Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1
Bagian-bagian otak atau lobus
(Saskia, 2018, Bagaimanakah anatomi otak dan syaraf manusia )

Gambar 2.2
Sel saraf (neuron) dan bagian-bagiannya
(Dosenbiologi.com, 2017, Sistem saraf pada manusia dan fungsinya)

8
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf (neron) yang tersusun
membentuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat
(SSP) terdiri atas otak dan medulla spinalis. Sedangkan sistem saraf tepi
(perifer) merupakan susunan sistem saraf pusat yang membawa pesan ke dan
dari sistem saraf pusat.
Rangsangan (Stimulus) yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari
lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan
menuntut tubuh untuk mampu mengadaptasikannya sehingga tubuh tetap
seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan
sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks.
Rangsangan yang diterima oleh reseptor (penerima rangsangan) sistem
saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf
pusat. Di sistem saraf pusat implus diolah untuk kemudian meneruskan
jawaban (respon) kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang
berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Jawaban yang terjadi dapat berupa
jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang tidak
dipengaruhi oleh kemauan (involunter).
Jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan melibatkan sistem sraf somatik
sedangkan yang tidak dipengaruhi oleh kemauan melibatkan sistem saraf
otonom. Yang berfungsi sebagai efektor sistem saraf somatik adalah otot
rangka, sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos,
otot jantung dan kelenjar sebasea.
Secara garis besar sistem saraf mempunyai 4 (empat) fungsi, yaitu: (1)
menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui
saraf sensori (Afferent sensory pathway), (2) mengkomunikasikan informasi
antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat, (3) mengolah informasi yang
diterima baik di tingkat medulla spinalis maupun di otak untuk selanjutnya
menentukan jawaban (respon), (4) mengantarkan jawaban secara cepat melalui
saraf motorik (Efferent motorik pathway ke organ-organ tubuh sebagai control
atau modifikasi dan tindakan.

9
Sistem saraf sangat berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas adalah
kemampuan menanggapi rangsangan. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga
komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu: (1) Reseptor, adalah
alat penerima rangsangan atau implus. Pada tubuh kita yang bertindak sebagai
reseptor adalah organ indera, (2) Konduktor (penghantar impuls), dilakukan
oleh sistem saraf itu sendiri. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf yang disebut
dengan neuron, (3) Efektor, adalah bagian tubuh yang menanggapi rangsangan.
Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan kelenjar (hormon).
Otot menanggapi rangsangan yang berupa gerakan tubuh, sedangkan hormon
menanggapi rangsangan dengan meningkatkan/menurunkan aktivitas organ
tubuh tertentu. Misalnya: mempercepat/ memperlambat denyut jantung,
melebarkan atau menyempitkan pembuluh darah dan lain sebagainya.
1. Sel Saraf (Neuron)
Sel saraf merupakan sel tubuh yang berfungsi mencetuskan atau
menghantarkan implus listrik. Sel saraf merupakan unit dasar dan
fungsional sistem saraf yang mempunyai sifat eksitabilitas, artinya siap
memberi respon apabila terstimulasi. Sistem saraf tersusun oleh sel-sel
saraf atau neuron. Neuron inilah yang berperan dalam menghantarkan
implus(rangsangan). Sebuah sel saraf terdiri tiga bagian utama yaitu badan
sel, dendrit dan neurit (akson).
a. Badan Sel.
Badan sel merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf.
Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan
meneruskannya ke akson. Badan sel saraf mengandung inti sel dan
sitoplasma. Inti sel berfungsi sebagai pegatur kegiatan sel saraf
(neuron). Di dalam sitoplasma terdapat mitokondria yang berfungsi
sebagai penyedia energi untuk membawa rangsangan.
b. Dendrit
Dendrit adalah serabut saraf pendek dan bercabang-cabang.
Dendrit merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk
menerima dan menghantarkan rangsangan ke badan sel.

10
c. Naurit (Akson)
Neurit berfungsi untuk membawa rangsangan dari badan sel ke
sel saraf lain. Neurit dibungkus oleh selubung lemak yang disebut
selubung mielin yang terdiri atas perluasan membran sel schwann.
Selubung ini berfungsi untuk isolator dan pemberi makan sel saraf.
Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh selubung mielin. Bagian
ini disebut nodus ranvier dan berfungsi mempercepat jalannya
rangsangan.
Antara neuron satu dengan neuron berikutnya tidak bersambung
secara langsung tetapi membentuk celah yang sangat sempit. Celah antara
ujung neurit suatu neuron dengan dendrit neuron lain tersebut dinamakan
sinapsis. Pada bagian sinapasis inilah suatu zat kimia yang disebut
neurotransmitter (misalnya asetikolin) menyeberang untuk membawa
implus dari ujung neurit suatu neuron ke dendirt neuron berikutnya.
Berdasarkan cara memindahkan rangsangan dari posisi yang
ditempati, neuron dibedakan menjadi tiga sebagai berikut:
a. Neuron aferen (neuron sensorik). Neuron aferen menyampaikan pesan
dari organ ke saraf pusat, baik sumsum tulang belakang atau otak.
Oleh karena itu, penerima rangsangan ini sering disebut juga neuron
sensorik.
b. Neuron intermedier (interneuron). Neuron intermedier
menyampaikan impuls dari neuron sensorik atau dari neuron
intermedier yang lain ke neuron motorik. Antara saraf satu dengan
yang lain saling berhubungan. Antar saraf yang satu dengan lainnya
dihubungkan oleh akson. Hubungan antara sesama saraf melalui titik
temu antara ujung akson neuron yang satu dengan dendrit neuron yang
lain, yang disebut dengan sinaps. Fungsi sinaps adalah meneruskan
rangsangan dari sel saraf yang satu ke sel saraf yang lain. Sinaps
mengeluarkan zat untuk mempermudah meneruskan rangsangan yang
disebut neurotransmitter.

