpulkan bukti-bukti dan literature yang


mendukung

Mensintesis dan mengkritisi bukti yang sesuai untuk aplikasi


praktis

Apakah bukti-bukti yang kita temukan sudah


Ya cukup
Tidak

Pilot project:
1. Tentukan tujuan yang akan dicapai
2. Mengumpulkan data yang ada Mencari data data evidende Research
yang lain: conduct
3. Mendesain guideline EBP
1. Laporan kasus
4. Mengimplementasikan guideline EBP dalam 2. Paparan ahli
pilot project 3. Prinsip-prinsip scientific
5. Mengevaluasi proses dan hasil 4. Teori
6. Memodifikasi guideline yang dibuat

Tidak Apakah perubahan yang kita Ya


Mengevaluasi secara terus
lakukan sesuai diterapkan di Mengidentifikasi
menerus kualitas pelayanan dan
klinik masalah yang ada
pengetahuan yang baru

Memonitor dan mnegevaluasi


proses dan data yang diperoleh:
1. Lingkungan
Diseminasi hasil 2. Staff
penelitian 3. Biaya
4. Keluarga dan pasien
c. Model Konseptual Rosswurm & Larrabee
Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang
terdiri dari 6 langkah yang digambarkan dalam bagan di bawah ini. Model ini
menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan praktek harus
memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan kereliabilitasan metode
yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang standar.
Model ini adalah revisi dari model dari Rosswurm dan Laarabee (1999) dengan
merevisi langkah-langkahnya sehingga lebih sitematik. Model ini dikembangkan oleh
pengalaman dari Laarrabee dengan mendidik dan membimbing terhadap perawat
didalam mengaplikasikan model ini di West Virginia University Hospital dan prioritas
pengalaman dengan mengajar/mengajar dan membimbing perawat didalam perbaikan
kualitas (Bernadette Mazurek Melnyk, 2011).

Tahap1: Mengkaji kebutuhan


untuk perubahan praktis
- Temasuk stakeholders Tahap 2: Tentukan evidence
- Mengumpulkan internall data terbaik
tentang praktek saat ini - Identifikasi tipe dan sumber
- Membandingkan data evidence
eksternal dengan data - Review konsep penelitian
internal - Rencana pencarian
- Identifikasi problem - Melakuan pencarian
- Hubungkan problem,
intervensi dan outcomes

Tahap 3 : Kritikal analisis


Tahap 6: Integrasikan dan maintain evidence
perubahan dalam praktek - Critical appraisal dan
- Komunikasikan perubahan kepada pembobotan evidence
setia stakeholder - Sintesis evidence terbaik
- Integrasikan sebagai SOP - Kaji feasibility, benefits
- Monitoring proses dan outcomes dan resiko terhadap
secara periodik pasien.
- Kolaborasikan dan desimenasikan
project.

Tahap 4 : Design perubahan


dalam praktek
Langkah 5: Implementasi dan - Ajukan peoposal perubahan
evaluasi perubahan - Identifikasi sumber
kebutuhan
- Implementasi percobaan
- Design evaluasi untuk
- Evaluasi proses, outcomes dan percobaan
pembiayaan - Design rencana
- Kembangkan kesimpulan dan implementasi
rekomendasi
2.2 Konsep Nursing Clinical Research
2.2.1 Definisi
Penelitian keperawatan (nursing research) adalah suatu proses kegiatan,
penyelidikan, dan pencarian yang sistematis, dirancang untuk mengembangkan
pengetahuan tentang isu penting bagi profesi keperawatan, termasuk pada praktik,
pendidikan, administrasi, dan informatika dalam bidang keperawatan. Selanjutnya
dijelaskan bahwa penelitian klinis keperawatan (clinical nursing research) adalah
penelitian yang didesain untuk dapat dijadikan sebagai panduan praktek keperawatan
dan untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien dan juga perawat itu
sendiri (Polit & Beck, 2004).
Forbes (2009) mendefinisikan penelitian keperawatan sebagai penelitian yang
dipimpin oleh perawat dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan yang relevan
dengan profesi bidang keperawatan.Sebagai tenaga kesehatan professional, keperawatan
memiliki tugas untuk mengembangkan praktek yang berkontribusi terhadap kesehatan
dan juga kesejahteraan pasien. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian klinis yang
dapat menjadi bukti kuat bahwa suatu intervensi keperawatan tidaklah membahayakan
dan memiliki efek yang menguntungkan bagi pasien dan pelayanan kesehatan.

