RESUME
Tutor:
Disusun oleh:
G1B019029
FAKULTAS KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2019
PENDAHULUAN
Skenario
Sebuah Cerita tentang Kita
Al dan Dul adalah sahabat di bangku SMU yang bertemu kembali setelah
hampir 6 bulan masing-masing sibuk dengan kegiatan kampusnya. Al saat ini
menjalani studinya di kampus kedokteran gigi, sedangkan Dul memilih menekuni
dunia desain interior. Al dan Dul bertemu di sebuah rumah makan langganan
mereka pada saat SMU. Ketika asyik bercerita tiba-tiba Dul mengangkat kedua
kakinya hingga ke atas kursi dan berseru kaget.
Al kaget dan bertanya, “Kenapa Dul?”
Sambil bergidik, Dul berseru, “Barusan ada kucing lewat di bawah meja
kita, ekornya kena kakiku, refleks aku angkat kaki.”
Sambil meneruskan makan Dul bertanya, “Kok bisa ya, kita merasa geli
terus refleks angkat kaki?”
Al dengan wajah terkekeh menjawab pertanyaan Dul, “Ya jelas bisalah, di
kaki kita itu ada reseptornya, stimulus yang tidak kamu sangka tadi, membuat
reaksimu lebay kayak tadi.”
Dul masih dengan wajah melongo meneruskan diskusi, “Bukannya
biasanya gerakankaki itu disadari ya?”
“Iya, gerakan otot di kaki itu memang volunter, ada neurotransmitternya,
ada regulatornya. Nanti beda lagi kalau kamu ketemu anjing, masih takut sama
anjing, kan? Pasti adrenalin-mu keluar dan reaksimu beda lagi,” tambah Al.
“Emang gimana ceritanya?” tanya Dul penuh rasa ingin tahu.
“Udah besok coba ikut aku kuliah, biar paham sama badanmu sendiri,”
ujar Al.
PEMBAHASAN
Seven Jump Steps
1. Gerak Volunter
Sebagai contoh, kita hendak menulis. Pada tahap awal, kita
memegang pena dan kemudian tangan akan menggerakkan pena untuk
menghasilkan tulisan. Ketika kita sedang memegang pena, graded
potential merangsang reseptor di kulit bagian jari. Setelah itu, graded
potential memicu akson neuron sensoris untuk membentuk potensial aksi,
yang akan membawa impuls ke CNS dan menyebabkan keluarnya
neurotransmitter. Neurotransmitter akan menstimulasi interneuron untuk
membentuk graded potential di dendrit dan badan sel. Graded potential
menyebabkan akson interneuron membentuk potensial aksi yang akan
mengeluarkan neurotransmitter di sinaps selanjutnya dengan interneuron
lain. Setelah itu, akan diteruskan ke otak (talamus dan cerebral korteks).
Tercapainya impuls di cerebral kortex menyebabkan kita dapat merasakan
sensasi menyentuh pena. Stimulasi di otak menyebabkan graded potential
pada dendrit dan badan sel neuron motor atas sehingga menimbulkan
potensial aksi yang kemudian diikuti dengan pengeluaran
neurotransmitter. Neurotransmitter menyebabkan graded potential di
neuron motor bawah, kemudian dibentuk potensial aksi yang akan
mengeluarkan neurotransmitter di neuromuscular junctions. Untuk
menghasilkan gerakan, neurotransmitter menstimulasi myofibril untuk
menghasilkan potensial aksi yang membuat otot berkontraksi sehingga kita
dapat menggerakkan tangan untuk menulis.
2. Gerak Involunter atau Refleks
Gerak refleks bersifat cepat, tidak disadari, dan tidak terencana. Ada
lima komponen fungsional terjadinya gerak refleks.
a. Reseptor merespon stimulus dengan memproduksi graded potential
yang akan memicu potensial generator. Jika sudah mencapai threshold
depolarisasi, akan memicu impuls di neuron sensoris.
b. Neuron sensoris mengirimkan reseptor dari akson neuron sensori ke
terminal akson yang ada di gray matter medulla spinalis atau batang
otak.
c. Pusat integrasi ada di CNS, dapat berupa monosinaptik (satu
interneuron) atau polisnaptik (lebih dari satu sinaps CNS).
d. Neuron motoris mengirimkan impuls dari CNS ke bagian tubuh yang
hendak merespon.
e. Efektor dapat berupa otot skelet untuk refleks somatik dan otot polos,
otot jantung, atau kelenjar untuk refleks autonom.
Secara singkat, mekanisme gerak refleks secara umum dapat dituliskan
sebagai berikut:
Stimulus Reseptor Neuron sensoris Pusat integrasi (otak atau
medulla spinalis) Neuron motoris Efektor (otot skelet).
Gerak refleks somatik
a. Refleks regang
Stimulus berupa peregangan otot Reseptor sensoris di muscle
spindle Neuron sensoris Pusat integrasi (medulla spinalis)
Neuron motoris Efektor (otot) Otot berkontraksi.
b. Refleks tendon
Stimulus berupa tegangan tendon Reseptor di tendon Neuron
sensoris Pusat integrasi (medulla spinalis) Neuron motoris
Efektor (otot) Otot relaksasi dan mengurangi tegangan.
c. Refleks fleksor
Stimulasi (menginjak paku) Reseptor di dendrit dari neuron yang
sensitif terhadap nyeri Neuron sensoris Pusat integrasi (medulla
spinalis) Neuron motoris Efektor (otot fleksor di paha) Otot
fleksor paha berkontraksi, menarik kaki ke belakang.
d. Refleks ekstensor menyilang
Stimulasi (kaki kanan menginjak paku) Reseptor di dendrit dari
neuron yang sensitif terhadap nyeri Neuron sensoris Pusat
integrasi (medulla spinalis) Neuron motoris Efektor (otot
ekstensor di paha) Otot ekstensor paha kaki kiri berkontraksi, kaki
kiri ekstensi.
Gerak refleks autonom
Stimulasi Reseptor di distal end of sensory neuron Neuron
sensoris Integrating center (hipotalamus, batang otak, atau medulla
spinalis) Preganglionik Ganglion Postganglionik Efektor
(otot polos, otot jantung, dan kelenjar)
(Tortora dan Derrickson, 2013).
B. Sistem Regulator
Sistem regulator merupakan sistem yang mengoordinasi semua fungsi
sistem di dalam tubuh. Sistem regulator pada manusia ada dua, yaitu sistem saraf
dan sistem endokrin. Sistem saraf berperan melalui impuls saraf (potensial aksi)
yang dilakukan bersama akson. Pada sinapsis, impuls memicu pengeluaran
molekul mediator yang disebut neurotransmitter. Sistem endokrin mengeluarkan
mediator yang disebut hormon. Kontrol kedua sistem tersebut sangat berbeda.
Respon sistem endokrin lebih lambat dibanding dengan sistem saraf. Efek
dari sistem saraf secara umum lebih singkat daripada sistem endokrin. Sistem
saraf berperan pada otot dan kelenjar yang spesifik, sedangkan pengaruh sistem
endokrin lebih luas. Sistem saraf dan sistem endokrin juga dapat berperan
bersama sebagai interlocking “super-system”. Contohnya, bagian tertentu sistem
saraf menstimulasi atau menghambat pengeluaran hormon oleh sistem endokrin.
Hormon merupakan molekul mediator yang dikeluarkan di salah satu
bagian tubuh, tetapi mengatur aktivitas sel di bagian tubuh lain. Kebanyakan
hormon memasuki cairan interstisial dan kemudian aliran darah akan mengirim
hormon ke sel tubuh. Neurotrasnmitter dan hormon mendesak efek dengan
berikatan dengan reseptor di sel target. Beberapa mediator bertindak sebagai
neurotransmitter dan hormon, misalnya norepinephrine. Norepinephrine
dikeluarkan sebagai neurotransmitter oleh neuron postganglionik simpatis dan
sebagai hormon oleh sel chromaffin medulla adrenal.
(Tortora dan Derrickson, 2013).
1. Sistem Saraf
Sistem saraf diklasifikasikan menjadi sistem saraf pusat dan sistem
saraf perifer. Sistem saraf pusat berperan dalam memproses,
menginterpretasi, dan menyimpan informasi yang akan dikirim ke otot,
kelenjar atau organ. Sistem saraf pusat berada di otak dan medulla spinalis.
Sistem saraf perifer terbagi atas sistem saraf somatik, sistem saraf autonom,
dan sistem saraf enterik. Sistem saraf perifer somatik mengendalikan otot
skelet. Sistem saraf perifer autonom mengatur kelenjar, pembuluh darah,
dan organ internal. Sistem saraf perifer autonom dikelompokkan menjadi
sistem saraf perifer autonom simpatis yang mengerahkan tubuh untuk
mengeluarkan output energi dan sistem saraf perifer autonom parasimpatis
yang memelihara energi serta menjaga agar tetap quiet state.
