DISUSUN OLEH :
BANJARMASIN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kronis didefinisikan sebagai suatu keadaan sakit, atau ketidakmampuan baik itu
psikis, kognitif maupun emosi, berlangsung minimal 6 bulan yangmemerlukan intervensi
medis secara terus menerus untuk merawat episode akut atau masalah kesehatan yang timbul
berulang (Wilkes et al, 2008). Lebih dari 10 % populasi anak-anak di dunia menderita
penyakit kronis dan 1-2% diantaranya dalam kondisi yang sangat serius (Eiser, 2008).
Penyakit terminal adalah penyakit yang kemungkinan sembuh/hidupnya tidak tinggi, oleh
karena itu kita sebagai perawat bertugas untuk meningkatkan harapan hidup serta
memberikan kenyamanan bagi anak. Anak yang didiagnosis menderita penyakit terminal
tentunya akan membatasi aktivitas yang lazimnya dilakukan oleh anak seusianya. Waktu
bermain dan belajar mereka berkurang drastis karena harus menjalani pengobatan. Bagi anak
yang memiliki penyakit terminal kita sebagai perawat harus melakukan pendekatan pada
keluarga dengan kemungkinan hidup yang rendah maka kita akan menjelaskan pada keluarga
dan anak tersebut mendampingi sang anak dan keluarga dalam palliative care.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit terminal dan kronis?
2. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit terminal pada anak?
3. Apa respon klien terhadap penyakit terminal pada anak?
4. Apa kebutuhan anak dengan kondisi terminal pada anak?
5. Apa saja pemahaman dan reaksi anak terhadap kematian?
6. Apa Penatalaksanaan penyakit terminal pada anak?
7. Jelaskan apa itu kehilangan dan berduka!
8. Apa saja pilihlah terapi untuk anak yang menderita penyakit terminal?
9. Jelaskan peran perawat dalam perawatan anak menjelang ajal!
10. Jelaskan Asuhan Keperawatan berduka!
C. Tujuan
1. Mengerti penyakit terminal dan kronis.
2. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit terminal pada anak.
3. Mengerti respon klien terhadap penyakit terminal pada anak.
4. Mengerti kebutuhan anak dengan kondisi terminal pada anak.
5. Mengerti pemahaman dan reaksi anak terhadap kematian.
6. Mengerti Penatalaksanaan penyakit terminal pada anak.
7. Mengetahui apa itu kehilangan dan berduka.
8. Mengetahui pilihan terapi untuk anak yang menderita penyakit terminal.
9. Mengetahui peran perawat dalam perawatan anak menjelang ajal.
10. Mengetahui Asuhan Keperawatan berduka .
D. Manfaat
A. Pengertian
Penyakit kronis didefinisikan sebagai suatu keadaan sakit, atau ketidakmampuan baik
itu psikis, kognitif maupun emosi, berlangsung minimal 6 bulan yangmemerlukan intervensi
medis secara terus menerus untuk merawat episode akut atau masalah kesehatan yang timbul
berulang (Wilkes et al, 2008). Penyakit kronis didefinisikan sebagai kondisi medis atau
masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan
penatalaksnaan jangka panjang.sebagian dari penatalaksanaan ini mencakup belajar untuk
hidup dengan gejala kecacatan,sementara juga menghadapi segala bentuk perubahan identitas
yang diakibatkan oleh penyakit.Sebagian lagi mencakup menjalani perubahan gaya hidup dan
regimen yang dirancang untuk tetap menjaga agar tanda dan gejala terkontrol dan untuk dan
untuk mencegah komplikasi.
(Brunner dan Suddarth, 2013)
B. Manifestasi Klinis
Kehilangan sensasi dan pergerakan pada ekstremitas bagian bawah, berlanjut kearah
tubuh bagian atas sensasi panas, walaupun tubuh terasa dingin kehilangan rasa :
2. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui
berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan
3. Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga
kelompoknya
4. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas,
nyeri, dll
5. Kehilangan fungsi fisik
6. Kehilangan fungsi mental Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi
mental seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi
dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional--- Pengkajian
Pertukem.
7. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan
fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran serta
identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah 8.
Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga.
(Donna dkk, 2009)
D. Kebutuhan Anak dengan Kondisi Terminal
1. Komunikasi, dalam hal ini anak sangat perlu di ajak untuk berkomunikasi atau
berbicara dengan yang lain terutama oleh kedua orang tua.
2. Memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi penyakit
tersebut.
