Anda di halaman 1dari 28

GANGGUAN KESADARAN

Oleh :
Anita Febriana

Pembimbing :
dr. Masdar Muid, Sp.A (K)
PENDAHULUAN
• Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat

yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari

• Penurunan kesadaran merupakan masalah kedaruratan

yang dapat menunjukkan gangguan berat pada fungsi

serebral

• Berpotensi menyebabkan morbiditas dan mortalitas

yang tinggi  TATALAKSANA YANG TEPAT


DEFINISI
• Kesadaran adalah keadaan sadar terhadap diri sendiri dan

lingkungan

• Terdiri dari bangun (wakefullness) dan ketanggapan

(awareness)

• Kesadaran  fungsi normal dari kedua hemisfer serebri dan

ascending reticular activating system (ARAS)


DEFINISI
• Ketidaksadaran adalah keadaan tidak sadar terhadap diri

sendiri dan lingkungan  dapat bersifat fisiologis (tidur)

ataupun patologis (koma atau keadaan vegetatif).

• Gangguan kesadaran  ketidaktanggapan terhadap diri

sendiri  ketidaktanggapan terhadap lingkungan  akhirnya

ketidakmampuan untuk bangun


TINGKAT KESADARAN
• Sadar atau bangun (compos mentis)  kesadaran normal,
menyadari seluruh asupan dari panca indera dan bereaksi secara
optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dalam.
• Obtudansi (apatis)  gangguan kesadaran ringan disertai
berkurangnya perhatian terhadap lingkungan sekitarnya, komunikasi
masih dapat dilangsungkan sebagian.
• Letargi (somnolent)  mata cenderung menutup, mengantuk,
masih dapat dibangunkan perintah, masih dapat menjawab
pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi
terhadap sekitarnya menurun.
• Stupor (sopor)  Mata tertutup dengan ransang nyeri atau suara
keras baru membuka mata atau bersuara satu dua kata. Motorik
hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
• Koma  dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik
dalam hal membuka mata, bicara maupun reaksi motorik.
TINGKAT KESADARAN
Penilaian kesadaran secara kuantitatif  dapat dinilai dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi
pemeriksaan untuk Penglihatan (E), pemeriksaan Motorik
(M), dan Verbal (V)

Skala berkisar 3 – 15 :

•Gangguan kesadaran ringan (GCS 12 – 14)

•Gangguan kesadaran sedang (GCS 9 – 11)

•Koma (GCS < 8)


Eye Membuka mata spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap rangsang nyeri 2
Menutup mata terhadap semua rangsangan 1

Orientasi baik 5
Verbal
Bingung 4
Bisa membentuk kata tetapi tdk mampu ucapkan kalimat 3
Mengeluarkan suara yang tidak berarti 2
Tidak ada suara 1

Menurut perintah 6
Motorik
Dapat melokalisir rangsang setempat 5
Menolak rangsang nyeri pada anggota gerak 4
Menjauhi rangsang nyeri (fleksi) 3
Ekstensi spontan 2 7
Tidak ada gerakan samasekali 1
KLASIFIKASI GANGGUAN
KESADARAN
• Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal atau
lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk ( gangguan iskemik,
metabolik, intoksikasi, infeksi sistemik, hipertermia, dan
epilepsi )

• Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal atau


lateralisasi disertai dengan kaku kuduk ( perdarahan
subarachnoid, radang selaput otak, dan radang otak )

• Gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal (tumor


otak, perdarahan otak, infark otak dan abces otak )
PATOFISIOLOGI
•Penurunan kesadaran disebabkan oleh :

- gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada


gangguan metabolik

- gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio


retikularis di thalamus, hipotalamus, maupun
mesensefalon
ETIOLOGI
- Infeksi atau inflamasi,
- Struktural, dan
- Metabolik, nutrisi, atau toksik
DIAGNOSIS
Riwayat klinis

Anamnesa difokuskan untuk mengidentifikasi penyebab dan


progestifitas gangguan kesadaran, meliputi :
• Onset munculnya gejala neurologi
• Waktu, lokasi dan durasi gejala awal
• Gejala neurologis yang terjadi sebelum penurunan
kesadaran
• Riwayat muntah sebelumnya, gangguan bicara,
bingung, hemiparesis
DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisis dan neurologis

1. Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi (ABCs management )


sebagai resusitasi awal
2. Respirasi – disfungsi saluran napas atas atau bawah
3. Derajat kesadaran
4. Pemeriksaan saraf otak, gerakan bola mata, respon pupil,
refleks okulosefalik dan okulovestibular
5. Pemeriksaan motorik, posisi istirahat, aktivitas motorik
spontan, respon terhadap rangsang.
6. Pemeriksaan sistemik: mulai dari kulit dan mukosa dapat
mengungkapkan petunjuk etiologi
• Tabel 2.1 Petunjuk untuk etiologi koma pada pemeriksaan fisis
umum
DIAGNOSIS
TANDA VITAL
• Pemeriksaan tanda vital sangat membantu dalam menentukan
penyebab penurunan kesadaran
Tekanan darah Denyut dan irama jantung

- Tinggi - Tidak teratur


Peningkatan tekanan intrakranial Amfetamin
Perdarahan subarahnoid Antikolinergik
Intoksikasi Trisiklik
Amfetamin Digitalis
Antikolinergik
Simpatomimetik - Rendah
Beta bloker
- Rendah Narkotik
Syok spinal
Kegagalan adrenal - Cepat
Keracunan Alkohol
Narkotika Amfetamin
Sianida Teofi lin
Sedatif atau hipnotik
Simpatomimetik
DIAGNOSIS
Pola napas