2.2.2 Tahapan dan Kriteria Clinical Intervention Research


Tahap awal yang harus dilakukan untuk melakukan suatu penelitian intervensi
klinis adalah mendefinisikan dan menjelaskan arti dari intervensi keperawatan itu
sendiri. Suatu intervensi adalah aktivitas yang spesifik (Forbes, 2009). Menurut Nursing
Intervention Classification (NIC), yang dikatakan intervensi adalah segala treatment
yang didasarkan pada penilaian klinis dan pengetahuan, yang dilakukan oleh perawat
untuk meningkatkan hasil/outcomes pada pasien (Bulechek, Butcher, Dochterman, &
Wagner, 2013).
Dalam menyusun suatu intervensi, perawat dituntut untuk dapat memahami dan
menjelaskan landasan atau alasan yang menjadi dasar penentuan intervensi. Penalaran
klinis adalah satu hal yang dibutuhkan dan harus dimiliki oleh perawat. Tujuannya
adalah dalam rangka menyusun penilaian secara professional, mengevaluasi kualitas,
dan mencari kontribusi dari bukti yang telah ada, untuk dapat digunakan dalam
menyelesaikan masalah serta sebagai bahan pertimbangan untuk penentuan diagnosa
dan pilihan terapi yang relevan dengan kebutuhan pasien (Banning, 2008).
Penalaran klinis sendiri membutuhkan hasil-hasil penelitian untuk digunakan
sebagai sumber. Penelitian dalam keperawatan akan memiliki nilai esensi jika perawat
mengerti dan memahami berbagai macam dimensi dari profesinya. Penelitian
memungkinkan perawat untuk menggambarkan karakteristik dari situasi keperawatan
yang mungkin baru sedikit diketahui, menjelaskan fenomena yang ada dalam
perencanaan asuhan keperawatan, memprediksi kemungkinan hasil yang muncul dari
keputusan intervensi yang diambil, mengontrol terjadinya hasil yang tidak diharapkan,
dan menginisiasi aktivitas yang dapat meningkatkan perilaku yang diharapkan dari
pasien (Polit & Beck, 2004).
Menurut Bulechek et al. (2013), suatu intervensi keperawatan harus didukung
oleh bukti penelitian yang dapat meningkatan hasil pada pasien dan praktek klinis.
Untuk dapat mendukung hal tersebut, dibutuhkan suatu budaya yang harus
dikembangkan dalam keperawatan, yaitu clinical inquiry (penyelidikan/pemeriksaan)
dari seorang perawat terhadap intervensi yang akan diberikan pada pasien. Agar
efektifitas suatu intervensi klinis pada pasien menjadi efektif, dapat dilakukan langkah-
langkah yang dapat digambarkan dalam gambar berikut :

Asking the right


question

Applying clinical
effectiveness in
the wider Finding the
context of evidence
clinical
governance

Evaluating Weighing up the


changes evidence

Applying the
evidence in
practice

Menurut DeJong et al. (2004) dalam Forbes (2009), terdapat beberapa kriteria
yang dapat dijadikan panduan dalam mendefinisikan dan menggambarkan suatu
intervensi dalam penelitian, diantaranya :
a. Adanya teori yang terintegrasi, maksudnya suatu intervensi harus didasarkan pada
asumsi teoritis dan konseptual yang masuk akal.
b. Adanya domain kelengkapan dari intervensi.
c. Terdiri dari dimensi yang bersifat multiple, namun harus dapat dijelaskan perbedaan dan
korelasi/hubungan antar dimensi tersebut.
d. Granularitas, yang artinya adalah suatu intervensi harus dapat dikembangkan ke lingkup
yang lebih luas, misalnya pada keluarga.
e. Tidak kurang dan tidak berlebih, maksudnya suatu intervensi harus didesain se-efektif
mungkin sehingga tidak terdapat intervensi yang berulang dengan banyak deskripsi
yang berbeda.
f. Dapat digunakan di klinis dan di penelitian, yaitu intervensi harus dapat dengan mudah
ditransfer ke dalam praktek dalam lingkup klinis dan dapat direplikasi oleh peneliti lain.
g. Reliabilitas, aksudnya suatu intervensi harus dapat digunakan dan ditafsirkan sama di
berbagai kondisi, pengguna, diagnosa, dan dapat digunakan sepanjang waktu.