3. Berdiskusi dengan siblings (saudara kandung) agar saudara kandung mau ikut
berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat
4. Social support meningkatkan koping
( Dorothee, 1998)
E. Pemahaman dan reaksi anak terhadap kematian
1. Anak usia-sekolah
a. Alasan penyakit kemampuan penularan penyakit kepada mereka atau bagian orang
lain.
b. Akibat penyakit proses menjelang ajal dan kematian itu sendiri
c. Ketakutan mereka terhadap sesuatu yang tidak mereka ketahui lebih besar
daripada ketakutan terhadap sesuatu yang mereka ketahui.
d. Realisasi kematian yang akan datang adalah ancaman yang hebat pada rasa
keamanan dan kekuatan ego mereka mungkin menunjukan ketakutan melalui
keengganan bekerjasama secara verbal daripada serangan fisik yang actual.
e. Mungkin ingin tahu tentang apa yang terjadi pada tubuh.
2. Usia remaja
Mempunyai pemahaman matang tentang kematian, masih sangat banyak
dipengaruhi oleh sisa pemikiran magis dan merupakan subjek rasa bersalah dan rasa
malu cenderung melihat penyimpangan dari perilaku yang dapat diterima sebagai
alasan untuk penyakit mereka.
3. Jenis
a. Kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti
4) Kehilangan suatu aspek diri
5) Kehilangan hidup
b. Berduka
1) Berduka normal : Perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
2) Berduka antisipatif :Proses melepaskan diri yang muncul sebelum
kehilangan sesungguhnya terjadi terjadi.
3) Berduka yang rumit : Seseorang sulit maju ke tahap berikutnya,
berkabung tidak kunjung berakhir.
4) Berduka tertutup : Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka.
4. Dampak Kehilangan
a. Anak – anak
Kehilangan dapat mengancam untuk berkembang regresi takut ditinggal
dan sepi.
b. Remaja atau dewasa muda
Kehilangan dapat menyebabkan desintegrasi dalam keluarga.
c. Dewasa tua
Kehilangan khususnya kematian pasangan hidup pukulan berat dan
menghilangkan semangat.
5. Respon Berduka
Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika seseorang
dihadapkan pada kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:
a. Denial (penyangkalan)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi
atau yang sedang terjadi. Dan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan
dampaknya. Ini memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri. Dengan
berjalannya waktu, sehingga tidak refensif secara radikal.
Penyangkalan merupakan reaksi pertama ketika seseorang didiagnosis
menderita terminal illness. Sebagian besar orang akan merasa shock, terkejut dan
merasa bahwa ini merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah awal penyesuaian
diri terhadap kehidupan yang diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan
hal yang normal dan berarti.
b. Anger (Marah)
Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa
kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena
dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa
marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan
kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara
emosional punya kedekatan hubungan.
Pasien yang menderita terminal illness akan mempertanyakan keadaan dirinya,
mengapa ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah akan
melampiaskan kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman, anggota
keluarga, maupun staf rumah sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan
kemarahannya misalnya melalui teriakan akan menyimpan sakit hati. Pasien yang
sakit hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan tentang kematian,
mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau berusaha melakukan hal yang
menyenangkan yang belum sempat dilakukannya sebelum ia meninggal.
Kemarahan merupakan salah satu respon yang paling sulit dihadapi keluarga
dan temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan terapis untuk mengerti bahwa
pasien sebenarnya tidak marah kepada mereka tapi pada nasibnya.
c. Bargaining (menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar terhindar
dari kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan
secara terbuka. Secara psikologis tawar menawar dilakukan untuk memperbaiki
kesalahan atau dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien sudah meninggalkan
kemarahannya dalam berbagai strategi seperti menerapkan tingkah laku baik demi
kesehatan, atau melakukan amal, atau tingkah laku lain yang tidak biasa
dilakukannya merupakan tanda bahwa pasien sedang melakukan tawar-menawar
terhadap penyakitnya.
d. Depresi
Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien
kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka
akan merasa kesulitan untuk makan, perhatian, dan sulit untuk menyingkirkan rasa
sakit atau ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat
kehilangan (past loss & impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau
nonverbal merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan
apapun dan siapapun.
Tahap depresi ini dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien
akan menangisi kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap,
yaitu ketika pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang dinilainya
berharga, teman dan kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan
hubungan di masa depan.
e. Penerimaan (acceptance)
Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan
memikirkan kematian. Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk membuat
perisapan, memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan selamat tinggal pada
teman lama dan anggota keluarga.
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya yang
bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan
kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai
perjalanan panjang.
