Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN BERPUSAT PADA PASIEN

KELAS 1A
KELOMPOK 9 :
1.ERLITA BR. KARO
2.RIKANAH
3.WARDAH

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Indonesia


Fakultas Kesehatan
Program Studi S1 Kebidanan
Tahun Ajaran 2021/2022
1. PENDAHULUAN

Pasien merupakan seseorang yang perlu mendapatkan perawatan, bukan sekumpulan


kondisi medis yang harus diobati. Menurut Institute for Patient centered care(2012),
pelayanan yang berpusat pada pasien adalah suatu pendekatan dalam perencanaan,
pemberian dan evaluasi pelayanan kesehatan yang berbasis pada kemitraan yang saling
memberikan manfaat antara penyedia pelayanan, pasien.
Para klinisi dan penyedia pelayanan lainnya yang memiliki orientasi berpusat pada pasien
dan keluarga meyakini bahwa keluarga mempunyai peran vital dalam masalah kesehatan
bayi, anak-anak, remaja, dan berbagai usia anggota keluarganya. The Institute for Patient-
and Family-Centered Care(IPFCC) menyatakan bahwa patient-centred caretelah menjadi
model bisnis untuk Medical College of Georgia(MCG) Sistem Kesehatan di Augusta,
Georgia, karena berpengaruh positif terhadap masing-masing bisnis metric MCG ini
(keuangan, kualitas, keamanan, kepuasan dan pangsa pasar). Penyedia pelayanan
menempatkan dukungan emosional, sosial dan dukungan lainnya sebagai bagian utama
pelayanan kesehatan serta berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kesehatan individual
pasien dan keluarga.
Prinsip pelayanan yang berpusat pada pasien dan keluarga menjadi dasar dalam
pengembangan kebijakan, program, desain fasilitas, interaksi antar penyedia pelayanan,
stafdan antara penyedia pelayanan dengan pasien. Prinsip ini meningkatkan
outcomeklinis dan alokasi sumber daya yang bijak, serta meningkatkan kepuasan
pasiendan keluarganya.
2. KAJIAN MATERI
A. Asuhan Berpusat Pada Pasien (Patient Centered Care)
1. Definisi
Pasien Centered Care adalah mengelola pasien dengan merujuk dan
menghargai individu pasien meliputi preferensi, keperluan, nilai-nilai dan
memastikan bahwa semua pengambilan keputusan klinik telah
mempertimbangkan dari semua nilai-nilai yang diinginkan pasien
(CommitteeonQualityofHealthcareinAmerica,2001).
Menurut Instituteof Medicine Patient centered careadalah asuhan yang
menghormatidan responsive terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai
pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai pasien menjadi
panduan bagi semua keputusan klinis (Lumenta, 2012).
Menurut Australian Commision on Safety and Quality in Health
Care(ACSQHC) patient centered careadalah suatu pendekatan inovatif
terhadap perencanaan, pemberian, dan evaluasiatas pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada kemitraan yang saling menguntungkan antara pemberi
layanan kesehatan, pasien dan keluarga. Patient centered carediterapkan
kepada pasien dari segala kelompok usia, dan bisa dipraktekkan dalam
setiap bentuk pelayanan kesehatan (Lumenta, 2012).
Asuhan Berpusat Pada Pasien (Patient Centered Care) Patient Centered
Care (PCC) adalah mengelola pasien dengan merujuk dan menghargai
individu pasien meliputi preferensi/pilihan, keperluan, nilai-nilai, dan
memastikan bahwa semua pengambilan keputusan klinik telah
mempertimbangkan dari semua nilai-nilai yang diinginkan pasien (Frampton,
et al, 2008). Prinsip yang fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan
maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen
kualitas. Patient Centered Care (PCC) adalah mengelola pasien dengan
merujuk dan menghargai individu pasien meliputi preferensi/pilihan,
keperluan, nilai – nilai, dan memastikan bahwa semua pengambilan keputusan
klinik telah mempertimbangkan dari semua nilai – nilai yang diinginkan
pasien. (Frampton, 2008).
2. Konsep Asuhan Berpusat Pada Pasien
Konsep Patient Centered Care Belum ada kesepakatan yang jelas
mengenai konsep dari PCC. Namun beberapa jurnal mencoba untuk
memberikan pendapatnya mengenai konsep dari PCC. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan pada tahun 1993 oleh Picker Institute bekerja sama
dengan Harvard School of Medicine menjelaskan bahwa PCC memiliki 8
dimensi yakni (Keene, n.d.) :
1) Menghormati pilihan dan penilaian pasien
2) Dukungan emosional
3) Kenyamanan fisik
4) Informasi dan edukasi
5) Berkelanjutan dan transisi
6) Koordinasi pelayanan
7) Akses pelayanan
8) Melibatkan keluarga dan teman

Beberapan penelitian lain seperti penelitian yang dilakukan oleh

Moreau dan Hudon menjelaskan bahwa PCC memiliiki enam

komponen utama, yakni :

1) mengeksplorasi penyakit dan riwayat penyakit


2) memahami pasien secara utuh dari perspektif biopsikososial
3) menemukan penyebab
4) meningkatkan hubungan dokter-pasien untuk menciptakan
hubungan terapeutik, bersikap realistis, dan menggabungkan
pencegahan dan promosi kesehatan

(Moreau et al. 2012; Hudon et al. 2011).

