MENINGOENSEFALITIS
Oleh:
Annesha, S.Ked
Diki Safira Ilmiah, S.Ked
Maisaratul Hikmah, S.Ked
Melza Winda Sari, S.Ked
Nourmalita Mutiara Miranda Putri, S.Ked
Rizki Hikmawan, S.Ked
Pembimbing :
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBARiv
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Penurunan Kesadaran 2
2.2 Meningoensefalitis 4
2.2.1 Definisi 4
2.2.2 Etiologi 5
2.2.3 Epidemiologi 6
2.2.4 Patogenesis 6
2.2.5 Klasifikasi 6
2.2.6 Diagnosis 7
a. Anamnesis 7
b. Pemeriksaan Fisik 7
c. Pemeriksaan Penunjang 8
2.2.7 Tatalaksana 9
a. Terapi Antibiotik Empiris 9
b. Terapi Adjuvan 9
2.2.8 Komplikasi 9
BAB III LAPORAN KASUS 11
3.1 Identitas 11
3.2 Pediatric Assessment Triangle (PAT) 11
3.3 Assessment Primary Survey 12
3.4 Anamnesis 13
3.5 Pemeriksaan Fisik 16
3.6 Pemeriksaan Penunjang 19
3.7 Resume 21
3.8 Diagnosis Kerja 22
3.9 Diagnosis Gizi 22
ii
3.10 Diagnosis Banding 23
3.12 Terapi Medikamentosa 23
3.13 Prognosis 23
BAB IV PEMBAHASAN 29
4.1 Pembahasan Penurunan Kesadaran 28
4.2 Pembahasan Pembahasan Intubasi karena Gagal Napas dan
Trakeostomi 29
4.3 Pembahasan Gizi 29
4.4 Pembahasan Perkembangan 30
4.5 Pembahasan Prognosis 30
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 37
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
iv
BAB I
PENDAHULUAN
yang dapat disebabkan oleh gangguan pada otak yaitu pada pusat kesadaran yang
berada pada kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System
dan multiplikasi kuman di dalam jaringan tubuh yang melibatkan respon imun.
membutuhkan perawatan intensif antara lain penyakit infeksi dan inflamasi sistem
lapisan selaput yang membungkus jaringan otak yaitu pada arakhnoid, piamater dan
sumsum tulang belakang yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang
disebabkan oleh bakteri atau virus, sedangkan ensefalitis yaitu proses peradangan
yang terjadi pada jaringan otak. Meningitis yang terjadi bersamaan dengan
Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang anak laki-laki usia 5 tahun 11
bulan yang mengalami penurunan kesadaran akibat infeksi pada sistem saraf pusat.
Kasus infeksi pada sistem saraf pusat menurut Standar Kompentensi Dokter
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seorang individu sepenuhnya sadar akan
diri dan hubungannya dengan lingkungan sekitar. Kesadaran terdiri atas arousal
penuh) dan awareness (kemampuan untuk menerima dan memahami isi stimulasi).
Pusat pengaturan kesadaran terletak pada serabut transversal retikularis dari batang
otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formatio activator reticularis yang
terletak di substansia grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan
thalamus.4,5
2
3
suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks primer. Respon non
SEMENITE yaitu:5
I : Intoksikasi– keracunan.
T : Trauma – kecelakaan.
E : Epilepsi.
infeksi, dan non infeksi (kelainan struktural otak dan kelainan metabolik, nutrisi
atau toksin). Infeksi pada otak seperti meningitis dan ensefalitis merupakan
saraf pusat terjadi secara fokal atau difus. Diklasifikasikan dalam intrakranial dan
ekstrakranial. Infeksi pada sistem saraf pusat adalah infeksi berat yang dapat
sistem saraf pusat dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang besar jika
tidak terdeteksi dan tertangani secara tepat. Salah satu contoh infeksi yang menyebar
2.2 Meningoensefalitis
2.2.1 Definisi
5
duramater, arakhnoid dan piamater yang melapisi otak dan medulla spinalis,
penyakit ini dapat terjadi bersamaan yang dikenal dengan nama meningoensefalitis.9
2.2.1 Etiologi
1. Meningitis Bakteria
Salah satu infeksi yang menyerang susunan saraf pusat mempunyai resiko tinggi
2. Meningitis Tuberkulosis
permukaan otak, terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel.
