PENURUNAN KESADARAN
Disusun oleh:
Irfan Surya Pradisa 12100117004
Herlinda Kartika Dewi 12100117050
Gantinia Aditya Utoro 12100117140
M. Arga Putra Saboe 12100117114
Partisipan:
Ireneu Lestari 12100117005
Rizky Perdana Mulyadi 12100117071
Andriani Rafika Sari 12100117076
Risky AM Sugiartono 12100117118
Preseptor:
Nuri Amalia, dr., SpS
Kesadaran mempunyai arti yang luas sekali. Maka dari itu, tidak mungkin untuk membuat
definisi yang singkat dan tepat. Sebagai teori kerja dalam bidang ilmu kedokteran, kesadaran dapat
didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan aferen.
Semua impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls eferen dapat dinamakan output
susunan saraf pusat.1
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada dikedua hemisfer serebri
dan Ascending Reticular Activating System (ARAS) dibatang otak. Jika terjadi kelainan pada
kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System
rangkaian atau network system merupakan suatu yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis
menuju rostral yaitu diensefalon melalui brainstem sehingga kelainan yang mengenai lintasan
ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus,
hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter
yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmitter kolinergik, mono aminergik dan gamma
amino butyric acid (GABA).2
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitive yang merupakan manifestasi rangkaian
inti – inti dibatangotak dan serabut – serabut saraf pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan
bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat dimana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran
akan diri terhadap lingkungan atau input – input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai
awareness.2 Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi
maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai
tingkatan.3
Penurunan kesadaran merupakan suatu kegawatdaruratan neurologi akut dengan ciri khas
adanya gangguan otak yang bermakna yang memerlukan cara pendekatan diagnostik, evaluasi
serta penatalaksanaan yang cepat.
1
BAB II
Basic Science
2
Kualitas dan derajat kesadaran:
Jumlah (kuantitas) input susunan sistem saraf pusat menentukan derajat kesadaran,
Cara pengolahan input → output susunan saraf pusat menentukan kualitas kesadaran.
Dimana inputnya sendiri bisa spesifik dan non-spesifik:
Spesifik
Perjalanan impuls aferen yang khas dan kesadaran yang dihasilkan oleh impuls aferen itu
adalah khas juga (contohnya: protopatik, proprioseptif, dan perasaan pancaindera).
Lintasan spesifik ini merupakan lintasan yang menghubungkan suatu titik pada tubuh
dengan suatu titik di daerah cortex perseptif primer sehingga nantinya akan menghasilkan
3
kesadaran akan suatu modalitas perasaan spesifik (contoh: nyeri di kaki atau wajah,
penglihatan, dll).
Contoh lintasan: jaras spinotalamik, lemniscus medialis, geniculo-calcarina, dsb.4,5
Non-spesifik
Sebagian impuls aferen spesifik disalurkan melalui cabang kontralateralnya ke rangkaian
neuron-neuron substansia reticularis sehingga impuls aferen itu selanjutnya bersifat non-
spesifik oleh karena cara penyalurannya ke thalamus berlangsung secara multisinaptik,
unilateral, bilateral. Dan setibanya di inti laminar yang terdapat di dalam thalamus akan
menggalakan inti tersebut untuk memancarkan impuls yang menggiatkan seluruh korteks
secara difus dan bilateral.4,5
Level kesadaran sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Secara kualitatif:
Compos mentis
Pasien sadar penuh, memberi respon adekuat terhadap semua stimulus yang diberikan.
Apatik
Pasien sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan sekitar. Ia memberikan respon adekuat
bila diberi stimulus.
Somnolen
Pasien tampak mengantuk. Tidak respon terhadap stimulus ringan, memberi respon
terhadap stimulus agak keras.
Sopor
Pasien tidak memberikan respon ringan atau sedang. Tetapi masih memberi sedikit respon
terhadap stimulus kuat. Refleks pupil terhadap cahaya (+).
Koma
Pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun, refleks pupil terhadap cahaya (-).
Delirium
Kesadaran menurun serta kacau, biasanya disertai disorientasi.Iritatif dan halusinasi.
2. Secara kuantitatif (berdasarkan GCS):
Compos mentis (GCS = 14-15),
Apatis (GCS = 12-13),
Somnolen (GCS = 10-11),
4
Delirium (GCS = 7-9),
Sopor Coma (GCS = 4-6),
Coma (GCS = 3).