2.2.3 Kerangka Kerja Intervention Research


Medical Research Council (MRC) mengembangkan suatu kerangka kerja dalam
melakukan suatu penelitian intervensi klinis (Forbes, 2009). Kerangka kerja tersebut
terdiri atas 4 fase yang tergambar seperti di bawah ini :

Fase pertama yaitu Modelling Phase, suatu intervensi dimodelkan atau


disimulasikan untuk meningkatkan pengetahuan tentang komponen intervensi dan
hubungan diantaranya.Kemudian lanjut pada fase kedua yaitu Involving Phase, dalam
fase ini dilakukan uji eksplorasi yang berfokus pada penerimaan, kelayakan, dan
kemanjuran/keampuhan dari suatu intervensi. Fase ini melibatkan ingatan pasien
tentang pengalaman-pengalaman selama menerima intervensi (Forbes, 2009).
Fase ketiga yaitu Test Intervention Phase, dalam hal ini membutuhkan suatu
penelitian dengan desain RCT yang dirancang secara definitif terkait aspek intervensi,
yang kemungkinan dapat dilakukan dengan menganalisis faktor terkait, uji coba
kelompok, dan studi silang. Kunci utama dari fase ini adalah untuk menekan faktor
perancu yang mungkin mempengaruhi suatu intervensi dengan berbagai komponen di
dalamnya. Fase terakhir atau keempat adalah follow up atau menindaklanjuti dalam
jangka panjang dan replikasi dari intervesi yang telah diuji coba tadi (Forbes, 2009).

2.3 Evidence Based Practice dan Clinical Research dalam Keperawatan


2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi EBP
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi implementasi hasil temuan
penelitian di tatanan praktek keperawatan, yaitu : karakteristik dari cara adopsi (nilai
penelitian keperawatan, kemampuan, dan kesadaran perawat), karakteristik organisasi
(setting, hambatan, dan keterbatasan), karakteristik dari inovasi (kualitas penelitian),
dan karakteristik dari pola komunikasi (cara penyampaian dan akses ke penelitian)
(Munten, Bogaard, Cox, Garretsen, & Bongers, 2010).
Satu studi kualitatif dari Rapp, Doug, Callaghan, & Holter (2010) menyatakan
bahwa hambatan yang ada saat implementasi EBP di tatanan klinis keperawatan adalah :
sikap dari supervisor, sikap dari praktisioner, sikap dari anggota lain dalam suatu
organisasi, stakeholder, dan pendanaan. Selain itu, suatu hasil penelitian dapat
diimplementasi ketika memenuhi hal-hal di bawah ini (Munten et al., 2010; Gerrish,
McDonnell, et al., 2011; Gerrish, Guillaume, et al., 2011; Wilkinson, Nurs, Nutley, &
Davies, 2011) :
a. Evidence tersebut bersifat ilmiah dan sesuai dengan konsensus pihak professional ahli
dan sesuai dengan pilihan pasien.
b. Evidence tersebut memiliki konteks fitur pembelajaran yang dapat memberikan
tranformasi pemikiran para pemimpin organisasi dan memiliki mekanisme pemantauan
umpan balik yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
c. Evidence tersebut sesuai dengan strategi, ketersediaan sumber daya, nilai dan konteks
budaya, serta gaya kepemimpinan dalam organisasi.
d. Evidence dapat dievaluasi.
e. Terdapat masukan dari para fasilitator ahli.
Salah satu fasilitator yang dapat digunalan adalah perawat senior dengan pengalaman
klinis dan jenjang pendidikan yang memadai. Tugasnya adalah memanajemen dan
mempromosikan penyerapan pengetahuan baru. Dalam hal memanajemen, fasilitator
bertugas mengumpulkan/menghasilkan berbagai temuan penelitian, bertindak sebagai
sumber informasi bagi perawat klinis, mensintesis temuan penelitian, dan menyebarkan
hasil tersebut naik secara formal dan informal. Dalam hal mempromosikan, fasilitator
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan perawat klinis melalui peran modeling,
pengajaran, dan fasilitasi pemecahan masalah klinis
Selain itu, juga terdapat beberapa tipe pertanyaan berbeda ketika membahas
tentang penelitian intervensi klinis, yaitu apakah intervensi tersebut bekerja (efficacy),
apakah intervensi tersebut sama jika digunakan di beberapa populasi klinis
(effectiveness), apakah intervensi ini baik jika dibandingkan dengan terapi lain
(equivalence), apakah intervensi ini aman, dan apakah intervensi ini bersifat efektif dari
segi pembiayaan (costeffective) (Forbes, 2009; Bulechek et al., 2013).