11
c. Neuron eferen (neuron motorik). Neuron eferen meneruskan impuls
saraf yang diterima dari neuron intermedier. Pesan yang dikirim
menentukan tanggapan tubuh terhadap rangsangan yang diterima oleh
neuron aferen. Dendrit dari neuron eferen menempel di otot sehingga
sering disebut neuron motorik.
Macam-macam Neuron (sel saraf)
a. Saraf sensorik. Saraf sesnsorik adalah saraf yang membawa
rangsangan (implus) dari reseptor (indra) ke saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang).
b. Saraf motorik. Saraf motorik adalah saraf yang membawa rangsangan
(impuls) dari saraf pusat susunan saraf ke efektor (otot dan kelenjar).
c. Saraf koroner. Saraf koroner adalah saraf yang menghubungkan
rangsangan (impuls) dari saraf sensorik ke saraf motorik.
Macam-macam gerak
Gerakan merupakan salah satu cara tubuh dalam menanggapi
rangsangan. Berdasarkan jalannya rangsangan (implus) gerakan
dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Gerakan sadar.
Gerakan sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena
disengaja atau disadari. Pada gerak sadar ini, gerakan tubuh
dikoordinasi oleh otak. Rangsangan yang diterima oleh reseptor
(indra) disampaikan ke otak melalui neuron sensorik. Diotak
rangsangan tadi diartikan dan diputuskan apa yang akan dilakukan.
Kemudian otak mengirimkan perintah ke efektor melalui neuron
motorik. Otot (efektor) bergerak melaksanakan perintah otak. Contoh
gerak sadar misalnya: menulis, membuka paying, mengambil
makanan atau berjalan.
Skema gerak sadar: Rangsangan (impuls) Reseptor (indra)
Saraf sensorik Otak Saraf motorik Efektor (otot).

12
b. Gerak Refleks (tak sadar)
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak
disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini
tidak melewati otak namun hanya sampai sumsum tulang belakang.
Gerak refleks misalnya terjadi saat kita mengangkat kaki karena
terkena benda runcing, gerakan tangan saat tidak sengaja menjatuhkan
buku, gerakan saat menghindari tabrakan dan lain sebagainya.
Skema gerak sadar: Rangsangan (impuls) Reseptor (indra)
Saraf sensorik Sumsum tulang belakang Saraf motorik
Efektor (otot).
2. Sistem Saraf Pusat (Central Nervus System)
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. Dibungkus
selaput meninges yang berfungsi untuk melindungi sistem saraf pusat.
Meninges terdiri dari tiga lapisan, yaitu durameter, arakhnoid, dan
piameter. Di antara lapisan-lapisan ini terdapat rongga-rongga (space),
yaitu:
a. Rongga Epidural berada di antara tulang tengkorak dan durameter.
Rongga ini berisi pembuluh darah dan jaringan lemak yang berfungsi
sebagai bantalan.
b. Rongga Subdural berada di antara durameter dan arakhnoid yang
berisi cairan serosa
c. Rongga Sub Arakhnoid terdapat di antara arakhnoid fan piameter,
berisi cairan serebrospinal.
Otak terdiri dari otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum) dan
batang otak (brainstem). Otak orang dewasa memiliki berat kira-kira 2
persen dari berat badan dan mendapat sirkulasi darah kira-kira 20 persen
dari kardiak output serta membutuhkan kalori kira-kira 400 kkal setiap
hari. Otak merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan energi
yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen
dan glukosa relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak yang
merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti.

13
Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka
metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf akan mengalami
kerusakan.
Nutrisi penting yang dibawa didalam darah memang diperlukan oleh
otak. Salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan otak adalah gangliosida
yang berfungsi untuk pembentukan memori dan fungsi umum otak besar,
pertumbuhan dan pembentukan sel saraf serta sebagai modulator yang
melakukan transisi informasi dan menyimpan data. Konsentrasi
gangliosida yang tinggi ditemukan di area abu-abu otak, yakni pada otak
besar dan cebral cortex yang tak lain area terpenting untuk pembentukan
memori. Nutrisi itu disaring menuju otak. Selanjutnya, melalui reaksi yang
kompleks nutrisi akan diubah menjadi energi dan bahan kimia penting agar
sistem di organ tersebut dapat beroperasi.
3. Otak besar (Serebrum)
Otak besar terdiri dari dua belahan yang disebut hemisferium serebri.
Kedua hemisferium (kanan dan kiri) saling dipisahkan oleh fisura
longitudinalis serebri. Falks serebri, suatu perluasan durameter (lapisan
pembungkus otak besar) nampak menonjol ke dalam fisura longitudinalis
serebri. Hemisfer serebri dibagi-bagi dalam daerah-daerah yang besar:
lobus frontalis, lobus parietalis, lobus oksipitalis, dan lobus temporalis.
Secara garis besar struktur otak besar terbagi menjadi korteks serebri
dan struktur-struktur sub kortikal. Korteks sensoris berfungsi untuk
mengenal, interprestasi impuls sensori yang diterima sehingga individu
merasakan, menyadari adanya suatu sensasi rasa atau indera tertentu.
Korteks sensoris juga menyimpan sangat banyak memori sebagai hasil
rangsang sensori selama manusia hidup. Baik korteks sensoris maupun
motoris mempunyai pemetaan tubuh yang disebut pemetaan somatofik.
Struktur sub kortikal terdiri dari:
a. Basal ganglia. Melaksanakan fungsi motoris dengan merinci dan
mengkoordinir gerakan dasar, gerak halus (terampil), dan sikap tubuh.

