Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

MENINGOENSEFALITIS

Oleh:

Annesha, S.Ked
Diki Safira Ilmiah, S.Ked
Maisaratul Hikmah, S.Ked
Melza Winda Sari, S.Ked
Nourmalita Mutiara Miranda Putri, S.Ked
Rizki Hikmawan, S.Ked

Pembimbing :

dr. Hotber E.R. Pasaribu, M.Si.Med, SpA(K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Meningoensefalitis”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut
membantu hingga terselesaikannya laporan kasus ini, yaitu kepada:
1. Direktur RSUD Arifin Achmad yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan kegiatan kepaniteraan klinik di RSUD
Arifin Achmad.
2. dr. Hotber Edwin Rolan Pasaribu, M.Si.Med, SpA(K), selaku pembimbing
yang telah memberikan waktu, ilmu, pikiran, serta membimbing dengan
penuh kesabaran dari awal hingga selesainya penulisan laporan kasus ini.
3. dr. Zulfikri, Sp.A, dr. Mislina Munir, M.Ked.(Ped), Sp. A, dr. Cece
Alfalah, Sp. A (K), M. Biomed selaku penguji pada laporan kasus ini.
4. Kelompok Jabatan Fungsional (KJF) Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Riau – RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau yang
telah memberikan ilmu selama penulisan laporan dan kegiatan
kepaniteraan klinik bagian anak.
5. Teman-teman seperjuangan yang memberikan motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari masih adanya kekurangan di dalam laporan kasus ini,
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini bermanfaat
dan menambah pengetahuan kita.
Pekanbaru, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBARiv
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Penurunan Kesadaran 2
2.2 Meningoensefalitis 4
2.2.1 Definisi 4
2.2.2 Etiologi 5
2.2.3 Epidemiologi 6
2.2.4 Patogenesis 6
2.2.5 Klasifikasi 6
2.2.6 Diagnosis 7
a. Anamnesis 7
b. Pemeriksaan Fisik 7
c. Pemeriksaan Penunjang 8
2.2.7 Tatalaksana 9
a. Terapi Antibiotik Empiris 9
b. Terapi Adjuvan 9
2.2.8 Komplikasi 9
BAB III LAPORAN KASUS 11
3.1 Identitas 11
3.2 Pediatric Assessment Triangle (PAT) 11
3.3 Assessment Primary Survey 12
3.4 Anamnesis 13
3.5 Pemeriksaan Fisik 16
3.6 Pemeriksaan Penunjang 19
3.7 Resume 21
3.8 Diagnosis Kerja 22
3.9 Diagnosis Gizi 22

ii
3.10 Diagnosis Banding 23
3.12 Terapi Medikamentosa 23
3.13 Prognosis 23
BAB IV PEMBAHASAN 29
4.1 Pembahasan Penurunan Kesadaran 28
4.2 Pembahasan Pembahasan Intubasi karena Gagal Napas dan
Trakeostomi 29
4.3 Pembahasan Gizi 29
4.4 Pembahasan Perkembangan 30
4.5 Pembahasan Prognosis 30
DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 37

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gambaran sistematik sistem ARAS 2

Gambar 2.1 Patofisiologi kesadaran 3

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penurunan kesadaran adalah suatu kegawatdaruratan dalam sistem saraf pusat

yang dapat disebabkan oleh gangguan pada otak yaitu pada pusat kesadaran yang

berada pada kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System

(ARAS). Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang

sistem saraf pusat terjadi secara fokal atau difus.

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama

di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi adalah invasi

dan multiplikasi kuman di dalam jaringan tubuh yang melibatkan respon imun.

Penyakit infeksi pada anak yang memerlukan perhatian khusus dan

membutuhkan perawatan intensif antara lain penyakit infeksi dan inflamasi sistem

saraf pusat yaitu meningitis dan ensefalitis.1

Meningitis merupakan proses peradangan yang mengenai satu atau semua

lapisan selaput yang membungkus jaringan otak yaitu pada arakhnoid, piamater dan

sumsum tulang belakang yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang

disebabkan oleh bakteri atau virus, sedangkan ensefalitis yaitu proses peradangan

yang terjadi pada jaringan otak. Meningitis yang terjadi bersamaan dengan

ensefalitis disebut meningoensefalitis.2,3

Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang anak laki-laki usia 5 tahun 11

bulan yang mengalami penurunan kesadaran akibat infeksi pada sistem saraf pusat.

Kasus infeksi pada sistem saraf pusat menurut Standar Kompentensi Dokter

Indonesia termasuk kompetensi kegawatdaruratan pada kompetensi keterampilan 3B.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penurunan Kesadaran

Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seorang individu sepenuhnya sadar akan

diri dan hubungannya dengan lingkungan sekitar. Kesadaran terdiri atas arousal

(kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan dalam kondisi bangun

penuh) dan awareness (kemampuan untuk menerima dan memahami isi stimulasi).

Pusat pengaturan kesadaran terletak pada serabut transversal retikularis dari batang

otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formatio activator reticularis yang

menghubungkan thalamus dengan korteks serebri. Formatio activator reticularis

terletak di substansia grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan

thalamus.4,5

Gambar 1. Gambaran sistematik sistem ARAS6

2
3

Gambar 2. Patofisiologi kesadaran5

Berdasarkan skema diatas rangsangan dibagi dua, spesifik dan non-spesifik.

Rangsangan spesifik merujuk kepada perjalanan impuls aferen. Lintasan yang

digunakan impuls-impuls tersebut dapat dinamakan lintasan yang menghubungkan

suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks primer. Respon non

spesifik disalurkan melalui substansia retikularis (diffuse ascending reticular system)

ke thalamus dan korteks secara menyeluruh sehingga timbul kesadaran atau

kewaspadaan. Penurunan kesadaran sampai derajat terendah dapat disebabkan oleh

neuron pengemban kewaspadaan yang sama sekali tidak berfungsi. 5

Penyebab penurunan kesadaran secara garis besar dapat disingkat dengan

SEMENITE yaitu:5

S : Sirkulasi– gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)

E : Ensefalitis– akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll

M : Metabolik– akibat gangguan metabolik yang menekan/mengganggu

kinerja otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).