2.3.2 Isu Etik dalam Nursing Clinical Research


Menurut Fouka & Marianna (2011), terdapat empat isu etik utama dalam
melakukan suatu penelitian keperawatan yaitu : informed consent, beneficience-do no
harm, respect for anonymity and confidentiality, dan respect for privacy.
a. Informed Concent
Esensi dari sebuah lembar informed consent adalah seseorang yang menjadi subjek
penelitian mengetahui dan mendapatkan informasi secara adekuat terkait penelitian
yang akan dilakukan, memiliki kemampuan untuk memilih, dan secara sukarela
(voluntarily) menjadi subjek penelitian tanpa paksaan (Polit & Beck, 2004; Fouka &
Marianna, 2011). Dijelaskan lebih lanjut bahwa dalam penyampaian informasi, harus
dijelaskan segala bentuk ketidaknyamanan fisik, tindakan invasif yang mungkin akan
mengancam martabat, dan alternatif penyelesaiannya.
b. Beneficience-do no harm
Subjek penelitian dapat memiliki resiko bahaya dari berbagai aspek (fisik, psikologis,
sosial, dan ekonomi), hal ini menutut peneliti untuk dapat meminimalisir segala bentuk
kemungkinan bahaya dan ketidaknyamanan saat penelitian berlangsung.
c. Respect for anonymity and confidentiality
Aspek kerahasiaan, baik dari segi identitas maupun data hasil penelitian harus menjadi
perhatian penting dari tim peneliti.
d. Respect for privacy.
Beberapa penelitian klinis keperawatan terkadang menggunakan tindakan yang bersifat
invasive dan berpotensi mengancam martabat, atau bahkan menghasilkan perasaan
cemas, rasa bersalah, atau malu. Hal ini juga yang harus diperhatikan oleh tim peneliti.
Terkait isu etik dalam penelitian keperawatan, baik perawat peneliti maupun
perawat non-peneliti, memiliki peran yang sama sebagai advokat pasien. Terlebih pada
pasien yang tergolong dalam vulnerable subjects (anak-anak, pasien dengan gangguan
mental atau emosional, orang dengan ketidakmampuan fisik, pasien penyakit terminal,
wanita hamil, dan narapidana). Perawat harus memastikan bahwa pasien dapat
mempertimbangkan untuk terlibat dalam penelitian dan mampu memahami informasi
yang telah diberikan tim peneliti. Saat pasien mengekpresikan keraguan atau
kekhawatiran, atau beresiko dibujuk dalam penelitian percobaan, maka perawat
memiliki peran penting dan krusial dan harus membawa topic ini untuk diperhatikan
oleh tim peneliti (Polit & Beck, 2004; Fouka & Marianna, 2011;Pick, Berry, Gilbert, &
McCaul, 2013).