Di dalam GCS terdapat 3 komponen penting dalam menentukan kesadaran yaitu pembukaan
mata, respon motorik, dan verbal.4,5
Pembukaan mata
E4 = spontaneous
Pasien secara spontan membuka matanya tanpa stimulasi.
E3 = to sound
Pasien membuka matanya karena ada stimulasi suara.
E2 = to pain
Pasien membuka matanya ketika kita memberi stimulus nyeri dengan menekan
dadanya atau supraorbitalnya.
E1 = never
Pasien tidak pernah membuka matanya meskipun kita memberi stimulus nyeri.
Respon motorik
M6 = mematuhi perintah
Pasien mematuhi perintah ketika kita meminta pasien untuk melakukan sesuatu hal.
M5 = lokalisasi nyeri
Pasien menempatkan lokalisasi nyeri ketika kita memberi stimulasi nyeri pada dada
atau supraorbital.
M4 = normal flexi
Ekstremitas pasien normal flexi ketika kita memberi stimulasi nyeri (dengan drawl)
→ flexi siku, supinasi lengan bawah, flexi pergelangan tangan saat ditekan daerah
supraorbita; menarik bagian tubuh saat dasar kuku ditekan.
M3 = abnormal flexi
Ekstremitas pasien abnormal flexi ketika kita memberi stimulasi nyeri pada dada
atau supraorbitalnya → adduksi jari-jari tangan, bahu rotasi interna, pronasi lengan
bawah, flexi pergelangan tangan.
M2 = ekstensi
5
Ekstremitas pasien abnormal ekstensi ketika memberi stimulasi nyeri pada dada
atau supraorbitalnya.
M1 = nil
Tidak ada respon motorik di stimulasi nyeri.
Verbal response
V5 = oriented
Pasien dapat berbicara dengan benar.
V4 = confused conversation
Pasien merespon percakapan, dengan beberapa disorientasi, dan kebingungan.
V3 = inappropriate words
Berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.
V2 = incomprehensible sound
Pasien hanya menghasilkan suara yang tidak dapat dipahami.
V1 = none.4,5
6
BAB III
Clinical Science
A. Kesadaran
Kesadaran adalah suatu keadaan di mana seorang individu sepenuhnya sadar akan diri
dan hubungannya dengan lingkungan sekitar. Penilaian kesadaran dapat terganggu apabila terdapat
keadaan-keadaan di mana pasien sadar namun tidak dapat merespons terhadap stimulus yang
diberikan oleh pemeriksa, seperti keadaan kerusakan input sensorik, kelumpuhan (locked in states)
atau gangguan psikiatrik.6
Kesadaran mempunyai dua komponen, yakni kualitas (konten) dan kuantitas (arousal).
Kualitas kesadaran meliputi keseluruhan fungsi yang dimediasi oleh korteks serebri, termasuk
fungsi kognitif dan afektif. Pasien dapat saja mengalami gangguan pada lokasi tertentu yang
mengakibatkan mereka bangun namun tidak dapat merespons terhadap stimulus kognitif yang
diberikan oleh pemeriksa, sehingga menimbulkan kesan pasien tersebut mengalami kebingungan.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas kesadaran sangat dipengaruhi oleh kuantitas
kesadaran, karena tanpa adanya kemampuan pasien untuk mempertahankan keadaan bangun tidak
mungkin ada kemampuan untuk merespons terhadap stimulus kognitif afektif.6
B. Penurunan Kesadaran
Definisi
Penurunan kesadaran adalah adanya kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final
common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah
kepada gagal otak dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran terjadi oleh karena adanya
kerusakan menyeluruh dari fungsi korteks, sehingga menyebabkan penurunan kualitas kesadaran
secara menyeluruh, atau karena kerusakan jalur-jalur tertentu dari batang otak atau diensefalon.7
Epidemiologi
Prevalensi dan insidensi dari koma dan gangguan kesadaran sulit untuk ditentukan secara
pasti, mengingat luas dan beragamnya faktor penyebab dari koma. Laporan rawat inap nasional
dari Inggris tahun 2002-2003 melaporkan bahwa 0,02% (2.499) dari seluruh konsultasi rumah
sakit disebabkan oleh gangguan terkait dengan koma dan penurunan kesadaran, 82% dari kasus
7
tersebut memerlukan rawat inap di rumah sakit. Koma juga nampaknya lebih banyak dialami oleh
pasien usia paruh baya dan lanjut usia, dengan rata-rata usia rawat inap untuk koma adalah 57
tahun pada laporan yang sama.8 Hasil lain dilaporkan oleh dua rumah sakit daerah Boston,