4

E : Elektrolit– gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium).

N : Neoplasma– tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan

penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat (papil

edema, bradikardi, muntah).

I : Intoksikasi– keracunan.

T : Trauma – kecelakaan.

E : Epilepsi.

Penyebab penurunan kesadaran juga dapat diklasifikasikan menjadi penyebab

infeksi, dan non infeksi (kelainan struktural otak dan kelainan metabolik, nutrisi

atau toksin). Infeksi pada otak seperti meningitis dan ensefalitis merupakan

penyebab infeksi yang paling sering terjadi.7

Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang sistem

saraf pusat terjadi secara fokal atau difus. Diklasifikasikan dalam intrakranial dan

ekstrakranial. Infeksi pada sistem saraf pusat adalah infeksi berat yang dapat

mengancam nyawa dan merupakan kegawatdaruratan di bidang neurologi. Infeksi

sistem saraf pusat dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang besar jika

tidak terdeteksi dan tertangani secara tepat. Salah satu contoh infeksi yang menyebar

yaitu meningitisdan ensefalitis.8

2.2 Meningoensefalitis

2.2.1 Definisi
5

Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meningens) termasuk

duramater, arakhnoid dan piamater yang melapisi otak dan medulla spinalis,

sedangkan ensefalitis adalah penyakit peradangan pada parenkim otak. Kedua

penyakit ini dapat terjadi bersamaan yang dikenal dengan nama meningoensefalitis.9

2.2.1 Etiologi

Etiologi meningitis dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan penyebabnya dan

karakteristik cairan otak. Berdasarkan penyebabnya meningitis dibagi menjadi:

1. Meningitis Bakteria

Salah satu infeksi yang menyerang susunan saraf pusat mempunyai resiko tinggi

dalam menimbulkan kematian dan kecacatan yang bersifat purulenta. Bakteri

Neisseria meningitis biasanya menginvasi dan membentuk koloni di sel faring.

2. Meningitis Tuberkulosis

Disebabkan adanya tuberkel pada permukaan otak, peradangan ditemukan

permukaan otak, terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel.

3. Meningitis Viral

Meningitis viral terjadi sebagai akibat dari berbagai penyakit seperti campak,

herpes simpleks, herpes zooster, tidak terbentuk adanya eksudat di LCS,

melainkan adanya inflamasi pada korteks serebri, kerusakan  jaringan  jaringan

otak tergantung tergantung dari jenis sel yang terkena.

4. Meningitis Jamur

Meningitis jamur dapat terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang

lemah, seperti  penderita  penderita HIV, kanker dan penyakit tertentu adalah

yang paling  berisiko. Penyebab meningitis jamur yang paling sering pada pasien
6

dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah adalah Cryptococcus.10,11

Etiologi meningitis berdasarkan karakteristik cairan otak dibagi menjadi:

a. Meningitis serosa

Radang selaput otak araknoid dan plamater (cairan otak jernih). Penyebabnya

adalah Mycobacterium tuberculosa (penyebab terseringnya), virus, Toxoplasma

gandhi, riketsia.

b. Meningitis purulenta

Radang bernanah pada araknoid dan plamater yang meliputi otak dan medulla

spinalis. Penyebabnya adalah pneumokokus, meningokokus, Streptococcus

haemolithikus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,

Pseudmonas aeruginosa dan Neisseria meningitis.12

2.2.2 Epidemiologi

Kejadian meningitis di United States mencapai sekitar 25.000 – 40.000 kasus

pertahun dengan kasus paling sering terjadi pada anak usia <5 tahun. Rata-rata

kejadian meningitis yang disebabkan oleh H. Influenzae tipe B adalah 31/100.000,

bervariasi dari 6/100.000 di Eropa sampai 38/100.000 di Afrika.8 Sedangkan di

Indonesia sekitar 158/100.000 per tahun, dengan etiologi Hib 16/100.000 dan bakteri

lain 67/100.000.12,13

2.2.3 Patogenesis

Proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi

organisme harus mencapai ruangan subarakhnoid. Proses ini berlangsung secara

hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi

kolonisasi bakteri. Penyebaran dapat terjadi secara langsung. Bakteri masuk ke


7

dalam cairan cerebrospinal dan bermultiplikasi, semyebabkan inflamasi pada cairan

cerebrospinal akibat interaksi komponen bakteri dengan sel imun. Terjadi

peningkatan sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6 dan TNF-alfa. Akibat

peningkatan sitokin pro inflamasi terjadi edema otak dan disfungsi sel endotel dan

sel glia yang menyebabkan peningkatan TIK, penurunan aliran darah ke otak,

vasospasme. Sehingga timbul gejala demam, mual muntah, nyeri kepala, penurunan

status mental, kejang dan kaku kuduk.14

2.2.4 Diagnosis

a. Anamnesis

Meningitis seringkali didahului infeksi pada saluran napas atas atau saluran cerna

seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah. Gejala meningitis adalah demam,

nyeri kepala, meningismus dengan atau tanpa penurunan kesadaran, letargi, malaise,

kejang dan muntah merupakan hal yang sangat sugestif tetapi tidak ada satu gejala

pun yang khas. Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya anak

kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi gejala hanya berupa

demam, iritabel, letargi, malas minum dan high pitched-cry.15

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemerikssan fisik didapatkan penurunan kesadaran atau iritabilitas, ubun-

ubun besar yang menonjol, kaku kuduk atau tanda rangsang meningeal lain

(Bruzinsky dan Kernig), kejang dan defisit neurologis fokal. Tanda rangsang

meningeal mungkin tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 1 tahun, dapat

juga ditemukan tanda-tanda peningkatan intrakranial dan tanda-tanda infeksi

ditempat lain, seperti infeksi THT, sepsis atau pneumonia.15


8

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap dan kultur darah

2. Pemeriksaan gula darah dan elektorlit jika ada indikasi

3. Pungsi lumbal, bertujuan menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi,

didapatkan :

a. Cairan keruh atau opalescence dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++)

b. Jumlah sel 100-10.000/mm3 dengan hitung jenis predominan

polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl, pewarnaan

gram, biakan dan uji resistensi. Pada stadium dini jumlah sel dapat normal

dengan predominan limfosit.

c. Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak

spesifik.

4. Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap dimulai pemberian

antibiotic empiris (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali

untuk identifikasi kuman, itu pun jika antibiotiknya sensistif. Jika kuat dugaan

kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial,

pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum

spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi.15

5. Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala

peningkatan tekanan intrakranial oleh karena lesi desak ruang.

6. Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau

curiga ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak.

7. Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.15

2.2.5 Tatalaksana
9

Tatalaksana meningitis terdiri dari terapi antibiotik empiris dan terapi

adjuvan yaitu sebagai berikut:

a. Terapi Antibiotik Empiris

Infectious Disease Society of America (IDSA) dan European Society of

Clinical Microbiology and Infectious Disease (ESCMID) merekomendasikan

penggunaaan dari ampicillin di kombinasikan dengan cefotaxime atau gentamicin.

Penggunaan cefotaxime dilakukan mengingat bahwa meningkatnya resistensi dari

bakteri E. coli dan bakteri gram negative lainnya terhadap ampisilin dan dikarenakan

penetrasi LCS kurang optimal oleh gentamisin.16

b. Terapi Adjuvan

Pada anak-anak, menunjukkan bahwa deksametason tambahan 0,6 mg/kg

setiap hari, dengan dosis pertama yang diberikan sebelum atau dengan dosis pertama

antibiotik, selama 4 hari menurunkan gangguan pendengaran secara keseluruhan dan

gejala sisa neurologis yang parah pada anak-anak dengan meningitis bakterial.16

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi meningitis dibagi menjadi dua yaitu komplikasi dini dan

komplikasi lanjut, komplikasi dini meliputi:

 Syok septik, termasuk DIC


 Koma
 Kejang (30-40% pada anak)
 Edema serebri
10

 Septic arthritis
 Efusi perikardial
 Anemia hemolitik

Komplikasi meningitis tahap lanjut adalah:


 Gangguan pendengaran sampai tuli
 Disfungsi saraf kranial
 Kejang multipel
 Paralisis fokal
 Efusi subdural
 Hidrocephalus
 Defisit intelektual
 Ataksia
 Buta
 Waterhouse-Friderichsen syndrome
 Gangren periferal17,18
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama/RM : An. AW/01073237

Tanggal Lahir : 16 Oktober 2015

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 5 tahun 11 bulan

Ayah/Ibu : Tn. S/Ny. E

Agama : Islam

Suku Bangsa : Melayu

Alamat : Desa Bandar Sei Kijang, Pelelawan.

Sumber Pembiayaan : Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA)

Tanggal Masuk IGD : 11 Oktober 2021 (19:00 WIB)

Tanggal Masuk PICU : 12 Oktober 2021 (02:30 WIB)

Tanggal Pemeriksaan : 12 Oktober 2021 (08:00 WIB)

3.2 Pediatric Assessment Triangle (PAT)

PAT dilakukan di PICU tanggal 12 Oktober 2021

Keluhan utama :Penurunan kesadaran sejak 2 hari sebelum

masuk PICU.

APPEARANCE

a. Tone : Hipotonus

b. Intractability : Tidak dapat interaksi dengan pemeriksa dan

lingkungan sekitar

11
12

c. Consolability : Pasien tidak sadar sehingga tidak perlu

ditenangkan

d. Look : Tidak ada kontak mata dengan pemeriksa

e. Speech : Pasien tidak dapat berbicara

Kesan : Terdapat kegawatan sistem saraf pusat

WORK OF BREATHING

a. Suara pernafasan abnormal: Tidak terdapat pernafasan abnormal

b. Posisi abnormal : Tidak terdapat posisi tubuh abnormal

c. Retraksi dinding dada : Terdapat retraksi subcostal

d. Nafas cuping hidung : Tidak ada nafas cuping hidung

Kesan : Terdapat kegawatan respirasi

CIRCULATION

a. Pallor : Kulit tidak tampak pucat

b. Mottling : Tidak terdapat bercak-bercak dikulit akibat vasokonstriksi

c. Sianosis : Tidak tampak sianosis

Kesan : Tidak terdapat kegawatan sirkulasi

3.3 Assessment Primary Survey

Airway and C-Spine : Tidak terdapat suara nafas tambahan, stridor (-),

Control gurgling (-) dan snoring (-)

Action: Posisikan pasien dan pertahankan patensi


13

jalan nafas
Breathing and : Pengembangan dinding dada simetris, nafas

Ventilation spontan, pernafasan 43 nafas/menit, retraksi

subcostal (+) rhonki (+)

Action: O2  NRM 6-8 L/menit, pertahankan

spO2 >95%
Circulation and : HR 115 denyut/menit, reguler, sianosis (-), pucat

Hemorrage Control (-), CRT <2 detik, tidak terdapat perdarahan

aktif, akral hangat

Action: IVFD RL 60 cc/jam


Disability : Glasgow Coma Scale (GCS) = 5 (E2V1M2)

Action: Mempertahankan posisi fisiologis pasien

dan pastikan area sekitar pasien aman.


Exposure and : Suhu 36,8oC

Environmental Action: atur suhu ruangan dan cegah hipotermi

Control
3. 4 Anamnesis

Alloanamnesis dilakukan 1 hari setelah pasien dirawat di PICU dengan Ibu

kandung pasien di Bangsal PICU tanggal 12 Oktober 2021 pukul 08.00 WIB.

Riwayat Penyakit Sekarang

Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami penurunan kesadaran sejak 2 hari

SMRS. Penurunan kesadaran terjadi secara perlahan, disertai dengan demam, demam

tinggi terus menerus. Keluhan kejang disangkal, muntah disangkal.

Pasien mengalami kelemahan anggota gerak bawah sejak 5 hari SMRS.