2.3.3 Kontribusi Keperawatan dalam Nursing Research


Salah satu pertanyaan yang dapat muncul dari penelitian dalam keperawatan
adalah apa kontribusi dari perawat terhadap penelitian klinis itu sendiri. Pertanyaan
berikutnya yang dapat muncul adalah dimana letak atau posisi yang tepat bagi penelitian
keperawatan dalam kaitannya dengan implementasi pada praktek klinis. Seperti yang
tampak pada gambar di bawah, menujukkan bahwa terdapat dua komponen utama dari
penelitian intervensi klinis, yaitu pengembangan dari intervensi (didasarkan pada ilmu
induk/benchscience) dan turunan berikutnya dari intervensi ke dalam area praktek klinis
(health services research).
Penelitian dalam keperawatan dapat menggabungkan kedua komponen tersebut
atau yang lebih dikenal dengan istilah pengembangan dari segi multidisiplin ilmu
(Forbes, 2009). Seperti yang diketahui bahwa dalam ilmu keperawatan juga
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang serumpun.
Dalam gambar juga dapat terlihat bahwa penelitian intervensi klinis dalam keperawatan
dapat menghasilkan dua hal, yaitu pengetahuan non-klinis dan rasional yang dapat
digunakan untuk mendasari dan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
penentuan tindakan/intervensi praktek klinis.

Dalam hal pengambilan keputusan, hasil penelitian klinis keperawatan dapat


dijadikan sebagai dasar dan bahan pertimbangan.Perubahan dan perkembangan suatu
kasus penyakit dari tahun ke tahun semakin cepat terjadi. Hal tersebut tentunya
membutuhkan suatu intervensi yang sesuai dengan kondisi yang ada saat ini. Seperti
yang telah diketahui bahwa ilmu medis dan perawatan kesehatan adalah hal yang
bersifat sangat dinamis dan cepat sekali mengalami perubahan, yang salah satu
dampaknya adalah pengeluaran biaya yang cukup besar untuk perawatan, jika masih
terus menggunakan ilmu dan prosedur yang bersifat tradisional (Majid et al., 2011).
Hal lain yang dapat dikatakan sebagai kontribusi perawat dalam penelitian klinis
adalah munculnya inovasi-inovasi baru dalam intervensi keperawatan. Inovasi tersebut
dapat berupa teknologi, organisasi, dan ide sosial yang bersifat baru. Akan tetapi
inovasi tersebut harus dilandasi oleh bukti yang kuat untuk mendukung dan
melandasinya (Currey, Considine, & Khaw, 2011).
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan studi literatur yang telah kami telaah, maka dapat disimpulkan bahwa
pengembangan EBP di keperawatan bukan sesuatu hal mudah dilakukan, selain perawat
harus ahli dalam riset, perawat juga harus mempunyai pengalaman klinik yang lama
dan mempunyai kemampuan berpikir kritis yang baik. Sehingga penerapan EBP dan
riset klinis merupakan tantangan bagi perawat agar dapat memberikan tindakan
keperawatan yang lebih tepat dan akuntabel.

3.2 Saran
Saran kami kepada perawat di tatanan pelayanan agar mengadakan pembahasan
terkait implementasi di lingkup keperawatan medikal bedah yang telah ada yang
berdasarkan evidence based practice. Dengan adanya geksplorasi temuan-temuan
evidence practice dan riset yang ada, maka dapat dilanjutkan dengan mengadakan
program-progam diskusi dan belajar untuk membahas evidence based practice yang
telah disepakati untuk dipelajari. Selain itu, penerapan aplikasi evidence yang telah
didiskusikan dan disepakati juga harus dilakukan, sehingga diharapkan dapat membawa
manfaat bagi praktek keperawatan secara umum dan meningkatkan quality of care dari
perawat dan qualityof life dari pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Banning, M. 2008. Clinical reasoning and its application to nursing: concepts and research
studies. Nurse education in practice, 8(3), 17783. doi:10.1016/j.nepr.2007.06.004

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC) (Sixth Edit.). St. Louis, Missouri: Elsevier.

Currey, J., Considine, J., & Khaw, D. 2011. Clinical nurse research consultant: a clinical and
academic role to advance practice and the discipline of nursing. Journal of advanced
nursing, 67(10), 227583. doi:10.1111/j.1365-2648.2011.05687.x

Dicenso, A., Cullum, N., & Ciliska, D. 1998. Implementing evidence-based nursing: some
misconceptions. Evidence-Based Nursing - Implementation Forum, 1(2), 3841.