Mekanisme singkat pada sistem saraf somatik:
Medulla spinalis Neuron motor somatik (bermyelin) ACh Efektor:
otot skelet.
Mekanisme singkat pada sistem saraf autonom:
Medulla spinalis Neuron preganglionik simpatis (bermyelin)
Ganglionik autonom (ACh) Neuron postganglionik simpatis (tidak
bermyelin) Efektor: otot polos, otot jantung, dan glandula.
2. Sistem Endokrin
Dikutip dari materi lecture mata kuliah anatomi dan fisiologi manusia
Fakultas Farmasi UGM oleh dr. Dicky, sistem endokrin merupakan sistem
yang memancarkan hormon ke sel-sel terget melalui pembuluh darah dan
cairan ekstraseluler. Sekresi hormon timbul ketika terjadi suatu perubahan
pada tubuh yang menimbulkan aksi pada sel target sehingga kembali dalam
keadaan homeostasis. Sistem endokrin berfungsi dalam penjagaan
lingkungan internal tubuh agar dalam kondisi biokimia yang optimum,
mengintegrasi dan meregulasi pertumbuhan dan perkembangan, serta
mengatur proses reproduksi, yang meliputi gametogenesis, coitus, fertilisasi,
fetal growth and development, serta nourishment of the newborn.
Hormon dikelompokkan menjadi autokrin, parakrin, dan endokrin.
Aurokrin merupakan hormon yang disekresikan dan bekerja pada sel itu
sendiri. Parakrin merupakan hormon yang disekresikan oleh sel penghasil
ke sel target yang berdekatan. Endokrin merupakan hormon yang
disekresikan melalui pembuluh darah ke sel target yang letaknya jauh dari
sel penghasil hormon. Control pathway dapat berupa local pathway dan
long distance pathway. Local pathway dilalui oleh autokrin dan parakrin.
Long distance pathway dilalui oleh endokrin dengan mekanisme secara
umum:
Stimulus Reseptor Afferen Pusat Integrasi Efferen Efektor
Respon.
C. Hormon Adrenalin
Hormon adrenalin atau hormon epinephrin merupakan hormon yang
disekresi oleh sel-sel chromaffin medulla adrenal bersamaan dengan
norepinephrin. Hormon adrenalin dipersarafi oleh neuron preganglionik simpatis
dari ANS (Autonomic Nerve System). Hormon dikeluarkan sangat cepat karena
ANS menggunakan kontrol langsung ke sel chromaffin. Sel chromaffin
mensekresi 80% hormon epinephrine atau adrenalin dan 20% norepinephrin atau
noradrenalin (Tortora dan Derickson, 2013).
Stimulus hormon adrenalin terjadi ketika berada pada situasi
tertekan/stressful dan ketika melakukan exercise. Impuls dari hipothalamus
menstimulasi neuron preganglionik simpatis, yang akann menstimulasi sel-sel
chromaffin untuk mensekresi epinephrine dan norepinephrine. Kedua hormon
tersebut akan mengeluarkan respons berupa fight or flight. Epinephrin dan
norepinephrin meningkatkan kecepatan denyut jantung dan memacu kontraksi,
sehingga tekanan darah juga meningkat. Selain itu, kedua hormon tersebut
meningkatkan aliran darah ke jantung, hati, otot skelet, dan jaringan adiposa,
melebarkan saluran udara ke paru-paru, serta meningkatkan gula darah dan asam
lemak (Tortora dan Derrickson, 2013).
Hormon epinephrin dan norepinephrin menimbulkan efek pada tubuh.
Pada otot skelet, epinephrin dan norepinephrin dipicu oleh mobilisasi cadangan
glikogen dan mempercepat pemecahan glukosa untuk menghasilkan ATP.
Kombinasi tersebut akan meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot. Di jaringan
adiposa, keluarnya hormon dipicu oleh pemecahan simpanan lemak menjadi asam
lemak, yang dikeluarkan melalui pembuluh darah bagi jaringan lain untuk
menghasilkan ATP. Di hati, glikogen yang dipecah (berupa glukosa) akan
dikeluarkan melalui pembuluh darah dan didistribusikan untuk jaringan saraf yang
tidak dapat melakukan metabolisme asam lemak. Di jantung, stumulasi oleh
respetor 𝛽 1 memicu peningkatan kecepatan dan kontraksi otot jantung (Martini
dan Nath, 2012).
Steps 6: Self-study
Steps 7: Reporting