Pola napas normal  interaksi normal antara batang otak


(mengatur keinginan napas) dan korteks (mengatur pola
napas)

Gangguan metabolik dan hipoksia  diatasi dengan


perubahan pola pernapasan  pola napas yang abnormal
mencerminkan gangguan neurologis yang berat

Penentuan lokalisasi kelainan pola napas dapat


memperkirakan derajat proses yang terjadi
Cheyne Stokes

Pola Napas
• Pola napas periodik dengan fase hiperpnea dan apne
• Kecepatan napas bertambah secara bertahap untuk mencapai puncaknya dan kemudian berkurang
sampai apne
• Keadaan ini sering ditemukan pada kelainan metabolik atau adanya lesi hemisferik bilateral yang
dalam, misalnya di talamus, kapsula interna atau pons
Hiperventilasi
• Suatu hiperpnea yang otomatis (pernapasan Kussmaul) akibat suatu gangguan metabolik (ketosis
diabetik, keracunan salisilat), suatu lesi di formasio retikularis di mesensefalon bawah dan pons.
Proses ini terletak lebih kaudal dari butir 1 dan mempunyai prognosis kurang baik
Apneuristik
• Kramp inspirasi yang lama atau istirahat pada waktu inspirasi penuh. Proses terletak di pons
(biasanya infark) dan mempunyai prognosis yang lebih buruk dari butir 2
Kluster
• Pola pernapasan yang berbentuk kelompok-kelompok pernapasan yang diselingi oleh masa
istirahat yang tidak teratur. Lesinya terletak di pons bawah atau bagian atas medula oblongata dan
mempunyai prognosis yang lebih buruk dari butir 3
Ataksik
• Pola pernapasan yang dangkal, cepat dan tidak teratur. Keadaan ini sering tampak pada lesi di
medula oblongata atau menjelang kematian yang harus segera mendapatkan pertolongan. Keadaan
ini mempunyai prognosis yang paling buruk 16
cortex

MIDBRAIN

PONS

MEDULLA
Ukuran dan reaktifitas pupil, serta
gerak bola mata
• Reaksi pupil (konstriksi dan dilatasi) diatur oleh sistim saraf
simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis), yang relatif tidak
terpengaruh oleh gangguan metabolik
• Tidak adanya refleks pupil terhadap cahaya, cenderung
disebabkan kelainan struktural yang mempengaruhi derajat
kesadaran
• Serabut – serabut simpatis berasal dari hipotalamus, menurun ke
daerah atas spina torasikus, dan menaik ke atas sepanjang arteri
karotis interna dan melalui fisura orbitalis superior menuju pupil
• Adapun serabut-serabut parasimpatis berasal dari midbrain dan
menuju pupil melalui saraf okulomotorius (Nervus III) 18
Gangguan reflekspupil dangerakan bola mata padapenurunankesadaran.
Respon Motorik

• Fungsi motorik dapat memberikan informasi tentang lokalisasi lesi

• Pola hemiparesis disertai refleks otot abnormal, memperlihatkan


lokalisasi lesi kontralateral dari jaras kortikospinalis

• Fenomena kortikal, akibat kerusakan pada atau di atas nukleus


tertentu pada batang otak, dapat menyebabkan suatu respon
motorik

20
Respon Motorik
• Dekortikasi atau posisi fleksi (lengan fleksi dan tertarik ke atas
dada) disebabkan oleh kerusakan traktus spinalis atau di atas red
nucleus
• Deserebrasi atau posisi ekstensi (lengan ekstensi dan rotasi
interna) disebabkan kerusakan dekat traktus vestibulospinalis
• Opistotonus adalah posisi kepala ke belakang disertai tulang
belakang melengkung, dan tangan di samping akibat kerusakan
berat kedua korteks
21
Manifestasi klinisberdasarkan tingkatgangguan di susunan saraf pusat.
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan darah umumnya meliputi: darah tepi lengkap,
elektrolit, glukosa, kalsium, dan magnesium; fungsi hati termasuk
birlirubin dan amonia; faktor koagulasi dan skrining toksikologi

• Pemeriksaan elektrokardiografi dan rontgen dada bila dicurigai


adanya kelainan jantung atau paru

23
Pemeriksaan Penunjang
• Pungsi lumbal harus dilakukan bila terdapat dugaan adanya infeksi susunan
saraf pusat

• Umumnya diperlukan CT scan atau MRI kepala.

• CT scan kepala dipilih bila dicurigai trauma kepala, komplikasi perdarahan


intrakranial, tumor/massa di daerah supratentorial.

• MRI kepala bila dicurigai kelainan di daerah serebelum, batang otak, atau
medula spinalis, lesi demielinisasi, iskemia awal, kelainan dicurigai akibat
metabolik dan proses ensefalitis, lebih jelas terlihat dengan MRI
24
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan elektroensefalografi  mendiagnosis kejang tanpa
adanya demam.

• EEG bermanfaat dalam penilaian berkala pasien dengan status


epileptikus, koma persisten, atau pasien yang mengalami
kelumpuhan.

25
TATALAKSANA
• Pemantaun berkala tingkat gangguan kesadaran dan tata
laksana yang tepat  prognosis
• Pemantaun berkala terpenting adalah penentuan gangguan
susunan saraf pusat  pemeriksaan pola pernapasan, ukuran
pupil dan reaksi terhadap rangsangan, Doll’s eye movement,
serta respon motorik terhadap rangsangan

26
Tata laksana

27
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai