Anda di halaman 1dari 15

ARRINI FAHAMSYA

H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
1. EPIDEMIOLOGI

Tuberculous meningitis (TBM) merupakan salah satu penyakit infeksi pada


sistem saraf pusat yang masih menjadi tantangan dunia. Hal ini dikarenakan angka
mortalitas dan morbiditas TBM paling tinggi dari keseluruhan bentuk penyakit
tuberkulosis (TB). Data global TB report tahun 2014 menunjukkan bahwa 5,4 juta
kasus baru terdiri dari 2,6 juta kasus TB paru yang didiagnosis secara bakteriologi,
2 juta kasus TB paru yang didiagnosis secara klinis dan 0,8 juta kasus TB
ekstraparu. Kasus TB ekstraparu di Indonesia adalah sejumlah 6,05% dari total kasus
TB yang tercatat. Suatu studi epidemiologi TB ekstraparu di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa 5–10% dari total kasus TB ekstraparu merupakan TBM.
CDC (Centers for disease control and prevention) tahun 2005 menunjukkan persentase
TBM sebesar 6,3% dari kasus TB ekstraparu (1–3% dari keseluruhan kasus TB).

(Jurnal Respirasi. Departemen Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas


Airlangga)

Meningitis tuberkulosis (METB) adalah manifestasi klinis tuberkulosis yang


paling berat dengan angka kejadian sekitar 10% dari semua kasus tuberkulosis.
Setiap tahunnya terdapat sekitar 100.000 kasus baru METB di negara
berkembang. Di Indonesia dilaporkan jumlah semua kasus baru TB sebanyak
420.994 kasus pada tahun 2017, dengan laki-laki 1.4 kali lebih banyak
dibandingkan perempuan.
(Jurnal Biomedika dan Kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala)

Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan


mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi
setiap 300 kasus TB primer yang tidak diobati. Centers for Disease Control (CDC)
melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis TB 6,2% dari seluruh kasus TB
ekstrapulmonal. Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya
bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor
genetik yang menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya
infeksi TB adalah malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala,
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
infeksi HIV dan diabetes melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak
lebih sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang
ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia
dibawah 3 bulan.

(Meningitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU)

2. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO

Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis


humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam literatur yang berbeda meningitis
Tuberkulosis disebabkan oleh duamicobacterium yaitu Mycobacterium tubeculosis dan
Mycobacterium bovis yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada
manusia. Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang, berukuran
0,2-0,6 µm x 1,0-10µm, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Mycobacterium
tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini menerangkan predileksinya pada jaringan yang
oksigenasinya tinggi seperti apeks paru, ginjal dan otak.

Mycobacterium tidak tampak dengan pewarnaan gram tetapi tampak dengan


pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan
carbolfuchsin Yang menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini
disebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada dinding sel
basil Mycobacterium tuberculosis meliputi hampir 60% dari dinding selnya, dan
merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebutasam mikolat. Mycobacterium
tuberculosa tumbuh lambat dengan doubletime dalam 18-24 jam, maka secara klinis
kulturnya memerlukan waktu 8 minggu sebelum dinyatakan negatif.

Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksituberkulosis


primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru- paru. Tuberkulosis secara
primer merupakan penyakit pada manusia. Reservoir infeksi utamanya adalah manusia,
dan penyakit ini ditularkandari orang ke orang terutama melalui partikel droplet yang
dikeluarkanoleh penderita tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikel-partikel yang
mengandung Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di udaraatau pada debu
rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat. Pintu masuk infeksi ini adalah
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
saluran nafas sehingga infeksi pertama biasanya terjadi pada paru-paru. Transmisi
melalui saluran cerna dan kulit jarang terjadi.