1. Rumah sakit. Keluarga dapat memilih untuk tetap tinggal dirumah sakit untuk
mendapatkan perawatan perawatan jika penyakit atau kondisi anak tidak stabil dan
perawatan di rumah bukan suatu pilihan, atau keluarga tidak merasa nyaman dengan
pemberian perawtan dirumah. Jika keluarga memilih untuk tetap mendapat perawatan
terminal di rumah sakit, lingkungan sedapat mungkin harus dibuat seperti suasana
rumah. Dorong keluarga untuk membawa barang-barang kesayangan dari kamar anak
dirumah. Selain itu, harus terdapat rencana perawatan yang konsisten dan
terkoordinasi untuk kenyamanan anak dan keluarga.
3. Hospice care. Orang tua harus ditawarkan pilihan perawatan untuk anak mereka di
rumah selama fase akhir penyakit dengan bantuan organisasi hospice. Hospice adalah
organisasi perawatan kesehatan komunitas dalam merawat pasien yang menjelang
ajal dengan mengombinasikan filosofi hospice dengan prinsip-prinsip perawatan
paliatif. Filosofi hospice menganggap menjelang ajal sebagai proses alami dan
merawat pasien yang menjelang ajal juga termasuk menatalaksanakan kebutuhan
fisik, psikologis, social, dan spiritual pasien dan keluarga. Perawatan diberikan oleh
kelompok professional multidisplin dalam rumah pasien atau di fasilitas rawat inap
yang memberlakukan filosofi hospice. Hospice care untuk anak – anak diperkenakan
pada tahun 1970-an ( Martinson, 1993); dan sejumlah organisasi hospice komunitas
kini menerima anak – anak ke dalam perawatan mereka (Faulkner dan Armstrong-
Daily,1997). Kolaborasi antara tim pengobatan primer anak dan tim hospice care anak
adalah hal penting untuk keberhasilan hospice care. Keluarga dapat terus menemui
dokter pemberi perawatan primer yang mereka pilih.
Hospice Care berdasarkan pada sejumlah konsep penting yang secara bernakna
dibuat terpisah dari perawatan rumah sakit. Pertama, anggota keluarga adalah pemberi
perawatan utama dan didukung oleh tim professional dan staf sukarela. Kedua,
prioritas perawatan adalah kenyamanan. Kebutuhan fisik, psikologis, social, dan
spiritual anak dipertimbangkan. Pengendalian nyeri dan gejala adalah pertimbangan
utama dan tidak ada upaya luar biasa yang digunakan untuk penyembuhan atau
memperpanjang kehidupan. Ketiga, kebutuhan keluarga dipertimbangkan sepenting
kebutuhan pasien. Keempat, hospice memberi perhatian terhadap penyesuaian
keluarga pasca kematian dan perawatan dapat berlanjut untuk waktu setahun atau
lebih.
Tujuan hospice care untuk anak adalah agar dapat menjalani kehidupan
sepenuhnya tanpa rasa nyeri dengan memiliki pilihan dan martabat, dalam lingkungan
rumah mereka yang kekeluargaan, dan dengan keluarga mereka. Hospice care berada
di bawah program Medicaid negara bagian, seperti juga sebagian besar rencana
asuransi. Layanan menyediakan kunjungan keperawatan di rumah, juga kunjungan
dari pekerja social, rohaniwan, dan pada beberapa kasus, dokter, medikasi,
perlengkapan medis, dan peralatan medis yang diperlukan semua disediakan oleh
organisasi hospice pemberian perawatan.
Kematian pasien adalah salah satu aspek perawatan kritis atau keperawatan
onkologi yang paling membuat stress. Perawat mengalami reaksi terhadap penyakit fatal
yang serupa dengan respons anggota keluarga, meliputi pengingkaran, marah, depresi,
merasa bersalah, dan perasaan ambivalen.
1. Temani keluarga; duduk dengan tenang jika mereka memilih tidak mau bicara
menangis dengan mereka jika diinginkan.
2. Terima reaksi berduka keluarga hindari pernyataan menghakimi ( mis, “anda
seharusnya sudah lebih baik sekarang”).
3. Hindari memberikan rasionalisasi untuk kematian anak ( mis, “ Anda harusnya senang
anak anda tidak lagi menderita”).
4. Hindari pelipur lara buatan ( mis, “ Saya tahu bagaimana perasaan anda, atau anda
masih cukup muda untuk memunyai bayi lain”).
5. Hadapi secara terbuka perasaan seperti merasa bersalah, marah, dan kehilangan harga
diri.
6. Berfokus pada perasaan dengan menggunakan kalimat berperasaan dalam pernyataan
( mis, “ Anda masih merasakan semua rasa sakit karena kehilangan anak”).