Konsensus tingkat tinggi menyebutkan bahwa terdapat 9 model dan


kerangka kerja untuk mengidentifikasi PCC, 6 elemen inti berikut paling
sering dikenali (Shaller 2007):

a. Saling berbagi pengetahuan


b. Melibatkan keluarga dan teman

c. Kolaborasi dan manajemen tim

d. Peka terhadap segi perawatan nonmedis dan spiritual

e. Menghormati kebutuhan dan keinginan pasien

f. Memberi kebebasan dan kemudahan memperoleh informasi

3. Tujuan Pasien Centered Care


Tujuan Patient Centered Care manfaat sebagai berikut (Shaller 2007;
Hudon et al. 2011; Ells, Hunt, and Chambers-Evans 2011; Suhonen,
Välimäki, and Leino-Kilpi, n.d.; Sidani 2008) :
1) Meningkatkan kepuasan pasien
2) Meningkatkan hasil klinis
3) Mengurangi pelayanan medis yang berlebihan dan tidak bermanfaat
4) Mengurangi kemungkinan malpraktek dan keluhan
5) Meningkatkan kepuasan dokter
6) Meningkatkan waktu konsultasi
7) Meningkatkan keadaan emosional pasien
8) Meningkatkan kepatuhan obat
9) Meningkatkan pemberdayaan pasien
10) Mengurangi tingkat keparahan gejala.
11) Mengurangi biaya perawatan kesehatan
4. Dimensi Patient Centered Care
Menurut Bev Jhonson, (2008) Dimensi Patient Centered Care sebagai
berikut :
1) ) Menghormati nilai-nilai, pilihan dan kebutuhan yang diutarakan
oleh pasien.
2) Koordinasi dan integrasi asuhan
3) Informasi, komunikasi dan edukasi
4) Kenyamanan fisik
5) Dukungan emosional dan penurunan rasa takut dan kecemasan.
6) Keterlibatan keluarga dan teman.
7) Asuhan yang berkelanjutan dan transisi yang lancar
8) Akses terhadap pelayanan.
5. PCC sebagai sebuah dimensi kualitas pelayanan
Dalam laporannya, Institute of Medicine (IOM) menguraikan 4
level yang menjadi penentu kualitas pelayanan dan peran PCC pada
pasien perawatan (Keene, n.d.) :
a. Level pengalaman mengacu pada pengalaman individu pasien
terhadap perawatan mereka. Dalam hal ini tingkat, perawatan
harus diberikan dengan penuh hormat, memberi informasi yang
jujur dan mendorong partisipasi pasien dan keluarga.
b. Level mikro-sistem klinis mengacu pada tingkat layanan,
departemen atau program pelayanan. Pada tingkat ini, pasien dan
penasihat keluarga harus berpartisipasi dalam keseluruhan desain
layanan, departemen atau program; misalnya perancangan ulang
tim dan berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, serta
mengevaluasi perubahan.
c. Level organisasi mengacu pada organisasi secara keseluruhan.
Tingkat organisasi tumpang tindih dengan tingkat mikro-sistem
klinis, dalam hal organisasi terbentuk berbagai layanan,
departemen dan program. Pada tingkat ini, pasien dan keluarga
harus berpartisipasi sebagai anggota penuh dari komite organisasi
kunci untuk subyek seperti keamanan pasien, desain fasilitas,
peningkatan kualitas, pendidikan pasien dan keluarga, etika dan
penelitian.
d. Level lingkungan mengacu pada kebijakan sistem kesehatan.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Patient Centered Care
1) Kepemimpinan Faktor penting dalam patient centered care, baik di rumah
sakit maupun rawat jalan adalah komitmen dan keterlibatan pimpinan di
tingkat CEO dan dewan direksi. Transformasi organisasi yang dibutuhkan
untuk mencapai asuhan berkelanjutan dalam patient centered care tidak
akan terjadi tanpa dukungan dan partisipasi dari pimpinan.
2) Visi Strategis Kepemimpinan yang berkomitmen, dalam organisasi perlu
mengembangkan visi dan rencana strategis yang jelas untuk mengatur
bagaimana patient centered care akan masuk ke dalam prioritas dan
proses secara operasional sehari – hari. Pentingnya pernyataan visi dan
misi yang jelas, unsur – unsur sederhana yang dapat dengan mudah
diulang dan tertanam dalam kegiatan rutin bahwa semua anggota staf
melaksanakan tugasnya dengan baik.
3) Keterlibatan Pasien dan Keluarga Menurut konsep patient centered care,
jika pasien harus benar – benar terlibat, maka harus melibatkan keluarga
mereka. Hal ini secara luas dipahami sebagai teman dekat dan orang lain
yang berpengaruh, bukan hanya kerabat keluarga, yang dapat
memberikan dukungan penting dan informasi selam proses perawatan.
4) Memperhatikan lingkungan sebagai perawatan Suatu organisasi yang
berorientasi pada patient centered care harus membuat dan memelihara
suatu lingkungan dimana tenaga kerja merupakan aset yang dihargai dan
diperlakukan pada tingkat yang sama, martabat dan rasa hormat bahwa
organisasi mengharapkan staf untuk memberikan pelayanan kepada
pasien dan keluarga.
5) Pengukuran sistematis dan tanggapan Dalam peningkatan kualitas
kesehatan, pedoman bahwa organisasi tidak dapat mengelola apa yang
tidak dapat mereka ukur merupakan faktor utama yang berkontribusi
terhadap patient centered care. Kehadiran pelanggan mendengarkan
secara kuat yang memungkinkan organisasi untuk mengukur dan
memantau kinerja secara sistematis. Penting untuk mengalami proses
dimana anggota staf memainkan peran pasien dan mengalami layanan
atau prosedur dengan cara yang sama bahwa pasien dan keluarga
memberikan umpan balik pada pemberi pelayanan.
6) Kualitas lingkungan Salah satu faktor terpenting yang berkontribusi pada
patient centered care adalah kualitas lingkungan fisik dimana perawatan
disediakan.
7) Dukungan teknologi Faktor yang berkontribusi akhir menyerap hampir
semua elemen di atas adalah dukungan teknologi, khususnya teknologi
informasi kesehatan yang melibatkan pasien dan keluarga secara
langsung dalam proses perawatan dengan memfasilitasi komunikasi
dengan pemberi asuhan dan menyediakan akses yang memadai terhadap
informasi yang dibutuhkan.
7. Hambatan dalam pelaksanaan Patient Centered Care
1) Kesulitan dalam merekrut dan mempertahankan dokter.
2) Kurangnya mendefinisikan batasan untuk mencapai keberhasilan staf
yang mungkin kewalahan untuk menentukan kesepakatan dengan tenaga
kesehatan lain, sosial, budaya dan faktor ekonomi pasien.
3) Persyaratan perekrutan yang ketat dapat menimbulkan hambatan untuk
memperoleh tenaga kesehatan dari lingkungan sekitar.
4) Kurangnya alat untuk mengukur dan memberikan reward kinerja
5) Kebiasaan lama dari staf yang tidak mau merubah paradigma lama
sebagai penyedia layanan / hubungan atau relasi dengan pasien dan
budaya serta faktor sosial – ekonomi.
8. Penerapan PCC melalui Standar Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012
Menghormati nilai-nilai, pilihan dan kebutuhan yang diutarakan pasien
Pelayanan berpusat dan bermitra dengan pasien. Pasien dan keluarga diibatkan
dan di-support untuk ikutserta dalam keperawatan dan pembuatan keputusan.
Pasien bukan sebagai obyek saja, tetapisebagai center of care yang dilibatkan
dalam perawatan dan decision making. Perawat/bidan bertanggung jawab
untuk memberikan proses yang mendukung hakpasien & keluarganya
selama dalam pelayanana)
1) Perawat/bidan menyampaikan hak pasien dan keluarga selama
dirawat di RS danmenghargai sebagai individu yang unik
dengan berbagai karakter. Setiap pasiendijelaskan tentang hak-hak &
tentang jawab mereka dengan cara dan bahasa yang dapatmereka pahami.
2) Pelayanan dilaksanakan dengan penuh perhatian dan menghormati nilai-
nilai pribadi & kepercayaan pasien.
3) Perawat/bidan mendengarkan dan menghormati pilihan pasien. Penge
tahuan, nilai-nilaiyang dianut, dan background budaya pasien ikut
berperan penting selama perawatanpasien dan menentukan outcome
pelayanan kesehatan kepada pasien.
4) Perawat/bidan menghormati kebutuhan privasi pasien. Tiap pasien
memiliki karakteristik yang unik sebagai individu, masing-masing
memiliki kebutuhan yang berbeda. Tiap individu memiliki kebutuhan
privasi yang berbeda dan harus dipenuhi oleh perawat.Perawat dididik
tentang peran mereka dalam mengidentifikasikan nilai-nilai &
kepercayaan pasien serta melindungi hak dan privasi pasien.

