H2A018005
Skenario 1.
Seorang laki-laki berusia 65 tahun dibawa ke IGD RS karena tidak dapat dibangunkan
sejak 2 jam SMRS. 1 bulan SMRS pasien batuk berdahak kuning dan sering sesak nafas. 2 hari
SMRS, pasien mengeluh demam tinggi dan nyeri kepala hebat hingga gelisah. Riwayat penyakit
dahulu (-). Kelemahan anggota gerak (-), penglihatan ganda (-), bicara pelo (-), wajah merot (-),
mual dan muntah (-).
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan pada CT scan kepala dbn. Pada radiologis
x-foto thorax gambaran bercak berawan dan kavitas di seluruh lapang paru, terutama di apeks.
Pemeriksaan darah rutin ditemukan leukosit 12.000, limfosit 45%. Pada pemeriksaan LCS,
didapatkan warna xanthochrome, limfosit meningkat, glukosa menurun, dan protein meningkat.
Swab nasofaring SARS-Cov 2 (-).
Saat akan dirawat, SOP RS mengharuskan pasien untuk menjalani prosedur Swab untuk
skrining COVID-19 selama masa pandemi. Keluarga pasien awalnya menolak swab karena takut
pasien di-Covid-kan dan takut keluarga dijauhi tetangganya. Namun setelah diedukasi dokter,
akhirnya keluarga setuju untuk pasien diperiksa swab dan hasilnya negatif.
Nyeri kepala merupakan salah satu keluhan yang sering menjadi alasan pasien
datang berobat. Klasifikasi nyeri kepala primer yang digunakan saat ini berdasarkan
ICHD-3 (International Classification of Headache Disorders). Nyeri kepala primer
dibagi menjadi 4 yaitu migren, nyeri kepala tipe tegang (tension type-headache),
Nyeri kepala trigeminal otonom (trigeminal autonomic cephalalgias) atau nyeri
kepala klaster dan nyeri kepala tipe lainnya
Secara umum, persepsi nyeri berubah seiring pertambahan usia. Persepsi nyeri
kepala akan berbeda antar usia muda dan usia lanjut. Perbedaan jenis kelamin juga
berperan dalam persepsi nyeri kepala. Perempuan lebih sering mengeluhkan nyeri
kepala dibanding laki-laki. Ada beberapa teori terkait nyeri kepala primer dan
hubungannya dengan jenis kelamin. Hubungan hormonal merupakan salah satu fokus
utama beberapa penelitian yang masih terus dikembangkan saat ini.
Sefalgia atau nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak nyaman di daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan
penyebabnya nyeri kepala digolongkan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan
anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya.
Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi
atau kelainan struktur atau sejenisnya, bersifat kronik progresif, meliputi kelainan
non vaskuler. Bedasarkan The International Classification of Headache Disorders
tahun 2013, nyeri kepala dibagi ke dalam tiga kategori menurut penyebabnya: nyeri
kepala primer, nyeri kepala sekunder dan neuralgia kranial.
Sefalgia kronik adalah nyeri kepala yang terjadi lebih dari tiga bulan, yang
mengalami pertambahan dalam derajat berat, frekuensi,dan durasinya serta dapat
disertai munculnya defisit neurologis yang lain selain nyeri kepala. Sefalgia kronik
bersifat progresif, berdenyut, dan memberat terutama pada pagi hari, pada seluruh
kepala terutama bagian depan dan dapat bertambah nyeri saat mengejan atau batuk
ataupun dengan perubahan posisi.
Sefalgia dapat merupakan tanda dari proses penyakit tertentu baik ekstrakranial
maupun intrakranial. Tumor dan abses serebral merupakan contoh dari space
occupying lesion yang menimbulkan nyeri kepala oleh karena terjadinya kompresi
jaringan otak terhadap tengkorak sehingga meningkatkan tekanan intrakranial. Mual
dengan atau tanpa muntah dapat menyertai nyeri kepala yang disebabkan oleh
migrain, glaukoma, space occupying lesion,dan meningitis.
