Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1

KEGAWATDARURATAN NEUROLOGIS

Dosen Pengampu :

Muthmainnah, Ns., M.Kep

Oleh :

Kelompok 1

Desy Iriyanti Nazrul Fuadi


(1614201110070) (1614201110097)
Eva Herlina Rike Dwi Pandani
(1614201110075) (1614201110108)
Mahrida Sasmita Dewi
(1614201110089) (1614201110111)
M. Ady Rismana
(1614201110092)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2018/2019
1

KEGAWATDARURATAN NEUROLOGIS

1. Pengkajian Neuorologis
Gangguan neurologis dapat terjadi akibat infeksi, ketidakseimbangan
fisiologis, atau trauma sehingga dapat menyebabkan seseorang mendatangi unit
gawat darurat (UGD). Pengkajian neurologis yang kompherensif perlu dilakukan
tetapi tidak hanya terbatas pada komponen yang disebutkan dibawah ini saja :
1. Penampilan dan sikap secara umum
2. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran adalah indicator yang paling awal dan paling dapat
dipercaya dari perubahan status dan keadaan neurologis pasien dan terdiri
dari satu continuum dimulai dari latergi sampai gaduh gelisah serta konfusi
ringan serta koma. Penggunaan pengkajian AEIOU TIPS dapat membantu
mengingat kondisi umumyang dapat menyebabkan perubahan tingkat
kesadaran pasien.
 A - Alkohol (keracunan akut, rehabilitasi atau penurunan dosis
alcohol)
 E - Epilepsi atau jenis kejang lainnya, kondisi lingkungan
(hypothermia)
 I - Insulin (banyak atau sedikit)
 O - Oksigen (kekurangan atau kelebihan pemberian oksigen)
 U - Uremia (atau gangguan metabolisme lainnya)
 T – Trauma, keracunan, tumor
 I – Infeksi, iskemia
 P – Psikiatrik, keracunan
 S – Stroke, pingsan, atau lainnya

3. Resvonsiveness ( kemampuan untuk bereaksi)


Ada beberapa instrument yang dapat digunakan untuk membantu mengkaji
level kesadaran pasien dengan objektif. Instrument yang paling banyak
digunakan oleh tenaga kesehatan adalah Glasgow Coma Scale (GCS).
Kemungkinan nilai GCS berada pada rentang terbaik yaitu 15 dan terburuk
yaitu 3.
2

KATAGORI SKOR RESPONS


Membuka 4 Spontan mata terbuka tanpa stimulasi
Mata 3 Mata terbuka dengan stimulasi verbal tanap perintah
2 Mata terbuka dengan stimulasi nyeri
1 Mata tidak terbuka walaupun dengan stumulasi
Respons 5 Orientasi baik atau informasi akurat tentang orang,
Verbal tempat dll
4 Bingung : jawaban terhadap pertanyaan tidak tepat
3 Kata kata tidak tepat : bicara menceracau
2 Suara yang sulit dimengerti : mengerang
1 Tidak ada respon verbal walaupun diberikan
stimulasi
Respons 6 Mengikuti dengan apa yang diperintah
Motorik 5 Melokalisasi nyeri
4 Menjauh dari nyeri
3 Sikap secara spontan atau berespon terhadap stimulus
yang berbahaya
2 Ekstensi : desereberasi postur secara spontan
1 Tidak ada respon terhadap stimulus yang berbahaya
(Wijdiks E.F., 2006)

4. Pengkajian pupil
4 = kelopak 4 = jempol keatas 4 = refleks pupil 4 = tidak
mata membuka 3 = mampu dan kornea ada terintubasi, pola
3 = kelopak melokaslisasikan 3 = satu pupil nafas regular
mata terbuka nyeri melebar dan 3 = tidak
tetapi tidak 2 = respon reflex tetap terintubasi, pola
dapat mecak terhadap nyeri 2 = tidak ada nafas ceynes-
2 = kelopak 1 = respon refleks pupil stokes
mata tertutup ekstensi terhadap dan kornea 2 = tidak
tetapi terbuka nyeri 1 = tidak ada terintubasi,
dengan suara 0 = tidak ada refleks pupil pernafasan tidak
3

keras respon dan kornea teratur


1 = kelopak 0 = tidak ada 1 = bernapas
mata tertutup refleks pupil, diatas kecepatan
tetaoi terbuka kornea, dan ventilator
dengan stimulus batuk 0 = bernapas
nyeri pada kecepatan
0 = kelopak ventilator, apnea
mata tertutup
walaupun
dengan stimulus
nyeri

5. Pemeriksaan status mental


Alat yang paling sering digunakan untuk mengkaji fungsi kognitif adalah
Mini-Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan kognitif difokuskan
pada evaluasi memori, kemampuan mengkalkulasi, bahsa, kemampuan
visuospatial dan tingkat kewaspadaan.
6. Pengkajian saraf kranial
Saraf Kranial Dan Fungsinya
Nomor Nama Fungsi
I Olfactory Penciuman
II Optic Penglihatan
III Oculomotor Mengangkat kelopak
IV Trochlear Gerakan mata
V Trigeminal Mengunyah
VI Abducens Deviasi mata literal
VII Facial Gerakan wajah
VIII Vestibulocochlear Keseimbangan
IX Glossopharyngeal Menelan
X Vagus Menelan
XI Spinal accessory Gerakan bahu
XII Hypoglossal Gerakan lidah
4

Perbedaan Diagnosis Untuk Koma


Kategori Perbedaan Diagnosis
Struktural Abses, aneurisma, hematoma, pendarahan, peradangan,
stroke, trauma, tumor

Metabolik Gagal jantung dan paru, penurunan curah jantung,


peningkatan ammonia serum, ketidakseimbangan cairan,
disfungsi hati, hipoglikemia, hipotermia, hipotiroidisme

Keracunan Alkohol, antikolinergik, benzodiazepin, karbon


monoksida, sianida, opial, salisilat, obat penenang,
antidepresan
Psikiatrik
Hysteria, ganas katatonia, psikogenik
(Stead L.G., 2009)
2. Keadaan Kegawatdaruratan Yang Penting
a. Ketidaksadaran
Ketidaksadaran didefinisikan sebagai penurunan kesadaran diri (awareness) atau
terhadap sesuatu disekitarnya meskipun diberikan berbagai stimulus. Pengkajian
pasien yang tidak sadar atau yang mengalami penurunan level kesadaran harus
dilakukan bersamaan dengan intervensi kegawatdaruratan untuk airway,
breathing, dan sirculation. Intervensi terapeutik untuk gangguan kesadaran
meliputi :
1. Atasi gangguan airway, breathing, dan sirculation.
a. Titrasi oksigen untuk meningkatkan level saturasi oksigen. Lakukan
intubasi endotracheal jika pasien tidak dapat mempertahankan
oksigenasi atau ventilasi.
b. Pasien dengan skor GCS ≤ 8 secara umum membutuhkan intubasi
endotracheal untuk mempertahankan napas tidak melihat bagaimana
kemampuan untuk oksigenasi dan pentilasi.
2. Menjaga agar pasien tidak jatuh dalam deteriorasi (gangguan) lebih lanjut.
5