Partisipasi keluarga dan teman dalam proses pelayanan. RS mendukung


keluarga danteman untuk berpatisipasi dalam proses pelayanan.
Perawat/bidan mengajak keluarga danteman pasien dalam membuat
perencanaan dan pengembangan program, implementasi danevluasi program
yang akan didapatkan oleh pasien. Keluarga berhak ikut serta
dalampengam bilan keputusan selama proses perawatan di RS, misalnya
menghormati keinginan &pilihan pasien atau keluarga untuk suatu pelayanan
atau membatalkan atau memberhantikanpengobatan.

Dukungan emosional dan sosial. Peran teman dan keluarga dapat


diberikan dalam bentukdukungan emosional dan sosial, misalnya menemani
pasien saat di rumah sakit, emberikaninformasi berkaitan dengan dunia luar
selama pasien di rawat.

Salah satu model desain dari patient centered care adalah Planetree model
yang mempunyai konsep ( Dewi,2011) :

a) Pasien memiliki hak untuk membuka dan komunikasi yang jujur


dalam kepedulian dan kehangatan lingkungannya.
b) Para pasien,keluarga dan staf professional mempunyai peran yang
vital dalam tim.
c) Pasien bukan unit yang diisolasikan namun anggota dari
keluarga,komunitas dan sebuah budaya.
d) Pasien adalah seorang individu dengan hak, tanggungjawab, dan
pilihan tentang gaya hidup.
e) Sebuah lingkungan yang mendukung, ramah dan peduli adalah
komponen penting yang memberikan kesehtan berkualitas tinggi.
f) Lingkungan fisik sangat penting untuk proses penyembuhan dan
harus dirancang untuk mempromosikan penyembuhan dan
pembelajaran, serta pasien dan keluarga berpartisipasi dalam
perawatan.
B. Perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan
1. Definisi
Perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan
adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah
dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan alternatif yang
matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat dalam praktek
kebidanan.
2. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan
1) Pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan
2) Pengambilan keputusan dilakukan pada sistematikan tertentu :
a) Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang
akan diambil.
b) Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
c)  Falsafah yang dianut organisasi.
3)  Masalah harus diketahui dengan jelas. 
4)  Pemecahan masalah harus didasarkan pada faka-fakta yang te
rkumpul dengan sistematis.
5) keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai
alternatif yang telah dianalisa secara matang.

Apabila pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kelima hal diatas


akan menimbulkan berbagai masalah :

1) Tidak tepatnya keputusan.


2) Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan
organisasi baik dari segi manusia, uang, maupun material.
3) Ketidakmampuan pelaksana untuk bekerja karena tidak ada sinkronisasi
antara kepentingan organisasi dengan orang-orang di dalam organisasi
tersebut
4) Timbulnya penolakan terhadap keputusan.
3. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Pengambilan Keputusan
1) Faktor Internal.
Faktor internal dari diri manajer sangat memepengaruhi proses
pengambilan keputusan sebagai berikut :
a) keadaan emosional
b) fisik
c) personal karakteristik
d) cultural
e) sosial
f) latar belakang
g) filosofi
h) pengalaman masa lalu
i) minat
j) pengetahuan
k) sikap pengambilan keputusan yang dimiliki
2) Faktor Eksternal Faktor eksternal termasuk kondisi lingkungan waktu.
4. 3 Faktor penting tentang keterlibatan bidan dalam proses pengambilan
keputusan:
1) Menunjang pelayanan one to one, yaitu pelayanan antara bidan dan klien
yang di sertai rasa saling percaya terutama dalam menyelesaikan masalah
yang bersifat pribadi.
2) Meningkatkan sensitivitas terhadap klien, yaitu bidan dapat memahami
dan mengerti kebutuhan klien sehingga bidan berupaya keras memenuhi
kebutuhan tersebut. Perawatan berfokus-ibu (women centered care) dan
asuhan total (total care), sehingga bidan dapat memberi perawatan yang
berfokus pada klien secara menyeluruh
Strategi Membantu Klien Dalam Pengambilan Keputusan. Ada 4 strategi
yang dapat membantu klien dalam mengambil keputusan :
1. Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya.
2. Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan.
3. Membantu klien mengevaluasi pilihan.
4. Membantu klien menyusun rencana kerja.
5. Pengambilan Keputusan bersama Keluarga dengan bidan.
a.) Keluarga
Keluarga memberikan kontribusi dalam menentukan
penggunaan pelayanan kesehatan, seperti memberikan informasi
mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan atau mengembangkan
sistem perawatan dalam keluarga.Keluarga juga merupakan sumber
dukungan yang mempengaruhi individu dalam memperoleh atau
menggunakan pelayanan kesehatan. Keluarga di sini meliputi orangtua,
pasangan, atau pun saudara.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah, tinggal di
daerah pedesaan dan dengan status sosial ekonomi rendah, lebih
banyak yang cenderung menerima konsep peranan pria/wanita secara
tradisional dimana dalam pembuatan keputusan-keputusan keluarga,
suami yang paling banyak berbicara dan sebagai pembuat keputusan
terakhir. .
Pembuatan keputusan menurut Terry (1999) selalu dihubungkan
dengan suatu masalah atau suatu kesulitan. Dalam arti
keputusan dan penerapannya diharapkan akan menjawab persoalan
atau menyelesaikan konflik. Keluarga inti (Nuclear family) yaitu
kelompok yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Keluarga adalah unit
terkecil dalam masyarakat. Keluarga batih atau keluarga besar terdiri dari
orang tua/mertua, bapak, ibu, anak, menantu, dan cucu-cucunya.
Lingkungan keluarga baik keluarga inti maupun keluarga batih akan
mempengaruhi pengambilan keputusan khususnya tentang tempat
pelayanan kesehatan dan tentang pasien.
b.) Bidan
Mayasari menjelaskan bahwa peran dan fungsi bidan dalam
pelayanan kebidanan meliputi pelaksana, pengelola, pendidik, dan
peneliti. Keempat peran dan fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Sebagai pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan melaksanakannya sebagai tugas
mandiri, kolaborasi/kerjasama, dan ketergantungan/merujuk.
1) Tugas mandiri bidan adalah tugas sebagai pelaksana yang
dilakukan secara mandiri dan terdiri dari :
(a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan
kebidanan yang diberikan
(b) Memberikan pelayanan pada anak dan wanita pra nikah dengan
melibatkan klien
(c) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan
normal
(d) Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa nifas
dengan melibatkan klien/keluarga
(e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
(f) Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas
dengan melibatkan klien/keluarga
(g) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang
membutuhkan pelayanan keluarga berencana
(h) Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan
sistem reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium dan
menopause
(i) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan
melibatkan keluarga.
2) Tugas kolaborasi bidan adalah tugas sebagai pelaksana yang
dilakukan dengan kerjasama bersama pihak lain (seperti bidan
lain, dukun bayi, dokter) yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga
b) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko
tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan
tindakan kolaborasi
c) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan
dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga
d) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan
risiko tinggi dan pertolongan pertama dalam kedaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi dengan klien dan keluarga
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko
tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegawat daruratan
yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan
keluarga
f) Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi
dan yang mengalami komplikasi atau kegawatan yang
memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
3) Tugas ketergantungan/merujuk bidan adalah tindakan yang harus
diambil oleh bidan untuk melakukan rujukan kepada
rumah sakit sebagai instansi yang memiliki fasilitas dan tenaga
yang lebih terampil dan lebih banyak untuk upaya
penyelamatan pasien yang berada dalam kondisi kritis atau
status risiko tinggi. Tugas ketergantungan / merujuk tersebut
mencakup :
a) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga,
b) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
ibu hamil dengan risiko tinggi dan kegawat daruratan,
c) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan
keluarga
d) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada
ibu masa nifas dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan
keluarga
e) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan
tertentu dan kegawatan yang memerlukan konsultasi dan rujukan
dengan melibatkan keluarga
f) Memberikan asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan
tertentu dan kegawatan yang memerlukan konsultasi dan rujukan
dengan melibatkan klien dan keluarga
b. Sebagai pengelola
1) Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama
pelayanan kebidanan untuk individu, kelompok dan masyarakat
di wilayah kerja dengan melibatkan masyarakat/klien.
(a) Bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat mengkaji kebutuhan
terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk
meningkatkan dan mengembangkan program pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya
(b) Menyusun rencana sesuai dengan hasil pengkajian dengan
masyarakat,
(c) Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat
khususnya kesehatan ibu dan anak serta KB sesuai dengan program
(d) Mengkoordinir, mengawasi dalam melaksanakan program/kegiatan
pelayanan kesehatan ibu dan anak serta KB
(e) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
khususnya kesehatan ibu dan anak serta KB termasuk pemanfaatan
sumber-sumber yang ada pada program dan sektor terkait
(f) Menggerakkan mengembangkan kemampuan masyarakat dan
memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang
ada
(g) Mempertahankan, meningkatkan mutu dan kegiatankegiatan dalam
kelompok profesi,
(h) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan
2) Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program
kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya melalui
peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan dan
tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam
wilayah kerjanya.
(a) Bekerjasama dengan puskesmas, institusi sebagai anggota tim dalam
memberikan asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan
dan tindak lanjut
(b) Membina hubungan baik dengan dukun, kader kesehatan / PLKB dan
Masyarakat Memberikan pelatihan, membimbing dukun bayi, kader
dan petugas kesehatan lain
(c) Memberikan asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi
(d) Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat yang berkaitan
dengan kesehatan.
c. Sebagai pendidik
1. Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tentang
penanggulangan kesehatan khususnya yang berhubungan
dengan pihak terkait kesehatan ibu, anak, dan KB.
(a) Bersama klien mengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan
kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak
dan KB
(b) Bersama klien dan pihak terkait menyusun rencana penyuluhan
kesehatan masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik
untuk jangka pendek atau jangka panjang
(c) Menyiapkan alat dan bahan pendidikan serta penyuluhan sesuai
rencana yang telah disusun
(d) Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan
kesehatan masyarakat sesuai dengan rencana jangka pendek dan
jangka panjang dengan melibatkan unsur-unsur yang terkait termasuk
masyarakat
(e) Bersama klien mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan
masyarakat dan menggunakannya untuk memperbaiki dan
meningkatkan program di masa yang akan datang
(f) Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil
pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat secara lengkap dan
sistematis.
2) Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan serta
membina dukun di wilayah atau tempat kerjanya.
(a) Mengkaji kebutuhan latihan dan bimbingan kader, dukun dan siswa
(b) Menyusun rencana latihan dan bimbingan sesuai dengan hasil
pengkajian
(c) Menyiapkan alat dan bahan untuk keperluan latihan bimbingan
peserta latihan sesuai dengan rencana yang telah disusun
(d) Melaksanakan pelatihan dukun dan kader sesuai dengan rencana
yang telah disusun dengan melibatkan unsur-unsur terkait,
(e) Membimbing siswa bidan dalam lingkup kerjanya
(f) Menilai hasil latihan dan bimbingan yang telah diberikan,
(g) Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan
(h) program bimbingan
(i) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi
pelatihan dan bimbingan secara sistematis dan lengkap.

