Anda di halaman 1dari 12

Referat Kecil

FUNGSI KESADARAN

Oleh :

Oleh

MUHAMMAD ILHAM HERZONI


NIM. 1908437639

Pembimbing :
dr. Riki Sukiandra, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
FUNGSI KESADARAN

1. Kesadaran
a. Definisi
Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seorang individu sepenuhnya sadar
akan diri dan hubungannya dengan lingkungan sekitar. Kesadaran terdiri atas arousal
(kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan dalam kondisi bangun
penuh) dan awareness (kemampuan untuk menerima dan memahami isi stimulasi).1,2
Definisi lain kesadaran adalah keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls
aferen dan eferen. Semua impuls aferen disebut input dan semua impuls eferen
disebut output di susunan saraf pusat.3
Proses kesadaran membutuhkan interaksi antara korteks serebri (keadaan
waspada) yang intak dan formatio retikularis (keadaan bangun) di batang otak.
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai komposmentis.2

b. Tingkat kesadaran
Penilaian derajat kesadaran dapat dinilai secara kualitatif maupun secara
kuantitatif. Penilaian gangguan kesadaran secara kualitatif antara lain:
komposmentis, apatis, somnolen, sopor/stupor, bahkan koma.5
 Komposmentis/alert adalah sadar penuh, menyadari seluruh asupan dari
pancaindera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap
seluruh rangsangan baik dari luar maupun dari dalam atau dalam keadaan
awas dan waspada.
 Apatis adalah keadaan acuh tak acuh. Enggan memperhatikan keadaan dari
diri sendiri bahkan sekitarnya.
 Somnolen adalah keadaan mengantuk. Mata tampak cenderung menutup,
masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab
pertanyaan walaupun sedikit bingung,
 Sopor (stupor) kantuk yang dalam, mata tertutup, dengan ransangan nyeri
atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu dua kata. Motorik
hanya berupa gerakan mengelak terhadap ransangan nyeri.

2
 Koma tidak ada lagi respon terhadap rangsangan yang keras, baik dalam
hal membuka mata, bicara, maupun reaksi motorik.
Penilaian derajat kesadaran dapat juga dilakukan secara kuantitatif, yaitu
dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) (tabel 1).6,7
Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS)
Parameter ResponPasien Skor
Respon membuka Membuka mata spontan 4
mata Membuka mata terhadap rangsangan suara 3
Membuka mata terhadap rangsangan nyeri 2
Menutup mata terhadap semua rangsangan 1
Respon verbal Berorientasi baik 5
Bingung dan disorientasi 4
Mengucap atau membentuk kata - kata 3
Mengeluarkan suara yang tidak punya arti 2
Suara tidak ada 1
Respon Motorik Menurut respon 6
Dapat melokalisir rangsangan nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada pergerakkan 1
Total skor 3-15

c. Anatomi dan Fisiologi


Neuron-neuron di seluruh korteks serebri yang digalakkan oleh impuls aferen
non-spesifik dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, oleh karena tergantung
pada jumlah neuron-neuron tersebut yang aktif, derajat kesadaran bisa tinggi atau
rendah. Aktivitas neuron-neuron tersebut digalakkan oleh neuron-neuron yang
menyusun inti talamik yang dinamakan nuclei intralaminares. Oleh karena itu,
neuron-neuron tersebut dapat dinamakan neuron penggalak kewaspadaan.
Derajat kesadaran ditentukan oleh banyaknya neuron penggalak atau neuron
pengemban kewaspadaan yang aktif dan didukung oleh proses biokimia untuk
menjaga kelangsungan kehidupan neuron tersebut. Apabila terjadi gangguan sehingga
kesadaran menurun sampai derajat yang terendah, yang dapat terjadi oleh karena
neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi yang disebut koma
bihemisferik atau oleh sebab neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk
mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan yang disebut koma diensefalik. Koma
bihemisferik antara lain dapat disebabkan oleh hipoglikemia, hiperglikemia, uremia,

3
koma hepatikum, hiponatremia dan sebagainya. Koma diensefalik antara lain dapat
disebabkan oleh strok, trauma kapitis, tumor intrakranial, meningitis dan sebagainya.

