Anda di halaman 1dari 11

Case Base Discussion

Meningitis TB

Pembimbing:
dr. Ni Made Yuli Artini, M.Biomed. Sp. S

Di susun oleh:
Desi Asi Suk’ara (015.06.0014)

Dalam Rangka Menjalani Kepaniteraan Klinik


SMF Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah Bangli
Universitas Islam Al-Azhar Mataram
Fakultas Kedokteran
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya laporan Case Base Discussion ini dapat diselesaikan dengan
sebagaimana mestinya.

Di dalam laporan ini penulis memaparkan materi melalui daring (online)


berkaitan dengan dengan diagnosis pasien tersebut yaitu “Meningitis TB”

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan


dukungan serta bantuan hingga terselesaikannya laporan ini. Kami mohon maaf jika
dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang
menyangkut segala hal yang berhubungan dengan laporan kasus ini. Oleh karena itu
kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
membantu kami untuk dapat lebih baik lagi kedepannya.

Mataram, Juni 2020

Penyusun

BAB I

2
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi global dengan prevalensi tinggi yang


disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sepertiga dari populasi dunia
terinfeksi dengan tuberkulosis laten, dengan risiko 10% mengalami bentuk aktif dari
tuberkulosis sepanjang hidupnya. Diperkirakan 9,6 juta kasus tuberkulosis terjadi di
seluruh dunia sepanjang tahun 2014, dengan angka kematian mencapai 1,5 juta jiwa.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus tuberkulosis tertinggi kedua setelah
India dengan jumlah kasus 10% dari total kasus di seluruh dunia. 2 Data dari World Health
Organization (WHO) menunjukkan angka insidensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun
2015 mencapai 395 kasus per 100.000 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 10% kasus
merupakan infeksi oportunistik dari infeksi HIV. Tingkat kematian akibat penyakit ini
sekitar 40 dari 100.000 jiwa (WHO, 2016)

Meningitis adalah suatu inflamasi pada membran araknoid, piamater, dan cairan
serebrospinal. Proses inflamasi terjadi dan menyebar melalui ruangan subaraknoid di
sekeliling otak dan medula spinalis serta ventrikel. Meningitis tuberkulosis merupakan
bentuk tuberkulosis ekstra paru dengan adanya kelainan neurologis yang mencapai 70-
80% dari seluruh kasus tuberkulosis neurologis, 5,2% dari seluruh tuberkulosis
ekstrapulmoner dan 0,7% dari seluruh kasus tuberkulosis. Walaupun telah diberikan terapi
yang adekuat, penyakit ini masih memiliki tingkat mortalitas yang tinggi hingga mencapai
50%, bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun. Umumnya meningitis
tuberkulosis berhubungan erat dengan koinfeksi HIV (Chin JH, 2014).

Pasien dengan meningitis tuberkulosis akan mengalami tanda dan gejala


meningitis yang khas, seperti nyeri kepala, demam dan kaku kuduk, walaupun tanda
rangsang meningeal mungkin tidak ditemukan pada tahap awal penyakit. Durasi gejala
sebelum ditemukannya tanda meningeal bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa
bulan. Namun pada beberapa kondisi, meningitis tuberkulosis dapat muncul sebagai
penyakit yang berat, dengan penurunan kesadaran, palsi nervus kranial, parese dan kejang.
Beratnya gejala dan risiko kematian yang tinggi akibat meningitis tuberkulosis mendorong
perlunya pengetahuan mengenai tatalaksana yang adekuat. Oleh karena itu, dalam artikel
ini kami akan memaparkan penanganan meningitis tuberkulosis yang tepat (Chin JH,
2014).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai
daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak
(Whiteley, 2014).

2. EPIDEMIOLOGI
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan
mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi
pada setiap 300 penderita TB primer yang tidak diobati. Meningitis TB menghasilkan
tingkat tertinggi morbiditas dan mortalitas dari semua bentuk tuberkulosis (WHO, 2012).
Hal ini menjadi perhatian khusus pada anak-anak, persentasenya hingga 33% dari semua
kasus TB. Dari keselamatan kasus meningitis tuberkulosis, 50% mengalami kematian, dan
penderita yang selamat bisa mengalami gejala sisa neurologis substansial termasuk
keterlambatan perkembangan pada anak-anak, kejang, hidrosefalus, dan kelumpuhan saraf
kranial (Ruslami, 2013).
3. ETIOLOGI
Pada laporan kasus meningitis tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis merupakan
faktor penyebab paling utama dalam terjadinya penyakit meningitis. Pada kasus meningitis
secara umum disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit
yang menyebar dalam darah ke cairan otak

Kategori Agen
Bakteri  Pneumococcus
 Meningococcus
 Haemophilus Influenza
 Staphylococcus
 Escherichia Coli
 Salmonella
 Mycobacterium Tuberculosis
Virus Enterovirus

4
Jamur  Cryptococcus Neoformans
 Coccidioides Immitris

4. KLASIFIKASI
Menurut British Medical Research Council, meningitis tuberkulosis dapat diklasifikasikan
menjadi tiga stage yang terdiri atas :

Stage I Pasien sadar penuh, rasional dan tidak memiliki defisit


neurologis.
Stage II Pasien confused atau memiliki defisit neurologis seperti
kelumpuhan saraf kranialis atau hemiparesis.
Stage III Pasien koma atau stupor dengan defisit neurologis yang berat
Sumber : emedicine.medscpae.com

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor
yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi
yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam
waktu beberapa minggu. Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar
ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku dan Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk
kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran
menurun, tanda Kernig’s dan Brudzinsky positif. Gejala pada bayi yang terkena
meningitis, biasanya menjadi sangat rewel muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras
dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran
seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan (Anderson, 2010).

Gejala klinis meningitis tuberkulosis dapat dibagi dalam 3 (tiga) stadium (Anderson, 2010)
:

Stadium I Prodormal Selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak
seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit

5
bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan
berkurang, murung, berat badan menurun, mudah tersinggung,
cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan keadaran
berupa apatis.
Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,
konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.
Stadium II Transisi Berlangsung selama 1-3 minggu dengan gejala penyakit
lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan
kadangkadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak.
Tandatanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat
menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial,
ubunubun menonjol dan muntah yang lebih hebat.
Stadium III Terminal Ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran
sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia
dalam waktu tiga minggu.

6. DIAGNOSIS
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, terdapat defisit neurologis berupa penurunan kesadaran
mendadak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien mengeluhkan sakit
kepala dan demam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen dan
temperatur tubuh 38,9 o C, serta ditemukan kaku kuduk, refleks patologis (Babinsky) di
kedua tungkai dan peningkatan refleks fisiologis. Data dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik di atas telah memenuhi trias meningitis, yaitu nyeri kepala, demam dan kaku kuduk.
Selain itu, pasien memiliki riwayat batuk 1 tahun, demam, penurunan berat badan dan
keringat malam. Pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik menyeluruh

Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik menyeluruh


2. Pemeriksaan neurologis: pemeriksaan GCS, pemeriksaan kaku kuduk
3. pemeriksaan saraf kranialis (kelumpuhan saraf kranialis II, III, IV, VI,
VII,VIII), kekuatan motorik (hemiparesis), pemeriksaan funduskopi (tuberkel
pada khoroid dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan intrakranial).
.Suspek tuberkulosis atau presumtif tuberkulosis adalah orang dengan gejala atau tanda
sugestif tuberkulosis, yaitu batuk produktif lebih dari dua minggu yang disertai gejala
pernapasan seperti sesak napas, nyeri dada, batuk darah dan/atau gejala tambahan seperti

6
menurunnya nafsu makan, menurun berat badan, keringat malam dan mudah lelah.
Sebagian besar pasien meningitis tuberkulosis memiliki riwayat sakit kepala dengan
keluhan tidak khas selama 2-8 minggu sebelum timbulnya gejala iritasi meningeal. Gejala
nonspesifik ini meliputi malaise, anoreksia, rasa lelah, demam, mialgia dan sakit kepala.
Pada dewasa biasanya terdapat gejala klasik meningitis, yaitu demam, sakit kepala dan
kaku kuduk yang disertai defisit neurologis fokal, perubahan perilaku dan penurunan
kesadaran. Riwayat tuberkulosis hanya didapatkan pada sekitar 10% pasien. Foto toraks
yang menunjukkan tuberkulosis paru ditemukan pada 30-50% dari seluruh pasien.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto toraks
menunjukkan tuberkulosis paru ditemukan pada 30-50% dari seluruh pasien.
Pemeriksaan rontgen juga mendukung kecurigaan ini dengan kesan tuberkulosis paru
lesi luas. Definisi kasus tuberkulosis diagnosis klinis adalah kasus tuberkulosis yang
tidak dapat memenuhi kriteria konfirmasi bakteriologis walau telah diupayakan
maksimal tetapi ditegakkan diagnosis tuberkulosis aktif oleh klinisi yang memutuskan
untuk memberikan pengobatan tuberkulosis berdasarkan foto toraks abnormal,
histologi sugestif dan kasus ekstraparu.
2. CT Scan
Pemeriksaan radiologi berupa CT Scan tidak selalu spesifik menggambarkan adanya
kelainan pada meningitis tuberkulosis. Gambaran obliterasi sisterna basalis oleh
eksudat isodens atau hiperdens ringan sebagai temuan yang paling umum ditemukan.
3. MRI
Gambaran yang lebih baik dapat ditemukan dari pemeriksaan MRI, khususnya MRI
dengan kontras yang menunjukkan penebalan leptomeningeal dan eksudat sisterna.
Manifestasi lainnya yang dapat ditemukan pada gambaran radiologi meningitis
tuberkulosis adalah komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu hidrosefalus, vaskulitis,
infark dan neuropati kranial.
4. pewarnaan dan kultur cairan serebrospinal (CSS)
Diagnosis pasti meningitis ditegakkan melalui analisis, pewarnaan dan kultur cairan
serebrospinal (CSS). Pada prinsipnya, prosedur pengambilan sampel cairan
serebrospinal melalui pungsi lumbal sebaiknya dikerjakan pada setiap kecurigaan
meningitis dan/atau ensefalitis.

7
Kelainan CSS klasik pada meningitis tuberkulosis adalah sebagai berikut:
o peningkatan tekanan lumbal;
o peningkatan jumlah hitung leukosit antara 10- 500 sel/mm3 dengan dominan
limfosit;
o peningkatan konsentrasi protein berkisar 100- 500 mg/dl;
o penurunan konsentrasi glukosa (konsentrasi glukosa rata-rata sekitar 40 mg/dl);
o kultur positif Mycobacterium tuberculosis pada 75% pasien setelah 3-6 minggu
biakan. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan dengan teknik
PCR dan diagnostik molekular lainnya. Sensitivitas teknik PCR untuk deteksi
DNA Mycobacterium tuberculosis dalam CSS sekitar 54%, namun hasil positif-
palsu juga dapat terjadi sekitar 3-20% kasus.
7. PENATALAKSANAAN
Tuberkulosis paru dan ekstraparu ditatalaksana dengan regimen antituberkulosis yang
sama, yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol selama 2 bulan fase intensif dan
rifampisin, isoniazid selama 4 bulan fase lanjutan (2RHZE/4RH). Para ahli
merekomendasikan pemberian terapi obat anti tuberkulosis pada meningitis tuberkulosis
selama minimal 9 hingga 12 bulan. WHO dan PDPI mengklasifikasikan meningitis
tuberkulosis (tuberkulosis ekstra paru, kasus berat) ke dalam kategori I terapi tuberkulosis.
Pemberian rifampisin dan isoniazid pada fase lanjutan dalam kasus meningitis tuberkulosis
umumnya diperpanjang hingga 7 atau 10 bulan. Namun, pada pasien ini diberikan terapi
OAT awal berupa RHZES. Penambahan streptomisin merupakan tatalaksana tepat karena
tuberkulosis dengan kondisi berat atau mengancam nyawa dapat diberikan streptomisin.
Pada dewasa, dosis obat harian OAT adalah isoniazid 5 (4-6) mg/kgBB, maksimum
300 mg/hari; rifampisin 10 (8–12) mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari; pirazinamid 25 (20–
30) mg/kgBB, maksimum 2.000 mg/hari; etambutol 15 (15–20) mg/kgBB, maksimum
1.600 mg/hari; streptomisin 12-18 mg/kgBB. Dosis kortikosteroid antara lain
deksametason 0,4 mg/kgBB atau prednison 2,5 mg/kgBB.
Pada anak, dosis obat harian OAT adalah isoniazid 10 (7–15) mg/kgBB, maksimum
300 mg/hari; rifampisin 15 (10–20) mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari; pirazinamid 35
(30–40) mg/kgBB, maksimum 2.000 mg/hari; etambutol 20 (15–25) mg/kgBB, maksimum
1.000 mg/hari.
Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan
deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan antara araknoid
dan otak (Levin, 2009).
Steroid diberikan untuk:
o Menghambat reaksi inflamasi