14
b. Hipotalamus. Pusat tinggi integrasi dan koordinasi sistem saraf
otonom dan terlibat dalam pengelolaan perilaku insting (makan,
minum, seks, dan motivasi).
Daerah hipotalamus dibagi atas tiga bagian, yaitu: supraoptik (bagian
depan), region tuberalis (bagian tengah), dan regiop mamilaris (bagian
belakang). Di region supraoptik terdapat pusat yang mengatur suhu. Di
region tuberalis terdapat pusat yang mengatur makan. Di bagian tengah
ada pusat kenyang dan di bagian lateral ada pusat nafsu makan. Didaerah
yang terletak di belakang galndula hipofisis terdapat pusat yang berfungsi
mempertahankan cairan tubuh. Bila kadar NaCl meningkat, sel-sel di pusat
ini terangsang dan membentuk hormon antidiuresis, dengan demikian
reabsorbsi air dalam ginjal menigkat.
Dibagian posterior hipotalamus terdapat pusat yang menghambat
sekresi keringat dan menyebabkan vasokonstriksi kapiler-kapiler kulit
dengan tujuan menahan menguapnya panas dalam tubuh. Bila pusat ini
terganggu, penderita akan berkeringat dan dingin, misalnya apa yang
nampak pada penderita strok. Korpus mamilaris berfungsi dalam
pengecapan dan termasuk sistem limbik yang berfungsi pula pada kegiatan
seks. Epitalamus sebagai suatu pusat untuk mengkoordinir rangsang
penghidu (olfaktoria).
Talamus merupakan pusat pengatur atau penerima rangsang sensoris,
terletak pada bagian tengah otak. Bagian bawahnya merupakan pusat
pengatur suhu tubuh, selera makan, keseimbangan cairan tubuh,
metabolisme lemak, dan karbohidrat, tekanan darah, dan tidur. Fungsi
thalamus antara lain:
a. Menyebabkan adanya rasa sadar terhadap sensasi sakit, panas dan
raba,
b. Berperan terhadap terjadinya mekanisme emosi (perasaan senang atau
tidak senang),
c. Berperan terhadap sikap siaga kita.

15
4. Batang otak (Brainstem)
Batang otak terdiri atas diensefalon, mid brain, pons, dan medula
oblongata. Merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti
pernapasan, pusat vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung, pusat
muntah, bersin dan batuk. Dari batang otak keluar dua belas pasang saraf
kranial, yaitu:
Neuron Olfaktorius. Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidu,
yang terletak dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari konkha
nasalis superior
Neuron Optikus. Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan
merupakan saraf eferen sensori khusus. Pada dasarnya saraf ini merupakan
penonjolan dari otak ke perifer.
Neuron Okulomotorius. Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada
mesensefalon. Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat bola
mata.
Neuron Troklearis. Pusat saraf ini terdapat pada mesensefalon. Saraf ini
mensarafi mesenterium oblique yang berfungsi memutar bola mata.
Neuron Trigeminus. Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu neuron
optal mikus, neuron maksilaris, dan neuron mandibularis yang merupakan
saraf gabungan sensori dan motorik. Ketiga saraf ini mengurus sensasi
umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi
dan meningens.
Neuron Abdusens. Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini mensarafi
mesenterium rektus laterlis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bola
mata tidak dapat digerakkan ke lateral dan sikap bola mata tertarik ke
medial (strabismus konvergen).
Neuron Fasialis. Saraf ini merupakan gabungan saraf, saraf aferen yang
berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan saraf eferen
untuk otot wajah atau mimik.
Neuron Statoakustikus. Saraf ini terdiri dari dua komponen, ialah saraf
pendengaran dan saraf keseimbangan.

16
Neuron Glosofaringeus. Saraf ini mengurus lidah dan faring. Saraf ini
mengandung serabut sensori khusus. Komponen motoris saraf ini
mengurus otot-otot faring. Serabut sensori khusus mengurus pengecapan
di lidah. Di samping itu juga mengandung serabut sensasi umum di bagian
belakang lidah, faring, tuba eustakhius dan telinga tengah.
Neuron Vagus. Saraf ini terdiri dari tiga komponen, yaitu: komponen
motoris yang mensarafi otot-otot laring dan otot-otot yang menggerakkan
pita suara, komponen sensori yang mengurus perasaan di bawah faring,
dan komponen saraf parasimpatis yang mensarafi sebagian alat-alat dalam
tubuh.
Neuron asesorius. Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat
pada nucleus ambigus dan komponen spinal yang dari nucleus motoris.
Saraf ini mengurus mesenterium trapezius dan mesenterium
sternokledomastoideus.
Neuron hipoglosus. Saraf ini merupakan saraf eferen (motoris) yang
mengurus otot-otot lidah. Nukleusnya terletak pada medulla di dasar
ventricular IV dan menonjol sebagian trigonum hipoglosi.
5. Otak kecil (Serebelum)
Otak kecil terletak di bagian belakang cranium menempati fosa serebri
posterior di bawah lapisan durameter. Tentorium sereberi. Di bagian
depannya terdapat batang otak. Berat otak kecil sekitar 150 g atau kira-kira
8 persen dari berat batang otak seluruhnya. Otak kecil dapat dibagi menjadi
hemisfer serebri kanan dan kiri yang dipisahkan oleh vesmis. Fungsi otak
kecil pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot
sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna.
6. Sumsum Lanjutan
Sumsum lanjutan (medula oblongata) terbagi menjadi dua lapis, yaitu
lapisan dalam yang berwarna kelabu karena banyak mengandung badan
sel-sel saraf dan lapisan luar berwarna putih karena berisi neurit (akson).
Sumsum lanjutan berfungsi sebagai pusat pengendali pernapasan,