Pusat pengaturan kesadaran manusia secara anatomi terletak pada serabut


transversal retikularis dari batang otak sampai talamus dan dilanjutkan dengan
formasio activator reticularis yang menghubungkan talamus dengan kortek cerebri.
Formatio retikularis terletak di substansia grisea otak dari daerah medula oblongata
sampai midbrain dan talamus.2
Formatio retikularis terdiri dari anyaman sel dan serabut saraf kontinu yang
terletak dalam dan terbentang dari medulla spinalis, melalui medulla oblongata, pons,
mesenchephalon, subtalamus, hipotalamus dan talamus. Anyaman ini dibagi menjadi
tiga columna longitudinal, yang pertama menempati bidang median disebut columna
mediana, serta terdiri dari neuron-neuron berukuran sedang, yang kedua disebut
columna medialis berisi neuron-neuron yang besar, dan yang ketiga columna lateralis
terutama berisi neuron-neuron yang kecil. Dapat dilihat pada Gambar2.1

4
Gambar 2. Diagram yang memperlihatkan perkiraan posisi columna mediana
medialis, dan lateralis formatio retikularis di dalam batang otak.1

Terdapat jaras-jaras polisinaptik serta jaras-jaras asendens dan desendens


yang menyilang atau tidak menyilang melibatkan banyak neuron yang memiliki
fungsi-fungsi somatik dan viseral. Di inferior, formation reticularis bersambung
dengan interneuron substansia grisea medulla spinalis, sedangkan di superior impuls
diteruskan menuju cortex cerebri, banyak serabut proyeksi meninggalkan formation
reticularis menuju cerebellum.1

Proyeksi Aferen
Berbagai jaras aferen dari sebagian besar susunan saraf pusat masuk ke
formatio retikularis (Gambar 3). Dari medulla spinalis terdapat traktus
spinoretikularis, tractus spinothalamicus, dan lemniscus medialis. Dari nuklei saraf
kranial terdapat traktus aferen asendens antara lain jaras vestibular, akustik, dan
visual. Dari cerebellum, terdapat jaras cerebello retikularis. Dari subtalamus,
hipotalamus, serta nuklei talamus dan dari corpus striatum serta sistem limbik
terdapat traktus-traktus aferen selanjutnya. Serabut aferen penting lainnya berasal
dari korteks motorik primer lobus frontalis serta dari korteks somatosensorik lobus
parietalis.1

5
Gambar 3. Diagram yang memperlihatkan serabut aferen formatio retikularis.1

Proyeksi Eferen
Jaras-jaras eferen membentang ke bawah hingga ke batang otak dan medulla
spinalis melalui tractus reticulobulbaris dan reticulospinalis ke neuron-neuron di
dalam nuklei motorik saraf-saraf kranial dan sel-sel cornu anterior medulla spinalis.
Jaras desendens lainnya berjalan ke aliran keluar simpatis dan parasimpatis
kraniosakralis susunan otonom. Jaras-jaras lainnya berjalan ke corpus striatum,
cerebellum, nucleus ruber, substansia nigra, tectum, serta nuklei talamus, subtalamus,
dan hipotalamus. Sebagian besar area cortex cerebri juga menerima serabut-serabut
eferen.1

Fungsi Formatio Retikularis


Terdapat beberapa fungsi penting penting dari formatio retikularis, seperti:1,2
 Pengendalian otot rangka.
 Pengendalian sensasi somatik dan viseral.
 Pengendalian susunan otonom.
 Pengendalian susunan saraf endokrin.
 Sistem aktivasi retikular (Ascending Reticular Activating System/ARAS).
Berbagai derajat keterjagaan (wakefulness) tampak bergantung pada

6
tingkat aktivitas formatio retikularis (Gambar 3). Neurotransmitter yang
berperan pada ARAS yaitu neurotransmiter kolinergik, monoaminergik
dan GABA.

Gambar 4. Gambaran skematik sistem ARAS

Masukan utama kepada nukleus pemancar dan retikular talamus (Jalur


kuning) berasal dari kelompok sel kolinergik di pons bagian atas, pedunkulopontine
dan nukleus tegmental laterodorsal. Masukan-masukan ini memfasilitasi transmisi
talamokortikal. Jalur kedua (merah) mengaktivasi korteks serebri untuk memfasilitasi
pengolahan masukan talamus dan berasal dari neuron-neuron kelompok sel
monoaminergik. Jalur ini juga menerima masukan dari neuron peptidergik di
hipotalamus lateral dan otak depan bagian basal.7

Fisiologi kesadaran
Keadaan sadar dan siaga ditentukan oleh adanya stimulus. Stimulus yang
membangkitkan kesadaran dapat berasal darimana pun seperti penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecapan dan lainnya. Ada dua komponen yang
dibutuhkan agar keadaan sadar dapat dipertahankan, yaitu formatio retikularis dan
ARAS (Ascending Reticular Activating System). ARAS adalah suatu jaras yang
menghubungkan antara formatio retikularis di batang otak dengan seluruh bagian dari
kedua korteks hemisfer serebri. Formatio retikularis adalah kumpulan nukleus neuron
yang terletak dipertengahan pons dan memanjang sampai ke otak tengah. Jaras dari
ARAS antara formatio retikularis dengan korteks serebri dihubungkan oleh bagian

7
medial thalamus, setelah singgah di thalamus jaras ini akan menyebar keseluruh
korteks di kedua hemisfer serebri. Fungsi dari ARAS sendiri adalah mempertahankan
impuls yang terus menerus agar korteks serebri tetap aktif dan memberikan respon
terhadap stimulus tersebut sehingga seorang individu terlihat sadar.1

Gambar 5. (A) Formatio retikularis, (B) ARAS4

Gambar 6. Patofisiologi kesadaran8

Berdasarkan skema diatas kita dapat melihat bahwa input/rangsangan dibagi


dua, spesifik dan non-spesifik. Input spesifik merujuk kepada perjalanan impuls
aferen yang khas dimana menghasilkan suatu kesadaran yang khas pula. Lintasan
yang digunakan impuls-impuls tersebut dapat dinamakan lintasan yang

8
menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks primer
(penghantarannya berlangsung dari titik ke titik), yang berarti bahwa suatu titik pada
kulit yang dirangsang mengirimkan impuls yang akan diterima oleh sekelompok
neuron dititik tertentu daerah reseptif somatosensorik primer. Setibanya impuls
aferen ditingkat korteks terwujudlah suatu kesadaran akan suatu modalitas perasaan
yang spesifik, yaitu perasaan nyeri di kaki atau di wajah atau suatu penglihatan,
penghiduan atau suatu pendengaran tertentu.
Input yang bersifat non-spesifik adalah sebagian dari neuron penggalak
kewaspadaan impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui lintasan aferen non-
spesifik (lintasan ini lebih dikenal sebagai “diffuse ascending retikular system”) yang
terdiri dari serangkaian neuron-neuron di substansia retikularis medulla spinalis dan
batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke talamus (inti intralaminar). Inti
intralaminar yang menerima impuls non-spesifik tersebut akan menggalakkan dan
memancarkan impuls yang diterimanya menuju/merangsang/menggiatkan seluruh
korteks secara difuse dan bilateral sehingga timbul kesadaran/kewaspadaan. Karena
itu, neuron-neuron inti intralaminar disebut “neuron penggalak kesadaran”,
sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan disebut “neuron
pengemban kewaspadaan”.3 Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun
sampai derajat yang terendah, maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab
‘neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal
bihemisferik) atau oleh sebab “neuron penggalak” kewaspadaan tidak berdaya untuk
mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma diensefalik).3

Koma
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan
‘unarousable unresponsiveness’, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.6
Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat dengan “SEMENITE”.5
S : Sirkulasi– gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)
E : Ensefalitis– akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll
M : Metabolik– akibat gangguan metabolik yang menekan/mengganggu
Kinerja otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).