Tubuh akan mengalami infeksi dan terjadi proses peradangan pada selaput
pembungkus otak, hal ini menyebabkan tubuh menstimulasi monosit dan makrofag
untuk memproduksi pirogen endogen seperti IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN-γ. Sitokin
pirogenik akan bekerja pada Preoptic Anterior Hypothalamus untuk menginduksi
produksi Prostaglandin E2 dan terjadi peningkatan set point temperatur tubuh yang
menyebabkan pasien demam. Prostaglandin E2 juga meningkatkan Blood Brain
Barrier Permeability yang akan menyebabkan edema vasogen dan mengakibatkan
terjadi peningkatan tekanan intrakranial di otak.
(Journal of Medicine and Health. Vol.2 No.3 February 2019. Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran)
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang merupakan manifestasi
rangkaian inti-inti di batang otak dan serabutserabut saraf pada susunan saraf.
Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat dimana
kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap lingkungan atau
input-input rangsangan sensoris (awareness). Neurotransmiter yang berperan pada
ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan Gamma
Aminobutyric Acid (GABA).
Koma dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang bagian otak secara fokal
maupun seluruh otak secara difus. Penyebab koma secara umum diklasifikasikan
dalam intrakranial dan ekstrakranial. Selain itu, Koma juga dapat disebabkan oleh
penyebab traumatik dan non-traumatik. Penyebab traumatik yang sering terjadi
adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, dan jatuh. Penyebab non-traumatik
yang dapat membuat seseorang jatuh dalam keadaan koma antara lain gangguan
metabolik, intoksikasi obat, hipoksia global, iskemia global, stroke iskemik,
perdarahan intraserebral, perdarahan subaraknoid, tumor otak, kondisi inflamasi,
infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses serta gangguan
psikogenik.
Keadaan koma dapat berlanjut menjadi kematian batang otak jika tidak ada
perbaikan keadaan klinis.
(Wijdicks EF, Varelas PN, Gronseth GS, Greer DM, (2010) American Academy of
N. Evidence-based guideline update: Determining brain death in adults: Report of
the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology.
Neurology; 74:1911-8.)
Glasgow Coma Scale terdiri dari nilai dengan kisaran 3-15, nilai terendah 3
dan tertinggi 15 yang berarti sadar. Skala dihitung dengan cara penjumlahan
semua nilai respon. Penjumlahan nilai respon merupakan tingkat kesadaran
pasien. Penurunan kesadaran akibat trauma atau nontrauma, dapat dikategorikan
tingkat penurunan kesadarannya menjadi: ringan (13-15 poin), moderat (9-12
poin) dan berat/koma (3-8 poin).
Salah satu kekurangan GCS adalah kegagalan dalam mengukur refleks batang
otak. Pengukuran ini memiliki bias numerik dalam menghitung respon motorik.
Masalah lain yang berkembang sekarang ini adalah penggunaan GCS pada pasien
terintubasi. Sehingga berbagai cara pengukuran lain telah dikembangkan untuk
mengatasi kekurangan GCS. Kendati memiliki kekurangan, Glasgow Coma Scale
masih digunakan secara luas untuk mengukur tingkat kesadaran
punksi Cairan otak tidak boleh dipandang sama dengan cairan yang terjadi oleh
proses ultrafiltrasi saja dari plasma darah. Di samping filtrasi, faktor sekresi dari
plexus choriodeus turut berpengaruh. Karena itu cairan otak bukanlah transudat
belaka. Akan tetapi seperti transudat, susunan cairan otak juga selalu dipengaruhi
Pengambilan cairan otak itu dilakukan dengan maksud diagnostik atau untuk
petunjuk kearah suatu penyakit susunan saraf pusat, baik yang mendadak maupun
yang menahun dan berguna pula setelah terjadi trauma. Secara makroskopi,
Cairan otak biasanya diperoleh dengan melakukan punksi lumbal pada lumbal
III dan IV dai cavum subarachnoidale, namun dapat pula pada suboccipital ke
dalam cisterna magma atau punksi ventrikel, yang dapat disesuaikan dengan
Tabung I berisi 1 mL
Tabung II berisi 7 mL
kualitatif/kuantitatif.