17
menyempikan pembuluh darah, mengatur denyut jantung, mengatur suhu
tubuh dan kegiatan-kegiatan lain yang tidak disadari.
7. Sumsum Tulang Belakang (Medulla Spinalis)
Sumsum tulang belakang terdapat memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas tulang pinggang
ke dua. Sumsum tulang belakang juga dibungkus oleh selaput meninges.
Bila diamati secara melintang, sumsum tulang belakang bagian luar
tampak berwarna putih (substansi alba) karena banyak mengandung akson
(neurit) dan bagian dalam yang berbentuk seperti kupu-kupu, berwarna
kelabu (substansi grissea) karena banyak mengandung badan sel-sel saraf.
Sumsum tulang belakang berfungsi untuk menghantarkan impuls ke otak,
dan memberikan kemungkinan jalan terpendek gerak refleks.
8. Sistem Saraf Tepi
a. Sistem Saraf Momatik
Sistem saraf somatis disebut juga sistem saraf sadar. Proses yang
dipengaruhi saraf sadar, berarti dapat memutuskan untuk
menggerakkan atau tidak menggerakkan bagian-bagian tubuh di
bawah pengaruh sistem ini. Sistem saraf somatis terdiri atas:
1) Saraf otak (saraf kranial), saraf otak terdapat pada bagian kepala
yang keluar dari otak dan melewati lubang yang terdapat pada
tulang tengkorak. Urat saraf ini berjumlah 12 pasang.
2) Saraf sumsum tulang belakang (saraf spinal), saraf sumsum
tulang belakang berjumlah 31 pasang. Saraf sumsum tulang
belakang berfungsi untuk meneruskan impuls dari reseptor ke
sistem saraf pusat juga meneruskan impuls dari sistem saraf pusat
ke semua otot rangka tubuh.
9. Sistem Saraf Otonom (Tak Sadar)
Sistem saraf otonom merupakan bagian dari sususnan saraf tepi yang
bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara otomatis. Sistem saraf
otonom mengendalikan kegiatan organ-organ dalam seperti otot perut,
pembuluh darah, jantung dan alat-lat reproduksi.

18
Menurut fungsinya, saraf autonom terdiri dua macam yaitu: Sistem
saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Sistem sraraf simpatik dan
sistem saraf parasimpatik bekerja secara antagonis (berlawanan) dalam
mengendalikan kerja suatu organ. Organ atau kelenjar yang dikendalikan
oleh sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik disebut sistem
pengendalian ganda.
Fungsi dari sistem simpatik: mempercepat denyut jantung,
memperlambat pembuluh darah, memperlebar bronkus, mempertinggi
tekanan darah, memperlambat gerakan peristaltis, memperlebar pupil,
menghambat sekresi empedu, menurunkan sekresi ludah, dan
meningkatkan sekresi adrenalin.
Sistem saraf parasimpastis memiliki fungsi yang berkebalikan dengan
fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya pada sistem saraf simpatik
berfungsi mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem saraf
parasimpatik akan memperlambat denyut jantung. (Koes Irianto, 2017)

B. DEFINISI
Menurut Lumbantobing (2013) stroke merupakan gangguan peredaran
darah di otak. Stroke juga dikenal dengan cerebrovascular accident dan Brain
Attack. Stroke berarti pukulan (to strike) yang tejadi secara mendadak dan
menyerang otak. Gangguan peredaran darah di otak dapat berupa iskemia yaitu
aliran darah berkurang atau terhenti pada sebagian daerah di otak.
Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang terjadi mendadak akibat
pasokan darah ke suatu bagian otak sehingga peredaran darah keotak
terganggu. Kurangnya aliran darah dan oksigen dapat merusak atau mematikan
sel-sel saraf di otak sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara dan penurunan kesadaran. Penyakit stroke non hemoragic
yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. (Koes Irianto, 2017)
Stroke non hemoragic merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan thrombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun

19
tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
(Muttaqin, 2008)
Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagian akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak. Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
(Nanda Nic-Noc, 2015)
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stroke non
hemoragic adalah gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagian akibat iskemia sehingga peredaran darah keotak
terganggu. Kurangnya aliran darah dan oksigen dapat merusak atau mematikan
sel-sel saraf di otak sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara dan penurunan kesadaran.

C. ETIOLOGI
Terdapat beberapa faktor risiko penyebeb stroke untuk menderita penyakit
ini. Penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah sering diderita oleh orang
yang usianya 40 tahun oleh karena beberapa sebab seperti menurunnya
elastisitas pembuluh darah dan atheroklerosis. Faktor penyebab secara medis
antara lain hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), kolesterol,
arterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), gangguan jantung, penyakit
kencing manis (diabetes) dan adanya riwayat keluarga. Faktor risiko penyebab
stroke secara perilaku, antara lain merokok (aktif dan pasif), makanan yang
tidak sehat (junk food, fast food), alcohol, kurang olahraga, narkoba dan
obesitas. (Koes Irianto, 2017)

D. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat
ringan maupun berat. Secara umum, dapat dikatakan angka kejadian stroke

20
adalah 200 per 100.000 penduduk. Dalam satu tahun, di antara 100.000
penduduk, maka 200 orang akan menderita stroke. Kejadian stroke iskemik
sekitar 80% dari seluruh total kasus stroke, sedangkan kejadian stroke
hemoragik hanya sekitar 20% dari seluruh total kasus stroke (Yayasan Stroke
Indonesia, 2012 dalam Siti dan Chatarin 2016).
Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh Survey
ASNA di 28 Rumah Sakit seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada
penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study), dan
dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan mortalitas dan
morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia
di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah
54,2% dan di atas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2012).
Prevalensi stroke dalam kurun waktu 12 bulan terakhir di Provinsi
Kalimantan Selatan sebesar 9,7 per seribu penduduk (rentang 5,2-18,5 per
seribu penduduk). Prevalensi penyakit stroke meningkat sesuai peningkatan
umur, cenderung lebih tinggi pada wanita. Penyakit stroke lebih tinggi pada
yang tidak bekerja (Dinkes Kalimantan Selatan, 2012).
Menurut hasil Riset kesehatan dasar (2013), sebanyak 57,9 persen
penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi penyakit
jantung koroner, gagal jantung, dan stroke terlihat meningkat seiring
peningkatan umur responden. Prevalensi stroke sama banyak pada laki-laki dan
perempuan. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah
usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun
yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak
laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat
tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan
dengan daerah pedesaan (5,7%). Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia
tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan
sebanyak 1.236.825 orang (7,0%), sedangkan berdasarkan diagnosis
Nakes/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (12,1%). Berdasarkan
diagnosis Nakes maupun diagnosis/ gejala, Provinsi Jawa Barat memiliki

21
estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4%) dan
533.895 orang (16,6%), sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah
penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6%) dan 2.955 orang
(5,3%) (Depkes RI, 2013).
Berdasarkan data-data dari Medical Record Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin bahwa jumlah klien yang dirawat inap dengan kasus Stroke Non
Hemoragic terhitung dari Januari 2018 sampai dengan bulan Juni tahun 2014
yaitu 13 jiwa laki-laki (56,5%) dan 10 jiwa perempuan (43.5). (Medical
Record, 2018)

E. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat pada gangguan local
thrombus, embolim perdarahan, paru dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak. Thrombus dapat berasal dari
plak arteoklerotik, atau darah beku pada area yang stenpsis, tempat aliran
darah mengalami pelambatan atau terjadi trubulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurangnya edema
klien kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya
tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan massif. Okulasi pada pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti

22
rombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture arteriosklrerotik dan
hiertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebro vascular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi
pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus kaudatus, thalamus dan
pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembag anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversible untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relative banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah
lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam
dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan
sereberal dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons
sudah berakibat fatal. (Muttaqin, 2008)

23
2. Skema Faktor-faktor resiko stroke

Aterosklerois, Hiperkoagulasi, Katup jantung rusak, miokard Katup jantung rusak, miokard
artesis infark, fibrilasi, endokarditis infark, fibrilasi, endokarditis

Trombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak Perdarahan intraserebral


oleh bekuan darah, lemak, dan udara

Pembuluh darah oklusi Perembesan darah ke darah


Emboli serebral parenkim otak
Iskemia jaringan otak
Penekanan jaringan otak
Edema dan kongesti jaringan Stroke
sekitar (Cerebro vascular accident) Infark otak, edema dan herniasi
otak

Defisit Neurologis

Infark serebral Kehilangan 1. Resiko Kerusakan terjadi Disfungsi bahasa


kontrol volunter peningkatan TIK pada lobus frontal dan komunikasi
kapasitas,
2. Penurunan memori, atau
perfusi Hemiplegi dan Herniasi falk serebri fungsi intelektual Disatria,
jaringan hemiparesis dan ke foramen kortikal disfasia/afasia,
serebral magrum apraksia

4. Hambatan Kompresi batang Kerusakan fungsi


mobilitas fisik otak kognitif dan efek 9. Kerusakan
psikologis komunikasi
verbal
Depresi saraf
Koma kardiovaskular dan Lapang perhatian
pernapasan terbatas, kesulitan,
dalam pemahaman,
lupa, dan kurang
Kegagalan motivasi, frustasi,
Intake nutrisi Kelemahan labilitas emosional,
kardiovaskular dan
tidak adekuat fisik umum bermusuhan,
pernapasan
dendam, dan kurang
kerja sama,
5. Ketidakseimbangan Kematian penurunan gairah
nutrisi kurang dari seksual
kebutuhan tubuh

Penurunan Disfungsi presepsi 10. Koping individu tidak efektif


tingkat kesadaran visual spasial dan 11. Perubahan proses berpikir
kehilangan sensori 12. Penurunan gairah seksual
13. Resiko ketidakpatuhan
8. Resiko terhadap penatalaksanaan
trauma (cedera) 8. Perubahan
persepsi sensorik

Kemampuan Disfungsi
Penekanan jaringan 6. Resiko tinggi batuk menurun, kandung
setempat kerusakan integritas kurang mobilitas kemih dan
kulit fisik, dan saluran
produksi sekret pencernaan

3. Resiko 7. Gangguan eliminasi


ketidakbersihan jalan uri dan alvi
napas

24
F. MANAJEMEN KOLABORASI
1. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan (Computer Tomografi Scan).
Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar
ke permukaan otak.
b. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur.
c. Fungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
d. Magnetik Resonan Imaging (MRI)
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
e. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
f. Elektro Encephalografi (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. (Pudiastuti, 2011)
2. Medikasi
Pengobatan yang bermanfaat untuk merawat penderita stroke adalah:
a. Golongan obat–obatan antiagregrasi trombosit
Obat–obatn ini bekerja dengan cara mencegah keping–keping darah
supaya tidak menggumpal, contoh obat–obatnya seperti : aspirin,
tiklodipin, klopidogrel, dipiridamol. Efek samping obat–obat ini
terjadinya pendarahan pada lambung.
b. Golongan obat – obatan HMG-CoA Reductase Inhibitor (Statin)
Obat ini berperan menurunkan total cholesterol dalam darah.Contoh
obat–obat ini seperti : simvastatin, atovastatin, pravastatin.