Kelemahan anggota gerak bawah terjadi secara perlahan dan terjadi pada kedua sisi,

kelemahan satu sisi disangkal. Kelemahan anggota gerak dari bawah keatas

disangkal, pasien sadar. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa BAK, disertai rasa nyeri
14

pada perut bagian bawah dan terasa tegang. Kemudian pasien dibawa ke RS Syafira

dilakukan CT-Scan dan USG didapatkan hasil CT-Scan dan USG dalam batas

normal.

Pasien mengalami demam tinggi sejak 7 hari SMRS, demam terus-menerus

sepanjang hari, suhu 39°C. Demam disertai batuk, batuk tidak berdahak dan batuk

hilang timbul. Keluhan penurunan berat badan disangkal. Keluhan sakit kepala juga

dirasakan pasien, sakit kepala dirasakan pada seluruh bagian kepala, terasa

berdenyut, nyeri dirasakan hilang timbul. Kejang disangkal, muntah disangkal.

Pasien juga mengeluhkan sulit buang air kecil dan terasa nyeri, nyeri dirasakan pada

perut bagian bawah. Pasien belum di sunat, keluar darah tidak ada, nyeri pinggang

disangkal, terasa panas saat BAK disangkal. BAB tidak ada keluhan. Kemudian

pasien dibawa ke klinik, diberi obat paracetamol, keluhan berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat terjatuh saat bermain 3 minggu sebelum pemeriksaan tetapi

mekanisme jatuh tidak diketahui

- Riwayat kejang sebelumnya disangkal

- Riwayat penurunan kesadaran sebelumnya disangkal

- Riwayat batuk lama tidak ada

- Riwayat penurunan berat badan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat batuk lama tidak ada

- Riwayat kejang disangkal

Riwayat Pekerjaan Orang Tua

- Ayah pasien berusia 30 tahun, bekerja sebagai wiraswasta


15

- Ibu pasien berusia 29 tahun, tidak bekerja

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

- Ibu pasien memeriksakan kehamilan ke bidan beberapa kali dalam sebulan.

Tidak ada masalah selama kehamilan, tidak ada masalah dalam persalinan

- Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara, lahir cukup bulan spontan di

bidan, langsung menangis, BBL 4500 gr.

Riwayat Makan dan Minum

- 0-6 bulan : ASI

- 6-12 bulan : ASI dan MPASI

- 12-24 bulan : ASI dan Makanan keluarga

- 24 bulan – sekarang : Makanan keluarga

- Pasien suka makan-makanan kemasan yang dibeli di luar, sering konsumsi

mie instan

Riwayat Imunisasi

 0 bulan : Hepatitis B0, OPV

 1 bulan : BCG

 2 bulan : DPT Pentabio dan OPV

 3 bulan : DPT Pentabio dan OPV

 4 bulan : DPT Pentabio, OPV dan IPV

 9 bulan : MR

 18 bulan : Polio, DPT, Hib, Campak/MR

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur

Riwayat Pertumbuhan
16

- BB lahir : 4.500 gr

- BB sekarang : 20 kg

- PB lahir : Tidak diketahui

- TB sekarang : 112 cm

- LILA lahir : Tidak diketahui

- LILA sekarang : 15,5 cm

- LK lahir : Tidak diketahui

Keadaan Perumahan dan Tempat Tinggal

Pasien tinggal serumah dengan orang tuanya. Ibu pasien mengatakan ventilasi

dan pencahayaan di rumah pasien cukup. Ibu pasien juga mengatakan MCK di kamar

mandi menggunakan air bor dan wc dengan jamban jongkok.

3.5 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan Umum : Penurunan kesadaran

Kesadaran : Stupor

GCS : GCS: E2M2V1

TD : 115/55 mmHg TDS: 50-99% TDD: 50-90%


HR : 115 denyut/menit, reguler, tidak kuat angkat

RR : 43 nafas/menit, reguler

T : 36,9oC

SpO2 : 100% dengan menggunakan O2 NRM 6-8 L/menit

Status Gizi

Nama: An. AW

Usia: 5 tahun 11 bulan 3 hari


17

Berat Badan : 20 kg

Tinggi Badan : 112 cm

Lingkar Kepala : 52 cm

Lingkar Lengan Atas : 15,5 cm

Berat Badan Ideal : 19 kg

BB/U : 20/21 x 100% = 95,24% (BB Normal)

TB/U : 112/115 x 100% = 97,39% (perawakan normal)

BB/TB : 20/19 x 100% = 105% (Gizi baik)

Lingkar Kepala : -2 < SD < 2 (Normocephal)

Kesan : Status gizi baik dengan perawakan normal

Pemeriksaan Fisik Head to Toe

Kepala : Normocephal

Rambut : Berwarna hitam, lebat, dan tidak mudah dicabut

Konjungtiva : Anemis (-/-), sekret (-/-)

Sklera : Ikterik (-/-)

Pupil : Bulat, isokor, diameter 2 mm/2mm, doll eyes phenomenon (-)

Refleks cahaya : Langsung (+/+), tidak langsung (+/+)

Telinga : Bentuk, ukuran dan posisi sesuai, otorhea (-)

Hidung : Nafas cuping hidung (-), deviasi septum (-), rinorhea (-)

Mulut

Bibir : Tampak simetris, pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-), pecah-

pecah (-)

Lidah : Tidak terdapat deviasi, atrofi papil lidah (-), lidah kotor (-) tremor (-)

Palatum : Palatoskisis (-)


18

Leher

KGB : Tidak ada pembesaran

Kaku kuduk : Positif

Dada

Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada simetris, retraksi subcostal

(+), ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistra

Perkusi : Batas jantung kiri linea midclavicular SIK 5 batas jantung kanan
linea parasternal kanan SIK 4
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)

Bunyi jantung S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

Palpasi : Distensi (-), nyeri tekan (-), turgor kembali cepat, hepar dan lien

tidak teraba

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) 9 x/menit

Alat Kelamin : Laki-laki, belum disunat


Ekstremitas

Superior : Akral hangat, capillary refill time (CRT) < 2 detik, hipotonus

Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, hipotonus

Neurologis

Refleks Patologis : Babinski(+/+) Gordon(-/-) Offeinheim(-/-) Chaddock(-/-)

Rangsang Meningeal : Kaku kuduk(+) Brudzinsky(-) Kernig Sign(-) Laseque(-)

3. 6 Pemeriksaan Penunjang
19

Laboratorium (11 Oktober 2021)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Darah rutin
Hemoglobin 12,7 g/dL 11,1-14,1
Leukosit 15200 (H) 103/ µL 6,00-1750
Trombosit 228 103/ µL 150-450
Eritrosit 5,54 106/ µL 4,10-5,30
Hematokrit 38.5 % 31,0-41,0
MCV 69.5 (L) fL 79,0-99,0
MCH 22.9 (L) pg 27,0 – 31,0
MCHC 33.0 (L) g/dL 33,0 – 37,0
Hitung jenis
Basofil 0,3 % 0–1
Eosinophil 0,0(L) % 1,0 – 3,0
Neutrophil 39.5 % 40,0 – 70,0
Limfosit 52,8 (H) % 20,0 – 40,0
Monosit 7,4 % 2,0 – 8,0
Screening covid 19
Neutrophil limfosit ratio 0,75 103/ µL <3,13
Absolut limfosit count 8020 >1,5
Imunologi
Anti SARS-COV 2 IgG Non reaktif Non reaktif
Anti SARS-COV IgM Non reaktif Non reaktif
Elektrolit
Na+ 137 mmol/L 135-145
K+ 4,46 mmol/L 3,5-5,5
Cl- 104 mmol/L 97-107

Rongten Thoraks (11 Oktober 2021)


20

Identitas pasien sesuai. Marker R. Posisi foto PA. Trakea midline. Jaringan

lunak <2 cm. Kekerasan foto cukup. Tulang costae, scapula dan clavicula intak, tidak

ada tanda-tanda fraktur. Sudut costofrenikus lancip. Diafragma licin. Jantung 

Cardio Thorax Ratio (CTR) 50%. Paru  corakan bronkovaskular normal, infiltrat

(-).

Kesan: Jantung dan paru dalam batas normal

CT Scan Kepala:
21

Interpretasi: CT-scan Kepala tanpa kontras

Kortical sulci, fissura sylvii dan gyrus baik, tak tampak pergeseran garis tengah,

sistem ventrikel dan cisterna baik, intratentorial, pons cerebelli dan CPA tidak

tampak kelainan, sella dan parasella tak tampak kelainan, tidak tampak

perselubungan inhomogen di sinus ethmoid, maksilaris dan sfenoid, sinus paranasal

tervisualisasi bersih, tulang- tulang intak, sinus ethmoidalis, maksilaris dan sfenoid

bilateral

3.7 Resume

Hal-Hal yang Penting dari Anamnesis

- Penurunan kesadaran sejak 2 hari SMRS. Penurunan kesadaran terjadi secara

perlahan, disertai dengan demam, demam tinggi terus menerus. Keluhan

kejang disangkal, muntah disangkal.

- Pasien mengalami kelemahan anggota gerak bawah sejak 5 hari SMRS yang

terjadi secara perlahan, pasien sadar. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa BAK,

merasakan nyeri perut bagian bagian bawah dan terasa tegang.


22

- Pasien mengalami demam tinggi, demam terus-menerus sepanjang hari sejak 7

hari SMRS, suhu 39°C. Pasien mengalami batuk, batuk tidak berdahak, batuk

hilang timbul. Pasien mengeluhkan sakit kepala, kejang disangkal, muntah

disangkal. Pasien juga mengeluhkan sulit buang air kecil dan terasa nyeri,

pasien belum di sunat, keluar darah tidak ada, pasien juga mengeluhkan nyeri

perut. BAB tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa ke klinik, diberi obat

paracetamol, keluhan berkurang.

Hal-hal yang Penting dari Pemeriksaan Fisik

- Kesadaran: GCS: E2M2V1

- Reflek patologis: Babinsky (+)

- Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (+)

Hal-Hal yang Penting dari Lab Rutin

- Leukosit: 15200/UL (H)

- MCV: 69,5 fl (L)

- MCH: 22,9 pg (L)

- RDW: 15,8% (H)

- Eusinofil: 0% (L)

- Neutrophil: 39,5% (L)

- Limfosit: 52,8% (H)

3.7 Diagnosa Kerja

Penurunan kesadaran

Diagnosis Banding
23

- Meningoensefalitis

- Tumor otak

- Cedera kepala

3.8 Diagnosis Gizi

Gizi baik dengan perawakan normal

3.9 Diagnosis Perkembangan

KPSP skor = 9

Kesan: Perkembangan sesuai umur

3.10 Terapi Medikamentosa

- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr

- Inj. Dexametasone 3x5 mg

- Inj. Paracetamol 4x20 mg

- Inj. Mannitol 3x39 mg

- Inj. Omeprazole 2x20 mg

- Inj. Piracetam 3x500 mg

- Inj. Citicoline 2x200 mg

3.11 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad malam


24

Hari/Tanggal/Tempa Subjective Objective Assestment Planning


t
Rabu/13-10-21/PICU - KU: tampak sakit berat Penurunan Terpasang ETT
RSUD AA Kesadaran: GCS E2M2V1 Kesadaran
Tanda-tanda Vital NGT -> susu 50cc/3 jam
TD: 131/81 (92) mmHg IVFD KN 3B 38 cc/jam
HR: 119x/menit Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
RR: 45x/menit Inj. Dexametasone 3x5 mg
T: 36,1C Inj. Paracetamol 4x20 mg
SpO2: 100% Inj. Mannitol 3x30 mg
Kepala: Normocephal Inj. Omeprazole 2x20 mg
Rambut: Berwarna hitam, lebat, dan tidak Inj. Piracetam 3x50 mg
mudah dicabut Inj. Citicolin 2x20 mg
Mata: Konjungtiva: Anemis (-/-), sekret (-/-) Inj. Meropenem 3x800 gr
Sklera: Ikterik (-/-)
Pupil: Bulat, isokor, diameter 2 mm/2mm, doll R/Cek darah rutin
eyes phenomenon (-)
Refleks cahaya: +/+
Hidung: terpasang NGT dialirkan
Mulut: terpasang ETT
Paru: Vesikuler, rhonki (-) wheezing (-)
Jantung: irama regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen: Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2, edema(-)
14-10-21 s.d 24-10- - KU: tampak sakit berat IVFD KN 1B 33 cc/jam
2021/PICU RSUD Tanda-tanda Vital Fentanyl 100 mg + NS
AA TD: 124/67 (80) mmHg Natrium Chlorida 0,9% 25
HR: 102x/menit cc/jam
25