Tata Cara :
1) Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (lutut
2) Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5 yaitu dengan menentukan garis
potong sumbu kraniospinal ( kolumna verterbralis ) dan garis antara kedua spina
ishiadika anterior superior ( SIAS ) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula di lakukan
anatara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.
dengan larutan Povidon iodin di ikuti larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk
memakai sarung tangan steril selama 15 – 30 detik yang akan menandai titik pungsi
5) Tasukan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah di tentukan. Masukan jarum
terbuka ke atas samapai menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang
subarakhnoi berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya
1,5 – 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3 –5 tahun. Pada
6) Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan
yang lebih baik, jarum di putar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil
Protein Kualitatif
Glukosa Kunatitatif
Menyusutnya kadar glukosa dalam LCS → meningitis purulenta (metabolism
leukosit & bakteri ↓ kadar glukosa à 0).
Semua mikroorganisme menggunakan glukosaà pe↓ kadar glukosa dapat
disebabkan oleh : fungi, protozoa, bakteri tuberculosis, dan bakteri piogen.
Meningitis oleh virus sedikit me↓ kadar glukosa dalam LCS.
Dalam rangka diagnosis Covid-19, terdapat dua jenis pemeriksaan yang bisa
dilakukan. Yang pertama adalah swab test atau RT-PCR. Yang kedua adalah rapid
test atau tes serologis. Keduanya memiliki prosedur dan mekanisme yang berbeda
dalam menentukan hasil tes untuk diagnosis.
Metode PCR terdiri dari beberapa tahap yaitu proses pelepasan dan penggandaan
materi genetik virus sehingga dapat dideteksi dengan alat. Pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan laboratorium dan peralatan PCR yang sesuai dengan standar Biosafety
Level 2. Faktor yang berpengaruh pada pemeriksaan PCR antara lain faktor
pengambilan sampel, transportasi sampel, hingga proses pengerjaan sampelnya.
Untuk proses pengerjaan sampel hingga dikeluarkan hasil dapat memakan waktu
yang cukup lama dibandingkan pemeriksaan laboratorium lainnya. Untuk
memastikan adanya seseorang terinfeksi virus SARS COV-2 ini dianjurkan
menggunakan PCR SARS COV-2.
Pemeriksaan Swab PCR menggunakan sampel lendir yang dapat diambil melalui
hidung (nasofaring) atau mulut (orofaring). Hasil pemeriksaan Swab PCR ini akan
benar-benar menunjukkan keberadaan virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-
19 di dalam tubuh pasien. Tahapan prosedur pemeriksaan Swab PCR ini yaitu, alat
swab / dacron yang akan diusapkan ke area belakang hidung/ nasofaring untuk
memperoleh sampel cairan atau lendir yang ada di area ini. Kemudian sampel yang
diambil akan di analisa menggunakan teknis PCR di Laboratorium Klinik.
Virus penyebab COVID-19 merupakan virus RNA, deteksi virus ini dengan
tes PCR akan diawali dengan proses konversi (perubahan) RNA yang ditemukan di
sampel menjadi DNA. Proses mengubah RNA virus menjadi DNA dilakukan dengan
enzim reverse-transcriptase, sehingga di sebut dengan Reverse-
Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Setelah RNA diubah menjadi DNA, barulah alat PCR akan melakukan
amplifikasi atau perbanyakan materi genetik ini sehingga bisa terdeteksi. Jika alat
PCR mendeteksi RNA virus Corona di sampel nasofaring yang diperiksa, maka
hasilnya dikatakan positif.
(Sahin AR. 2019 Novel Virus corona (COVID-19) Outbreak: A Review of the
Current Literature. Eurasian J Med Investig. 2020;4(1):1–7)
STEP 4 : Skema
TB MENINGITIS
DD
Dx. Klinis
STEP 5 : Sasaran Belajar
DAFTAR PUSTAKA