KEGAWATDARURATAN NEUROLOGIS
Dosen Pengampu :
Oleh :
Kelompok 1
KEGAWATDARURATAN NEUROLOGIS
1. Pengkajian Neuorologis
Gangguan neurologis dapat terjadi akibat infeksi, ketidakseimbangan
fisiologis, atau trauma sehingga dapat menyebabkan seseorang mendatangi unit
gawat darurat (UGD). Pengkajian neurologis yang kompherensif perlu dilakukan
tetapi tidak hanya terbatas pada komponen yang disebutkan dibawah ini saja :
1. Penampilan dan sikap secara umum
2. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran adalah indicator yang paling awal dan paling dapat
dipercaya dari perubahan status dan keadaan neurologis pasien dan terdiri
dari satu continuum dimulai dari latergi sampai gaduh gelisah serta konfusi
ringan serta koma. Penggunaan pengkajian AEIOU TIPS dapat membantu
mengingat kondisi umumyang dapat menyebabkan perubahan tingkat
kesadaran pasien.
A - Alkohol (keracunan akut, rehabilitasi atau penurunan dosis
alcohol)
E - Epilepsi atau jenis kejang lainnya, kondisi lingkungan
(hypothermia)
I - Insulin (banyak atau sedikit)
O - Oksigen (kekurangan atau kelebihan pemberian oksigen)
U - Uremia (atau gangguan metabolisme lainnya)
T – Trauma, keracunan, tumor
I – Infeksi, iskemia
P – Psikiatrik, keracunan
S – Stroke, pingsan, atau lainnya
4. Pengkajian pupil
4 = kelopak 4 = jempol keatas 4 = refleks pupil 4 = tidak
mata membuka 3 = mampu dan kornea ada terintubasi, pola
3 = kelopak melokaslisasikan 3 = satu pupil nafas regular
mata terbuka nyeri melebar dan 3 = tidak
tetapi tidak 2 = respon reflex tetap terintubasi, pola
dapat mecak terhadap nyeri 2 = tidak ada nafas ceynes-
2 = kelopak 1 = respon refleks pupil stokes
mata tertutup ekstensi terhadap dan kornea 2 = tidak
tetapi terbuka nyeri 1 = tidak ada terintubasi,
dengan suara 0 = tidak ada refleks pupil pernafasan tidak
3
Status Epileptikus :
Pasien dalam status epileptikus mengalami kejang berturut-turut (without normal
mentation between) atau kejang terus- menerus yang berlangsung selama lebih
dari 5 menit yang tidak sembuh secara spontan dan tidak berespons dengan
pengobatan tradisional. Intervensi terapeutik untuk status epileptikus (diluar
intervensi untuk perubahan tingkat kesadaran) adalah sebagai berikut :
8
1. Buka dan bersihan jalan nafas; Berikan oksigen sesuai kebutuhan untuk
mempertahankan saturasi.
2. Pertahankan akses intra vena (IV) or intraosseous (IO).
3. Idetifikasi dan atasi penyebab secepat mungkin; Berikan naloxone secara
intra vena 0,4 sampai 2 mg jika keracunan narkotika adalah penyebabnya;
Berikan infuse 𝐷50 25 sampai 50 mL jika pasien mengalami hipoglikemik.
4. Inisiasi terapi antikonvulsan; Benzodiazepine (missal : diazepam,
lorazepam, midazolam) baik secara intra vena atau, IO (intra osseous),
atau per rektum sampai kejang terkontrol.
5. Fosphenytoin sodium 20 mg phenytoin equivalents (PE)/kg melalui infuse
intra vena dengan 100 to 150 mg PE/min, tidak seperti phenytoin,
fosphenytoin boleh diencerkan dengan dextrose 5% dengan air atau
normal salin.
6. Berikan phenytoin 18 sampai 20 mg/kg secara intravena.
7. Berikan Phenobarbital 130 mg secara 1 gram, sesuai kebutuhan (dosis
dewasa).
8. Pertimbangan anastesi umum jika status peilepsi tidak berespons pada
beberapa pengobatan.
9. Obat paralisis boleh diberikan tetapi hanya menghentikan aktivitas otot,
obat ini tidak dapat mengontrol aktivitas otak, sehingga kejang akan terus
berlanjut (Ferri, 2010).
d. Sakit Kepala
Sakit kepala bukan suatu diagnosis terapi suatu gejala untuk beberapa
gangguan yang mendasarinya. Yang paling umum adalah tension
(tekanan/ketegangan) dan penyebab vascular. Tension headache biasanya terjadi
pada beberapa stress fisik atau emosional. Nyeri tension headache digambarkan
sebagai nyeri yan terasa tumpul, kepala terasa kencang atau nyeri yang terasa
menekan. Intervensi difokuskan pada faktor penyebab. Tension headache
biasanya berespon pada analgesik ringan. Tension headache berat tidak dapat
dibedakan dari migraine dan membutuhkan obat yang lebih kuat. Tension
headache akan menjadi lebih buruk seiring berjalannya waktu.
9
Sakit kepala traumatik adalah sequele dari cedera kepala ringan dan berat.
Trauma tersebut menyebabkan kontraksi otot dan tekanan pada pembuluh darah
ekstrakranial. Gegar otak dan memar dapat diikuti oleh sakit kepala secara
intermitten dan bertahan berbulan – bulan. Perdarahan interserebral secara
umum akan sakit kepala berat dan onsetnya mendadak.
Migrain biasanya lebih sering pada wanita, migrain muncul secara spontan
tetapi terjadi sebagai respons terhadap pemicu seperti linglungan, emosi,
hormonal,makanan dan obat-obatan. Penyebab sakit kepala migrain adalah :
1. Lingkungan: seperti perubahan cuaca, musim, terlalu cerah, silau matahari,
lampu berkedip-kedip, televisi, rokok termasuk asap rokok.
2. Emosional atau hormonal: seperti stres, cemas, lelah, siklus tidur
terganggu, menstruasi, kehamila, hipoglikemia, aktivitas seksual.
3. Makanan: seperti alkohol, kejua yang diawetkan, coklat, monosodium,
glutamate, kopi, aspartam.
4. Obat-obatan: seperti cimetidine, nifedipine, theophylline
(Jordan, 2007)
Pengkajian Sakit Kepala
Keluhan sakit kepala yang menunjukkan situasi kegawatdaruratan ”red flag”
adalah sebagai berikut :
1. Tidak pernah mengalami sakit kepala, ini merupakan gejala sakit kepala
pertama kali bagi pasien
2. Pertama kali sakit kepala setelah usia 55 tahun
3. Nyeri sakit kepala dirasakan tidak seperti biasanya bagi pasien
4. Sakit kepala meningkat baik dalam frekuensi maupun tingkat
keparahannya
5. Pasien lansia
6. Onset baru atau beresiko untuk kanke, atau human immunodeficiency virus
(HIV), atau immunosupresi
7. Fokal, temuan hasil pemeriksaan neurologis abnormal
8. Pasien menyatakan “ini adalah sakit kepala terburuk dalam hidup saya”
(Denny C.J., 2004)
10
1. Apakah ini sakit kepala pertama atau pertama unutk jenis tipe ini yang
pernah dialami?
2. Jika sakit kepala yang dialami sama seperti yang dirasakan sebelumnya,
mengapa pasien datang ke UGD saat ini?
3. Kapan dan bagaimana sakit kepala ini mulai?
4. Apakah ada riwayat trauma(waktu dulu atau baru)?
5. Apakah sakit kepala berhubungan dengan mual atau muntah?
6. Aktivitas pada saat sakit kepala dirasakan.
7. Apakah ada tanda iritasi meningeal (seperti kaku kuduk, photopobia,
deman)?
