Disusun oleh
MAYA DWI LESTARI
SN201166
B. Etiologi
Menurut Mansjoer (2012), penyebab cedera kepala terdiri dari
kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, kecelakaan industri, serangan dan
yang berhubungan dengan olah raga, trauma akibat persalinan. Menurut
cidera kepala penyebab sebagian besar kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan: sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau
vakum
4. Pukulan
5. Cidera olah raga
6. Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya.
C. Manifestasi Klinik
Menurut Mansjoer (2012), cidera kepala ringan umumnya ditandai
oleh gejala-gejala yang ringan, dan durasi berlangsungnya pun hanya
sebentar. Beberapa gejala yang mungkin dialami oleh pasien adalah :
1. Sinkope tidak lebih dari sepuluh menit
2. GCS : 13-15
3. Tidak terdapat kelainan neurologis
4. Mual atau muntah
5. Pusing atau nyeri kepala ringan yang timbul segera atau bertahap
6. Pandangan kabur
7. Terlihat bengong atau linglung
8. Mudah marah atau kesal
9. Perubahan pola tidur, misalnya susah tidur atau tidur lebih lama dari
biasanya
10. Telinga berdenging
11. Merasa lemas atau lelah
12. Mengalami gangguan keseimbangan tubuh
13. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap.
D. Komplikasi
Menurut Price (2013), berikut ini adalah komplikasi yang dapat terjadi
apabila cidera kepala tidak ditangani dengan tepat, yaitu :
1. Epilepsi pasca trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di
kepala. kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di
dalam otak. kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami
cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada
sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala. kejang bisa
saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.
2. Afasia
Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata.
3. Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan
ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan
biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis.
4. Agnosia
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat
dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya
dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penyebabnya
adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana
ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan.
5. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah
lama berlalu. Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit
sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan
menghilang dengan sendirinya. pada cedera otak yang hebat, amnesia
bisa bersifat menetap.
6. Edema serebri dan herniasi
Herniasi otak adalah kondisi medis yang sangat berbahaya di mana
jaringan otak menjadi berpindah dalam beberapa cara karena
peningkatan tekanan intrakranial (tekanan di dalam tengkorak).
Herniasi Otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui atau
antar wilayah ke tempat lain karena efek massa.Biasanya ini komplikasi
dari efek massa baik dari tumor, trauma, atau infeksi.
7. Defisit neurologi
8. Infeksi sistemik (pneumonia, ISK, abses otak, meningitis,
osteomeilitis).
9. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi yang menunjang berat
badan).
10. Edema pulmonal
Edema paru dapat diakibatkan dari cedera pada otak yang
mengakibatkan cedera pada otak yang mengakibatkan reflex
cushing.peningkatan pada tekanan darah sistemik terjadi pada
responsdari system saraf simpatis pada peningkatan TIK. Peningkatan
vasokontriksi tubuh umum ini menyebabkan lebih banyak aliran darah
ke paru- paru. Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan
pada proses dengan memungkinkan cairan berpindah ke dalam alveolis.
11. Kejang
Kejang terjadi kira- kira 10% dari pasien cedera kepala selama fase
akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang
dengan spatel lidah dengan diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur dan peralatan penghisap dekat dalam jangkauan.
Pagar tempat tidur harus tetap dipasang, dari bantalan pada pagar engan
bantal atau busa untuk meminimalkan resiko sekunder terhadap cedera
karena kejang. Selama kejang, perawat jangan pernah mencoba
memaksakan apapun diantara gigi atau membuka rahang. Pasien harus
dimiringkan untuk memudahkan mengalirnya sekresi atau mudah
dihisap. Gerakan pasien harus di restrain hanya cukup untuk mencegah
memukul obyek, yang menyebabkan memer atau cedera.Satu-satunya
tindakan medis terhadap kejang adalah obat. Diazepam adalah obat
yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan melalui
intra vena karena obat ini menekan pernapasan maka frekuensi dan
irama pernapasan pasien harus di pantau dengan cermat.