d. Sebagai peneliti
Melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang
kesehatan baik secara mandiri maupun secara kelompok.
a) Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan,
b) Menyusun rencana kerja pelatihan
c) Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana
d) Mengolah dan menafsirkan data hasil investigasi
e) Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut
f) Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan
mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.
Tanggung jawab bidan menurut Mayasari adalah :
a. Konseling yang meliputi remaja putri, pranikah, prahamil, ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas, klimakterium, dan menopause.
b. Pelayanan kebidanan normal yang meliputi kehamilan, persalinan,
nifas, pemeriksaan fisik, senam hamil, pengendalian anemia,
amniotomi, uterotonika, dan ASI ekslusif.
c. Pelayanan kebidanan abnormal yang meliputi :
(1) Hamil yang terdiri dari abortus imminens, hiperemisis tingkat I,
preeklamsi, anemia, dan suntikan penyulit,
(2) Persalinan yang terdiri dari letak sungsang, KPD tanpa infeksi, HPP,
laserasi, dan distonia,
(3) Pertolongan nifas abnormal yang meliputi retensio plasenta, renjat
dan infeksi, plasenta manual, jaringan konsepsi, kompresi bimanual;
utorotenik kala III dan IV, dan
(4) Ginekologi yang terdiri dari keputihan, penundaan haid dan rujuk.
d. Pelayanan kebidanan pada anak yang meliputi intranatal,
hipotermi, kontak dini, ASI eksklusif, perawatan tali pusar,
resusitasi pada bayi asfiksia, minum sonde dan pipet, stimulasi
tumbuh kembang, imunisasi lengkap dan pengobatan ringan pada
penyakit ringan.
e. Pelayanan KB yang meliputi penanganan efek samping,
pemberian alat kontrasepsi sesuai pilihan, suntik KB, pasang
AKBK, melepas AKBK tanpa penyulit, serta penyuluhan IMS dan
narkoba.
f. Pelayanan kesehatan masyarakat meliputi pembinaan peran serta,
pelayanan kebidanan komunitas, deteksi dini, pertolongan I rujuk,
IMS, narkoba dan pertolongan I narkoba.
6. Inform choice dan inform consent
1. Inform Choice
a. Pengertian
Inform choice yaitu membuat pilihan setelah mendapat penjelasan
dalam pelayanan kebidanan tentang alternatif asuhan yang akan
didapatkannya.
b. Peran bidan dalam inform choice
Peran bidan tidak hanya membuat asuhan dalam manajemen
asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih
asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik
internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus
menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong
wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.
Sebagai seorang bidan dalam memberikan inform choice kepada klien
harus:
a) Memperlakukan klien dengan baik
b) Berinteraksi dengan nyaman
c) Memberikan informasi obyektif, mudah dimengerti dan diingat
serta tidak berlebihan.
d) Membantu klien mengenali kebutuhannya dan membuat
pilihan yang sesuai dengan kondisinya Mendorong wanita
memilih asuhannya
Selain itu, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses inform
choice:
1) Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
2) Bidan wajib memberikan informasi secara rinci, jujur dan
dimengerti klien
3) Bidan harus belajar untuk membantu klien melatih dari dalam
menggunakan
4) haknya dan menerima tanggungjawab untuk keputusan yang
mereka ambil.
5) Asuhan berpusat pada klien
6) Tidak perlu takut pada konflik tetapi menggapnya sebagai
suatu kesempatan
7) untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang
objektif,
8) bermitra dengan klien dan suatu tekanan positif terhadap
perubahan.
c. Prinsip Inform choice
Hal yang harus diingat dalam inform choice:
1) Inform choice bukan sekedar mengetahui berbagai pilihan
namun mengerti manfaat dan risiko dari pilihan yang ditawarkan
2) inform choicetidak sama dengan membujuk/memaksa klien
mengambil keputusan yang menurut orang lain baik
(“...biasanya saya/rumah sakit ...”).
d. contoh Inform choice dalam pelayanan kebidanan
1) Pemeriksaan laboratorium dan screening antenatal
2) Tempat melahirkan dan kelas perawatan
3) Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
4) Pendamping waktu melahirkan
5) Metoda monitor denyut jantung janin
6) Percepatan persalinan/augmentasi
7) Diet selama proses persalinan
8) Mobilisasi selama proses persalinan
9) Pemakaian obat penghilang sakit
10) Pemecahan ketuban secara rutin
11) Posisi ketika melahirkan
12) Episiotomy
13) Keterlibatan suami waktu bersalin
14) Cara memberikan minum bayi.
2. Inform consent
a. Pengertian
Persetujuan penting dilihat dari sudut pandang bidan, karena
berkaitan dengan askep hukum yang memberikan otoritas untuk
semua prosedur yang akan dilakukan oleh bidan. Ada beberapa
pengertian inform consent yaitu:
1) Secara etimologis: inform (sudah diberikan informasi) dan
consent (persetujuan atau izin)
2) Persetujuan dari pasien atau keluarganya terhadap tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya
setelah mendapapenjelasan yang adekuat dari dokter/tenaga
medis.
3) Menurut D. Veronika Komalawati, SH, “inform consent”
dirumuskan sebagai “suatu kesepakatan/persetujuan pasien
atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya
setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya
medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai
informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.