Amerika Serikat, di mana koma diperkirakan menyebabkan hampir 3% dari seluruh diagnosis
masuk rumah sakit. Penyebab yang paling banyak dari laporan tersebut adalah alkoholisme,
trauma serebri dan stroke, di mana ketiga sebab tersebut menyebabkan kurang lebih 82% dari
semua admisi.9
Klasifikasi
8
Keadaan terkunci (locked-in) merupakan suatu keadaan di mana pasien
sepenuhnya sadar, namun tidak dapat menggerakkan keempat tungkainya. Keadaan ini
disebabkan oleh karena kerusakan di jaras otak yang mengatur persarafan motorik dan juga
saraf kranial bagian bawah. Kecurigaan klinis yang tinggi harus diterapkan untuk dapat
mengenali pasien-pasien seperti ini, oleh karena manajemen terhadap kasus-kasus seperti
ini harus dibedakan dengan keadaan penurunan kesadaran sejati.6
9
Mati otak digunakan untuk menggambarkan keadaan hilangnya kemampuan otak
secara total ireversibel untuk mempertahankan fungsi kesadaran dan juga fungsi
kardiopulmonar serta vegetatif otonom.6
Mati batang otak merupakan istilah yang dikembangkan untuk menggambarkan
hilangnya kemampuan otak untuk mempertahankan kesadaran dan juga pernapasan secara
ireversibel.6
Etiologi
10
keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem motorik
simetris dan tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan glutethmide
atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien
mempergunakan barbiturat).7
11
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak ruang
rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan
menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui
celah tentorium.
c. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau
lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke
arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang akhirnya menekan
mesensefalon.
2. Koma infratentorial7
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta merusak
pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan
nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung menekan pons
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium dan
menekan tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan
medulla oblongata.
12
Manifestasi Klinis
A. Manifestasi Kelainan Struktural
Manifestasi klinis koma akibat lesi kompresi
a. Gangguan lapangan pandang khas (hemianopsia bitemporal),
b. Cedera nervus okulomotorik serta cabang oftalmik nervus trigeminal.
c. Diameter pupil yang kecil namun reaktif, gangguan refleks vestibulokoklear dan juga
postur deserebrasi.
d. Mual dan terkadang muntah proyektil yang hebat
e. Riwayat ataksia, vertigo, dan kekakuan leher
f. Papiledema.
Manifestasi klinis koma akibat herniasi
1. Sindrom herniasi unkal
a. Penurunan kesadaran secara bertahap
b. Disertai atau didahului oleh dilatasi pupil unilateral
c. Dilatasi pupil paling sering terjadi ipsilateral terhadap masa dan terjadi sebagai akibat
kompresi N.III oleh girus unkal yang menekan.
2. Sindrom herniasi sentral
a. Timbul kebingungan
b. apati
c. pupil menjadi kecil dan bereaksi minimal terhadap rangsang cahaya;
d. refleks Babinski (tahap awal)
e. refleks genggam (tahap lanjut).6,11
13
b. apnea pasca-hiperventilasi
c. pernapasan lambat dan dalam (Kussmaul) karena ketoasidosis diabetik dan penyebab
koma lainnya yang menghasilkan asidosis metabolic
d. Adanya refleks cahaya pupil yang tetap terjaga, walaupun disertai dengan depresi
pernapasan, respons kalorik vestibulo-okular negatif, kekakuan deserebrasi atau
flasiditas motorik tetap mengindikasikan koma metabolik.
e. Bola mata biasanya bergerak secara acak dan kemudian diam pada posisi depan seiring
dengan mendalamnya koma
f. Paratonia dan refleks primordial (mencucur, menghisap dan menggenggam) pada
demensia dan koma ringan
g. Tremor
h. asteriksis
i. mioklonus multifocal.6,11
Diagnosis
Untuk mendiagnosis penurunan kesadaran perlu memperhatikan penyebab penurunan
kesadaran dan bagaimana siatuasi koma yang sedang dihadapinya (tenang, herniasi otak).
Pendekatan diagnostik tidak berbeda dengan kasus-kasus yang lainnya, yaitu melalui urutan
anamnesa, pemeriksaan fisik neurologik, dan pemeriksaan penunjang. Perbedaannya terletak pada
tuntutan kecepatan berpikir dan bertindak.10
1. Anamnesis.2
Tanyakan pada pasien atau pada pengantar tentang lingkungan sekeliling saat
awitan terjadi serta perjalanan penyakitnya. Beberapa poin penting yang harus ditanyakan:
a. Awitan: waktu, lingkungan sekeliling.
Usia pasien merupakan bagian penting dari anamnesis. Pada pasien yang
sebelumnya sehat, usia muda, penurunan kesadarannya terjadi tida-tiba, kemungkinan
penyebabnya bisa keracunan obat, perdarahan subarachnoid, atau trauma kepala.
Sedangkan pada usia tua, penurunan kesadaran yang tiba-tiba lebih mungkin disebabkan
oleh perdarahan serebral atau infark.
b. Gejala-gejala yang mendahului secara terperinci (bingung, nyeri kepala, kelemahan,
pusing, muntah, atau kejang), gejala-gejala fokal seperti sulit bicara, tidak bisa membaca,
14
perubahan memori, disorientasi, baal atau nyeri, kelemahan motorik, berkurangnya
enciuman, perubahan penglihatan, sulit menelan, gangguan pendengaran, gangguan
melangkah atau keseimbangan, tremor.
c. Pemakaian obat-obatan atau alkohol.
d. Riwayat penyakit jantung, paru-paru, liver, ginjal, atau yang lainnya
.
2. Pemeriksaan fisik
2.1 Pemeriksaan Fisik Umum
a. Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan
perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya
aritmia.
b. Bau nafas dan pola pernapasan
Bau nafas dapat memberi petunjuk adanya proses patologik tertentu
misalnya uremia, ketoasidosis, intoksikasi obat, dan bahkan proses kematian yang
sednag berlangsung. Pemeriksaan pola pernafasan berupa:
Cheyne-Stokes (pernapasan apnea, kemudian berangsur bertambah besar
amplitudonya)→gangguan hemisfer dan atau batang otak bagian atas
Kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) →gangguan di tegmentum (antara
mesensephalon & pons)
Apneustik (inspirasi dalam diikuti penghentian ekspirasi selama waktu yang
lama) → gangguan di pons
Ataksik (pernapasan dangkal, cepat, tak teratur) →gangguan di
fomartioretikularis bagian dorsomedial & medula Oblongata.12
c. Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda – tanda trauma, stigmata
kelainan hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada
penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan
sangat berhati – hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur
servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk
dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.
15
d. Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.
e. Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal
(jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
f. Toraks/abdomen dan ekstremitas.
Perhatikan ada tidaknya fraktur.12
1) Umum
Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma
Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral
Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama (aktivitas
seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama).
2) Level kesadaran
Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, soporo dan koma)
Kuantitatif (menggunakanGCS)
3) Pupil
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya
Simetris/reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon
baik.Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik(-), dicurigai suatu koma
metabolik
Midposisi(2-5mm),ƒixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.
Pupil reaktif point-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiate kolinergik.
Dilatasi unilateral danƒixed,terjadi herniasi.
Pupil bilateral ƒixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik – iskemi global,
keracunan barbiturat.
16
Funduskopi
Pada pemeriksaan funduskopik perhatikanlah keadaan papil. apakah ada edema,
perdarahan, dan eksudasi, serta bagaimana keadaan pembuluh darah Tekanan intrakranlal
yang meninggi dapat menyebabkan terjadinya edema papli. Pada perdarahan subarakhnoid
dapat dijumpai perdarahan subhiaMd. Pada retinopati diabetik dapat dijumpai mikro-
anerisma di pembuluh darah retina.12
Refleks okulovestibuler/okulosefalik (dolls eye manuevre)
Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan diatur oleh
nervus okulomotorius. Nuclei nervus oculomotor mendapat impuls aferen dari cortical,
tectal, dan tegmental sistem oculomotor, serta impuls langsung dari sistem vestibular dan
vestibule cerebellum. Reflex okulovestibuler diperiksa dengan menolehkan kepala pasien,
namun harus hati-hati pada pasien trauma yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi dari
tulang cervical. Selain dengan menolehkan kepala pasien, dapat juga tes kalori. Respon
normal dari gerakan yang menimbulkan impuls pada vestibular menuju sistem okulomotor
dan membuat mata berputar berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan pemeriksa.
Pada pasien sadar, refleks memfokuskan pandangan menutupi reflex tesebut, sehingga
pemeriksaan doll’s eye tidak dilakukan pada pasien sadar, namun pada pasien dengan
penurunan kesadaran.12
Refleks okuloauditorik
Bila dirangsang suara keras penderita akan menutup mata maka gangguan di pons.
Sedangkan pada refleks okulovestibular bila meatus autikus eksteernus dirangsang air
hangat akan timbul nistagmus ke arah rangsangan maka gangguan di pons.
Pemeriksaan pupil berupa:
• Lesi di hemisfer →kedua mata melihat ke samping ke arah hemisfer yang
terganggu.Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal
• Lesi di talamus→kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil,
reflekscahaya negatif.
• lesi di pons →kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil,
reflekscahaya positif, kadang terdapat ocular bobing.
• lesi di serebellum→kedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal, refleks cahaya
positif normal
17
• Gangguan N oculomotorius→pupil anisokor, refleks cahaya negatif pada pupil yanglebar,
ptosis
4). Pemeriksaan rangsang meningeal
5). Fungsi motorik
Perhatikan adanya gerakan pasien, apakah asimetrik (ada paresis). Gerak mioklonik
dapat dijumpai pada ensefalopati metabolik (mininya pada gagal hepar, uremta. htpoksia).
demikian juga gerak astcriksis Kejang miofokal dapat dijumpai pada gangguan metaboik.
Sikap dekortikasi (lengan dalam keadaan fleksi dan aduksi. Sedangkan tungkai dalam
keadaan okstensi) menandakan lesi yang dalam pada hemisfer atau tepat di alas
mesensefalon. Sikap deserebrasl (lengan dalam keadaan ekstensi, aduksi dan endorotasl,
sedangkan tungkai dalam sikap ekstensi) dapat dijumpai pada lesi batang otak bagian atas.
di antara nukleus ruber dan nukleus vestibular.12
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium, ada yang bersifat segera, ada yang bersifat terencana.
Pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera pada umumnya meliputi pemeriksaan
glukosa darah, jumlah leukosit, kadar hemoglobin, hematokrit, dan analisis gas darah. Pada
kasus tertentu (meningitis, ensefalitis, perdarahan suabarahnoid) diperlukan tindakan
pungsi lumbal dan kemudian dilakukan analisis cairan serebrospinal.
b. Pemeriksaan elektrofisiologi, pada kasus koma bersifat terbatas kecuali pemeriksaan
EKG. Pemeriksaan eko-ensefalografi bersifat noninvasif, dapat dikerjakan dengan mudah,
tetapi manfaat diagnostiknya terbatas. Apabila ada CT scan maka pemeriksaan
18
ekoensefalografi tidak perlu dikerjakan. Pemeriksaan elektroensefalografi terutama
dikerjakan pada kasus mati otak (brain death).
c. Pemeriksaan radiologik, dalam penanganan kasus koma tidak selamanya mutlak perlu.
CT scan akan sangat bermanfaat pada kasus-0kasus GPDO, neoplasma, abses, trauma
kapitis, dan hidrosefalus. Koma metabolik pada umumnya tidak memerlukan pemeriksaan
CT scan kepala.12
19
Penatalaksanaan
Langkah pertama yang harus diperhatikan saat melakukan penilaian pada pasien dengan
penurunan kesadaran baik etiologi yang mendasarinya seperti kelainan struktural maupun
metabolik kondisi medis utama yaitu kondisi jalan napas, pola pernafasan, dan sirkulasi untuk
reperfusi dan oksigenasi sistem saraf pusat.2 Prinsip tatalaksana pasien dengan penurunan secara
umum adalah:
• Oksigenasi
• Mempertahankan sirkulasi
• Mengontrol glukosa
• Menurunkan tekanan tinggi intrakranial
• Menghentikan kejang
• Mengatasi infeksi
• Menoreksi keseimbangan asam-basa serta keseimbangan elektrolit
• Penilaian suhu tubuh
• Pemberian thiamin
• Pemberian antidotum (contoh: nalokson pada kasus keracunan morfin)
• Mengontrol agitasi.2
20
Nasal airway dapat digunakan pada pasien dengan kecurigaan adanya lesi pada cervical dan
kontraindikasi untuk dilakukan maneuver jaw lift maupun head-tilt.2
Tindakan intubasi merupakan indikasi untuk jalan napas tetap terjaga dengan baik pada
pasien dengan penurunan kesadaran dan gangguan fungsi bulber. Pasien dengan GCS yang rendah
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan pernafasan walaupun masalah
utamanya bukan pada sistem pernafasan. Pasien dengan nilai GCS 8 harus dilakukan tindakan
intubasi.2
2. Pernafasan2
Pada pasien dengan penurunan kesadaran perlu diperhatikan frekuensi pernafasan dan pola
pernafasan. Frekuansi pernafasan normal adalah 16-24 kali permenit dengan pola nafas
torakoabdominal. Pada psien dengan gangguan pernafasan seringkali disertai retraksi otot-otot
ekstrapulmonal, seperti rektarksi suprasternal, retraksi supraklavikula, dan retraksi otot abdominal.