25
c. Golongan Obat–obatan Anti Hipertensi
Indikasi obat ini sebagai penurun tekanan darah yang sangat penting
untuk mengurangi resiko terjadinya stroke ulang.Contoh obat ini
yaitu: Inhibitor ACE, ARB, dan diuretik telah terbukti dapat
menurunkan resiko stroke.
d. Golongan obat–obatan Anti Koagulan
Obat ini sering juga disebut obat golongan prnghambat trombin.obat
ini bekerja dengan jalan mengganggu pembentukan bekuan
darah.Contoh obtanya yaitu : Warfarin dan Heparin. Golongan ini
mempunyai resiko perdarah lambung yang cukup tinggi, sehingga
penggunaannya harus dalam pengawasan dokter (Sofwan, 2010).
3. Terapi Non medis
a. Nutrisi
b. Hiperglikemia: koreksi dengan insulin
c. Hidrasi intravena: koreksi dengan Nacl 0,9% jika hipovolemik
d. Neurorehabilitasi dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi
anggota gerak badan aktif maupun pasif
e. Perawatan kandung kemih: kateter menetap hanya pada keadaan
khusus (kesadaran menurun)
4. Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri korotis yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Legasi arteri karotis komunit di leher khususnya ada arieurisme.
5. Diet
Mulailah dengan mengkonsumsi lebih banyak ikan, sayur, buah-buahan
dan makanan berserat lainnya. Kurangi memakan daging dan makanan
yang banyak mengandung lemak jenuh dan tinggi kalori. Makanan yang
banyak mengandung kolersterol tertimbun di dalam daging dan
menyebabkan ateroklerosis yang menjadi pemicu penyakit stroke.
(Pudiastuti, 2011)

26
6. Aktifitas
Penderita yang dirawat dengan stroke biasanya harus bedrest di
tempat tidur dan tidak boleh melakukan aktivitas yang berat. Hal ini
mencegah terjadinya cedera atau kecelakaan saat beraktivitas. Apabila
kondisi pasien sudah stabil, bisa dilakukan fisioterapi untuk memulihkan
kekuatan otot dan kelenturan sendi, selain itu bisa juga dilakukan terapi
wicara dan terapi okupasi. Terapi psikologis harus diberikan pasca
perawatan di rumah sakit agar klien dapat termotivasi untuk sembuh dan
bisa beraktivitas seperti biasa kembali (Srikandi, 2010)
7. Pendidikan kesehatan
a. Pembatasan makanan garam.
b. Hindari makanan yang mengandung tinggi kolesterol.
c. Berhenti merokok.
d. Penurunan berat badan bila obesitas.
e. Menghindari makanan siap saji yang serat dan lemaknya terlalu
tinggi. (Pudiastuti, 2011)

G. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Lumpuh separuh badan kanan atau kiri
2) Bicara pelo
3) Tidak dapat berkomunikasi
4) Penurunan tingkat kesadaran
5) Sulit untuk menelan
6) Adanya sakit kepala
7) Riwayat penyakit hipertensi, stroke, diabetes mellitus, penyakit
jantung, dan kegemukan.
8) Gangguan penglihatan atau penglihatan kabur.

27
b. Data objektif
1) Kekuatan motorik adanya paralesis atau paresis (berat atau
ringan)
2) Koordinasi, jalan, keseimbangan
3) Status mental dan tingkat kesadaran
4) Perubahan tanda-tanda vital
5) Perubahan kekuatan otot
6) Kemampuan berkomunikasi (bisa bicara atau mengerti)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasopasme, dan edema otak
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase atau
hemiplegia, kelemahan neuromuscular pada ekstermitas
c. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari
kerusakan pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan control tonus
otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neurotransmuscular, menurunnya kekuatan dan kesadaran,
kehilangan control otot/koordinasi ditandai oleh kelemahan untuk
ADL, seperti makan, mandi, mengatur suhu air, melipat atau memakai
pakaian.
e. Resiko tinggi terhadap terjadinya cidera yang berhubungan dengan
penurunan luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa
(panas,dingin)
3. Hasil yang Diharapkan
a. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
b. Kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh,
kemampuan otot untuk bekerja bersama secara volunter dalam
menghasilkan gerakan yang bertujuan.

28
c. Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi,
mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa
isyarat.
d. Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan tingkat kemampuan
e. Cidera tidak terjadi
4. Intervensi Keperawata
a. Diagnosa keperawatan 1
1) Monitor tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu,
respirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Rasional: mengetahui perkembangan secara klinis.
2) Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS
Rasional: dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
3) Monitor input dan output
Rasional: Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan resiko
dehidrasi terutama pada klien yang tidak sadar.
4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional: rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK.
b. Diagnosa keperawatan 2
1) Observasi kemampuan klien dalam mobilitas fisik
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma atau iskemik
jaringan
2) Bantu klien dalam melakukan aktivitasnya
Rasional: mengehemat energi agar klien tidak semakin lemah
3) Lakukan latihan ROM (Range Of Motion)
Rasional: meminimalkan atrofi otot, menurunkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.