3. Identifikasi dan tangani penyebab dasar


a. Evaluasi tanda-tanda vital secara serial untuk melihat tanda-tanda syok
dan hipotermia.
b. Evaluasi glukosa darah untuk mengidentifikasi hipoglikemia.
4. Lakukan pemeriksaan serum elektrolit, pemeriksaan darah lengkap, 12 –
lead elektrokardiogram, skrining, toksikologi, urinalis, dan rontgen dada,
sesuai indikasi dari kondisi dan riwayat kesehatan pasien.
5. Berikan nloxone (Narcan) 0,4 sampai 2 mg secara intravena kepada pasien
dengan dugaan keracunan opiare.
6. Pertimbangkan pemebrian flumazenil (romazion) 0,1 sampai 0,2 mg
secara intravena untuk pasien dengan dugaan keracunan benzodiasepine.
7. Imobilisasi tulang belakang dan periksa rontgen tulang belakang jika
trauma yang diduga menjadi penyebab.
8. Fasilitasi pemeriksaan computed tomography scan kepala jika focal
neurologic ditemukan atau ada tanda trauma.
(Ferri, 2010)
b. Sindrom Wernicke – Korsakoff
Adalah kondisi yang berbeda yang keduanya terjadi sebagai akibat dari
kerusakan otak yang disebabkan oleh keurangan vitamin B, yang umumnya
terjadi pada peminum alkohol. Sindrom korsakoff atau psikosis korsakoff,
cenderung berkembang setelah sindrom Wernicke hilang. Wernicke
encephalopathy menyebabkan kerusakan otak pada bagian bawah otak
dinamakan thalamus dan hypothalamus. Psikosis korsakoff disebabkan oleh
kerusakan daerah-daerah otak yang bertanggung jawab dalam memori
(Dugadale, 2010)
c. Kejang
Adalah suatu episode aktivitas listrik yang tidak normal pada otak. Seperti akit
kepala, kejang adalah gejala bukan suatu penyakit. Tiga ketegori utama kejang
adalah kejang umum, fokal, dan status epileptus. Kejang dapat disebabkan
karena abnormalitas fisiologis, seperti hipoksia dan apnea, transient
hyperthermia, hipoglikemia dan asidosis. Informasi penting pada saat pengkajian
yang berhubungan dengan kejang adalah :
6

1. Kejadian sesaat sebelum terjadi kejang


2. Riwayat trauma kepala saat ini atau pada masa yang lalu
3. Obat-obatan nonresep, rekreasional, dan agen herbal atau tidak minum
obat (misalnya karena obat yang diresepkan habis).
Jenis kejang :
1. Generalized Tonic-Clonic , termasuk kehilangan kesadaran tiba-tiba dan
otot mengencang disertai dengan kejang otot ekstensor, apnea, dan
pernafasan tidak terattur, gerakan klonik bilateral.
2. Kejang demam, adalah suatu tipe kejang tonic-clonic, kejang terjadi
berupa kejang tunggal tanpa fitur focal. Kejang demam dipicu oleh
peningkatan suhu tubuh yang cepat biasanya kurang dari 15 menit.
3. Kejang sebagian, manifestasi klinis kejang sebagian (fokal) dapat berupa
sensoris, motorik, dan otonom. Nama lama kejang ini adalah jacksonian,
psikomotor, dan motorik minor. Penyebab timbulnya kejang jenis ini
adalah adanya lesi otak fokal akibat tumor, abses atau berkas
luka.pengobatan untuk waktu yang lama mengontrol kejang sebagian
dengan pemberian carbamazepine, phenytoin, gabapentin, dan sodium
valpoate. Lamotrigine dan levetiracem mungkin juga dipertimbangkan.
Menajemen kejang :
1. Pengkajian airway, breathing, dan ciruculation
2. Kontrol segera kejang yang terjadi
3. Investigasi kemungkinan penyebab
Intervensi terapeutik :
1. Pemberian oksigen sesuai kebutuhan untuk menjga saturasi oksigen tetap
baik.
2. Mempertahankan airway, breathing, dan circulation
3. Menjaga pasien dari cidera
4. Sebagian besar kejang dapat berhenti secara spontan. Berikan
benzodiazepin (seperti: diazepam, lozarepam) secara intravena untik
mengontrol akitivitas kejang yang tidak teratasi, sesuai kebutuhan.
5. Dapatkan dan berikan obat dalam level terapeutik untuk antikonvulsan
yang telah ditrapkan pada pasien.
7

6. Pertimbangkan pemberian osphenytoin secara intravena dalam jangka


pendek untuk mengontrol kejang umum pada pasiean dengan status
epileptikus.
Dokumentasi :
Dokumentasi aktivitas kejang yang terjadi secara rinci seperti dibawah ini :
1. Bagian tubuh yang terlibat
2. Perkembangan
3. Durasi
4. Kontinen atau inkontinen bowel dan urinaria
5. Cedera pasien selama kejang
Monitor periode perubahan kesadaran pasien setelah epilepsi (posical) dan
lanjutan untuk mendokumentasikan kondisi pasien, termasuk tanda-tanda vital,
tingat kesadaran, dan respons terhadap intervensi.
Instruksi Pemulangan :
1. Konsumsi obat-obat kejang seperti yang dianjurkan.
2. Anjurkan pasien untuk menghindari pemicu kejang, seperti stress,
hipoglikemia, alcohol, penggunaan kafien yang berlebhan, dan obat-obat
terlarang.
3. Pastikan keamanan rumah untuk mencegah cedera.
4. Gunakan tanda medis atau gelang identifikasi.
5. Jangan mengemudi sampai dinyatakan siap oleh tenaga kesehatan dan cek
bagian kepolisian lalu lintas untuk pembatasan mengemudi kendraan
bermotor.
6. Libatkan keluarga dan teman dalam pembelajaran lebih lanjut tentang
kejang dan apa yang harus dilakukan selama kejang.

Status Epileptikus :
Pasien dalam status epileptikus mengalami kejang berturut-turut (without normal
mentation between) atau kejang terus- menerus yang berlangsung selama lebih
dari 5 menit yang tidak sembuh secara spontan dan tidak berespons dengan
pengobatan tradisional. Intervensi terapeutik untuk status epileptikus (diluar
intervensi untuk perubahan tingkat kesadaran) adalah sebagai berikut :
8

1. Buka dan bersihan jalan nafas; Berikan oksigen sesuai kebutuhan untuk
mempertahankan saturasi.
2. Pertahankan akses intra vena (IV) or intraosseous (IO).
3. Idetifikasi dan atasi penyebab secepat mungkin; Berikan naloxone secara
intra vena 0,4 sampai 2 mg jika keracunan narkotika adalah penyebabnya;
Berikan infuse 𝐷50 25 sampai 50 mL jika pasien mengalami hipoglikemik.
4. Inisiasi terapi antikonvulsan; Benzodiazepine (missal : diazepam,
lorazepam, midazolam) baik secara intra vena atau, IO (intra osseous),
atau per rektum sampai kejang terkontrol.
5. Fosphenytoin sodium 20 mg phenytoin equivalents (PE)/kg melalui infuse
intra vena dengan 100 to 150 mg PE/min, tidak seperti phenytoin,
fosphenytoin boleh diencerkan dengan dextrose 5% dengan air atau
normal salin.
6. Berikan phenytoin 18 sampai 20 mg/kg secara intravena.
7. Berikan Phenobarbital 130 mg secara 1 gram, sesuai kebutuhan (dosis
dewasa).
8. Pertimbangan anastesi umum jika status peilepsi tidak berespons pada
beberapa pengobatan.
9. Obat paralisis boleh diberikan tetapi hanya menghentikan aktivitas otot,
obat ini tidak dapat mengontrol aktivitas otak, sehingga kejang akan terus
berlanjut (Ferri, 2010).
d. Sakit Kepala
Sakit kepala bukan suatu diagnosis terapi suatu gejala untuk beberapa
gangguan yang mendasarinya. Yang paling umum adalah tension
(tekanan/ketegangan) dan penyebab vascular. Tension headache biasanya terjadi
pada beberapa stress fisik atau emosional. Nyeri tension headache digambarkan
sebagai nyeri yan terasa tumpul, kepala terasa kencang atau nyeri yang terasa
menekan. Intervensi difokuskan pada faktor penyebab. Tension headache
biasanya berespon pada analgesik ringan. Tension headache berat tidak dapat
dibedakan dari migraine dan membutuhkan obat yang lebih kuat. Tension
headache akan menjadi lebih buruk seiring berjalannya waktu.
9

Sakit kepala traumatik adalah sequele dari cedera kepala ringan dan berat.
Trauma tersebut menyebabkan kontraksi otot dan tekanan pada pembuluh darah
ekstrakranial. Gegar otak dan memar dapat diikuti oleh sakit kepala secara
intermitten dan bertahan berbulan – bulan. Perdarahan interserebral secara
umum akan sakit kepala berat dan onsetnya mendadak.
Migrain biasanya lebih sering pada wanita, migrain muncul secara spontan
tetapi terjadi sebagai respons terhadap pemicu seperti linglungan, emosi,
hormonal,makanan dan obat-obatan. Penyebab sakit kepala migrain adalah :
1. Lingkungan: seperti perubahan cuaca, musim, terlalu cerah, silau matahari,
lampu berkedip-kedip, televisi, rokok termasuk asap rokok.
2. Emosional atau hormonal: seperti stres, cemas, lelah, siklus tidur
terganggu, menstruasi, kehamila, hipoglikemia, aktivitas seksual.
3. Makanan: seperti alkohol, kejua yang diawetkan, coklat, monosodium,
glutamate, kopi, aspartam.
4. Obat-obatan: seperti cimetidine, nifedipine, theophylline
(Jordan, 2007)
Pengkajian Sakit Kepala
Keluhan sakit kepala yang menunjukkan situasi kegawatdaruratan ”red flag”
adalah sebagai berikut :
1. Tidak pernah mengalami sakit kepala, ini merupakan gejala sakit kepala
pertama kali bagi pasien
2. Pertama kali sakit kepala setelah usia 55 tahun
3. Nyeri sakit kepala dirasakan tidak seperti biasanya bagi pasien
4. Sakit kepala meningkat baik dalam frekuensi maupun tingkat
keparahannya
5. Pasien lansia
6. Onset baru atau beresiko untuk kanke, atau human immunodeficiency virus
(HIV), atau immunosupresi
7. Fokal, temuan hasil pemeriksaan neurologis abnormal
8. Pasien menyatakan “ini adalah sakit kepala terburuk dalam hidup saya”
(Denny C.J., 2004)
10

Jika semua keluarga merasakan sakit kepala dan terutama jika


hewan peliharaan keluarga sakit, pertimbangkan kemungkinan
keracunan karbon monoksida sebagai penyebab sakit kepala.

Singkatan PQRST [ Provokes/Palliates (peningkat/pengurang), Quality


(kualitas), Radiates (radiasi), Severity (keparahan), Time (waktu)] dapat
digunakan untuk memandu pengkajian melalui wawancara pada pasien.
Dibawah ini adalah pertimbangan subjektif dan objektif lainnya :

1. Apakah ini sakit kepala pertama atau pertama unutk jenis tipe ini yang
pernah dialami?
2. Jika sakit kepala yang dialami sama seperti yang dirasakan sebelumnya,
mengapa pasien datang ke UGD saat ini?
3. Kapan dan bagaimana sakit kepala ini mulai?
4. Apakah ada riwayat trauma(waktu dulu atau baru)?
5. Apakah sakit kepala berhubungan dengan mual atau muntah?
6. Aktivitas pada saat sakit kepala dirasakan.
7. Apakah ada tanda iritasi meningeal (seperti kaku kuduk, photopobia,
deman)?
8. Apakah ada perubahan kepribadian atau perilaku tidak biasa sejak
serangan sakit kepala?
9. Apakah terjadi kehilangan memori atau kebingungan berhubungan dengan
sakit kepala?
10. Apakah pasien mengalami gannguan infeksi saat ini?
11. Apakah ada perubahan visual? Pandangan kabur? Penglihatan ganda?
Hemianopia?
12. Apakah ada defisit neurologis baru?
13. Apakah tekanan darah meningkat? Untuk berapa lama?
14. Apakah pasien memiliki masalah yang bersifat emosional atau psikiatrik?
15. Pengobatannya apa, obat apa (seperti resep, dosis berlebihan, herbal) yang
sedang pasien minum? Apakah diminum? Apakah ini termasuk obat untuk
pengobatan sakit kepala?
16. Pernahkah pasien mengalami kejang? Kapan? Jenisnya apa?
11

Lakukan pengkajian ketajaman penglihatan ketika pasien melaporkan


perubahan pada kemampuan penglihatan walaupun pasien menanggap
bahwa perubahan yang terjadi merupakan akibat migrain.

(Denny C.J., 2004)

Intervensi Terapeutik

Intervensi terapeutik meliputi sebagai berikut :

1. Obat non steroid anti inflamasi dapat diberikan secara oral (misal ibu
profen) atau secara parenteral (misal ketorolac).
2. Berikan obat anti mual dan muntah dengan antimetic seperti
metoclopramide, ondansetron, chlorpromazine, dan prochlorperazine.
3. Tangani nyeri sakit kepala vaskular dengan dihyergotamine atau inhibitor
serotonin seperti sumatriptan (imitrex). Gunakan narkotik jika obat sakit
kepala spesifik yang diberikan tidak efektif. Lakukan pemeriksaan CT-
scan untuk menapis penyebab yang dapat mengancam kehidupan (seperti
perdarahan dibawah arachnoid).

Intruksi pemulangan

1. Memahami pemicu sakit kepala : penggunaan catatan tentang sakit kepala


yag dialami daoat membantu.
2. Belajar dan praktikkan manajemen stress
3. Tidur yang cukup, makan makanan yang sehat, olahraga secara teratur dan
penggunaan postur yang baik.
4. Lakukan pemeriksaan mata rutin
5. Hubungi tenaga kesehatan jika mengalami :
 Perubahan pada pola sakit kepala atau nyeri
 Kesulitan berbicara, penglihatan, atau pergerakan
 Efek samping pengobatan
(Hall, 2006)
12

e. Gangguan Neurosmuskular
1. Sindrom Guillain-Barre
Sindrom Guillain-Barre adalah suatu penyakit paralitik akut yang
menyebabkan penurunan myelin dalam radix (nerve roots) dan saraf perifer.
Lebih dari setengah pasien dengan Guillain-Barre mengalami demam ringan
beberapa minggu sebelum gejala kelumpuhan terjadi. Faktor risiko pada
kondisi ascending paralitic tersebut meliputi infeksi HIV, cytomegalovirus,
atau hepatitis B, kehamilan dan limpoma hodgkin.
Tanda dan Gejala :
a) suatu sensasi rasa geli seperti kesemutan (tingling) pada tangan dan kaki
yang terjadi beberapa jam atau berminggu-minggu sebelum diagosis
b) penurunan kemampuan refleks yang sangat besar baik superfisial dan
maupun refleks tendon dalam ( terutama pada ektremitas bawah )
c) paralisis simetris, biasanya mulai pada ektremitas bawah, yang naik
secara bertahap ke otot-otot pernapasan
d) retensi urin
e) ileus
f) hipotensi postural
g) insufisiensi respirasi

Intervensi Terapeutik :

a) Pertahankan airway, breathing, dan sirkulasi pada pasien


b) Kaji kemungkinan penyebab neuropati lainnya seperti keracunan logam
berat, diabetes, kekurangan vitamin B1, dan botulism.
c) Berikan supportive care secara umum sampai kondisi teratasi secara
spontan, biasanya berminggu-minggu setelah serangan.

Karena tingginya kemungkinan hipoventilasi akibat kelemahan otot


respiratori, maka lakukan terus monitoring kedalaman dan kecukupan
respirasi pada pasien dengan Sindrom Guillain-Barre.
13

2. Miastenia Gravis
Miastenia Gravis adalah suatu kelainan yang disebabkan karena defek
transmisi neuromuskular. Arti kata asli dari Miastenia Gravis adalah “Grave
Weaknes”. Kondisi ini terjadi lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan
mungkin terkait dengan keturunan. Serangan biasanya terjadi pada usia 20-
30 tahun. Tanda dan gejala yang significan (hallmark) dari miastenia gravis
adalah kelemahan, terutama pada otot-otot mata, wajah, dan leher atau pada
ektremitas atas. Pasien dengan myastenia crisis dapat mengalami paralisis
pada sistem respiratori yang fatal.
Tanda dan Gejala :
a) Peningkatan kelemahan
b) Keterlambatan kembalinya kekuatan otot setelah latihan
c) Otot melemah, perubahan penglihatan dan penglihatan ganda
d) Senyum yang tidak normal karena melemahnya otot-otot wajah dan
rahang
e) Disfagia, otot-otot laring lemah
f) Ketidakmampuan menangani sekresi oral