Suara nafas tambahan juga perlu diperhatikan pada pasien dengan penurunan kesadaran. Suplai
oksigen binasal dapat diberikan sesuai dengan oksigenasinya. Pada keadaan tertentu seperti
kecurigaan adanya penyakit paru yang berat dapat siperiksa analisis gas darah dan digunakan
ventilator bila terdapat kondisi gagal nafas.2
3. Sirkulasi2
Pada pasien dengan penurunan kesadaran, untuk monitor dan evaluasi kondisi sirkulasi sebaiknya
dipasang kateterisasi vena sentral untuk memudahkan dalam monitoring cairan dan pemberian
nutrisi. Selain itu pula optimalkan tekanan darah dengan target Mean Arterial Pressure di atas
70mmHg. Pada kondisi hipovolemia berikan cairan kristaloid isotonik seperti cairan NaCl
fisiologis dan ringer laktat. Kita harus menghindari pemberian cairan hipotonik seperti cairan
glukosa maupun dektrosa terutama pada kasus stroke kecuali penyebab penurunan kesadarannya
adalah kondisi hipoglikemi. Bila cairan infus sudah diberikan tetapi MAP belum mencapoai target,
maka diusahakan untuk pemberian obat-obatan vasopresor seperti dopamine dan
epinefrin/norepinefrin.
21
Prognosis
Prognosis penurunan kesadaran bersifat luas tergantung kepada penyebab, kecepatan serta
ketepatan dari pengobatan yang diberikan. Sehingga pemeriksaan dan penegakan diagnosis pada
kasus penurunan kesadaran harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah timbulnya
kelainan yang sifatnya ireversible.
Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala adanya gangguan fungsi batang otak, seperti
doll’s eye, refleks kornea yang negatif, refleks muntah yang negatif; Pupil lebar tanpa adanya
refleks cahaya; dan GCS yang rendah (1-1-1) yang terjadi selama lebih dari 3 hari.2
Komplikasi
Komplikasi yang muncul dapat meliputi:
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono M, Sidharta P. 2012. Kesadaran dan fungsi luhur dalam neurologi klinis dasar.
Dian rakyat. Jakarta.
3. Cavanna AE, Shah S, Eddy CM. 2011. Conscioussnes : A neurological perspective. IOS
press. UK
5. Dian, S. 2013. Pemeriksaan Fisik Dasar Neurologi Berbasis Ilustrasi Kasus. Bagian/UPF
Ilmu Penyakit Saraf FK Unpad.
6. Posner JB, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Plum and Posner's Diagnosis of Stupor and
Coma. New York : Oxford University Press, 2007. ISBN 978-0-19-532131-9.
7. Batubara, AS. 1992. Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed 80. FK USU.
Hal 85-87.
9. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's Principles of Neurology. New York :
McGraw-Hill, 2005. Vol. 8. 0-07-146971-0.
10. Solomon P, Aring CD. Causes of coma in patients entering general hospital. 1934, Am J
Med Sci, Vol. 188, p. 805.
11. Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
12. Wulandari DS. 2011. Penurunan kesadaran. Fakultas kedokteran universitas yarsi. Serang)
13. Buku Diagnosis Klinis MacLeod-PAPDI (yang disunting Prof. DR. dr. Aru Sudoyo,
Sp.PD, K-HOM, FINASIM, FACP)
14. Made, I Bakta. Gawat Darurat di bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC, 1999.
23