3. Meningitis Viral
Meningitis viral terjadi sebagai akibat dari berbagai penyakit seperti campak,
4. Meningitis Jamur
Meningitis jamur dapat terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
lemah, seperti penderita penderita HIV, kanker dan penyakit tertentu adalah
yang paling berisiko. Penyebab meningitis jamur yang paling sering pada pasien
6
a. Meningitis serosa
Radang selaput otak araknoid dan plamater (cairan otak jernih). Penyebabnya
gandhi, riketsia.
b. Meningitis purulenta
Radang bernanah pada araknoid dan plamater yang meliputi otak dan medulla
2.2.2 Epidemiologi
pertahun dengan kasus paling sering terjadi pada anak usia <5 tahun. Rata-rata
Indonesia sekitar 158/100.000 per tahun, dengan etiologi Hib 16/100.000 dan bakteri
lain 67/100.000.12,13
2.2.3 Patogenesis
hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi
peningkatan sitokin pro inflamasi terjadi edema otak dan disfungsi sel endotel dan
sel glia yang menyebabkan peningkatan TIK, penurunan aliran darah ke otak,
vasospasme. Sehingga timbul gejala demam, mual muntah, nyeri kepala, penurunan
2.2.4 Diagnosis
a. Anamnesis
Meningitis seringkali didahului infeksi pada saluran napas atas atau saluran cerna
seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah. Gejala meningitis adalah demam,
nyeri kepala, meningismus dengan atau tanpa penurunan kesadaran, letargi, malaise,
kejang dan muntah merupakan hal yang sangat sugestif tetapi tidak ada satu gejala
pun yang khas. Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya anak
kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi gejala hanya berupa
b. Pemeriksaan Fisik
ubun besar yang menonjol, kaku kuduk atau tanda rangsang meningeal lain
(Bruzinsky dan Kernig), kejang dan defisit neurologis fokal. Tanda rangsang
meningeal mungkin tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 1 tahun, dapat
c. Pemeriksaan Penunjang
didapatkan :
a. Cairan keruh atau opalescence dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++)
gram, biakan dan uji resistensi. Pada stadium dini jumlah sel dapat normal
spesifik.
4. Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap dimulai pemberian
antibiotic empiris (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali
untuk identifikasi kuman, itu pun jika antibiotiknya sensistif. Jika kuat dugaan
5. Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala
6. Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau
curiga ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak.
2.2.5 Tatalaksana
9
bakteri E. coli dan bakteri gram negative lainnya terhadap ampisilin dan dikarenakan
b. Terapi Adjuvan
setiap hari, dengan dosis pertama yang diberikan sebelum atau dengan dosis pertama
gejala sisa neurologis yang parah pada anak-anak dengan meningitis bakterial.16
2.2.6 Komplikasi
Septic arthritis
Efusi perikardial
Anemia hemolitik
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Agama : Islam
masuk PICU.
APPEARANCE
a. Tone : Hipotonus
lingkungan sekitar
11
12
ditenangkan
WORK OF BREATHING
CIRCULATION
Airway and C-Spine : Tidak terdapat suara nafas tambahan, stridor (-),
jalan nafas
Breathing and : Pengembangan dinding dada simetris, nafas
spO2 >95%
Circulation and : HR 115 denyut/menit, reguler, sianosis (-), pucat
Control
3. 4 Anamnesis
kandung pasien di Bangsal PICU tanggal 12 Oktober 2021 pukul 08.00 WIB.
SMRS. Penurunan kesadaran terjadi secara perlahan, disertai dengan demam, demam
Kelemahan anggota gerak bawah terjadi secara perlahan dan terjadi pada kedua sisi,
kelemahan satu sisi disangkal. Kelemahan anggota gerak dari bawah keatas
disangkal, pasien sadar. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa BAK, disertai rasa nyeri
14
pada perut bagian bawah dan terasa tegang. Kemudian pasien dibawa ke RS Syafira
dilakukan CT-Scan dan USG didapatkan hasil CT-Scan dan USG dalam batas
normal.