3. PATOFISIOLOGI

Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalamruang


alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal darisirkulasi. Sejumlah kuman
menyebar terutama ke kelenjar getah beninghilus. Lesi primer pada paru-paru berupa lesi
eksudatif parenkimal dankelenjar limfenya disebut kompleks “Ghon”. Pada fase awal
kuman darikelenjar getah bening masuk kedalam aliran darah sehingga terjadi
penyebaran hematogen. Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah
responimunitas selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleha ntigen basil
ini untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi sel fagosit mononuklear
dalam aliran darah. Dalam makrofag yang diaktivasi ini organisme dapat mati, tetapi
sebaliknya banyak juga makrofag yang mati. Kemudian terbentuklah tuberkel terdiri dari
makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi jaringan nekrotik dan perkijuan sebagai
pusatnya. Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang yang sehat
lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan jaringan fibrotik. Pada
orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, penyebaran hematogen akan menyebabkan
infeksi umum yang fatal, yang disebut sebagai tuberkulosis millier diseminata. Pada
keadaan dimana respon host masih cukup efektif tetapi kurang efisien akan timbul fokus
perkijuan yang besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan basil yang
dorman. Klien dengan infeksi laten memiliki resiko 10% untuk berkembang menjadi
tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuanakan terjadi bila daya tahan tubuh host
menurun, maka akan terjadi pembesaran tuberkel, pusat perkijuan akan melunak dan
mengalami pencairan, basil mengalami proliferasi, lesi akan pecah lalu
melepaskanorganisme dan produk-produk antigen ke jaringan disekitarnya. Apabilahal-
hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf pusat maka akan terjadi infeksi
yang disebut meningitis tuberkulosis. Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak
yang berdekatandengan ruang sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai
“Focus Rich”. Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan pelepasan basil
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoidatau sistem ventrikel, sehingga
terjadi meningitis tuberkulosis.

Gejala meningitis meliputi :

 Gejala infeksi akut

 Panas
  Nafsu makan tidak ada
 Anak lesu

 Gejala kenaikan tekanan intracranial

 Kesadaran menurun
 Kejang-kejang
 Ubun-ubun besar menonjol

 Gejala rangsangan meningeal

 Kaku kuduk
 Kernig
 Brudzinky I dan II positif

Gejala klinik meningitis berdasarkan stadium adalah sebagai berikiut:

 Stadium I : tersinggung, cengeng, tidur terganggu dan gangguan kasadaran berupa


apatis, gejala-gejala Stadium prodomal berlangsung lebih kurang 2 sampai 3 bulan.
Permulaan penyakit ini bersifat sub akut, sering panas atau kenaikan suhu yang ringan
atau hanya dengan tanda-tanda infeksi umum, tak ada nafsu makan, muntah-muntah,
murung, berat badan turun, tak ada gairah, mudah tadi lebih sering terlihat pada anak
kecil. Anak yang lebih besar mengetahui nyeri kepala, tak ada nafsu makan, obstipasi,
muntah-muntah, pola tidur terganggu; pada orang dewasa terdapat panas yang hilang
timbul, nyeri kepala, konstipasi, tak ada nafsu makan, foto fobia, nyeri punggung,
halusinasi, delusi dan sangat gelisah.
 Stadium II : Gejala-gejala terlihat lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal terutama
pada anak kecil dan bayi. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
dapat menjadi kaku dan timbul opistotonus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Nyeri kepala bertambah berat
dan progresif menyebabkan si anak berteriak dan menangis dengan nada yang khas yaitu
meningeal cry. Kesadaran makin menurun. Terdapat gangguan nervus kranial antara
lain : N II, III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam stadium ini dapat terjadi defisit neurologis
fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark otak dan rigiditas deserebrasi. Pada
funduskopi dapat ditemukan atrofi N. II dan koroid dan ukurannya sekitar setengah
diameter papil.
 Stadium III: Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan
oleh terganggunya regulasi pada diensefalon. Pernapasan dan nadi juga tidak teratur dan
terdapat gangguan dalam bentuk cheyne-stokes atau kussmaul. Gangguan miksi berupa
retensi atau inkontinesia urin. Di dapatkan pula adanya gangguan kesadaran makin
menurun sampai koma yang dalam. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia
dalam waktu 3 minggu bila tidak memperoleh pengobatan sebagaimana mestinya.

4. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis meningitis tuberkulosis dapat ditetapkan berdasarkan gambaran klinis


maupun radiologis. Diagnosis berdasarkan ke dua hal tersebut tidak dapat dijadikan
patokan untuk diagnosis pasti meningitis tuberkulosis. Diagnosis pasti meningitis
tuberkulosis ditetapkan berdasarkan ditemukannya M.tuberculosis di cairan serebrospinal
(CSS), melalui pemeriksaan mikroskopis dan biakan. Pemeriksaan mikroskopis dengan
pewarnaan Ziehl-Neelsen (ZN) mempunyai kepekaan yang rendah dan beragam antara
20–58%. Biakan M.tuberculosis mempunyai kepekaan yang lebih tinggi dan beragam
antara 50–70%, akan tetapi hasil pemeriksaan baru akan didapat setelah 6 sampai 8
minggu. Hal tersebut yang menyebabkan mengapa hasil periksaan bakteri dalam CSS
mempunyai kepekaan yang rendah, menurut telitian hasilan Thwaites dkk adalah karena
rendahnya kepekatan M.tuberculosis dalam CSS. Namun demikian, sampai saat ini
biakan masih tetap dijadikan baku emas, sedangkan pemeriksaan mikroskopik digunakan
sebagai penguatan terhadap hasil biakan.
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
Hal yang perlu diperhatikan juga adalah cara mengambil CSS yang invasif dan harus
dilakukan oleh tenaga terampil. Karena itu diperlukan pemeriksaan yang lebih mudah
cara mengambilnya, lama waktu memeriksa cepat, tepat untuk penguatan diagnosis
meningitis tuberkulosis, yaitu dengan pemeriksaan serologis (bahan pemeriksaan serum).
Pemeriksaan serum tersebut adalah untuk menilai respons imun penderita yang khusus
untuk M.tuberculosis, yaitu pemeriksaan imunoglobulin (IgM dan IgG). Saat ini telah
terdapat reagen untuk pemeriksaan IgM/IgG, bersifat kualitatif dan hasil periksaan
diperoleh dengan cepat. IgG positif menandakan infeksi kronis TB. IgM dan IgG positif
menandakan peneralan (reaktivasi) infeksi kronis atau infeksi TB aktif. IgM positif
menandakan jangkitan/tularan TB yang baru.16 Meningitis tuberkulosis terjadi di
penderita imunokompeten ataupun imunokompromais; di penderita HIV respons imun
menurun, perlu pemeriksaan lebih lanjut.

Pemeriksaan HIV memerlukan 3 (tiga) cara yang berbeda, dan hasil periksaan didapat
dalam waktu 2 (dua) hari. Selama menunggu hasil periksaan biakan dan hasil periksaan
HIV, maka IgM/IgG TB diperiksa. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka para
peneliti ingin mengkaji bagaimana hasil periksaan IgM/IgG TB di penderita di unit gawat
darurat yang telah didiagnosis secara klinis sebagai terduga mengidap meningitis
tuberkulosis oleh dokter di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSHS Bandung. Hasil periksaan
terhadap penderita dengan diagnosis terduga mengidap meningitis secara klinis, maka
perlu ditentukan berapa: kesahihan (validitas) periksaan IgM/IgG TB terhadap biakan
sebagai baku emas; kepekaan pemeriksaan IgM/IgG TB, kekhususan pemeriksaan
IgM/IgG TB, nilai peramalan positif (NDP) pemeriksaan IgM/IgG TB, nilai peramalan
negatif (NDN) pemeriksaan IgM/IgG TB, Likelihood ratio positif pemeriksaan IgM/IgG
TB, Likelihood ratio negatif pemeriksaan IgM/IgG TB (berapa kesesuaian antara
pemeriksaan IgM/IgG TB dan biakannya).

(Dinnes J, Deeks J, Kunst H, Gibson A, Cummins E, Waught N, et al. A systemic


review of rapid diagnostic test for the detection of tuberculosis infection. Health
Technology Assessment 2007; 11: 1–12)

Diagnosis ataupun suspek meningitis TB memerlukan gejala dan tanda meningitis


yang disertai klinis yang mengarahkan ke infeksi tuberkulosa dan pada hasil foto rontgen
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
toraks serta cairan serebrospinalis menunjukkan infeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis. Meningitis tuberkulosa dapat terjadi melalui 2 tahapan. Tahap pertama
adalah ketika basil My-cobacterium tuberculosis masuk melalui inhalasi droplet
menyebabkan infeksi terlokalisasi di paru dengan penyebaran ke limfonodi regional.
Basil tersebut dapat masuk ke jaringan meningen atau parenkim otak membentuk lesi
metastatik kaseosa focisubependimal yang disebut rich foci. Tahap kedua adalah
bertambahnya ukuran rich foci sampai kemudian ruptur ke dalam ruang subarachnoid dan
mengakibatkan meningitis.

Meningitis tuberkulosa merupakan bentuk tuberkulosis paling fatal dan


menimbulkan gejala sisa yang permanen, oleh karena itu, dibutuhkan diagnosis dan terapi
yang segera. Penyakit ini merupakan tuberkulosis ekstrapulmoner kelima yang sering
dijumpai dan diperkirakan sekitar 5,2% dari semua kasus tuberkulosis ekstrapulmoner
serta 0,7% dari semua kasus tuberkulosis. Gejala klinis saat akut adalah defisit saraf
kranial, nyeri kepala, meningismus, dan perubahan status mental. Gejala prodromal yang
dapat dijumpai adalah nyeri kepala, muntah, fotofobia, dan demam.

(Thwaites GE, Bhavnani SM, Chau TTH, Hammel JP, Torok ME, Wart SAV, et. al. A
randomized pharmaco-kinetic and pharmacodynamic comparison of fl uo-
roquinolones for tuberculous meningitis. Antimicrob Agents Chemother 2011;
doi:10.1128/AAC.00064-11)

Diagnosis pasti meningitis TB dapat dibuat hanya setelah dilakukan pungsi


lumbal pada pasien dengan gejala dan tanda penyakit di sistem saraf pusat (defisit
neurologis), basil tahan asam positif dan atau atau M.tuberculosis terdeteksi
menggunakan metode molekular dan atau atau setelah dilakukan kultur cairan
serebrospinal (CSF). Namun segala metode untuk memastikan sebuah diagnosis
meningitis TB ini memiliki resiko memperlambat terapi inisiasi. Kultur memerlukan 2
sampai 3 minggu untuk mendapatkan hasil. Deteksi mikroskopik untuk basil tahan asam
dan isolasi kultur memiliki sensitivitas rendah. Metode molekular yang paling baru juga
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah namun dapat digunakan untuk
mengetahui konsentrasi bakteri yang berada di CSF sehingga dapat menjadi
pertimbangan untuk mengevaluasi respon terapi.
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
Nicola Principi, Susanna Esposito. Diagnosis and therapy of tuberculous meningitis in
children. Department of Maternal and Pediatric Sciences, Università degli Studi di
Milano, Fondazione IRCCS Ca’ Granda Ospedale Maggiore Policlinico. Via
Commenda 9, 20122 Milan, Italy. Tuberculosis 2012: 92; 377-383

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi pemeriksaan


Rontgent thorax, CT-scan, MRI. Pada klien dengan meningitis tuberkulosis umumnya
didapatkan gambaran tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgen tthoraks,
kadang - kadang disertai dengan penyebaran milier dan kalsifikasi. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan dan MRI dapat terlihat adanya hidrosefalus, inflamasi meningen
dan tuberkoloma. Gambaran rontgent thoraks yang normal tidak menyingkirkan diagnosa
meningitis tuberkulosis.