8
o Mencegah komplikasi infeksi
o Menurunkan edema serebri
o Mencegah perlekatan
o Mencegah arteritis/infark otak

Indikasi Steroid :

o Kesadaran menurun
o Defisit neurologist fokal

Dosis steroid : prednisone 2-3 mg/KgBB/hari (dosis normal), 20 mg/hari dibagi


dalam 3 dosis selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1
mg/KgBB/hari selama 1-2 minggu. Deksametason IV (terutama bila ada edema
otak) dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam, bila membaik dapat diturunkan sampai
4 mg setiap 6 jam

.PENCEGAHAN

Pencegahan Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak


langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan dilingkungan perumahan
dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah
dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan dengan bersih
sebelum makan dan setelah dari toilet. Meningitis TB dapat dicegah dengan meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi
Bacillus Calmet-Guerin (BCG). Aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau
mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan
untuk menurunkan ke lemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan
mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya
tuli atau ketidak mampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk
mencegah dan mengurangi cacat (Thomas, 2011).
8. PROGNOSIS
Prognosis yang buruk terjadi pada bayi, lanjut usia, pasien malnutrisi, dan pasien
dengan penyakit yang menular atau dengan peningkatan tekanan intrakranial (Thomas,
2011).

9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Meningitis tuberkulosis merupakan bentuk tuberkulosis ekstraparu neurologis
tersering yang mengancam jiwa. Penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan adanya
trias meningitis dan kecurigaan tuberkulosis secara klinis. Pemberian terapi harus segera
dan tepat untuk mengurangi tingkat mortalitas. Terapi berupa obat anti tuberkulosis, dan
kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi dalam subaraknoid.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, N.E., 2010. Neurological and systemic complications of tuberculous


meningitis and its treatment at Auckland City Hospital. New Zealand.Journal
of Clinical Neuroscience, [Online]. 17, 1114-1118. Available
at:http://www.jocn-journal.com/article/S0967-5868%2810%2900136-0/pdf
Chin JH. Tuberculous Meningitis: Diagnostic and theurapeutic challenges. Neurol
Clin Prac. 2014; 4(3):199-205.
Cherian A, Thomas. 2011. Central nervous system tuberculosis. African health
science. 2011:11 (1): 116-127
Giok Pemula, Roezwir Azhary, Ety Apriliana, Paulus Dwi Mahdi. 2016.
Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosis. J Medula
Unila.Volume 6 Nomor 1.
World Health Organization. Global tuberculosis report 2016. USA: World Health
Organization; 2016 [disitasi tanggal 21 Oktober 2016. Tersedia dari:
http://www.who.int/tb/publications/glob al_report/en/index.html.

11

Anda mungkin juga menyukai