sepanjang hari, suhu 39°C. Demam disertai batuk, batuk tidak berdahak dan batuk
hilang timbul. Keluhan penurunan berat badan disangkal. Keluhan sakit kepala juga
dirasakan pasien, sakit kepala dirasakan pada seluruh bagian kepala, terasa
Pasien juga mengeluhkan sulit buang air kecil dan terasa nyeri, nyeri dirasakan pada
perut bagian bawah. Pasien belum di sunat, keluar darah tidak ada, nyeri pinggang
disangkal, terasa panas saat BAK disangkal. BAB tidak ada keluhan. Kemudian
Tidak ada masalah selama kehamilan, tidak ada masalah dalam persalinan
mie instan
Riwayat Imunisasi
1 bulan : BCG
9 bulan : MR
Riwayat Pertumbuhan
16
- BB lahir : 4.500 gr
- BB sekarang : 20 kg
- TB sekarang : 112 cm
Pasien tinggal serumah dengan orang tuanya. Ibu pasien mengatakan ventilasi
dan pencahayaan di rumah pasien cukup. Ibu pasien juga mengatakan MCK di kamar
Kesadaran : Stupor
RR : 43 nafas/menit, reguler
T : 36,9oC
Status Gizi
Nama: An. AW
Berat Badan : 20 kg
Lingkar Kepala : 52 cm
Kepala : Normocephal
Hidung : Nafas cuping hidung (-), deviasi septum (-), rinorhea (-)
Mulut
Bibir : Tampak simetris, pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-), pecah-
pecah (-)
Lidah : Tidak terdapat deviasi, atrofi papil lidah (-), lidah kotor (-) tremor (-)
Leher
Dada
Perkusi : Batas jantung kiri linea midclavicular SIK 5 batas jantung kanan
linea parasternal kanan SIK 4
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen
Palpasi : Distensi (-), nyeri tekan (-), turgor kembali cepat, hepar dan lien
tidak teraba
Superior : Akral hangat, capillary refill time (CRT) < 2 detik, hipotonus
Neurologis
3. 6 Pemeriksaan Penunjang
19
Identitas pasien sesuai. Marker R. Posisi foto PA. Trakea midline. Jaringan
lunak <2 cm. Kekerasan foto cukup. Tulang costae, scapula dan clavicula intak, tidak
Cardio Thorax Ratio (CTR) 50%. Paru corakan bronkovaskular normal, infiltrat
(-).
CT Scan Kepala:
21
Kortical sulci, fissura sylvii dan gyrus baik, tak tampak pergeseran garis tengah,
sistem ventrikel dan cisterna baik, intratentorial, pons cerebelli dan CPA tidak
tampak kelainan, sella dan parasella tak tampak kelainan, tidak tampak
tervisualisasi bersih, tulang- tulang intak, sinus ethmoidalis, maksilaris dan sfenoid
bilateral
3.7 Resume
- Pasien mengalami kelemahan anggota gerak bawah sejak 5 hari SMRS yang
terjadi secara perlahan, pasien sadar. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa BAK,
hari SMRS, suhu 39°C. Pasien mengalami batuk, batuk tidak berdahak, batuk
disangkal. Pasien juga mengeluhkan sulit buang air kecil dan terasa nyeri,
pasien belum di sunat, keluar darah tidak ada, pasien juga mengeluhkan nyeri
perut. BAB tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa ke klinik, diberi obat
- Eusinofil: 0% (L)
Penurunan kesadaran
Diagnosis Banding
23
- Meningoensefalitis
- Tumor otak
- Cedera kepala
KPSP skor = 9
3.11 Prognosis
HOO3: 29,2
SO2: 99%
Elektrolit
Na+: 136
K+: 3,0
26 oktober 2021 KU: tampak sakit berat NGT -> susu 100cc/3 jam
TD: 111/67(78) mmHg IVFD KN 1B 20 cc/jam
HR: 128x/menit
RR: 22x/menit
T: 36,9 C Oral:
Laboratorium (26/10/21) Asetilsistein 2x1,5 tab 150 mg
AGD
Ph: 7,4
PCO2: 42,9
PO2: 124
BE: 10
HOO3: 33,3
SO2: 99%
Elektrolit
Na+: 135
K+: 3,6
Darah rutin:
Hb: 9,9
Kultur darah:
Pseudomonas Aeruginosa Ciprofloxacin
1 November 2021 KU: Tampak sakit sedang Meningoensefalitis O2 3L/menit via tracheostomy
27
PEMBAHASAN
Laporan kasus ini membahas tentang anak laki-laki berusia 5 tahun 11 bulan
terjadi secara perlahan. Pasien tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya, batuk
lama tidak ada, hidung tersumbat dalam waktu lama tidak ada, riwayat keganasan
tidak ada. Dari informasi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penurunan
dalam sistem saraf pusat yang dapat disebabkan oleh gangguan pada otak yaitu pada
pusat kesadaran yang berada pada kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular
Activating System (ARAS).1 Pasien juga mengalami gejala-gejala lain seperti demam
tinggi terus menerus, sakit kepala, nyeri perut dan anggota gerak lemah. Gejala -
intrakranial. Keluhan demam yang dialami pasien merupakan tanda adanya infeksi.
Infeksi (bakteri, virus, jamur) merupakan penyakit yang sering dijumpai di Indonesia
maka pada setiap gangguan kesadaran yang disertai suhu tubuh meninggi perlu
tekanan darah 115/55 mmHg, denyut nadi 115 dpm, pernapasan 43 npm terdapat
28
29
retraksi dan terdengar ronkhi, suhu 36,9°C, kulit kering dan hangat, tidak ditemukan
ikterik pada sklera, tidak ditemukan adanya doll eye’s phenomenon, reflex cahaya
langsung dan tidak langsung positif, tidak ditemukan pin point pupil, Pada
pemeriksaan fisik bibir tampak simetris, serta abdomen dalam batas normal. Pada
Refleks fisiologis meningkat dan ditemukan adanya refleks patologis yaitu Babinski
(+). Hasil pemeriksaan fisik mengkonfirmasi diagnosis yang telah disusun dari hasil
leukosit 15.200/uL yang menunjukkan adanya proses infeksi pada pasien. Pada
pemeriksaan lumbal pungsi merupakan gold standard, yang dimana sesuai dengan
anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) untuk mengetahui adanya infeksi intra
kranial. Lumbal pungsi dapat menilai gambaran cairan serebrospinal yang kemudian
digunakan untuk menilai kadar glukosa, kadar protein, sel radang dan tanda–tanda
infeksi intra kranial lainnya. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan pungsi
lumbal. Pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan dari hasil pungsi lumbal adalah
kultur penyebab infeksi. Hal ini sangat mendasar karena ketepatan pengobatan akan
menentukan prognostik gangguan saraf pusat pada anak.23 Pada pemeriksaan CT-
perburukan pada pasien. Hal pertama kali yang harus dilakukan pada pasien ini ialah
sirkulasi darah).22
2x1 gr, Inj. Dexametasone 3x5 mg, Inj. Paracetamol 4x20 mg, Inj. Mannitol 3x39 mg
Inj. Omeprazole 2x20 mg Inj. Piracetam 3x500 mg Inj. Citicoline 2x200 mg dan
mengganti cairan dan elektrolit pada pasien. Pemberian antibiotik ceftriaxon yang
cytidine untuk menghasilkan fosfolipid hal ini menurunkan radikal bebas pada
edema serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan
dosis 10-15mg/kgBB diberikan 3-4 kali sehari. Pemberian mannitol infus sebagai
cairan hipertonik diberikan untuk penanganan tekanan tinggi intrakranial dan edema
cerebri pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Indikasi rawat di PICU
berdasarkan PAT yaitu pasien mengalami kegawatan sistem saraf pusat dan
kegawatan respirasi.
31
oksigenasi dalam darah dengan atau tanpa penumpukan CO2.25 Penyebab gagal nafas
adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. 26 Pada
gagal napas dapat ditemukan takipnea dan takikardi yang merupakan gejala
nonspesifik, penggunaan otot bantu napas, pada funduskopi dapat ditemukan papil
terjadi pada gagal napas, kejang dapat terjadi pada hipoksemia berat. 27 Pada pasien
subcostal, pada hari rawatan kedua ditemukan kejang yang dapat terjadi karena
hipoksemia berat.
(umumnya dalam 3-7 hari). Trakeostomi bertujuan untuk melindungi laring dari
Rekomendasi ini didasarkan pada fakta bahwa kerusakan mukosa yang diamati
secara visual pada laring dan pita suara dapat terjadi jika tidak dilakukan trakeostomi
dalam 3-7 hari. Dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini terdapat prolonged
dibeli di luar, sering konsumsi mie instan. Pemeriksaan status gizi pasien, didapatkan
berat badan 20 kg dengan tinggi badan 112 cm dan setelah menggunakan tabel status
gizi dari CDC, didapatkan BB/U 20/21 x 100% = 95,24% (BB Normal), TB/U
112/115 x 100% = 97,39% (perawakan normal) serta BB/TB 20/19 x 100% = 105%
(Normal). Seseorang akan mempunyai status gizi baik, apabila asupan gizi sesuai
Dietary Allowance) x BBI yang didapatkan hasil 1710 kkal/hari (50%-75% = 855
kkal – 1282 kkal), dengan kebutuhan protein 1,8 gr/hari. Hal ini menunjukkan bahwa
kebutuhan nutrisi pasien sudah tercukupi sehingga sistem kekebalan tubuh pasien
meningkat.