Kejang
Perdarahan, Gangguan
hematoma suplai darah
Resiko Penurunan
Peningkatan Iskemia Kesadaran
Injury
TIK
Hipoksia
Gangguan
Nyeri
Mobilitas
Fisik
F. Penatalaksaan Medis dan Keperawatan
Menurut Price (2013), berikut ini adalah penatalaksanaan medis dan
keperawatan yang dapat diberikan pada klien dengan cidera kepala, yaitu:
1. Medis
a) Terapi oksigen
b) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 %
atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
c) Apabila kejang, berikan diazepam 10 mg intravena secara perlahan-
lahan dan dapat diulangi 2x jika masih kejang, bila tidak berhasil
berikan penitoin 15 mg/kg bb.
d) Untuk cidera kepala terbuka diperlukan antibiotik
2. Keperawatan
a) Observasi 24 jam, menganjurkan klien untuk bed rest
b) Membersihkan jalan napas dari muntahan, perdarahan dan debris
c) Menghentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya,
perhatikan cedera intraabdomen dan dada.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2017), Diagnosa keperawatan utama pasien
mencakup berikut ini:
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan
benda asing dalam jalan nafas
2) Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) berhubungan dengan nyeri
3) Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen cedera fisik
4) Resiko perfusi serebral tidak efektif (D.0016) berhubungan dengan
cedera kepala
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif (01006)
nafas tidak keperawatan selama ...x24 Manajemen jalan nafas
efektif (D. jam, bersihan jalan nafas 1. Monitor
0001) klien dapat teratasi dengan status pernafasan dan
kriteria hasil : oksigenasi sebagaimana
Bersihan jalan nafas (L. mestinya
01001) 2. Monitor
a. Dyspnea menurun tanda dan gejala infeksi
b. Nafas cuping hidung saluran napas
menurun 3. Berikan
c. Sianosis menurun posisi semi-fowler
d. Pola nafas membaik 4. Lakukan
e. Frekuensi nafas fisioterapi dada
membaik 5. Ajarkan
pasien batuk efektif
6. Kolaborasi
pemberian mukolitik atau
ekspektoran
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan ambulasi (I.06171)
Mobilitas Fisik keperawatan selama ...x24 1. Identifikasi adanya nyeri
(D.0054) jam, mobilitas fisik atau keluhan fisik
membaik dengan kriteria 2. Identifikasi toleransi fisik
hasil : melakukan ambulasi
Mobilitas fisik (L.05042) 3. Libatkan keluarga untuk
a. Pergerakan ektremitas membantu pasien dalam
meningkat meingkatkan ambulasi
b. ROM meningkat 4. Ajarkan ambulasi sederhana
c. Kekuatan otot
meningkat
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08066)
(D.0077) keperawatan selama ...x24 a. Kaji karakteristik nyeri
jam, nyeri akut menurun secara komprehensif
dengan kriteria hasil : b. Berikan teknik
Tingkat nyeri (L.08066) nonfarmakologis untuk
a. Keluhan nyeri mengurangi nyeri
menurun c. Jelaskan penyebab pemicu
b. Meringis menurun nyeri
c. Gelisah menurun d. Ajarkan teknik
d. Frekuensi nadi nonfarmakologis untuk
membaik mengeurangi nyeri
e. Kolaborasi pemberian
analgesik
Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan
serebral tidak keperawatan selama 3x24 tekanan intracranial (I.06198)
efektif jam, perfusi serebral dapat Pemantauan Tekanan
(D.0016) efektif kembali dengan Intrakranial (I. 06198)
kriteria hasil: 1. Monitor tanda/gejala
Perfusi serebral (L.02014) peningkatan TIK
a. Tingkat kesadaran 2. Monitor TD
meningkat 3. Monitor tingkat kesadaran
b. Gelisah menurn 4. Pertahankan posisi kepala
c. Sakit kepala menurun dan leher yang netral
5. Meminimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
6. Kolaborasi dengan dokter
pemberian diuretic osmosis
4. Evaluasi Keperawatan
Menurut Moorhead Sue (2013), evaluasi keperawatan adalah
mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Ada tiga
kriteria hasil evaluasi, yaitu:
a. Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian : jika klien menunjukkan perubahan sebagian
dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Indicator Diagnostic. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI