Meningitis TB
Pembimbing:
dr. Ni Made Yuli Artini, M.Biomed. Sp. S
Di susun oleh:
Desi Asi Suk’ara (015.06.0014)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya laporan Case Base Discussion ini dapat diselesaikan dengan
sebagaimana mestinya.
Penyusun
BAB I
2
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Meningitis adalah suatu inflamasi pada membran araknoid, piamater, dan cairan
serebrospinal. Proses inflamasi terjadi dan menyebar melalui ruangan subaraknoid di
sekeliling otak dan medula spinalis serta ventrikel. Meningitis tuberkulosis merupakan
bentuk tuberkulosis ekstra paru dengan adanya kelainan neurologis yang mencapai 70-
80% dari seluruh kasus tuberkulosis neurologis, 5,2% dari seluruh tuberkulosis
ekstrapulmoner dan 0,7% dari seluruh kasus tuberkulosis. Walaupun telah diberikan terapi
yang adekuat, penyakit ini masih memiliki tingkat mortalitas yang tinggi hingga mencapai
50%, bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun. Umumnya meningitis
tuberkulosis berhubungan erat dengan koinfeksi HIV (Chin JH, 2014).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai
daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak
(Whiteley, 2014).
2. EPIDEMIOLOGI
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan
mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi
pada setiap 300 penderita TB primer yang tidak diobati. Meningitis TB menghasilkan
tingkat tertinggi morbiditas dan mortalitas dari semua bentuk tuberkulosis (WHO, 2012).
Hal ini menjadi perhatian khusus pada anak-anak, persentasenya hingga 33% dari semua
kasus TB. Dari keselamatan kasus meningitis tuberkulosis, 50% mengalami kematian, dan
penderita yang selamat bisa mengalami gejala sisa neurologis substansial termasuk
keterlambatan perkembangan pada anak-anak, kejang, hidrosefalus, dan kelumpuhan saraf
kranial (Ruslami, 2013).
3. ETIOLOGI
Pada laporan kasus meningitis tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis merupakan
faktor penyebab paling utama dalam terjadinya penyakit meningitis. Pada kasus meningitis
secara umum disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit
yang menyebar dalam darah ke cairan otak
Kategori Agen
Bakteri Pneumococcus
Meningococcus
Haemophilus Influenza
Staphylococcus
Escherichia Coli
Salmonella
Mycobacterium Tuberculosis
Virus Enterovirus
4
Jamur Cryptococcus Neoformans
Coccidioides Immitris
4. KLASIFIKASI
Menurut British Medical Research Council, meningitis tuberkulosis dapat diklasifikasikan
menjadi tiga stage yang terdiri atas :
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor
yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi
yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam
waktu beberapa minggu. Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar
ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku dan Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk
kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran
menurun, tanda Kernig’s dan Brudzinsky positif. Gejala pada bayi yang terkena
meningitis, biasanya menjadi sangat rewel muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras
dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran
seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan (Anderson, 2010).
Gejala klinis meningitis tuberkulosis dapat dibagi dalam 3 (tiga) stadium (Anderson, 2010)
:
Stadium I Prodormal Selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak
seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit
5
bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan
berkurang, murung, berat badan menurun, mudah tersinggung,
cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan keadaran
berupa apatis.
Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,
konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II Transisi Berlangsung selama 1-3 minggu dengan gejala penyakit
lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan
kadangkadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak.
Tandatanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat
menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial,
ubunubun menonjol dan muntah yang lebih hebat.
Stadium III Terminal Ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran
sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia
dalam waktu tiga minggu.
6. DIAGNOSIS
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, terdapat defisit neurologis berupa penurunan kesadaran
mendadak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien mengeluhkan sakit
kepala dan demam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen dan
temperatur tubuh 38,9 o C, serta ditemukan kaku kuduk, refleks patologis (Babinsky) di
kedua tungkai dan peningkatan refleks fisiologis. Data dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik di atas telah memenuhi trias meningitis, yaitu nyeri kepala, demam dan kaku kuduk.
Selain itu, pasien memiliki riwayat batuk 1 tahun, demam, penurunan berat badan dan
keringat malam. Pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik menyeluruh
Pemeriksaan fisik
6
menurunnya nafsu makan, menurun berat badan, keringat malam dan mudah lelah.
Sebagian besar pasien meningitis tuberkulosis memiliki riwayat sakit kepala dengan
keluhan tidak khas selama 2-8 minggu sebelum timbulnya gejala iritasi meningeal. Gejala
nonspesifik ini meliputi malaise, anoreksia, rasa lelah, demam, mialgia dan sakit kepala.
Pada dewasa biasanya terdapat gejala klasik meningitis, yaitu demam, sakit kepala dan
kaku kuduk yang disertai defisit neurologis fokal, perubahan perilaku dan penurunan
kesadaran. Riwayat tuberkulosis hanya didapatkan pada sekitar 10% pasien. Foto toraks
yang menunjukkan tuberkulosis paru ditemukan pada 30-50% dari seluruh pasien.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto toraks
menunjukkan tuberkulosis paru ditemukan pada 30-50% dari seluruh pasien.