7. Rujuk keluarga ke kelompok swabantu atau bantuan professional jika dibbutuhkan.
1. Yakinkan kembali pada keluarga bahwa semua yang mungkin bisa digunakan untuk
menyelamatkan hidup anak telah dilakukan, jika mereka menginginkan intervensi
penyelamatan jiwa.
2. Kerjakan semua yang mumgkin untuk memastikan kenyamanan anak, terutama
merdekan nyeri.
3. Berikan kesempatan pada anak dan keluarga untuk mengingat kembali pengalaman
atau memori istimewa dalam kehidupan mereka.
4. Ungkapkan perasaan pribadi tentang kehilangan dan frustasi (mis, “Kami akan sangat
merindukannya”, “Kami telah mencoba segalanya; kami merasa sangat menyesal
tidak dapat menyelamatkannya”).
5. Sediakan informasi yang keluarga butuhkan dan berkata jujur hormati kebutuhan
emosional anggota keluarga, misalnya, sibling yang memerlukan istirahat sejenak dari
anak yang meninggal.
6. Lakukan setiap upaya untuk mengatur anggota keluarga, terutama orang tua, untuk
bersama anak pada saat kematian, jika mereka ingin hadir.
7. Izinkan keluarga untuk tinggal bersama anak yang meninggal selama yang mereka
inginkan dan untuk mengguncang, memeluk, atau memandikan anak.
8. Berikan bantuan praktis jika mungkin, seperti mengumpulkan barang-barang milik.
9. Atur dukungan spiritual, berdasarkan keyakinan agama keluarga; berdoa bersama
keluarga jika tidak ada orang lain yang dapat bersama mereka.
Pasca kematian
1. Hadiri pemakaman atau lakukan kunjungan jika terdapat kedekatan khusus dengan
keluarga.
2. Mulai dan pertahankan kontak (mis, mengirim kartu, menelpon, mengundang mereka
untuk kembali ke unit, melakukan kunjungan rumah).
3. Menyebutkan anak yang telah meninggal dengan nama membahas memori bersama
dengan keluarga.
4. Cegah penggunaan obat atau alcohol sebagai metode pelarian dan berduka.
5. Dorong semua anggota keluarga untuk mengomunikasikan persaan mereka daripada
tetap diam untuk menghindari membuat sedih anggota keluarga yang lain.
6. Tegaskan bahwa berduka adalah proses yng menyakitkan yang sering memerlukan
waktu tahunan untuk menyelesaikannya.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
Intervensi keperawatan/Rasional
1) Luangkan waktu dengan anak saat ia tidak terlibat langsung dalam perawatan
dengan cara memberitahukan keluarga tentang pentingnya meluangkan
waktu untuk anak agar anak merasakan dukungan dari orang tua.
2) Beri penguatan pada anak bahwa apa yang terjadi bukanlah kesalahan anak
untuk mengurangi perasaan bersalah, dengan cara menjelaskan jika penyakit
yang diderita anak bukan karena kasalahannya.
3) Mainkan music favorit dan bacakan cerita untuk anak dengan cara
memutarkan lagu favorit anak saat ia merasakan nyeri yang hebat dan
membaca cerita kesukaan anak sebelum ia tidur.
4) Orientasikan anak dengan lingkungan sekitar jika ia sadar, dengan cara
mengajak sang anak untuk mengunjungi taman bermain jika tersedia di rumah
sakit.
Hasil yang diharapkan
1) Informasikan keluarga tentang apa yang mungkin terjadi pada saat kematian,
dengan cara menjelaskan pada keluarga apa saja yang mungkin terjadi saat
kematian sang anak dampak apa saja yang akan terjadi.
2) Berikan sikap perhatian untuk anak dan keluarga, dengan cara menanyakan
kepada keluarga maupun pasien apa kabarnya hari ini dan bagaimana
perasaannya.
3) Dorong setidaknya satu anggota keluarga untuk tetap bersama anak, dengan
cara menjelaskan kepada keluarga untuk tetap bersama anak agar anak
merasakan kasih sayang dan perhatian dari orang tua.
4) Bantu dan dorong keluarga dengan tepat untuk mengungkapkan perasaan,
dengan cara mengajak keluarga berbicara dan membangun BHSP sehingga
keluarga mampu mengungkapkan perasaannya.
5) Dorong keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik mereka sendiri dengan
cara menjelaskan bahwa jika keluarga ( orang tua ) sakit tidak ada yang dapat
menemani sang anak.
Hasil yang diharapkan
1) Ajarkan perawatan fisik anak dengan cara mengajari keluarga pasien saat kita
melakukan tindakan dan meminta keluarga mengulangnya sekali lagi sehingga
kita mengetahui apakah keluarga mampu dan paham.
2) Beri keluarga cara-cara untuk menghubungi professional kesehatan setiap
waktu dengan cara memberitahukan nomor ambulance atau nomor gawat
darurat.
3) Pertahankan kontak harian dengan keluarga dengan cara menghubungi
keluarga dan menanyakan bagaimana keadaan anak dan keluarga baik melalui
panggilan telpon dan kunjungan rumah.
4) Yakinkan kembali keluarga bahwa mereka dapat memasukkan anak kembali
kerumah sakit setiap waktu, dengan cara selalu menyakinkan keluraga bahwa
tidak ada salahnya melakukan perawatan medis di rumah sakit.
5) Bantu membuat rencana dengan keluarga tentang apa yang dilakukan jika
meninggal dan apa saja diharapkan keluarga, dengan cara membantu
keluarga merecenakan apa yang terjadi jika anak meninggal.
Hasil yang diharapkan
A. Kasus
Seorang anak laki - laki berusia 10 tahun di rawat di Bangsal Mawar, sejak pagi tadi
anak laki – laki ini membanting barang, menangis, dan berteriak jika ada yang mencoba
mendekatinya bahkan membuang semua obat yang diberikan oleh orang tuanya. Setelah
perawat menanyakan pada orang tua mengapa anak laki –laki ini bersikap seperti itu
ternyata anak laki – laki ini sudah mengetahui bahwa dia sakit ( kanker stadium 4 ).
B. Pembahasan
Pasien memasuki tahap anger/marah. Kita sebagai perawat mengijinkan dan mendorong
pasien mengungkapkan rasa marah sacara verbal tanpa melawan kemarahannya.
1. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien sebenarnya tidak ditujukan
kepada mereka.
2. Membiarkan pasien menangis, namun tidak membiarkan pasien berlarut-larut dalam
kesedihannya.
3. Mendorong pasien untuk membicarakan kemarahannya
Memberikan paliatife care pada pasien dan keluarga, seperti memberikan edukasi kepada
keluarga bahwa si anak tidak mempunyai waktu yang lama lagi untuk hidup, karena
memang stadium kanker yang dideritanya sudah mencapai stadium akhir. jadi stetelah
dilakukannya edukasi tersebut harapan kedepannya keluarga mampu untuk menerima
kehilangan sang anak dan tidak terlarut dalam kesedihannya.
Dan pada anak agar dapat menerima serta berduka antisipatif pada penyakit yang
dideritanya serta dapat meningkatkan kulaitas hidup anak tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian, Kondisi terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
penyakit/sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat
dengan proses kematian. Penyakit kronis didefinisikan sebagai kondisi medis atau
masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang
membutuhkan penatalaksnaan jangka panjang
2. Karakteristik Penyakit Terminal yaitu antara lain, Penyakit tidak dapat
disembuhkan, Mengarah pada kematian, Diagnosa medis sudah jelas, Tidak ada
obat untuk menyembuhka, Prognosis jelek dan Bersifat progresif.
2. Karakteristiknya Penyakit Kronis antara lain, Permanen, Mengakibatkan
ketidakmampuan permanen, Menyebabkan kerumitan patofisiologi, Membutuhkan
training khusus untuk rehabilitasi dan Membutuhkan waktu lama untuk perawatan.
3. Jenis Kehilangan & berduka Kehilangan objek eksternal, Kehilangan lingkungan
yang dikenal, Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti, Kehilangan suatu
aspek diridan Kehilangan hidup Jenis berduka Berduka normal, Berduka antisipatif
,Berduka yang rumit, berkabung ,Berduka tertutup.
B. Saran
Diharapkan untuk tenaga kesehatan agar dapat meingkatkan lagi hubungan
saling percaya pada pasien dan keluarga agar terciptanya kepercayaan dari klien dan
keluarga untuk menyampaikan keluhan baik yang bersioat terbuka dan private kepada
tenaga kesehatan. Karena pada dasarnya efektifnya sebuah hubungan ( tenaga
kesehatan-klien) diaawali dari BHSP ( bina hubungan saling percaya ) serta, para
tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan wawasan serta keilmuannya terhadap
prinsip” faliative care.
DAFTAR PUSTAKA
Donna dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1. Jakarta : EGC
Permata sari. 2018. Perawatan pasien Terminal retrived 27 Agust 2019 from
https://www.kompasiana.com/resnapermatasari/54f94fb3a3331169018b4c65/perawatan
pasien-terminal