RR: 23x/menit Miloz 15 mg + NS 0,9% 25


T: 36,8C cc/ 1 jam
SpO2: 100% -> on venti mode RR: 20 PI: 12
FiO2: 50% PEEP 5
Kepala: Normocephal
Laboratorium (13/10/21)
Hb: 12,0g/dl
Leukosit: 11870 x 10^3 µL (H)
Trombosit: 224 x 10^3 µL
Hematokrit: 38,5%
CRP: 0,8
Albumin: 3,9

25 Oktober 2021 KU: tampak sakit berat Prolonged Tracheostomy


Kesadaran: GCS E2M3V2 Intubasi
TD: 116/71(80) mmHg IVFD KN 1B 30 cc/jam
HR: 124x/menit
RR: 17x/menit Inj. Fenitoin 2x100 mg
T: 36,0 C Inj. Gentamisin 160 mg
SpO2: 100% on venti mode SIMV PI: 6 fiO2
30% PEEP 5 Nebu combivent 2cc/4jam
Mulut: terpasang goodle + ETT
Laboratorium (25/10/21) Oral:
AGD Venein 1x1,5 tab
Ph: 7,4 Stamino 2x1 cth
PCO2: 42,9 Ambroxol 3x15 gr
PO2: 125
BE: 5
26

HOO3: 29,2
SO2: 99%
Elektrolit
Na+: 136
K+: 3,0

26 oktober 2021 KU: tampak sakit berat NGT -> susu 100cc/3 jam
TD: 111/67(78) mmHg IVFD KN 1B 20 cc/jam
HR: 128x/menit
RR: 22x/menit
T: 36,9 C Oral:
Laboratorium (26/10/21) Asetilsistein 2x1,5 tab 150 mg
AGD
Ph: 7,4
PCO2: 42,9
PO2: 124
BE: 10
HOO3: 33,3
SO2: 99%
Elektrolit
Na+: 135
K+: 3,6
Darah rutin:
Hb: 9,9
Kultur darah:
Pseudomonas Aeruginosa Ciprofloxacin

1 November 2021 KU: Tampak sakit sedang Meningoensefalitis O2 3L/menit via tracheostomy
27

Kesadaran: GCS E4M6V5 IVFD KA EN 3B 30ml/jam


HR: 145x/menit NGT -> Susu 8x100 cc
TD: 98/56 mmHg
RR: 24x/menit Inj. Amikacin 80 mg/12 jam
T: 36,4°C
SpO2: 99% via tracheostomy tube 3L/menit Oral:
Spironolactone 2x12,5 mg
Salbutamol 3x2 mg
Asam valproate tab 2x250 mg
5 November 2021 KU: Tampak sakit ringan Rencana pulang
Kesadaran: GCS E4M6V5
TD: 100/60 mmHg
HR: 100x/menit
RR: 25x/menit
T: 36,3°
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Penurunan Kesadaran

Laporan kasus ini membahas tentang anak laki-laki berusia 5 tahun 11 bulan

yang mengalami penurunan kesadaran sejak 2 hari SMRS. Penurunan kesadaran

terjadi secara perlahan. Pasien tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya, batuk

lama tidak ada, hidung tersumbat dalam waktu lama tidak ada, riwayat keganasan

tidak ada. Dari informasi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penurunan

kesadaran dapat disebabkan oleh proses intrakranial dan proses ekstrakranial

(metabolik) dapat dieksklusi tetapi harus dikonfirmasi dahulu dengan pemeriksaan

fisik maupun laboratorium.19 Penurunan kesadaran merupakan kegawatdaruratan

dalam sistem saraf pusat yang dapat disebabkan oleh gangguan pada otak yaitu pada

pusat kesadaran yang berada pada kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular

Activating System (ARAS).1 Pasien juga mengalami gejala-gejala lain seperti demam

tinggi terus menerus, sakit kepala, nyeri perut dan anggota gerak lemah. Gejala -

gejala tersebut memberikan dugaan kuat diagnosis ke arah proses intrakranial.

Riwayat nyeri kepala dapat memberi dugaan adanya peningkatan tekanan

intrakranial. Keluhan demam yang dialami pasien merupakan tanda adanya infeksi.

Infeksi (bakteri, virus, jamur) merupakan penyakit yang sering dijumpai di Indonesia

maka pada setiap gangguan kesadaran yang disertai suhu tubuh meninggi perlu

dicurigai adanya meningoensefalitis.19,20

Pada pemeriksaan fisik umum kesadaran menurun dengan GCS E2M2V1,

tekanan darah 115/55 mmHg, denyut nadi 115 dpm, pernapasan 43 npm terdapat

28
29

retraksi dan terdengar ronkhi, suhu 36,9°C, kulit kering dan hangat, tidak ditemukan

ikterik pada sklera, tidak ditemukan adanya doll eye’s phenomenon, reflex cahaya

langsung dan tidak langsung positif, tidak ditemukan pin point pupil, Pada

pemeriksaan fisik bibir tampak simetris, serta abdomen dalam batas normal. Pada

pemeriksaan neurologis ditemukan tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk.

Refleks fisiologis meningkat dan ditemukan adanya refleks patologis yaitu Babinski

(+). Hasil pemeriksaan fisik mengkonfirmasi diagnosis yang telah disusun dari hasil

anamnesis yaitu penurunan kesadaran yang disebabkan oleh proses intrakranial

berupa inflamasi pada meningen (ditemukan tanda rangsang meningeal) dan

parenkim otak (penurunan kesadaran).21,22

Hasil pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah rutin didapatkan

leukosit 15.200/uL yang menunjukkan adanya proses infeksi pada pasien. Pada

pasien sebaiknya diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal, karena

pemeriksaan lumbal pungsi merupakan gold standard, yang dimana sesuai dengan

anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) untuk mengetahui adanya infeksi intra

kranial. Lumbal pungsi dapat menilai gambaran cairan serebrospinal yang kemudian

digunakan untuk menilai kadar glukosa, kadar protein, sel radang dan tanda–tanda

infeksi intra kranial lainnya. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan pungsi

lumbal. Pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan dari hasil pungsi lumbal adalah

kultur penyebab infeksi. Hal ini sangat mendasar karena ketepatan pengobatan akan

menentukan prognostik gangguan saraf pusat pada anak.23 Pada pemeriksaan CT-

scan tidak ditemukan adanya kelainan.


30

Tatalaksana awal penurunan kesadaran bertujuan untuk mencegah terjadinya

perburukan pada pasien. Hal pertama kali yang harus dilakukan pada pasien ini ialah

stabilisasi A (airway / jalan napas), B (breathing, laju napas), dan C (circulation /

sirkulasi darah).22

Pada pasien diberi terapi medikamentosa berupa KA EN 3B, Inj. Ceftriaxone

2x1 gr, Inj. Dexametasone 3x5 mg, Inj. Paracetamol 4x20 mg, Inj. Mannitol 3x39 mg

Inj. Omeprazole 2x20 mg Inj. Piracetam 3x500 mg Inj. Citicoline 2x200 mg dan

dianjurkan untuk rawat di PICU. Cairan infus KA EN 3B diberikan 38cc/jam untuk

mengganti cairan dan elektrolit pada pasien. Pemberian antibiotik ceftriaxon yang

merupakan antibiotik spektrum luas dikarenakan pasien mengalami leukositosis.

Pemberian citicoline sebagai agen neuroprotektor. Citicoline berfungsi sebagai

peningkatan integritas struktural membran sel. Citicoline menyediakan choline dan

cytidine untuk menghasilkan fosfolipid hal ini menurunkan radikal bebas pada

kondisi iskemik. Studi eksperimen mendapatkan bahwa meningitis bakterial yang

menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi, penurunan

edema serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan

otak.24 Pemberian obat-obat simptomatik diperlukan seperti Parasetamol dengan

dosis 10-15mg/kgBB diberikan 3-4 kali sehari. Pemberian mannitol infus sebagai

cairan hipertonik diberikan untuk penanganan tekanan tinggi intrakranial dan edema

cerebri pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Indikasi rawat di PICU

berdasarkan PAT yaitu pasien mengalami kegawatan sistem saraf pusat dan

kegawatan respirasi.
31

4.2 Pembahasan Intubasi karena Gagal Napas dan Trakeostomi

Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan

oksigenasi dalam darah dengan atau tanpa penumpukan CO2.25 Penyebab gagal nafas

adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. 26 Pada

gagal napas dapat ditemukan takipnea dan takikardi yang merupakan gejala

nonspesifik, penggunaan otot bantu napas, pada funduskopi dapat ditemukan papil

edema akibat hiperkapnia atau vasodilatasi cerebral, kesadaran somnolen dapat

terjadi pada gagal napas, kejang dapat terjadi pada hipoksemia berat. 27 Pada pasien

ini ditemukan kesadaran somnelen, frekuensi pernafasan 43 kali/menit dan retraksi

subcostal, pada hari rawatan kedua ditemukan kejang yang dapat terjadi karena

hipoksemia berat.

Pada pasien ini membutuhkan ventilator mekanik, sehingga dilakukan

pemasangan ETT selama 12 hari, kemudian pasien dilakukan trakeostomi.

Prolonged intubation merupakan indikasi utama dilakukannya trakeostomi.

Tindakan trakeostomi dipertimbangkan pada periode awal stabilisasi pada ventilator

(umumnya dalam 3-7 hari). Trakeostomi bertujuan untuk melindungi laring dari

kerusakan akibat intubasi telah direkomendasikan pada hari ke 3 intubasi.

Rekomendasi ini didasarkan pada fakta bahwa kerusakan mukosa yang diamati

secara visual pada laring dan pita suara dapat terjadi jika tidak dilakukan trakeostomi

dalam 3-7 hari. Dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini terdapat prolonged

intubation yaitu penggunaan alat bantu napas > 7 hari.28,29

4.3 Pembahasan Gizi


32

Riwayat konsumsi makan dan minum pada pasien didapatkan sudah

mengonsumsi makanan keluarga. Pasien juga suka makan-makanan kemasan yang

dibeli di luar, sering konsumsi mie instan. Pemeriksaan status gizi pasien, didapatkan

berat badan 20 kg dengan tinggi badan 112 cm dan setelah menggunakan tabel status

gizi dari CDC, didapatkan BB/U 20/21 x 100% = 95,24% (BB Normal), TB/U

112/115 x 100% = 97,39% (perawakan normal) serta BB/TB 20/19 x 100% = 105%

(Normal). Seseorang akan mempunyai status gizi baik, apabila asupan gizi sesuai

dengan kebutuhan tubuhnya.30 Kebutuhan gizi dinilai dari RDA (Recommended

Dietary Allowance) x BBI yang didapatkan hasil 1710 kkal/hari (50%-75% = 855

kkal – 1282 kkal), dengan kebutuhan protein 1,8 gr/hari. Hal ini menunjukkan bahwa

kebutuhan nutrisi pasien sudah tercukupi sehingga sistem kekebalan tubuh pasien

meningkat.

4.4 Pembahasan Perkembangan

Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan perkembangan berdasarkan

KPSP yaitu perkembangan anak sesuai umur dengan jumlah jawaban “Ya” 9 dan

“Tidak” 1. Hal ini sesuai dengan perkembangan anak usia 60-72 bulan yang mana

usia tersebut pemeriksaan motorik kasar anak dapat berjalan lurus dan berdiri dengan

1 kaki selama 11 detik. Pemeriksaan motorik halus pasien ini juga dapat

menggambar orang dengan enam bagian tubuh lengkap, Kemampuan bicara dan

bahasa anak usia ini, anak dapat mengerti lawan kata, mengenal berbagai macam

warna, mengerti pembicaraan yang menggunakan tujuh kata atau lebih, mengenal

angka dan bisa menghitung angka 5 sampai 10, namun pada pasien ini anak belum

bisa mengerti lawan kata. Pemeriksaan perkembangan sosialisasi dan kemandirian,

anak dapat berpakaian sendiri tanpa dibantu.31


33

4.5 Pembahasan Prognosis

Prognosis pada pasien ini baik untuk ad vitam, ad functionam adalah dubia ad

bonam, dan ad sanationam adalah dubia ad malam. Pada pasien ini saat ini tidak

terdapat adanya tanda-tanda yang dapat mengancam nyawa, sehingga prognosis ad

vitamnya adalah dubia ad bonam, sedangkan untuk prognosis ad sanationamnya

adalah dubia ad malam karena saat ini belum diketahui etiologi penyakitnya sehingga

masih mungkin dapat terjadi jika penyebabnya belum ditangani. Hal ini dikarenakan

pada beberapa keadaan, antara lain jenis kuman dan beratnya penyakit pada

permulaannya, usia pasien, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, kecepatan

ditegakkannya diagnosis, antibiotik yang diberikan, serta adanya kondisi patogenik

lainnya yang menyertai meningitis.22


34

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, M, Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat.


Jakarta: 2004.
2. Ropper AH, Brown RH. Adam and Victor’s principles of neurology. 8th ed.
New York: McGraw-Hill; 2005.
3. Novariani M, Herini ES, SY Patria. Faktor risiko sekuele meningitis bakterial
pada anak. Sari Pediatri 2008: (9);342-7.
4. Snell R. Neuroanatomi Klinik. edisi kelima. Jakarta: EGC; 338-40.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi keenam. Jakarta:
EGC; 2011.136-8.
6. Wijaya Y. Koma. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya: 2007.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Buku Ajar Neurologi Klinis
Cetakan Ketiga. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta: 2008.
8. Greer DM, Yang J, Scripko PD, Sims JR, Cash S, Kilbride R, et al. 2012
Clinical examination for outcome prediction in nontraumatic coma. Crit Care
Med.; 40: 1150-6.
9. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting.
Pediatric Hospital Medicine, textbook of inpatient management.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003. 443-6.
10. Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Vol. 2 editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta; 558-9.
35

11. Wald ER, Kaplan SL, Mason EO, et al. Dexamethasone therapy for children
with bacterial meningitis. Pediatrics. 1995;95(1):21-8.
12. Gessner BD, Sutanto A, Linehan M, Djelantik IGG, Fletcher T, Gerudug K,
et al. Incidences of vaccine preventable Haemophilus influenzae type B
pneumonia and meningitis in Indonesian children: hamlet-randomised
vaccine-probe trial. Lancet 2005; 365:43-52
13. Chris T, Hanifati FLS, Pradipta EA. 2016. Meningitis. Kapita Selekta
Neurologi. [cited 2021 Oct 24] Available from:
URL:http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm.
14. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati
ED. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jilid I. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009;189-1.
15. Alamarat Z, Hasbun R. Management of Acute Bacterial Meningitis in
Children. 2020 [cited 2021 Oct 24]; Available from:
http://doi.org/10.2147/IDR.S240162)
16. Saharso D, et al. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam:Soetomenggolo TS,
Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999.
40(6);339-71.
17. Razonable RR, et al. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. [cited 2021 Oct
24]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-
overview.
18. Sibotang FA. Meningoensefalitis. Samarinda: Universitas Mulawarman.
2011.
19. Lestari T. Cedera kepala sedang dengan post craniotomy decompression di
ruang high care unit RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Samarinda. 2015.
20. Hardiono D. Pusponegoro et al. Standar pelayanan medis kesehatan anak.
IDAI. 2004.
21. WHO. Health Topics: Meningitis; Encepalitis. World Healtha Organization:
2016. [cited 2021 Oct 25]; Available from:http://www.who.int
22. Sharma S, Kochar GS, Sankhyan N, Gulati S. Approach to the Child with
Coma. In Indian J. Pediatr. 2010; 77: 1279-1287.
23. Muller ML, et al. Pediatric Bacterial Meningitis. [cited 2021 Oct 25];
36

Available from:http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview.
24. Aritonang, I. Menilai Status Gizi untuk Mencapai Sehat Optimal.
Yogyakarta: Grafina Mediacipta CV; 2010.20(1).20-2.
25. Bell, N, et al. Randomised control trial of humidified high flow nasal
cannulae versus standard oxygen in the emergency department. EMA -
Emergency Medicine Australasia. 2016;27(6).537–541
26. Sue DY, Bongard FS. Respiratory Failure in Current Critical Care
Diagnosis and Treatment 2nd Ed. Lange-McGrawHill; California; 2003.
269-89
27. Murat K, Michael R P. 2012. Respiratory Failure. [cited 2021 Nov 11];
Available from:http://www.emedicine.medscape.com/article/167981-
overview.
28. Vogelhut, MM & Downs, JB 1979. Prolonged Endotracheal Intubation
Chest. 1979. (1).7;76
29. Scales, DC, Thiruchelvam, D, Kiss, A & Redelmeier, DA 2008. The effect
of tracheostomy timing during critical illness on long-term survival.
Critical Care Med. 2008; (36);9.
30. WHO. Health Topics: Meningitis; Encepalitis. World Healtha
Organization: 2016. [cited 2021 Oct 25]; Available
from:http://www.who.int
31. Kemenkes RI. Pedoman pelaksanaan stimulasi deteksi dan intervensi dini
tumbuh kembang anak ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI. 2016: hal.64-7.
Lampiran 1. Kurva gizi CDC

37
38

Lampiran 2. Kurva Nellhaus


39

Lampiran 3. KPSP

KPSP PADA ANAK UMUR 72 BULAN


40

Anda mungkin juga menyukai