Pemeriksaan rontgen juga mendukung kecurigaan ini dengan kesan tuberkulosis paru
lesi luas. Definisi kasus tuberkulosis diagnosis klinis adalah kasus tuberkulosis yang
tidak dapat memenuhi kriteria konfirmasi bakteriologis walau telah diupayakan
maksimal tetapi ditegakkan diagnosis tuberkulosis aktif oleh klinisi yang memutuskan
untuk memberikan pengobatan tuberkulosis berdasarkan foto toraks abnormal,
histologi sugestif dan kasus ekstraparu.
2. CT Scan
Pemeriksaan radiologi berupa CT Scan tidak selalu spesifik menggambarkan adanya
kelainan pada meningitis tuberkulosis. Gambaran obliterasi sisterna basalis oleh
eksudat isodens atau hiperdens ringan sebagai temuan yang paling umum ditemukan.
3. MRI
Gambaran yang lebih baik dapat ditemukan dari pemeriksaan MRI, khususnya MRI
dengan kontras yang menunjukkan penebalan leptomeningeal dan eksudat sisterna.
Manifestasi lainnya yang dapat ditemukan pada gambaran radiologi meningitis
tuberkulosis adalah komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu hidrosefalus, vaskulitis,
infark dan neuropati kranial.
4. pewarnaan dan kultur cairan serebrospinal (CSS)
Diagnosis pasti meningitis ditegakkan melalui analisis, pewarnaan dan kultur cairan
serebrospinal (CSS). Pada prinsipnya, prosedur pengambilan sampel cairan
serebrospinal melalui pungsi lumbal sebaiknya dikerjakan pada setiap kecurigaan
meningitis dan/atau ensefalitis.
7
Kelainan CSS klasik pada meningitis tuberkulosis adalah sebagai berikut:
o peningkatan tekanan lumbal;
o peningkatan jumlah hitung leukosit antara 10- 500 sel/mm3 dengan dominan
limfosit;
o peningkatan konsentrasi protein berkisar 100- 500 mg/dl;
o penurunan konsentrasi glukosa (konsentrasi glukosa rata-rata sekitar 40 mg/dl);
o kultur positif Mycobacterium tuberculosis pada 75% pasien setelah 3-6 minggu
biakan. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan dengan teknik
PCR dan diagnostik molekular lainnya. Sensitivitas teknik PCR untuk deteksi
DNA Mycobacterium tuberculosis dalam CSS sekitar 54%, namun hasil positif-
palsu juga dapat terjadi sekitar 3-20% kasus.
7. PENATALAKSANAAN
Tuberkulosis paru dan ekstraparu ditatalaksana dengan regimen antituberkulosis yang
sama, yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol selama 2 bulan fase intensif dan
rifampisin, isoniazid selama 4 bulan fase lanjutan (2RHZE/4RH). Para ahli
merekomendasikan pemberian terapi obat anti tuberkulosis pada meningitis tuberkulosis
selama minimal 9 hingga 12 bulan. WHO dan PDPI mengklasifikasikan meningitis
tuberkulosis (tuberkulosis ekstra paru, kasus berat) ke dalam kategori I terapi tuberkulosis.
Pemberian rifampisin dan isoniazid pada fase lanjutan dalam kasus meningitis tuberkulosis
umumnya diperpanjang hingga 7 atau 10 bulan. Namun, pada pasien ini diberikan terapi
OAT awal berupa RHZES. Penambahan streptomisin merupakan tatalaksana tepat karena
tuberkulosis dengan kondisi berat atau mengancam nyawa dapat diberikan streptomisin.
Pada dewasa, dosis obat harian OAT adalah isoniazid 5 (4-6) mg/kgBB, maksimum
300 mg/hari; rifampisin 10 (8–12) mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari; pirazinamid 25 (20–
30) mg/kgBB, maksimum 2.000 mg/hari; etambutol 15 (15–20) mg/kgBB, maksimum
1.600 mg/hari; streptomisin 12-18 mg/kgBB. Dosis kortikosteroid antara lain
deksametason 0,4 mg/kgBB atau prednison 2,5 mg/kgBB.
Pada anak, dosis obat harian OAT adalah isoniazid 10 (7–15) mg/kgBB, maksimum
300 mg/hari; rifampisin 15 (10–20) mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari; pirazinamid 35
(30–40) mg/kgBB, maksimum 2.000 mg/hari; etambutol 20 (15–25) mg/kgBB, maksimum
1.000 mg/hari.
Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan
deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan antara araknoid
dan otak (Levin, 2009).
Steroid diberikan untuk:
o Menghambat reaksi inflamasi
8
o Mencegah komplikasi infeksi
o Menurunkan edema serebri
o Mencegah perlekatan
o Mencegah arteritis/infark otak
Indikasi Steroid :
o Kesadaran menurun
o Defisit neurologist fokal
.PENCEGAHAN
9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Meningitis tuberkulosis merupakan bentuk tuberkulosis ekstraparu neurologis
tersering yang mengancam jiwa. Penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan adanya
trias meningitis dan kecurigaan tuberkulosis secara klinis. Pemberian terapi harus segera
dan tepat untuk mengurangi tingkat mortalitas. Terapi berupa obat anti tuberkulosis, dan
kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi dalam subaraknoid.
10
DAFTAR PUSTAKA
11