29
4) Libatkan keluarga dalam perawatan dan memenuhi ADL-nya
Rasional: meningkatkan kerja sama perawat dan keluarga
sehingga intervensi lebih maksimal.
c. Diagnosa keperawatan 3
1) Berikan waktu yang cukup bagi pasien untuk berespon, jangan
menjawab pertanyaan dari klien.
Rasional: tindakan ini menurunkan frustasi pada hambatan
komunikasi
2) Pantau dan catat perubahan pola bicara atau tingkat orientasi klien
Rasional: perubahan dapat mengidentifikasi peningkatan atau
penurunan.
3) Anjurkan klien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “sh”
atau “pus”
Rasional: mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen
motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, control napas)
4) Anjurkan klien untuk menulis nama dan atau kalimat yang
pendek. Jika tidak dapat menulis mintalah klien untuk mmbaca
kalimat pendek.
Rasional: menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan
dlam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian
dari afasia sensorik dan afasia motorik.
d. Diagnosa keperawatan 4
1) Observasi kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri
Rasional: tingkatkan kemampuan klien dalam melakukan
perawatan diri dapat diketahui
2) Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan oral hygiene
Rasional: mencegah infeksi dan menghindari bau mulut.
3) Libatkan keluarga dalam perawatan klien
Rasional: peran serta keluarga sangat diperlukan dalam proses
penyembuhan.

30
e. Diagnosa keperawatan 5:
1) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tidak ada kebisingan
Rasional: memberikan rasa nyaman dan mencegah terjadinya
cedera
2) Bantu klien ambulasi
Rasional: mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut furniture
yang tajam
3) Jauhkan benda-benda yang berbahaya dari klien
Rasional: menghindari terjadinya cedera dari benda-benda yang
berbahaya.
4) Pasang pagar pada tempat tidur klien
Rasional: pengamanan terhadap kondisi klien yang masih lemah
agar tidak jatuh dari tempat tidur.
5) Anjurkan keluarga untuk menemani klien
Rasional: meminimalkan potensi cidera saat perawat tidak
bersama klien.
5. Evaluasi
a. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
b. Dapat melakukan ADL dengan alat bantu
c. Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
d. Terjadinya peningkatan perilaku dalam perawatan diri
e. Klien terbebas dari cedera (Mutaqqin, 2008)

H. KONSEP LANSIA
1. Pengertian Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang tejadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup
tidak hanya di mulai dari waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
yang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua.
Tiga tahap ini berbeda secara baik biologi maupun psikologis.

31
WHO dan undang-undang no 13 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia pada Bab 1 pasal 1 ayat menyebutkan bawha umur 60 tahun adalah
usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan
proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang komulatif,
merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
ransangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian.
2. Teori Proses Menua
a. Teori Biologis
1) Teori genetik
Teori genetic clok. Teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang
mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang
telah di putar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini
berhenti berputar ia akan mati.
Teori mutasi somatic. Menurut teori ini, penuaan terjadi
karena adanya mutasi somatic akibat pengaruh lingkungan yang
buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau
RNA dan dalam proses translasi RNA protein dan enzim.
Kesalahan ini terjadi terus menerus akhirnya akan terjadi terus
menerus akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau
perubahan sel menjadi kanker atau penyakit.
2) Teori non genetic
Teori penurunan system imun tubuh. Mutasi yang
berulang dapat menyebabkan berkurang kemampuan system
imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi yang merusak
membran sel akan menyebabkan system imun tidak
mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah yang mendasari
peningkatan penyakit auto imun pada lanjut usia. Dalam proses
metabolisme tubuh di produksi suatu zat khusus. Ada jaringan

32
tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Teori kerusakan akibat radikal bebas. Radikal bebas yang
terdapat di lingkungan seperti: Asap kendaraan bermotor, asap
rokok, zat pengawet makanan, radiasi dan sinar Ultriviolet yang
mengakibatkan terjadinya perubahan pigmentasi dan kalogen
pada proses menua.
Teori menua akibat metabolisme. Telah dibuktikan dalam
berbagai percobaan hewan bahwa pengurangan asupan kalori
nyata biasa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur
sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan
kegemukan dapat memperpendek umur.
Teori rantai silang. Teori ini menjelaskan bahwa menua di
sebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat
bereaksi dengan zat kimia, dan radiasi, mengubah fungsi jaringan
yang menyebabkan perubahan membran plasma yang kaku,
kurang elastis dan hilangnya fungsi pada proses menua.
Teori fisiologis. Teori ini merupakan merupakan teori
intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri atas teori oksidasi stress dan teori
di pakai usaha. Disini terjadi kelebihan usaha dan stress
menyebabkan sel tubuh lelah terpakai.
b. Teori Sosiologis
1) Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia tertindak
pada suatu situasi tertentu yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Pokok- pokok sosial exchange theory antara lain:
a) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupa mencapai
tujuannya masing-masing.
b) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu.