Intervensi Terapeutik

a) Pertahankan airway, breathing, dan sirkulasi pada pasien


b) Pengobatan anticholinesterase, terutama pyridostigmine bromide dan
neostigmine broide, digunaka untuk manajemen myastenia gravis yang
tengah berlangsung
c) Gejala krisis myastenic dan krisis cholinergic adalah sama. Untuk
membedakan antara keduanya berikan edrophonium chloride, suatu
penghambat anticholinesterase, pada Tension challenge.
(Goldenberg, 2011)
14

f. Kegawatan Neurologik Lainnya


1. Syok Neurogenik
Walaupun syok neurogenik paling sering terjadi akibat dari cedera saraf
tulang belakang, syok ini juga dapat terjadi dikarenakan gangguan neurologis
tertentu, kompresi saraf yang berasal dari kegawatan onkologi, anestesi
regional, dan beberapa pengobatan ( seperti nirates, opioids, adrenergic
blockers). Pada syok neurogenik gangguan terjadi pada fungsi sistem saraf
simpatis. Gangguan ini dikarakteristikkan oleh tiga gejala (Trias): hipotensi,
bradikardi, dan vasodilatasi massif.
Syok neurogenik berbeda dengan syok hipovolemik, yaitu tidak terjadi
kompensasi tubuh untuk meningkatkan cardiac output (takikardia) karena
penurunan kemampuan simpatis. Penatalaksanaan berfokus pada manajemen
airway, cairan intravena, dan terapi yang dapat meningkatkan resistensi
vaksular perifer seperti norepinephrine, dopamine. Pasien dengan syok
neurogenik kulitnya akan teraba lebih hangat dan kering sedangkan pasien
dengan syok hipovolemik kulitnya akan terasa lebih dingin dan basah
(Dennison, 2007).
2. Masalah-masalah terkait shunt
Ventricular shunt dapat menurunkan tekanan intrakranial karena cairan
serebrospinal pindah dari ventrikel kiri ke torso. Komplikasi yang
berhubungan dengan shunt adalah infeksi dan malfungsi shunt. Intervensi
terapeutik :
a) Tentukan status neurologis pasien pada saat masuk ke UGD.
b) Dapatkan riwayat perubahan tingkat kesadaran baik akut maupun
bertahap.
c) Sebagai tambahan untuk tingkat kesadaran, tanda peningkatan
intrakranial ditandai oleh sakit kepala dan mual sampai muntah, lesu,
dan koma.
d) Identifikasi temuan hasil pemeriksaan neurologik lainnya seperti ataxia,
inkontinensia, dan perubahan pupil.
e) Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk demam dan iritasai meningeal.
15

f) Penatalaksanaan meliputi fungsi lumbal atau penyadapan shunt untuk


mengambil cairan serebrospinal. Jika dicurigai infeksi, kirim kultur dan
berikan terapi antibiotik.
g) Intervensi pembedahan diperlukan untuk mengatasi obstruksi, fraktur,
atau salah posisi kateter.
(Jordan, 2007)
16

DAFTAR PUSTAKA

Colman, B. M. (2005). Parenteral dihydroergotamine for acute migraine


headche: A systematic review of the literature. USA: Annals Of
Emergency Medicine, 45, 393-101.
Dennison, R. D. (2007). PAss CCRN (3rd ed). St. Louis: MC Mosby.
Denny C.J., &. S. (2004). Headache and facial pain IN J.E. Tintinalli, G.D.
Kelen, & J. S. Stapczynski (Eds.) Emerfency medicine; A comprehensive
study guide (6th ed., pp. 1375-1381). New York, NY: Mc Graw-Hill.
Dugadale, D. (2010, February 6). Wernickle-korsakoff syndrome.
http://www.nlm.nih.gov.medlineplus/ency/article/000771.htm.
Ferri, F. (2010). Ferri's clinical advisor: Instant diagnosis and treatment. St.
Louis, MO: Mosby.
Goldenberg, W. (2011, July 15). Emergency management of myasthenia gravis.
http://emedicine.medscape.com/article/793136-overview.
Hall, K. (2006). Seizures. In V. J. Markovhick & P.T.POns (Eds.), Emergency
medicine secrets (4th ed., pp. 101-107). St. Louis, MO: Mosby.
Jordan, K. S. (2007). Emergency nursing core curriculum (6th ed.). Philadephia,
PA: Saunders.
Stead L.G., W. E. (2009). Validation of a new coma scale the FOUR score, in the
emergency department. USA: Neurocritical Care, 10(1), 50-54.
Wijdiks E.F., B. W. (2006). Validation of a new coma scale; The FOUR score.
USA: Annals of neurology, 58 (4), 585-593.

Anda mungkin juga menyukai