Facchiano, L., & Snyder, C. H. 2012. Evidence-based practice for the busy nurse practitioner:
part one: relevance to clinical practice and clinical inquiry process. Journal of the
American Academy of Nurse Practitioners, 24(10), 57986. doi:10.1111/j.1745-
7599.2012.00748.

Forbes, A. 2009. Clinical intervention research in nursing. International journal of nursing


studies, 46(4), 55768. doi:10.1016/j.ijnurstu.2008.08.012

Fouka, G., & Marianna, M. 2011. What are the Major Ethical Issues in Conducting
Research?Is there a Conflict between the Research Ethics and the Nature of Nursing?
Health Science Journal, 5(1), 314.

Gerrish, K., Guillaume, L., Kirshbaum, M., McDonnell, A., Tod, A., & Nolan, M. 2011.
Factors influencing the contribution of advanced practice nurses to promoting evidence-
based practice among front-line nurses: findings from a cross-sectional survey. Journal
of advanced nursing, 67(5), 107990. doi:10.1111/j.1365-2648.2010.05560.x

Gerrish, K., McDonnell, A., Nolan, M., Guillaume, L., Kirshbaum, M., & Tod, A. 2011. The
role of advanced practice nurses in knowledge brokering as a means of promoting
evidence-based practice among clinical nurses. Journal of advanced nursing, 67(9),
200414. doi:10.1111/j.1365-2648.2011.05642.x

Hockenberry, M., Brown, T., Walden, M., & Barrera, P. 2009. Teaching Evidence-Based
Practice Skills in a Hospital. The Journal of Continuing Education in Nursing, 40(1), 28
32.

Jette, D. U., Bacon, K., Batty, C., Ferland, A., Hemingway, R. D., Hill, J. C., Volk, D.
2003. Research Report Evidence-Based Practice: Beliefs , Attitudes , Knowledge , and
Behaviors. Journal of the American Physical Therapy Association, 83, 786805.
Kim-Godwin, Y. S., Baek, H. C., & Wynd, C. a. 2010. Factors influencing professionalism in
nursing among Korean American registered nurses. Journal of professional nursing:
official journal of the American Association of Colleges of Nursing, 26(4), 2429.
doi:10.1016/j.profnurs.2009.12.007

Majid, S., Foo, S., Luyt, B., Zhang, X., Theng, Y.-L., Chang, Y.-K., & Mokhtar, I. a. 2011.
Adopting evidence-based practice in clinical decision making: nurses perceptions,
knowledge, and barriers. Journal of the Medical Library Association: JMLA, 99(3),
22936. doi:10.3163/1536-5050.99.3.010

Munten, G., Bogaard, J. Van Den, Cox, K., Garretsen, H., & Bongers, I. 2010.
Implementation of Evidence-Based Practice in Nursing Using Action Research: A
Review, 135158.

Pick, A., Berry, S., Gilbert, K., & McCaul, J. 2013. Informed consent in clinical research.
Nursing standard (Royal College of Nursing (Great Britain): 1987), 27(49), 447.
Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24256527

Polit, D. F., & Beck, C. T. 2004. Nursing Research: Principles and Methods. (M. Zuccarini,
Ed.) (7th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Rapp, C. A., Doug, . D. E. ., Callaghan, J., & Holter, . M. 2010. Barriers to Evidence-
Based Practice Implementation: Results of a Qualitative Study. Community Mental
Health Journal, 46, 112118. doi:10.1007/s10597-009-9238-z

Wallen, G. R., & Mitchell, S. A. 2011. Implementing evidence-based practice: effectiveness


of a structured multifaceted mentorship programme. Journal of Advanced Nursing,
66(12), 27612771. doi:10.1111/j.1365-2648.2010.05442.x.Implementing

Wilkinson, J. E., Nurs, B. A., Nutley, S. M., & Davies, H. T. O. 2011. An Exploration of the
Roles of Nurse Managers in Evidence-Based Practice Implementation. Worldviews on
Evidence-Based Nursing, 4, 236246. doi:10.1111/j.1741-6787.2011.00225.x

Anda mungkin juga menyukai