Tes Tuberkulin : Tuberkulin hanya mendeteksi reaksi hipersensitifitas


lambat,tidak menandakan adanya infeksi aktif sehingga penggunaannyauntuk
mendiagnosis infeksi aktif dan meningitis tuberkulosis masih kurang sensitif. Namun
pemeriksaan tuberkulin yang positif pada anak memiliki nilai diagnostik, sementara pada
orang dewasa hanya menandakan adanya riwayat kontak dengan antigen tuberkulosis,
dan dapat memberikan arah untuk pemeriksaan selanjutnya.

Cairan Serebrospinal : Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan diagnostik


yangefektif untuk mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Gambaran cairan serebrospinal
yang karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah: Cairan jernih sedikit kekuningan
atau xantocrom, Pleositosis yang moderat biasanya antara 100-400 sel/mm dengan
predominan limfosit, Kadar glukosa yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari50% nilai
glukosa darah. Peningkatan kadar protein.

Bakteriologi Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal


memilikiakurasi yang sangat tinggi hingga 100% dalam mendiagnosismeningitis
tuberkulosis. Untuk mendiagnosis basil tersebut dapatdilakukan dengan cara pemeriksaan
apus langsung BTA dengan metode Ziehl-Neelsen dan dengan cara kultur pada cairan
serebrospinal.
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
Pemeriksaan Biokimia: Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari
mycobacterium atau respon tubuh penderita terhadap mycobacterium.

Tes Immunologis yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial


dalamcairan serebrospinal, metoda yang sering digunakan dalam tesimunologis antara
lain: ELISA (enzym linked immuno sorbent assay) dan Polymerase Chain Reaction
(PCR)

DIAGNOSIS BANDING
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II

5. PROGNOSIS & KOMPLIKASI

Prognosis

Prognosis meningitis tuberkulosa lebih baik sekiranya didiagnosa dan diterapi


seawal mungkin. Sekitar 15% penderita meningitis nonmeningococcal akan dijumpai
gejala sisanya. Secara umumnya, penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh
dengan cacat motorik atau mental atau meninggal tergantung :
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
 Umur penderita.
 Jenis kuman penyebab
 Berat ringan infeksi
 Lama sakit sebelum mendapat pengobatan

Komplikasi

 Peningkatan tekanan intrakranial


 Hydrosephalus
 Defisit saraf kranial
 Ensepalitis
 Syndrome of inapporiate secretion of antidiuretic hormone (SIADH).
 Abses otak
 Kerusakan visual

6. TATALAKSANA

Terapi Farmakologis yang dapat diberikan pada meningitis TB berupa :

 Rifampicin ( R ) Efek samping  : Hepatotoksik


 INH ( H ) Efek samping  : Hepatotoksik, defisiensi vitamin B6
 Pyrazinamid ( Z ) Efek samping : Hepatotoksik
 Streptomycin ( S ) Efek samping : Gangguan pendengaran dan vestibuler
 Ethambutol ( E ) Efek samping : Neuritis optika

Regimen : RHZE / RHZS

Nama Obat DOSIS


INH Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari+ Anak : 20 mg/kgBB/hari
piridoksin 50 mg/hari
Streptomisin 20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
Etambutol 25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama
Dilanjutkan  15 mg/kgBB/hari
Rifampisin Dewasa : 600 mg/hari Anak 10-20 mh/kgBB/hari

Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason


untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan
otak.

Steroid diberikan untuk:

 Menghambat reaksi inflamasi


 Mencegah komplikasi infeksi
 Menurunkan edema serebri
 Mencegah perlekatan
 Mencegah arteritis/infark otak

Indikasi Steroid :

 Kesadaran menurun
 Defisit neurologist fokal

Dosis steroid :

Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2 minggu


selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II

7. Peran dokter keluarga


1) Biologis
Melakukan diagnosis dan tatalaksana sedini mungkin berdasarkan derajat stadium
kanker yang diderita pasien.
2) Psikis
 Memberikan dukungan dan semangat penuh kepada pasien dan keluarga
pasien
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
 Menjelaskan kondisi terkini kepada pasien dan keluarga pasien dengan bahasa
yang sopan dan mudah dimengerti agar tidak mengganggu kondisi psikis
pasien
 Menjadi orang terdekat yang dapat dijadikan sebagai tempat mengekspresikan
perasaan dan pikiran pasien
 Sholat dan berdoa untuk memenuhi kebutuhan spiritual demi kekuatan untuk
bertahan hidup
 Menyeimbangkan keadaan psikologi pasien karena dapat mempengaruhi
keadaan biologis atau fisiknya
3) Sosial
Pendekatan yang dilakukan adalah dengan tidak menjauhkan pasien dari orang-orang
terdekatnya atau keluarga. Kedekatan ini akan mempengaruhi keadaan psikologisnya
sehingga pasien akan merasa aman dan nyaman selama menjalani masa pengobatan.

8. AIK
surat atTaghabun/64:11:
َ َ‫ِصيب ٍة إ‬
َ ‫ي ْؤ ِم ْه ب ِْذ ئ ِ ِال ب َصا َب ِم ْه ُم‬
ُ ‫ال َو َم ْه‬ َ ‫م ا أ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِيم ِ َو هَّلالُ ب بَهُ ْ هَّل ِل‬
ِ ‫ي ْ ِهد قَل ا ِ ِن هَّل‬
Artinya: Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin
Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk
kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dalam menjelaskan ayat tersebut di atas Ibn Kasir mengemukakan bahwa Allah
menyatakan tiada sesuatu pun yang terjadi di alam ini melainkan dengan kehendak dan
kekuasaan Allah swt, sedang siapa yang beriman kepada Allah pasti ia akan rela pada
putusan Allah baik qada maupun taqdir-Nya, dengan iman itulah hati akan mendapatkan
ketenangan, karena ia telah yakin bahwa yang dikehendaki tidak akan terjadi
ARRINI FAHAMSYA
H2A018005
LAPORAN INDIVIDU TUTORIAL SKENARIO 1 PERTEMUAN II
DAFTAR PUSTAKA

1. Misra UK, Kalita J, Betai S, Bhoi SK. Outcome of tuberculous meningitis patients
requiring mechanical ventilation. J Crit Care. 2015;30(6):1365–9.
2. Merkler AE, Reynolds AS, Gialdini G, Morris NA, Murthy SB, Thakur K, et al. Journal
of the Neurological Sciences Neurological complications after tuberculous meningitis in
a multi-state cohort in the United States. J Neurol Sci. 2017;375:460–3.
3. WHO Global Tuberculosis Report. 2015;27–36.
4. Modi M, Sharma K, Prabhakar S, Goyal MK, Takkar A, Sharma N, et al. Clinical and
radiological predictors of outcome in tubercular meningitis : A prospective study of 209
patients. Clin Neurol Neurosurg. 2017;161(8):29– 34.
5. Erdem H, Ozturk-Engin D, Tireli H, Kilicoglu G, Defres S, Gulsun S, et al. Hamsi
scoring in the prediction of unfavorable outcomes from tuberculous meningitis: results of
Haydarpasa-II study. J Neurol. 2015;262(4):890–8.
6. McCance KL, Huether SE, Brashers VL, Rote NS. Pathophysiology The Biologic Basis
for Disease in Adults adn Children seventh edition. Elsevier; 2014. 498-500 p.

Anda mungkin juga menyukai