33
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak di capai seorang aktor
mengeluarkan biaya.
2) Teori aktivitas atau kegiatan
a) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan
secara langsung teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam
kegiatan sosial.
b) Lanjut usia akan merasakan kepuasaan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
c) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
lanjut usia.
d) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.
3) Teori kepribadian berlanjut
Teori ini ini merupakan gabungan teori yang disebutkan
sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi
pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipepersonalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan
adanya kesenambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia.
Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat is menjadi lanjut usia.
Hal ini dapat di lihat dari gaya hidup, perilaku dan harapan
seseorang ternyata tidak berubah walaupun ia telah lanjut usia.
4) Teori pembebasan/penarikan diri
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya lanjutnya
usia apalagi ditambah adanya kemiskinan, lanjut usia secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun, baik secara
kualitas dan kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami

34
kehilangan ganda (Trippel Loss): Kehilangan peran, hambatan
kontak sosial dan berkurangnya komitmen
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) ada empat tahap
proses penuaan yakni:
a) Usia pertengahan (45-59 tahun)
b) Lanjut usia (60-74 tahun)
c) Lanjut usia tua (75-90 tahun)
d) Usia sangat tua (di atas 90 tahun)
3. Perubahan Akibat Proses Menua
a. Perubahan fisik dan fungsi
1) Sel
a) Jumlah sel menurun
b) Ukuran sel lebih besar
c) Jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang
d) Proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah dan hati menurun
e) Jumlah sel otak menurun
f) Mekanisme perbaikan sel terganggu
g) Otak menjadi atropi beratnya berkurang 5-10℅
h) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.
2) Sistem Persyarafan
a) Menurun hubungan persyarafan
b) Berat otak menurun 10-20℅ (sel sarf otak setiap orang
berkurang setiap harinya)
c) Respon dan waktu untuk bereaksi lambat khususnya terhadap
stress
d) Saraf panca indra mengecil
e) Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf
penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dan rendahnya ketahanan terhadap dingin
f) Kurang sensitif terhadap sentuhan
g) Defisit memori.

35
3) Sistem Pendengaran
a) Gangguan pendengaran hilangnya daya pendengaran pada
telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau nanda yang
tinggi, suar yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50℅
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosi
c) Terjadi pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya kreatinin
d) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan/stress
e) Tinitus (bising yang bersifat mendengung biasa bernada
tinggi atau rendah bias terus-menerus atau intermiten)
f) Vertigo (persaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang
atau berputar)
4) Sistem Penglihatan
a) Sfingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap sinar
menghilang
b) Karena lebih berbentuk sferis (bola)
c) Lensa lebih suram(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak
jelas menyebabkan gangguan penglihatan
d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar daya adaptasi,
terhadap kegelapn lebih lambat, susah melihat dalam gelap
e) Penurunan atau hilangnya daya komodasi dengan
manifestasi presbiopi, seseorang sulit melihat dekat yang
dipengaruhi berkurangnya elastis lensa)
f) Lapang pandan menurun luas pandangan berkurang
g) Daya membedakan warna menurun terutama terutama warna
biru atau hijau.
5) Sistem kardiovaskuler
a) Katup jantung menebal dan kaku
b) Elastis dinding aorta menurun

36
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1℅ setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun
d) Curah jantung menurun
e) Kehilangan elastis pembuluh darh, efektivitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi brkurang
f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan
pendarahan
g) Tekanan darah meningkat akibat risistensi pembuluh darah
perifer meningkat.
6) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
a) Pengaturan suhu tubuh menurun
b) Merasa kedinginan
7) Sistem Pernapasan
a) Otot pernapasan mengalami kelemahan
b) Aktivitas silis menurun
c) Paru kehilangan elistisitas
d) Ukuran alveoli melebar
e) Berkurangnya elastisitas bronkus
f) Oksigen pada arteri menurun
g) Karbondioksida pada rateri tidak terganti pertukaran gas
terganggu
h) Reflek dan kemampuan untuk bantuk berkurang
8) Sistem Percernaan
a) kehilangan gigi penyebab utama yang biasa terjadi setelah
unur 30 tahu
b) Indra pengecapan menurun
c) Esofagus melebar
d) Rasa lapar menurun
e) Peristaltik lemah dan biasanya konstipasi
f) Fungsi absorpsi melemah

37
g) Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun,
aliran darah berkurang
9) Sistem Reproduksi
Wanita:
a) Vagina mengalami kontraktur dan mengecil
b) Ovari menciut, uterus mengalami atrofi
c) Atrofi vulva
d) Atrofi payudara
e) Selaput lendir vagina menurun.
Pria:
a) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada
penuruna secara berangsur-angsur
b) Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun asal
kondisi kesehatannya baik.
10) Sistem Genitourinaria
a) Ginjal mengecil
b) Vesika urinaria, otot menjadi lemah
c) Pembesaran prostat
11) Sistem Endokrin
a) Estrogen, progesteron, dan testosteron hormon ini
mengalami penurunan
b) Kelenjar pankreas (yang memproduksi insulin dan sangat
penting dalam pengaturan gula darah)
c) Kelenjar andrenal berkurang
d) Aktivitas tiroid dan daya pertukaran zat menurun
12) Sistem Integument
a) Kulit mengerut akibat kehilangan jaringan lemak
b) Permukaan kulit cenderung kusam
c) Timbul bercak pigmentasi
d) Mekanisme proteksi menurun
e) Kulit kepala dan rambut menipis

38
f) Pertumbuhan kuku lebih lambat
g) Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang
13) Sistem Muskuluskeletal
a) Tulang kehilangan denitas (cairan) dan semakin rapuh
b) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun
c) Gangguan gaya berjalan
d) Persendian membesar dan mejadi kaku
e) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis
f) Otot polos tidak begitu terpengaruh. (Nugroho, 2008)

39

Anda mungkin juga menyukai