8. Apakah ada perubahan kepribadian atau perilaku tidak biasa sejak
serangan sakit kepala?
9. Apakah terjadi kehilangan memori atau kebingungan berhubungan dengan
sakit kepala?
10. Apakah pasien mengalami gannguan infeksi saat ini?
11. Apakah ada perubahan visual? Pandangan kabur? Penglihatan ganda?
Hemianopia?
12. Apakah ada defisit neurologis baru?
13. Apakah tekanan darah meningkat? Untuk berapa lama?
14. Apakah pasien memiliki masalah yang bersifat emosional atau psikiatrik?
15. Pengobatannya apa, obat apa (seperti resep, dosis berlebihan, herbal) yang
sedang pasien minum? Apakah diminum? Apakah ini termasuk obat untuk
pengobatan sakit kepala?
16. Pernahkah pasien mengalami kejang? Kapan? Jenisnya apa?
11
Intervensi Terapeutik
1. Obat non steroid anti inflamasi dapat diberikan secara oral (misal ibu
profen) atau secara parenteral (misal ketorolac).
2. Berikan obat anti mual dan muntah dengan antimetic seperti
metoclopramide, ondansetron, chlorpromazine, dan prochlorperazine.
3. Tangani nyeri sakit kepala vaskular dengan dihyergotamine atau inhibitor
serotonin seperti sumatriptan (imitrex). Gunakan narkotik jika obat sakit
kepala spesifik yang diberikan tidak efektif. Lakukan pemeriksaan CT-
scan untuk menapis penyebab yang dapat mengancam kehidupan (seperti
perdarahan dibawah arachnoid).
Intruksi pemulangan
e. Gangguan Neurosmuskular
1. Sindrom Guillain-Barre
Sindrom Guillain-Barre adalah suatu penyakit paralitik akut yang
menyebabkan penurunan myelin dalam radix (nerve roots) dan saraf perifer.
Lebih dari setengah pasien dengan Guillain-Barre mengalami demam ringan
beberapa minggu sebelum gejala kelumpuhan terjadi. Faktor risiko pada
kondisi ascending paralitic tersebut meliputi infeksi HIV, cytomegalovirus,
atau hepatitis B, kehamilan dan limpoma hodgkin.
Tanda dan Gejala :
a) suatu sensasi rasa geli seperti kesemutan (tingling) pada tangan dan kaki
yang terjadi beberapa jam atau berminggu-minggu sebelum diagosis
b) penurunan kemampuan refleks yang sangat besar baik superfisial dan
maupun refleks tendon dalam ( terutama pada ektremitas bawah )
c) paralisis simetris, biasanya mulai pada ektremitas bawah, yang naik
secara bertahap ke otot-otot pernapasan
d) retensi urin
e) ileus
f) hipotensi postural
g) insufisiensi respirasi
Intervensi Terapeutik :
2. Miastenia Gravis
Miastenia Gravis adalah suatu kelainan yang disebabkan karena defek
transmisi neuromuskular. Arti kata asli dari Miastenia Gravis adalah “Grave
Weaknes”. Kondisi ini terjadi lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan
mungkin terkait dengan keturunan. Serangan biasanya terjadi pada usia 20-
30 tahun. Tanda dan gejala yang significan (hallmark) dari miastenia gravis
adalah kelemahan, terutama pada otot-otot mata, wajah, dan leher atau pada
ektremitas atas. Pasien dengan myastenia crisis dapat mengalami paralisis
pada sistem respiratori yang fatal.
Tanda dan Gejala :
a) Peningkatan kelemahan
b) Keterlambatan kembalinya kekuatan otot setelah latihan
c) Otot melemah, perubahan penglihatan dan penglihatan ganda
d) Senyum yang tidak normal karena melemahnya otot-otot wajah dan
rahang
e) Disfagia, otot-otot laring lemah
f) Ketidakmampuan menangani sekresi oral
Intervensi Terapeutik
DAFTAR PUSTAKA