9
E : Elektrolit– gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium).
N : Neoplasma– tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan
penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat (papil
edema, bradikardi, muntah).
I : Intoksikasi– keracunan.
T : Trauma – kecelakaan.
E : Epilepsi.

Koma dihasilkan oleh dua kelompok besar permasalahan yaitu :


1. Permasalahan morfologis, terdiri dari lesi-lesi berbatas tegas dibatang otak
bagian atas atau diensefalon bawah (dapat lesi primer atau sekunder karena
kompresi) dan juga dapat terjadi oleh karena perubahan yang lebih luas di
hemisfer serebri (Gambar5).
2. Kausal-kausal metabolic atau sub-mikroskopik yang menyebabkan penekanan
aktivitas neuron.4

Gambar 7. Lesi otak yang dapat menyebabkan koma:


(A) Kerusakan hemisfer bilateral luas; (B) Kerusakan diensefalik; (C)
Kerusakan bagian paramedian otak tengah atas dan diensefalon kaudal;

Tipe pertama, adalah lesi masa yang mudah dikenali, seperti tumor, abses,
infark edematosa massif atau perdarahan baik intraserebral, subarakhnoid, subdural
maupun epidural. Biasanya lesi-lesi tersebut melibatkan hanya sebagian dari korteks

10
dan substantia alba, namun tetap mendistorsi struktur yang lebih dalam. Dalam
banyak keadaan, lesi masa ini atau hemisfer sekitarnya menyebabkan koma melalui
penggeseran lateral struktur-struktur serebral dalam, terkadang diikuti oleh herniasi
lobus temporal kedalam bukaan tentorial yang pada akhirnya menyebabkan
penekanan otak tengah dan daerah subtalamik dari system aktivasi retikular. Sama
seperti di atas, lesi serebelar juga dapat menekan daerah reticular batang otak atas
secara tidak langsung dengan mendorongnya kedepan dan juga mungkin ke atas.4
Pada lesi anatomi tipe kedua, yang lebih jarang dari tipe pertama, lesi
berlokasi di dalam thalamus atau otak tengah dan menyebabkan neuron-neuron
system aktivasi retikularis terlibat secara langsung. Pola patoanatomi sini
menggambarkan stroke batang otak oleh karena oklusi arteri basilar, atau perdarahan
talamik dan batang otak atas serta beberapa tipe kerusakan akibat trauma. Pada tipe
yang ketiga, terjadi kerusakan bilateral luas terhadap korteks dan substansia alba,
sebagai akibat dari kerusakan traumatis (kontusio, kerusakan aksonal difus), infark
atau perdarahan bilateral, ensefalitis viral, meningitis, hipoksia atau iskemia. Koma
dari kasus-kasus ini terjadi sebagai akibat interupsi impuls talamokortikal atau
kerusakan umum neuron kortikal. Hanya jika lesi serebral luas dan bilateral maka
kesadaran dapat terganggu secara signifikan.4

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell R. Neuroanatomi Klinik. edisi kelima. Jakarta: EGC.h. 338-40.

2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. edisi keenam. Jakarta:


EGC.2011.h.136-8.

3. Sidharta P, Mardjono M. Neurologis Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat.


2009.

4. Sumantri S. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana penurunan kesadaran


(Koma). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009.

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Buku Ajar Neurologi Klinis


Cetakan Ketiga. Universitas Gajah Mada.2008.

6. Bates D. Medical Coma. [book auth.] RAC Hughes. Neurologic Emergencies.


4. London: BMJ Books. 2003.

7. Clifford BS, Thomas E. Scammell and Jun Lun Nature 437.2005.h 1257-63.

8. Wijaya Y. Koma. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma


Surabaya.2007.

12

Anda mungkin juga menyukai