Perkembangan inform consent di Indonesia tidak lepas dari


perkembangan masalah serupa di Negara lain. Declaration of
Lisbon (1981) dan Patient Bill of Right (American Hospital
Association,1972) pada intinya menyatakan bahwa pasien
mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan dan hak
menerima informasi dari bidan sebelum memberikan persetujuan
atas tindakan medis. Hal ini berkaitan dengan hak menentukan diri
sendiri (the right to self determination) sebagai dasar hak asasi
manusia dan hak pasien untuk mendapatkan informasi yang jelas
tentang penyakitnya dan tindakan maupun alternative tindakan
yang akan dilakukan kepadanya, dari sudut pandang inilah inform
consentdapat dilihat sebagai upaya mencegah terjadinya paksaan
atau merupakan pembatasan otoriter bidan terhadap kepentingan
pasien (Hanafiah, 2009).

Pasal 56 ayat (1) Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang


kesehatan:
setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau
seluruh tindakan pertolongaan yang akan diberikan kepadanya
setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan
tersebut secara lengkap.
Informasi disampaikan dengan bahasa yang dapat dimengerti
oleh pasien, tidak banyak menggunakan istilah medis, serta tutur
bahasa yang dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap
dokter.

Di Indonesia terdapat ketentuan inform consent yang diatur


antara lain pada peraturan pemerintah no 18 tahun 1981 yaitu:

1) Menusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak


sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan
terhadap tubuhnya.
2) Semua tindakan medis memerlukan inform consent secara
lisan maupun tertulis
3) Setiap tindakaan medis yang mempunyai resiko cukup
besar, mengharuskan
4) adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien,
setelah sebelumnya
5) pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang
perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta
resikonya.
6) Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya
dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam
7) Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada
pasien, baik diminta muupun tidak diminta oleh pasien.
8) Menahan informasi tidak boleh kecuali bila dokter/bidan
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan
kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat
memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien.
Dalam memberikan informasi kepada keluarga terdekat
dengan pasien, kehadiran seorang perawat/paramedis lain
sebagai saksi adalah penting
9) Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan
medis yang direncanakan.
b. Bentuk inform consent
Inform consent terdiri dari 2 bentuk yaitu:
1) Implied consent
Yaitu perstujuan yang dianggap telah diberikan walaupun tanpa
pernyataan resmi yaitu pada keadaan emergency yang mengancam
jiwa pasien, tindakan penyelamatan kehidupan tidak memerlukan
persetujuan medik.
2) Expressed consent
Yaitu persetujuan tindakan medik yang diberikan secara explicit
baik secara lisan maupun tertulis.
c. Fungsi inform consent
Fungsi inform consentyaitu:
a) Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku
manusia
b) Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
c) Membantu kelancaran tindakan medis sehingga diharapkan
dapat mempercepat proses pemulihan
d) Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam
mengobati pasien (rangsangan pada profesi medis untuk
introspeksi/evaluasi diri) sehingga dapat mengurangi efek
samping pelayanan yang diberikan.
e) Menghindari penipuan oleh dokter
f) Mendorong diambil keputusan yang lebih rasiional
g) Mendorong keterlibatan public dalam masalaah kedokteran
dan kesehatan
h) Sebagai suuatu proses edukasi masyarakat dalam bidang
kedokteran dan kesehatan (keterlibatan masyarakat).
i) Meningkatkan mutu pelayanan.