KPSP yaitu perkembangan anak sesuai umur dengan jumlah jawaban “Ya” 9 dan
“Tidak” 1. Hal ini sesuai dengan perkembangan anak usia 60-72 bulan yang mana
usia tersebut pemeriksaan motorik kasar anak dapat berjalan lurus dan berdiri dengan
1 kaki selama 11 detik. Pemeriksaan motorik halus pasien ini juga dapat
menggambar orang dengan enam bagian tubuh lengkap, Kemampuan bicara dan
bahasa anak usia ini, anak dapat mengerti lawan kata, mengenal berbagai macam
warna, mengerti pembicaraan yang menggunakan tujuh kata atau lebih, mengenal
angka dan bisa menghitung angka 5 sampai 10, namun pada pasien ini anak belum
Prognosis pada pasien ini baik untuk ad vitam, ad functionam adalah dubia ad
bonam, dan ad sanationam adalah dubia ad malam. Pada pasien ini saat ini tidak
adalah dubia ad malam karena saat ini belum diketahui etiologi penyakitnya sehingga
masih mungkin dapat terjadi jika penyebabnya belum ditangani. Hal ini dikarenakan
pada beberapa keadaan, antara lain jenis kuman dan beratnya penyakit pada
permulaannya, usia pasien, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, kecepatan
DAFTAR PUSTAKA
11. Wald ER, Kaplan SL, Mason EO, et al. Dexamethasone therapy for children
with bacterial meningitis. Pediatrics. 1995;95(1):21-8.
12. Gessner BD, Sutanto A, Linehan M, Djelantik IGG, Fletcher T, Gerudug K,
et al. Incidences of vaccine preventable Haemophilus influenzae type B
pneumonia and meningitis in Indonesian children: hamlet-randomised
vaccine-probe trial. Lancet 2005; 365:43-52
13. Chris T, Hanifati FLS, Pradipta EA. 2016. Meningitis. Kapita Selekta
Neurologi. [cited 2021 Oct 24] Available from:
URL:http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm.
14. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati
ED. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jilid I. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009;189-1.
15. Alamarat Z, Hasbun R. Management of Acute Bacterial Meningitis in
Children. 2020 [cited 2021 Oct 24]; Available from:
http://doi.org/10.2147/IDR.S240162)
16. Saharso D, et al. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam:Soetomenggolo TS,
Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999.
40(6);339-71.
17. Razonable RR, et al. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. [cited 2021 Oct
24]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-
overview.
18. Sibotang FA. Meningoensefalitis. Samarinda: Universitas Mulawarman.
2011.
19. Lestari T. Cedera kepala sedang dengan post craniotomy decompression di
ruang high care unit RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Samarinda. 2015.
20. Hardiono D. Pusponegoro et al. Standar pelayanan medis kesehatan anak.
IDAI. 2004.
21. WHO. Health Topics: Meningitis; Encepalitis. World Healtha Organization:
2016. [cited 2021 Oct 25]; Available from:http://www.who.int
22. Sharma S, Kochar GS, Sankhyan N, Gulati S. Approach to the Child with
Coma. In Indian J. Pediatr. 2010; 77: 1279-1287.
23. Muller ML, et al. Pediatric Bacterial Meningitis. [cited 2021 Oct 25];
36
Available from:http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview.
24. Aritonang, I. Menilai Status Gizi untuk Mencapai Sehat Optimal.
Yogyakarta: Grafina Mediacipta CV; 2010.20(1).20-2.
25. Bell, N, et al. Randomised control trial of humidified high flow nasal
cannulae versus standard oxygen in the emergency department. EMA -
Emergency Medicine Australasia. 2016;27(6).537–541
26. Sue DY, Bongard FS. Respiratory Failure in Current Critical Care
Diagnosis and Treatment 2nd Ed. Lange-McGrawHill; California; 2003.
269-89
27. Murat K, Michael R P. 2012. Respiratory Failure. [cited 2021 Nov 11];
Available from:http://www.emedicine.medscape.com/article/167981-
overview.
28. Vogelhut, MM & Downs, JB 1979. Prolonged Endotracheal Intubation
Chest. 1979. (1).7;76
29. Scales, DC, Thiruchelvam, D, Kiss, A & Redelmeier, DA 2008. The effect
of tracheostomy timing during critical illness on long-term survival.
Critical Care Med. 2008; (36);9.
30. WHO. Health Topics: Meningitis; Encepalitis. World Healtha
Organization: 2016. [cited 2021 Oct 25]; Available
from:http://www.who.int
31. Kemenkes RI. Pedoman pelaksanaan stimulasi deteksi dan intervensi dini
tumbuh kembang anak ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI. 2016: hal.64-7.
Lampiran 1. Kurva gizi CDC
37
38
Lampiran 3. KPSP