d. Tujuan inform consent


Tujuan inform consentyaitu untuk melindungi pasien dan tenaga
kesehatan dalam memberikan tindakan medik baik itu tindakan
pembedahan, invasive, tindakan lain yang mengandung risiko tinggi
maupun tindakan medik/pemeriksaan yang bukan pembedahan, tidak
invasive, tidak mengandung risiko tinggi, pasien tidak sadar, dalam
keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien.
e. Unsur inform consent
Suatu inform consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi
minimal 3 unsur sebagai berikut:
1) Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh bidan
2) Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan
3) Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalm memberikan
persetujuan.
f. Dimensi inform consent
Dimensi inform consent yaitu:
1) Dimensi hukum, merupakan perlindungan baik untuk pasien
maupun bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, memuat:
a) Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
b) Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien
c) Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik
2) Dimensi Etik, mengandung nilai-nilai:
a) Menghargai kemandirian/otonomi pasien
b) Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien
bila diminta atau dibutuhkan sesuai dengan informasi yang
diberikan
c) Bidan menggali keinginan pasien baik secara subyektif
atau hasil pemikiran rasional
g. Pembuatan dan penggunaan inform consent
Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan inform consent:
a) Tidak harus selalu tertulis
b) Tindakan bedah (invasive) sebaiknya dibuat tertulis
c) Fungsi inform consenttertulis lebih memudahkan
pembuktian bila kelak ada tuntutan
d) inform consenttidak berarti sama sekali bebas dari tuntutan
bila dokter melakukan kelalaian

MenurutCulver and Gert ada 4 komponen yang harus dipahami


pada suatu consent atau persetujuan:

1. sukarela (Voluntariness): tanpa ada unsur paksaan didasari


informasi dan kompetensi
2. informasi (information): dalam berbagai kode etik
pelayanan kesehatan bahwa informasi yang lengkap
dibutuhkan agar mampu mengambil keputusan yang tepat.
3. Kompetensi (Competence): seseorang membutuhkan
sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan yang tepat
4. Keputusan (decision): pengambilan keputusan merupakan
suatu proses dimana merupakan persetujuan tanpa refleksi.
Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses
pemberian persetujuan. Keputusan penolakan pasien
terhadap suatu tindakan harus divalidasi lagi apakah karena
pasien kurang kompetensi.

Proses penggunaan inform consent:

1) Pasien mendapatkan informasi yang cukup mengenai rencana


tindakan medis yang akan dialaminya dan resiko dan keuntungan
keuntungan suatu perawatan dan alternatifnya
2) Pasien mempunyai kesempatan bertanya tentaang hal-hal seputar
medis yang akan diterimanya tersebut apabila informasi yang
diberikan dirasakan masih belum jelas dan mendapatkan jawaban
yang memuaskan
3) Pasien harus mempunyai waktu yang diperlukan untuk
mendiskusikan rencana dengan keluarga.
4) Pasien bisa menggunakan informasi untuk membantu membuat
keputusan yang terbaik
5) Pasien mengkomunikasikan keputusan ke tim perawatan dokter
6) Pasien berhak menolak rencana tindakan medis tersebut
7) Format yang telah diisi dan ditandatangani adalah suatu dokumen sah
yang mengizinkan dokter untuk melanjutkan perawatan yang telah
direncanakan
8) Proses atau tindakan yang akan dilakukan dan pasien diminta untuk
mempertimbangkan suatu perawatan sebelum pasien setuju akan
tindakan tersebut.

Perbedaan inform choice daninform consent:

1) persetujuan atau consent penting darisudut pandang bidan karena


berkaitan dengan aspek hokum yang memberikan otoritas untuk
semua prosedur yang akan dilakukan bidan
2) pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai
penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran
pemahaman masalah yang sesungguhnya dan menerapkan aspek
otonomi pribadi menentukan pilihannya sendiri.
CONTOH KASUS :

Disebuah desa, ada seorang bidan yang sudah membuka praktek kurang lebih selama 1 tahun.
Pada suatu hari dating seorang klien bernama Ny. A usia kehamilan 38 minggu, di dapatkan hasil
pembukaan 3cm dan ternyata dalam keadaan letak sungsang. Oleh karena itu bidan menyarankan
agar dirujuk ke rumah sakit untuk melahirkan secara operasi ( SC ). Namun keluarga klien
terutama suami menolak untuk dirujuk dengan alasan tidak mempunyai biaya untuk membayar
operasi. Tapi bidan tersebut berusaha untuk menjelaskan bahwa tujuan dirujuk untuk
keselamatan janin dan juga ibunya tetap tidak mau dirujuk, akan sangat membahyakan janin
maupun ibunya. Tetapi keluarga bersih keras agar bidan mau menolong persalinan tersebut.

Sebenarnya, dalam hal ini bidan tidak yakin bisa berhasil menolong persalinan dengan keadaan
letak sungsang seperti ini karena pengalaman bidan dalam hal ini masih belum mendalam selain
itu juga dirujuk agar persalinan berjalan dengan lancer dan bukan wewenang bidan untuk
menolong persalinan.

Keluarga tetap memaksa, akhirnya bidan menuruti kemauan klien serta keluarga untuk menolong
persalinan tersebut. Persalinan berjalan dengan sangat lama karena kepala janin tidak bisa keluar,
setelah bayi lahir ternyata bayi sudah meninggal. Dalam hal ini keluarga menyalahkan bidan
bahwa bidan tidak bisa bekerja secara professional dan dalam masyarakat pun juga tersebar
bahwa bidan tersebut dalam melakukan tindakan sangat lambat dan tidak sesuai prosedur.

Konflik

Suami dan keluarga menolak untuk dirujuk ke rumah sakit dan melahirkan secara SC dengan
alasan tidak mempunyai biayauntuk membayar operasi.

Isu

Dimata masyarakat, bidan tersebut dalam pelayanan atau melakukan tindakan tidak sesuai
prosedur dan tidak professional. Selain itu juag masyarakat menilai bahwa bidan tersebut dalam
menangani pasien dengan kelas ekonomi rendah sangat lambat atau membeda – bedakan antara
pasien yang ekonomi atas dan ekonomi rendah.

Dilemma
Bidan merasa kesulitan untuk memutuskan tindakan yang tepat untuk menolong persalinan
resiko tinggi, dalam hal iniletak sungsang seharusnya tidak boleh di lakukan oleh bidan sendiri
dengan keterbatasan alat dan kemampuan medis. Seharusnya ditolong oleh dokter obgyn, tetapi
dalam hal ini diputuskan untuk menolong persalinan itu sendiri dengan alasan desakan dari
keluarga klien sehingga dalam hatinya kesulitan untuk memutuskan sesuai prosedur.

Penyelesaian

Penyelesaian dalam kasusu ini sebaiknya keluarga pasien tidak menyalahkan bidan, karena
terlebih dahulu bidan sudah menjelaskan bahwa bayi yang dikandung oelh Ny. A mengalami
gangguan letak sungsang dan segera ditolong oleh dokter obgyn. Tetapi keluarga pasien
bersikerasuntuk tetap ditolong oleh bidan tersebut, dan akhirnya dengan segala keterbatasan alat
dan kemampuan bidan maka anak yang di kandung oleh Ny. A meninggal.

Dan untuk bidan itu sendiri sebaiknya disediakan lembar persetujuan (Inform Consent) bahwa
pasien tersebut tetap ingin ditangani oleh bidan, agar bidan tersebut terhindar dari hal yang tidak
diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Haupt, A. and Kane, T.T. 2001. Population Reference Bureau.


Population Handbook.
2. Rezky, M. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya
Kematian
Ibu di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Tesis. Universitas Airlangga.
Surabaya.
3. SDKI. 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta.
4. Dinas Kesehatan Kabupaten Demak. 2006. Profil Kesehatan
Kabupaten
Demak Tahun 2006. Demak.
5. Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Kerja Puskesmas. Jakarta.
6. Erlin H. 1998. Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan Oleh Ibu Hamil dan ibu Menyusui di Polindes
Kabupaten Klaten. Tesis. FK-UGM, Yogyakarta.
7. Departemen Kesehatan RI. 1999. Materi Ajar Modul Safe Motherhood.
WHO dan Departemen Kesehatan RI (FKM-UI). Jakarta.
8. Latuamury, Siti Rabiah. 2001. Hubungan antara Keterlambatan
Merujuk
dengan Kematian Ibu di RSUD Tidar Kota Magelang Propinsi Jawa
Tengah. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
9. Rodhiyah, dkk. 1999. Peran Suami dan Anggota Keluarga Lain dalam
Keputusan Perujukan Persalinan. Laporan Penelitian. Pusat
Penelitian Kesehatan. Lemlit Undip. Semarang.
10. Satyawan, Darmanto Sahat. 2005. Kinerja Bidan di Desa dalam
Pertolongan Persalinan di Pedesaan : Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kinerja Bidan di Desa dalam Pertolongan
Persalinan di Kabupaten Malang. Tesis. Universitas Airlangga.
Surabaya.
11. S. Srini. 1999. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Pemanfaatan Pelayanan Antenatal oleh Suku Dani Kecamatan
Kurukulu Kabupaten Jayawijaya. Tesis. Universitas Diponegoro.
Semarang.
12. Joko Sutrisno. 1997. Persepsi Perilaku Ibu Hamil dan Masyarakat
terhadap Risiko Kehamilan di Purworejo. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.
13. Fatimah Muis, dkk. 1996. Kualitas Pelayanan Persalinan di Jawa
Tengah :
Studi di Kotamadya Semarang. Laporan Penelitian. Pusat
Penelitian Kesehatan dan Pusat Studi Wanita. Lemlit Undip.
Semarang.
14. Kasniyah, N. 1983. Pengambilan Keputusan dalam Pemeliharaan
Sistem
Pengobatan Khususnya Penanggulangan Penyakit Anak pada
Masyarakat Pedesaan Jawa. Tesis (Tidak Diterbitkan).
Pascasarjana UI. Jakarta.
15. Slack, G.L. 1981. Dental Public Health. 2nd Edition. 138-158. John
Wright
and Sons Ltd, Bristol.
16. Jong, A. 1981. Dental Health and Community Denisty. CV. Mosby &
Co.
London.
17. Smith, G.C. 2003. Patterns and Predictors of Service Use and Unmet
Needs Among Aging Families of Adults with Severe Mental Illness.
Psychiatric Service 54 : 871-877.
18. Green, L.W. and Kreuter, M.W. 2000. Health Promotion Planning :
An
Educational and Enviromental Approach. Second Edition. Mayfield
Publishing Company. London.
19. Dinkes Kabupaten Demak, 2007, Laporan Kesehatan Keluarga
(KESGA)
Dinas Kesehatan Kabupaten Demak), Demak.
20. Soejoenoes A, 1991, Peran serta Masyarakat Dalam Upaya
Menurunkan
Kematian Maternal. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang.
21. Sutrisno J, 1997, Persepsi perilaku ibu hamil dan masyarakat terhadap
risiko ke hamilan,Tesis. Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
22. Syamsudin, K.A. 1999. Kematian Maternal di RSUP dr. Muhammad
Hoesin Palembang (1995-1998). Makalah. Lengkap POGI Cabang
Palembang PIT XI. Semarang.
23. Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2004 tentang Ijin Praktek Bidan.
24. Mayasari. 2005. Konsep Kebidanan : Prinsip Pengembangan Karier
Bidan. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung.
25. Departemen Kesehatan RI. 1998. Pedoman Pelayanan Kebidanan
Dasar.
Jakarta.
26. Poedji, R. 1992. Strategi Pendekatan Risiko sebagai Dasar
Peningkatan
Mutu Pelayanan. POGI VIII. Bandung.
27. Wisnuwardhani. 1998. Kematian Maternal di Indonesia : Peran
Rumah
Sakit. Seminar Sehari Kematian dan Interfilitas. Pusat Kesehatan
Maternal dan Perinatal. Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta.
28. McCharthy and Maine. 1992. Materi Ajar Modul Safe Motherhood,
Kerjasama WHO-Depkes RI FKM UI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai